Sei sulla pagina 1di 17

Gejala dan Penatalaksanaan Penyakit Refluks Gastroesofageal ( GERD )

Siska (102012102), Elizabeth Chikita Putri (102013106), Yogi Adhitya Arganatha


(102013240), Jean Rosdiantoro (102014095), Joshua Tjantoso (102014131), Maria Rosario
Angelina Mella (102014154), Septin Permata Sari (102014274), Insan Kamil (102015001)
Jln. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510
Telephone : (021) 5694-2061, fax : (021) 563-1731
Fkukridac2@gmail.com

Abstract
Gastroesophageal reflux disease (gastroesophageal reflux disease, GERD) Less Sales
manager encountered and severity endoskopiknya more Light in Asia than in Western
countries gatra. However, previous data indicate that currently has An increased frequency
of the disease in Asia. Examination gold standard for the diagnosis of GERD, erosive review
is endoscopic digestive tract differences. Meanwhile, Inspection There are currently no gold
standard for the diagnosis of a review of non-erosive reflux disease (non-erosive reflux
disease, NERD) symptoms and diagnosis rely OR Against Treatment response proton pump
inhibitor (PPI). Target is healed esophagitis GERD Treatment, symptoms of softening,
maintaining free prepaid Fixed patient symptoms, improve quality of life, and prevent
complications. Until earlier Currently, PPI therapy is the medical Yang Effective paled. After
Initial Treatment, on-demand therapy can be effective in some patients Patients with erosive
esophagitis NERD or Light. Surgical anti-reflux By The competent surgeon can be fruitless-
End The same findings, with operative mortality of 0.1 to 0.8%. Depending on the decision
OPTIONS Patient and surgeon availability Experienced. The not in patients gerds symptoms
complained Warning (alarm symptoms) When the examination in primary services, treatment
can be initiated with PPI standard doses for 2 weeks. When Appropriate response, PPI
continued for 4 weeks before the entry all that on-demand therapy.

Keywords : GERD , PPI , on-demand therapy , endoscopy

1
Abstrak
Penyakit refluks gastroesofageal (gastroesophageal reflux disease, GERD) kurang umum
dijumpai dan derajat keparahan endoskopiknya lebih ringan di Asia dibandingkan di negara-
negara Barat. Namun, data saat ini menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan frekuensi
penyakit tersebut di Asia. Pemeriksaan baku emas untuk diagnosis GERD erosif adalah
endoskopi saluran cerna atas. Sementara itu, tidak terdapat pemeriksaan baku emas untuk
diagnosis penyakit refluks non-erosif (non-erosive reflux disease, NERD) dan diagnosisnya
mengandalkan gejala atau respons terhadap pengobatan proton pump inhibitor (PPI). Sasaran
pengobatan GERD adalah menyembuhkan esofagitis, memperingan gejala, mempertahankan
pasien tetap bebas gejala, memperbaiki kualitas hidup, dan mencegah komplikasi. Hingga
saat ini, PPI merupakan terapi medikamentosa yang paling efektif. Sesudah pengobatan awal,
terapi on-demand dapat efektif pada beberapa pasien penderita NERD atau esofagitis erosif
ringan. Bedah anti-refluks oleh dokter bedah yang kompeten dapat membuahkan hasil-akhir
yang sama, dengan mortalitas operatif sebesar 0,1 – 0,8%. Keputusan bergantung pada
pilihan pasien dan ketersediaan dokter bedah yang berpengalaman. Pada penderita GERD
yang tidak mengeluhkan gejala peringatan (alarm symptoms) saat pemeriksaan di layanan
primer, pengobatan dapat dimulai dengan PPI dosis standar selama 2 minggu. Bila
responsnya sesuai, PPI dilanjutkan selama 4 minggu sebelum masuk ke terapi on-demand.

Kata kunci: GERD, PPI, terapi on-demand, endoskopi

2
1. Pendahuluan
Berdasarkan data epidemiologis, prevalensi GERD di Asia sekitar 2-5% dan esofagitis
endoskopik sebesar 2-5%, lebih rendah dibandingkan prevalensi di negara-negara Barat.
Derajat keparahan GERD di Asia-Pasifik cenderung lebih ringan, dan secara endoskopik
normal (non-erosive reflux disease, NERD); kalaupun didapatkan gambaran esofagitis,
sebagian besar kasus (90%) merupakan esofagitis Los Angeles (LA) grade A atau B.
Esofagus Barrett, striktur esofagus, atau adenokarsinoma esofagus juga lebih jarang
ditemukan pada pasien di Asia dibandingkan dengan pasien di negara Barat. Sebaliknya,
prevalensi infeksi Helico-bacter pylori di Asia (30-60%) lebih tinggi dibandingkan di
negara Barat. GERD harus dibedakan dari penyakit saluran cerna atas yang terkait H.
pylori, terutama ulkus peptikum dan kanker lambung.

2. Identifikasi Istilah
Tidak ada

3. Rumusan Masalah
Makan cepat kenyang , begah dan nyeri ulu hati disertai kembung bila makan agak
banyak.

Pembahasan
Skenario 5
Analisis Masalah
SKENARIO
Seorang perempuan 50 tahun datang berobat ke poliklinik umum dengan keluhan bila makan
cepat kenyang, begah dan nyeri ulu hati kadang disertai kembung bila makan agak banyak.

 Anamnesis
 Bila makan dipaksakan , perut penuh sekali sehingga sampai ke dada dan sesak
 Muntah keluar cairan asam
 Keluhan dirasakan sudah kira-kira 4 bulan
 Pasien memiliki kebiasaan minum soft drink dan jamu setiap 2 hari sekali

3
 Pemeriksaan Fisik
 BB = 50 kg
 BB saat ini = 40 kg
 TB = 149 cm

 Diagnosis Kerja :
GERD ( Gastroesophageal Refluks Disease )

 Definisi

Berdasarkan Genval Workshop, definisi pasien GERD adalah semua individu yang
terpapar risiko komplikasi fisik akibat refluks gastroesofageal, atau mereka yang
mengalami gangguan nyata terkait dengan kesehatan (kualitas hidup) akibat gejala-
gejala yang terkait dengan refluks.1 Secara sederhana, definisi GERD adalah
gangguan berupa regurgitasi isi lambung yang menyebabkan heartburn dan gejala
lain.Terdapat dua kelompok GERD. Yang pertama adalah GERD erosif (esofagitis
erosif ), didefinisikan sebagai GERD dengan gejala refluks dan kerusakan mukosa
esofagus distal akibat refluks gastroesofageal. Pemeriksaan baku emas untuk
diagnosis GERD erosif adalah endoskopi saluran cerna atas. Yang kedua adalah
penyakit refluks non-erosif (non-erosive reflux disease, NERD), yang juga disebut
endoscopic-negative GERD, didefinisikan sebagai GERD dengan gejala-gejala
refluks tipikal tanpa kerusakan mukosa esofagus saat pemeriksaan endoskopi saluran
cerna.1Saat ini, telah diusulkan konsep yang membagi GERD menjadi tiga kelompok,
yaitu penyakit refluks non-erosif, esofagitis erosif, dan esofagus Barrett.

 Epidemiologi
Sudah sejak lama prevalensi GERD di Asia dilaporkan lebih rendah dibandingkan
dengan di negara-negara Barat. Namun, banyak penelitian pada populasi umum yang
baru-baru ini dipublikasikan menunjukkan kecenderungan peningkatan prevalensi
GERD di Asia. Prevalensi di Asia Timur 5,2 %-8,5 % (tahun 2005-2010), sementara
sebelum 2005 2,5%-4,8%; Asia Tengah dan Asia Selatan 6,3%-18,3%, Asia Barat
yang diwakili Turki menempati posisi puncak di seluruh Asia dengan 20%. Asia
Tenggara juga mengalami fenomena yang sama; di Singapura prevalensinya adalah

4
10,5%, di Malaysia insiden GERD meningkat dari 2,7% (1991-1992) menjadi 9%
(2000-2001), sementara belum ada data epidemiologi di Indonesia.2

Gambar 1. Prevalensi GERD pada Studi berbasis Populasi di Asia.2

 Etiologi
Terdapat berbagai faktor yang menyebabkan terjadinya GERD. Esofagitis dapat
terjadi sebagai akibat refluks esofageal apabila : 1). Terjadi kontak dalam waktu yang
cukup lama antara bahan refluksat dengan mukosa esofagus, 2). Terjadi penurunan
resistensi jaringan mukosa esofagus.3
Esofagus dan gaster dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi (high pressure zone)
yang dihasilkan oleh kontraksi lower esophageal sphincter (LES). Pada individu
normal, pemisah ini akan dipertahankan kecuali pada saat sendawa atau muntah.
Aliran balik dari gaster ke esofagus melalui LES hanya terjadi apabila tonus LES
tidak ada atau sangat rendah (<3 mmHg)

 Patofisiologi
Refluks gastroesofageal pada pasien GERD terjadi melalui 3 mekanisme : 1).
Refleks spontan pada saat relaksasi LES tidak adekuat, 2). Aliran retrograd yang
mendahului kembalinya tonus LES setelah menelan, 3). Meningkatnya tekanan
intra abdomen. Dengan demikian dapat diterangkan bahwa patogenesis terjadinya
GERD menyangkut keseimbangan antara faktor defensif dari esofagus (pemisah
anti refluks, bersihan asam dari lumen esofagus, ketahanan epitel esofagus) dan
faktor ofensif dari bahan refluksat. Faktor-faktor lain yang turut berperan dalam
5
timbulnya gejala GERD adalah kelainan di lambung yang meningkatkan terjadinya
refluks fisiologis, antara lain dilatasi lambung atau obstruksi gastric outlet dan
delayed gastric emptying. Tidak ada korelasi antara infeksi H. pylori dan GERD.
Hanya sedikit bukti yang menunjukkan bahwa infeksi H. pylori mempunyai peran
patogenik langsung terhadap kejadian GERD. Tidak terdapat korelasi antara
infeksi H. pylori dan esofagitis, tetapi infeksi galur (strain).4 virulen organisme
tersebut, yang ditandai oleh CagA positif, berbanding terbalik dengan esofagitis,
esofagus Barrett (dengan atau tanpa displasia) dan adenokarsinoma esofagus.
Setiap pengaruh infeksi H. pylori pada GERD terkait dengan gastritis yang
ditimbulkannya dan efeknya pada sekresi asam lambung. Efek eradikasi H. pylori
pada gejala refluks dan GERD bergantung pada dua faktor: (i) distribusi anatomis
gastritis; dan (ii) ada tidaknya GERD sebelumnya.

 Tanda dan Gejala ( Manifestasi Klinik )


Gejala klinik yang khas dari GERD yaitu :5
 Nyeri/rasa tidak enak di epigastrium atau retrosternal bagian bawah.
Rasa nyeri dideskripsikan sebagai rasa terbakar (heartburn),
 Disfagia (kesulitan menelan makanan)
Timbul saat makan makanan yang padat mungkin terjadi karena striktur atau
keganasan yang berkembang dari Barret’s esophagus.
 Mual atau regurgitasi
 Rasa pahit di lidah
 Odinofagia
Muncul jika sudah terjadi ulserasi esofagus yang berat.

 Diagnosis
Adanya gejala klasik GERD (heartburn dan regurgitasi), yang ditemukan melalui
anamnesis yang cermat, merupakan patokan diagnosis. Pada beberapa pasien, GERD
perlu dibedakan dari kondisi lain, misalnya penyakit traktus bilier dan penyakit arteri
koroner.

6
 Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis GERD
adalah :6
Pemantauan pH esofagus 24 jam ( Gold standard )
Pemantauan pH esophagus memegang peranan penting dalam diagnosis refluks
gastroesofagus, terutama pada pasien yang sulit untuk diobati. Sampai saat ini
pemantauan pH merupakan standar baku untuk mendiagnosis refluks gastroesofagus
dan untuk menentukan hubungan episode refluks dengan gejala klinis. Dalam
keadaan normal pH esophagus antara 6 sampai 7, dengan ditemukannya penurunan
pH di bawah 4 merupakan petanda terjadinya episode refluks. Pemantauan pH
esophagus yang paling baik dengan hasil yang dapat dipercaya adalah selama 24
jam. Episode refluks gastroesofageal menimbulkan asidifikasi bagian distal
esophagus. Episode ini dapat dimonitor dan direkam dengan menetapkan
mikroelektroda pH pada bagian distal esophagus. Pengukuran pH pada esophagus
bagian distal dapat memastikan ada tidaknya refluks gastroesofageal. pH di bawah 4
pada jarak 5 cm diatas LES dianggap diagnostic untuk refluks gastroesofageal.

Endoskopi saluran cerna bagian atas


Pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas merupakan standar baku untuk
diagnosis GERD dengan ditemukannya mucosal break di esofagus (esofagitis
refluks). Dengan melakukan pemeriksaan endoskopi dapat dinilai perubahan
makroskopik dari mukosa esofagus, serta dapat menyingkirkan keadaan patologis
lain yang dapat menimbulkan gejala GERD. Jika tidak ditemukan mucosal break
pada pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas pada pasien dengan gejala
khas GERD, keadaan ini disebut sebagai non-erosive reflux disease (NERD).
Ditemukannya kelainan esofagitis pada pemeriksaan endoskopi yang dipastikan
dengan pemeriksaan histopatologi (biopsi), dapat mengkonfirmasikan bahwa gejala
heartburn atau regurgitasi tersebut disebabkan oleh GERD. Pemeriksaan histopatologi
juga dapat memastikan adanya Barrett's esophagus, displasia atau keganasan. Tidak
ada bukti yang mendukung perlunya pemeriksaan histopatologi/biopsi pada NERD.

Tes Bernstein
Tes penuangan asam (Bernstein) digunakan untuk menentukan apakah nyeri dada
disebabkan oleh refluks asam. Untuk tes ini, tabung kecil dimasukan melalui satu

7
lubang hidung, menuruni belakang tenggorokan, dan kedalam bagian tengah dari
esofagus. Larutan asam yang diencerkan dan larutan garam normal dituangkan
secara bergantian melalui kateter dan kedalam esofagus. Pasien tidak sadar larutan
mana yang sedang diinfuskan. Jika penuangan dengan asam membangkitkan nyeri
pasien yang biasa dan penuangan dari larutan garam tidak menghasilkan nyeri,
kemungkinan adalah bahwa nyeri pasien disebabkan oleh refluks asam.

Manometri esofagus
Tes manometri akan memberi manfaat yang berarti jika pada pasien-pasien dengan
gejala nyeri epigastrium dan regurgitas yang nyata didapatkan esofagografi barium
dan endoskopi yang normal

Sintigrafi gastroesofageal
Pemeriksaan ini menggunakan cairan atau campuran makanan cair dan padat yang
dilabel dengan radioisotop yang tidak diabsorpsi, biasanya technetium. Selanjutnya
sebuah penghitung gamma (gamma counter) eksternal akan memonitor transit dari
cairan atau makanan yang dilabel tersebut. Sensitivitas dan spesifitas tes ini masih
diragukan

Tes penghambat pompa proton (tes supresi asam)


Tes PPI :
Beberapa uji klinis prospektif terkontrol meneliti penggunaan empiris PPI untuk
GERD. Tes PPI adalah pengobatan PPI selama 2 minggu pada pasien yang mempu-
nyai gejala GERD atau pasien yang mempunyai manifestasi GERD atipikal/ekstra-
esofageal. Dalam tes ini, PPI diberikan dua kali sehari; sensitivitas tes PPI sebesar
68-80% untuk diagnosis GERD. Dari penelitian di Asia, terungkap bahwa 93%
penderita yang mempunyai gejala GERD tipikal dan endoskopinya normal ternyata
responsif terhadap terapi PPI selama 2 minggu tersebut. Tes PPI merupakan sebuah
modalitas diagnostik yang bermanfaat, tetapi perlu diingat bahwa respons positif
terhadap tes PPI tidak selalu sebanding dengan diagnosis GERD, begitu juga respons
negatif tidak serta merta dapat menyingkirkan diagnosis GERD.7

8
 Diagnosis Diferensial
 NERD ( Nonerosive Reflux Disease )
Definisi :
Adalah gangguan yang berbeda dari penyakit Gastroesophageal Reflux Disease
(GERD). Hal ini didefinisikan sebagai subkategori dari GERD yang ditandai dengan
gejala refluks terkait tanpa adanya erosi mukosa esophagus, peradangan mikroskopis,
hipersensitivitas viseral (stres dan tidur), dan kontraksi esofagus berkelanjutan.

Gejala klinik :
Gejala pada pasien NERD adalah heartburn dan regurgitasi. Heartburn umumnya
digunakan untuk menunjukkan rasa terbakar di substernal. Heartburn diperburuk oleh
produk makanan tertentu, posisi membungkuk, posisi terlentang saat tidur, dan lain
sebagainya. Regurgitasi juga dapat mempengaruhi pasien dengan NERD dan dapat
menyebabkan rasa pahit atau asam di mulut. Hal ini diperburuk ketika membungkuk
atau posisi terlentang.

Medikamentosa :
Pilihan pengobatan untuk pasien NERD dapat menggunakan antasida, antagonis
reseptor H2, atau proton pump inhibitors (PPI). Edukasi yang dapat dianjurkan pada
pasien NERD yaitu dengan mengubah gaya hidup seperti berhenti merokok,
menghindari makanan pedas, menghindari makan di malam hari, mengangkat kepala
tempat tidur, menurunkan berat badan, makan dalam porsi kecil dan menghentikan
penggunaan alkohol

 Dyspepsia Fungsional
Definisi :
Kumpulan gejala yang terdiri dari nyeri / rasa tidak nyaman di epigastrium, mual,
muntah, kembung, cepat kenyang, rasa penuh, sendawa, regurgitasi , rasa panas yang
menjalar di dada, tanpa adanya kelainan struktur maupun kimiawi pada tubuh.
Berdasarkan keluhannya, dispepsia fungsional dapat diklasifikasikan menjadi
beberapa subgrup yang didasarkan pada keluhan yang paling dominan antara lain:
1. Bila nyeri ulu hati yang dominan dan disertai nyeri pada malam hari maka
dikategorikan sebagai dispepsia tipe ulkus.

9
2. Bila kembung, mual, muntah, rasa penuh dan cepat kenyang lebih dominan maka
dikategorikan sebagai dispepsia tipe dismotilitas.
3. Bila tidak ada keluhan yang dominan, maka dikategorikan sebagai dispepsia non
Spesifik.

Gejala Klinik:
Nyeri epigastrium
Cepat kenyang
Rasa penuh dan rasa terbakar di epigastrium
Lokasi epigastrium adalah antara area umbilikus dan ujung inferior sternum
pada linea midklavikularis.

 Komplikasi
Komplikasi yang paling sering terjadi adalah striktur dan pendarahann. Sebagai dampak
adanya rangsangan kronik asam lambung terhadap mukosa esofagus, dapat terjadi
perubahan mukosa esofagus dari skuamosa menjadi epitel kolumnar yang metaplastik.
Keadaan ini disebut sebagai esofagus Barrett (Barrett’s esophagus) dan merupakan suatu
keadaan premaligna.8 Risiko terjadinya karsinoma pada Barrett’s esophagus adalah
sampai 30-40 kali dibandingkan populasi normal

o Striktur esofagus
Striktur esofagus adalah penyempitan lumen esofagus dapat karena tumor atau
penyebab lain. Striktur esofagus merupakan penyempitan lumen karena fibrosis
dinding esofagus yang disebabkan oleh macam-macam penyebab. Proses striktur
terjadi akibat reaksi inflamasi dan nekrosis esofagus karena berbagai macam
penyebab.

o Esofagus Barrett
Esofagus Barrett merupakan penyakit GERD stadium akhir. Kondisi ini ditemukan
pada 7 - 10 % pasien dengan GERD. Gangguan parah fungsi esofagus, dan
peningkatan jelas pemaparan asam pada esofagus. Penyulit tipikal pada pasien
Barret’s adalah ulserasi pada segmen yang dilapisi epitel kolumnar, pembentukan
striktur, dan displasia kanker akibat adanya rangsangan kronik asam lambung
terhadap mukosa esofagus

10
Gambar 2. Esofagus Barrett8

 Penatalaksanaan9
Yang dimaksud dengan penatalaksanaan adalah tindakan yang dilakukan oleh dokter
yang menangani kasus GERD, meliputi tindakan terapi non-farmakologik, farmakologik,
endoskopik, dan bedah. Pada dasarnya terdapat 5 target yang ingin dicapai dan harus
selalu menjadi perhatian saat merencanakan, merubah, serta menghentikan terapi pada
pasien GERD. Kelima target tersebut adalah menghilangkan gejala/keluhan,
menyembuhkan lesi esofagus, mencegah kekambuhan, memperbaiki kualitas hidup, dan
mencegah timbulnya komplikasi.
Pendekatan klinik penatalaksanaan GERD meliputi pengobatan GERD (NERD dan
ERD), GERD refrakter dan non-acid GERD. Pada lini pertama, diagnosis GERD lebih
banyak ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan kuesioner GERD berdasarkan gejala.
Penatalaksanaan diberikan berdasarkan diagnosis klinis :

Gambar 3. Alur Pengobatan Berdasarkan Proses Diagnostik Pada Pelayanan Primer9

11
Penatalaksanaan Non Farmakologi
Perhatian utama ditujukan kepada memodifikasi berat badan berlebih dan meninggikan
kepala lebih kurang 15-20 cm pada saat tidur, serta faktor-faktor tambahan lain seperti
menghentikan merokok, minum alkohol, mengurangi makanan dan obat-obatan yang
merangsang asam lambung dan menyebabkan refluks, makan tidak boleh terlalu kenyang
dan makan malam paling lambat 3 jam sebelum tidur.

Penatalaksanaan Farmakologi
Obat-obatan yang telah diketahui dapat mengatasi gejala GERD meliputi antasida,
prokinetik, antagonis reseptor H2, Proton Pump Inhibitor (PPI) dan Baclofen.

Tabel 1. Efektivitas Terapi Obat untuk GERD9

Dari semua obat-obatan tersebut di atas, PPI paling efektif dalam menghilangkan
gejala serta menyembuhkan lesi esofagitis pada GERD. PPI terbukti lebih cepat
menyembuhkan lesi esofagitis serta menghilangkan gejala GERD dibanding
golongan antagonis reseptor H2 dan prokinetik. Apabila PPI tidak tersedia, dapat
diberikan H2RA. Pada individu-individu dengan gejala dada terbakar atau
regurgitasi episodik, penggunaan H2RA (H2-Receptor Antagonist) dan/atau antasida
dapat berguna untuk memberikan peredaan gejala yang cepat.
Pengobatan GERD dapat dimulai dengan PPI setelah diagnosis GERD ditegakkan .
Dosis inisial PPI adalah dosis tunggal per pagi hari sebelum makan selama 2 sampai
4 minggu. Apabila masih ditemukan gejala sesuai GERD (PPI failure), sebaiknya
PPI diberikan secara berkelanjutan dengan dosis ganda sampai gejala menghilang.
Umumnya terapi dosis ganda dapat diberikan sampai 4-8 minggu

12
Tabel 2. Dosis PPI untuk Pengobatan GERD9

Apabila kondisi klinis masih belum menunjukkan perbaikan harus dilakukan


pemeriksaan endoskopi untuk mendapatkan kepastian adanya kelainan pada mukosa
saluran cerna atas. Pengobatan selanjutnya dapat diberikan sesuai dengan ringan-
beratnya kerusakan mukosa.Untuk esofagitis ringan dapat dilanjutkan dengan terapi on
demand. Sedangkan untuk esofagitis berat dilanjutkan dengan terapi pemeliharaan
kontinu, yang dapat diberikan sampai 6 bulan.

Tabel 3. Klasifikasi GERD berdasarkan Hasil Pemeriksaan Endoskopi9

Penatalaksanaan endoskopik
Komplikasi GERD seperti Barret’s esophagus, striktur, stenosis ataupun perdarahan,
dapat dilakukan terapi endoskopik berupa Argon plasma coagulation, ligasi, Endoscopic
Mucosal Resection, bouginasi, hemostasis atau dilatasi.
Terapi endoskopi untuk GERD masih terus berkembang dan sampai saat ini masih dalam
konteks penelitian. Terapi endoskopi yang telah dikembangkan adalah:

• Radiofrequency energy delivery

• Endoscopic suturing

13
Namun demikian sampai saat ini masih belum ada laporan mengenai terapi endoskopi
untuk GERD di Indonesia.

Penatalaksanaan bedah
Penatalaksanaan bedah mencakup tindakan pembedahan antirefluks (fundoplikasi
Nissen, perbaikan hiatus hernia, dll) dan pembedahan untuk mengatasi komplikasi.10
Pembedahan antirefluks (fundoplikasi Nissen) dapat disarankan untuk pasien-pasien
yang intoleran terhadap terapi pemeliharaan, atau dengan gejala mengganggu yang
menetap (GERD refrakter). Studi-studi yang ada menunjukkan bahwa, apabila dilakukan
dengan baik, efektivitas pembedahan antirefluks ini setara dengan terapi medikamentosa,
namun memiliki efek samping disfagia, kembung, kesulitan bersendawa dan gangguan
usus pasca pembedahan.

 Prognosis
Pada umumnya studi pengobatan memperlihatkan hasil tingkat kesembuhan diatas 80%
dalam waktu 6-8 minggu. Untuk selanjutnya dapat diteruskan dengan terapi
pemeliharaan (maintenance therapy) atau bahkan terapi “bila perlu” (on-demand therapy)
yaitu pemberian obat-obatan selama beberapa hari sampai dua minggu jika ada
kekambuhan sampai gejala hilang. Pada berbagai penelitian terbukti bahwa respons
perbaikan gejala menandakan adanya respons perbaikan lesi organiknya (perbaikan
esofagitisnya). Hal ini tampaknya lebih praktis bagi pasien dan cukup efektif dalam
mengatasi gejala pada tatalaksana GERD

 Pencegahan
Beberapa peralatan kemungkinan digunakan untuk meringankan gastroesophageal reflux.
Mengangkat kepala pada tempat tidur kira-kira 6 inci mencegah asam mengalir dari
kerongkongan sebagaimana seseorang tidur. Makanan dan obat-obatan yang menjadi
penyebab harus dihindari, sama seperti merokok. Pemberian obat bethanechol atau
metoclopramide juga biasa digunakan untuk membuat sphincter bagian bawah lebih
ketat. Makanan dan minuman yang secara kuat merangsang perut untuk menghasilkan
asam atau yang menghambat pengosongan perut harus dihindari sebaiknya.

14
Kesimpulan
Penyakit refluks gastroesofageal (GERD) merupakan kondisi yang insidensnya makin
meningkat di Asia pada umumnya dan Indonesia pada khususnya walaupun sebagian besar
pasien di Asia hanya mengalami NERD atau esofagitis erosif ringan (grade LA A atau B).
Patofisiologi GERD perlu dimengerti lebih baik lagi. Pengobatan harus diarahkan pada faktor
etiologi dan mekanisme patofisiologi, bukan pada pengontrolan gejala.

Daftar Pustaka
1. Sifrim D, Castell D, Dent J, Kahrilas PJ. Gastro-oesophageal reflux monitoring:
review and consensus report on detection and definitions of acid, non-acid, and gas
reflux. Gut 2004;53:1024-31.

2. Rosaida MS, Goh KL. Gastro-oesophageal reflux disease, reflux oesophagitis and
non-erosive reflux disease in a multiracial Asian population: a prospective,
endoscopy based study. Eur J Gastroenterol Hepatol 2004;16:495-501.

3. Makmun D. Penyakit refluks gastroesofageal. Dalam: Sudoyo AW, Setyohadi B,


Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 6. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2014.h.1748-56.

4. M. Storr, A. Meining, HD. Allescher, Pathopysiology and Pharmalogical Treatment


of Gastroesophageal Reflux Disease, Digestive Disease 2000; 18:93-102.

5. Ndraha S. Bahan ajar gastroenterohepatologi. Jakarta: Biro Publikasi FK UKRIDA;


2013.h.21-27.

6. DeVault KR, Castell DO. Updated guidelines for the diagnosis and treatment of
gastroesophageal reflux disease. Am J Gastroenterol 2005;100:190-200.

15
7. Kahrilas PJ. Diagnosis Of Gastroesophageal Reflux disease. Am J
Gastroenterol.2003;98(3 Suppl):515-23.

8. Albany Med Faculty Physicians. What is barrett's esophagus?. Diunduh dari url:
http://www.amc.edu/patient/services/gastroenterology/BARRX/barretts_esophagus_d
efinition.cfm

9. Ari , Chaidir A, Kaka R, Marcellus S, Murdani A, Tjahjadi R. Revisi Konsensus


Nasional Penatalaksanaan Penyakit Refluks Gastroesofageal (Gastroesophageal
Refluux Disease / GERD ) di Indonesia.Jakarta;2013.h.13-20.

10. Mainie I, Tutuian R, Agrawal A, Adams D, Castell DO. Combined multichannel


intraluminal impedance-pH monitoring to select patients with persistent gastro-
oesophageal reflux for laparoscopic Nissen fundoplication. Br J Surg 2006;93:1483-7.

16
17

Potrebbero piacerti anche