Documenti di Didattica
Documenti di Professioni
Documenti di Cultura
(Skripsi)
Oleh :
DEVI HANAFIARTI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2015
ABSTRACT
By
DEVI HANAFIARTI
The aim of this study were to isolate the bacteria that found in shrimp paste, to
identify the bacteria producing protease enzyme in shrimp paste and to determine
the activity of protease enzyme in shrimp paste. This research were carried out by
activity test, and identification of selected isolates. The results showed that there
are eight isolates were isolated from shrimp paste origin Labuhan Maringgai, East
Lampung there are T1a2, T2b1, T2b2, T2c1, T2c2, T3b1, T3c2, and T3e1. The
isolates T1a2, T2c2, T3c2 were chosen for enzyme production because they have
the largest index proteolytic (IP). The protease activity test showed that the
isolates T1a2 had protease activity value of 0.0068, T2c2 at 0.0010, and T3c2 at
physiology, morphology and biochemistry method resulted that isolates T1a2 was
identical with Corynebacterium sp, T2c2 with Flavobacterium sp, and T3c2 with
Actinobacillus sp.
Oleh
DEVI HANAFIARTI
Tujuan dari penelitian ini adalah mengisolasi bakteri yang terdapat pada terasi
udang, mengidentifikasi bakteri penghasil enzim protease pada terasi udang dan
menguji aktifitas enzim protease dari terasi udang. Penelitian ini dilakukan
dengan melakukan isolasi bakteri, isolasi kandidat protease, uji aktivitas protease,
isolat berhasil diisolasi dari terasi udang rebon asal Labuhan Maringgai Lampung
Timur, masing-masing isolat yaitu T1a2, T2b1, T2b2, T2c1, T2c2, T3b1, T3c2,
dan T3e1. Isolat T1a2, T2c2, T3c2 dipilih untuk produksi enzim karena memiliki
bahwa isolat T1a2 memiliki nilai aktivitas protease sebesar 0,0068, T2c2 sebesar
isolat T1a2 identik dengan Corynebacterium sp, T2c2 dengan Flavobacterium sp,
Oleh :
DEVI HANAFIARTI
Skripsi
Pada
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2015
RIWAYAT HIDUP
sebagai putri sulung dari tiga bersaudara pasangan Bapak Sujarwo dan Ibu Indun
Maysaroh.
Metro pada tahun 1999, Sekolah Dasar di SD Negeri 8 Metro pada tahun 2005,
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SMP Negeri 4 Metro pada tahun 2008, dan
Pada tahun 2011, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil
HMJ THP FP Unila sebagai Anggota Bidang II Seminar dan Diskusi periode
2013/2014. Pada tahun 2014, penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN)
Timur dan tahun 2014, penulis melaksanakan Praktik Umum (PU) di PT.
Puji dan syukur senantiasa penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT Yang Maha
Pengasih dan Maha Penyayang, karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Isolasi dan Identifikasi Bakteri
Penghasil Protease dari Terasi Udang Rebon (Mysis Relicta)” sebagai salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Jurusan
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas
2. Ibu Ir. Susilawati, M.S., selaku Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian
kepada penulis.
5. Bapak Ir. Samsul Rizal, M.Si.selaku penguji yang telah memberikan saran-
6. Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan ilmu dan wawasan kepada
Refi dan Rizky atas cinta, kasih sayang, dan do’a untuk keberhasilan penulis.
Lampung, Ibu Ari, Ibu Ima, Ibu Ngatini, Pak Kamso, dan Pak Ujang, yang
9. Teman-teman Jurusan THP 2011 “Janji Gerhana” yang aku sayangi dan tidak
bisa aku sebutkan satu persatu, terimakasih untuk cerita, semangat, dukungan
10. Keluarga besar Jurusan THP yang telah membuat hidup penulis di kampus
Devi Hanafiarti
DAFTAR ISI
Halaman
I. PENDAHULUAN .................................................................................. 1
2.2. Terasi.............................................................................................. 8
4.3. Hasil Pengujian Aktivitas Protease Kasar dari Tiga Isolat Murni
Terpilih........................................................................................... 53
LAMPIRAN................................................................................................. 72
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Kandungan unsur gizi terasi per berat bahan 100 gram ............................... 10
Gambar Halaman
11. Diagram alir proses isolasi dan identifikasi bakteri penghasil protease
dari terasi udang rebon (Mysis relicta) .................................................. 45
12. Hasil pewarnaan Gram pada setiap isolat murni bakteri terasi .............. 47
13. Hidrolisis substrat protein oleh bakteri protease asal terasi udang ........ 51
14. Skema isolasi dan pengujian indeks protease dari terasi udang rebon... 52
21. Penotolan isolat murni pada media selektif SMA (Skim Milk Agar) ..... 77
Terasi atau belacan adalah salah satu produk awetan yang berasal dari ikan dan
udang rebon segar yang telah diolah melalui proses pemeraman atau fermentasi,
bentuk terasi berupa padatan, kemudian teksturnya agak kasar, dan memiliki khas
aroma yang tajam akan tetapi rasanya gurih (Pierson, 2013). Menurut Afrianto
dan Liviawaty (2005) terasi adalah merupakan satu produk hasil fermentasi ikan
(atau udang) yang hanya mengalami perlakuan penggaraman tanpa diikuti dengan
fermentasi.
Salah satu daerah di Provinsi Lampung yang memberikan kontribusi yang besar
terhadap hasil laut yaitu Kabupaten Lampung Timur. Hasil laut berupa udang
rebon (Mysis relicta). Udang rebon mempunyai kandungan gizi yang tinggi.
Berdasarkan Direktorat Gizi Depkes (1992) dalam 100 gram udang rebon segar
mengandung protein 16,2 gram dan mengandung kalsium 757 mg. Namun, udang
rebon mudah busuk jika tidak diolah. Oleh karena itu, rebon harus diolah terlebih
2
dahulu agar tidak kehilangan nilai gizinya, salah satu contoh produk olahan yaitu
terasi.
Pada pembuatan terasi, proses fermentasi dapat berlangsung karena ada aktivitas
enzim yang berasal dari tubuh ikan atau udang itu sendiri atau berasal dari
amino dan peptida dilanjutkan dengan perubahan asam amino menjadi komponen
lainnya dan akhirnya produk akan berubah menjadi bentuk pasta atau cairan
(Davies, 1982). Kelompok asam amino non-esensial yang terdapat pada terasi
dalam jumlah yang tinggi adalah asam glutamat dan dari kelompok asam amino
dkk. (1988), berpendapat bahwa mikroorganisme yang diisolasi dari terasi adalah
hasil identifikasi terhadap terasi yang dibeli di Bogor, Susilowati (1988) dan
Protease adalah salah satu enzim yang memiliki prospek paling baik untuk
baik pangan maupun non pangan. Menurut Gupta dkk ( 2002), industri pengguna
penjernih bir, pembuatan keju dan pembuatan cracker dan dibidang non pangan
yaitu industri deterjen, industri kulit, industri tekstil, biomedis sampai industri
pakan ternak. Protease merupakan satu dari tiga kelompok enzim terbesar dari
industri enzim dan diperkirakan sebesar 60% dari total enzim yang diperjual
belikan di seluruh dunia (Rao dkk., 1998; Singh dkk, 2001; Gupta dkk, 2005).
dapat tumbuh pada substrat yang murah, dapat diproduksi dalam skala besar dan
mutu lebih seragam (Suhartono, 1989). Hingga saat ini sebagian besar enzim
yang digunakan dalam industri di Indonesia masih diimpor. Hal ini didasarkan
pada pernyataan Rajasa (2003) bahwa nilai perdagangan enzim dunia mencapai 3-
4 miliar dolar per tahun, 4-5 juta dolar di antaranya dari pasar Indonesia yang
negara tropis yang kaya akan sumber alam hayati, terutama mikroba penghasil
penghasil protease perlu dilakukan di Indonesia. Pada penelitian ini terasi udang
senyawa yang lebih sederhana seperti peptida kecil dan asam amino (Bains,
1998). Prinsip pengolahaan dalam pembuatan terasi yaitu didasarkan pada proses
penguraian daging udang atau ikan oleh enzim pemecah protein yang ada dalam
tubuh udang atau ikan itu sendiri (Yunizal,1998). Terjadinya proses autolisis atau
enzimatis dengan adanya aktivitas bakteri selama proses fermentasi terasi yang
berasal pada tubuh ikan atau media protein memungkinkan adanya enzim protease
yang terbentuk.
Mikroba yang berperan dalam fermentasi udang atau udang rebon adalah bakteri
pembentuk spora dan bakteri haloteran (tahan garam) antara lain Bacillus,
dalam fermentasi terasi berbeda jenis dan jumlahnya. Ada berbagai mikroba yang
terdapat pada terasi seperti bakteri, kapang dan khamir. Menurut Rahayu dkk.
(1992), jenis mikroba yang dapat tumbuh pada terasi antara lain Rhizopus sp,
5
Penicillium sp., Aspergillus sp., Micrococcus sp., Aerococuccus sp. dan Neisseria
sp. Bakteri proteolitik adalah bakteri yang mampu memproduksi enzim protease
kemudian dilepaskan keluar dari sel (Abraham dkk, 1993). Salah satu bakteri
yang diduga banyak sebagai penghasil enzim proteolitik adalah Bacillus (Gupta
dkk, 2002).
Jenis-jenis mikroba yang terdapat pada terasi perlu diketahui dengan melakukan
tertentu saja populasi bakteri ditemukan dalam keadaan murni. Ini berarti
diperlukan biakan murni yang hanya mengandung satu macam bakteri (Lay,
Asam amino non-esensial yang terdapat pada terasi dalam jumlah yang tinggi
adalah asam glutamat dan dari kelompok asam amino esensial adalah leusin
terbentuk. Oleh karena itu, terasi sangat potensial apabila dikembangkan menjadi
salah satu bahan penghasil isolat bakteri protease. Selain itu diharapkan
penelitian ini juga dapat memberikan informasi ilmiah tentang bakteri yang
berpotensi menghasilkan protease yang bersumber dari terasi udang rebon serta
aktivitas proteasenya.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Udang rebon adalah salah satu hasil laut dari jenis udang-udangan namun dengan
Karena ukurannya yang kecil inilah, udang ini disebut dengan udang “rebon”. Di
mancanegara, udang ini lebih dikenal dengan terasi shrimp karena memang udang
ini merupakan bahan baku utama pembuatan terasi. Di pasaranpun, udang ini
lebih mudah ditemukan sebagai bahan seperti terasi, atau telah dikeringkan dan
terdiri dari kelompok Crustacea yaitu Mysidocea acetes dan larva peraedae yang
mempunyai tiga pasang kaki yang sempurna, restum dan telsonnya pendek,
mempunyai kaki renang yang sempurna dan tampak berbulu dan panjang antena
sekitar 2-3 kali panjang tubuhnya (Hutabarat dan Evans, 1986). Walaupun tidak
setenar seperti daging ayam, daging sapi atau ikan, seperti jenis udang lainnya,
udang rebon memiliki kandungan protein yang tinggi. Dari setiap 100 g udang
protein udang rebon kering, kandungan lemak udang rebon termasuk rendah,
hanya 3,6 g dari setiap 100 g udang rebon kering (PERSAGI, 2009).
Phylum : Arthropoda
Class : Crustacea
Ordo : Decapoda
Famili : Penaidae
Genus : Penaeus
Selain kaya akan sumber zat gizi protein, kalsium dan zat besi ternyata terdapat
satu manfaat unik dari udang rebon yang bisa jadi sulit didapatkan dari jenis
udang-udangan lain, yaitu kulitnya yang berbeda. Berbeda dengan jenis udang-
udangan lain yang biasanya hanya dimakan dagingnya saja tanpa kulitnya, seluruh
bagian udang rebon dapat dimakan. Hal ini terutama karena ukurannya yang
8
sangat kecil sehingga tidak memungkinkan untuk membuang kulit atau kepalanya
seperti ketika akan memakan udang-udangan lain. Hasilnya, justru inilah yang
Selain kaya kalsium, kulit udang ternyata mengandung satu zat unik yang
ditemukan dalam cangkang serangga dan cangkang kepiting, yaitu kitosan (Nasir,
Kitosan mulai bekerja saat bercampur dengan asam lambung. Pencampuran ini
akan merubah kitosan menjadi semacam gel yang akan mengikat kolesterol dan
lemak yang berasal dari makanan. Hasilnya, terjadi penurunan LDL, sekaligus
2.2. Terasi
Terasi adalah produk fermentasi udang atau udang rebon. Tahapan proses
oleh enzim yang berasal dari mikroorganisme dalam kondisi tertentu. Fermentasi
ada yang berlangsung secara spontan yaitu fermentasi yang dalam pembuatannya
golongan tertentu dari lingkungan tetap bisa berkembang biak dalam media yang
Ada dua macam terasi diperdagangkan di pasar, yaitu terasi udang dan terasi ikan.
Jenis terasi udang umumnya mempunyai warna cokelat kemerahan pada produk
yang dihasilkan, sedangkan pada terasi ikan hasilnya berwarna kehitaman. Terasi
sangat sedikit, hal ini mengakibatkan kandungan yang terdapat dalam terasi tidak
(2005) terasi terdiri dari 3 jenis dilihat dari bahan dasar yang digunakan dalam
produksi yaitu terasi udang, ikan, dan terasi campuran antara ikan dan udang.
Masyarakat lebih menyukai terasi berbahan dasar udang, karena aromanya lebih
Pengolahan terasi adalah fermentasi dengan garam sebagai media penyeleksi (Van
Veen, 1965). Prinsip pengolahan terasi didasarkan pada proses penguraian daging
udang atau ikan oleh enzim pemecah protein yang ada dalam tubuh udang atau
ikan itu sendiri (Yunizal, 1998). Proses ini terjadi dalam suasana beragam dan
dalam kondisi tertentu sehingga diperoleh terasi udang atau ikan dengan bau,
aroma dan rasa yang sangat spesifik. Pada umumnya bentuk terasi berupa
padatan, kemudian teksturnya agak kasar, dan memiliki khas aroma yang tajam
akan tetapi rasanya gurih (Pierson, 2013). Bau khas dari terasi sangatlah tajam
adalah kandungan unsur gizi terasi berbasis 100 gram pada Tabel 1.
10
Tabel 1. Kandungan unsur gizi terasi per berat bahan 100 gram
Sumber : Daftar komposisi zat gizi pangan indonesia 1995 (Suprapti, 2002).
gizi, c) memperbaiki sifat fisik misalnya rupa, bentuk, kekerasan dan flavour dan
Proses fermentasi ikan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu kelompok yang
yang mempunyai sifat yang sama sekali berbeda dengan sifat asalnya, misalnya
pengolahan terasi dan kecap ikan atau ikan peda (Moeljanto, 1982). Pada awal,
garam, rebon dan bahan lain pada awalnya mempunai pH 6 dan selama proses
fermentasi pH terasi naik menjadi 6,5 dan pada tahap akhir turun menjadi 4,5.
Bila garam yang ditambahakan kurang dari 10% campuran akan mengalami
fermentasi lebih lanjut menjadi mudah busuk atau rusak karena produksi amonia
dalam jumlah besar (Winarno dkk, 1980). Menurut Potter (1987), fermentasi
dan asam amino. Fermentasi akan berlangsung secara aerob yaitu pada awal
bersifat anaerob (Rahayu dkk, 1992). Proses fermentasi terjadi oleh aktivitas
mikroba atau oleh enzim pada jaringan bahan mentah (Winarno dkk, 1980).
Seperti juga produk fermentasi ikan lain, fermentasi terasi juga menimbulkan
citarasa dan aroma yang khas oleh adanya komponen yang mudah menguap
Setelah proses fermentasi, cairan dari dalam udang terekstrak keluar akibat kadar
garam yang tinggi. Kandungan nitrogen pada cairan mula-mula rendah namun
turunannya. Proses fermentasi ini menghasilkan gas amonia dimana gas tersebut
yang menyebabkan aroma yang menyengat pada terasi (Astawan dan Astawan,
1988).
yang berperan dalam fermentasi terasi berbeda jenis dan jumlahnya. Mikroba
yang berperan dalam fermentasi terasi adalah bakteri asam laktat, asam asetat,
khamir dan jamur (Perderson, 1971). Strain dari bakteri asam laktat adalah
Mikroba yang berperan dalam fermentasi udang atau udang rebon adalah bakteri
pembentuk spora dan bakteri haloteran (tahan garam) antara lain Bacillus,
Sedangkan menurut Perangin (1981). Khamir dan kapang tidak berperan selama
fermentasi pembuatan terasi. Menurut Rahayu dkk (1992) menduga bahwa pada
13
Terasi yang bermutu menurut Adawiyah (2007) berwarna gelap, tidak terlalu
keras dan lembek. Dengan kandungan protein 15-20%, terasi sangat baik sebagai
penyedap rasa masakan. Terasi umumnya terbuat dari udang kecil (rebon) dan
dari ikan kecil atau teri. Proses pembuatan produk terasi juga ditambahkan garam
yang berfungsi untuk bahan pengawet, bentuknya seperti pasta dan berwarna
hitam-coklat, dan bisa dengan bahan pewarna sehingga menjadi kemerahan. Bau
khas dari terasi sangatlah tajam dan biasanya dipergunakan sebagai sambal terasi
(Nasution, 2013). Bahan lainnya adalah tepung terigu, tepung beras dan tepung
Komponen cita rasa yang terdapat pada terasi dapat dijabarkan sebagai berikut ini.
Asam lemak yang bersifat volatil menyebabkan bau keasaman, sedangkan amonia
dan amin menyebabkan bau anyir. Senyawa belerang sederhana seperti sulfida,
khusus yang terdapat pada hasil-hasil perairan yang diawetkan dengan cara
volatil yang terdapat dalam terasi berasal dari lemak melalui proses oksidasi dan
senyawa tersebut merupakan senyawa yang sangat menentukan citarasa dari terasi
(Adawiyah, 2007).
Proses fermentasi akan menghasilkan cita rasa yang khas pada terasi. Aroma khas
pada terasi disebabkan oleh senyawa volatil yang dihasilkan oleh hidrolisis
protein selama fermentasi. Yang bertanggung jawab atas pembentukan cita rasa
menghasilkan aroma asam organik yang khas, Gram negatif oval batang nonmotil
yang memproduksi bau khas daging yang merangsang, dan Gram positif
berbentuk batang panjang, memproduksi aroma yang berasal dari degradasi asam
amino.
Komposisi kimia terasi udang bervariasi seperti dapat dilihat pada Tabel 2, yaitu
kadar air 30-50%, kadar protein 20-40%, kadar abu 10-40% dan kadar garam
20,21-23%. Terasi yang diperoleh dari pengecer di Jakarta memiliki kadar air dan
dkk, 1984). Menurut Van Ven (1965) terasi ikan mengandung 35-50% air, 20-
45% protein dan produk-produk hasil degradasi protein, 10-25% mineral (NaCl
dan garam kalsium), dan sejumlah kecil senyawa-senyawa lemak. Terasi juga
Asam amino non-esensial yang terdapat dalam jumlah yang tinggi pada terasi
adalah asam glutamat dan dari kelompok asam amino esensial adalah leusin
(Tabel 3). Soedarmo (1972) menyatakan bahwa terdapat 138 komponen volatile
pada terasi masak yang terdiri dari 16 hidrokarbon, 7 alkohol, 46 karbonil, 7 asam
Asam lemak volatil memberikan bau keasaman, sedangkan amonia dan senyawa
merkaptan, sulfit dan bisulfit memberikan karakteristik bau terasi yang menusuk.
Kandungan histamin terasi yang diperoleh dari pengecer di sekitar Jakarta adalah
16
1,20-24,22 mg% dan masih lebih rendah dari batas yang diperbolehkan terdapat
Cara pengolahan terasi secara tradisional yaitu bahan mentah berupa rebon, udang
penjemuran. Setelah kering, ditumbuk halus, untuk hasil yang baik dapat
ditambah garam selama ditumbuk. Garam ditambahkan sedikit saja agar tidak
17
terlalu asin, tetapi cukup memberi rasa (Hadiwiyoto, 1993). Van Veen (1965),
Rahayu dkk, (1992), Putro (1993) dan Winarno (1973) memberikan gambaran
pembuatan terasi udang, udang segar hasil tangkapan pada saat di atas kapal
tempat pendaratan ikan, garam sebanyak 5 persen ditambahkan lagi. Setelah itu,
udang dihamparkan di atas alas anyaman bambu atau lantai penjemuran dan
keadaan cuaca.
Selama pengeringan, kadar air udang akan menurun dari 80 menjadi 50 persen.
Udang setengah kering yang diperoleh ditumbuk selama 15-20 menit, kemudian
dikeringkan di bawah sinar matahari dan ditumbuk lagi menjadi pasta. Pada tahap
pasta dibiarkan untuk proses fermentasi sampai bau spesifik terasi yang
dengan suhu optimum 20-30oC. Menurut Clucas dan Ward (1996), secara rata-
rata rendemen produk akhir terasi adalah 40-50% dari berat bahan mentah udang.
18
Udang kecil/rebon
Pencucian
Pencetakan/penggumpalan
Pencetakan/penggumpalan
TERASI
penumbukan 3, pemeraman 3 selama 4-7 hari hingga berbau khas terasi, dicetak
Proses pembutaan terasi dengan cara lainnya menurut Hadiwiyoto (1983) adalah
sebagai berikut:
1. Pencucian
Rebon, udang kecil atau ikan yang masih segar dicuci dengan air bersih agar
kotoran, lendir dan bahan-bahan asing yang terikut serta pada waktu penangkapan
menghilang.
2. Penjemuran
Rebon yang telah bersih dijemur pada tempat terbuka yang terkena sinar matahari
agar rebon cepat kering. Rebon yang dijemur harus dibolak-balik dan apabila
3. Penggilingan
Rebon yang sudah kering digiling atau ditumbuk sampai halus, kemudian
tersebut.
4. Pemeraman
Setelah itu adonan yang telah jadi dibuat gumpalan-gumpalan dengan dikepal-
kepal, lalu dibungkus dengan tikar atau daun kering. Kemudian diperam selama
5. Pemeraman II
dengan cara digiling atau ditumbuk sampai halus. Setelah dianggap cukup, dibuat
6. Pemeraman III
proses fermentasi tahap II, pada proses ini akan mulai timbul bau khas terasi.
Pencucian
Penjemuran
Penggilingan
Pemeraman
Pemeraman II
Pemeraman II
Terasi
Maringgai Lampung Timur sebagian besar sama dengan pembuatan terasi pada
umumnya. Pertama udang rebon yang diperoleh dari nelayan kemudian langsung
dicuci. Setelah melalui proses pencucian, ditambahkan garam sekitar 10% dari
berat udang. Setelah merata, udang rebon dijemur diatas para-para dibawah sinar
matahari sambil sortir atau dibuang kotorannya. Ikan-ikan kecil yang tercampur
dengan udang rebon juga dipisahkan untuk mempertahankan mutu terasi udang
panas sinar matahari. Setelah kadar air berkurang, selanjutnya udang di tumbuk
Udang Rebon
Pencucian
TERASI
Gambar 4. Proses pembuatan terasi udang rebon produksi Ibu Marni di Desa
Margasari Kecamatan Labuhan Maringgai Lampung Timur (Data
Primer, 2015).
22
2.7. Protease
makhluk hidup atau dalam sistem biologik. Sebagi protein, enzim memiliki sifat-
sifat umum protein, seperti enzim terdenaturasi pada suhu tinggi atau kondisi
yang abnormal juga dapat menghambat kerja enzim (Suhartono, 1989). Enzim
dekarboksilase dapat mempercepat reaksi sampai 1017 dengan waktu paruh 78 juta
tahun, enzim lain rata-rata masih dibawah 1014 kali (Radzicka dan Wolfenden,
1995).
menduduki posisi sentral dalam aplikasinya pada bidang fisiologis dan produk-
produk komersil. Protease merupakan enzim yang digunakan secara luas pada
aplikasi industri melalui reaksi sintesis dan reaksi hidrolisis, hampir mencapai
65% dari total penjualan enzim di dunia (Huang, 2006). Enzim protease
meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 1983, penjualan enzim protease
mencapai 40% dari total penjualan enzim dunia (Word, 1983), pada tahun 1995
meningkat 60% dari total pemakaian enzim dunia yang bernilai lebih dari 2 milyar
Salah satu contoh penggunaan enzim protease dalam industri pengolahan pangan
yaitu pada produksi keju cottage. Keju cottage dihasilkan dari fermentasi susu
tanpa pematangan dadih. Keju cottage dapat langsung dikonsumsi setelah dadih
(curd) diambil. Keju ini biasa digunakkan masyarakat sebagai bahan campuran
dalam pembuatan kue, dan juga dapat dijadikan sebagai isi roti. Pada produksi
keju, terdapat suatu proses koagulasi susu yang dapat terjadi dengan
asam laktat dengan penambahan enzim rennet pada susu (Buckle, 2007).
tubuh dan merupakan enzim proteolitik, yang berperan penting dalam struktur dan
fungsi semua sel dari makhluk hidup. Penggunaan protease tidak hanya
dimanfaatkan dalam tubuh makhluk hidup saja, tetapi juga dimanfaatkan untuk
dalam bidang farmasi, protease digunakan dalam proses deproteinasi yaitu proses
beracun dan aman bagi kesehatan (non-formalin). Protease memiliki daya katalitik
yang spesifik dan efisien terhadap ikatan peptida dari suatu molekul polipeptida
atau protein.
metabolisme dan proses regulasi pada sel hewan, tumbuhan dan mikroorganisme.
24
dan patogenesisi (Rao dkk, 1998). Banyak protease mengkatalisasi dengan reaksi
yang sama dengan reaksi kimia umum, reaksi hidrolisis yang serupa ditunjukkan
pada Gambar 5.
molekul air (Bauer dkk,1996). Protease disebut juga peptidase atau proteinase,
molekul yang lebih sederhana, seperti menjadi oligopeptida pendek atau asam
amino, dengan reaksi hidrolisis pada ikatan peptide. Enzim ini diperlukan oleh
semua mahkluk hidup karena bersifat esensial dalam metabolism protein. Protein
ini memiliki banyak struktur sekunder beta-sheet dan alpha-helix yang sangat
Berdasarkan jenis residu asam amino dalam sisi aktifnya, protease dapat
dibedakan menjadi empat golongan, yaitu protease serin, protease tiol, protease
dihasilkan dari berbagai sumber, yaitu bakteri, jamur, virus, tumbuhan, hewan dan
manusia. Protease yang dihasilkan dari berbagai bakteri kebanyakan bersifat basa
26
dan netral, sedangkan protease yang dihasilkan oleh berbagai jamur dapat bersifat
identifikasi dan isolasi galur unggul, yaitu galur yang menghasilkan enzim
protease dalam jumlah dan aktivitas yang lebih tinggi. Selain itu, kondisi
mempengaruhi laju pertumbuhan dan laju produksi enzim, seperti suhu, pH,
maka bakteri tersebut harus ditumbuhkan pada medium padat yang mengandung
kasein yaitu Skim Milk Agar (Fardiaz, 1993). Kasein adalah salah satu jenis
dilakukan dengan cara mengamati zona bening yang berada disekitar koloni
bakteri, kemudian membagi diameter zona bening dengan diameter koloni bakteri.
Hasil bagi diameter tersebut dinyatakan sebagai aktifitas protease secara relatif
aktivitas enzim yang dihasilkan (Palmer, 1995). Bakteri penghasil enzim protease
kemudian dilepaskan keluar dari sel (Abraham dkk, 1993). Pada umumnya
violet 280 nm. Panjang gelombang tersebut dapat ditangkap dan dipantulkan
kembali oleh asam amino suatu protein berdasarkan gugus aromatik terutama
asam amino tirosin, triptofan dan fenilalanin. Kelebihan metode ini yaitu
2002).
Semua bakteri umumnya mempunyai enzim protease di dalam sel, tetapi tidak
intermediet dan produk akhir hasil pemecahan asam amino sangat bervariasi (Rao
28
1989). Beberapa penelitian yang telah dilakukan Choi dan Kim (2000) yang
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2015 di
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah terasi yang diproduksi dari
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah aquadest, Nutrient Agar (NA),
Nutrient Broth (NB), Kristal Violet, larutan mordan, larutan safarin, minyak
imersi, medium O/F, Media Sulfide Indole Motility (SIM), media Motility Indol
Ornithyn (MIO), reagen kovac, media Lysine Iron Agar (LIA), media Triple
Sugar Iron Agar (TSIA), media Simmons’s Citrat Agar (SCA), media MR/VP,
TCA (Trichloroacetic Acid), larutan H2O2, Skim Milk Agar (SMA) (0,1 %NaCl,
70% (v/v), NaOH 0,1N, CuSO4.5H2O, Tyrosin, dan Natrium Kalium Tartrat 1%.
30
Alat-alat yang digunakan adalah dalam penelitian ini meliputi autoklaf, inkubator,
tusuk gigi steril, labu ukur, pipet tetes, kapas, alumunium foil, gelas ukur, vortex,
bunsen, mikropipet, pipet tip, gelas preparat, jarum ose, tabung reaksi, rak tabung
disajiakan dalam bentuk grafik dan tabel yang dianalisis dengan metode
tetapi tidak digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas. Pengertian
narasi, grafik, maupun gambar. Dengan kata lain penelitian deskriptif merupakan
suatu bentuk metode penyajian data yang sistematis, faktual dan akurat mengenai
Sampel terasi yang digunakan diambil dari industri rumah tangga terasi sekaligus
berdasarkan sampel terasi yang sudah jadi yaitu pada hari ke 3 setelah fermentasi.
Terasi yang telah jadi kemudian dibawa dengan wadah tertutup dan diusahakan
pengambilan sampel dilakukan secara steril dan aseptis untuk kemudian dilakukan
pengujian di laboratorium.
Tujuan dari tahap isolasi bakteri terasi adalah untuk untuk memisahkan koloni-
koloni bakeri yang terdapat pada terasi udang rebon sehingga didapatkan isolat
terasi udang rebon dilakukan menurut Amin Fatoni (2008), yaitu dengan
Pada tahapan awal isolasi dilakukan dengan pengamatan morfologi koloni dan sel
koloni dimurnikan dengan metode goresan kuadran dan diinkubasi pada suhu
370C selama 24-48 jam dalam posisi terbalik. Setiap koloni yang memiliki
melihat bentuk dan sifat Gram bakteri. Hasil permunian koloni yang terpisah
tunggal atau disebut dengan isolat murni selanjutnya ditumbuhkan pada media
SIM dan disimpan pada suhu ruang. Isolat yang dikatakan murni yaitu apabila
bentuk sel dan sifat bakteri adalah seragam apabila dilihat dibawah mikroskop.
Diagram alir proses isolasi bakteri pada terasi udang rebon dapat dilihat pada
Gambar 7.
Sampel
isolat murni
Setelah dilakukan tahapan isolasi mikroba selanjutnya isolat murni bakteri terasi
merupakan substrat yang baik untuk mengisolasi bakteri penghasil enzim protease
dan menginduksi sintesis enzim protease alkalin (Ward, 1983; Fujiwara dan
aktivitas proteolitik ditumbuhkan pada media selektif agar susu skim (pH 6,5).
Media selektif yang digunakan yaitu Minimal Synthetic Medium (MSM) dengan
komposisi 0.1% NaCl, 0.1% K2HPO4, 0.01% MgSO4.7H2O, 0.05% yeast extract,
1% skim milk dan 2% bacto Agar. Sebanyak 4gr susu skim dilarutkan dalam 200
larutan susu waktu masih panas. Isolat bakteri kemudian ditanam secara gores
dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 370C. Selanjutnya isolat yang tumbuh
diambil sebanyak 1 ose dan di point plate ke dalam cawan petri yang berisi
Minimal Synthetic Medium (MSM), lalu diinkubasi kembali selama 24 jam pada
suhu 370C. Indeks proteolitik dihitung dengan cara mengukur luas areal bening
Perhitungan indeks proteolitik adalah perbandingan luas areal bening dengan luas
koloni bakteri (Baehaki dkk, 2011). Koloni yang membentuk zona jernih
34
pembuatan ekstrak enzim kasar. Nilai indeks proteolitik (IP) diukur dengan
nilai indeks proteolitk relatif tinggi diduga sebagi isolat potensial untuk diuji lebih
lanjut. Hasil bagi zona bening dan zona pertumbuhan dinilai sebagai kekuatan
enzim secara nisbi (Widyastuti dan Dewi, 2001). Isolat dengan indeks proteolitik
Isolat dengan nilai indeks proteolitik terbesar dipilih untuk diproduksi. Isolat
bakteri yang sudah diremajakan pada media SIM diambil 3 ose dan
35
kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 370C di atas shaker dengan
kecepatan 120 rpm. Selanjutnya sebanyak 1ml biakan bakteri dari stater
dipindahkan pada media produksi 100 ml yang mengandung media MSM cair
ditambah skim milk 0,5% dan diinkubasi pada suhu 370C selama ± 48 jam dengan
dkk, 2011). Diagram alir proses produksi enzim kasar dapat dilihat pada Gambar
9.
36
Endapan Supernatan
Protease kasar
Aktivitas protease diukur dengan metode Bergmeyer dan Grassl (1983), dengan
Hammerstein dan 1 ml bufer borat. Campuran reaksi diinkubasi pada suhu 370C
sentrifugasi pada kecepatan 4000 rpm 10 menit. Dari campuran hasil sentrifugasi
diambil 1,5 ml supernatan dan ditambahkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 5
dan diinkubasi pada suhu 370C selama 20 menit. Hasil inkubasi diukur dengan
Inkubasi pada 370C selama 10 menit Sentrifugasi 4000 rpm selama 10 menit
Filtrat 1,5 1,5 1,5
Na2CO3 (0,4M) 5,0 5,0 5,0
Pereaksi Folin (1:2) 1,0 1,0 1,0
Diamkan selama 20 menit pada suhu 370C Baca absorbansinya pada panjang
gelombang 578 nm
Aktivitas ptotease dihitung dalam satuan PU (Protease Unit) per ml ekstrak enzim
(Djajasukma, 1993).
38
Keterangan :
T : Waktu
Isolat yang telah dipilih dengan indeks protease tertinggi, selanjutnya dilakukan
mencakup bentuk sel, motilias, dan sifat Gram. Motilitas diamati dengan
biokimia merupakan salah satu hal yang sangat penting di dalam dunia
mikrobiologi (Lim, 1998). Sifat biokimia yang diamati mencakup uji sitrat
dengan media Simons Citrat Agar (SCA), uji LIA, uji TSIA, uji MR-VP, uji,
MIO, dan uji katalase dengan menggunakan larutan 3% H2O 2 (Cappuccino dan
Sherman, 1983). Identifikasi isolat terpilih mengacu pada Cowan and Steels
“Manual for the Identification of medical Bacteria” (1974). Tata cara uji
1. Pewarnaan Gram
Menurut Lay (1994), koloni yang tumbuh diatas agar lempengan perlu
diperhatikan bentuk, warna tepi elevansi dan sifat tembus cahaya untuk
sedangkan Gram positif menghasilkan warna biru. Pada bakteri Gram positif
dinding sel bakteri terdiri dari peptidoglikan yang tidak larut oleh aseto alkohol
sehingga warna biru komples zat warna kristal violet tetap dipertahankan pada
gelas preparat, dan diwarnai menurut teknik pengecatan yang dikehendaki. Cara
dengan sebagian kecil koloni bakteri dan diratakan hingga menjadi sediaan yang
tipis. Preparat selanjutnya dikering anginkan dan difiksasi di atas nyala api dan
ditetesi dengan larutan Kristal violet sebanyak 2-3 tetes,diamkan selama 1 menit.
dicuci dengan air mengalir dan kering anginkan. Preparat dicuci dengan larutan
peluntur selama ± 30 detik cuci dengan air mengalir kemudian dikering anginkan
dan diberi larutan safranin selama 2 menit. Selanjutnya dicuci dengan air
Positif berwarna violet, Gram Negatif berwarna merah, sedangkan Gram Variabel
2. Uji O/F
Tujuan uji oksidatif fermentatif adalah untuk mengetahu sifat oksidasi dan
fermentasi suatu bakteri terhadap glukosa. Uji ini dilakukan untuk mengetahui
fermentasi atau oksidasi (Cowan dan Steel’s, 1974). Cara kerja pengujian O/F
yaitu yang pertama disediakan dua medium O/F dalam tabung reaksi. Kemudian
steril setebal 1 cm pada salah satu tabung reaksi. Selanjutnya diinkubasi pada
suhu kamar selama 18-24 jam dan diamati perubahan warna yang terjadi dalam
berubah warna menjadi kuning. Bakteri bersifat oksidatif jika tabung terbuka
Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah bakteri dapat membentuk Indol dari
pengujian ini adalah medium tryptone broth, uji ini dilakukan dengan cara
tetes reagen Kovac’s pada kultur broth tersebut. Pada pengujian ini kultur broth
yang telah ditetesi reagen Kovac’s tidak perlu dihomogenkan. Hasil positif
menunjukkan warna merah muda pada permukaan broth. Warna merah muda ini
terbentuk karena indol yang dihasilkan oleh bakteri bereaksi dengan para-
Uji Motilitas dilakukan dengan cara menginokulasikan isolat bakteri dengan cara
menusukkan jarum ose secara tegak lurus hingga setengah tinggi media Sulfit
Indol Motility pada tabung reaksi. Tabung diinkubasi selama 48 jam pada suhu
Uji LIA dilakukan untuk mengetahui jika bakteri hanya memfermentasi dekstrosa
dekstros serta memotong ikatan karboksil asam amino lysine, maka pH kembali
menjadil alkali sehingga akan terlihat medium secara keseluruhan bewarna ungu
dengan adanya indikator Brom crose purple. Terjadinya warna ungu pada seluruh
bagian media uji berarti tes positif. Jika tidak ada perubahn warna atau dasarnya
berwarna kuning maka tes dinyatakan negatif. Bakteri diinokulasi ke media LIA,
42
amati perubahan reaksi yang terjadi, bakteri dikatakan memiliki enzim Lysin
jika medium semakin pudar maka bakteri dikatakan tidak memiliki enzim
tersebut.
dalam memfermentasi glukosa, sukrosa dan laktosa yang terkadung pada medium.
Proses fermentasi pada medium TSIA akan dihasilkan Asam format yang
(CO2) dengan bantuan enzim Formate Hydrogenase. Gas H2 bersifat tidak larut
jalur inokulasi, antara media dan tabung, atau di bagian dasar tabung. Gas H2
tersebut menyebabkan media agar menjadi terangkat atau pecah. Berbeda dengan
gas CO2 yang bersifat lebih mudah larut dalam media sehingga tidak terbentuk
7. Uji Katalase
Menurut Lay (1994), katalase adalah enzim yang dapat mengkatalis penguraian
bagi sistem enzimnya sendiri. Namun demikian bakteri tersebut masih dapat
hidup dengan adanya anti metabolit (enzim katalase) yang dihasilkannya yaitu
mengubah hidrogen peroksida menjadi air dan oksigan (Hadioetomo, 1985). Uji
udara (seperti busa sabun) pada koloni dan sekitarnya Reaksi terbentuknya
gelembung udara pada proses katalisasi enzim katalase dapat dilihat pada Gambar
10.
katalase
2 H2O2 2 H2O + O2 (gelembung udara)
Medium yang digunakan untuk pengujian ini adalah medium MR-VP broth. Uji
Methyl Red (MR) digunakan untuk menentukan apakah glukosa dapat diubah
menjadi produk asam seperti asam laktat, asam asetat, atau asam format. Uji ini
ditambahkan 3-5 tetes methyl red pada masing-masing tabung reaksi lalu
dihomogenkan. Hasil positif menunjukkan warna merah muda pada broth. Hasil
Uji Voges-Proskauer (VP) Medium yang digunakan untuk pengujian ini adalah
apakah glukosa dapat diubah menjadi asetil metil karbinol. Uji ini dilakukan
Sedangkan reaksi negatif pada broth adalah tidak berubahnya warna medium atau
Tujuan dari uji SCA ini adalah untuk mengetahui jenis bakteri yang mengutilisasi
sitrat. Bakteri yang bermanfaat sitrat sebagai sumber karbon akan menghasilkan
Natrium Karbonat yang bersifat alkali, sehingga dengan adanya indikator Brom
Thymol Blue menyebabkan warna biru pada media. Bakteri dinokulasi pada
medium simmon’s citrate selama 18-24 jam, dan diamati perubahan yang terjadi.
Apabila berubah biru, maka bakteri mampu memanfaatkan sitrat sebagai sumber
sebaliknya apabila medium tetap hijau maka bakteri tidak mampu memanfaatkan
45
sitrat. Secara umum, diagram alir proses isolasi dan identifikasi bakteri protease
Gambar 11. Diagram alir proses isolasi dan identifikasi bakteri penghasil protease
dari terasi udang rebon (Mysis relicta)
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
memiliki nilai aktifitas protease sebesar 0,0068, T2c2 sebesar 0,0010, dan
Actinobacillus sp.
DAFTAR PUSTAKA
Akmal, A., Helmi, dan A. Romita. 1996. Isolasi Mikroba Tanah Penghasil
Antibiotika dan Sampel Tanah pada Lokasi Penumpukan Sampah. Cermin
Dunia Kedokteran. No. 108. 1996 45.
Adawiyah, R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara. Jakarta. 137
hlm.
Afrianto, E., dan E. Liviawaty. 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kanisius.
Yogyakarta. 128 hlm.
Afrianto, E., dan E. Liviawaty. 2005. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kanisius.
Yogyakarta. 148 hlm.
Baehaki, A., Rinto, dan A. Budiman. 2011. Isolasi dan Karakterisasi Protease dari
Bakteri Tanah Rawa Indralaya Sumatera Selatan. Jurnal Teknologi dan
Industri Pangan. 22(1): 40-45.
Buller, N. B. 2004. Bacteria from Fish and Other Aquatic Animals. A Practical
Identification Manual. CABI Publishing. Wallingford. hlm 12. 75-76.
Choi, N. S. dan S. H. Kim. 2000. The Effect of Sodium Chloride on The Serine-
type Fibrinolytic Enzymes and the Thermostability of Extracellular
Protease from Bacillus amyloliquefaciens DJ4. Journal of Biochemistry
and Molecullar Biology. Volume 34. Nomor 2. Korea.
Data Primer. 2015. Hasil wawancara penulis dengan Ibu Marni produsen terasi
udang rebon di Desa Margasari Kecamatan Labuhan Maringgai Lampung
Timur. 05 Maret 2015 pukul 09.00 WIB.
Davies, H. L. 1982. Nutrition and growth. Hedges and belly Pty. Ltd. Melbaurne.
Departemen Kesehatan RI. 1995. Daftar Komposisi Zat Gizi Pangan Indonesia.
Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
66
Direktotat Gizi Depkes. 1992. Produk Fermentasi Ikan Garam. Balai Besar Riset
Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan.
Djajasukma. 1993. Isolasi Enzim Protease dari Mucor javanicus. Pros. Seminar
Hasil Litbang SDH.
Fatoni, Amin. 2008. Isolasi dan Karakteisasi Protease Ekstraseluler dari Bakteri
dalam Limbah Cair Tahu. Jurnal Natur Indonesia.10 (2): 83-88.
Hadiwiyoto, S. 1983. Hasil-Hasil Olahan Susu, Ikan, Daging dan Telur. Liberty.
Yogyakarta. 151 hlm.
Huang, G., T. Ying, P. Huo, dan J. Jiang. 2006. Purification and Characterization
of Protease from Thermophilic Bacillus strain HS08. African. Biotechnol.
5:2433-2438.
Naiola, E., dan N. Widhyastuti. 2007. Semi Purifikasi dan Karakterisasi Enzim
Protease Bacillus sp. Berkala Penelitian Hayati. 13 (51–56).
Nasir. 2008. Chitosan, Limbah Kulit Udang Untuk Diabetes dan Hipertensi.
Diakses dari http://katakiti.multiply.com/reviews/item/69 pada tanggal 05
Januari 2015.
Pakpahan, R. 2009. Isolasi Bakteri dan Uji Aktivitas Bakteri Protease Termofilik
Dari Sumber Air Panas Sipoholon Tapanuli Utara Sumatera Utara. (Thesis).
Universitas Sumatera Utara.
Pierson, S. 2013. Kajian Terasi atau Balacan Sebagai Bahan Tambahan Makanan.
Diakses tanggal 25 Maret 2015. http://www.detikfood.com.
Poliana, J., dan C. A. P. Mac. 2007. Industrial Enzymes: Structure, Function, and
Applications. Dordrecht. Springer. hlm 24.
Rahayu, K., dan S. Sudarmadji. 1989. Mikrobiologi Pangan dan Gizi. Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta. hlm 73-180.
Sarnianto, P., H. E. Irianto, dan S. Putro. 1984. Studies on the histamine content
of fermented fish product. Laporan Penelitian Teknologi Perikanan. 32: 35-
39.
Singh, J., N. Batra., dan C. R. Sobti. 2001. Serine Alkaline Protease from a Newly
Isolated Bacillus sp. SSR1. Proc. Biochem. 36:781-785.
Soedarmo, P., dan A. D. Sediaoetama. 1977. Ilmu Gizi. Penerbit Dian Rakyat.
Jakarta.
Sofro, A. S. M. 1990. Biokimia. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. UGM.
Yogyakarta.
Son, E. S. dan J. I. Kim. 2003. Multicatalytic Alkaline Serine Protease from the
Psychrotropic from Bacillus amyloliquefaciens S94. The Journal of
Microbiology. Volume 41. Nomor 1. Korea.
Susanti, E. 2003. Penentuan Aktivitas dan Jenis Protease dari Bacillus sp.
BAC4¹.Sainmat,1: 56-57.
Van Veen, A. G. 1965. Fermented and Dried Sea Food Product in Southeast Asia,
dalam Fish as Food Volume III Processing Part I. Edited George
Borsgstrom-Academic Press. New York.
Walker dan M. John. 2002. Protein Protocols Handbook. Humana Press Inc.
Totowa.
Ward, O. P. 1983; Fujiwara dan Yamamoto, 1987; Ward, O.P. 1983. Proteinase.
Di dalam Microbial Enzyme and Biotechnology. W. M. Fogarty. Applied
Science Publisher. New York.
Widhyastuti, N., dan R. M. Dewi. 2001. Isolasi Bakteri Proteolitik Dan Optimasi
Produksi Protease. Laporan Teknik Proyek Inventarisasi dan Karakterisasi
Sumberdaya Hayati. Pusat penelitian Biologi. LIPI.
Wong dan Jackson. 1977. Malaysian belachan (shrimp paste dalam Steinkrauss ed
hand book of indigenus fermented food. Institute of food science cirone
university.