Sei sulla pagina 1di 19

REFERAT

EPIRETINAL MEMBRANE

Oleh :
Arifatul Jannah (201710401011063)
Fatmadika Rosa Afshela (201710401011083)

Pembimbing :
dr. Retna Gemala Dewi, Sp.M.

SMF ILMU KESEHATAN MATA


RSU HAJI SURABAYA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2018
LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT
EPIRETINAL MEMBRANE

Referat dengan judul Epiretinal Membrane telah diperiksa dan disetujui sebagai
salah satu tugas dalam rangka menyelesaikan studi kepaniteraan Dokter Muda di
bagian Ilmu Kesehatan Mata.

Surabaya, 16 Januari 2018


Pembimbing

dr. Retna Gemala Dewi, Sp.M.

ii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb,

Segenap puji syukur kami panjatkan kepada ALLAH SWT yang selalu melimpahkan

segala rahmat dan hidayahnya maka tugas referat yang berjudul “Epiretinal

Membrane” ini dapat diselesaikan dengan baik. Penyusunan tugas ini merupakan

salah satu tugas yang penulis laksanakan selama mengikuti kepaniteraan di SMF Ilmu

Kesehatan Mata RSU Haji Surabaya. Kami mengucapkan terimakasih kepada dr.

Retna Gemala Dewi, Sp.M. selaku dokter pembimbing dalam penyelesaian tugas

referat ini, terimakasih atas bimbingan, saran, petunjuk dan waktunya sehingga dapat

menyelesaikan tugas ini.

Kami menyadari bahwa penyusunan tugas ini masih jauh dari kesempurnaan,

untuk kritik dan saran selalu kami harapkan. Besar harapan kami semoga tugas ini

bermanfaat bagi pembaca pada umumnya serta penyusun pada khususnya.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Surabaya, 16 Januari 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................................... ii


KATA PENGANTAR .................................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... iv
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 3
2.1 Definisi .................................................................................................................... 3
2.2 Epidemiologi ........................................................................................................... 3
2.3 Patogenesis .............................................................................................................. 3
2.4 Klasifikasi ................................................................................................................ 4
2.5 Manifestasi Klinis .................................................................................................. 5
2.6 Diagnosis ................................................................................................................. 8
2.7 Diagnosis Banding ............................................................................................... 11
2.8 Penatalaksaan ........................................................................................................ 12
2.9 Komplikasi ............................................................................................................ 12
2.10 Prognosis ............................................................................................................... 12
BAB 3 RINGKASAN ................................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 14

iii
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Cellophane Macular Reflex ................................................................... 5

Gambar 2.2 Preretinal Macular Fibrosis ................................................................. 6

Gambar 2.3 Preretinal Hemorrhage ......................................................................... 7

Gambar 2.4 Pseudohole ............................................................................................ 7

Gambar 2.5 (A)Gambaran angiogram fluorescein tanpa kebocoran (B)

Gambaran horisontal SD-OCT menunjukkan perubahan intraretinal

cystoid................................................................................................... 10

Gambar 2.6 ........................................................................................................... 10

Gambar 2.7 Pseudohole pada epiretinal membrane dengan menggunakan

OCT ...................................................................................................... 11

Gambar 2.8 Epiretinal membrane dan vitreomacular traction dengan

menggunakan OCT .............................................................................. 11

iv
BAB 1
PENDAHULUAN
Epiretinal membrane (ERM) merupakan kelainan pada permukaan
vitreomakula yang dapat menyebabkan penurunan visus.1 Istilah lain untuk ERM
antara lain macular pucker, surface wrinkling retinopathy, dan epimacular
membrane.2
ERM disebabkan oleh adanya proliferasi membran fibroselular di area makula,
pada lapisan retina bagian dalam. Proliferasi ini dapat terjadi pada mata sehat atau
didahului oleh keadaan patologis seperti posterior vitreous separation (PVD),
penyakit vaskular retina, inflamasi intraokular, trauma tumpul atau tajam, dan lain-
lain.2 Manifestasi klinisnya dapat asimptomatik yang biasanya dapat terdeteksi ketika
melakukan pemeriksaan rutin, hingga yang dapat menurunkan kualitas hidup seperti
metamorfopsia, mikropsia, makropsia, fotopsia, penurunan visus, dan hilangnya
penglihatan sentral.1 Variasi gejala visual ini bergantung pada opasitas membran dan
seberapa banyak distorsi yang terjadi pada makula karena adanya kontraksi jaringan
fibroselular.2
Perbandingan angka kejadian ERM pada orang Asia lebih rendah dibandingkan
Kaukasia. Diduga sekitar 30 juta penduduk Amerika menderita ERM, paling tidak
pada satu mata. Patogenesis ERM belum diketahui secara pasti dan kebanyakan
pasien mengalaminya tanpa ada gejalan klinis yang mengarah pada penyakit ini,
sehingga diklasifikasikan sebagai idiopatik.3
Terdapat beberapa faktor risiko berkembangnya ERM, tapi yang paling
berpengaruh adalah usia. Kebanyakan ERM terjadi pada usia lebih dari 50 tahun dan
prevalensi bertambah seiring dengan pertambahan usia.1
Dahulu ERM hanya didiagnosis dan diklasifikasikan berdasarkan temuan klinis
pada pemeriksaan fisik. Saat ini telah banyak ditemukan teknologi imaging yang
membantu klinisi dalam menegakkan diagnosis secara lebih akurat. Pilihan terapi
untuk ERM saat ini terbatas, dapat ditempuh dengan observasi maupun pembedahan.1
Prosedur pengelupasan ERM melalui pembedahan pada pasien yang

1
2

mengalami gejala visual yang signifikan mampu memperbaiki ketajaman penglihatan


dan mengurangi metamorfopsia.2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
ERM adalah struktur fibroseluler yang berproliferasi di lapisan dalam
retina, avaskuler, dan menyebabkan disfungsi makula dalam derajat yang
bervariasi.2 Proliferasi pada komponen seluler dan kontraksi membran
menyebabkan timbulnya gejala visual, terutama karena retina mengerut,
obstruksi dan elevasi terlokalisir dengan atau tanpa disertai bentukan
pseudokista dan edema makula.4
2.2 Epidemiologi
Sebagian besar pasien dengan ERM idiopatik berusia 50 tahun ke atas.2
Pada hasil otopsi ERM ditemukan sekitar 2% pada pasien berusia 50 tahun ke
atas dan 20% pada usia 75 tahun ke atas.5 Kendati demikian, penyakit ini juga
bisa terjadi pada anak-anak dan dewasa muda. Beberapa penelitian
membuktikan bahwa angka kejadian ERM pada perempuan lebih tinggi
dibandingkan laki-laki. Kejadian ERM ringan biasanya berkaitan dengan
trauma tajam atau tumpul, inflamasi vitreus, penyakit vaskular retina yang
menyebabkan edema intraretina, dan perdarahan vitreus.2 Insiden ERM pada
kedua mata sekitar 10-20%.5
Prevalensi ERM idiopatik didiagnosis dengan color fundus photography
berdasarkan penelitian kurang lebih 4-11%. Prevalensi ini kemungkinan lebih
tinggi pada ras tertentu, terutama Hispanik.2 Akan tetapi, angka kejadian yang
berbeda berdasarkan suku bangsa ini masih menjadi perdebatan. Faktor risiko
ERM yang paling signifikan adalah umur, diikuti oleh diabetes dan
hiperkolesterolemia.3
2.3 Patogenesis
Secara histologis ERM terdiri dari lapisan fibroselular dengan ketebalan
yang bermacam-macam. Lapisan ini dapat berasal dari vitreus atau kolagen
baru yang disintesis. Sebagian besar elemennya terdiri dari sel Retinal Pigment
Epithelium (RPE), astrosit fibrosa, fibrosit, dan makrofag. Tipe sel yang

3
4

ditemukan pada membran bergantung pada kelainan mata yang menyertai.


Identifikasi jenis sel yang tepat cukup sulit dilakukan karena masing-masing sel
penyusun membran dapat bertransformasi menjadi sel jenis lain yang memiliki
morfologi dan fungsi yang hampir sama. Berdasarkan observasi, tipe sel pada
ERM idiopatik yang paling utama di sebagian besar kasus adalah sel RPE. Hal
ini kemungkinan karena adanya migrasi transretinal dari sel RPE sebagai
respon terhadap stimulus biokimia. Sebagian besar tipe sel yang ditemukan
pada ERM memiliki daya tampung terhadap komponen myofibroblas, sehingga
dapat berubah bentuk dan menyebabkan membran dapat berkontraksi.2
Ada beberapa teori tentang patogenesis ERM. Teori yang paling banyak
dipakai yaitu adanya gaya tarik-menarik vitreo-retina yang terjadi pada PVD
dapat menyebabkan defek pada membran limitan interna sehingga sel glia
retina bermigrasi dan mengalami hipertrofi sebagai usaha untuk memperbaiki
defek yang ada. Selanjutnya permukaan dalam retina akan mengalami
proliferasi dan kontraksi.5,6
Teori lain menyebutkan bahwa proliferasi, metaplasia jaringan ikat dan
kontraksi sel-sel vitreus yang tertinggal di lapisan retina bagian dalam terjadi
setelah PVD. Ada pula teori yang menyebutkan bahwa 10-25% ERM terjadi
tanpa adanya PVD. Migrasi selular mungkin terjadi karena adanya defek atau
penipisan membran limitan interna.2
2.4 Klasifikasi
Secara klinis ERM dapat diklasifikasikan sebagai cellophane macular
reflex atau preretinal macular fibrosis berdasarkan tingkat keparahan. Secara
etiologi ERM dibedakan menjadi :1
a. Idiopatik
Pada ERM idiopatik tidak ada penyebab yang nyata. Terdapat sisa
jaringan vitreous yang berproliferasi. Unsur utamanya adalah sel
glia yang diduga berasal dari membran hyaloid posterior endogen.
Sekitar 10% ERM idiopatik terjadi pada kedua mata (bilateral) dan
gejalanya lebih ringan dibandingkan tipe sekunder.4
5

b. Sekunder
ERM sekunder paling banyak terjadi pasca pembedahan retinal
detachment. Keadaan lain yang dapat mengawali ERM sekunder
antara lain panretinal photocoagulation, retinal cryotherapy,
penyakit vaskular retina, inflamasi dan trauma. Bisa terjadi bilateral
maupun unilateral bergantung pada faktor kausatifnya. Tipe sel
yang berproliferasi lebih bervariasi, kebanyakan adalah sel pigmen
yang diduga berasal dari retinal pigment epithelium.4
2.5 Manifestasi Klinis
Gejala ERM timbul berdasarkan ketebalan membran dan derajat
kekakuannya.2 Proliferasi biasanya terjadi di makula, tepatnya di sekitar fovea.
Membran terlihat berkilau dan transparan pada fase awal. Semakin lama,
membran ini akan semakin reflektif terhadap cahaya dan menebal sehingga
warnanya semakin opaque.5
Cellophane macular reflex ditandai dengan adanya membran tipis dan
transparan pada makula. Karena membran ini tidak menyebabkan distorsi
permukaan retina, maka belum ada kelainan visual yang dikeluhkan. Oleh
karena itu, biasanya cellophane macular reflex ditemukan secara tidak sengaja
saat melakukan pemeriksaan rutin. Pada pemeriksaan slit lamp biomicroscopy
akan tampak reflek cahaya yang berkilau, water-silk dan berpindah-pindah di
lapisan dalam retina.1,2

Gambar 2.1 Cellophane Macular Reflex2


6

Preretinal macular fibrosis berkembang seiring dengan penebalan dan


kontraksi membran, disertai lipatan retina atau garis penarikan yang berwarna
putih dan abu-abu.1 Membran tipis yang berkontraksi menimbulkan kerutan
pada membran limitan interna dan kapiler makula menjadi berkelok-kelok.
Ketika membran semakin menebal, kontraksi akan semakin bertambah
sehingga menimbulkan traksi yang memperparah derajat ERM hingga terjadi
disfungsi makula. Membran itu sendiri dapat tidak terlihat walaupun gambaran
pembuluh darah retina yang berkelok-kelok terlihat jelas.2 Pada stadium ini
telah terjadi gangguan fungsi retina, menghasilkan kerusakan visual kurang
lebih 80% kasus.1 Gejala yang dapat dikeluhkan di antaranya metamorfopsia,
penurunan ketajaman penglihatan, dan fotopsia.2 Pada pemeriksaan slit lamp
biomicroscopy akan tampak membran semitranslusen yang mengaburkan
bagian-bagian retina dan berhubungan dengan penebalan lipatan retina yang
bentuknya semakin berkelok-kelok dan membesar.1

Gambar 2.2 Preretinal Macular Fibrosis4

Beberapa kasus menunjukkan membran terlihat berwarna putih keabu-


abuan yang mengaburkan pembuluh darah retina, dapat juga terlihat gelap.
Gambaran warna putih pada membran diduga adalah hasil dari traksi lapisan
serat saraf. Traksi membran dapat menyebabkan edema makula, perdarahan
preretina atau intraretina, atau traction macular detachment. Pengelupasan
makula yang dipicu oleh traksi dapat terlihat sangat halus, dangkal, maupun
sangat jelas.
7

Gambar 2.3 Preretinal Hemorrhage2

Adanya defek pada prefoveolar dapat menimbulkan macular hole,


sedangkan defek pada jaringan ERM dapat menimbulkan gambaran
pseudohole. Pada pseudohole makula, gejala yang timbul sangat minimal dan
ketajaman penglihatan dapat normal atau mendekati normal.2

Gambar 2.4 Pseudohole

Secara biomikroskopik gambaran macular hole dan pseudohole dapat


dibedakan sebagai berikut :2
 Adanya kerutan yang mengelilingi macular hole
 Adanya jaringan retina pada permukaan dasar pseudohole
 Pseudohole tidak memiliki bentukan khas yang ada pada macular hole, yaitu
deposit RPE di dasar lubang, bentukan halo pada neural detachment, dan
adanya operkulum atau pseudooperkulum2
8

The Watzke Allen (slit beam) atau tes sinar laser yang dibidik (laser
aiming beam test) biasanya bisa membantu membedakan macular pseudohole
dari ketebalan lubang makular yang merumitkan ERM. Di kasus-kasus
equivocal, OCT bisa membedakan antara ketebalan lubang makula dan macular
pseudohole dengan 100% sensitivitas.2
Ciri klinis tertentu, walaupun jarang, bisa memberikan petunjuk-petunjuk
bagi para klinisi bahwa ERM bisa jadi manifestasi sekunder untuk keadaan
patologis okular lainnya, atau mengindikasikan adanya prognosis visual yang
lebih baik. Traksi makula atau kebocoran vaskular retina jangka panjang yang
diinduksi oleh ERM bisa menyebabkan atrofi dan/atau hipertrofi RPE.
Perubahan-perubahan seperti itu secara umum dianggap sebagai tanda-tanda
prognosis yang lemah untuk pemulihan visual setelah operasi pengangkatan
ERM.2
Ada kalanya, eksudat lipid intraretina (keras) dan/atau perubahan
mikrovaskular, seperti mikroaneurisma, dibentuk oleh traksi vaskular retina dan
kebocoran disebabkan oleh ERM idiopatik. Penemuan-penemuan seperti itu,
meskipun begitu, juga bisa memberi tanda adanya penyakit yang berhubungan,
seperti choroidal neovascular membrane atau longstanding branch retinal vein
occlusion, yang kemungkinan membutuhkan pendekatan manajemen yang
berbeda dan mengubah prognosis visual.2
2.6 Diagnosis
a. Gejala
Gejala pada epiretinal membran yaitu penglihatan kabur dari 20/20
menjadi 20/200, metamorfopsi, mikropsia, dan diplopia monokular.Pada
kasus ringan dan ERM dengan extramakular atau tipis gejala sering
asimptomatik.4,5
b.Tanda
 Tajam penglihatansangat bervariasi, tergantung pada tingkat
keparahannya.4
9

 Pada pemeriksaaan ERM awal ditemukan distorsi dan kerutan pada


permukaan dalam retinayang disebutCellophane maculopathy or
preretinal macularfibrosis.4,5. Paling baik terdeteksi menggunakan
cahaya warna-hijau (red-free).4
 Advanced ERM dapat menyebabkan distorsi pembuluh darah yang
parah, ditandai kerutan dan striae retina dan mungkinstruktur
dasarnyayang tidak jelas.4,5
 Pada kasus severe membran mengental dan berkontraksi menjadi
lebih jelas (macular pucker) dan biasanya menyebabkan distorsi
ringan pada pembuluh darah.4
 Pada traksi yang berat menyebabkan detachment yang dangkal dan
atau kistik pada makula.5 Jika traksi berlanjut dapat terjadi pseudohole
makular, Cystoid Macular Edema (CME), telangiektasia retina dan
perdarahan kecil.4,5
c. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan Amsler Grid didapatkan distorsi bayangan.4
Pemeriksaan. Amsler Grid digunakan untuk menilai fungsi dari makula.
Garis-garis bergelombang (metamorfopsia) dapat menunjukkan edema
makula atau cairan submakula.7
d. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan foto makula dengan menggunakan red-free light dapat
mengevaluasi refleks berkilau dan menilai luasnya membran. Fluorescein
angiography berguna dalam evaluasi pasien dengan membran epiretinal,
khususnya di mata yang memiliki kekhasan yaitu membentuk opasitas pada
pemeriksaan makula. Sebuah Fluorescein angiography khas pada pasien
dengan membran epiretinal tidak akan menunjukkan adanya kebocoran.
Fluorescein angiography juga berguna dalam menilai tingkat distorsi
vaskular retina, mengkonfirmasi adanya ektopia foveal, mendeteksi edema
makula terkait, diferensiasi pseudoholes dari lubang makula yang tebal, dan
perubahan RPE yang mendasarinya. Sehingga fluorescein angiography
10

sangat penting dalam mengeksklusi penyakit makula, seperti Choroidal


Neovaskularisasi (CNV) atau penyakit obstruktif vena.5

A B
Gambar 2.5
(A)Gambaran angiogram fluorescein tanpa kebocoran (B)Gambaran horisontal SD-OCT
menunjukkan perubahan intraretinal cystoid.5

Gambar 2.6

Pemeriksaan ini dengan cara disuntikkan ke dalam vena di lengan, yang


kemudian beredar di dalam tubuh sebelum akhirnya diekresikan ginjal. Sewaktu
melalui sirkulasi retina dan koroid, pewarna dapat di lihat dan di foto.7
Optical Coherence Tomography (OCT) adalah modalitas pencitraan sayat-
lintang lanjut yang digunakan untuk mengamati dan melalui stuktur intraokular. Alat
ini mampu memvisualisasikan dan menilai stuktur intraokular pada skala 10
mikrometer, dibandingkan dengan resolusi gambar 100 mikrometer dengan
ultrasonografi.7
11

OCT sangat berguna dalam mendiagnosa epiretinal membrane. Membran


epiretinal menunjukkan hyperreflective band anterior pada retina dan terjadi adhesi
pada permukaan retina. OCT juga berguna dalam diferensiasipseudohol makular dari
lamelar dan lubang makula full-thickness.5

Gambar 2.7
Pseudohole pada epiretinal membrane dengan menggunakan OCT.5

Gambar 2.8
Epiretinal membranedan vitreomacular traction dengan menggunakan OCT.5

2.7 Diagnosis Banding


Diagnosis paling umum yang harus dibedakan dari epiretinal
membrane yaitu, traksi vitreomacular (VMT), pasca operasiedema kista
sistoid, dan lubang tebal di makula. Diferensial diagnosis penting untuk
dilakukan karena masing-masing memiliki klinis ini yang berbedadari
membran epiretinal dalam manajemen dan prognosisnya.5
12

2.8 Penatalaksaan
Observasi apakah selaputnya ringan dan tidak progresif. Resolusi
gejala visual spontan terkadang terjadi, biasanya karena pemisahan ERM
dariretina sebagai PVD yang tidak lengkap. CME atau detasemen transpor
mungkin memerlukan operasi yang cukup cepatmeminimalkan perubahan
degeneratif sekunder.5
Operasi pengangkatan membran melalui vitrektomi memudahkan
pengelupasan biasanya memperbaiki atau menghilangkan distorsi(manfaat
utamanya), dengan peningkatan ketajaman visualsetidaknya dua baris di
sekitar 75% atau lebih; sekitar seperempatVA tidak berubah, dan sekitar 2%
menjadi lebih buruk.5
Pars Plana Viterctomy (PPV) dengan internal limiting membrane
(ILM) adalah intervensi yang dapat diberikan untuk pasien dengan ERM,
yang mungkin dapat memberikan perbaikan Corrected Distance Visual
Acuity (CDVA) dan regularisasi anatomi foveal yang berlanjut sampai tahun-
tahun depan.8
2.9 Komplikasi
Komplikasi bedah terjadi pada vitrektomi. Pemindahan dari membran
pembatas internal dengan pengelupasan ERM mungkin bermanfaat namun tetap
kontroversial. Perbaikan visual umumnya tidak terjadi pada beberapa bulan
pascaoperasi. Kekambuhan jarang terjadi.4
2.10 Prognosis
Hanya 10-25% mata yang menunjukkan penurunan ketajaman
penglihatan. Setelah operasi pengangkatan membran epiretinal, sebagian besar
distorsi makula dan semua pemutihan retina sembuh, biasanya dalam beberapa
hari atau minggu operasi. Sejumlah kecil mata (2-15%) memiliki ketajaman
penglihatan yang lebih buruk pasca operasi.2
BAB 3
RINGKASAN
ERM adalah struktur fibroseluler yang berproliferasi di lapisan dalam retina,

avaskuler, dan menyebabkan disfungsi makula dalam derajat yang bervariasi.

Sebagian besar pasien dengan ERM idiopatik berusia 50 tahun ke atas.2 Pada

hasil otopsi ERM ditemukan sekitar 2% pada pasien berusia 50 tahun ke atas dan

20% pada usia 75 tahun ke atas.Teori yang paling banyak dipakai yaitu adanya gaya

tarik-menarik vitreo-retina yang terjadi pada PVD dapat menyebabkan defek pada

membran limitan interna sehingga sel glia retina bermigrasi dan mengalami hipertrofi

sebagai usaha untuk memperbaiki defek yang ada. Selanjutnya permukaan dalam

retina akan mengalami proliferasi dan kontraksi.5,6 Gejala ERM timbul berdasarkan

ketebalan membran dan derajat kekakuannya.2 Proliferasi biasanya terjadi di makula,

tepatnya di sekitar fovea. Membran terlihat berkilau dan transparan pada fase awal.

Semakin lama, membran ini akan semakin reflektif terhadap cahaya dan menebal

sehingga warnanya semakin opaque.2 Fluorescein angiography berguna

dalamevaluasi pasien dengan membran epiretinal, khususnya di matayang memiliki

kekhasan yaitu membentuk opasitas pada pemeriksaan makula.2 Operasi

pengangkatan membran melalui vitrektomi memudahkan pengelupasan biasanya

memperbaiki atau menghilangkan distorsi.4 Pars Plana Viterctomy (PPV) dengan

internal limiting membrane (ILM) adalah intervensi yang dapat diberikan untuk

pasien dengan ERM.8 Hanya 10-25% mata yang menunjukkan penurunan ketajaman

penglihatan.2

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Stevenson, W., Ponce, C.M.P., Agarwal, D.R., et al. 2016. Epiretinal


Membrane :Optical Coherence Tomography-based Diagnosis and
Classification. Available at : http://dx.doi.org/10.2147/OPTH.S97722.
Accessed on January 3rd 2018, at 7.38 PM.

2. Johnson, T.M..and Johnson, M.W. 2014. Epiretinal Membrane. In : Yanoff M.


and Duker, J.S. Ophtalmology 4th edition. Elsevier, China. pp. 614-619.

3. Ng, C.H., Cheung, N., Wang, J.J., et al. 2011. Prevalence and Risk Factors for
Epiretinal Membranes in a MultiEthnic United States Population. Available at :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3070851/pdf/nihms229892.pdf
. Accessed on January 3rd 2018 at 8.00 PM.

4. Bowling, B. 2016. Epiretinal Membrane. In : Kanski’s Clinical Ophtalmology,


A Systemic Approach, Eighth Edition. Elsevier, Australia. pp. 618.

5. Zorab, R.A., Straus, H., Dondrea, C.L., et al. 2005. Epiretinal Membrane. In :
Basic and Clinical Science Course Section 12 : Retina and Vitreous. American
Academy of Ophtalmology, San Fransisco. pp. 87-88.

6. Joshi, M., Agrawal, S., and Christoforidis, J.B. 2013.Inflammatory Mechanisms


of Idiopathic Epiretinal Membrane Formation. Available at :
http://dx.doi.org/10.1155/2013/192582. Accessed on January 3rd 2018 at 9.00
PM.

7. Vaughan dan Asbury.2009. Pemeriksaan Oftalmologi. dalam: Oftalmologi


Umum/ Paul Riordan-Eva, John P. Whitcher ; alih bahasa, Brahm U. Pendit;
editor edisi bahasa Indonesia, Diana Susanto.Ed.17.hal:28-60.Jakarta:ECG

8. Mela, A Vasiliki, 2016, Long Term Outcomes after Pars Plana Vitrectomy for
the Treatment of Epiretinal Membranes, Available
at:http://medcraveonline.com/AOVS/AOVS-05-00156.php . Accesed on
January 5rd 2018 at 07.00 PM.

14

Potrebbero piacerti anche