Sei sulla pagina 1di 11

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN

TETRALOGI FALLOT(TF)
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN
TETRALOGI FALLOT(TF)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tetralogi fallot (TOF) merupakan penyakit jantung sianotik yang paling banyak ditemukan
dimana tetralogi fallot menempati urutan keempat penyakit jantung bawaan pada anak
setelah defek septum ventrikel,defek septum atrium dan duktus arteriosus persisten,atau
lebih kurang 10-15 % dari seluruh penyakit jantung bawaan, diantara penyakit jantung
bawaan sianotik Tetralogi fallot merupakan 2/3 nya. Tetralogi fallot merupakan penyakit
jantung bawaan yang paling sering ditemukan yang ditandai dengan sianosis sentral akibat
adanya pirau kanan ke kiri.
Dari banyaknya kasus kelainan jantung serta kegawatan yang ditimbulkan akibat kelainan
jantung bawaan ini, maka sebagai seorang perawat dituntut untuk mampu mengenali tanda
kegawatan dan mampu memberikan asuhan keperawatan yang tepat (Staf IKA, 2007).

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang didapatkan antara lain:
1. Apa definisi dari penyakit tetralogi fallot?
2. Apa saja etiologi dari penyakit tetralogi fallot?
3. Bagaimana patofisiologi penyakit tetralogi fallot?
4. Apa gejala dan tanda penyakit tetralogi fallot?
5. Apa saja komplikasi dari penyakit tetralogi fallot?
6. Apa saja pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk penyakit tetralogi fallot?
7. Bagaimana pengobatan penyakit tetralogi fallot?

C. Tujuan
Adapun tujuan yang didapatkan antara lain:
1. Agar dapat menjelaskan definisi dari penyakit tetralogi fallot
2. Agar dapat menjelaskan etiologi dari penyakit tetralogi fallot
3. Agar dapat menjelaskan patofisiologi penyakit tetralogi fallot
4. Agar dapat menjelaskan gejala dan tanda penyakit tetralogi fallot
5. Agar dapat menjelaskan komplikasi dari penyakit tetralogi fallot
6. Agar dapat menjelaskan pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk penyakit tetralogi
fallot
7. Agar dapat menjelaskan pengobatan penyakit tetralogi fallot

BAB II
KONSEP DASAR

A. PENGERTIAN
Tetralogi fallot (TF) adalah kelainan jantung dengan gangguan sianosis yang ditandai
dengan kombinasi 4 hal yang abnormal meliputi Defek septum ventrikel, Stenosis pulmonal,
Overriding aorta, dan Hipertrofi ventrikel kanan.
1. Defek septum ventrikel : adanya lubang di sekat pemisah bilik kiri (ventrikel kiri) dengan
bilik kanan (ventrikel kanan)
2. Stenosis pulmonal : penyempitan klep pembuluh darah yang keluar dari bilik kanan
menuju paru, bagian otot dibawah klep juga menebal dan menimbulkan penyempitan
3. Overriding Aorta : pembuluh darah utama yang keluar dari bilik kiri mengangkang sekat
bilik, sehingga seolah-olah sebagian aorta keluar dari bilik kanan
4. Hipertrofi ventrikel kanan :,penebalan otot bilik kanan akibat kerja keras (karena jalan
keluarnya terhambat) dan tekanan dalam rongga ini meningkat.
Komponen yang paling penting dalam menentukan derajat beratnya penyakit adalah
stenosis pulmonal dari sangat ringan sampai berat. Stenosis pulmonal bersifat progresif ,
makin lama makin berat.

B. ETIOLOGI
Pada sebagian besar kasus, penyebab penyakit jantung bawaan tidak diketahui secara pasti.
Diduga karena adanya faktor endogen dan eksogen. Faktor – factor tersebut antara lain :
Faktor Endogen
1. Berbagai jenis penyakit genetik : Kelainan kromosom
2. Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan
3. Adanya penyakit tertentu dalam keluarga seperti diabetes melitus, hipertensi, penyakit
jantung atau kelainan bawaan
Faktor eksogen : Riwayat kehamilan ibu
1. Sebelumnya ikut program KB oral atau suntik, minum obat-obatan tanpa resep dokter,
(thalidmide, dextroamphetamine, aminopterin, amethopterin, jamu)
2. Ibu menderita penyakit infeksi : Rubella
3. Pajanan terhadap sinar –X
Para ahli berpendapat bahwa penyebab endogen dan eksogen tersebut jarang terpisah
menyebabkan penyakit jantung bawaan. Apapun sebabnya, pajanan terhadap faktor
penyebab harus ada sebelum akhir bulan kedua kehamilan, oleh karena pada minggu ke
delapan kehamilan pembentukan jantung janin sudah selesai

C. PATOFISIOLOGI
Tetralogi fallot merupakan kelainan “Empat Sekawan“ yang terdiri dari defek septum
ventrikel, overriding aorta, stenosis infundibuler dan hipertrofi ventrikel kanan. Secara
anatomis sesungguhnya tetralogi fallot merupakan suatu defek ventrikel subaraortik yang
disertai deviasi ke anteriol septum infundibuler (bagian basal dekat dari aorta). Devisiasi ini
menyebabkan akar aorta bergeser ke depan (dekstroposisi aorta), sehinnga terjadi
overriding aorta terhadap septum interventrikuler, stenosis pada bagian infundibuler
ventrikel kanan dan hipoplasia arteri pulmonal. Pada tetralogi fallot, overriding aorta
biasanya tidak melebihi 50 %. Apabila overriding aorta melebihi 50 %, hendaknya
dipikirkan kemungkinan adanya suatu outlet ganda ventrikel kanan.
Devisiasi septum infindibuler ke arah anteriol ini sesungguhnya merupakan bagian yang
paling esensial pada tetralogi fallot.Itulah sebabnya suatu defek septum ventrikel dan
overriding aorta yang disertai stenosis pulmonal valvuler misalnya, tidak bisa disebut
sebagai tetralogi fallot apabila tidak terdapat devisiasi septum infundibuler ke anteriol.
Kadang-kadang tetralogi fallot disertai pada adanya septum antrium sekunder dan
kelompok kelainan ini disebut sebagai tetralogi fallot
Betapapun tekanan dalam ventrilel kanan meninggi karena obstruksi infundibuler, tapi
dengan adanya defek septum ventrikel pada tetralogi fallot, daerah didorong ke kiri masuk
ke aorta, sehingga tekanan dalam ventrikel kanan, ventrikel kiri dan aorta relative menjadi
sama. Itulah sebabnya mungkin mengapa pada tetralogi fallot jarang terjadi gagal jantung
kongestif, berbeda dengan stenosis pulmonal yang berat tanpa disertai defek septum
ventrikel, gagal jantung kongestif bisa saja melebihi tekanan sistemik
Sianosis merupakan gejala tetralogi fallot yang utama.Berat ringanya sianosis ini tergantung
dari severitas stenosis infindibuler yang terjadi pada tetralogi fallot dan arah pirau
interventrikuler.Sianosis dapat timbul semenjak lahir dan ini menandakan adanya suatu
stenosis pulmonal yang berat atau bahkan atresia pulmonal atau bisa pula sianosois timbul
beberapa bulan kemudian pada stenosis pulmonal yang ringan. Sianosis biasanya
berkembang perlahan-lahan dengan bertambahnya usia dan ini menandakan adanya
peningkatan hipertrofi infindibuler pulmonal yang memperberat obstruksi pada bagian itu
Stenosis infindibuler merupakan beban tekanan berlebih yang kronis bagi ventrkel kanan,
sehingga lama-lama ventrikel kanan mengalami hipertrofi. Disamping itu, dengan
meningkatnya usia dan meningkatnya tekanan dalam ventrikel kanan, kolateralisasi aorta
pulmonal sering tumbuh luas pada tetralogi fallot, melalui cabang-cabang mediastinal,
brokhial, esophageal, subklavika dan anomaly arteri lainya. Kolateralisasi ini disebut
MAPCA ( major aorta pulmonary collateral arteries )

D. TANDA DAN GEJALA


a. Sianosis
Obstruksi aliran darah keluar ventrikel kanan  hipertropi infundibulum meningkat 
obstruksi meningkat disertai pertumbuhan yang semakin meningkat  sianosis.
b. Dispnea
Terjadi bila penderita melakukan aktifitas fisik.
c. Serangan-serangan dispnea paroksimal (serangan-serangan anoksia biru)
Semakin bertambah usia, sianosis bertambah berat  umum pada pagi hari.

d. Keterlambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan


Gangguan pada pertambahan tinggi badan terutama pada anak, keadaan gizi kurang dari
kebutuhan normal, pertumbuhan otot-otot dari jaringan subkutan terlihat kendur dan
lunak, masa pubertas terlambat.
e. Denyut pembuluh darah normal
Jantung baisanya dalam ukuran normal, apeks jantung jela sterlihat, suatu getaran sistolis
dapat dirasakan di sepanjang tepi kiri tulang dada, pada celah parasternal 3 dan 4.
f. Bising sistolik
Terdengar keras dan kasar, dapat menyebar luas, tetapi intensitas terbesar pada tepi kiri
tulang dada

E. KOMPLIKASI
Komplikasi dari gangguan ini antara lain :
1. Penyakit vaskuler pulmonel
2. Deformitas arteri pulmoner kanan
3. Perdarahan hebat terutama pada anak dengan polistemia
4. Emboli atau thrombosis serebri, resiko lebih tinggi pada polisistemia, anemia, atau
sepsis
5. Gagal jantung kongestif jika piraunya terlalau besar
6. Oklusi dini pada pirau
7. Hemotoraks
8. Sianosis persisten
9. Efusi pleura
10. Trombosis Pulmonal
11. Anemia relative

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
Ditemukan adanya peningkatan hemoglobin dan hematokrit (Ht) akibat saturasi oksigen
yang rendah. Pada umumnya hemoglobin dipertahankan 16-18 gr/dl dan hematokrit antara
50-65 %. Nilai BGA menunjukkan peningkatan tekanan partial karbondioksida (PCO2),
penurunan tekanan parsial oksigen (PO2) dan penurunan PH. Pasien dengan Hg dan Ht
normal atau rendah mungkin menderita defisiensi besi.
2. Radiologis
Sinar X pada thoraks menunjukkan penurunan aliran darah pulmonal, tidak ada
pembesaran jantung, gambaran khas jantung tampak apeks jantung terangkat sehingga
seperti sepatu.
3. Elektrokardiogram
Pada EKG sumbu QRS hampir selalu berdeviasi ke kanan. Tampak pula hipertrofi ventrikel
kanan. Pada anak besar dijumpai P pulmonal
4. Ekokardiografi
Memperlihatkan dilatasi aorta, overriding aorta dengan dilatasi ventrikel kanan, penurunan
ukuran arteri pulmonalis & penurunan aliran darah ke paru-paru
5. Kateterisasi
Diperlukan sebelum tindakan pembedahan untuk mengetahui defek septum ventrikel
multiple, mendeteksi kelainan arteri koronari dan mendeteksi stenosis pulmonal perifer.
Mendeteksi adanya penurunan saturasi oksigen, peningkatan tekanan ventrikel kanan,
dengan tekanan pulmonalis normal atau rendah

G. PENATALAKSANAAN
Pada penderita yang mengalami serangan sianosis maka terapi ditujukan untuk memutus
patofisiologi serangan tersebut, antara lain dengan cara :
1. Posisi lutut ke dada agar aliran darah ke paru bertambah
2. Morphine sulfat 0,1-0,2 mg/kg SC, IM atau IV untuk menekan pusat pernafasan dan
mengatasi takipneu.
3. Bikarbonas natrikus 1 Meq/kg BB IV untuk mengatasi asidosis
4. Oksigen dapat diberikan, walaupun pemberian disini tidak begitu tepat karena
permasalahan bukan karena kekurangan oksigen, tetapi karena aliran darah ke paru
menurun. Dengan usaha diatas diharapkan anak tidak lagi takipnea, sianosis berkurang dan
anak menjadi tenang. Bila hal ini tidak terjadi dapat dilanjutkan dengan pemberian
5. Propanolo l 0,01-0,25 mg/kg IV perlahan-lahan untuk menurunkan denyut jantung
sehingga seranga dapat diatasi. Dosis total dilarutkan dengan 10 ml cairan dalam spuit, dosis
awal/ bolus diberikan separohnya, bila serangan belum teratasi sisanya diberikan perlahan
dalam 5-10 menit berikutnya
6. Ketamin 1-3 mg/kg (rata-rata 2,2 mg/kg) IV perlahan. Obat ini bekerja meningkatkan
resistensi vaskuler sistemik dan juga sedative
7. Penambahan volume cairan tubuh dengan infus cairan dapat efektif dalam penganan
serangan sianotik. Penambahan volume darah juga dapat meningkatkan curah jantung,
sehingga aliran darah ke paru bertambah dan aliran darah sistemik membawa oksigen ke
seluruh tubuh juga meningkat.
Lakukan selanjutnya
1. Propanolol oral 2-4 mg/kg/hari dapat digunakan untuk serangan sianotik
2. Bila ada defisiensi zat besi segera diatasi
3. Hindari dehidrasi

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Anamnesa
a. Riwayat kehamilan :
Ditanyakan apakah ada faktor endogen dan eksogen.
Faktor Endogen
1) Berbagai jenis penyakit genetik : Kelainan kromosom
2) Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan
3) Adanya penyakit tertentu dalam keluarga seperti diabetes melitus, hipertensi, penyakit
jantung atau kelainan bawaan
Faktor eksogen : Riwayat kehamilan ibu
1) Sebelumnya ikut program KB oral atau suntik, minum obat-obatan tanpa resep dokter,
(thalidmide, dextroamphetamine. aminopterin, amethopterin, jamu)
2) Ibu menderita penyakit infeksi : Rubella
3) Pajanan terhadap sinar –X
b. Riwayat tumbuh
Biasanya anak cendrung mengalami keterlambatan pertumbuhan karena fatiq selama
makan dan peningkatan kebutuhan kalori sebagai akibat dari kondisi penyakit Anak akan
sering Squatting (jongkok) setelah anak dapat berjalan, setelah berjalan beberapa lama anak
akan berjongkok dalam beberapa waktu sebelum ia berjalan kembali.
c. Riwayat psikososial/ perkembangan
1) Kemungkinan mengalami masalah perkembangan
2) Mekanisme koping anak/ keluarga
3) Pengalaman hospitalisasi sebelumnya

d. Pemeriksaan fisik
1) Akivitas dan istirahat
Gejala : Malaise, keterbatasan aktivitas/ istirahat karena kondisinya.
Tanda : Ataksia, lemas, masalah berjalan, kelemahan umum,
keterbatasan dalam rentang gerak.
2) Sirkulasi
Gejala : Takikardi, disritmia
Tanda : adanya Clubbing finger setelah 6 bulan, sianosis
pada membran muksa, gigi sianotik
3) Eliminasi
Tanda : Adanya inkontinensia dan atau retensi.
4) Makanan/ cairan
Tanda : Kehilangan nafsu makan,kesulitan menelan, sulit menetek
Gejala : Anoreksia, muntah, turgor kulit jelek, membran mukosa
kering
5) Hiegiene
Tanda : ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri.
6) Neurosensori
Tanda : Kejang, kaku kuduk
Gejala : Tingkat kesadaran letargi hingga koma bahkan kematian
7) Nyeri/ keamanan
Tanda : Sakit kepala berdenyut hebat pada frontal, leher kaku
Gejala : Tampak terus terjaga, gelisah, menangis/ mengaduh/
mengeluh
8) Pernafasan
Tanda : Auskultasi terdengar bising sistolik yang keras didaerah
pulmonal yang semakin melemah dengan bertambahnya
derajat obstruksi
Gejala : Dyspnea, napas cepat dan dalam

9) `Nyeri/ keamanan
Tanda : Sianosis, pusing, kejang
Gejala : Suhu meningkat, menggigil, kelemahan secara umum,
2. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium :Peningkatan hemoglobin dan hematokrit (Ht) akibat
saturasi oksigen yang rendah
b. Radiologis :Sinar X pada thoraks menunjukkan penurunan aliran darah pulmonal,
tidak ada pembesaran jantung, gambaran khas jantung tampak apeks jantung terangkat
sehingga seperti sepatu
c. Elektrokardiogram ( EKG) : Pada EKG sumbu QRS hampir selalu berdeviasi ke kanan.
Tampak pula hipertrofi ventrikel kanan. Pada anak besar dijumpai P pulmonal
d. Ekokardiografi : Memperlihatkan dilatasi aorta, overriding aorta dengan dilatasi
ventrikel kanan, penurunan ukuran arteri pulmonalis & penurunan aliran darah ke paru-
paru
e. Katerisasi jantung : ditemukan adanya defek septum ventrikel multiple, mendeteksi
kelainan arteri koronari dan mendeteksi stenosis pulmonal perifer
f. Gas darah : adanya penurunan saturasi oksigen dan penurunan PaO2

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Resiko penurunan cardiac output b/d adanya kelainan structural jantung.
Tujuan: penurunan cardiac output tidak terjadi.
Kriteria hasil: tanda vital dalam batas yang dapat diterima, bebas gejala gagal jantung,
melaporkan penurunan episode dispnea, ikut serta dalam aktifitas yang mengurangi beban
kerja jantung, urine output adekuat: 0,5 – 2 ml/kgBB.
Rencana intervensi dan rasional:
Intervensi Rasional
• Kaji frekuensi nadi, RR, TD secara teratur setiap 4 jam.
• Catat bunyi jantung.
• Kaji perubahan warna kulit terhadap sianosis dan pucat.
• Pantau intake dan output setiap 24 jam.
• Batasi aktifitas secara adekuat.
• Berikan kondisi psikologis lingkungan yang tenang.
• Memonitor adanya perubahan sirkulasi jantung sedini mungkin.
• Mengetahui adanya perubahan irama jantung.
• Pucat menunjukkan adanya penurunan perfusi perifer terhadap tidak adekuatnya curah
jantung. Sianosis terjadi sebagai akibat adanya obstruksi aliran darah pada ventrikel.
• Ginjal berespon untuk menurunkna curah jantung dengan menahan produksi cairan dan
natrium.
• Istirahat memadai diperlukan untuk memperbaiki efisiensi kontraksi jantung dan
menurunkan komsumsi O2 dan kerja berlebihan.
• Stres emosi menghasilkan vasokontriksi yangmeningkatkan TD dan meningkatkan kerja
jantung.

b. Intolerans aktivitas b/d ketidakseimbangan pemenuhan O2 terhadap kebutuhan tubuh.


Tujuan: Pasien akan menunjukkan keseimbangan energi yang adekuat.
Kriteria hasil: Pasien dapat mengikuti aktifitas sesuai kemampuan, istirahat tidur tercukupi.
Rencana intervensi dan rasional:
Intervensi Rasional
• Ikuti pola istirahat pasien, hindari pemberian intervensi pada saat istirahat.
• Lakukan perawatan dengan cepat, hindari pengeluaran energi berlebih dari pasien.
• Bantu pasien memilih kegiatan yang tidak melelahkan.
• Hindari perubahan suhu lingkungan yang mendadak.
• Kurangi kecemasan pasien dengan memberi penjelasan yang dibutuhkan pasien dan
keluarga.
• Respon perubahan keadaan psikologis pasien (menangis, murung dll) dengan
baik. • • Menghindari gangguan pada istirahat tidur pasien sehingga kebutuhan energi
dapat dibatasi untuk aktifitas lain yang lebih penting.
• Meningkatkan kebutuhan istirahat pasien dan menghemat energi paisen.
• Menghindarkan psien dari kegiatna yang melelahkan dan meningkatkan beban kerja
jantung.
• Perubahan suhu lingkungna yang mendadak merangsang kebutuhan akan oksigen yang
meningkat.
• Kecemasan meningkatkan respon psikologis yang merangsang peningkatan kortisol dan
meningkatkan suplai O2.
• Stres dan kecemasan berpengaruh terhadap kebutuhan O2 jaringan.

c. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b/d oksigenasi tidak adekuat, kebutuhan


nutrisis jaringan tubuh, isolasi social.
Tujuan: Pertumbuhan dan perembangan dapat mengikuti kurca tumbuh kembang sesuai
dengan usia.
Kriteria hasil: Pasien dapat mengikuti tahap pertumbuhan dan perkembangan yang sesuia
dengan usia, pasien terbebas dari isolasi
social.
Rencana intervensi dan rasional:
Intervensi Rasional
• Sediakan kebutuhan nutrisi adekuat.
• Monitor BB/TB, buat catatan khusus sebagai monitor.
• Kolaborasi intake Fe dalam nutrisi. • Menunjang kebutuhan nutrisi pada masa
pertumbuhan dan perkembangan serta meningkatkan daya tahan tubuh.
• Sebagai monitor terhadap keadaan pertumbuhan dan keadaan gizi pasien selama
dirawat.
• Mencegah terjadinya anemia sedini mungkin sebagi akibat penurunan kardiak output.

d. Resiko infeksi b/d keadaan umum tidak adekuat.


Tujuan: Infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil: Bebas dari tanda – tanda infeksi.
Rencana intervensi dan rasional:
Intervensi Rasional
• Kaji tanda vital dan tanda – tanda infeksi umum lainnya.
• Hindari kontak dengan sumber infeksi.
• Sediakan waktu istirahat yang adekuat.
• Sediakan kebutuhan nutrisi yang adekuat sesuai kebutuhan.
• Memonitor gejala dan tanda infeksi sedini mungkin.
• Menghindarkan pasien dari kemungkinan terkena infeksi dari sumber yang dapat
dihindari.
• Istirahat adekuat membantu meningkatkan keadaan umum pasien.
• Nutrisi adekuat menunjang daya tahan tubuh pasien yang optimal

DAFTAR PUSTAKA

Delp, Mohlan H. 1996. Major Diagnosis Fisik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Guyton, Arthur C. 2006. BukuAjar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Mansjoer, Arief, dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapicus FKUI.
Sadler, T.W. 2000. Embriologi Kedokteran Langman. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI. 2007. Ilmu Kesehatan Anak jilid 2. Jakarta:
Infomedika.

Potrebbero piacerti anche