Sei sulla pagina 1di 16

CLINICAL SCIENCE SESSION

ACUTE KIDNEY INJURY

Disusun oleh :
Nur Khairunnisa binti Juhari 1301-1211-3530
Muhammad Naeim bin Ahmad Salihin 1301-1211-3572
Ke Gervenne 1301-1211-3523

Preceptor :
Ria Bandiara, dr., SpPD-KGH
Lilik Sukesi, dr., SpPD KIC

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN
BANDUNG
2012

ACUTE KIDNEY INJURY

Definisi
Penurunan mendadak dari fungsi ginjal yang menyebabkan ketidakmampuan untuk
mempertahankan cairan hemostatik dan keseimbangan elektrolit dan kemampuan untuk
membuang sisa metabolisme nitrogen (urea-kreatinin) dan non nitrogen

Klasifikasi
Acute Kidney Injury di klasifikasikan berdasarkan RIFLE, yaitu :

GFR/Creatinine criteria Urine Output criteria


Risk Increase in creatinine x1.5 UO < .5ml/kg/hr for 6hrs
Or GFR decrease >25%
Injury Increase in creatinine x 2 UO < .5ml/kg/hr for 12hrs
Or GFR decrease >50%
Failure Increase in creatinine x 3 UO < .3ml/kg/hr for 24 hrs or Anuria for 12hrs
Or GFR decrease >75%
Loss Persistent ARF = complete loss of renal function > 4 weeks
ESRD End Stage Renal Disease > 3 months

Etiologi
Etiologi acute kidney injury dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu:
 Pre-renal failure
 Intrinsic renal failure
 Post-renal failure

a. Gagal ginjal prerenal (Prerenal azotemia)


Gagal ginjal prerenal adalah bentuk yang paling sering dari gagal ginjal akut dan
merupakan respon fisiologik terhadap hipoperfusi ginjal. Gagal ginjal prerenal dapat
dengan cepat direversibel dengan mengembalikan laju darah ke ginjal dan tekanan
ultrafiltrasi glomerulus. Jaringan parenkim ginjal tidak mengalami kerusakan, akan
tetapi hipoperfusi yang berat dapat menyebabkan iskemia pada jaringan parenkim
ginjal dan menjadi gagal ginjal intrinsik. Oleh karena itu, gagal ginjal prerenal dan
gagal ginjal intrinsik yang disebabkan oleh iskemia adalah bagian dari manifestasi
yang luas pada hipoperfusi ginjal. Gagal ginjal prerenal dapat disebabkan oleh
hipovolemia, penurunan curah jantung, vasodilatasi sistemik dan vasokonstriksi ginjal
yang selektif. (Harrison, 2003)
Hipovolemia dapat disebabkan oleh perdarahan, kehilangan cairan melalui
gastrointestinal, dehidrasi, diuresis yang berlebihan, pankreatitis, luka bakar, trauma,
dan peritonitis. (Current, 2001)
Penurunan dari curah jantung dapat disebabkan oleh syok kardiogenik, gagal
jantung, emboli paru, dan perikardial tamponade. Aritmia dan kelainan katup dapat
juga mengurangi curah jantung. Di ruangan ICU ventilasi dengan tekanan positif akan
menurunkan aliran balik vena yang akhirnya akan menyebabkan penurunan curah
jantung. (Current, 2001)
Perubahan pada resistensi vaskuler dapat terjadi secara sistemik dengan terjadinya
sepsis, anafilaktik, anestesi, dan obat-obatan yang menurunkan afterload. ACE
inhibitor akan mencegah vasokonstriksi dari arterioral efferen ginjal sehingga
menurunkan laju filtrasi ginjal. NSAIDs akan mencegah vasodilatasi dari pembuluh
arteriol afferen dengan cara menginhibisi sinyal yang di mediasi oleh prostaglandin.
Sehingga pada sirosis dan gagal jantung dimana prostaglandin digunakan untuk
meningkatkan aliran darah ginjal, NSAIDs memiliki efek yang berlawanan.
Epinefrin, norepinerfrin, obat-obat anestesi dan siklosporin dapat menyebabkan
vasokonstriksi ginjal, stenosis dari arteri ginjal(arteri renal) akan meningkatkan
resistensi dan menurunkan perfusi. (Current, 2001)
Pengelolaan dari gagal ginjal prerenal sangat bergantung pada penyebabnya, akan
tetapi mempertahankan euvolemia dan memperhatikan kadar potasium serum dan
meghindari obat-obatan yang bersifat nefrotoksik merupakan gold standard dari
pengobatan. Hal ini berhubungan dengan penilaian status volume penggunaan obat-
obatan dan fungsi jantung.
b. Gagal Ginjal Intrinsik
Gagal ginjal intrinsik dapat merupakan komplikasi pada penyakit-penyakit di
jaringan parenkim ginjal. Dari segi patologi klinik, gagal ginjal intrinsik dibagi
menjadi:
1. Penyakit pembuluh besar renal
2. Penyakit mikrosirkulasi renal dan glomeruli
3. Iskemik dan nefrotoksik
4. Tubulointerstitial
Sebagian besar dari gagal ginjal intrinsik dipicu oleh iskemik dan nefrotoksin
yang dapat menyebabkan kerusakan sehingga memicu terjadinya nekrosis tubuler
akut. (Harrison, 2003)

c. Gagal Ginjal Postrenal


Gagal ginjal postrenal jarang ditemukan. Diperkirakan hanya terdapat 5 % dari
seluruh kasus gagal ginjal akut. Hal ini terjadi apabila aliran urin dari kedua ginjal
terobstruksi. Masing-masing nefron memiliki tekanan intraluminal yang meningkat
sehingga laju filtrasi glomerular menurun.(Current,2001)
Gagal ginjal postrenal dapat disebabkan oleh obstruksi uretra, disfungsi atau
obstruksi dari kandung kemih dan obstruksi dari kedua ureter dan pelvis renal. Pada
laki-laki, Benign Prostat Hiperplasia (BPH) merupakan penyebab tersering. Pasien
yang mengkonsumsi obat-obatan kolinergik memiliki faktor resiko. Penyebab yang
jarang ditemukan adalah batu uretra bilateral, batu uretra atau striktur uretra dan
nekrosis papillary bilateral. Pada pasien yang memiliki hanya satu ginjal, obstruksi
tunggal pada ureter dapat menyebabkan gagal ginjal postrenal. (Current,2001)
Pasien yang anuria ataupun poliuria dan mengeluh nyeri pada perut bawah patut
untuk dicurigai. Obstruksi dapat bersifat menetap ataupun hilang timbul. Pada
pemeriksaan, dapat ditemukan prostat yang membesar, kandung kemih yang
mengembang atau ditemukannya massa pada daerah pelvis. Pada pemeriksaan
laboratorium, pada awalnya akan menunjukkan osmolalitas urin yang meninggi,
penurunan sodium urin, dan peningkatan rasio BUN: kreatinin. Setelah beberapa hari
sodium urin akan meningkat sejalan dengan gagalnya ginjal untuk berfungsi dan tidak
mampu untuk mengkonsentrasikan urin sehingga isotenuria tampak. Sedimen urin
biasanya ringan. Pasien dengan gagal ginjal akut dan dicurigai gagal ginjal postrenal
harus melakukan ultrasonografi dan kateterisasi kandung kemih apabila hidroureter
dan hidronefrosis tampak bersamaan dengan pembesaran kandung kemih. Pasien-
pasien ini harus melalui diuresis post obstruktif dan harus diperhatikan pencegahan
terhadap dehidrasi. Pengobatan yang tepat untuk obstruksi ini dengan menggunakan
kateter dapat memberikan hasil reversibel yang komplit pada proses akut. (Current,
2001)

III. Patofisiologi
Ada tiga patofisiologi utama dari penyebab acute kidney injury (AKI) :
1. Penurunan perfusi ginjal (pre-renal)
2. Penyakit intrinsik ginjal (renal)
3. Obstruksi renal akut (post renal)
- Bladder outlet obstruction (post renal)
- Batu, trombus atau tumor di ureter

1.Gagal Ginjal Akut Pre Renal (Azotemia Pre Renal)


Gagal Ginjal akut prerenal merupakan kelainan fungsional,tanpa adanya kelainan
histologik/morfologik pada nefron yang paling sering menyebabkan gagal ginjal akut
(GGA) karena adanya ketidakseimbangan aliran darah ginjal (renal blood flow) yang
mengakibatkan penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) karena penurunan tekanan
filtrasi. Aliran darah ginjal walaupuin berkurang masih dapat memberikan oksigen
dan substrat metabolik yang cukup kepada sel-sel tubulus. Sebetulnya
menggambarkan respon fisiologis terhadap hipoperfusi ginjal ringan hingga sedang.
Hipoperfusi disebabkan adanya vasokonstriksi renal, hipotensi, hipovolemia,
perdarahan, atau ketidakmampuan curah jantung (gagal jantung).
Gagal ginjal akut prerenal dapat menjadi gagal ginjal kronik karena keadaan
stress yang tiba-tiba pada fungsi ginjal yang sudah mulai menurun. Kegagalan untuk
mengemablikan volume darah atau tekanan darah dapat mengakibatkan nekrosis
tubular akut atau nekrosis kortikal akut.
2.Gagal Ginjal Akut Intra Renal (azotemia Intrinsik Renal)
Gagal ginjal akut intra renal merupakan komplikasi dari beberapa penyakit
parenkim ginjal. Berdasarkan lokasi primer kerusakan tubulus penyebab gagal ginjal
akut inta renal, yaitu :
1. Pembuluh darah besar ginjal
2. Glomerulus ginjal
3. Tubulus ginjal : nekrosi tubular akut
4. Interstitial ginjal
Gagal ginjal akut intra renal yang sering terjadi adalah nekrosi tubular akut
disebakan oleh keadaan iskemia dan nefrotoksin

3.Gagal Ginjal Akut Post Renal


Keadaan ini jarang terjadi, biasanya bersamaan dengan obstruksi saluran kemih
yang mengenai kedua ginjal (Bladder outlet obstruction). Obstruksi menyebabkan
peningkatan tekanan intra luminla disertai laju filtrasi glomerulus yang menurun
secara bertahap.
Manifestasi klinis yang terjadi adalah sakit pinggang dengan anuria yang
berlangsung beberapa jam kemudian disertai poliuria. Penyebab gagal ginjal akut
postrenal dapat disebabkan oleh tindakan pemasangan kateter yang dapat
memnyebabkan edema pada lumen tubular

IV. Patogenesis
Pada keadaan hipoksia atau iskemia, cadangan ATP dan aktifitas ATP-ase akan
diikuti penurunan cadangan energi dari sel-sel. Perubahan-perubahan ini akan
menyebabkan gangguan transport ion keluar dan masuk ke dalam sel terutama Na, K,
dan Ca. (Enday Sukandar,2006)
Perubahan transport ion-ion menyebabkan kenaikan konsentrasi ion Na intrasel
dan K ekstrasel, diikuti depolarisasi membran sel. Di dalam sel mitokondria akan
menangkap Ca, tetapi jumlah Ca yang berlebih akan merusak dan menimbulkan
pembengkakan serta lisis membran mitokondria, klasifikasi, dan pembentukan
matriks yang amorf dan menimbulkan kerusakan mitokondria. (Enday
Sukandar,2006)
Pada keadaan normal asam amino intrasel lebih tinggi daripada ekstrasel untuk
mempertahankan berbagai macam jejas, tetapi pergeseran asam amino ke ruang
ekstraseluler dapat menyebabkan penurunan konsentrasi glisin yang dianggap sebagai
pelindung sel sehingga sel akan lebih rentan terhadap berbagai jejas. Kerusakan sel-
sel (nekrosis atau disfungsi) berhubungan dengan beberapa keadaan patologi berikut:
a). Kenaikan asupan kalsium (Ca) seluler akibat kerusakan membran sel
b). Penurunan keluaran Ca akibat gangguan sintesis mitokondria
c). Gangguan peranan mitokondria yang bertindak sebagai buffer Ca.
Semua keadaan patologi tersebut menyebabkan kenaikan sistolik Ca, diikuti
perubahan hemodinamik ginjal dan kerusakan sel-sel epitel tubulus ginjal. (Enday
Sukandar,2006)

V. Gambaran Klinik
Pada pasien dengan azotemia harus diperiksa untuk menentukan apakah gagal
ginjalnya akut atau kronik. Suatu proses akut disimpulkan bila hasil pemeriksaan lab
yang baru dikerjakan memperlihatkan peningkatan BUN dan kreatinin serum tetapi
pemeriksaan sebelumnya biasanya tidak ada kelainan. Jika diagnostik GGA telah
ditegakkan, ada beberapa hal yang perlu segera dilakukan, yakni:
1). Identifikasi penyebab GGA,
2). Eliminasi faktor pencetus
3). Pencegahan dan pengelolaan komplikasi uremia.(Harrison 2003)
Oligouria (urin < 400 mL/hari) mulai terjadi sehari setelah hipotensi dan
berlangsung hingga 1-3 minggu, namun regresi dapat terjadi dalam beberapa jam atau
berlanjut hingga beberapa minggu tergantung dari durasi iskemia atau beratnya luka
karena toksin. Anuria (output urin < 100 mL/hari) jarang terjadi pada nekrosis tubuler
akut dan 10-20 % kasus tidak mengalami oligouria. Anuria menggambarkan oklusi
arteri renalis bilateral, uropati obstruktif, atau nekrosis kortikal akut. Keadaan non
oligouria biasanya menunjukkan luka yang kurang berat. Output urin dapat bervariasi,
namun peningkatan kadar ureum maupun kreatinin dapat terjadi.
(www.aafp./org.com,2005)
Manifestasi awal lain tergantung pada penyebab dari gagal ginjalnya. Individu
post trauma atau pembedahan dalam kondisi katabolic mungkin akan meningkat lebih
cepat ureumnya. Mereka rentan terhadap hiperkalemia atau hiperfosfatemia karena
pemecahan sel. Aritmia dapat terjadi karena hiperkalemia. Retensi cairan dapat
menyebabkan edema. Gejala gagal jantung kongestif dapat berkembang pada
penderita penyakit jantung. Mual, muntah dan rasa letih dapat menyertai gangguan
keseimbangan elektrolit dan uremia. Efusi pericardial juga dapat terjadi dan
ditemukan pericardial friction rub. Efusi dapat menyebabkan tamponade.
Penyembuhan luka terhambat, dan resiko terjadi infeksi terutama pneumonia menjadi
lebih besar. .(www.aafp./org.com,2005)

VI. Pemeriksaan Klinik


1. Gambaran klinik Pre renal ARF:
- Rasa haus
- Hipotensi ortostatik
- Takikardi
- Penurunan tekanan vena jugularis
- Penurunan turgor kulit
- Selaput lendir kering
- Berkurangnya keringat aksila
- Data penurunan secara progresif output urin dan baru saja mendapat
pengobatan NSAIDs, ACE Inhibitors, Angiotensin II receptor blocker.
Diagnosis azotemia pre renal hanya dapat dibuat bila perbaikan perfusi ginjal
mengakibatkan resolusi ginjal.( Harrison,2003)

2. Gambaran klinis Renal ARF


Disebabkan oleh iskemia yang mungkin dijumpai pada GGA dengan hipoperfusi
ginjal yang lama dan berat sebagai komplikasi hipovolemia atau syok septic atau
operasi mayor. Diagnosis GGA nefrotoksik perlu riwayat data klinis, catatan farmasi,
perawatan dan radiologik terapi nefrotoksik atau penggunaan zat radiokontras.
Walaupun GGA iskemia dan nefrotoksik terjadi lebih dari 90 % pada intrinsic
renal ARF, penyakit parenkim ginjal lainnya perlu dipertimbangkan. Nyeri tumpul
tampak dominan pada penyumbatan arteri dan vena renalis akut, pada pielonefritis
akut, dan glomerulonefritis nekrosis akut. Nodul subkutan kemih, collecting system
dan capsule. Nyeri kolik tumpul yang menjalar ke paha,plak arteriola retina berwarna
orange dan iskemia digital meski teraba nadi di kaki, memberi kesan ateroembolisme.
GGA yang dengan oliguri, edema, hipertensi dan sediment urin yang aktif ( sindroma
nefritis) memberi kesan glomerulonefritis perlu dicari tahu pemyebab sekunder
( SLE, endokarditis bakterialis, krioglobulinemi). Demam, artralgia, dan ruam
eritomatosa pruritus memberi kesan nefritis interstitial alergik, meskipun gambaran
hipersensitivitas sistemik sering tampak.(Harrison,2003)

3. Gambaran Klinis post-renal ARF


Dapat asimptomatik bila obstruksi berjalan lambat, nyeri pinggang atau
suprapubik dijumpai bila ada distemsi akut pada kandung mberi kesan obstruksi
ureter akut. Diagnosa definitif azotemia pasca renal biasanya bergantung pada adanya
penggunaan pemeriksaan radiologik dan perbaikan fungsi ginjal yang cepat bila
obstruksinya dihilangkan.(Harrison,2003)

VII. Urinalisis
Anuria komplit menunjukkan obstruksi total saluran kemih, tetapi dapat
menimbulkan komplikasi GGA pre renal atau intrinsic yang berat. Fluktuasi yang
besar dalam jumlah urin yang diproduksi memberi kesan obstruksi intermitten
danpasien dengan obstruksi saluran kemih parsial dapat menderita poliuri akibat
gangguan mekanisme konsentrasi urin sekunder.(Harrison,2003)
GGA pre renal, sediment urin khas aseluler, dapat mengandung silinder hialin.
Hyaline casts dibentuk dalam urin yang terkonsentrasi dan unsur urin yang normal,
terutama protein Tamm-Horsfall yang normalnya disekresikan oleh sel epitel Ansa
Henle. GGA post renal memiliki sediment inaktif, meski hematuri dan piuria lazim
dengan penyakit prostate dan obstruksi intra lumen. Silinder granular pigmen (muddy
brown) dan silinder yang mengandung sel epitel tubulus adalah ciri khas nekrosis
tubulus dan memberi kesan GGA iskemik atau nefrotoksik. Silinder eritrosit
menunjukkan cidera glomerulus akut. Silinder leukosit dan silinder granuler tidak
berpigmen memberi kesan nefritis interstitial dan sillinder granuler yang lebar dari
penyakit ginjal kronik mungkin disebabkan oleh fibrosis interstitial dan dilatasi
tubulus. Eosinofiluria (lebih dari 5 % leukosit urin) umumnya ditemukan pada nefritis
interstitial alergik yang diinduksi antibiotic. Eosinofiluria dapat terjadi pada GGA
ateroembolisasi. Krisstal asam urat terdapat pada pasien azotemia prerenal, tapi bila
jumlahnya banyak kesan nefropati urat akut. (Harrison,2003)

VIII. Pemeriksaan Penunjang Diagnosa


1. Pemeriksaan laboratorium
Analisa urin rutin: proteinuria positif 1-3, silinder titik kasar, macam-macam sel
( debris, leukosit,eritrosit), berat jenis.
Analisa urin khusus : natrium, ureum, kreatinin, osmolaritas, fibrin degradation
product (FDP)
Biakan rutin
2. Pemeriksaan Darah
Darah rutin : Hb, Leukosit, laju endap darah, Ht, morfologi darah tepi.
Darah Khusus : FDP serum, trombosit, fibrinogen, waktu protrombin.
Faal Ginjal : Laju Filtrasi Glomerulus( ureum dan kreatinin serum), Penjernihan
kratinin ( creatinin clearance), faal tubulus.
3. Pemeriksaan EKG rutin pada pasien gagal ginjal akut.
Pemeriksaan ini penting untuk menentukan diagnosis dan tindak lanjut
hiperkalemia.
4. Prosedur Pencitraan ginjal
Beberapa prosedur pemeriksaan ginjal seperti foto polos perut, USG ginjal dan
saluran kemih. CT scan dan renografi hippuran, sangat penting untuk menentukan
diagnosis banding :
a. Nekrosis akut tubular (nefropati vasomotor)
b. Nefrosis akut tubular nefrotoksik
c. Gagal ginjal akut glomerulopati
d. Nefropati obstruktif akut (GGA post renal).
(Enday Sukandar,2006)

IX. Pemeriksaan Laboratorium (Enday Sukandar,2006)


Analisa pengukuran kreatinin serum secara berkala mungkin bermanfaat untuk
diagnosis banding terhadap penyebab GGA. Pada GGA prerenal dicirikan dengan
fluktuasi nilainya yang parallel dengan fungsi hemodinamik. Kraetini serum
meningkat dengan cepat ( nyata dalam 24 sampai 48 jam) pada GGA yang
disebabkan oleh iskemia ginjal, arteroembolisasi dan pemajanan dengan bahan
radiokontras.
Puncak kadar kreatinin pada nefropati kontras biasanya diamati setelah 3-5 hari
dan kembali normal dalam 5-7 hari. Berbeda dengan puncak kadar kreatinin
khususnya yang lambat (7-10 hari) pada GGA iskemik dan penyakit arteroembolik.
Pada banyak terapi dengan zat yang toksik terhadap sel tubulus, cirri peningkatan
awal kadar kreatinin serumnya melambat sampai minggu kedua terapi dan
kemungkinan menunjukkan adanya penumpukan zat tersebut didalam sel sebelum
GFR jatuh. Hiperkalemi, hidrofosfatemia,hipokalsemia dan peningkatan asam urat
dalam serum dan kinase kreatini memberi kesan rhabdomyolisis. Hiperuesemia > 900
umol/L (>15 mg/dL) berhubungan dengan hiperkalemia, hiperfosfatemia dengan
meningkat kadar laktat dehidrogenase (LDH) dalam sirkulasi dapat menunjukan
nefropati urat akut dan tumor lysis syndrome yang mengikuti proses kemoterapi
kanker. Menebalnya anion serum dan osmolal gap mengindikasikan adanya
keracunan etilen glikol dan methanol. Anemia berat tanpa perdarahan meningkatkan
kemungkinanan adanya hemolisis, multiple myeloma atau mikroangiopati trombotik.
Eosinofillia sistemik menyimpulkan adanya nefritis intersisial alergi tetapi dapat juga
merupakan penyakit arteroembolik dan poliangitis nodosa.

X. Komplikasi
GGA menganggu eksresi dari garam, kalium dan air dan menggangu hemeostatis
dan mekanisme asidifikasi urinary. Sebagai akibatnya, GGA sering dikomplikasikan
dengan volume overload intravaskualr, hiponatremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia,
hipermagnesemia dan metabolic asidosis. Pasien juga tidak mampu mengeluarkan
buangan nitrogen dan rentan mengalami sindroma uremia. Kecepatan
berkembangannya dan beratnya komplikasi ini mencerminkan tingkat kerusakan
ginjal dan keadaan kataboliknya. (Harrison,2003)

XI. Terapi
a. Terapi konservatif
Yang dimaksud terapi konservatif adalah penggunaan obat-obatan atau cairan
serta nutrisi dengan tujuan untuk mencegah atau mengurangi progresifitas dan
mortalitas penyakit. Bilamana terapi ini tidak dapat memperbaiki kondisi klinis
penderita, maka dapat diteruskan dengan Terapi Pengganti Ginjal (TPG). Prinsip-
prinsip terapi konservatif adalah sebagai berikut: (Harrison, 2003)
Prinsip terapi konservatif:
 Hati-hati pemberian obat yang bersifat nefrotoksik
 Hindari keadaan yang menyebabkan deplesi volume cairan ekstraseluler dan
hipotensi
 Hindari gangguan keseimbangan elektrolit dan asidosis metabolic.
 Hindari instrumentasi (kateterisasi dan sistoskopi) tanpa indikasi medis yang kuat.
 Hindari pemeriksaan radiology dengan media kontras tanpa indikasi medis yang
kuat
 Kendalikan hipertensi sistemik dan glomerular. Kendalikan hiperglikemi dan ISK
 Diet protein yang proporsional

Tujuan terapi konservatif adalah:


 Mencegah memburuknya faal ginjal secara progresif
 Meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia
 Mempertahankan dan memperbaiki metabolisme secara optimal
 Memlihara keseimbangan cairan dan elektrolit
Pada dasarnya terapi konservatif (suportif) adalah untuk menjaga homeostasis
tubuh dengan mengurangi efek buruk akibat komplikasi gagal ginjal akut. Di bawah
ini beberapa terapi konservatif beserta dosis obat yang dianjurkan.

Terapi konservatif/suportif pada gagal ginjal akut.


Komplikasi Pengobatan
Volume intravaskuler overload Restriksi garam (1-2 gr/hari) dan (biasanya
< 1L/hari) Diuretik (biasanya loop diuretic
+/- thiazid) Ultrafiltrasi atau dialysis
Hiponatremia Restriksi intake air (<1 L/hari), hindari
cairan intravena hipotonik (dekstrose)
Hiperkalemia Restriksi intake K+ (, 40 mmol/hari)
kurangi suplemen kalium dan diuretic yang
mengandung K+. pemberian glukosa 50 ml
atau 50% dekstrose dan insulin 10 unit
Natrium bikarbonat 50-100 mmol
Β2 agonis perinhalasi (albuterol/salbutamol
10-20 mg inhalasi atau 0,5-1 mg IV)
Asidosis metabolic Diet rendah protein 0.8-1 gr/kg/hari
Natrium bikarbonat (serum bikarbonat > 15
mmol/L dan pH arteri >7,2)
Hiperfosfatemia Diet rendah fosfat <800mg/hari obat
pengikat fosfat (kalsium asetat, kalsium
karbonat, aluminium hidroksids)
Hipokalsemia Kalsium karbonat (bila terdapat gejala)
kalsium glukonat
Hipermagnesemia Hentikan penggunaan antacid
Hiperurisemia Pengobatan belum perlu jika kadar asam
urat , 15 mg/dL atau <890 µmol
Nutrisi Diet rendah protein 0,6 gr/kg/hari
From: Kierann N, Brady Hr : Clinical Evaluation, Management and outcome of Acute
Renal Failure
b. Terapi Pengganti Ginjal
Yang dimaksud Terapi Pengganti Ginjal (TPG) adalah usaha untuk menggantikan
fungsi ginjal penderita yang telah menurun dengan menggunakan ginjal buatan
(dialisis/hemofiltrasi). Pada TPG seperti dialysis atau hemofiltrasi yang dapat diganti
hanya fungsi eksokrin dan fungsi pengaturan cairan dan elektrolit, serta ekskresi sisa-
sisa metabolisme protein. Sedangkan fungsi endokrin seperti fungsi pengaturan
tekanan darah, pembentukan eritrosit, fungsi hormonal maupun integritas tulang tidak
dapat digantikan oleh jenis terapi ini. Indikasi TPG pada penderita gagal ginjal akut
sangat berbeda bila dibandingkan dengan indikasinya pada gagal ginjal terminal.
Indikasi TPG pada gagal ginjal akut adalah untuk mempertahankan homeostasis
tubuh (live or organ saving) dengan melakukan perbaikan terhadap gangguan-
gangguan homeostasis yang terjadi, disamping dapat menghindari terjadinya
overhidrasi akibat pengobatan. Sedangkan pada gagal ginjal terminal adalah untuk
menggantikan fungsi ginjal secara permanent. Dibawah ini daftar indikasi TPG untuk
penderita gagal ginjal akut:

Criteria awal untuk pasien kritis dewasa yang memerlukan terapi pengganti ginjal:
 Oliguria (output urin 200ml/12 jam)
 Anuria (output urin <50 ml/12 jam)
 Hiperkalemia (K+ >6,5 mmol/L)
 Asidemia berat (pH <7,1)
 Azotemia (urea >30 mmol/L)
 Organ signifikan (edema paru)
 Ensefalopati uremia
 Perikarditis uremia
 Neuropati/miopati uremia
 Disnatremia berat (Na >160 atau <15 mmol/L)
 Hipertermi
 Overdosis obat dengan toksin dialysis.
( Bellomo R, Ronco C : Indications and criteria for Initialing RenalReplacement
Theraphy In Intensive Care Unit. Kidbey Int 1998)
Adanya salah satu gejala pada tabel diatas sudah dapat menjadi indikasi untuk
melakukan TPG. Adanya dua atau lebih gejala menjadi indikasi kuat untuk segera
melakukan TPG.
Ada berbagai jenis TPG yang dapat digunakan untuk penderita gagal ginjal akut
kritis. Dewasa ini CRRT (Continous Renal Replacement Therapy) dan SLED
(Sustained Low Efficiency Dialysis) adalah teknik TPG yang paling sering
digunakan. Masing-masing TPG mempunyai indikasi yang spesifik, derajat kesulitan
dalam teknik, monitoring yang berbeda, serta perbedaan dalam biaya pengobatan
yang dibutuhkan.
Berdasarkan prinsip translokasi ion ada 2 jenis TPG, yaitu:
 Dialisis (Hemodialisis, dialysis peritoneal), prinsip dasarnya adalah osmosis/
dialysis, dibutuhkan cairan dialisat.
 Filtrasi (CRRT,dll) prinsip dasarnya adalah filtrasi/konveksi, dibutuhkan cairan
substitusi.
DAFTAR PUSTAKA

Brady HR, Brenner BM. 2003. Acute Renal Failure. Harrison’s Principal of Medicine
15th edition. Volume II. Chapter 269. Halaman 1541-1550. USA. The Mcgraw-Hill
Companies.

Gray Mikel, Huether E Sue, Forshae. 2006. Alterations of renal and urinary trast function.
Pathophysiology The Biologic Basis for Disease in Adult and Children 5 th edition.
Chapther 36. Halaman 1322-1325. USA : Alsevier Mosby

Needham, Eddie. 2005. t of acute renal failure. American Family Physician Volume 72.
Nomor 9. diakses dari : www.aafp.org/afp

Sukandar, Enday. 1997. Gagal Ginjal Akut. Nefrologi Klinik. Bab VI. Halaman 284-320.
Bandung : Penerbit ITB

Mcphee SJ, Papadakis MA, Tierney LM 2001. Current Medical Diagnosis and
Threatment. 14 th. Chapter 22. Hal 899-904. USA, The Mcbraw-Hiil Companies.

Lang F, Silbernag L.S. 2000. Colour Atlas of Pathophsiology. Chapter 5. 108-110. USA.
Thieme

Potrebbero piacerti anche