Sei sulla pagina 1di 16

PBL BLOK MEDIKOLEGAL SKENARIO 1 – MATA DIOBATI MENJADI BUTA // AZIZAH F ANDYRA 1

LI. 1. Memahami dan Menjelaskan Malpraktek Menurut Medis a. Criminal Malpractice


Definisi malpraktek Perbuatan seseorang dapat dimasukkan dalam kategori criminal malpractice manakala perbuatan
Secara harfiah “mal” mempunyai arti “salah” sedangkan “praktik” mempunyai arti “pelaksanaan” atau tersebut memenuhi rumusan delik pidana, yakni:
“tindakan”, sehingga malpraktik berarti“ pelaksanaan atau tindakan yang salah”. Definisi malpraktik  Perbuatan tersebut (positive/negative act) merupakan perbuatan tercela
profesi kesehatan adalah kelalaian dari seseorang dokter atau perawat untuk mempergunakan tingkat  Dilakukan dengan sikap batin yang salah (mens rea) yang berupa kesengajaan (intensional),
kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan kecerobohan (recklessness) atau kealpaan (negligence)
terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama. o Intensional: melakukan euthanasia (pasal 344 KUHP), membuka rahasia jabatan (pasal 332
KUHP), membuat surat keterangan palsu (pasal 263 KUHP), melakukan aborsi tanpa
Definisi Menurut Kedokteran indikasi medis (pasal 299 KUHP)
Kegagalan dokter untuk memenuhi standar pengobatan dan perawatan terhadap pasien atau adanya o Recklessness: melakukan tindakan medis tanpa persetujuan pasien informed consent
kekurangan keterampilan atau kelalaian dalam pengobatan dan perawatan yang menimbulkan cedera o Negligence: kurang hati-hati mengakibatkan luka, cacat atau meninggalnya pasien,
pasien. Namun,tidak semua kegagalan medis disebabkan oleh malpraktek kedokteran. Contohnya ketinggalan klem dalam perut pasien saat melakukan operasi
adalah perjalanan penyakir seorang pasien yang semakin berat, reaksi tubuh yang tidak dapat Pertanggung jawaban didepan hukum pada criminal malpractice adalah bersifat
diramalkan, komplikasi penyakit yang terjadi secara bersamaan. (World Medical Association, 1992) individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat dialihkan kepada orang lain atau kepada rumah
Sesuatu perbuatan atau sikap medis dianggap lalai apabila memenuhi empat unsur 4D, yaitu: sakit / sarana kesehatan
a. Duty. Ada kewajiban medis untuk melakukan tindakan medis tertentu terhadap pasien pada situasi b. Civil Malpractice
kondisi tertentu Seorang tenaga kesehatan akan disebut melakukan civil malpractice apabila tidak melaksanakan
b. Derelection of that duty. Adanya penyimpangan kewajiban tersebut kewajiban atau tidak memberikan prestasinya sebagaimana yang telah disepakati (ingkar janji).
c. Damage. Segala sesuatu yang dirasakan oleh pasien sebagai kerugian akibat dari layanan kesehatan Tindakan tenaga kesehatan yang dapat dikategorikan civil malpractice antara lain:
kedokteran yang diberikan  Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan
d. Direct causal relationship. Dapat dibuktikan adanya hubungan sebab akibat yang nyata antara  Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi terlambat melakukannya
penyimpangan kewajiban dengan kerugian  Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi tidak sempurna
 Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan
Definisi Menurut Hukum Pertanggung jawaban civil malpractice dapat bersifat individual atau korporasi dan dapat pula
Istilah malpraktek hanya digunakan untuk menyatakan adanya tindakan yang salah dalam pelaksanaan dialihkan pihak lain berdasarkan principle of vicarius liability. Dengan prinsip ini maka RS / sarana
suatu profesi; baik dibidang kedokteran maupun bidan hukum. Tindakan yang salah secara yuridis kesehatan dapat bertanggung gugat atas kesalahan yang dilakukan karyawannya (tenaga kesehatan)
penal diartikan setelah melalui putusan pengadilan. Tindakan yang salah dimaksud sebagai tindakan tersebut dalam rangka melaksanakan tugas kewajibannya. Dalam kasus atau gugatan adanya civil
yang dapat menumbuhkan kerugian baik nyawa, maupun harta benda. malpractice pembuktianya dapat dilakukan dengan dua cara yakni:
1. Cara langsung
Jenis-jenis Malpraktek Oleh Taylor membuktikan adanya kelalaian memakai tolak ukur adanya 4 D yakni
a. Duty (kewajiban)
Dalam hubungan perjanjian tenaga dokter dengan pasien, dokter haruslah bertindak
berdasarkan:
 Adanya indikasi medis
 Bertindak secara hati-hati dan teliti
 Bekerja sesuai standar profesi
 Sudah ada informed consent.
b. Dereliction of Duty (penyimpangan dari kewajiban)
Jika seorang dokter melakukan tindakan menyimpang dari apa yang seharusnya atau tidak
melakukan apa yang seharusnya dilakukan menurut standard profesinya, maka dokter dapat
dipersalahkan.
c. Direct Cause (hubungan sebab akibat yang nyata)
d. Damage (kerugian)
yaitu segala sesuatu yang dirasakan oleh pasien sebagai kerugian akibat dari layanan
kesehatan / kedokteran yang diberikan oleh pemberi layanan.

PBL MEDIKOLEGAL LANGKAH 3 SKENARIO 1 | Azizah F Andyra - 1102014055


3) Lack of skill
2. Cara tidak langsung Penyebab eror tersering, berkaitan dengan kompetensi intitusi
Cara tidak langsung merupakan cara pembuktian yang mudah bagi pasien, yakni dengan 4) Errors
mengajukan fakta-fakta yang diderita olehnya sebagai hasil layanan perawatan (doktrin res ipsa Berkaitan dengan masalah informasi.Misalnya : lupa, kurang pengetahuan
loquitur). Doktrin res ipsa loquitur dapat diterapkan apabila fakta-fakta yang ada memenuhi 5) Violation
kriteria: Berkaitan dengan motivasi.Misalnya : Rendahnya moral, kurang supervise, tidak serius, tidak
a. Fakta tidak mungkin ada/terjadi apabila dokter tidak lalai patuh, tidak disiplin.
b. Fakta itu terjadi memang berada dalam tanggung jawab dokter
c. Fakta itu terjadi tanpa ada kontribusi dari pasien dengan perkataan lain tidak ada contributory Pasal-pasal yang Mengatur Malpraktek
negligence. Peraturan Non Hukum
c. Administrative Malpractice Diatur oleh Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI). KODEKI semula merupakan peraturan non
Tenaga perawatan dikatakan telah melakukan administrative malpractice manakala tenaga tenaga hukum karena peraturan ini telah menjadi petunjuk perilaku atau etika seorang dokter dalam
perawatan tersebut telah melanggar hukum administrasi. Perlu diketahui bahwa melakukan police menjalankan profesinya. Dalam KODEKI diatur tentang kewajiban dokter terhadap pasien yang
power, pemerintah mempunyai kewenangan menertibkan berbagai ketentuan di bidang kesehatan, dicantumkan di dalam Pasal 10 sampai dengan Pasal 14, yaitu:
misalnya tentang persyaratan bagi tenaga perawatan untuk menjalankan profesinya (Surat Ijin Pasal 10 KODEKI: “Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajibannya melindungi
Kerja, Surat Ijin Praktek), batas kewenangan serta kewajiban tenaga perawatan. Apabila aturan makhluk insani”
tersebut dilanggar maka tenaga kesehatan yang bersangkutan dapat dipersalahkan melanggar Pasal 11 KODEKI: “Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan
hukum administrasi. Kelalaian dapat terjadi dalam 3 bentuk, yaitu malfeasance, misfeasance dan keterampilannya untu kepentingan penderita. Dalam hal ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan
nonfeasance: atau pengobatan, maka ia wajib merujuk penderita kepada dokter lain yang mempunyai keahlian dalam
• Malfeasance berarti melakukan tindakan yang melanggar hukum atau tidak tepat / bidang penyakit tersebut”
layak (unlawful atau improper), misalnya melakukan tindakan medis tanpa indikasi yang Pasal 13 KODEKI: “Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang
memadai. penderita, bahkan juga setelah penderita itu meninggal dunia”
• Misfeasance berarti melakukan pilihan tindakan medis yang tepat tetapi dilaksanakan dengan Pasal 14 KODEKI: “ Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas
tidak tepat (improper performance), yaitu misalnya melakukan tindakan medisdengan perikemanusiaan, kecuali ia yakin ada orang lain yang bersedia dan lebih mampu memberikan
menyalahi prosedur pertolongan darurat terhadap pasien yang membutuhkannya, padahal ia mampu dapat terkena sasaran
• Nonfeasance adalah tidak melakukan tindakan medis yang merupakan kewajiban baginya. tuntutan malpraktek juga”

Adapun jenis- jenis lainnya: Peraturan Hukum


1) Intenttional 1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
 Professional misconducts fraud/ misrepresentasi Pasal-pasal didalam KUHP yang terkait dengan malpraktik medik, yaitu:
 Pelanggaran standar secara sengaja (deliberate violation) a. Pasal 263 dan 267 KUHP (Membuat Surat Keterangan Palsu)
 Pidana umum : keterangan palsu, buka rahasia kedokteran tanpa hak, aborsi legal, euthanasia b. Pasal 290 KUHP (Melakukan Pelanggaran Kesopanan)
2) Negligence (kelalaian medik) c. Pasal 299 KUHP (Mengobati seorang wanita dengan memberitahukan atau menimbulkan
 Malfeasance berarti melakukan tindakan yang melanggar hukum atau tidak tepat/layak harapan bahwa kandungannya dapat digugurkan)
(unlawful atau improper), misalnya melakukan tindakan medis tanpa indikasi yang memadai. d. Pasal 322 KUHP (Membuka Rahasia)
 Misfeasance berarti melakukan pilihan tindakan medis yang tepat tetapi dilaksanakan dengan e. Pasal 304 KUHP (Pembiaran / Penelantaran)
tidak tepat (improper performance), yaitu misalnya melakukan tindakan medis dengan f. Pasal 306 KUHP (Apabila tindakan penelantaran tersebut mengakibatkan kematian)
menyalahi prosedur g. Pasal 322 KUHP (Membocorkan rahasia profesi)
 Nonfeasance adalah tidak melakukan tindakan medis yang merupakan kewajiban baginya. h. Pasal 333 KUHP (Dengan sengaja dan tanpa hak telah merampas kemerdekaan seseorang)
Bentuk-bentuk kelalaian di atas sejalan dengan bentuk-bentuk error (mistakes, slips and i. Pasal 344 KUHP (Euthanasia)
lapses), namun pada kelalaian harus memenuhi keempat unsur kelalaian dalam hukum j. Pasal 347 KUHP (Sengaja melakukan abortus tanpa persetujuan wanita yang bersangkutan)
khususnya adanya kerugian, sedangkan error tidak selalu mengakibatkan kerugian. k. Pasal 348 KUHP (Sengaja melakukan abortus dengan persetujuan)

2
l. Pasal 349 KUHP (Membantu atau melakukan tindakan abortus provocatus criminalis) surat izin praktek, maka selain dokter tersebut tidak sah, masyarakat juga tidak berani di diagnosa
m. Pasal 359 KUHP (Kelalaian yang menyebabkan kematian) oleh dokter tersebut karena takut terjadi malpraktek)
n. Pasal 360 KUHP (Kelalaian yang menyebabkan luka / cacat) 5) Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan
o. Pasal 386 KUHP (Memberi atau menjual obat palsu) a. Pasal 32 (Pasien berhak atas ganti rugi apabila dalam pelayanan kesehatan yang diberikan oleh
p. Pasal 531 KUHP (Tidak memberi pertolongan pada orang yang berada dalam keadaan bahaya) tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 mengakibatkan terganggunya
Pemberlakukan hukum pidana dalam kasus-kasus kelalaian medis yang terjadi di dalam kesehatan, cacat atau kematian yang terjadi karena kesehatan atau kelalaian
penyelenggaraan praktek kedokteran haruslah sebagai ultimatum remidium artinya hukum pidana Dalam perikatan sebagaimana diatur di dalam KUHPerdata dikenal adanya dua macam
sebagai alternatif terakhir apabila upaya-upaya non litigasi sudah tidak bisa lagi berhasil untuk perjanjian, yaitu:
mengatasi permasalahan yang timbul. Selain iitu juga karena praktek kedokteran merupakan profesi  Inspanningverbintenis: perjanjian upaya, artinya kedua belah pihak yang berjanji berdaya
yang sangat mulia dan luhur yang diperlukan oleh banyak orang dan praktek kedokteran dijamin upaya secara maksimal untuk mewujudkan apa yang diperjanjikan
pelaksanaannya oleh undang-undang.  Resultaatbintennis: perjanjian bahwa pihak yang berjanji akan memberikan result, yaitu
2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sesuatu hasil yang nyata sesuai dengan apa yang diperjanjikan.
Pasal-pasal didalam KUHPerdata yang terkait dengan malpraktek medik, yaitu:
a. Pasal 1239 KUH Perdata (Melakukan wanprestasi atau cidera janji) Sanksi Hukum
b. Pasal 1365 KUH Perdata(Melakukan perbuatan melawan hukum) Sanksi Pidana
c. Pasal 1366 KUH Perdata (Melakukan kelalaian sehingga menimbulkan kerugian) 1) KUHP 359
d. Pasal 1367 KUH Perdata (Bertanggung jawab atas kelalaian yang dilakukan oleh bawahannya) Barangsiapa karena salahnya menyebabkan matinya orang dihukum penjara selama- lamanya
3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan lima tahun atau kurungan selama-lamanya satu tahun.
a. Pasal 54 ayat 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 (Kesalahan atau kelalaian yang 2) KUHP 360
dilakukan tenaga kesehatan) 1. Barangsiapa karena kesalahannya menyebabkan orang luka berat dihukum denganhukuman
b. Pasal 80 ayat 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 (Sengaja melakukan tindakan medis penjara selama-lamanya lima tahun atau hukuman kurungan selam-lamanya satu tahun.
tidak sesuai dengan Standart Operational Procedure pada ibu hamil) 2. Barangsiapa karena kesalahannya menyebabkan orang luka sedemikian rupa sehinggaorang
c. Pasal 81 ayat 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 (Sengaja melakukan transplantasi itu menjadi sakit sementara atau tidak dapat menjalankan jabatannya atau pekerjaannya
organ tubuh untuk tujuan komersil) sementara, dihukum dengan hukuman penjara selamalamanya sembilan bulan atau
d. Pasal 81 ayat 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 (Tanpa keahlian sengaja melakukan hukuman kurungan selama-lamanya enam bulan atau hukuman denda setinggi-tingginya
transplantasi, implan alat kesehatan, bedah plastik) Rp.4500,-
e. Pasal 81 ayat 2a Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 (Sengaja mengambil organ tanpa 3) KUHP 361
memperhatikan kesehatan dan persetujuan pendonor / ahli waris) Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam melakukan sesuatu jabatan atau
4) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran pekerjaan, maka hukuman dapat ditambah dengan sepertiganya dan bersitersalah dapat dipecat
a. Pasal 3 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 (Pengaturan praktek kedokteran bertujuan daripekerjaannya, dalam waktu mana kejahatan itu dilakukan dan hakim dapat memerintahkan
untuk, Pertama memberikan perlindungan kepada pasien, Kedua mempertahankan dan supayakeputusannya itu diumumkan.
meningkatkan mutu pelayanan medis yang diberikan oleh dokter dan dokter gigi, dan Ketiga 4) UU RI No. 23 Tahun 1992
memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter dan dokter gigi) 1. Pasal 80
b. Pasal 44 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 (Mensyaratkan kepada setiap dokter dan Barangsiapa dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu terhadap ibu hamil yang
dokter gigi dalam memberikan pelayanan haruslah mempunyai standar pelayanan. Standar tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat 1 dan ayat 2, dipidana
pelayanan disini adalah pedoman yang harus diikuti oleh dokter atau dokter gigi dalam dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak
menyelenggarakan praktek kedokteran) Rp. 500.000.000,- (lima puluh juta rupiah)
c. Pasal 75 dan 76 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 (Mensyaratkan setiap dokter harus 2. Pasal 81
mempunyai surat registrasi yang ditandatangani oleh konsil kedokteran. Sedangkan surat izin Barangsiapa yang tanpa keahlian dan kewenangan dengan sengaja:
praktek kedokteran ditandatangani oleh pejabat kesehatan yang berwenang di kabupaten/kota a. Melakukan transplantasi organ dan atau jaringan tubuh sebagaimana dimaksud dalam
tempat praktek kedokteran atau dokter gigi dilaksanakan. Kedua persyaratan tersebut menjadi suatu Pasal 34 ayat 1.
hal yang mutlak dimiliki oleh seorang dokter. Apabila dokter tidak mempunyai surat registrasi dan b. Melakukan implan alat kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat 1.

3
c. Melakukan bedah plastik dan rekonstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37ayat Mengatur tentang kewajiban pemimpin atau majikan untuk mengganti kerugian yang disebabkan
1. oleh kelalaian yang dilakukan oleh anak buah atau bawahannya.
d. Dipidana dengan pidana penjara paling lama 7(tujuh) tahun dan atau pidana denda 3) KUH Perdata 1370
paling banyak Rp.140.000.000,- (seratus empat puluh juta rupiah). Dalam hal pembunuhan (menyebabkan matinya orang lain) dengan sengaja atau kurang hati-
1. Pasal 82 hatinya seseorang, maka suami dan istri yang ditinggalkan, anak atau orang tua korban yang
Barangsiapa yang tanpa keahlian dan kewenangan dengan sengaja: biasanya mendapat nafkah dari pekerjaan korban, mempunyai hak untuk menuntut suatu ganti
a. Melakukan pengobatan dan atau perawatan sebagaimana dimaksud dalam rugi, yang harus dinilai menurut kedudukannya dan kekayaan kedua belah pihak serta menurut
Pasal 32 ayat 4. keadaan.
b. Melakukan transfusi darah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat 1. 4) KUH Perdata 1371
c. Melakukan implan obat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat 1. Penyebab luka atau cacatnya suatu anggota badan dengan sengaja atau kurang hati-hati,
d. Melakukan pekerjaan kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat memberikan hak kepada korban, selain penggantian biaya-biaya penyembuhan, juga menuntut
1. penggantian kerugian yang disebabkan oleh luka atau cacat tersebut.
e. Melakukan bedah mayat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat 2. 5) UU RI No. 23 Tahun 1992
f. Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana 1. Pasal 55
denda paling banyak Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah). a. Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga
5) UU RI No. 29 Tahun 2004 kesehatan.
1. Pasal 75 b. Ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilaksanakan sesuai dengan peraturan
Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik perundang-undangan yang berlaku.
kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 29 ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) Sanksi Administratif
tahun atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah). 1) UU RI No. 29 Tahun 2004
2. Pasal 76 1. Pasal 66
Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik a. Setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter atau
kedokteran tanpa memiliki surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan secara tertulis
Pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia. Pengaduan sekurang-
paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) kurangnya harus memuat:
3. Pasal 79 1. Identitas pengadu
Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda 2. Nama dan alamat tempat praktik dokter atau dokter gigi dan waktu tindakan dilakukan.
paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah), setiap dokter atau b. Alasan pengaduan.
dokter gigi yang: Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 tidak menghilangkan hak setiap
a. Dengan sengaja tidak memasang papan nama sebagaimana dimaksud orang untuk melaporkan adanya dugaan tindak pidana kepada pihak yang berwenang dan
dalam Pasal 41 ayat 1. atau menggugat kerugian perdata ke pengadilan.
b. Dengan sengaja tidak membuat rekam medis sebagaimana dimaksud 2. Pasal 67
dalam Pasal 46 ayat 1. Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia memeriksa dan memberikan keputusan
c. Dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud terhadap pengaduan yang berkaitan dengan disiplin dokter dan dokter gigi.
dalam Pasal 51 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf e. 3. Pasal 69
a. Keputusan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia mengikat dokter, dokter
Sanksi Perdata gigi dan Konsil Kedokteran Indonesia.
1) KUH Perdata 1366 b. Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat berupa dinyatakan tidak bersalah
Setiap orang bertanggung jawab tidak saja atas kerugian yang disebabkan karena perbuatannya, atau pemberian sanksi disiplin.
tetapi juga atas kerugian yang disebabkan karena kelalaian atau kurang hati-hatinya. c. Sanksi disiplin sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 dapat berupa:
2) KUH Perdata 1367 a) Pemberian peringatan tertulis.

4
b) Rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin praktik. Dengan adanya kecenderungan masyarakat untuk menggugat tenaga medis karena adanya malpraktek
c) Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan kedokteran diharapkan tenaga dalam menjalankan tugasnya selalu bertindak hati-hati, yakni:
atau kedokteran gigi.  Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan upayanya, karena perjanjian berbentuk
2) PERMENKES RI No.1419/MENKES/PER/X/2005 daya upaya (inspaning verbintenis) bukan perjanjian akan berhasil (resultaat verbintenis).
1. Pasal 24  Sebelum melakukan intervensi agar selalu dilakukan informed consent.
a. Menteri, Konsil Kedokteran Indonesia,Pemerintah Daerah, dan organisasi  Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis.
profesimelakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan peraturan ini sesuai  Apabila terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada senior atau dokter.
dengan fungsi, tugas dan wewenang masing-masing.  Memperlakukan pasien secara manusiawi dengan memperhatikan segala kebutuhannya.
b. Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diarahkan  Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan masyarakat sekitarnya.
padapemerataan dan peningkatan mutu pelayanan yang diberikan oleh dokter dan
dokter gigi. Menjelaskan Upaya Menghadapi Tuntutan Hukum
2. Pasal 25 Apabila upaya kesehatan yang dilakukan kepada pasien tidak memuaskan sehingga perawat
a. Dalam rangka pembinaan dan pengawasan Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota dapat menghadapi tuntutan hukum, maka tenaga kesehatan seharusnyalah bersifat pasif dan pasien atau
mengambil tindakan administratip terhadap pelanggaran peraturan ini. keluarganyalah yang aktif membuktikan kelalaian tenaga kesehatan. Apabila tuduhan kepada
b. Sanksi administratip sebagaimana dimaksud ayat 1 dapat berupa peringatan lisan, kesehatan merupakan criminal malpractice, maka tenaga kesehatan dapat melakukan :
tertulis sampai pencabutan SIP. a. Informal defence, dengan mengajukan bukti untuk menangkis/ menyangkal bahwa tuduhan yang
c. Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota dalam memberikan sanksi administrative diajukan tidak berdasar atau tidak menunjuk pada doktrin-doktrin yang ada, misalnya perawat
sebagaimana dimaksud ayat 2 terlebih dahulu dapat mendengar pertimbangan mengajukan bukti bahwa yang terjadi bukan disengaja, akan tetapi merupakan risiko medik (risk
organisasi profesi. of treatment), atau mengajukan alasan bahwa dirinya tidak mempunyai sikap batin (men rea)
3. Pasal 26 sebagaimana disyaratkan dalam perumusan delik yang dituduhkan.
Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota dapat mencabut SIP dokter dan dokter gigi: b. Formal/legal defence, yakni melakukan pembelaan dengan mengajukan atau menunjuk pada
a. Atas dasar keputusan MKDKI doktrin-doktrin hukum, yakni dengan menyangkal tuntutan dengan cara menolak unsur-unsur
b. STR dokter atau dokter dicabut oleh Konsil Kedokteran Indonesia. pertanggung jawaban atau melakukan pembelaan untuk membebaskan diri dari pertanggung
c. Melakukan tindak pidana. jawaban, dengan mengajukan bukti bahwa yang dilakukan adalah pengaruh daya paksa. Berbicara
4. Pasal 27 mengenai pembelaan, ada baiknya perawat menggunakan jasa penasehat hukum, sehingga yang
a. Pencabutan SIP yang dilakukan Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota wajib sifatnya teknis pembelaan diserahkan kepadanya. Pada perkara perdata dalam tuduhan civil
disampaikan kepada dokter dan dokter gigi yang bersangkutan dalam waktu malpractice dimana perawat digugat membayar ganti rugi sejumlah uang, yang dilakukan adalah
selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal keputusan mementahkan dalil-dalil penggugat, karena dalam peradilan perdata, pihak yang mendalilkan harus
ditetapkan. membuktikan di pengadilan, dengan perkataan lain pasien atau pengacaranya harus membuktikan
b. Dalam hal keputusan dimaksud pada ayat 1 tidak dapat diterima, yang bersangkutan dalil sebagai dasar gugatan bahwa tergugat (perawat) bertanggung jawab atas derita (damage) yang
dapat mengajukan keberatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi untuk dialami penggugat. Untuk membuktikan adanya civil malpractice tidaklah mudah, utamanya tidak
diteruskan kepada Menteri Kesehatan dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah diketemukannya fakta yang dapat berbicara sendiri (res ipsa loquitur), apalagi untuk membuktikan
keputusan diterima. adanya tindakan menterlantarkan kewajiban (dereliction of duty) dan adanya hubungan langsung
c. Menteri setelah menerima keputusan sebagaimana dimaksud ayat 2 meneruskan antara menterlantarkan kewajiban dengan adanya rusaknya kesehatan (damage), sedangkan yang
kepada Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia paling lambat 14 (empat harus membuktikan adalah orang-orang awam dibidang kesehatan dan hal inilah yang
belas) hari. menguntungkan tenaga perawatan.
5. Pasal 28
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota melaporkan setiap pencabutan SIP dokter dan Menjelaskan Penanganan Malpraktek
dokter gigi kepada Menteri Kesehatan, Konsil Kedokteran Indonesia dan Dinas Kesehatan Seorang dokter atau dokter gigi yang menyimpang dari standar profesi dan melakukan kesalahan
Provinsi, serta tembusannya disampaikan kepada organisasi profesi setempat. profesi belum tentu melakukan malpraktik medis yang dapat dipidana, malpraktik medis yang dipidana
membutuhkan pembuktian adanya unsur culpa lata atau kalalaian berat dan pula berakibat fatal atau
Menjelaskan Upaya Pencegahan Malpraktek dalam Pelayanan Kesehatan serius (Ameln, Fred, 1991). Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 359 KUHP, pasal 360, pasal 361
5
KUHP yang dibutuhkan pembuktian culpa lata dari dokter atau dokter gigi. Dengan demikian untuk itu adalah: pembeberan informasi, pemahaman informasi, persetujuan bebas, dan kompetensi
pembuktian malpraktik secara hukum pidana meliputi unsur : untuk membuat perjanjian. Mengenai unsur pertama, pertanyaan pokok yang biasanya muncul
1) Telah menyimpang dari standar profesi kedokteran; adalah seberapa jauh pembeberan informasi itu perlu dilakukan. Dengan kata lain, seberapa jauh
2) Memenuhi unsur culpa lata atau kelalaian berat; dan seorang dokter atau tenaga kesehatan lainnya memberikan informasi yang diperlukan agar
3) Tindakan menimbulkan akibat serius, fatal dan melanggar pasal 359, pasal 360, KUHP. persetujuan yang diberikan oleh pasien atau subyek riset medis dapat disebut suatu persetujuan
Adapun unsur-unsur dari pasal 359 dan pasal 360 sebagai berikut : informed. Dalam menjawab pertanyaan ini dikemukakan beberapa standar pembeberan, yakni:
1) Adanya unsur kelalaian (culpa). a. Standar praktek profesional (the professional practice standard)
2) Adanya wujud perbuatan tertentu . b. Standar pertimbangan akal sehat (the reasonable person standard)
3) Adanya akibat luka berat atau matinya orang lain. c. Standar subyektif atau orang perorang (the subjective standard)
4) Adanya hubungan kausal antara wujud perbuatan dengan akibat kematian orang lain itu. Menurut Permenkes No.585/Menkes/Per/IX/1989, PTM berarti ”persetujuanyang diberikan
Tiga tingkatan culpa: pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medik yang akan dilakukan
a. Culpa lata: sangat tidak berhati-hati (culpa lata), kesalahan serius, sembrono (grossfault or neglect) terhadap pasien tersebut”. Dari pengertian diatas PTM adalah persetujuan yang diperoleh sebelum
b. Culpa levis: kesalahan biasa (ordinary fault or neglect) melakukan pemeriksaan, pengobatan atau tindakan medik apapun yang akan dilakukan.
c. Culpa levissima: kesalahan ringan (slight fault or neglect)(Black 1979 hal. 241). Persetujuan tersebut disebut dengan Informed Consent Informed. Consent hakikatnya adalah
Dalam pembuktian perkara perdata, pihak yang mendalilkan sesuatu harus mengajukan bukti- hukum perikatan, ketentuan perdata akan berlaku dan ini sangat berhubungan dengan tanggung
buktinya. Dalam hal ini dapat dipanggil saksi untuk diminta pendapatnya. Jika kesalahan yang jawab profesional menyangkut perjanjian perawatan dan perjanjian terapeutik. Aspek perdata
dilakukan sudah demikian jelasnya (res ipsa loquitur, thething speaks for itself) sehingga tidak Informed Consent bila dikaitkan dengan Hukum Perikatan yang di dalam KUH Perdata BW Pasal
diperlukan saksi ahli lagi, maka beban pembuktian dapat dibebankan pada dokternya. 1320 memuat 4 syarat sahnya suatu perjanjjian yaitu:
a. Adanya kesepakatan antar pihak, bebas dari paksaan, kekeliruan dan penipuan.
b. Para pihak cakap untuk membuat perikatan
LI. 2. Memahami dan Menjelaskan Informed Consent c. Adanya suatu sebab yang halal, yang dibenarkan, dan tidak dilarang oleh peraturan
Informed consent adalah persetujuan individu terhadap pelaksanaan suatu tindakan, seperti operasi atau perundang undangan serta merupakan sebab yang masuk akal untuk dipenuhi.
prosedur diagnostik invasif, berdasarkan pemberitahuan lengkap tentang risiko, manfaat, alternatif, dan
akibat penolakan. Informed consent merupakan kewajiban hukum bagi penyelengara pelayanan Fungsi Informed Consent
kesehatan untuk memberikan informasi dalam istilah yang dimengerti oleh klien sehingga klien dapat Menurut Katz & Capran, fungsi informed Consent :
membuat pilihan. Persetujuan ini harus diperoleh pada saat klien tidak berada dalam pengaruh obat a. Promosi hak otonomi individu.
seperti narkotika. Secara harfiah informed consent adalah persetujuan bebas yang didasarkan atas b. Proteksi terhadap pasien dan subjek.
informasi yang diperlukan untuk membuat persetujuan tersebut. Dilihat dari pihak-pihak yang terlibat c. Menghindari kecurangan, penipuan dan paksaan.
, dalam praktek dan penelitian medis, pengertian “informed consent” memuat dua unsur pokok, yakni: d. Rangsanagn kepada profesi medis introspeksi terhadap diri sendiri
1) Hak pasien (atau subjek manusiawi yang akan dijadikan kelinci percobaan medis) untuk dimintai e. Mendorong adanya penelitian yang cermat.
persetujuannya bebasnya oleh dokter (tenaga medis) dalam melakukan kegiatan medis pada f. Promosi keputusan yang rasional
pasien tersebut, khususnya apabila kegiiatan ini memuat kemungkinan resiko yang akan g. Menyertakan public sebagai:
ditanggung oleh pasien. a) Nilai social
2) Kewajiban dokter (tenaga riset medis) untuk menghormati hak tersebut dan untuk memberikan b) pengawasan
informasi seperlunya, sehingga persetujuan bebas dan rasional dapat diberikan kapada pasien. Semua tindakan medik/keperawatan yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapat persetujuan.
Dalam pengertian persetujuan bebas terkandung kemungkinan bagi pasien untuk menerima atau Persetujuan:
menolak apa yang ditawarkan dengan disertai penjelasan atau pemberian informasi seperlunya a. Persetujuan; tertulis maupun lisan.
oleh tenaga medis. b. Persetujuan diberikan setelah pasien mendapat informasi yang adekuat.
Dilihat dari hal-hal yang perlu ada agar informed consent dapat diberikan oleh pasien maka, c. Cara penyampaian informasi disesuaikan dengan tingkat pendidikan serta kondisi dan situasi
seperti yang dikemukakan oleh Tom L. Beauchamp dan James F. Childress, dalam pengertian pasien.
informed consent terkandung empat unsur, dua menyangkut pengertian informasi yang perlu d. Setiap tindakan yang mengandung risiko tinggi harus dengan persetujuan, selain itu dengan lisan.
diberikan dan dua lainnya menyangkut perngertian persetujuan yang perlu diminta. Empat unsur

6
Tujuan Informed Consent Dokter melakukan tindakan medis tanpa informed consent dari pasien atau keluarganya saksi
a. Perlindungan pasien untuk segala tindakan medik. Perlakuan medik tidak diketahui/disadari administratif berupa pencabutan surat ijin prakteknya.
pasien/keluarga, yang seharusnya tidak dilakukan ataupun yang merugikan/membahayakan diri 7) UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
pasien. 8) Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1996 Tentang tenaga Kesehatan
b. Perlindungan tenaga kesehatan terhadap terjadinya akibat yang tidak terduga serta dianggap 9) Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 159 b/Menkes/SK/Per/II/1998 Tentang RS
meragukan pihak lain. Tak selamanya tindakan dokter berhasil, tak terduga malah merugikan 10) Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 749A/Menkes/Per/IX/1989 tentang Rekam medis/ Medical
pasien meskipun dengan sangat hati-hati, sesuai dengan SOP. Peristiwa tersebut bisa ”risk of record
treatment” ataupun ”error judgement”. 11) Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 585/Menkes/Per/IX/1989 Tentang Persetujuan Tindakan
Medis
Hakikat Informed Consent 12) Kep Menkes RI No. 436/Menkes/SK/VI/1993 dan standar Pelayanan Medis di RS
a. Merupakan sarana legimitasi bagi dokter untuk melakukan intervensi medik yang mengandung 13) Fatwa pengurus IDI Nomor: 139/PB/A.4/88/Tertanggal 22 Februari 1988 Tentang Informed
resiko serta akibat yang tidak menyenangkan Consent
b. Merupakan pernyataan sepihak; maka yang menyatakan secara tertulis (written consent) hanya 14) Peraturan Pemerintah RI Nomor 18 Tahun 1981 Tertanggal 16 juni 1981Tentang Bedah Mayat
yang bersangkutan saja yang seharusnya menandatangani Klinik dan Bedah Mayat Anatomis serta Transplantasi Alat dan/atau Jaringan Tubuh Manusia.
c. Merupakan dokumen walau tidak pakai materai tetap syah.
Adapun pernyataan IDI tentang informed consent tersebut adalah:
Dasar Hukum dan Informed Consent a. Manusia dewasa sehat jasmani dan rohani berhak sepenuhnya menentukan apa yang hendak
1) Pasal 1320 KUHPerdata syarat syahnya persetujuan dilakukan terhadap tubuhnya. Dokter tidak berhak melakukan tindakan medis yang bertentangan
a. Sepakat mereka yang mengikatkan diri dengan kemauan pasien, walaupun untuk kepentingan pasien sendiri.
b. Kecakapan untuk berbuat suatu perikatan b. Semua tindakan medis (diagnotik, terapeutik maupun paliatif) memerlukan informed consent
c. Suatu hal tertentu secara lisan maupun tertulis.
d. Suatu sebab yang halal c. Setiap tindakan medis yang mempunyai risiko cukup besar, mengharuskan adanya persetujuan
2) Pasal 1321 tertulis yang ditandatangani pasien, setelah sebelumnya pasien memperoleh informasi yang
Tiada sepakat yang syah apabila sepakat itu diberikan karena kehilafan atau diperlukan dengan adekuat tentang perlunya tindakan medis yang bersangkutan serta risikonya.
paksaan atau penipuan d. Untuk tindakan yang tidak termasuk dalam butir 3, hanya dibutuhkan persetujuan lisan atau sikap
3) KUHP Pidana pasal 351 diam.
a. Penganiayaan dihukum dengan hukum penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan. e. Informasi tentang tindakan medis harus diberikan kepada pasien, baik diminta maupun tidak
b. Menjadikan luka berat hukum selama-lamanya 5 tahun (KUHP 20) diminta oleh pasien. Menahan informasi tidak boleh, kecuali bila dokter menilai bahwa informasi
c. Membuat orang mati hukum selam-lamanya 7 tahun (KUHP 338) tersebut dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien. Dalam hal ini dokter dapat memberikan
4) UU No. 23/1992 tentang kesehatan pasal 53 informasi kepada keluarga terdekat pasien. Dalam memberi informasi kepada keluarga terdekat
a. Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan pasien, kehadiran seorang perawat / paramedik lain sebagai saksi adalah penting.
dengan profesinya f. Isi informasi mencakup keuntungan dan kerugian tindakan medis yang direncanakan, baik
b. Tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi diagnostik, terapeutik maupun paliatif. Informasi biasanya diberikan secara lisan, tetapi dapat pula
dan menghormati hak pasien secara tertulis.
c. Hak pasien antara lain ; hak informasi, hak untuk memberikan persetujuan, hak atas rahasia
kedokteran dan hak atas pendapat kedua (second opinion). Sedangkan tatacara pelaksanaan tindakan medis yang akan dilaksanakan oleh dokter pada pasienlebih
5) UU No. 29/2004 lanjut diatur dalam Pasal 45 UU No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran yang menegaskan
Tentang Praktik Kedokteran pasal 45 ayat (1), (2), (3), (4), (5,) (6) sebagai berikut:
Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi (1) Setiap Tindakan Kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter
terhadap pasien harus mendapat persetujuan gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan.
6) Permenkes No. 585/1989 tentang persetujuan tindakan medis (2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien diberikan penjelasan
lengkap

7
(3) Penjelasan lengkap sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup: b. Memberi perlindungan hukum kepada dokter terhadap suatu kegagalan dan bersifat
a. Diagnosis dan tatacara tindakan medis negatif, karena prosedur medik modern bukan tanpa resiko, dan pada setiap tindakan
b. Tujuan tindakan medis dilakukan medik ada melekat suatu resiko
c. Alternatif tindakan lain dan resikonya
d. Resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi dan Isi Inform Consent
e. Prognosis terhadap tindakan yang akan dilakukan. Dalam Permenkes No. 585 tahun 1989 tentang Persetujuan Tindakan Medik dinyatakan bahwa dokter
harus menyampaikan informasi atau penjelasan kepada pasien / keluarga diminta atau tidak diminta,
Dengan lahirnya UU No. 29 Tahun 2004 ini, maka semakin terbuka luas peluang bagi pasien untuk jadi informasi harus disampaikan.Mengenai apa yang disampaikan, tentulah segala sesuatu yang
mendapatkan informasi medis yang sejelas-jelasnya tentang penyakitnya dan sekaligus mempertegas berkaitan dengan penyakit pasien. Tindakan apa yang dilakukan, tentunya prosedur tindakan yang akan
kewajiban dokter untuk memberikan informasi medis yang benar, akurat dan berimbang tentang dijalani pasien baik diagnostic maupun terapi dan lain-lain sehingga pasien atau keluarga dapat
rencana sebuah tindakan medik yang akan dilakukan, pengobatan mapun perawatan yang akan di memahaminya. Ini mencangkup bentuk, tujuan, resiko, manfaat dari terapi yang akan dilaksanakan dan
terima oleh pasien. Karena pasien yang paling berkepentingan terhadap apa yang akan dilakukan alternative terapi (Hanafiah, 1999).
terhadap dirinya dengan segala resikonya, maka Informed Consent merupakan syarat subjektif Secara umum dapat dikatakan bahwa semua tindakan medis yang akan dilakukan terhadap pasien yang
terjadinya transaksi terapeutik dan merupakan hak pasien yang harus dipenuhi sebelum dirinya harus diinformasikan sebelumnya, namun izin yang harus diberikan oleh pasien dapat berbagai macam
menjalani suatu upaya medis yang akan dilakukan oleh dokter terhadap dirinya . bentuknya, baik yang dinyatakan ataupun tidak. Yang paling untuk diketahui adalah bagaimana izin
tersebut harus dituangkan dalam bentuk tertulis, sehingga akan memudahkan pembuktiannya kelak bila
Bentuk Informed Consent timbul perselisihan. Secara garis besar dalam melakukan tindakan medis pada pasien, dokter harus
Ada dua bentuk informed consent menjelaskan beberapa hal, yaitu:
a. Implied constructive Consent (Keadaan Biasa) 1) Garis besar seluk beluk penyakit yang diderita dan prosedur perawatan / pengobatan yang akan
Tindakan yang biasa dilakukan, telah diketahui, telah dimengerti oleh masyarakat umum, sehingga diberikan / diterapkan.
tidak perlu lagi di buat tertulis misalnya pengambilan darah untuk laboratorium, suntikan, atau 2) Resiko yang dihadapi, misalnya komplikasi yang diduga akan timbul.
hecting luka terbuka. 3) Prospek / prognosis keberhasilan ataupun kegagalan.
b. Implied Emergency Consent (keadaan Gawat Darurat) 4) Alternative metode perawatan / pengobatan.
Secara umum bentuk persetujuan yang diberikan pengguna jasa tindakan medis (pasien) kepada 5) Hal-hal yang dapat terjadi bila pasien menolak untuk memberikan persetujuan.
pihak pelaksana jasa tindakan medis (dokter) untuk melakukan tindakan medis dapat dibedakan 6) Prosedur perawatan / pengobatan yang akan dilakukan merupakan suatu percobaan atau
menjadi tiga bentuk, yaitu: menyimpang dari kebiasaan, bila hal itu yang akan dilakukan Dokter juga perlu menyampaikan
a) Persetujuan Tertulis, biasanya diperlukan untuk tindakan medis yang mengandung resiko (meskipun hanya sekilas), mengenai cara kerja dan pengalamannya dalam melakukan tindakan
besar, sebagaimana ditegaskan dalam PerMenKes No. 585/Men.Kes/Per/IX/1989 Pasal 3 ayat medis tersebut (Achadiat, 2007).
(1) dan SK PB-IDI No. 319/PB/A.4/88 butir 3, yaitu intinya setiap tindakan medis yang Informasi/keterangan yang wajib diberikan sebelum suatu tindakan kedokteran dilaksanakan adalah:
mengandung resiko cukup besar, mengharuskan adanya persetujuan tertulis, setelah 1) Diagnosa yang telah ditegakkan.
sebelumnya pihak pasien memperoleh informasi yang adekuat tentang perlunya tindakan 2) Sifat dan luasnya tindakan yang akan dilakukan.
medis serta resiko yang berkaitan dengannya (telah terjadi informed consent) 3) Manfaat dan urgensinya dilakukan tindakan tersebut.
b) Persetujuan Lisan, biasanya diperlukan untuk tindakan medis yang bersifat non-invasif dan 4) Resiko resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi daripada tindakan kedokteran tersebut.
tidak mengandung resiko tinggi, yang diberikan oleh pihak pasien 5) Konsekwensinya bila tidak dilakukan tindakan tersebut dan adakah alternatif cara pengobatan yang
c) Persetujuan dengan isyarat, dilakukan pasien melalui isyarat, misalnya pasien yang akan lain.
disuntik atau diperiksa tekanan darahnya, langsung menyodorkan lengannya sebagai tanda 6) Kadangkala biaya yang menyangkut tindakan kedokteran tersebut.
menyetujui tindakan yang akan dilakukan terhadap dirinya. Tujuan Informed Consent:
a. Memberikan perlindungan kepada pasien terhadap tindakan dokter yang sebenarnya tidak
diperlukan dan secara medik tidak ada dasar pembenarannya yang dilakukan tanpa Resiko resiko yang harus diinformasikan kepada pasien yang dimintakan persetujuan tindakan
sepengetahuan pasiennya. kedokteran:
1) Resiko yang melekat pada tindakan kedokteran tersebut.
2) Resiko yang tidak bisa diperkirakan sebelumnya

8
Terdapat beberapa indikasi dimana pengadilan akan mempertimbangkan keinginan pasien, meskipun
Dalam hal terdapat indikasi kemungkinan perluasan tindakan kedokteran, dokter yang akan melakukan pasien tidak mampu untuk memberikan persetujuan yang sah. Pada kebanyakan kasus, terapi sebaiknya
tindakan juga harus memberikan penjelasan ( Pasal 11 Ayat 1 Permenkes No 290 / Menkes / PER / III segera dilakukan (1) jika keluarga dekat setuju, (2) jika memang secara medis perlu penatalaksanaan
/ 2008 ). Penjelasan kemungkinan perluasan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud dalam Ayat segera, (3) jika tidak ada dilarang undang-undang.
1 merupakan dasar daripada persetujuan (Ayat 2). Pengecualian terhadap keharusan pemberian Cara terbaik untuk menghindari risiko hukum dari persetujuan pengganti bagi pasien dewasa
informasi sebelum dimintakan persetujuan tindakan kedokteran adalah: inkompeten adalah dengan membawa masalah ini ke pengadilan.
1) Dalam keadaan gawat darurat (emergency), dimana dokter harus segera bertindak untuk
menyelamatkan jiwa. Kemampuan memberi perijinan
2) Keadaan emosi pasien yang sangat labil sehingga ia tidak bisa menghadapi situasi dirinya.Ini Perijinan harus diberikan oleh pasien yang secara fisik dan psikis mampu memahami informasi yang
tercantum dalam PerMenKes no 290/Menkes/Per/III/2008. diberikan oleh dokter selama komunikasi dan mampu membuat keputusan terkait dengan terapi yang
akan diberikan. Pasien yang menolak diagnosis atau tatalaksana tidak menggambarkan kemampuan
Persetujuan psikis yang kurang. Paksaan tidak boleh digunakan dalam usaha persuasif. Pasien seperti itu
Bentuk persetujuan atau penolakan membutuhkan wali biasanya dari keluarga terdekat atau yang ditunjuk pengadilan untuk memberikan
Rumah sakit memiliki tugas untuk menjamin bahwa informed consent sudah didapat. Istilah untuk persetujuan pengganti.
kelalaian rumah sakit tersebut yaitu ”fraudulent concealment”. Pasien yang akan menjalani operasi Jika tidak ada wali yang ditunjuk pengadilan, pihak ketiga dapat diberi kuasa untuk bertindak atas nama
mendapat penjelasan dari seorang dokter bedah namun dioperasi oleh dokter lain dapat saja menuntut pokok-pokok kekuasaan tertulis dari pengacara. Jika tidak ada wali bagi pasien inkompeten yang
malpraktik dokter yang tidak mengoperasi karena kurangnya informed consent dan dapat menuntut sebelumnya telah ditunjuk oleh pengadilan, keputusan dokter untuk memperoleh informed consent
dokter yang mengoperasi untuk kelanjutannya. diagnosis dan tatalaksana kasus bukan kegawatdaruratan dari keluarga atau dari pihak yang ditunjuk
Bentuk persetujuan tidaklah penting namun dapat membantu dalam persidangan bahwa persetujuan pengadilan tergantung kebijakan rumah sakit. Pada keadaan dimana terdapat perbedaan pendapat
diperoleh. Persetujuan tersebut harus berdasarkan semua elemen dari informed consent yang benar diantara anggota keluarga terhadap perawatan pasien atau keluarga yang tidak dekat secara emosional
yaitu pengetahuan, sukarela dan kompetensi. atau bertempat tinggal jauh, maka dianjurkan menggunakan laporan legal dan formal untuk
Beberapa rumah sakit dan dokter telah mengembangkan bentuk persetujuan yang merangkum semua menentukan siapa yang dapat memberikan perijinan bagi pasien inkompeten.
informasi dan juga rekaman permanen, biasanya dalam rekam medis pasien. Format tersebut bervariasi
sesuai dengan terapi dan tindakan yang akan diberikan. Saksi tidak dibutuhkan, namun saksi Pihak Yang Berhak Menyatakan Persetujuan:
merupakan bukti bahwa telah dilakukan informed consent. Informed consent sebaiknya dibuat dengan 1) Pasien sendiri (bila telah berumur 21 tahun atau telah menikah)
dokumentasi naratif yang akurat oleh dokter yang bersangkutan. 2) Bagi pasien di bawah umur 21 tahun diberikan oleh mereka menurut hak sebagai berikut: (1)
Ayah/ibu kandung, (2) Saudara-saudara kandung.
Otoritas untuk memberikan persetujuan 3) Bagi yang di bawah umur 21 tahun dan tidak mempunyai orang tua atau orang tuanya berhalangan
Seorang dewasa dianggap kompeten dan oleh karena itu harus mengetahui terapi yang direncanakan. hadir diberikan oleh mereka menurut urutan hak sebagai berikut: (l) Ayah/ibu adopsi, (2) Saudara-
Orang dewasa yang tidak kompeten karena penyakit fisik atau kejiwaan dan tidak mampu mengerti saudara kandung, (3) Induk semang.
tentu saja tidak dapat memberikan informed consent yang sah. Sebagai akibatnya, persetujuan 4) Bagi pasien dewasa dengan gangguan mental, diberikan oleh mereka menurut urutan hak sebagai
diperoleh dari orang lain yang memiliki otoritas atas nama pasien. Ketika pengadilan telah memutuskan berikut: (1) Ayah/ibu kandung, (2) Wali yang sah, (3) Saudara-saudara kandung.
bahwa pasien inkompeten, wali pasien yang ditunjuk pengadilan harus mengambil otoritas terhadap 5) Bagi pasien dewasa yang berada dibawah pengampuan (curatelle), diberikan menurut urutan hak
pasien. sebagai berikut: (1) Wali, (2) Curator.
Persetujuan pengganti ini menimbulkan beberapa masalah. Otoritas seseorang terhadap persetujuan 6) Bagi pasien dewasa yang telah menikah/orang tua, diberikan oleh mereka menurut urutan hak
pengobatan bagi pasien inkompeten termasuk hak untuk menolak perawatan tersebut. Pengadilan telah sebagai berikut: a. Suami/istri, b. Ayah/ibu kandung, c. Anak-anak kandung, d. Saudara-saudara
membatasi hak penolakan ini untuk kasus dengan alasan yang tidak rasional. Pada kasus tersebut, pihak kandung.
dokter atau rumah sakit dapat memperlakukan kasus sebagai keadaan gawat darurat dan memohon 7) Wali: yang menurut hukum menggantikan orang lain yang belum dewasa untuk mewakilinya
pada pengadilan untuk melakukan perawatan yang diperlukan. Jika tidak cukup waktu untuk memohon dalam melakukan perbuatan hukum atau yang menurut hukum menggantikan kedudukan orang
pada pengadilan, dokter dapat berkonsultasi dengan satu atau beberapa sejawatnya. tua. Induk semang : orang yang berkewajiban untuk mengawasi serta ikut bertanggung jawab
Jika keluarga dekat pasien tidak setuju dengan perawatan yang direncanakan atau jika pasien, meskipun terhadap pribadi orang lain seperti pimpinan asrama dari anak perantauan atau kepala rumah
inkompeten, mengambil posisi berlawanan dengan keinginan keluarga, maka dokter perlu berhati-hati. tangga dari seorang pembantu rumah tangga yang belum dewasa.

9
yang bisa dijadikan sebagai alat bukti bahwa telah terjadi kontrak terapeutik antara dokter dengan
pasien. Pembuktian tentang adanya kontrak terapeutik dapat dilakukan pasien dengan mengajukan
Perlindungan Pasien arsip rekam medis atau dengan persetujuan tindakan medis (informed consent) yang diberikan oleh
Perlindungan pasien tentang hak memperoleh Informed Consent dan Rekam Medis dapat dijabarkan pasien. Bahkan dalam kontrak terapeutik adanya kartu berobat atau dengan kedatangan pasien
seperti dibawah ini: UU N0 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Pasal 56 menemui dokter untuk meminta pertolongannya, dapat dianggap telah terjadi perjanjian
(1) Setiap orang berhak menerima atau menolak sebagian atau seluruh tindakan pertolongan yang terapeutik.Persetujuan tertulis dalam suatu tindakan medis dibutuhkan saat :
akan diberikan kepadanya setelah menerima dan memahami informasi mengenai tindakan 1. Bila tindakan terapeutik bersifat kompleks atau menyangkut resiko atau efek samping yang
tersebut secara lengkap bermakna.
(2) Hak menerima atau menolak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku pada: 2. Bila tindakan kedokteran tersebut bukan dalam rangka terapi.
a. Penderita penyakit yang penyakitnya dapat secara cepat menular ke dalam masyarakat yang 3. Bila tindakan kedokteran tersebut memiliki dampak yang bermakna bagi 
 kedudukan
lebih luas
kepegawaian atau kehidupan pribadi dan sosial pasien.
b. Keadaan seseorang yang tidak sadarkan diri; atau
4. Bila tindakan yang dilakukan adalah bagian dari suatu penelitian.
c. Gangguan mental berat
Saat Timbul dan Berakhirnya Hubungan Pasien-Dokter
Akibat Yang Ditimbulkan Dari Adanya Informed Consent
Saat timbulnya perjanjian antara dokter dan pasien adalah pada saat pasien meminta seorang dokter
Akibat hukum dari dilakukannya perjanjian tertuang di dalam Pasal 1338 dan 1339 KUHPerdata,
untuk mengobatinya dan dokter menerimanya.Berakhirnya hubungan dokter-pasien dapat dilakukan
sebagai berikut:
dengan cara:
Pasal 1338  Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka
1) Sembuhnya pasien dari keadaan sakitnya dan sang dokter menganggap tidak diperlukan lagi
yang membuatnya.
pengobatan. Penyembuhan tidak usah sampai total namun melihat keadaan pasien tidak usah
Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena
memerlukan lagi pelayanan medik.
alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.
2) Dokter mengundurkan diri, dengan syarat :
Pasal 1339  Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan
a. Pasien menyetujui pengunduran diri tersebut.
didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan,
kebiasaan atau undang- undang. b. Kepada pasien diberikan waktu cukup dan pemberitahuan sehingga ia bisa 
 memperoleh
Dari kedua pasal tersebut dapat diambil pengertian sebagai berikut : pengobatan dari dokter yang lain.
1. Perjanjian terapeutik berlaku sebagai undang-undang baik bagi pihak pasien maupun pihak dokter, c. Jika dokter merokemendasikan kepada dokter lain yang sama 
 kompetensinya untuk
dimana undang-undang mewajibkan para pihak memenuhi hak dan kewajibannya.
2. Perjanjian terapeutik tidak dapat ditarik kembali tanpa kesepakatan pihak lain. menggantikan dokter semula itu dengan persetujuan 
 pasiennya.
3. Kedua belah pihak, baik dokter maupun pasien harus sama-sama beritikad 
 baik dalam 3) Pengakhiran oleh pasien. Seorang pasien bebas untuk mengakhiri 
 pengobatannya
melaksanakan perjanjian terapeutik. dengandokternya. Apabila diakhiri maka sang dokter berkewajiban untuk memberikan nasihat
4. Perjanjian hendaknya dilaksanakan sesuai dengan tujuan dibuatnya perjanjian yaitu kesembuhan apakah masih diperlukan pengobatan lanjutan dan memberikan informasi yang cukup kepada
pasien, dengan mengacu pada kebiasaan dan kepatutan yang berlaku dalam bidang pelayanan penggantinya sehingga pengobatan dapat diteruskan oleh penggantinya. Apabila dokter memakai
medis maupun dari pihak kepatutan pasien. seorang dokter lain maka dianggap bahwa dokter yang pertama telah diakhiri hubungannya,
kecuali diperjanjikan bahwa mereka akan mengobati bersama atau dokter kedua hanya dipanggil
Kapan Dibutuhkan Persetujuan Tertulis untuk konsultasi tujuan khusus.
Informed Consent adalah suatu persetujuan mengenai akan dilakukannya tindakan kedokteran oleh 4) Meninggalnya si pasien.
dokter terhadap pasiennya. Persetujuan ini bisa dalam bentuk lisan maupun tertulis. Pada hakikatnya 5) Meninggalnya si dokter atau ia sudah tidak mampu lagi menjalani profesinya 
 sebagai dokter.
Informed Consent adalah suatu proses komunikasi antara dokter dan pasien tentang kesepakatan
6) Sudah selesainya kewajiban dokter seperti ditentukan dalam kontrak.
tindakan medis yang akan dilakukan dokter terhadap pasien (ada kegiatan penjelasan rinci oleh dokter),
sehingga kesepakatan lisan pun sesungguhnya sudah cukup. Penandatanganan formulir Informed 7) Dalam kasus gawat darurat, apabila dokter yang mengobati atau dokter pilihan 
 pasien sudah
Consent secara tertulis hanya merupakan pengukuhan atas apa yang telah disepakati sebelumnya. datang atau terdapat penghentian keadaan kegawat-daruratannya.
Formulir ini juga merupakan suatu tanda bukti yang akan disimpan di dalam arsip rekam medis pasien 8) Lewatnya jangka waktu, apabila kontrak medik itu ditentukan dalam jangka waktu tertentu.
10
9) Persetujuan kedua belah pihak bahwa hubungan dokter-pasien itu sudah diakhiri. c. Persetujuan dan penolakan tindakan medis diberikan oleh seseorang (pasien) yang sehat mental
dan memang berhak memberikan dari segi hukum
Konsep Baku Persetujuan Tindakan Medis d. Setelah diberikan cukup (adekuat) informasi dan penjelasan yang diperlukan.
Istilah perjanjian baku dialihbahasakan dari istilah yang dikenal dari bahasa Belanda, yaitu standaart 4) Isi informasi dan penjelasan yang harus diberikan :
contract atau standaart voorwarden. Hukum Inggris menyebut perjanjian baku sebagai standa dized a. Tentang tujuan dan prospek keberhasilan tindakan medis yang ada dilakukan (purhate of
contrac, standaart form of contract. Adapun definisi yang diberikan oleh Darus Mariam Badrulzaman medical procedure)
mengenai perjanjian baku adalah : “Perjanjian yang isinya baku dan diberikan dalam bentuk formulir” b. Tentang tata cara tindakan medis yang akan dilakukan (consenpleated medical procedure)
Dari pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa perjanjian baku mengandung pengertian c. Tentang risiko
yang lebih sempit dari perjanjian pada umumnya atau merupakan bentuk perjanjian tertulis yang isinya d. Tentang risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi
telah dibakukan atau distandarisasi dan umumnya telah dituangkan dalam bentuk formulir atau bentuk e. Tentang alternatif tindakan medis lain yang tersedia dan risiko –risikonya (alternative medical
perjanjian lain yang sifatnya tertentu. Pada prakteknya, perjanjian baku tumbuh sebagai perjanjian procedure and risk)
tertulis dalam bentuk formulir. Pembuatan perjanjian sejenis yang selalu terjadi berulang-ulang dan f. Tentang prognosis penyakit, bila tindakan dilakukan
teratur serta melibatkan banyak orang, menimbulkan kebutuhan untuk mempersiapkan isi perjanjian g. Diagnosis
terlebih dahulu dan kemudian dibakukan lalu dicetak dalam jumlah banyak sehingga setiap saat mudah 5) Kewajiban memberi informasi dan penjelasan
didapat jika dibutuhkan. Perjanjian baku isinya dibuat secara sepihak, dalam arti salah satu pihak telah a. Dokter yang melakukan tindakan medis tanggung jawab
menentukan isi dan bentuk perjanjian pada satu bentuk pembuatannya, sehingga dapat dikatakan bahwa b. Berhalangan diwakilkan kepada dokter lain, dengan diketahui dokter yang bersangkutan
dalam perjanjian baku ada ketidakseimbangan kedudukan para pihak, karena pihak yang tidak
6) Cara menyampaikan informasi
membuat perjanjian baku ini biasanya hanya bisa bersikap menerima atau menolak keseluruhan isi
perjanjian dan tidak dimungkinkan untuk merubah isi perjanjian tersebut.
a. Lisan
Perjanjian baku mempunyai ciri-ciri yang membedakannya dengan bentuk-bentuk perjanjian bernama b. Tulisan
lainnya, yakni: 7) Pihak yang menyatakan persetujuan
1. Isinya ditetapkan oleh pihak yang lebih kuat. a. Pasien sendiri, umur 21 tahun lebih atau telah menikah
2. Pihak lain yang biasanya adalah masyarakat, sama sekali tidak ikut bersama-sama menentukan isi b. Bagi pasien kurang 21 tahun dengan urutan hak :
perjanjian. a) Ayah/ibu kandung
3. Terdorong kebutuhannya, pihak lain terpaksa menerima isi perjanjian. b) Saudara saudara kandung
4. Dipersiapkan terlebih dahulu secara massal dan kolektif. c. Bagi pasien kurang 21 tahun tidak punya orang tua/berhalangan, urutan hak :
Bentuk persetujuan tindakan medis pada umumnya telah disusun sedemikian rupa sehingga pihak a) Ayah/ibu adopsi
dokter dan Rumah Sakit tinggal mengisi kolom yang disediakan untuk itu setelah menjelaskan kepada b) Saudara-saudara kandung
pasien dan keluarga pasien. Sebelum ditandatangani, sebaiknya surat tersebut dibaca sendiri atau c) Induk semang
dibacakan oleh yang hadir terlebih dahulu. Pasien seharusnya diberikan waktu yang cukup untuk d. Bagi pasien dengan gangguan mental, urutan hak :
menandatangani persetujuan dimaksud. a) Ayah/ibu kandung
b) Wali yang sah
Ketentuan Informed Consent c) Saudara-saudara kandung
Ketentuan persetujuan tidakan medik berdasarkan SK Dirjen Pelayanan Medik No.HR.00.06.3.5.1866 e. Bagi pasien dewasa dibawah pengampuan (curatelle) :
Tanggal 21 April 1999, diantaranya: a) Wali
1) Persetujuan atau penolakan tindakan medik harus dalam kebijakan dan prosedur (SOP) dan b) Kurator
ditetapkan tertulis oleh pimpinan RS. f. Bagi pasien dewasa telah menikah/orangtua
2) Memperoleh informasi dan pengelolaan, kewajiban dokter. a) Suami/istri
3) Informed Consent dianggap benar: b) Ayah/ibu kandung
a. Persetujuan atau penolakan tindakan medis diberikan untuk tindakan medis yang dinyatakan c) Anak-anak kandung
secara spesifik. d) Saudara-saudara kandung
b. Persetujuan atau penolakan tindakan medis diberikan tanpa paksaan (valuentery) 8) Cara menyatakan persetujuan

11
a. Tertulis; mutlak pada tindakan medis resiko tinggi bertanggung-jawab. Sebaliknya, jika ia tahu dan menyalahinya, maka ia bertanggung-jawab."[6]
b. Lisan; tindakan tidak beresiko Bahkan hal ini adalah kesepakatan seluruh Ulama, sebagaimana disebutkan oleh Ibnul Qayyim
9) Jenis tindakan medis yang perlu informed consent disusun oleh komite medik ditetapkan pimpinan rahimahullah.
RS. Hanya saja, hakim harus lebih jeli dalam menentukan apakah benar-benar terjadi pelanggaran
10) Tidak diperlukan bagi pasien gawat darurat yang tidak didampingi oleh keluarga pasien. prinsip-prinsip ilmiah dalam kasus yang diangkat, karena ini termasuk permasalahan yang pelik.
11) Format isian informed consent persetujuan atau penolakan
a. Diketahui dan ditandatangani oleh kedua orang saksi, perawat bertindak sebagai salah satu 3) Ketidaksengajaan (Khatha')
saksi Ketidaksengajaan adalah suatu kejadian (tindakan) yang orang tidak memiliki maksud di
dalamnya. Misalnya, tangan dokter bedah terpeleset sehingga ada anggota tubuh pasien yang
b. Materai tidak diperlukan
terluka. Bentuk malpraktek ini tidak membuat pelakunya berdosa, tapi ia harus bertanggungjawab
c. Formulir asli harus dismpan dalam berkas rekam medis pasien terhadap akibat yang ditimbulkan sesuai dengan yang telah digariskan Islam dalam bab jinayat,
d. Formulir harus ditandatangan 24 jam sebelum tindakan medis dilakukan karena ini termasuk jinayat khatha' (tidak sengaja).
e. Dokter harus ikut membubuhkan tanda tangan sebagai bukti telah diberikan informasi
f. Bagi pasien/keluarga buta huruf membubuhkan cap jempol ibu jari tangan kanannya 4) Sengaja Menimbulkan Bahaya (I'tidâ')
Jika pasien menolak tandatangan surat penolakan maka harus ada catatan pada rekam medisnya. Maksudnya adalah membahayakan pasien dengan sengaja. Ini adalah bentuk malpraktek yang
paling buruk. Tentu saja sulit diterima bila ada dokter atau paramedis yang melakukan hal ini,
sementara mereka telah menghabiskan umur mereka untuk mengabdi dengan profesi ini. Kasus
LI. 3. Memahami dan Menjelaskan Malpraktek Menurut Islam seperti ini terhitung jarang dan sulit dibuktikan karena berhubungan dengan isi hati orang. Biasanya
Malpraktek yang menjadi penyebab dokter bertanggung-jawab secara profesi bisa digolongkan sebagai pembuktiannya dilakukan dengan pengakuan pelaku, meskipun mungkin juga factor kesengajaan
berikut: ini dapat diketahui melalui indikasi-indikasi kuat yang menyertai terjadinya malpraktek yang
1) Tidak Punya Keahlian (Jahil) sangat jelas. Misalnya, adanya perselisihan antara pelaku malpraktek dengan pasien atau
Yang dimaksudkan di sini adalah melakukan praktek pelayanan kesehatan tanpa memiliki keluarganya.
keahlian, baik tidak memiliki keahlian sama sekali dalam bidang kedokteran, atau memiliki
sebagian keahlian tapi bertindak di luar keahliannya. Orang yang tidak memiliki keahlian di Pembuktian Malpraktek
bidang kedokteran kemudian nekat membuka praktek, telah disinggung oleh Nabi Shallallahu Agama Islam mengajarkan bahwa tuduhan harus dibuktikan. Demikian pula, tuduhan malparaktek
'alaihi wa sallam dalam sabda beliau: harus diiringi dengan bukti, dan jika terbukti harus ada pertanggungjawaban dari pelakunya. Ini adalah
‫َّب َمن‬
َ ‫طب‬َ َ‫ذَلِكَ قَب َل طِ ب مِ نهُ يُعلَم َولَم ت‬، ‫ضامِ ن فَ ُه َو‬
َ salah satu wujud keadilan dan kemuliaan ajaran Islam. Jika tuduhan langsung diterima tanpa bukti,
"Barang siapa yang praktek menjadi dokter dan sebelumnya tidak diketahui memiliki keahlian, dokter dan paramedis terzhalimi, dan itu bisa membuat mereka meninggalkan profesi mereka, sehingga
maka ia bertanggung-jawab" akhirnya membahayakan kehidupan umat manusia. Sebaliknya, jika tidak ada pertanggungjawaban
Kesalahan ini sangat berat, karena menganggap remeh kesehatan dan nyawa banyak orang, atas tindakan malpraktek yang terbukti, pasien terzhalimi, dan para dokter bisa jadi berbuat seenak
sehingga para Ulama sepakat bahwa mutathabbib (pelakunya) harus bertanggung-jawab, jika mereka. Dalam dugaan malpraktek, seorang hakim bisa memakai bukti-bukti yang diakui oleh syariat
timbul masalah dan harus dihukum agar jera dan menjadi pelajaran bagi orang lain. sebagai berikut:

2) Menyalahi Prinsip-Prinsip Ilmiah (Mukhâlafatul Ushûl Al-'Ilmiyyah) Pengakuan Pelaku Malpraktek (Iqrâr ).
Yang dimaksud dengan pinsip ilmiah adalah dasar-dasar dan kaidah-kaidah yang telah baku dan Iqrar adalah bukti yang paling kuat, karena merupakan persaksian atas diri sendiri, dan ia lebih
biasa dipakai oleh para dokter, baik secara teori maupun praktek, dan harus dikuasai oleh dokter mengetahuinya. Apalagi dalam hal yang membahayakan diri sendiri, biasanya pengakuan ini
saat menjalani profesi kedokteran. menunjukkan kejujuran.
Para ulama telah menjelaskan kewajiban para dokter untuk mengikuti prinsip-prinsip ini dan tidak
boleh menyalahinya. Imam Syâfi'i rahimahullah –misalnya- mengatakan: "Jika menyuruh Kesaksian (Syahâdah).
seseorang untuk membekam, mengkhitan anak, atau mengobati hewan piaraan, kemudian semua Untuk pertanggungjawaban berupa qishash dan ta'zîr, dibutuhkan kesaksian dua pria yang adil. Jika
meninggal karena praktek itu, jika orang tersebut telah melakukan apa yang seharusnya dan biasa kesaksian akan mengakibatkan tanggung jawab materiil, seperti ganti rugi, dibolehkan kesaksian satu
dilakukan untuk maslahat pasien menurut para pakar dalam profesi tersebut, maka ia tidak pria ditambah dua wanita. Adapun kesaksian dalam hal-hal yang tidak bisa disaksikan selain oleh

12
wanita, seperti persalinan, dibolehkan persaksian empat wanita tanpa pria. Di samping memperhatikan Jadi, dalam satu kasus malpraktek kadang hanya ada satu pihak yang bertanggung-jawab. Kadang juga
jumlah dan kelayakan saksi, hendaknya hakim juga memperhatikan tidak memiliki tuhmah ada pihak lain lain yang ikut bertanggung-jawab bersamanya. Karenanya, rumah sakit atau klinik juga
(kemungkinan mengalihkan tuduhan malpraktek dari dirinya). bisa ikut bertanggung-jawab jika terbukti teledor dalam tanggung-jawab yang diemban, sehingga
secara tidak langsung menyebabkan terjadinya malpraktek, misalnya mengetahui dokter yang
Catatan Medis. dipekerjakan tidak ahli.
Yaitu catatan yang dibuat oleh dokter dan paramedis, karena catatan tersebut dibuat agar bisa
menjadi referensi saat dibutuhkan. Jika catatan ini valid, ia bisa menjadi bukti yang sah.
LI. 4. Memahami dan Menjelaskan Langkah-langkah Dokter saat Dituduh Melakukan
Bentuk tanggung jawab Malpraktek Malpraktek
Jika tuduhan malpraktek telah dibuktikan, ada beberapa bentuk tanggung jawab yang dipikul Di dalam praktek kedokteran terdapat aspek etik dan aspek hukum yang sangat luas, yang sering
pelakunya. Bentuk-bentuk tanggung-jawab tersebut adalah sebagai berikut: tumpang-tindih pada suatu issue tertentu, seperti pada informed consent, wajib simpan rahasia
kedokteran, profesionalisme. Bahkan di dalam praktek kedokteran, aspek etik seringkali tidak dapat
Qishash dipisahkan dari aspek hukumnya, oleh karena banyaknya norma etik yang telah diangkat menjadi
Qishash ditegakkan jika terbukti bahwa dokter melakukan tindak malpraktek sengaja untuk norma hukum, atau sebaliknya norma hukum yang mengandung nilai-nilai etika. Dalam kenyataan
menimbulkan bahaya (i'tida'), dengan membunuh pasien atau merusak anggota tubuhnya, dan pasien yang kecewa terhadap pelayanan dokter akan menghadapi gugatan. Masalah: Pelanggaran ini
memanfaatkan profesinya sebagai pembungkus tindak kriminal yang dilakukannya. Ketika memberi sulit dipilah-pilah apakah pelanggaran hukum atau pelanggaran etika atau bahkan hanya pelanggaran
contoh tindak kriminal yang mengakibatkan qishash, Khalil bin Ishaq al-Maliki mengatakan: pribadi. Keadaan menjadi semakin sulit sejak para ahli hukum menganggap bahwa standar prosedur
"Misalnya dokter yang menambah (luas area bedah) dengan sengaja. dan standar pelayanan medis dianggap sebagai domain hukum, padahal selama ini profesi menganggap
bahwa memenuhi standar profesi adalah bagian dari sikap etis dan sikap profesional. Dengan demikian
Dhamân (Tanggung Jawab Materiil Berupa Ganti Rugi Atau Diyat) pelanggaran standar profesi dapat dinilai sebagai pelanggaran etik dan juga sekaligus pelanggaran
Bentuk tanggung-jawab ini berlaku untuk bentuk malpraktek berikut: hukum.
a. Pelaku malpraktek tidak memiliki keahlian, tapi pasien tidak mengetahuinya, dan tidak ada Pelanggaran serius:
kesengajaan dalam menimbulkan bahaya.  Berkaitan dengan kompetensi dan kemampuan
b. Pelaku memiliki keahlian, tapi menyalahi prinsip-prinsip ilmiah.  Mengabaikan tanggung jawab profesional
c. Pelaku memiliki keahlian, mengikuti prinsip-prinsip ilmiah, tapi terjadi kesalahan tidak disengaja.  Peresepan tak bertanggung jawab
d. Pelaku memiliki keahlian, mengikuti prinsip-prinsip ilmiah, tapi tidak mendapat ijin dari pasien,  Perilaku sexual menyimpang
wali pasien atau pemerintah, kecuali dalam keadaan darurat.  Kecurangan akademik
 Pengiklanan diri
Ta'zîr
Berupa hukuman penjara, cambuk, atau yang lain. Ta'zîr berlaku untuk dua bentuk malpraktek:
a. Pelaku malpraktek tidak memiliki keahlian, tapi pasien tidak mengetahuinya, dan tidak ada
kesengajaan dalam menimbulkan bahaya. Pelanggaran Etik
b. Pelaku memiliki keahlian, tapi menyalahi prinsip-prinsip ilmiah.  Suatu pelanggaran etik profesi dapat dikenai sanksi disiplin profesi  bentuk peringatan hingga ke
bentuk yang lebih berat : kewajiban menjalani pendidikan / pelatihan tertentu (bila akibat kurang
Pihak yang bertanggung jawab kompeten), pencabutan haknya berpraktik profesi.
Tanggung-jawab dalam malpraktek bisa timbul karena seorang dokter melakukan kesalahan langsung,
 Sanksi tersebut diberikan oleh MKEK setelah dalam rapat/sidangnya dibuktikan bahwa dokter
dan bisa juga karena menjadi penyebab terjadinya malpraktek secara tidak langsung. Misalnya, seorang
tersebut melanggar etik (profesi) kedokteran.
dokter yang bertugas melakukan pemeriksaan awal sengaja merekomendasikan pasien untuk merujuk
kepada dokter bedah yang tidak ahli, kemudian terjadi malpraktek. Dalam kasus ini, dokter bedah
Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK)
adalah adalah pelaku langsung malpraktek, sedangkan dokter pemeriksa ikut menyebabkan malpraktek
Dalam hal seorang dokter diduga melakukan pelanggaran etika kedokteran (tanpa melanggar norma
secara tidak langsung.
hukum), maka ia akan dipanggil dan disidang oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) IDI

13
untuk dimintai pertanggung-jawaban (etik dan disiplin profesi)nya. Persidangan MKEK bertujuan Lembaga yang yang berwenang untuk menentukan ada dan tidaknya kesalahan yang dilakukan oleh
untuk mempertahankan akuntabilitas, profesionalisme dan keluhuran profesi. dokter dalam penerapan disiplin ilmu kedokteran dan menetapkan sanksi. Dibentuk ditingkat Pusat
Persidangan MKEK dan provinsi
 Persidangan MKEK bersifat inkuisitorial khas profesi, yaitu Majelis (ketua dan anggota) bersikap Tugas MKDI
aktif melakukan pemeriksaan, tanpa adanya badan atau perorangan sebagai penuntut.  Menerima pengaduan, memeriksa dan memutuskan kasus pelanggaran disiplin dokter yang
diajukan
 Persidangan MKEK secara formiel tidak menggunakan sistem pembuktian sebagaimana lazimnya
 Menyusun pedoman dan tatacara penanganan kasus pelanggaran disiplin dokter
di dalam hukum acara pidana ataupun perdata, namun demikian tetap berupaya melakukan
pembuktian mendekati ketentuan-ketentuan pembuktian yang lazim  MKDP bekerja sebagai MKDI ditingkat provinsi
Wewenang MKEK MKDKI-MKEK
Dalam melakukan pemeriksaannya, Majelis berwenang memperoleh : Domain atau yurisdiksi MKDKI adalah “disiplin profesi”, yaitu permasalahan yang timbul sebagai
akibat dari pelanggaran seorang profesional atas peraturan internal profesinya, yang menyimpangi apa
 Keterangan, baik lisan maupun tertulis (affidavit), langsung dari pihak-pihak terkait (pengadu,
yang diharapkan akan dilakukan oleh orang (profesional) dengan pengetahuan dan ketrampilan yang
teradu, pihak lain yang terkait) dan peer-group / para ahli di bidangnya yang dibutuhkan
rata-rata. Dalam hal MKDKI dalam sidangnya menemukan adanya pelanggaran etika, maka MKDKI
 Dokumen yang terkait, seperti bukti kompetensi dalam bentuk berbagai ijasah/ brevet dan
akan meneruskan kasus tersebut kepada MKEK
pengalaman, bukti keanggotaan profesi, bukti kewenangan berupa Surat Ijin Praktek Tenaga Medis,
Perijinan rumah sakit tempat kejadian, bukti hubungan dokter dengan rumah sakit, hospital bylaws,
Proses Pengaduan Pelanggaran
SOP dan SPM setempat, rekam medis, dan surat-surat lain yang berkaitan dengan kasusnya.
Putusan MKEK
 Putusan MKEK tidak ditujukan untuk kepentingan peradilan  tidak dapat dipergunakan sebagai
bukti di pengadilan, kecuali atas perintah pengadilan dalam bentuk permintaan keterangan ahli.
 Salah seorang anggota MKEK dapat memberikan kesaksian ahli di pemeriksaan penyidik,
kejaksaan ataupun di persidangan, menjelaskan tentang jalannya persidangan dan putusan MKEK.
Sekali lagi, hakim pengadilan tidak terikat untuk sepaham dengan putusan MKEK
Eksekusi
 Eksekusi Putusan MKEK Wilayah dilaksanakan oleh Pengurus IDI Wilayah dan/atau Pengurus
Cabang Perhimpunan Profesi yang bersangkutan.
 Khusus untuk SIP, eksekusinya diserahkan kepada Dinas Kesehatan setempat. Apabila eksekusi
telah dijalankan maka dokter teradu menerima keterangan telah menjalankan putusan
Penanganan sengekta medik
 Identifikasi seluruh masalah keluhan utama pasein
 Dokter teradu diminta untuk membuat kronologi lengkap mengenai kasus itu
 Menganalisa secara ilmiah dengan pertimbangan dari ahli terkait
 Lakukan konfrontasi dengan pengaduupayakan damai
Bila sampai di pengadilan
 Tidak jarang kasus sudah disidik polisi
 Dan dilimpahkan kejaksaan
 Terus sampai pengadilan
 IDI dalam hal ini MKEK akan diminmta menjadi saksi ahli
 Keputusan di majelis hakim
 Vonis sesuai undang-2 yang berlaku

Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (LKDKI)


14
 PEMBACAAN KEPUTUSAN
 PENGAJUAN KEBERATAN TERADU (JIKA ADA)
 PENYAMPAIAN KEPUTUSAN KEPADA PIHAK TERKAIT

Pelanggaran disiplin kedokteran adalah pelanggaran terhadap aturan-aturan dan/atau ketentuan dalam
penerapan disiplin ilmu kedokteran/kedokteran gigi. Dokter/dokter gigi dianggap melanggar disiplin
kedokteran bila:
1. Melakukan praktik dengan tidak kompeten
2. Tidak melakukan tugas dan tanggung jawab profesionalnya dengan baik (dalam hal ini tidak
mencapai standar-standar dalam praktik kedokteran)
3. Berperilaku tercela yang merusak martabat dan kehormatan profesinya
Yang termasuk pelanggaran disiplin kedokteran/kedokteran gigi antara lain ketidakjujuran dalam
berpraktik, berpraktik dengan ketidakmampuan fisik dan mental, membuat laporan medis yang tidak
benar, memberikan "jaminan kesembuhan" kepada pasien, menolak menangani pasien tanpa alasan
yang layak, memberikan tindakan medis tanpa persetujuan pasien/keluarga, melakukan pelecehan
seksual, menelantarkan pasien pada saat membutuhkan penanganan segera, mengistruksikan atau
melakukan pemeriksaan tambahan/pengobatan yang berlebihan, bekerja tidak sesuai standar asuhan
medis, dsb

Suatu pengaduan diputuskan menjadi kewenangan MKDKI apabila :


1. Dokter/dokter gigi yang diadukan telah terregistrasi di Konsil Kedokteran Indonesia.
2. Tindakan medis yang dilakukan oleh dokter/dokter gigi yang diadukan terjadi setelah tanggal 6
Oktober 2004 (setelah diundangkannya UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran)
3. Terdapat hubungan profesional dokter-pasien dalam kejadian tersebut
4. Terdapat dugaan kuat adanya pelanggaran disiplin kedokteran/kedokteran gigi
Jika keempat kriteria tersebut terpenuhi, akan dilanjutkan dengan pemeriksaan oleh Majelis Pemeriksa
Disiplin (MPD)

Dalam formulir pengaduan, terdapat beberapa informasi yang harus diberikan, antara lain:
TAHAP PENEGAKAN DISIPLIN OLEH MKDKI 1. Identitas pengadu/pelapor;
TAHAP 1: INVESTIGATIONAL STAGE (TAHAP INVESTIGASI) 2. Identitas pasien (jika pengadu bukan pasien);
 PENGADUAN (ADMISSION) 3. Nama dan tempat praktik dokter/dokter gigi yang diadukan;
 VERIFIKASI 4. Waktu tindakan dilakukan;
 PEMERIKSAAN AWAL OLEH MPA 5. Alasan pengaduan dan kronologis;
 INVESTIGASI (INQUIRY) 6. Pernyataan tentang kebenaran pengaduan, dsb
Setelah semua kelengkapan data pengaduan diterima, Anda akan mendapatkan tanda terima pengaduan
TAHAP 2: ADJUDICATORY STAGE (PEMERIKSAAN DAN KEPUTUSAN) (berisi nomor register pengaduan). Setelah dilakukan verifikasi, pengaduan akan ditangani oleh Majelis
 PEMERIKSAAN DISIPLIN OLEH MPD Pemeriksa Awal ataupun Majelis Pemeriksa Disiplin. Sesuai UU Praktik Kedokteran, sanksi disiplin
 PEMBUKTIAN dalam keputusan MKDKI dapat berupa:
 PENGAMBILAN KEPUTUSAN 1. Pemberian peringatan tertulis
2. Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi (STR) atau Surat Izin Praktik (SIP); dan/atau
TAHAP 3: DISPOSITIONAL STAGE (PENYAMPAIANKEPUTUSAN)
15
3. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan kedokteran atau kedokteran
gigi

MKDKI dapat menangani permintaan ganti rugi/kompensasi yang diajukan terhadap dokter teradu:
1. MKDKI berwenang untuk menentukan ada tidaknya pelanggaran disiplin oleh dokter/dokter gigi
2. MKDKI berwenang menetapkan sanksi disiplin kepada dokter/dokter gigi yang dinyatakan
melanggar disiplin kedokteran/kedokteran gigi
3. MKDKI tidak menangani sengketa antara dokter dan pasien/keluarganya
4. MKDKI tidak menangani permasalahan ganti rugi yang diajukan pasien/keluarganya

Keputusan MKDKI bersifat final dan mengikat dokter/dokter gigi yang diadukan, KKI, Departemen
Kesehatan, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, serta instansi terkait. Dokter/dokter gigi yang diadukan
dapat mengajukan keberatan terhadap keputusan MKDKI kepada Ketua MKDKI dalam waktu
selambat-lambatnya 30 hari sejak dibacakan atau diterimanya keputusan tersebut dengan mengajukan
bukti baru yang mendukung keberatannya

DAFTAR PUSTAKA

Buku Panduan HAM bagi Pasien dan Dokter untuk Mencegah Malpraktek, Diakses dari:
http://www.balitbangham.go.id/index/images/judul_pdf/sipol/pengembangan/2008/malpraktek.pdf
Etika Kedokteran, Diakses dari: http://www.scribd.com/doc/96601676/etika-kedokteran
Malpraktek Dalam Kajian Hukum Pidana, Diakses dari:http://eprints.undip.ac.id/20768/1/2380-ki-fh-
98.pdf
Malpraktek Medik, Diakses
dari:http://elib.fk.uwks.ac.id/asset/archieve/matkul/Forensik/MALPRAKTEK%20MEDIK.pdf
Malpraktek Menurut Syariat Islam, Diakses dari:
http://almanhaj.or.id/content/2836/slash/0/malpraktek-menurut-syariat-islam/
Rekam Medis, Diakses dari:http://medicalrecord.webs.com/kegunaanrekammedis.html

16

Potrebbero piacerti anche