Sei sulla pagina 1di 2

AL-BATTANI

Astronom Islam yang satu ini lahir di daerah Batan, salah satu daerah di kota Harran. Ketika
itu, kota Harran terletak dekat sungai Balikh, sekkitar 38 km sebelah tenggara kota Urfa.
Sekarang kota Harran masuk ke dalam wilayah Turki. Nama asli Al Battani adalah Abu
Abdallah Mohammad ibn Jabir ibn Sinan al-Raqqi al-Harrani al-Sabi al-Battani. Orang-orang
Eropa mengenalnya dengan nama Albategnius atau Albategni atau Albatenius. Menurut
kebiasaan yang ada, ia dipanggil berdasarkan kota kelahirannya, Al Battani. Kelahirannya
tidak diketahui secara pasti karena banyak perbedaan pendapat di dalam penentuannya.
Namun, Sebagian besar sumber mengatakan Al Battani lahir sekitar tahun 858 M. Al Battani
merupakan seorang anak dari ilmuwan. Menurut beberapa sumber keluarganya menjadi
anggota sekte Sabian, sekte pemuja bintang. Namun, Al Battani sendiri adalah seorang
muslim tulen. Ayahnya bernama Ibn San’an al-Battani. Awalnya Al Battani banyak belajar
tentang ilmu sains dari ayahnya tersebut. Masih merasa haus ilmu, ia pun pindah ke kota
Raqqa untuk mengenyam pendidikan lebih lanjut. Di kota ini, Al Battani berhasil belajar
hingga perguruan tinggi. Setelah lulus dengan nilai yang baik, ia pun pergi ke kota Samarra
untuk mengaplikasikan ilmu yang telah dipelajarinya.

Al battani adalah salah satu astronom terhebat dalam sejarah peradaban Islam. Ini terbukti
dari karya-karya yang telah dihasilkannya. Karya-karya itu pun masih menjadi landasan bagi
ilmu astronomi masa kini. Ia membagi kalender matahari menjadi 365 hari, 5 jam, 46 menit,
dan 24 detik. Penemuan inilah yang paling berkesan bagi masyarakat dunia khususnya para
ilmuwan dan astronom. Perhitungan Al Battani tersebut sangat dekat keakuratannya dengan
perhitungan astronom saat ini yang menggunakan alat jauh lebih modern. Astronom muslim
yang hebat ini juga menemukan bahwa titik terjauh matahari dari bumi terletak pada garis
bujur 16o, 17”. Penentuan garis bujur tersebut merupakan perbaikan dari perhitungan yang
dilakukan oleh Ptolemeus. Meski banyak mengkritik Ptolemeus, Al Battani masih sependapat
dengan ilmuwan Yunani itu bahwa matahari bergerak mengelilingi bumi. Oleh karena itu, ia
menghitung sudut kemiringan dari orbit matahari dengan keakuratan yang luar biasa. Tidak
hanya itu, Al Battani juga berhasil menghitung waktu rata-rata peredaran matahari dan
mengukur seberapa lama waktu yang diperlukan untuk satu musim. Selain itu, astronom
muslim yang jenius ini mampu menentukan orbit bulan dan planet-planet yang lain.

Sebagai seorang astronom, wajar kiranya bila ia tertarik dengan bulan sebagai salah satu
anggota tata surya. Berhubungan dengan satelit bumi ini, Al Battani membentuk suatu teori
yang bermanfaat untuk menentukan kondisi bulan pada saat bulan baru (new moon). Teori ini
merupakan teori yang terbilang baru pada masa itu. Tidak ketinggalan juga, ia melakukan
penelitian terhadap suatu fenomena alam yang menarik yaitu gerhana matahari dan gerhana
bulan. Penelitian yang berhasil memuaskan ini kemudian menjadi landasan berpikir
Dunthorne, ilmuwan Eropa, pada tahun 1749 untuk menentukan percepatan sekular dari
gerak bulan. Tidak hanya hebat sebagai astronom eksperimen, Al Battani juga mampu
menjadi astronom teoritik yang handal. Telah banyak buku-buku astronomi yang sukses
ditulisnya. Buku pertamanya berjudul “Kitab Al Zij” merupakan buku tentang astronomi
yang sudah umum menjadi panduan utama bagi para astronom dunia, termasuk astronom
Eropa ketika itu. Buku lain milik Al Battani pun selanjutnya diterjemahkan ke dalam
berbagai bahasa, terutama bahasa Latin pada abad ke-12 dengan judul “De Scienta
Stellerum”. Pada tahun 1537, buku tersebut diterbitkan di Nuremberg dan diterjemahkan oleh
Melanchthon. Kemudian buku tersebut kembali dicetak ulang pada tahun 1645 di Bologna.
Memang buku ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan astronomi di wilayah Eropa
pada abad pertengahan ataupun masa pencerahan (Renaissance).
Kini manuskrip beserta buku terjemahan aslinya masih tersimpan di perpusatakaan Vatikan.
Al Battani juga handal dalam ilmu matematika khususnya trigonometri yang sangat
diperlukan bagi penelitian ilmu astronomi itu sendiri. Ia berhasil menemukan hukum
hubungan trigonometri yaitu;

Al Battani meninggal pada tahun 929 M di kota Qasr al-Jiss, Irak. Kehebatan ilmu astronomi
yang dimiliki oleh Al Battani menjadi panduan utama bagi penelitian selanjutnya yang
dilakukan oleh ilmuwan Eropa seperti Tycho Brahe, Kepller, Copernicus, dan Galileo.
Bahkan dalam bukunya yang berjudul “De Revolutionibus Orbum Clestium”, Copernicus
menyatakan bahwa ia sangat berhutang ilmu kepada Al Battani.

Referensi:

1]. Anton Ramdan, S.Si. Islam dan Astronomi. Penerbit: Bee Media Indonesia. Jakarta. 2009.

2] Dr. Hyder Reza Zabeth, Phd. Challenges Countered by the Muslim in Reviving the Islamic
Civilization. Research Scholar in Islamic History. Departement of Islamic History. Islamic
Research Foundation.

3] Isa Ziliang Ma. Islamic Astronomy in China: Spread and Development. Institute of China
Study. University of Malaya. http://ics.um.edu.my. Nov, 24, 2008.

http://kaifahal.com/al-battani-astronom-muslim/

Potrebbero piacerti anche