Sei sulla pagina 1di 13

LI.1.

Memahami dan Menjelaskan Intususepsi


LO.1.1 Definisi
Intususepsi adalah proses dimana suatu segmen usus bagian proksimal masuk ke dalam
lumen usus bagian distalnya sehingga menyebabkan obstruksi usus dan dapat berakhir
dengan strangulasi(1-4). Umumnya bagian yang proksimal (intususeptum) masuk ke bagian
distal (intussussipien).

LO.1.2. Epidemiologi
Estimasi insidensi akurat dari intususepsi tidak tersedia untuk sebagian besar negara
berkembang, demikian juga di banyak negara maju(8). Di Afrika, tidak ada penelitian yang
melaporkan angka kejadian dari intususepsi. Di Asia dalam hal ini Taiwan dan Cina,
dilaporkan insidens dari intususepsi adalah 0,77 per 1000 kelahiran hidup. Di India, angka
kejadiannya dilaporkan berkisar 1,9-54,4 per tahun. Tidak ada data yang menyebutkan
tentang insidensi per kelahiran hidup. Di Malaysia lebih kurang 10,4 bayi dan anak dirawat di
RS Umum Kuala Lumpur karena intususepsi per tahun. Di Indonesia, angka kejadian
intususepsi di RS wilayah pedesaan dan perkotaan didapatkan angka yang berbeda, yaitu
masing-masing 5,8 dan 17,2 per tahun(8). Irish (2011) menyebutkan insiden intususepsi
adalah 1,5-4 kasus per 1000 kelahiran hidup(2).
Intususepsi umumnya ditemukan pada anak-anak di bawah 1 tahun dan frekuensinya
menurun dengan bertambahnya usia anak(12). Di Afrika, insiden puncak intususepsi muncul
antara usia 3-8 bulan. Di Asia, insiden puncak antara usia 4-8 bulan(8).
Umumnya intususepsi ditemukan lebih sering pada anak laki-laki. Di Afrika, tepatnya di
Tunisia, rasio laki-laki dibandingkan perempuan adalah 8:1. Di Asia, rasio perbandingannya
adalah 9:1. Di Timur Tengah, perbandingan antara laki-laki dan perempuan berkisar antara
1,4:1 sampai 4:1(8).
Berdasarkan keterkaitan kejadian intususepsi dengan musim, didapatkan hasil penelitian
yang bervariasi di masing-masing wilayah di dunia(8). Intususepsi dilaporkan sebagai suatu
kejadian musiman dengan puncak pada musim semi, musim panas, dan pertengahan musim
dingin. Periode ini berhubungan dengan puncak munculnya gastroenteritis musiman dan
infeksi saluran napas atas(2). Di Afrika, insidens intususepsi meningkat pada 2 musim yaitu
akhir musim panas dan akhir musim dingin. Hal ini bersamaan dengan puncak insidens dari
infeksi saluran napas dan diare. Di Asia, salah satunya India, insidens intususepsi dilaporkan
meningkat pada musim panas(8). Di Thailand insidens intususepsi meningkat antara bulan
September dan Januari dan kemudian April. Peningkatan ini bersamaan dengan musim dingin
dan panas yang merupakan puncak dari insidens infeksi saluran napas atas dan
gastroenteritis. Di Malaysia tidak ditemukan adanya perbedaan musim terkait dengan
intususepsi(8).
LO.1.3. Etiologi
Etiologi dari intususepsi terbagi menjadi 2, yaitu idiopatik dan kausal(13).
 Idiopatik
Menurut kepustakaan, 90-95 % intususepsi pada anak di bawah umur satu
tahun tidak dijumpai penyebab yang spesifik sehingga digolongkan sebagai “infantile
idiophatic intussusceptions”(13). Kepustakaan lain menyebutkan di Asia, etiologi
idiopatik dari intususepsi berkisar antara 42-100%(8).
Definisi dari istilah intususepsi ‘idiopatik’ bervariasi di antara penelitian
terkait intususepsi. Sebagian besar peneliti menggunakan istilah ‘idiopatik’ untuk
menggambarkan kasus dimana tidak ada abnormalitas spesifik dari usus yang
diketahui dapat menyebabkan intususepsi seperti diverticulum meckel atau polip yang
dapat diidentifikasi saat pembedahan(8).
Dalam kasus idiopatik, pemeriksaan yang teliti dapat mengungkapkan
hipertrofi jaringan limfoid mural (Peyer patch), yang disebabkan oleh infeksi
adenovirus atau rotavirus(2).
Intususepsi idiopatik memiliki etiologi yang tidak jelas. Salah satu teori untuk
menjelaskan kemungkinan etiologi intususepsi idiopatik adalah bahwa hal itu terjadi
karena Peyer patch yang membesar; hipotesis ini berasal dari 3 pengamatan: (1)
penyakit ini sering didahului oleh infeksi saluran pernapasan atas, (2) wilayah
ileokolika memiliki konsentrasi tertinggi dari kelenjar getah bening di mesenterium,
dan (3) pembesaran kelenjar getah bening sering dijumpai pada pasien yang
memerlukan operasi. Apakah Peyer patch yang membesar adalah reaksi terhadap
intususepsi atau sebagai penyebab intususepsi, masih tidak jelas(1).
 Kausal
Pada penderita intususepsi yang lebih besar (lebih dua tahun), adanya kelainan
usus dapat menjadi penyebab intususepsi atau “lead point” seperti: inverted Meckel’s
diverticulum, polip usus, leiomioma, leiosarkoma, hemangioma, blue rubber blep
nevi, lymphoma dan duplikasi usus(13). Divertikulum Meckel adalah penyebab
paling utama, diikuti dengan polip seperti peutz-jeghers syndrome, dan duplikasi
intestinal. Lead pointlain diantaranya lymphangiectasias, perdarahan submukosa
dengan Henoch-Schönlein purpura, trichobezoars dengan Rapunzel
syndrome, caseating granulomas yang berhubungan dengan tuberkulosis abdominal(2).
Lymphosarcoma sering dijumpai sebagai penyebab intususepsi pada anak
yang berusia di atas enam tahun. Intususepsi dapat juga terjadi setelah laparotomi,
yang biasanya timbul setelah dua minggu pasca bedah, hal ini terjadi akibat gangguan
peristaltik usus, disebabkan manipulasi usus yang kasar dan lama, diseksi
retroperitoneal yang luas dan hipoksia lokal(13).

1
LO.1.4. Patogenesis
Patogenesis dari intususepsi diyakini akibat sekunder dari ketidakseimbangan pada
dorongan longitudinal sepanjang dinding intestinal. Ketidakseimbangan ini dapat
disebabkan oleh adanya massa yang bertindak sebagai “lead point” atau oleh pola yang
tidak teratur dari peristalsis (contohnya, ileus pasca operasi). Gangguan elektrolit
berhubungan dengan berbagai masalah kesehatan yang dapat mengakibatkan motilitas
intestinal yang abnormal, dan mengarah pada terjadinya invaginasi. Beberapa penelitian
terbaru pada binatang menunjukkan pelepasan nitrit oksida pada usus, suatu
neurotransmitter penghambat, menyebabkan relaksasi dari katub ileocaecal dan
mempredisposisi intususepsi ileocaecal. Penelitian lain telah mendemonstrasikan bahwa
penggunaan dari beberapa antibiotik tertentu dapat menyebabkan hiperplasia limfoid ileal
dan dismotilitas intestinal dengan intususepsi(1).
Sebagai hasil dari ketidakseimbangan, area dari dinding usus terinvaginasi ke dalam
lumen. Proses ini terus berjalan, dengan diikuti area proximal dari intestinal, dan
mengakibatkan intususeptum berproses sepanjang lumen dari intususipiens. Apabila
terjadi obstruksi sistem limfatik dan vena mesenterial, akibat penyakit berjalan progresif
dimana ileum dan mesenterium masuk ke dalam caecum dan colon, akan dijumpai mukosa
intussusseptum menjadi oedem dan kaku. Mengakibatkan obstruksi yang pada akhirnya
akan dijumpai keadaan strangulasi dan perforasi usus(1,13).
Pembuluh darah mesenterium dari bagian yang terjepit mengakibatkan
gangguan venous return sehingga terjadi kongesti, oedem, hiperfungsi goblet sel serta
laserasi mukosa usus. Hal inilah yang mendasari terjadinya salah satu manifestasi klinis
intususepsi yaitu BAB darah lendir yang disebut juga red currant jelly stool(1,2,13).

LO.1.5. Klasifikasi
Faktor-faktor yang dihubungkan dengan terjadinya intususepsi
Penyakit ini sering terjadi pada umur 3-12 bulan, dimana pada saat itu terjadi perubahan
diet makanan dari cair ke padat, perubahan pemberian makanan ini dicurigai sebagai
penyebab terjadi intususepsi. Intususepsi kadang-kadang terjadi setelah/selama enteritis
akut, sehingga dicurigai akibat peningkatan peristaltik usus. Gastroenteritis akut yang

2
dijumpai pada bayi, ternyata ditemukan kuman rotavirus menjadi agen penyebabnya,
dimana pengamatan 30 kasus intususepsi bayi ditemukan virus ini dalam feses sebanyak
37%. Pada beberapa penelitian terakhir ini didapati peninggian insidens adenovirus
dalam feses penderita intususepsi(13).
Jenis Intususepsi(13) Jenis intususepsi dapat dibagi menurut lokasinya pada bagian
usus mana yang terlibat, pada ileum dikenal sebagai jenis ileo-ileal.
Pada kolon dikenal dengan jenis colo-colica dan sekitar ileo-caecal disebut ileocaecal,
jenis-jenis yang disebutkan di atas dikenal dengan intususepsi tunggal dimana
dindingnya terdiri dari tiga lapisan.
Jika dijumpai dinding yang terdiri dari lima lapisan, hal ini sering pada keadaan yang
lebih lanjut disebut jenis intususepsi ganda, sebagai contoh adalah jenis ileo-ileo-colica
atau colo-colica. Suwandi J.Wijayanto E. di Semarang selama 3 tahun (1981-1983) pada
pengamatannya mendapatkan jenis intususepsi sebagai berikut: Ileo-ileal 25%, ileo-
colica 22,5%, ileo-ileo-colica 50% dan colo-colica 22,5%.

LO.1.6. Manifestasi klinis


Secara klasik perjalanan suatu intususepsi memperlihatkan gambaran sebagai berikut :
Anak atau bayi yang semula sehat dan biasanya dengan keadaan gizi yang baik, tiba-tiba
menangis kesakitan, terlihat kedua kakinya terangkat ke atas, penderita tampak seperti kejang
dan pucat menahan sakit, serangan nyeri perut seperti ini berlangsung dalam beberapa menit.
Di luar serangan, anak/bayi kelihatan seperti normal kembali. Pada waktu itu sudah terjadi
proses intususepsi. Serangan nyeri perut datangnya berulang-ulang dengan jarak waktu 15-20
menit dengan lama serangan 2-3 menit. Pada umumnya selama serangan nyeri perut itu
diikuti dengan muntah berisi cairan dan makanan yang ada di lambung(2,13).
Sesudah beberapa kali serangan dan setiap kalinya memerlukan tenaga, maka di luar
serangan si penderita terlihat lelah dan lesu dan tertidur sampai datang serangan kembali.
Proses intususepsi pada mulanya belum terjadi gangguan pasase isi usus secara total, anak
masih dapat defekasi berupa feses biasa, kemudian feses bercampur darah segar dan lendir,
kemudian defekasi hanya berupa darah segar bercampur lendir tanpa feses. BAB darah dan
lendir (red currant jelly stool) baru dijumpai sesudah 6-8 jam serangan sakit yang pertama
kali, kadang-kadang sesudah 12 jam. BAB darah lendir ini bervariasi jumlahnya dari kasus
per kasus, ada juga yang dijumpai hanya pada saat melakukan colok dubur.

3
Karena sumbatan belum total, perut belum kembung dan tidak tegang, dengan
demikian mudah teraba gumpalan usus yang terlibat intususepsi sebagai suatu massa tumor
berbentuk curved sausage di dalam perut di bagian kanan atas, kanan bawah, atas tengah atau
kiri bawah(4). Tumor lebih mudah teraba pada waktu terdapat peristaltik, sedangkan pada
perut bagian kanan bawah teraba kosong yang disebut “dance’s sign”. Hal ini akibat caecum
dan kolon naik ke atas, ikut proses intususepsi(1-4,7,13).
Sesudah 18-24 jam serangan sakit yang pertama, usus yang tadinya tersumbat partial
berubah menjadi sumbatan total, diikuti proses oedem yang semakin bertambah, sehingga
pada pasien dijumpai tanda-tanda obstruksi, seperti perut kembung dengan gambaran
peristaltik usus yang jelas, muntah warna hijau dan dehidrasi(13).
Oleh karena perut kembung maka massa tumor tidak dapat diraba lagi dan defekasi hanya
berupa darah dan lendir. Apabila keadaan ini berlanjut terus akan dijumpai muntah feses,
dengan demam tinggi, asidosis, toksis dan terganggunya aliran pembuluh darah arteri. Pada
segmen yang terlibat menyebabkan nekrosis usus, gangren, perforasi, peritonitis umum,
shock dan kematian.
Pada pemeriksaan colok dubur didapati:
 Tonus sphincter melemah, mungkin invaginat dapat diraba berupa massa seperti
portioBila jari ditarik, keluar darah bercampur lendir.
 Perlu perhatian bahwa untuk penderita malnutrisi, gejala-gejala intususepsi tidak
khas. Tanda-tanda obstruksi usus baru timbul dalam beberapa hari. Pada penderita
ini tidak jelas tanda adanya sakit berat. Pada defekasi tidak ada darah. Intususepsi
dapat mengalami prolaps melewati anus. Hal ini mungkin disebabkan pada pasien
malnutrisi, memiliki tonus yang melemah, sehingga obstruksi tidak cepat
timbul(13).
 Selain yang telah disebutkan di atas, dikenal juga suatu keadaan yang disebut
dengan intususepsi atipikal yaitu bila dalam kasus tersebut gagal dibuat diagnosis
yang tepat oleh seorang ahli bedah, meskipun keadaan ini kebanyakan terjadi
karena ketidaktahuan dokter dibandingkan dengan gejala tidak lazim pada
penderita(13).

LO.1.7. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis intususepsi didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan
fisik, laboratorium dan radiologi.
Gejala klinis yang menonjol dari intususepsi adalah suatu trias gejala yang terdiri dari(1-5,7,13) :

4
 Nyeri perut yang datangnya secara tiba-tiba, nyeri bersifat hilang timbul. Nyeri
menghilang selama 10-20 menit, kemudian timbul lagi serangan baru.
 Teraba massa tumor di perut bentuk curved sausage pada bagian kanan atas,
kanan bawah, atas tengah, kiri bawah atau kiri atas.
 Buang air besar campur darah dan lendir yang disebut red currant jelly stool.

Bila penderita terlambat memeriksakan diri, maka sukar untuk meraba adanya tumor,
oleh karena itu untuk kepentingan diagnosis harus berpegang kepada gejala trias
intususepsi. Mengingat intususepsi sering terjadi pada anak berumur di bawah satu tahun,
sedangkan penyakit disentri umumnya terjadi pada anak-anak yang mulai berjalan dan
mulai bermain sendiri maka apabila ada pasien datang berumur di bawah satu tahun, sakit
perut yang bersifat kolik sehingga anak menjadi rewel sepanjang hari/malam, ada
muntah, buang air besar campur darah dan lendir maka pikirkanlah kemungkinan
intususepsi(13).
The Brighton Collaboration Intussuseption Working Group mendirikan sebuah
diagnosis klinis menggunakan campuran dari kriteria minor dan mayor. Strasifikasi ini
membantu untuk membuat keputusan berdasarkan tiga level dari pembuktian untuk
membuktikan apakah kasus tersebut adalah intususepsi(2).
Kriteria Mayor
 Adanya bukti dari obstruksi usus berupa adanya riwayat muntah hijau, diikuti dengan
distensi abdomen dan bising usus yang abnormal atau tidak ada sama sekali.
 Adanya gambaran dari invaginasi usus, dimana setidaknya tercakup hal-hal berikut
ini: massa abdomen, massa rectum atau prolaps rectum, terlihat pada gambaran foto
abdomen, USG maupun CT Scan.
 Bukti adanya gangguan vaskularisasi usus dengan manifestasi perdarahan rectum atau
gambaran feses “red currant jelly” pada pemeriksaan “Rectal Toucher“.

Kriteria Minor
 Bayi laki-laki kurang dari 1 tahun
 Nyeri abdomen
 Muntah
 Lethargy
 Pucat
 Syok hipovolemi
 Foto abdomen yang menunjukkan abnormalitas tidak spesifik.

Berikut ini adalah pengelompokkan berdasarkan tingkat pembuktian, yaitu :


A. Level 1 – Definite (ditemukannya satu kriteria di bawah ini)
 Kriteria Pembedahan – Invaginasi usus yang ditemukan saat pembedahan
 Kriteria Radiologi – Air enema atau liquid contrast enema menunjukkan
invaginasi dengan manifestasi spesifik yang bisa dibuktikan dapat direduksi
olehenema tersebut.
 Kriteria Autopsi – Invagination dari usus

5
B. Level 2 – Probable (salah satu kriteria di bawah)
 Dua kriteria mayor
 Satu kriteria mayor dan tiga kriteria minor

C. Level 3 – Possible
 Empat atau lebih kriteria minor

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium(13,16)
 Meskipun hasil laboratorium tidak spesifik untuk menegakkan diagnosis
intususepsi, sebagai proses dari progresivitas, akan didapatkan abnormalitas
elektrolit yang berhubungan dengan dehidrasi, anemia dan atau peningkatan
jumlah leukosit (leukositosis >10.000/mm3).

Pemeriksaan Radiologi
 Foto polos abdomen
Didapatkan distribusi udara di dalam usus tidak merata, usus terdesak ke kiri atas, bila
telah lanjut terlihat tanda-tanda obstruksi usus dengan gambaran “air fluid level”.
Dapat terlihat “free air” bila terjadi perforasi(13).

Literatur lain menyebutkan bahwa foto polos hanya memiliki akurasi diagnostik 45%
untuk menegakkan diagnosis intususepsi sehingga penggunaannya tidak diindikasikan jika
ada fasilitas USG(4).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Hooker et al tahun 2008 dalam Radiographic
Evaluation of Intussusception, tampilan foto polos abdomen dengan posisi left side down
decubitus meningkatkan kemampuan untuk diagnosis atau menyingkirkan intususepsi(17).

6
 Barium enema
Dikerjakan untuk tujuan diagnosis dan terapi, untuk diagnosis dikerjakan bila gejala-
gejala klinik meragukan. Pada barium enema akan tampak gambaran cupping, coiled
spring appearance(13).

 Ultrasonografi Abdomen
Penggunaan USG abdomen untuk evaluasi intususepsi pertama kali
digambarkan pada tahun 1977. Sejak itu, banyak institusi yang mengadopsi
penggunaannya sebagai alat skrining karena tidak adanya paparan radiasi dan rendah
biaya. Intususepsi biasanya ditemukan di sisi kanan abdomen(7).
Pada tampilan transversal USG, tampak konfigurasi usus berbentuk ‘target’
atau ‘donat’ yang terdiri dari dua cincin echogenisitas rendah yang dipisahkan oleh
cincin hiperekoik, tidak ada gerakan pada donat tersebut dan ketebalan tepi lebih dari
0,6 cm. Ketebalan tepi luar lebih dari 1,6 cm menunjukkan perlunya intervensi
pembedahan. Pada tampilan logitudinal tampak pseudokidney sign yang timbul
sebagai tumpukan lapisan hipoekoik dan hiperekoik (2,3,4,6).
Pemeriksaan USG selain sebagai diagnostik, juga dapat digunakan untuk
membantu mendiferensiasikan tipe dari intususepsi. Park et al (2007) melaporkan
bahwa intususepsi transien dari usus kecil lebih sering terlokalisir pada kuadran kanan
bawah atau region periumbilikal, memiliki diameter anteroposterior yang lebih kecil
(1,38 cm vs 2,53 cm), memiliki garis luar yang lebih tipis (0,26 cm vs 0,53 cm), dan
tidak memiliki nodus limfatikus, dimana berbanding terbalik dengan intususepsi
ileocolic(2).
Sebuah studi oleh Munden et al (2007) mendukung penemuan ini, dengan
diameter anteroposterior rata-rata adalah 1,5 cm pada intususepsi ileoileal dan 3,7 cm
pada intususepsi ileocolic dan panjang rata-ratanya berkisar 2,5 cm dan 8,2 cm secara
respektif(2).

7
 CT Scan
Intususepsi yang digambarkan pada CT scan merupakan gambaran klasik seperti pada
USG yaitutarget sign. Intususepsi temporer dari usus halus dapat terlihat pada CT
maupun USG, dimana sebagian besar kasus ini secara klinis tidak signifikan(2).

LO.1.7. Diagnosis banding


 Gastroenteritis, bila diikuti dengan intususepsi dapat ditandai jika dijumpai perubahan
rasa sakit, muntah dan perdarahan.
 Divertikulum Meckel, dengan perdarahan, biasanya tidak ada rasa nyeri.
 Disentri amoeba, disini diare mengandung lendir dan darah, serta adanya obstipasi,
bila disentri berat disertai adanya nyeri di perut, tenesmus dan demam.
 Enterokolitis, tidak dijumpai adanya nyeri di perut yang hebat.
 Prolapsus recti atau Rectal prolaps, dimana biasanya terjadi berulang kali dan pada
colok dubur didapati hubungan antara mukosa dengan kulit perianal, sedangkan pada
intususepsi didapati adanya celah.

LO.1.8. Penatalaksanaan
Pada bayi maupun anak yang dicurigai intususepsi atau invaginasi, penatalaksanaan
lini pertama sangat penting dilakukan untuk mencegah komplikasi yang lebih lanjut.
Selang lambung (Nasogastric tube) harus dipasang sebagai tindakan kompresi pada
pasien dengan distensi abdomen sehingga bisa dievaluasi produksi cairannya. Setelah itu,
rehidrasi cairan yang adekuat dilakukan untuk menghindari kondisi dehidrasi dan
pemasangan selang catheter untuk memantau ouput dari cairan. Pemeriksaan darah
lengkap dan elektrolit darah dapat dilakukan(2,16).
“Pneumatic” atau kontras enema masih menjadi pilihan utama untuk diagnosa
maupun terapi reduksi lini pertama pada intususepsi di banyak pusat kesehatan. Namun
untuk meminimalisir komplikasi, tindakan ini harus dilakukan dengan memperhatikan
beberapa panduan. Salah satunya adalah menyingkirkan kemungkinan adanya peritonitis,
perforasi ataupun gangrene pada usus. Semakin lama riwayat perjalanan penyakitnya,
semakin besar kemungkinan kegagalan dari terapi reduksi tersebut(16).

8
Tindakan Non Operatif
Hydrostatic Reduction
Metode reduksi hidrostatik tidak mengalami perubahan signifikan sejak
dideskripsikan pertama kali pada tahun 1876. Meskipun reduksi hidrostatik dengan
menggunakan barium di bawah panduan fluoroskopi telah menjadi metode yang dikenal
sejak pertengahan 1980-an, kebanyakan pusat pediatrik menggunakan kontras cairan
saline (isootonik) karena barium memiliki potensi peritonitis yang berbahaya pada
perforasi intestinal(16).
Berikut ini adalah tahapan pelaksanaannya(2,4,16) :
 Masukkan kateter yang telah dilubrikasi ke dalam rectum dan difiksasi kuat diantara
pertengahan bokong.
 Pengembangan balon kateter kebanyakan dihindari oleh para radiologis sehubungan
dengan risiko perforasi dan obstruksi loop tertutup.
 Pelaksanaannya memperhatikan “Rule of three” yang terdiri atas: (1) reduksi
hidrostatik dilakukan setinggi 3 kaki di atas pasien; (2) tidak boleh lebih dari 3 kali
percobaan; (3) tiap percobaan masing-masing tidak boleh lebih dari 3 menit.
 Pengisian dari usus dipantau dengan fluoroskopi dan tekanan hidrostatik konstan
dipertahankan sepanjang reduksi berlangsung.
 Reduksi hidrostatik telah sempurna jika media kontras mengalir bebas melalui katup
ileocaecal ke ileum terminal. Reduksi berhasil pada rentang 45-95% dengan kasus
tanpa komplikasi.
 Selain penggunaan fluoroskopi sebagai pemandu, saat ini juga dikenal reduksi
menggunakan air (dilusi antara air dan kontras soluble dengan perbandingan 9:1)
dengan panduan USG. Keberhasilannya mencapai 90%, namun sangat tergantung
pada kemampuan expertise USG dari pelakunya(4).
Teknik non pembedahan ini memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan reduksi
secara operatif. Diantaranya yaitu : penurunan angka morbiditas, biaya, dan waktu
perawatan di rumah sakit(2,16).
Pneumatic Reduction(16)
Reduksi udara pada intususepsi pertama kali diperkenalkan pada tahun 1897 dan cara
tersebut telah diadopsi secara luas hingga akhir tahun 1980. Prosedur ini dimonitor secara
fluroskopi sejak udara dimasukkan ke dalam rectum. Tekanan udara maksimum yang
aman adalah 80 mmHg untuk bayi dan 110-120 mmHg untuk anak. Penganut dari model
reduksi ini meyakini bahwa metode ini lebih cepat, lebih aman dan menurunkan waktu
paparan dari radiasi. Pengukuran tekanan yang akurat dapat dilakukan, dan tingkat
reduksi lebih tinggi daripada reduksi hidrostatik. Berikut ini adalah langkah-langkah
pemeriksaannya:
Sebuah kateter yang telah dilubrikasi ditempatkan ke dalam rectum dan direkatkan
dengan kuat. Sebuah manometer dan manset tekanan darah dihubungkan dengan kateter,
dan udara dinaikkan perlahan hingga mencapai tekanan 70-80 mmHg (maksimum 120
mmHg) dan diikuti dengan fluoroskopi. Kolum udara akan berhenti pada bagian
intususepsi, dan dilakukan sebuah foto polos. Jika tidak terdapat intususepsi atau
reduksinya berhasil, udara akan teramati melewati usus kecil dengan cepat. Foto lain
selanjutnya dibuat pada sesi ini, dan udara akan dikeluarkan duluan sebelum kateter
9
dilepas. Untuk melengkapi prosedur ini, foto post reduksi (supine dan decubitus/upright
views) harus dilakukan untuk mengkonfirmasi ketiadaan udara bebas.
Reduksi yang sulit membutuhkan beberapa usaha lebih. Penggunaan glucagon (0.5
mg/kg) untuk memfasilitasi relaksasi dari usus memiliki hasil yang beragam dan tidak
rutin dikerjakan.
Tindakan Operatif
Apabila diagnosis intususepsi yang telah dikonfirmasi oleh x-ray, mengalami
kegagalan dengan terapi reduksi hidrostatik maupun pneumatik, ataupun ada bukti nyata
akan peritonitis difusa, maka penanganan operatif harus segera dilakukan(16).
Prosedur operatif(20):
 Insisi
Antibiotik intravena preoperatif profilaksis harus diberikan 30 menit sebelum
insisi kulit.
Pasien diposisikan terlentang dan sayatan kulit sisi kanan perut melintang dibuat
sedikit lebih rendah daripada umbilikus (Gambar 12). Sayatan bisa dibuat sejajar,
di bawah atau di atas umbilikus, tergantung pada derajat intususepsi.

 Diseksi
Teknik pemisahan otot dimulai dari eksternal, obliqus internus, dan fascia
transversalis.
Usus yang mengalami intususepsi secara hati-hati dijangkau dari luka operasi dan
reduksi dilakukan dengan lembut, meremas usus distal ke apex bersamaan dengan
tarikan lembut dari usus proksimal untuk membantu reduksi (Gambar 13). Traksi
yang kuat atau menarik usus intususeptum dari intususipien harus dihindari,
karena ini dapat dengan mudah mengakibatkan cedera lebih lanjut pada usus
besar.

10
Setelah reduksi, kondisi umum ileum terminal yang mengalami intususepsi harus
dinilai dengan hati-hati (Gambar 14).

Kadang-kadang, reseksi usus segmental diperlukan jika reduksi tidak dapat


dicapai atau usus nekrotik diidentifikasi setelah reduksi. Umumnya, ileum terminal
yang direduksi muncul kehitaman dan menebal pada palpasi. Penempatan spons yang
hangat dan lembab selama beberapa menit dapat meningkatkan perfusi jaringan lokal,
sehingga, berpotensi menghindari reseksi bedah yang tidak perlu.
Appendektomi standar dilakukan jika dinding cecal berdekatan adalah normal
(Gambar 15).

 Menutup
Setelah reduksi dicapai atau reseksi dilakukan (jika diperlukan) dan hemostasis
dipastikan, penutupan fasia perut dilakukan di lapisan menggunakan benang
absorbable 3-0. Kulit reapproximated dengan jahitan subcuticular 5-0 yang
diserap.

Perawatan pasca Operasi(13)


Pada kasus tanpa reseksi, Nasogastric tube berguna sebagai dekompresi pada
saluran cerna selama 1-2 hari dan penderita tetap dengan infus. Setelah oedem dari

11
intestine menghilang, pasase dan peristaltik akan segera terdengar. Kembalinya fungsi
intestine ditandai dengan menghilangnya cairan kehijauan dari nasogastric tube.
Abdomen menjadi lunak, tidak distensi. Dapat juga didapati peningkatan suhu tubuh
pasca operasi yang akan turun secara perlahan. Antibiotika dapat diberikan satu kali
pemberian pada kasus dengan reduksi. Pada kasus dengan reseksi perawatan menjadi
lebih lama.
LO.1.9. Komplikasi
Intususepsi dapat menyebabkan terjadinya obstruksi usus. Komplikasi lain yang dapat
terjadi adalah dehidrasi dan aspirasi dari emesis yang terjadi. Iskemia dan nekrosis usus
dapat menyebabkan perforasi dan sepsis. Nekrosis yang signifikan pada usus dapat
menyebabkan komplikasi yang berhubungan dengan “short bowel syndrome”. Meskipun
diterapi dengan reduksi operatif maupun radiografik, striktur dapat muncul dalam 4-8
minggu pada usus yang terlibat(2).
LO.1.10. Prognosis
Kematian disebabkan oleh intususepsi idiopatik akut pada bayi dan anak-anak
sekarang jarang di negara maju. Sebaliknya, kematian terkait dengan intususepsi tetap
tinggi di beberapa negara berkembang. Pasien di negara berkembang cenderung untuk
datang ke pusat kesehatan terlambat, yaitu lebih dari 24 jam setelah timbulnya gejala, dan
memiliki tingkat intervensi bedah, reseksi usus dan mortalitas lebih tinggi(8).
Mortalitas secara signifikan lebih tinggi (lebih dari sepuluh kali lipat dalam kebanyakan
studi) pada bayi yang ditangani 48 jam setelah timbulnya gejala daripada bayi yang
ditangani dalam waktu 24 jam setelah onset pertama(8). Angka rekurensi dari intususepsi
untuk reduksi nonoperatif dan operatif masing-masing rata-rata 5% dan 1-4%(2).

12

Potrebbero piacerti anche