Sei sulla pagina 1di 14

Adrenergik

Saraf simpatis

Saraf Simpatik
Apakah yang di maksud dengan Saraf Simpatik.? Saraf Simpatik merupakan saraf yang
berpangkal pada sumsum tulang belakang di daerah dada dan juga pinggang. Saraf Simpatik
adalah bagian dari sistem saraf otonom yang cenderung bertindak berlawanan terhadap sistem
saraf parasimpatik dan umumnya berfungsi untuk memacu dan mempercepat kerja organ-organ
tubuh manusia, contohnya mempercepat detak jantuk dan menyebabkan kontrasi pembuluh
darah. Sistem ini mengatur fungsi kelenjar keringat dan merangsang sekresi glukosa dalam hati.
Sistem saraf simpatik diaktifkan terutama dalam kondisi stres. Sistem saraf simpatik disebut juga
sistem saraf torakolumbar, karena saraf preganglion keluar dari tulang belakang toraks ke-1
sampai dengan ke-12. Sistem saraf ini berupa 25 pasang ganglion atau simpul saraf yang
terdapat di sumsum tulang belakang.

Berikut ini Fungsi dari sistem saraf Simpatik secara lengkap :


 Mempercepat denyut jantung
 Mempersempit diameter pembuluh darah
 Memperlambat proses pencernaan
 Memperkecil bronkus
 Menurunkan tekanan darah
 Memperlambat gerak peristaltis
 Memperlebar pupil
 Menghambat sekresi empedu
 Menurunkan sekresi ludah
 Meningkatkan sekresi adrenalin.
cara kerja dan spektrum obat simpatomimetik

A. Cara dan spectrum kerja obat simpatomimetik Dapat dikelompokkan berdasarkan


cara kerja dan spectrum reseptor yang mereka pengaruhi. Beberapa obat (seperti,
norepinephrine, epinephrine ) bekerja dengan cara langsung, yakni mereka
berinteraksi secara langsung dengan mengaktifkan adrenoreseptor. Beberapa obat
lain, bekerja tidak langsung, kerja mereka bergantung pada rilis catecholamine
sndogen. Bahan-bahan yang bekerja tidak langsung ini mempunyai salah satu dari
dua mekanisme berbeda : 1. pemindahan catecholamine yang disimpan di ujung
saraf adrenergic ( contoh, amphetamine) 2. penghambat catecholamine yang sudah
dikeluarkan ( contoh, cocaine dan antidepresan trisiklik) kimia dan farmakokinetik
obat simpatomimetik phenylethylamine dianggap sebagai senyawa induk dari mana
obat-obat simpatomimetik berasal. Senyawa ini terdiri dari cincin benzene dengan
rantai samping ethylamine. Subtitusii dapat dibuat pada ; a. kelompok terminal amin
b. cincin benzene c. karbon alfa d. karbon beta STIMULANSIA Sejarah amphetamine
Amphetaminee merupakan phenylisopropylamine yang penting terutama karena
kegunaannya dan penyalahgunaannya sebagai stimulansia system saraf pusat.
Farmakokinetiknya sama dengan ephedrine, tetapi amphetamine memasuki system
saraf pusat dengan lebih mudah dan mempunyai efek stimulant yang lebih jelas
terhadap mood dan kewaspadaan dan efek menekan selera makan. Kerja
periferalnya di mediasi terutama melalui rilis cathecolamine. Amphetamines telah
disintesis pada akhir tahun 1920-an dan diperkenalkan dalam praktek kedokteran
1936. dextroamphetamine adalah kelompok anggota utama, walau banyak
amphetamine lainnya dan amphetamine pengganti seperti
metamphetamine,phenmetrazine, dan methylpenidate, yang diperkenalkan
berikutnya. Jumlah analog amphetamine dengan efek psikoaktif terus berlipat ganda.
Penyalahgunaan amphetamine dimulai tahun 1940-an. Zat kimia yang terdapat
dama jumlah besar inhaler digunakan untuk dekongestan hidung. Selama perang
dunia II, amphetamine seringkali digunakan oleh anggota-anggota militer. Suplai
amphetamine dalam jumlah sangat besar tersedia bagi generasi muda di Jepang
dalam periode pascaperang, menghasilkan epidemic penyalahgunaan obat yang
pada akhirnya diancam oleh hukuman draconian. Kimia dan farmakologi
amphetamine Amphetamine kemungkinan bekerja di pusat terutama dengan
meningkatkan rilis neurotransmitter catecholamine, termasuk dopamine. Mereka juga
merupakan penghambat yang lemah terhadap monoamine oxidase dan, dengan
struktur yang mirip kemungkinan secara langsung sebagai agonis katekolaminergik
di otak. Ketergantungan psikologis sangat kuat pada beberapa obat ini. Bentuk
khusus dari gejala putus obat meliputi nafsu makan yang besar, kelelahan, dan
depresi mental. Sindroma ini mungkin berakhir beberapa hari setelah obat
dihentikan. Toleransi berkembang secara cepat, sehingga penyalahguna
menggunakan dosis sangat besar dibandingkan dengan dosis terapetik, misal
sebagai anoreksia (pengurang nafsu makan). Aspek klinis amphetamine Salah satu
pola dari penyalahgunaan amphetamine disebut ”lari”. Pengulangan pemberian
injeksi intravena yang dilakukan sendiri untuk mendapatkan ”serangan” suatu reaksi
orgasme, diikuti dengan rasa kesiapsiagaan mental (alertness) dan euforia yang
kuat. Total dosis per hari pernah dilaporkan 4000 mg. Setelah beberapa hari
penggunaan hingga memabukkan, pengguna mungkin masuk ke dalam keadaan
seperti paranoid skizofrenik. Khususnya, mereka mengalami serangan delusi bahwa
ada seranggaserangga merayap di bawah kulit mereka, yang menimbulkan
karakteristik tersendiri yang suka mencela. Akhirnya mabuk diakhiri oleh kelelahan
akibat kurang tidur dan kurang makan, diikuti sindroma putus obat seperti di atas.
Selain psikosis paranoid yang dihubungkan dengan penggunaan kronis
amphetamine, injeksi intravena menggunakan jarum sunik yang terkontaminasi
menimbulkan komplikasi infeksi yang sama seperti halnya dengan heroin. Bentuk
lesi spesifik yang dihubungkan dengan penggunaan kronis dari amphetamine adalah
arteritis nekrotik, yang melibatkan banyak arteri ukuran kecil dan sedang dan
menyebabkan perdarahan otak yang fatal atau gagal ginjal. Overdosis amphetamine
jarang menyebabkan kematian, mereka selalu dapat diterapi dengan menimbulkan
sedasi pada pasien dengan haloperidol.
PENGERTIAN ADRENERGIK

Dikatakan obat adrenergic karena efek yang ditimbulkannya mirip perangsangan saraf
adrenergic, atau mirip efek neurotransmitter norepinefrin dan epinefrin ( yang disebut juga
noradrenalin dan adrenalin ). Golongan obat ini disebut juga obat simpatik atau
simpatomimetik yaitu zat – zat yang dapat menimbulkan ( sebagian ) efek yang sama dengan
stimulasi susunan simpaticus ( SS ) dan melepaskan noradrenalin ( NA ) di ujung – ujung
sarafnya.

Kerja obat adrenergic dapat dikelompokkan dalam 7 jenis yaitu :

1. Perangsangan organ perifer : otot polos pembuluh darah kulit dan mukosa, serta kelenjar liur
dan keringat.
2. Penghambatan organ perifer : otot polos usus, bronkus dan pembuluh darah otot rangka
3. Perangsangan jantung : dengan akibat peningkatan denyut jantung dan kekuatan
kontraksi
4. Perangsangan SSP : misalnya perangsangan pernapasan, peningkatan kewaspadaan, aktivitas
psikomotor, dan pengurangan nafsu makan
5. Efek metabolic : misalnya peningkatan glikogenolisis di hati dan otot, lipolisis dan
penglepasan asam lemak bebas dari jaringan lemak
6. Efek endokrin : misalnya modulasi sekresi insulin, rennin, dan hormone hipofisis
7. Efek prasinaptik : dengan akibat hambatan atau peningkatan penglepasan neurotransmitter
NE atau Ach ( acetyl colin ).

Adrenergic dapat dibagi dalam dua kelompok menurut titik kerjanya di sel – sel
efektor dari organ – ujung, yakni reseptor-alfa dan reseptor-beta. Perbedaan antara kedua
jenis reseptor didasarkan atas kepekaannya bagi adrenalin, noradrenalin ( NA ), dan
isoprenalin. Reseptor-alfa lebih peka bagi NA, sedangkan reseptor-beta lebih sensitive bagi
isoprenalin.
Diferensiasi lebih lanjut dapat dilakukan menurut efek fisiologisnya yaitu
dalam alfa-1 dan alfa-2 serta beta-1 dan beta-2.Pada umumnya stimulasi dari masing-
masing reseptor itu menghasilkan efek-efek sebagai berikut :

· Alfa-1 : menimbulkan vasokonstriksi dari otot polos dan menstimulasi sel-sel kelenjar
dengan bertambahnya antara lain sekresi liur dan keringat.
· Alfa-2 : menghambat pelepasan NA pada saraf-saraf adrenegis dengan turunnya tekanan
darah. Mungkin pelepasan ACh di saraf kolinergis dalam usus pun terhambat sehingga antara
lain menurunnya peristaltic.
· Beta-1 : memperkuat daya dan frekuensi kontraksi jantung ( efek inotrop dan kronotop ).
· Beta-2 : bronchodilatasi dan stimulasi metabolisme glikogen dan lemak.
Lokasi reseptor ini umumnya adalah sebagai berikut :
· alfa-1 dan beta-1 : postsinaptis artinya lewat sinaps di organ efektor
· alfa-2 dan beta-2 : presinaptis dan ekstrasi-naptis yaitu dimuka sinaps atau diluarnya antara
lain dikulit otak,rahim,dan pelat-pelat darah. Reseptor-a1 juga terdapat presinaptis.

Contoh Obat Adrenergik antara lain :

1. Epinefrin
2. Norepinefrin
3. Isoproterenol
4. Dopamin
5. Dobutamin
6. Amfetamin
7. Metamfenamin
8. Efedrin
9. Metoksamin
10. Fenilefrin
11. Mefentermin
12. Metaraminol
13. Fenilpropanolamin
14. Hidroksiamfetamin
15. Etilnorepineprin
1. EPINEFRIN
Epinefrin merupakan prototype obat kelompok adrenergic. Zat ini dihasilkan juga
oleh anak-ginjal dan berperan pada metabolisme hidrat-arang dan lemak. Adrenalin memiliki
semua khasiat adrenergis alfa dan beta, tetapi efek betanya relative lebih kuat ( stimulasi
jantung dan bronchodilatasi ).
a. Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja epinephrine dibagi berdasarkan tempat kerja, yaitu pada sistem
kardiovaskular dan sistem pernapasan. Pada kardiovaskular epinephrine dapat
memperkuat dan mempercepat daya kontraksi otot jantung (myocard) yang akan
menyebabkan curah jantung meningkat sehingga mempengaruhi kebutuhan efek oksigen
dari otot jantung. Epinephrine juga mengkontriksi arteri di kulit (vasokontriksi), membran
mukosa, dan visceral. Kerja lain dari epinephrine adalah mendilatasi pembuluh darah ke
hati dan otot rangka. Oleh karena itu, efek kumulatif epinephrine adalah meningkatkan
tekanan sistolik dan menurunkan tekanan diastolik (Hoffman, 2012). Pada sistem
pernapasan, epinephrine bekerja pada otot polos bronkus yang mengandung reseptor
Beta-2 sehingga menyebabkan relaksasi (bronkodilatasi) (Hoffman, 2012).
Pada umumnya epinephrine dikemas dalam sediaan larutan dengan perbandingan
konsentrasi 1:1000 (1ml ampul) atau 1:10000 (10ml mini jet untuk resusitasi), masing-
masing mengandung 1mg epinephrine. Sediaan lainnya berupa larutan anastesi untuk
infiltrasi dengan konsentrasi 1:200000. Injeksi pada gigi perbandingannya 1:80000.
Sediaan berupa auto-injector untuk anafilaktik dengan dosis 0,3mg dan 0,15mg pada
injeksi intramuskolar (Kinnear, 2011). Efek samping yang dapat ditimbulkan
oleh epinephrine adalah beberapa gejala negatif pada aktivitas metabolisme organ tubuh
berupa palpitasi, tremor, takikardia, aritmia, hipertensi, pendarahan otak, dan edema akut
paru (Kinnear, 2011).
 Farmakodinamika
Pada umumnya pemberian epinefrin menimbulkan efek mirip stimulasi saraf
adrenergic. Ada beberapa perbedaan karena neurotransmitter pada saraf adrenergic adalah
NE. Efek yang paling menonjol adalah efek terhadap jantung, otot polos pembuluh darah dan
otot polos lain.
· Jantung, epinefrin mengaktivasi reseptor β1 di otot jantung, sel pacu jantung dan jaringan
konduksi. Ini merupakan dasar efek inotropik dan kronotropik positif epinefrin pada jantung.
Epinefrin mempercepat depolarisasi fase 4, yakni depolarisasi lambat sewaktu diastole, dari
nodus sino-atrial ( SA ) dan sel otomatik lainnya, dengan demikian mempercepat firing rate
pacu jantung dan merangsang pembentukan focus ektopik dalam ventrikel. Dalam nodus SA,
epinefrin juga menyebabkan perpindahan pacu jantung ke sel yang mempunyai firing rate
lebih cepat.
Epinefrin mempercepat konduksi sepanjang jaringan konduksi, mulai dari atrium ke nodus
atrioventrikular ( AV ). Epinefrin juga mengurangi blok AV yang terjadi akibat penyakit,
obat atau aktivitas vagal. Selain itu epinefrin memperpendek periode refrakter nodus AV dan
berbagai bagian jantung lainnya. Epinefrin memperkuat kontraksi dan mempercepat
relaksasi. Dalam mempercepat denyut jantung dalam kisaran fisiologis, epinefrin
memperpendek waktu sistolik tanpa mengurangi waktu diastolic. Akibatnya curah jantung
bertambah tetapi kerja jantung dan pemakaian oksigen sangat bertambah sehingga efisiensi
jantung ( kerja dibandingkan dengan pemakaian oksigen ) berkurang. Dosis epinefrin yang
berlebih disamping menyebabkan tekanan darah naik sangat tinggi juga menimbulkan
kontraksi ventrikel premature diikuti takikardia ventrikel dan akhirnya fibrilasi ventrikel.
· Pembuluh darah, efek vascular epinefrin terutama pada arteriol kecil dan sfingter
prekapiler, tetapi vena dan arteri besar juga dipengaruhi. Pembuluh darah kulit, mukosa dan
ginjal mengalami konstriksi karena dalam organ – organ tersebut reseptor α dominan.
Pembuluh darah otot rangka mengalami dilatasi oleh epinefrin dosis rendah, akibat aktivasi
reseptor β2 yang mempunyai afinitas lebih besar pada epinefrin dibandingkan dengan reseptor
α. Epinefrin dosis tinggi bereaksi dengan kedua jenis reseptor tersebut. Dominasi reseptor α
di pembuluh darah menyebabkan peningkatan resistensi perifer yang berakibat peningkatan
tekanan darah. Pada waktu kadar epinefrin menurun, efek terhadap reseptor α yang kurang
sensitive lebih dulu menghilang. Efek epinefrin terhadap reseptor β2 masih ada pada kadar
yang rendah ini. Dan menyebabkan hipotensi sekunder pada pemberian epinefrin secara
sistemik. Jika sebelum epinefrin telah diberikan suatu penghambat reseptor α, maka
pemberian epinefrin hanya menimbulkan vasodilatasi dan penurunan tekanan darah. Gejala
ini disebut epinefrin reversal yaitu suatu kenaikan tekanan darah yang tidak begitu jelas
mungkin timbul sebelum penurunan tekanan darah ini, kenaikan yang selintas ini akibat
stimulsai jantung oleh epinefrin.
Pada manusia pemberian epinefrin dalam dosis terapi yang menimbulkan kenaikan tekanan
darah tidak menyebabkan konstriksi arteriol otak, tetapi menimbulkan peningkatan aliran
darah otak.
Epinefrin dalam dosis yang tidak banyak mempengaruhi tekanan darah, meningkatkan
resistensi pembuluh darah ginjal dan mengurangi aliran darah ginjal sebanyak 40%. Ekskresi
Na, K dan Cl berkurang volume urin mungkin bertambah, berkurang atau tidak berubah.
Tekanan darah arteri maupun vena paru meningkat oleh epinefrin meskipun terjadi konstriksi
pembuluh darah paru, redistribusi darah yang berasal dari sirkulasi sistemik akibat konstriksi
vena – vena besar juga berperan penting dalam menimbulkan kenaikan tekanan darah paru.
Dosis epinefrin yang berlebih dapat menimbulkan kematian karena adema paru.
· Pernapasan, epinefrin mempengaruhi pernapasan terutama dengan cara merelaksasi otot
bronkus melalui reseptor β2. efek bronkodilatasi ini jelas sekali bila sudah ada kontraksi otot
polos bronkus karena asma bronchial, histamine, ester kolin, pilokarpin, bradikinin, zat
penyebab anafilaksis yang bereaksi lambat dan lain – lain. Disini epinefrin bekerja sebagai
antagonis fisiologik. Pada asma, epinefrin juga menghambat penglepasan mediator inflamasi
dari sel – sel mast melalui reseptor β2, serta mengurangi sekresi bronkus dan kongesti mukosa
melalui reseptor α1.
· Proses Metabolik, epinefrin menstimulasi glikogenolisis di sel hati dan otot rangka
melalui reseptor β2, glikogen diubah menjadi glukosa-1-fosfat dan kemudian glukosa-6-
fosfat. Hati mempunyai glukosa-6-fosfatase tetapi otot rangka tidak, sehingga hati melepas
glukosa sedangkan otot rangka melepas asam laktat. Epinefrin juga menyebabkan
penghambatan sekresi insulin akibat dominasi aktivasi reseptor α2 yang menghambat,
terhadap aktivasi reseptor β2 yang menstimulasi sekresi insulin. Sekresi glucagon
ditingkatkan melalui reseptor β pada sel α pancreas. Selain itu epinefrin mengurangi ambilan
glukosa oleh jaringan perifer, sebagian akibat efeknya pada sekresi insulin, tapi juga akibat
efek langsung pada otot rangka. Akibatnya terjadi peningkatan kadar glukosa dan laktat
dalam darah dan penurunan kadar glikogen dalam hati dan otot rangka.
Epinefrin melalui aktivasi reseptor β meningkatkan aktivasi lipase trigliserida dalam jaringan
lemak, sehingga mempercepat pemecahan trigliserida menjadi asam lemak bebas dan
gliserol. Akibatnya kadar asam lemak bebas dalam darah meningkat. Efek kalorigenik
epinefrin terlihat sebagai peningkatan pemakaian oksigen sebanyak 20 sampai 30% pada
pemberian dosis terapi. Efek ini terutama disebabkan oleh peningkatan katabolisme lemak,
yang menyediakan lebih banyak substrat untuk oksidasi.
Efek utamanya terhadap organ dan proses – proses tubuh penting dapat diikhtisarkan sebagai
berikut :
· Jantung : daya kontraksi diperkuat ( inotrop positif ), frekuensi ditingkatkan ( chronotrop
positif ), sering kali ritmenya di ubah.
· Pembuluh : vasokontriksi dengan naiknya tekanan darah.
· Pernapasan : bronchodilatasi kuat terutama bila ada konstriksi seperti pada asma atau
akibat obat.
· Metabolisme ditingkatkan dengan naiknya konsumsi O2 dengan ca 25%, berdasarkan
stimulasi pembakaran glikogen ( glycogenolysis ) dan lipolysis. Sekresi insulin di hambat,
kadar glukosa dan asam lemak darah ditingkatkan.

 Farmakokinetik

· Absorbsi, pada pemberian oral, epinefrin tidak mencapai dosis terapi karena sebagian besar
dirusak oleh enzim COMT dan MAO yang banyak terdapat pada dinding usus dan hati. Pada
penyuntikan SK, absorbsi lambat karena vasokontriksi local, dapat dipercepat dengan
memijat tempat suntikan. Absorbsi yang lebih cepat terjadi dengan penyuntikan IM. Pada
pemberian local secara inhalasi, efeknya terbatas terutama pada saluran napas, tetapi efek
sistemik dapat terjadi, terutama bila digunakan dosis besar.
· Biotransformasi dan ekskresi, epinefrin stabil dalam darah. Degradasi epinefrin terutama
terjadi dalam hati terutama yang banyak mengandung enzim COMT dan MAO, tetapi
jaringan lain juga dapat merusak zat ini. Sebagian besar epinefrin mengalami
biotransformasi, mula – mula oleh COMT dan MAO, kemudian terjadi oksidasi, reduksi dan
atau konyugasi, menjadi metanefrin, asam 3-metoksi-4-hidroksimandelat, 3-metoksi-4-
hidroksifeniletilenglikol, dan bentuk konyugasi glukuronat dan sulfat. Metabolit – metabolit
ini bersama epinefrin yang tidak diubah dikeluarkan dalam urin. Pada orang normal, jumlah
epinefrin yang utuh dalam urin hanya sedikit. Pada pasien feokromositoma, urin mengandung
epinefrin dan NE utuh dalam jumlah besar bersama metabolitnya.

b. Indikasi
Terutama sebagai analepticum, yakni obat stimulan jantung yang aktif sekali pada keadaan
darurat, seperti kolaps, shock anafilaktis, atau jantung berhenti. Obat ini sangat efektif pada
serangan asma akut, tetapi harus sebagai injeksi karena per oral diuraikan oleh getah
lambung.

c. Kontraindikasi
Epinefrin dikontraindikasikan pada pasien yang mendapat β-bloker nonselektif, karena
kerjanya yang tidak terimbangi pada reseptor α1pembuluh darah dapat menyebabkan
hipertensi yang berat dan perdarahan otak.

d. Efek samping
Pemberian epinefrin dapat menimbulkan gejala seperti gelisah, nyeri kepala berdenyut,
tremor, dan palpitasi. Gejala – gejala ini mereda dengan cepat setelah istrahat. Pasien
hipertiroid dan hipertensi lebih peka terhadap efek – efek tersebut maupun terhadap efek pada
system kardiovaskular. Pada pasien psikoneuretik epinefrin memperberat gejala – gejalanya.

1. NOREPINEFRIN
Norepinefrin adalah derivate tanpa gugus-metil pada atom-N. neurohormon ini khususnya
berkhasiat langsung terhadap reseptor α dengan efek fasokontriksi dan naiknya tensi. Efek
betanya hanya ringan kecuali kerja jantungnya ( β1 ). Bentuk-dekstronya, seperti epinefrin,
tidak digunakan karena ca 50 kali kurang aktif. Karena efek sampingnya bersifat lebih ringan
dan lebih jarang terjadi, maka norepinefrin lebih disukai penggunaannya pada shok dan
sebagainya. Atau sebagai obat tambahan pada injeksi anastetika local

a. Mekanisme Kerja

 Farmakodinamika
NE bekerja terutama pada reseptor α, tetapi efeknya masih sedikit lebih lemah bila
dibandingkan dengan epinefrin. NE mempunyai efek β1 pada jantung yang sebanding dengan
epinefrin, tetapi hampir tidak memperlihatkan efek β2.
Infus NE pada manusia menimbulkan peningkatan tekanan diastolic, tekanan sistolik,
dan biasnya juga tekanan nadi. Resistensi perifer meningkat sehingga aliran darah melalui
ginjal, hati dan juga otot rangka juga berkurang. Filtrasi glomerulus menurun hanya bila
aliran darah ginjal sangat berkurang. Reflex vagal memperlambat denyut jantung, mengatasi
efek langsung NE yang mempercepatnya. Perpanjangan waktu pengisian jantung akibat
perlambatan denyut jantung ini, disertai venokonstriksi dan peningkatan kerja jantung akibat
efek langsung NE pada pembuluh darah dan jantung, mengakibatkan peningkatan curah
sekuncup. Tetapi curah jantung tidak berubah atau bahkan berkurang. Aliran darah koroner
meningkat, mungkin karena dilatasi pembuluh darah koroner tidak lewat persarafan otonom
tetapi dilepasnya mediator lain, antara lain adenosin, akibat peningkatan kerja jantung dan
karena peningkatan tekanan darah. Berlainan dengan epinefrin, NE dalam dosis kecil tidak
menimbulkan vasodilatasi maupun penurunan tekanan darah, karena NE boleh dikatakan
tidak mempunyai efek terhadap reseptor β2 pada pembuluh darah
otot rangka. Efek metabolic NE mirip epinefrin tetapi hanya timbul pada dosis yang
lebih besar.
b. Indikasi
Pengobatan pada pasien shock atau sebagai obat tambahan pada injeksi pada
anastetika local.
c. Kontraindikasi
Obat ini dikontraindikasikan pada anesthesia dengan obat – obat yang menyebabkan
sensitisasi jantung karena dapat timbul aritmia. Juga dikontraindikasikan pada wanita hamil
karena menimbulkan kontraksi uterus hamil.
d. Efek Samping
Efek samping NE serupa dengan efek samping epinefrin, tetapi NE menimbulkan
peningkatan tekanan darah yang lebih tinggi. Efek samping yang paling umum berupa rasa
kuatir, sukar bernafas, denyut jantung yang lambat tetapi kuat, dan nyeri kepala selintas.
Dosis berlebih atau dosis biasa pada pasien yang hiper-reaktif ( misalnya pasien hipertiroid )
menyebabkan hipertensi berat dengan nyeri kepala yang hebat, fotofobia, nyeri dada, pucat,
berkeringat banyak, dan muntah.

2. ISOPROTERENOL
Obat ini juga dikenal sebagai isopropilnorepinefrin, isopropilarterenol dan
isoprenalin, merupakan amin simpatomimetik yang kerjanya paling kuat pada semua reseptor
β, dan hampir tidak bekerja pada reseptor α.
a. Mekanisme Kerja

 Farmakodinamika
Isoproterenol tersedia dalam bentuk campuran resemik. Infus isoproterenol pada
manusia menurunkan resistensi perifer, terutama pada otot rangka, tetapi juga pada ginjal dan
mesenterium, sehingga tekanan diastolic menurun. Curah jantung meningkat karena efek
inotropik dan kronotropik positif langsung dari obat.pada dosis isoproterenol yang biasa
diberikan pada manusia, peningkatan curah jantung umumnya cukup besar untuk
mempertahankan atau meningkatkan tekanan sistolik, tetapi tekanan rata – rata menurun.
Efek isoproterenol terhadap jantung menimbulkan palpitasi, takikardia, sinus dan aritmia
yang lebih serius.
Isoproterenol melalui aktivasi reseptor β2, menimbulkan relaksasi hampir semua jenis
otot polos. Efek ini jelas terlihat bila tonus otot tinggi, dan paling jelas pada otot polos
bronkus dan saluran cerna. Isoproterenol mencegah atau mengurangi bronkokonstriksi. Pada
asma, selain menimbulkan bronkodilatasi, isoprotorenol juga menghambat penglepasan
histamine dan mediator – mediator inflamasi lainnya.akibat reaksi antigen-antibodi, efek ini
juga dimiliki oleh β2-agonis yang selektif. Efek hiperglikemik isoproterenol lebih lemah
dibandingkan dengan epinefrin, antara lain karena obat ini menyebabkan sekresi insulin
melalui aktivasi reseptor β2 pada sel – sel beta pancreas tanpa diimbangi dengan efek
terhadap reseptor α yang menghambat sekresi insulin. Isoproterenol lebih kuat dari epinefrin
dalam menimbulkan efek penglepasan asam lemak bebas dan efek kalorigenik.
b. Indikasi
Digunakan pada kejang bronchi ( asma ) dan sebagai stimulant sirkulasi darah.
c. Kontraindikasi
Pasien dengan penyakit arteri koroner menyebabkan aritmia dan serangan angina.
d. Efek samping
Efek samping yang umum berupa palpitasi, takikardi, nyeri kepala dan muka merah.
Kadang – kadang terjadi aritmia dan serangan angina, terutama pada pasien dengan penyakit
arteri koroner. Inhalasi isoproterenol dosis berlebih dapat menimbulkan aritmia ventrikel
yang fatal.

4. DOPAMIN
a. Mekanisme Kerja

 Farmakodinamik
Precursor NE ini mempunyai kerja langsung pada reseptor dopaminergik dan
adrenergic, dan juga melepaskan NE endogen. Pada kadar rendah, dopamin bekerja pada
reseptor dopaminergik D1 pembuluh darah, terutama di ginjal, mesenterium dan pembuluh
darah koroner. Stimulasi reseptor D1 menyebabkan vasodilatasi melalui aktivasi
adenilsiklase. Infus dopamin dosis rendah akan meningkatkan aliran darah ginjal, laju filtrasi
glomerulus dan ekskresi Na+ . Pada dosis yang sedikit lebih tinggi, dopamin meningkatkan
kontraktilitas miokard melalui aktivasi adrenoseptor β1. Dopamin juga melepaskan NE
endogen yang menambah efeknya pada jantung. Pada dosis rendah sampai sedang, resistensi
perifer total tidak berubah. Hal ini karena dopamin mengurangi resistensi arterial di ginjal
dan mesenterium dengan hanya sedikit peningkatan di tempat – tempat lain.dengan demikian
dopamin meningkatkan tekanan sistolik dan tekanan sistolik dan tekanan nadi tanda
mengubah tekanan diastolic ( atau sedikit meningkat ). Akibatnya dopamin terutama berguna
untuk keadaan curah jantung rendah disertai dengan gangguan fungsi ginjal, misalnya syok
kardiogenik dan gagal jantung yang berat. Pada kadar yang tinggi dopamin menyebabkan
vasokontriksi akibat aktivasi reseptor α1 pembuluh darah. Karena itu bila dopamin di gunakan
untuk syok yang mengancam jiwa, tekanan darah dan fungsi ginjal harus dimonitor. Reseptor
dopamin juga terdapat dalam otak, tetapi dopamin yang di berikan IV, tidak menimbulkan
efek sentral karena obat ini sukar melewati sawar darah-otak.
Fenoldopam merupakan agonis reseptor D1 perifer dan mengikat reseptor α2 dengan
afinitas sedang, afinitas terhadap reseptor D2, α1 dan β tidak berarti. Obat ini merupakan
vasodilator kerja cepat untuk mengontrol hipertensi berat ( misalnya hipertensi maligna
dengan kerusakan organ ) di rumah sakit untuk jangka pendek, tidak lebih dari 48 jam.
Fenoldopam mendilatasi berbagai pembuluh darah, termasuk arteri koroner, arteriol aferen
dan eferen ginjal dan arteri mesenteric. Masa paruh eliminasi fenoldopam intravena, setelah
penghentian 2-jam infuse ialah 10 menit. Efek samping akibat vasodilatasi berupa sakit
kepala, muka merah, pusing, takikardia atau bradikardia.
Dopeksamin merupakan analog dopamin dengan aktivitas intrinsic pada reseptor
D1, D2 dan β2, juga menghambat ambilan katekolamin. Obat ini agaknya memperlihatkan efek
hemodinamik yang menguntungkan pada pasien gagal jantung berat, sepsis dan syok. Pada
pasien dengan curah jantung rendah, infus dopeksamin meningkatkan curah sekuncup dan
menurunkan resistensi vascular sistemik.
b. Indikasi
Pengobatan pada pasien syok dan hipovolemia.
c. Kontraindikasi
Dopamin harus dihindarkan pada pasien yang sedang diobati dengan penghambat
MAO.
d. Efek Samping
Dosis belebih dapat menimbulkan efek adrenergic yang berlebihan. Selama infuse
dopamine dapat terjadi mual, muntah, takikardia, aritmia, nyeri dada, nyeri kepala, hipertensi
dan peningkatan tekanan diastolic.

5. DOBUTAMIN

a. Mekanisme Kerja

 Farmakodinamika
Struktur senyawa dobutamin mirip dopamin, tetapi dengan substitusi aromatic yang
besar pada gugus amino. Dobutamin merupakan campuran resemik dari kedua isomer / dan d.
Isomer / adalah α1-agonis yang poten sedangkan isomer d α1-bloker yang poten. Sifat agonis
isomer / dominan, sehingga terjadi vasokontriksi yang lemah melalui aktivasi reseptor α1.
Isomerd 10 kali lebih poten sebagai agonis reseptor β daripada isomer / dan lebih selektif
untuk reseptor β1 daripada β2.
Dobutamin menimbulkan efek inotropik yang lebih kuat daripada efek kronotropik
dibandingkan isoproterenol. Hal ini disebabkan karena resistensi perifer yang relative tidak
berubah ( akibat vasokontriksi melalui reseptor α1diimbangi oleh vasodilatasi melalui
reseptor β2 ), sehingga tidak menimbulkan reflex takikardi, atau karena reseptor α1 di jantung
menambah efek inotropik obat ini. Pada dosis yang menimbulkan efek inotropik yang
sebanding, efek dobutamin dalam meningkatkan automatisitas nodus SA kurang dibanding
isoproterenol, tetapi peningkatan konduksi AV dan intraventrikular oleh ke-2 obat ini
sebanding. Dengan demikian, infuse dobutamin akan meningkatkan kontraktilitas jantung
dan curah jantung, hanya sedikit meningkatkan denyut jantung, sedangkan resistensi perifer
relative tidak berubah.
 Farmakokinetik
Norepinefrin, isoproterenol dopamine dan dobutamin sebagai katekolamin tidak
efektif pada pemberian oral. NE tidak diabsorpsi dengan baik pada pemberian SK.
Isoproterenol diabsorpsi dengan baik pada pemberian parenteral atau sebagai aerosol atau
sublingual sehingga tidak dianjurkan. Obat ini merupakan substrat yang baik untuk COMT
tetapi bukan substrat yang baik unuk MAO, sehingga kerjanya sedikit lebih panjang daripada
epinefrin. Isoproterenol diambil oleh ujung saraf adrenergic tetapi tidak sebaik epinefrin dan
NE. Nonkatekolamin yang digunakan dalam klinik pada umumnya efektif pada pemberian
oral dan kerjanya lama, karena obat – obat ini resisten terhadap COMT dan MAO yang
banyak terdapat pada dinding usus dan hati sehingga efektif per oral.
b. Indikasi
Pengobatan pada jantung
c. Kontraindikasi
Pasien dengan fibrilasi atrium sebaiknya dihindarkan karena obat ini mempercepat
konduksi AV.

Hoffman BB. Adrenoceptor-activating & other sympathomimetic drugs. In : katzung BG,


editor. Basic & Clinical pharmacology. 9th ed. Ch 10. New York : McGraw-Hill :
2004.p.122-41.

Westfall TC, Westfall DP. Adrenergic agonists and antagonists. In : Brunton LL, Lazo JS,
Parker KL, editor. Goodman & Gilman’s the pharmacological Basis of Theraupetics. 11 th ed.
Ch 10. New York : McGraw-Hill : 2006.p.237-63.

Westerveld Gj et al. Anti-oxidant actions of oxymethazoline and xylomethazoline. Eur J


phermacol 1995; 291 : 27-31. Geref in NTvG 1997, Nr 41 p 1999.

S, O’Neill J, Fears S, et al, 2008. Abuse of Amphetamine and StructuralAbnormalities in


Brain. Ann N Y Acad Sci. Bramness JG, Gundersen OH, Guterstam J, et al,
2012.Amphetamine-Induced Psychosis

Separate Diagnostic Entity or Primary Psychosis Triggered in the


Vulnerable. BMC Psychiatry. 221

Japardi, Iskandar. (2002). Efek neurologis dari ectasy dan shabu-shabu. Sumatera Utara
:Universitas Sumatera Utara

Potrebbero piacerti anche

  • Resume Kimia Medisinal
    Resume Kimia Medisinal
    Documento5 pagine
    Resume Kimia Medisinal
    fazri perdana
    Nessuna valutazione finora
  • Soal 3,4,5
    Soal 3,4,5
    Documento15 pagine
    Soal 3,4,5
    fazri perdana
    100% (1)
  • Resume Kimia Medisinal
    Resume Kimia Medisinal
    Documento5 pagine
    Resume Kimia Medisinal
    fazri perdana
    Nessuna valutazione finora
  • Kel. 1 Asma
    Kel. 1 Asma
    Documento30 pagine
    Kel. 1 Asma
    fazri perdana
    Nessuna valutazione finora
  • Kompartemen Cairan Tubuh
    Kompartemen Cairan Tubuh
    Documento59 pagine
    Kompartemen Cairan Tubuh
    Wiranda Hosanna
    Nessuna valutazione finora
  • Model Farmakokinetika
    Model Farmakokinetika
    Documento33 pagine
    Model Farmakokinetika
    fazri perdana
    Nessuna valutazione finora
  • Statisticsthia
    Statisticsthia
    Documento8 pagine
    Statisticsthia
    fazri perdana
    Nessuna valutazione finora
  • Siak
    Siak
    Documento4 pagine
    Siak
    fazri perdana
    Nessuna valutazione finora
  • Review Jurnal Biotek
    Review Jurnal Biotek
    Documento3 pagine
    Review Jurnal Biotek
    fazri perdana
    Nessuna valutazione finora
  • Tests of Normality
    Tests of Normality
    Documento1 pagina
    Tests of Normality
    fazri perdana
    Nessuna valutazione finora
  • 1.6 Bab Ii
    1.6 Bab Ii
    Documento15 pagine
    1.6 Bab Ii
    fazri perdana
    Nessuna valutazione finora
  • BAB II Influenza KLP 3
    BAB II Influenza KLP 3
    Documento36 pagine
    BAB II Influenza KLP 3
    fazri perdana
    Nessuna valutazione finora
  • Cover Kel.4
    Cover Kel.4
    Documento1 pagina
    Cover Kel.4
    fazri perdana
    Nessuna valutazione finora
  • Kel 5 KWU
    Kel 5 KWU
    Documento6 pagine
    Kel 5 KWU
    desy handayani
    Nessuna valutazione finora
  • Woc Bronkiolitis
    Woc Bronkiolitis
    Documento2 pagine
    Woc Bronkiolitis
    fazri perdana
    Nessuna valutazione finora
  • BF Grafik
    BF Grafik
    Documento4 pagine
    BF Grafik
    fazri perdana
    Nessuna valutazione finora
  • Pendiri Kerajan Medang
    Pendiri Kerajan Medang
    Documento1 pagina
    Pendiri Kerajan Medang
    fazri perdana
    Nessuna valutazione finora
  • Herbarium Stifar Riau
    Herbarium Stifar Riau
    Documento15 pagine
    Herbarium Stifar Riau
    Amaliadwitasari
    Nessuna valutazione finora
  • Penyelesain Kasus TBC
    Penyelesain Kasus TBC
    Documento2 pagine
    Penyelesain Kasus TBC
    fazri perdana
    Nessuna valutazione finora
  • Penyelesain Kasus TBC
    Penyelesain Kasus TBC
    Documento18 pagine
    Penyelesain Kasus TBC
    fazri perdana
    Nessuna valutazione finora
  • Pertussis Kel.4
    Pertussis Kel.4
    Documento15 pagine
    Pertussis Kel.4
    fazri perdana
    Nessuna valutazione finora
  • Bronkiolitis-WPS Office
    Bronkiolitis-WPS Office
    Documento4 pagine
    Bronkiolitis-WPS Office
    fazri perdana
    Nessuna valutazione finora
  • Makalah Pneumonia Anak Fix
    Makalah Pneumonia Anak Fix
    Documento39 pagine
    Makalah Pneumonia Anak Fix
    MuhammadAtmanegara
    100% (8)
  • Penyelesain Kasus TBC
    Penyelesain Kasus TBC
    Documento18 pagine
    Penyelesain Kasus TBC
    fazri perdana
    Nessuna valutazione finora
  • LABEL
    LABEL
    Documento1 pagina
    LABEL
    fazri perdana
    Nessuna valutazione finora
  • Pertussis Kel.4
    Pertussis Kel.4
    Documento15 pagine
    Pertussis Kel.4
    fazri perdana
    Nessuna valutazione finora
  • Influenza 1
    Influenza 1
    Documento3 pagine
    Influenza 1
    fazri perdana
    Nessuna valutazione finora
  • Pertussis Kel.4
    Pertussis Kel.4
    Documento15 pagine
    Pertussis Kel.4
    fazri perdana
    Nessuna valutazione finora
  • Farmakoterapi
    Farmakoterapi
    Documento17 pagine
    Farmakoterapi
    fazri perdana
    Nessuna valutazione finora
  • National Pressure Ulcer Advisory Panel
    National Pressure Ulcer Advisory Panel
    Documento1 pagina
    National Pressure Ulcer Advisory Panel
    fazri perdana
    Nessuna valutazione finora