Sei sulla pagina 1di 13

Recount Text

My First Time In Yogyakarta

My family and I went to my grandmother’s house in Yogyakarta last month. It was my first
trip to this city. We went there two days after my sister’s gradution ceremony in Semarang.
We arrived at Yogyakarta at night. We spent a week staying in my grandmother’s house
which is 5 minutes away by foot to Malioboro street.

In the first morning, we were still too tired after a long trip from Semarang to Yogyakarta. So
we decided to stay at home to recharge our energy. I walk around the neighborhood with my
sister just to experience how it is like to be in Yogyakarta. There were too many house, I
think, which made the space between a house and the other was so small, even the road was
also small that only bicycle and motorcycle can go through.

On the second day, all of us went to Malioboro street. We saw so many merchant with
various of product which they claim to be a traditional product of Yogyakarta. I bought some
wooden figurine and T-shirt with the word “Yogyakarta” printed on it, while my sister
bought some leather handbag. My mom and dad were busy choosing some merchandise to be
brought home when we go back.

On the third day, we went to Taman Sari and Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat to see
some historical building in Yogyakarta. We took a lot of picture there. We also took some
picture of the building so we can check it again at home. We found some place providing
Yogya traditional food around the building and we jumped in right away.

We spent the rest of our week in Yogyakarta by visiting some Shopping Malls such as Jogja
City Mall, Malioboro Mall, Hartono Mall and Ambarrukmo Plaza. We realized that
Yogyakarta turned out to be very warm during the day, that was the reason why we decided
to spend more time in air conditioned building like this.
Kali Pertama Saya Ke Yogyakarta

Keluarga saya dan saya pergi ke rumah nenek saya di Yogyakarta bulan lalu. Itu merupakan
perjalanan pertama saya ke kota ini. Kami pergi kesana dua hari setelah upacara wisuda
kakak saya di Semarang. Kami sampai di Yogyakarta pada malam hari. Kami menghabiskan
satu minggu tinggal di rumah nenek saya yang berjarak 5 menit jalan kaki dari jalan
Malioboro.

Pada pagi hari pertama, kami masih terlalu lelah setelah perjalanan panjang dari Semarang ke
Yogyakarta. Jadi kami memutuskan untuk tetap di rumah untuk mengisi tenaga kami. Saya
berjalan jalan di lingkungan rumah bersama kakak saya untuk merasakan bagaimana rasanya
berada di Yogyakarta. Terdapat terlalu banyak rumah, menurut saya, yang membuat jarak
antara satu rumah dengan rumah lainnya begitu sempit, bahkan jalanan nya juga kecil hingga
hanya sepeda dan sepeda motor yang bisa lewat.

Pada hari kedua, kami semua pergi ke jalan Malioboro. Kami melihat ada begitu banyak
pedagang dengan berbagai macam produk yang mereka akui sebagai produk tradisional dari
Yogyakarta. Saya membeli beberapa patung kayu dan kaos oblong dengan tulisan
“Yogyakarta” tercetak di atasnya, sementara itu kakak saya membeli beberapa tas tangan
kulit. Ibu dan Ayah saya sibuk memilih beberapa barang dagangan untuk dibawa kerumah
saat kami pulang.

Pada hari ketiga, kami pergi ke Taman Sari dan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat untuk
melihat beberapa bangunan bersejarah di Yogyakarta. Kami mengambil banyak poto di sana.
Kami juga mengambil beberapa poto dari bangunan itu supaya kami bisa melihatnya lagi di
rumah. Kami menemukan beberapa tembat yang menyediakan makanan khas Yogya disekitar
bangunan itu dan kami langsung saja masuk kesana.

Kami menghabiskan sisa minggu kami di Yogyakarta dengan mengunjungi beberapa pusat
perbelanjaan seperti Jogja City Mall, Malioboro Mall, Hartono Mall dan Ambarrukmo Plaza.
Kami menyadari bahwa ternyata Yogyakarta sangat panas pada siang hari, inilah alasannya
mengapa kami memutuskan untuk menghabiskan lebih banyak waktu di dalam bangunan ber
AC seperti ini.
Recount Text

Fishing at The River

When I was in Junior High School, my father once took me to go fishing with him at the river
on Sunday morning. The river lies across our oil palm plantation. We had breakfast first at
home and then left early in the morning by motorcycle.

When we arrived in our plantation, my father parked the motorcycle under the hut. He asked
me to collect some dry wood and dry grass or leaves. When I already collected enough wood
and dry leaves, my father set a fire in the center of the fireplace. He said that the smoke from
the fire would scare some dangerous animal like bear and boar to come closer to the hut and
so it would make us safer.

After cleaning some wild grass around the hut, my father gave me a hoe and asked me to dig
some soil to find worms. When I already had enough worm, I brought it to my father and we
went straight to the river. We put the worm on the fishing hook as a bait to catch the fish. As
a beginner fisher, I cannot apply the worm on the fishing hook well, and it look like it was
about to fall of the hook, but my father said that it was okay. I threw the fishing hook into the
river and wait for the fish to eat the bait, but nothing happened after a while. When I was
about to get bored I saw a big prawn was slowly walking in the water. I placed the fishing
hook slowly into the face of the prawn and move it up and down so the worm seemed alive. I
never expected it to happen but suddenly the prawn move its hand and grabbed the worm on
my fishing hook. I lift it very slowly and the prawn was still there hanging tight on the worm
until I placed it on the ground and I caught it right away with my hands. My father was so
surprise to see it. Before we went home, we cooked it at the hut and enjoyed it together.
Memancing di Sungai

Ketika saya masih di tingkat SMP, ayah saya pernah sekali mengajak saya pergi memancing
bersamanya di sungai pada hari minggu pagi. Sungai itu terbentang membelah kebun kelapa
sawit milik kami. Kami sarapan dulu di rumah dan kemudian berangkat sangat pagi dengan
menggunakan sepeda motor.

Saat kami sampai di kebun kami, ayah saya memarkir motor itu di bawah pondok. Dia
memintaku untuk mengumpulkan beberapa kayu kering dan rumput atau daun kering. Ketika
saya sudah mengumpulkan kayu dan daun kering yang cukup, ayah saya menyalakan api
ditengah tungku. Dia bilang bahwa asap dari api tersebut akan menakuti beberapa hewan
berbahaya seperti beruang dan babi hutan untuk mendekat ke pondok sehingga hal itu akan
membuat kami lebih aman.

Setelah membersihkan beberapa rumput liar disekitar pondok, ayah saya memberi saya
sebuah cangkul dan meminta saya untuk menggali tanah untuk mencari cacing. Saat saya
sudah memiliki jumlah cacing yang cukup, saya membawanya ke ayah saya dan kami
langsung pergi ke sungai. Kami memasang cacing di kail sebagai umpan untuk menangkap
ikan. Sebagai pemancing pemula, saya tidak bisa memasang cacing pada kail dengan benar,
dan terlihat seakan akan itu hampir jatuh dari kail, tapi ayah saya bilang itu tidak apa apa.
Saya melempar kail kedalam sungai dan menunggu ikan memakan umpan itu, tapi tidak ada
yang terjadi setelah beberapa saat. Ketika saya hampir merasa bosan saya melihat seekor
udang besar sedang berjalan pelan pelan di dalam air. Saya menempatkan kail perlahan lahan
kedepan wajah udang itu dan menggerakkan nya keatas dan kebawah sehingga cacing nya
terlihat hidup. Saya tidak pernah menduga itu akan terjadi tapi tiba tiba udang itu
menggerakkan tangannya dan menggenggam cacing yang ada di kail saya. Saya angkat kail
itu secara perlahan dan udang itu masih berada disana bergantungan erat pada cacing itu
hingga saya meletakkannya di atas tanah dan menangkapnya segera dengan kedua tangan
saya. Ayah saya sangat terkejut melihat itu. Sebelum kami pulang ke rumah, kami memasak
udang itu di pondok dan menyantapnya bersama.
Biografi Ir.Soekarno

Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno yang biasa dipanggil Bung Karno, lahir di
Surabaya, Jawa Timur, 6 Juni 1901 dan meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970. Ayahnya
bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo dan ibunya Ida Ayu Nyoman Rai. Semasa hidupnya,
beliau mempunyai tiga istri dan dikaruniai delapan anak. Dari istri Fatmawati mempunyai
anak Guntur, Megawati, Rachmawati, Sukmawati dan Guruh. Dari istri Hartini mempunyai
Taufan dan Bayu, sedangkan dari istri Ratna Sari Dewi, wanita turunan Jepang bernama asli
Naoko Nemoto mempunyai anak Kartika..

Masa kecil Soekarno hanya beberapa tahun hidup bersama orang tuanya di Blitar. Semasa SD
hingga tamat, beliau tinggal di Surabaya, indekos di rumah Haji Oemar Said Tokroaminoto,
politisi kawakan pendiri Syarikat Islam. Kemudian melanjutkan sekolah di HBS (Hoogere
Burger School). Saat belajar di HBS itu, Soekarno telah menggembleng jiwa
nasionalismenya. Selepas lulus HBS tahun 1920, pindah ke Bandung dan melanjut ke THS
(Technische Hoogeschool atau sekolah Tekhnik Tinggi yang sekarang menjadi IT.Ia berhasil
meraih gelar “Ir” pada 25 Mei 1926.

Kemudian, beliau merumuskan ajaran Marhaenisme dan mendirikan PNI (Partai Nasional
lndonesia) pada 4 Juli 1927, dengan tujuan Indonesia Merdeka. Akibatnya, Belanda,
memasukkannya ke penjara Sukamiskin, Bandung pada 29 Desember 1929. Delapan bulan
kemudian baru disidangkan. Dalam pembelaannya berjudul Indonesia Menggugat, beliau
menunjukkan kemurtadan Belanda, bangsa yang mengaku lebih maju itu.

Pembelaannya itu membuat Belanda makin marah. Sehingga pada Juli 1930, PNI pun
dibubarkan. Setelah bebas pada tahun 1931, Soekarno bergabung dengan Partindo dan
sekaligus memimpinnya. Akibatnya, beliau kembali ditangkap Belanda dan dibuang ke Ende,
Flores, tahun 1933. Empat tahun kemudian dipindahkan ke Bengkulu.

Setelah melalui perjuangan yang cukup panjang, Bung Karno dan Bung Hatta
memproklamasikan kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. Dalam sidang BPUPKI tanggal
1 Juni 1945, Ir.Soekarno mengemukakan gagasan tentang dasar negara yang disebutnya
Pancasila. Tanggal 17 Agustus 1945, Ir Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Dalam sidang PPKI, 18 Agustus 1945
Ir.Soekarno terpilih secara aklamasi sebagai Presiden Republik Indonesia yang pertama.
Sebelumnya, beliau juga berhasil merumuskan Pancasila yang kemudian menjadi dasar
(ideologi) Negara Kesatuan Republik Indonesia. Beliau berupaya mempersatukan nusantara.
Bahkan Soekarno berusaha menghimpun bangsa-bangsa di Asia, Afrika, dan Amerika Latin
dengan Konferensi Asia Afrika di Bandung pada 1955 yang kemudian berkembang menjadi
Gerakan Non Blok.Pemberontakan G-30-S/PKI melahirkan krisis politik hebat yang
menyebabkan penolakan MPR atas pertanggungjawabannya. Sebaliknya MPR mengangkat
Soeharto sebagai Pejabat Presiden. Kesehatannya terus memburuk, yang pada hari Minggu,
21 Juni 1970 ia meninggal dunia di RSPAD. Ia disemayamkan di Wisma Yaso, Jakarta dan
dimakamkan di Blitar, Jatim di dekat makam ibundanya, Ida Ayu Nyoman Rai. Pemerintah
menganugerahkannya sebagai “Pahlawan Proklamasi”.
Biografi Bung Hatta / Mohammad Hatta

Dr. (H.C.) Drs. H. Mohammad Hatta (populer sebagai Bung Hatta, lahir di Bukittinggi,
Sumatera Barat, 12 Agustus 1902 – meninggal di Jakarta, 14 Maret 1980 pada umur 77
tahun) adalah pejuang, negarawan, dan juga Wakil Presiden Indonesia yang pertama. Ia
mundur dari jabatan wakil presiden pada tahun 1956, karena berselisih dengan Presiden
Soekarno.

Hatta dikenal sebagai Bapak Koperasi Indonesia. Bandar udara internasional Jakarta
menggunakan namanya sebagai penghormatan terhadap jasanya sebagai salah seorang
proklamator kemerdekaan Indonesia.

Hatta lahir dari keluarga ulama Minangkabau, Sumatera Barat. Ia menempuh pendidikan
dasar di Sekolah Melayu, Bukittinggi, dan pada tahun 1913- 1916 melanjutkan studinya ke
Europeesche Lagere School (ELS) di Padang. Saat usia 13 tahun, sebenarnya ia telah lulus
ujian masuk ke HBS (setingkat SMA) di Batavia (kini Jakarta), namun ibunya menginginkan
Hatta agar tetap di Padang dahulu, mengingat usianya yang masih muda. Akhirnya Bung
Hatta melanjutkan studi ke MULO di Padang.

Baru pada tahun 1919 ia pergi ke Batavia untuk studi di Sekolah Tinggi Dagang “Prins
Hendrik School”. Ia menyelesaikan studinya dengan hasil sangat baik, dan pada tahun 1921,
Bung Hatta pergi ke Rotterdam, Belanda untuk belajar ilmu perdagangan/bisnis di Nederland
Handelshogeschool (bahasa inggris: Rotterdam School of Commerce, kini menjadi
Universitas Erasmus). Di Belanda, ia kemudian tinggal selama 11 tahun.

Saat berusia 15 tahun, Hatta merintis karir sebagai aktivis organisasi, sebagai bendahara Jong
Sumatranen Bond (JSB) Cabang Padang. Di kota ini Hatta mulai menimbun pengetahuan
perihal perkembangan masyarakat dan politik, salah satunya lewat membaca berbagai koran,
bukan saja koran terbitan Padang tetapi juga Batavia. Lewat itulah Hatta mengenal pemikiran
Tjokroaminoto dalam surat kabar Utusan Hindia, dan Agus Salim dalam Neratja.

Hatta mengawali karir pergerakannya di Indische Vereeniging pada 1922, lagi-lagi, sebagai
Bendahara. Penunjukkan itu berlangsung pada 19 Februari 1922, ketika terjadi pergantian
pengurus Indische Vereeniging. Ketua lama dr. Soetomo diganti oleh Hermen Kartawisastra.
Momentum suksesi kala itu punya arti penting bagi mereka di masa mendatang, sebab ketika
itulah mereka memutuskan untuk mengganti nama Indische Vereeniging menjadi
Indonesische Vereeniging dan kelanjutannya mengganti nama Nederland Indie menjadi
Indonesia. Sebuah pilihan nama bangsa yang sarat bermuatan politik. Dalam forum itu pula,
salah seorang anggota Indonesische Vereeniging mengatakan bahwa dari sekarang kita mulai
membangun Indonesia dan meniadakan Hindia atau Nederland Indie.

Pada tahun 1945, Hatta secara aklamasi diangkat sebagai wakil presiden pertama RI, bersama
Bung Karno yang menjadi presiden RI sehari setelah ia dan bung karno memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia. Oleh karena peran tersebut maka keduanya disebut Bapak
Proklamator Indonesia.
Sejarah Manusia Purba di Indonesia

Sebelum kita beranjak pada asal-usul manusia purba, hendaknya kita mengetahui apa itu
manusia purba? Manusia purba adalah manusia yang hidup pada zaman praaksara
(prasejarah). Banyak bukti-bukti otentik yang menguatkan keberadaan manusia purba
khususnya Indonesia, mulai dari fosil, ukiran, alat-alat rumah tangga, dan sebagainya. Telah
banyak kita lihat para peneliti yang berhasil menemukan fosil-fosil manusia purba di dataran
Indonesia terutama di pulau Jawa.

Organisme seperti manusia, hewan, dan tumbuhan yang telah lama mati kemudian tertimbun
tanah dan menjadi batu disebut sebagai fosil. Sedangkan kebudayaan ataupun alat-alat
pendukung kehidupan masa lampau yang terbuat dari barang sederhana seperti tulang, kulit,
batu, gigi disebut sebagai artefak.

Manusia Purba di Indonesia

Di Indonesia sendiri penemuan manusia purba pertama sekali didapati di wilayah Jawa,
khususnya di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Manusia purba di Indonesia telah ada
sejak zaman quartair atau dapat dikatakan telah hidup sejak 600 ribu tahun yang lalu. Zaman
quartair terbagi menjadi 2 bagian, yang pertama disebut zaman Dilluvium (pleistocen),
sedang zaman kedua disebut zaman alluvium (Holocen). Di Indonesia zaman Dilluvium
menurut Dr. Von Koenigswald terbagi menjadi 3 lapisan, yaitu lapisan bawah, lapisan
tengah, dan lapisan atas. Yang mana masing-masing lapisan tersebut memiliki fosil manusia
purba tersendiri.

1. Dilluvium Bawah

Lapisan ini merupakan lapisan tertua, terdapat 3 jenis fosil manusia purba di dalamnya, yaitu:

 Meganthropus Palaeojavanicus, adalah fosil tertua atau banyak yang menyebutnya


sebagai manusia purba pertama, fosil ini ditemukan di daerah Sangiran.
 Pithecanthropus Dubius, adalah fosil yang belum jelas apakah fosil manusia atau kera,
oleh sebab itu fosil ini diberi nama Pithecanthropus Dubius yang berarti manusia kera
yang meragukan. Fosil ini didapati di daerah Sangiran juga.
 Pithecanthropus Robustus atau Plthecanthropus Mojokertensis adalah fosil yang juga
di temukan di daerah Sangiran. Seorang sarjana Weidenreich memberi nama fosil
tersebut Pithecanthropus Robustus, sedangkan seorang penemu bernama Von
Koenigswald menamai fosil tersebut Plthecanthropus Mojokertensis sebab ia
mengatakan bahwa ia pertama kali menemukan fosil tersebut di dataran Mojokerto.

2. Dilluvium Tengah

Dr. Eugene Dubois merupakan tokoh yang menemukan fosil jenis ini, ia mengatakan bahwa
pada masa ini manusia purba telah mampu berdiri dengan tegak, oleh karena itu ia
menamainya Pithecanthropus Erectus yang berarti manusia kera yang berjalan dengan tegak.

3. Dilluvium Atas

Di lapisan ini ditemukan fosil manusia purba termuda yang ditemukan di Ngandong,
kemudian diberi nama Homo Soloensis. Sedangkan fosil manusia purba yang ditemukan di
Wajak (Tulungagung) dalam jenis yang sama diberi nama Homo Wajakensis.

Kebudayaan Manusia Purba Indonesia

Meski kehidupan pada zaman purba dikenal sangat primitif namun mereka sudah mengenal
yang namanya kebudayaan, baik itu berupa kebudayaan batu tua atau yang disebut
Palaeolitchicum. Kebudayaan tersebut banyak ditemukan di wilayah Pacitan dan Ngandong.

 Kebudayaan daerah Pacitan, peralatan hasil kebudayaan Pacitan tergolong sangat


sederhana, bahan yang digunakan pun hanya batu dengan pembuatan yang sederhana
seperti kapak genggam.
 Kebudayaan Ngandong, di Ngandong ternyata telah melakukan sedikit perkembangan
dengan tidak hanya menggunakan kapak genggam dari batu, namun juga mulai
menggunakan tulang. Penggunaan tulang berfungsi untuk penusuk dan pengorek
tanah untuk mengambil ubi dan keladi. Homo Soloensis dan Homo Wajakensis
diperkiran sebagai pemilik kebudayaan ini pada masa Dilluvium Atas

Pola Hidup Manusia Purba Indonesia

Pola hidup manusia purba dapat kita ketahui dengan menilai peralatan yang digunakan pada
masa itu. Berdasarkan penelitian atas fosil-fosil tersebut dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut.
 Manusia purba belum mengenal yang namanya bercocok tanam atau dunia agraris.
Mereka memperoleh makanan langsung dari alam, baik dengan jalan berburu,
mengambil buah-buahan yang ada, dan sebagainya.
 Manusia purba masih tinggal secara nomaden atau tinggal dengan berpindah-pindah
baik secara berkelompok ataupun sendiri-sendiri.

Masa Homo Sapiens

Homo sapiens berarti manusia yang cerdik. Jenis ini termasuk pada masa alluvium atau yang
disebut Holden. Homo sapiens telah ada sejak ± 20 ribu tahun yang lalu, homo sapiens
diduga sebagai nenek moyang manusia yang sekarang ini. Berbeda dengan manusia purba,
ternyata homo sapiens di Indonesia lebih maju dari mereka dari sisi kebudayaan. Hal tersebut
dapat dibuktikan dengan cara tinggal mereka yang mulai menetap serta mulai bercocok
tanam. Masa ini disebut dengan masa mesolothicum atau masa batu tengah (mesos= tengah,
lithos= batu)

Manusia homo sapiens yang tinggal di daerah pantai mendiami rumah panggung dan mereka
umumnya sangat suka makan keran.. Sedangkan yang tinggal di daerah pedalaman hidup di
dalam gua. Hal itu dapat kita ketahui dari adanya kyokkenmoddinger yang ada di Sumatera
Timur serta beberapa lukisan dan ukiran yang ada dalam gua-gua daerah Sulawesi Selatan.

Kyokkenmoddinger adalah tumpukan atau gunungan kulit kerang. Tampaknya orang-orang


yang tinggal di rumah panggung sangat menyukai kerang, setelah memakan isinya, mereka
membuang kulitnya ke bawah rumah mereka hingga menjadi seperti gunungan kulit kerang.
Manusia purba dan Homo sapiens memiliki beberapa perbedaan, berikut perbedaannya.

1. Volume ruang otak manusia purba lebih kecil dibanding homo sapiens, sehingga
dapat disimpulkan bahwa otak mereka lebih kecil.
2. Manusia purba memiliki tulang rahang bawah yang lurus ke belakang atau dapat
dikatakan mereka tidak berdagu.
3. Manusia purba memiliki tulang kering yang lebih menonjol ke depan.
4. Manusia purba memiliki tulang rahang yang besar dan lebih kuat serta gigi-gigi
mereka yang kuat.
Nenek Moyang Bangsa Indonesia

Kem dan Heine Geldem merupakan sejarawan yang berpendapat bahwasanya nenek moyang
Indonesia berasal dari dataran Asia. Pada awalnya nenek moyang kita berada di daerah
Yunan, China Selatan. Kemudian berpindah lagi ke daerah selatan (daerah Vietnam). Proses
perpindahan tersebut diduga terjadi pada tahun 1500 SM sampai dengan 500 SM,
perpindahan tersebut terus menuju pada pulau-pulau daratan Asia bagian selatan. Mereka
yang mendiami Asia bagian selatan umumnya disebut Austronesia (Austro= selatan, nesos=
pulau). Bangsa Austronesia yang mendiami Indonesia disebut bangsa Melayu, mereka dibagi
menjadi 2 golongan yaitu:

1. Bangsa Proto Melayu


2. Sekitar tahun 1500 SM, bangsa proto Melayu memasuki Indonesia melalui 2 jalur,
yakni jalur barat (malaya hingga Sumatera), dan melalui jalur Timur (Philippine
hingga Sulawesi utara). Bangsa ini memiliki kebudayaan yang lebih maju dari pada
homo sapiens sebab kebudayaan mereka yang dikenal dengan kebudayaan batu baru
atau neolitikum. Meskipun tetap menggunakan batu namun pengerjaannya sangat baik
dan rapi seperti kapak persegi dan kapak lonjong.
3. Bangsa Deutero Melayu
4. Sejak tahun 500 SM, bangsa Deutero Melayu mulai memasuki Indonesia melalui satu
jalur saja, yakni melalui jalur barat atau melalui jalur Melayu Sumatera. Bangsa ini
mempunyai kebudayaan yang lebih maju dibanding proto Melayu, hal itu di dasari
pada peralatan mereka yang sudah terbuat dari zaman logam di indonesia, perunggu,
kemudian besi seperti kapak corong atau kapak sepatu dan nekara. Suku Jawa, Bugis,
Melayu, dll. Merupakan keturanan dari pada deutero Melayu.

Pola Sosial Manusia Purba Indonesia

Keadaan sosial nenek moyang bangsa Indonesia tidak dapat diketahui secara jelas. Namun
kita dapat mengambil kesimpulan berdasarkan hasil penelitian dan penyelidikan suku bangsa
terasing yang belum terkena pengaruh dari kebudayaan lain.

1. Bangsa Proto dan Deutero Melayu sudah tidak lagi nomaden atau dapat dikatakan
telah tinggal menetap. Mereka mulai melakukan cocok tanam serta peternakan.
2. Bangsa Proto dan Deutero Melayu yang tinggal di daerah pesisir hidup dengan
pelayaran serta perikanan.

Pola Kebudayaan

Nenek moyang bangsa Indonesia menjalankan kebudayaan yang tinggi, hal tersebut dapat
kita lihat dari budaya sebagai berikut.

1. Manusia purba Indonesia sudah melakukan teknik pembuatan barang pecah belah
yang terbuat dari logam dan besi.
2. Mereka telah mengenal teknik penenunan kain, hal itu dapat dilihat dari banyaknya
barang pecah belah yang dilapisi kain.
3. Mereka yang hidup di daerah pesisir telah bisa membuat perahu dalam membantu
kegiatan sehari-hari.
4. Mereka sudah mampu membuat peralatan kesenian seperti hiasan yang terbuat dari
batu, perunggu, ataupun manik-manik. Nekara yang mereka buat pun terdapat ukiran
serta lukisan gajah, perahu, merak, dan sebagainya.

Pola Kepercayaan

Agama atau kepercayaan yang dianut oleh nenek moyang kita terbagi pada dua jenis, yakni
Dinamisme dan Animisme.

 Dinamisme merupakan kepercayaan yang menganggap bahwasanya setiap makhluk


hidup dan benda mati memiliki kekuatan gaib.
 Animisme merupakan kepercayaan yang menganggap bahwasanya setiap makhluk
hidup dan benda mati adalah dewa atau tuhan.

Potrebbero piacerti anche