Documenti di Didattica
Documenti di Professioni
Documenti di Cultura
Disusun oleh :
Nur Khairunnisa binti Juhari 1301-1211-3530
Muhammad Naeim bin Ahmad Salihin 1301-1211-3572
Ke Gervenne 1301-1211-3523
Preceptor :
Ria Bandiara, dr., SpPD-KGH
Lilik Sukesi, dr., SpPD KIC
Definisi
Penurunan mendadak dari fungsi ginjal yang menyebabkan ketidakmampuan untuk
mempertahankan cairan hemostatik dan keseimbangan elektrolit dan kemampuan untuk
membuang sisa metabolisme nitrogen (urea-kreatinin) dan non nitrogen
Klasifikasi
Acute Kidney Injury di klasifikasikan berdasarkan RIFLE, yaitu :
Etiologi
Etiologi acute kidney injury dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu:
Pre-renal failure
Intrinsic renal failure
Post-renal failure
III. Patofisiologi
Ada tiga patofisiologi utama dari penyebab acute kidney injury (AKI) :
1. Penurunan perfusi ginjal (pre-renal)
2. Penyakit intrinsik ginjal (renal)
3. Obstruksi renal akut (post renal)
- Bladder outlet obstruction (post renal)
- Batu, trombus atau tumor di ureter
IV. Patogenesis
Pada keadaan hipoksia atau iskemia, cadangan ATP dan aktifitas ATP-ase akan
diikuti penurunan cadangan energi dari sel-sel. Perubahan-perubahan ini akan
menyebabkan gangguan transport ion keluar dan masuk ke dalam sel terutama Na, K,
dan Ca. (Enday Sukandar,2006)
Perubahan transport ion-ion menyebabkan kenaikan konsentrasi ion Na intrasel
dan K ekstrasel, diikuti depolarisasi membran sel. Di dalam sel mitokondria akan
menangkap Ca, tetapi jumlah Ca yang berlebih akan merusak dan menimbulkan
pembengkakan serta lisis membran mitokondria, klasifikasi, dan pembentukan
matriks yang amorf dan menimbulkan kerusakan mitokondria. (Enday
Sukandar,2006)
Pada keadaan normal asam amino intrasel lebih tinggi daripada ekstrasel untuk
mempertahankan berbagai macam jejas, tetapi pergeseran asam amino ke ruang
ekstraseluler dapat menyebabkan penurunan konsentrasi glisin yang dianggap sebagai
pelindung sel sehingga sel akan lebih rentan terhadap berbagai jejas. Kerusakan sel-
sel (nekrosis atau disfungsi) berhubungan dengan beberapa keadaan patologi berikut:
a). Kenaikan asupan kalsium (Ca) seluler akibat kerusakan membran sel
b). Penurunan keluaran Ca akibat gangguan sintesis mitokondria
c). Gangguan peranan mitokondria yang bertindak sebagai buffer Ca.
Semua keadaan patologi tersebut menyebabkan kenaikan sistolik Ca, diikuti
perubahan hemodinamik ginjal dan kerusakan sel-sel epitel tubulus ginjal. (Enday
Sukandar,2006)
V. Gambaran Klinik
Pada pasien dengan azotemia harus diperiksa untuk menentukan apakah gagal
ginjalnya akut atau kronik. Suatu proses akut disimpulkan bila hasil pemeriksaan lab
yang baru dikerjakan memperlihatkan peningkatan BUN dan kreatinin serum tetapi
pemeriksaan sebelumnya biasanya tidak ada kelainan. Jika diagnostik GGA telah
ditegakkan, ada beberapa hal yang perlu segera dilakukan, yakni:
1). Identifikasi penyebab GGA,
2). Eliminasi faktor pencetus
3). Pencegahan dan pengelolaan komplikasi uremia.(Harrison 2003)
Oligouria (urin < 400 mL/hari) mulai terjadi sehari setelah hipotensi dan
berlangsung hingga 1-3 minggu, namun regresi dapat terjadi dalam beberapa jam atau
berlanjut hingga beberapa minggu tergantung dari durasi iskemia atau beratnya luka
karena toksin. Anuria (output urin < 100 mL/hari) jarang terjadi pada nekrosis tubuler
akut dan 10-20 % kasus tidak mengalami oligouria. Anuria menggambarkan oklusi
arteri renalis bilateral, uropati obstruktif, atau nekrosis kortikal akut. Keadaan non
oligouria biasanya menunjukkan luka yang kurang berat. Output urin dapat bervariasi,
namun peningkatan kadar ureum maupun kreatinin dapat terjadi.
(www.aafp./org.com,2005)
Manifestasi awal lain tergantung pada penyebab dari gagal ginjalnya. Individu
post trauma atau pembedahan dalam kondisi katabolic mungkin akan meningkat lebih
cepat ureumnya. Mereka rentan terhadap hiperkalemia atau hiperfosfatemia karena
pemecahan sel. Aritmia dapat terjadi karena hiperkalemia. Retensi cairan dapat
menyebabkan edema. Gejala gagal jantung kongestif dapat berkembang pada
penderita penyakit jantung. Mual, muntah dan rasa letih dapat menyertai gangguan
keseimbangan elektrolit dan uremia. Efusi pericardial juga dapat terjadi dan
ditemukan pericardial friction rub. Efusi dapat menyebabkan tamponade.
Penyembuhan luka terhambat, dan resiko terjadi infeksi terutama pneumonia menjadi
lebih besar. .(www.aafp./org.com,2005)
VII. Urinalisis
Anuria komplit menunjukkan obstruksi total saluran kemih, tetapi dapat
menimbulkan komplikasi GGA pre renal atau intrinsic yang berat. Fluktuasi yang
besar dalam jumlah urin yang diproduksi memberi kesan obstruksi intermitten
danpasien dengan obstruksi saluran kemih parsial dapat menderita poliuri akibat
gangguan mekanisme konsentrasi urin sekunder.(Harrison,2003)
GGA pre renal, sediment urin khas aseluler, dapat mengandung silinder hialin.
Hyaline casts dibentuk dalam urin yang terkonsentrasi dan unsur urin yang normal,
terutama protein Tamm-Horsfall yang normalnya disekresikan oleh sel epitel Ansa
Henle. GGA post renal memiliki sediment inaktif, meski hematuri dan piuria lazim
dengan penyakit prostate dan obstruksi intra lumen. Silinder granular pigmen (muddy
brown) dan silinder yang mengandung sel epitel tubulus adalah ciri khas nekrosis
tubulus dan memberi kesan GGA iskemik atau nefrotoksik. Silinder eritrosit
menunjukkan cidera glomerulus akut. Silinder leukosit dan silinder granuler tidak
berpigmen memberi kesan nefritis interstitial dan sillinder granuler yang lebar dari
penyakit ginjal kronik mungkin disebabkan oleh fibrosis interstitial dan dilatasi
tubulus. Eosinofiluria (lebih dari 5 % leukosit urin) umumnya ditemukan pada nefritis
interstitial alergik yang diinduksi antibiotic. Eosinofiluria dapat terjadi pada GGA
ateroembolisasi. Krisstal asam urat terdapat pada pasien azotemia prerenal, tapi bila
jumlahnya banyak kesan nefropati urat akut. (Harrison,2003)
X. Komplikasi
GGA menganggu eksresi dari garam, kalium dan air dan menggangu hemeostatis
dan mekanisme asidifikasi urinary. Sebagai akibatnya, GGA sering dikomplikasikan
dengan volume overload intravaskualr, hiponatremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia,
hipermagnesemia dan metabolic asidosis. Pasien juga tidak mampu mengeluarkan
buangan nitrogen dan rentan mengalami sindroma uremia. Kecepatan
berkembangannya dan beratnya komplikasi ini mencerminkan tingkat kerusakan
ginjal dan keadaan kataboliknya. (Harrison,2003)
XI. Terapi
a. Terapi konservatif
Yang dimaksud terapi konservatif adalah penggunaan obat-obatan atau cairan
serta nutrisi dengan tujuan untuk mencegah atau mengurangi progresifitas dan
mortalitas penyakit. Bilamana terapi ini tidak dapat memperbaiki kondisi klinis
penderita, maka dapat diteruskan dengan Terapi Pengganti Ginjal (TPG). Prinsip-
prinsip terapi konservatif adalah sebagai berikut: (Harrison, 2003)
Prinsip terapi konservatif:
Hati-hati pemberian obat yang bersifat nefrotoksik
Hindari keadaan yang menyebabkan deplesi volume cairan ekstraseluler dan
hipotensi
Hindari gangguan keseimbangan elektrolit dan asidosis metabolic.
Hindari instrumentasi (kateterisasi dan sistoskopi) tanpa indikasi medis yang kuat.
Hindari pemeriksaan radiology dengan media kontras tanpa indikasi medis yang
kuat
Kendalikan hipertensi sistemik dan glomerular. Kendalikan hiperglikemi dan ISK
Diet protein yang proporsional
Criteria awal untuk pasien kritis dewasa yang memerlukan terapi pengganti ginjal:
Oliguria (output urin 200ml/12 jam)
Anuria (output urin <50 ml/12 jam)
Hiperkalemia (K+ >6,5 mmol/L)
Asidemia berat (pH <7,1)
Azotemia (urea >30 mmol/L)
Organ signifikan (edema paru)
Ensefalopati uremia
Perikarditis uremia
Neuropati/miopati uremia
Disnatremia berat (Na >160 atau <15 mmol/L)
Hipertermi
Overdosis obat dengan toksin dialysis.
( Bellomo R, Ronco C : Indications and criteria for Initialing RenalReplacement
Theraphy In Intensive Care Unit. Kidbey Int 1998)
Adanya salah satu gejala pada tabel diatas sudah dapat menjadi indikasi untuk
melakukan TPG. Adanya dua atau lebih gejala menjadi indikasi kuat untuk segera
melakukan TPG.
Ada berbagai jenis TPG yang dapat digunakan untuk penderita gagal ginjal akut
kritis. Dewasa ini CRRT (Continous Renal Replacement Therapy) dan SLED
(Sustained Low Efficiency Dialysis) adalah teknik TPG yang paling sering
digunakan. Masing-masing TPG mempunyai indikasi yang spesifik, derajat kesulitan
dalam teknik, monitoring yang berbeda, serta perbedaan dalam biaya pengobatan
yang dibutuhkan.
Berdasarkan prinsip translokasi ion ada 2 jenis TPG, yaitu:
Dialisis (Hemodialisis, dialysis peritoneal), prinsip dasarnya adalah osmosis/
dialysis, dibutuhkan cairan dialisat.
Filtrasi (CRRT,dll) prinsip dasarnya adalah filtrasi/konveksi, dibutuhkan cairan
substitusi.
DAFTAR PUSTAKA
Brady HR, Brenner BM. 2003. Acute Renal Failure. Harrison’s Principal of Medicine
15th edition. Volume II. Chapter 269. Halaman 1541-1550. USA. The Mcgraw-Hill
Companies.
Gray Mikel, Huether E Sue, Forshae. 2006. Alterations of renal and urinary trast function.
Pathophysiology The Biologic Basis for Disease in Adult and Children 5 th edition.
Chapther 36. Halaman 1322-1325. USA : Alsevier Mosby
Needham, Eddie. 2005. t of acute renal failure. American Family Physician Volume 72.
Nomor 9. diakses dari : www.aafp.org/afp
Sukandar, Enday. 1997. Gagal Ginjal Akut. Nefrologi Klinik. Bab VI. Halaman 284-320.
Bandung : Penerbit ITB
Mcphee SJ, Papadakis MA, Tierney LM 2001. Current Medical Diagnosis and
Threatment. 14 th. Chapter 22. Hal 899-904. USA, The Mcbraw-Hiil Companies.
Lang F, Silbernag L.S. 2000. Colour Atlas of Pathophsiology. Chapter 5. 108-110. USA.
Thieme