Sei sulla pagina 1di 104

ii

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES

SCHOOL OF NURSING

SYARIF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVERSITY OF


JAKARTA

Undergraduate Thesis, June 2015

Hanik Fadilah, NIM: 1111104000057

The Differences in Methods of Lecture and Leaflets Against Santriwati


Knowledge Score of Pediculosis Capitis in Al-Mimbar Islamic Boarding School
Sambongdukuh Jombang

xvi + 47 pages + 6 tables + 2 figures + 2 schemes + 11 appendixes

ABSTRACT

Background. Treatment of pediculosis capitis should be granted because it can


cause a variety of problems, but the provision of treatment without providing
health education about pediculosis capitis will not prevent re-infestation of head
lice. one of method of health education that suitable to apply in large groups are
lectures and leaflets.

Purpose. The aim of this research was to determine the differences in methods of
lecture and leaflet against santriwati knowledge score of pediculosis capitis.
Methods. Quantitative analytical research with quasi-experimental design with
pretest and posttest control group. Samples of this study were 60 students of Al-
Mimbar Islamic Boarding School Sambongdukuh Jombang (total sampling). Data
were analysed by Wilcoxon test and Mann Whitney test with statistical
application program. Results. There was a significant relationship between the
pretest and posttest in lecture and leaflet group with p value <0.001 and there was
significant differences between the scores of knowledge posttest between lecture
and leaflet group with p value = 0.002. Suggestion. Researchers suggested that
boarding school have to take more attention for their student‟s health, especially
related to the prevention of infectious diseases such as pediculosis capitis by
optimizing the role of local health authorities.

Keywords: Knowledge, Leaflets, Methods Lecture, Pediculosis capitis, Santriwati.

References: 47 (2000-2013)

iii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Skripsi, Juni 2015

Hanik Fadilah, NIM: 1111104000057

Perbedaan Metode Ceramah dan Leaflet Terhadap Skor Pengetahuan


Santriwati Tentang Pedikulosis Kapitis di Pondok Pesantren Al-Mimbar
Sambongdukuh Jombang

xvi + 47 halaman + 6 tabel + 2 gambar + 2 bagan + 11 lampiran

ABSTRAK

Latar Belakang. Pengobatan pedikulosis kapitis harus diberikan karena dapat


menimbulkan berbagai masalah, namun pemberian pengobatan tanpa memberikan
pendidikan kesehatan mengenai pedikulosis kapitis tidak akan mencegah infestasi
ulang kutu kepala. Salah satu metode pendidikan kesehatan yang cocok
diterapkan dalam kelompok besar adalah ceramah dan leaflet.

Tujuan. Mengetahui perbedaan metode ceramah dan leaflet terhadap skor


pengetahuan santriwati tentang pedikulosis kapitis. Metode. Penelitian ini
dilakukan di Pondok Pesantren Al-Mimbar Sambongdukuh Jombang. Sampel
yang digunakan sebanyak 60 orang (total sampling). Desain penelitian yang
digunakan adalah kuantitatif quasi experimental dengan pendekatan pretest and
posttest with control group design. Teknik analisa data menggunakan uji
Wilcoxon dan uji Mann Withney dengan menggunakan bantuan program aplikasi
statistik. Hasil. Terdapat pengaruh yang signifikan antara nilai pretest dan posttest
kelompok ceramah dan leaflet dengan p value <0,001 dan terdapat perbedaan
yang signifikan antar skor pengetahuan posttest antara kelompok ceramah dan
leaflet dengan p value=0,002. Saran. Peneliti menyarankan agar pondok
pesantren semakin memperhatikan kesehatan santri didiknya terutama terkait
pencegahan penyakit menular seperti pedikulosis kapitis dengan mengoptimalkan
peran petugas kesehatan setempat.

Kata Kunci: Leaflet, Metode Ceramah, Pedikulosis Kapitis, Pengetahuan,


Santriwati.

Referensi: 47 (2000-2013)

iv
v
vi
vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Hanik Fadilah

Tempat, Tanggal Lahir : Blitar, 5 Desember 1992

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Alamat : Lingkungan Combong RT 01 RW 02 Desa Garum


Kecamatan Garum Kabupaten Blitar, Jawa Timur
66182

Nomor HP : +6285692462202

E-mail : hanikfadilah56@gmail.com

Fakultas/Jurusan : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan/Program Studi Ilmu


Keperawatan

PENDIDIKAN

1. TK Al-Hidayah Combong 1997-1999


2. MI Ma‟arif Garum 1999-2005
3. MTs Negeri 1 Blitar 2005-2008
4. MA Al-Bairuny Sambongdukuh Jombang 2008-2011
5. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2011-Sekarang

ORGANISASI

1. OSIS 2008-2010
2. BEM IK 2012-2015
3. CSS MoRA 2011-Sekarang
4. PMII KOMFAKKES 2011-Sekarang

viii
KATA PENGANTAR

Bismillahhirrahmanirrahim. Alhamdulillah, puji syukur penulis ucapkan


kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga
penulis mampu menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Perbedaan
metode ceramah dan leaflet terhadap skor pengetahuan santriwati tentang
pedikulosis kapitis di Pondok Pesantren Al-Mimbar Sambongdukuh Jombang”.

Bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak sangat membantu dan


berpengaruh pada penulisan skripsi. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan
banyak terima kasih kepada :

1. Dr. H. Arif Sumantri, S.KM, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran


dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajarannya.
2. Maulina Handayani S.Kp, M.Sc selaku Ketua Program Studi Ilmu
Keperawatan FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang sudah
memberikan informasi tentang penulisan skripsi sehingga membuat
penulis semangat melakukan penulisan proposal penelitian.
3. Ita Yuanita, S.Kp, M.Kep selaku pembimbing I dan Yenita Agus,
M.Kep.,Sp.Mat.,PhD selaku pembimbing II yang telah bersedia
meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing penulis dengan
sabar dan ikhlas sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi.
4. Ns. Waras Budi Utomo, S.Kep, MKM selaku penguji I yang telah bersedia
memberi saran yang membangun demi terbentuknya skripsi ini.
5. Ns. Eni Nur‟aini Agustini, S.Kep, M.Sc selaku Dosen Pembimbing
Akademik yang senantiasa memberi arahan, semangat, dan motivasi dari
awal perkuliahan sampai saat ini.
6. Pengasuh Pondok Pesantren Al-Mimbar Sambongdukuh Jombang yang
telah memberikan izin studi pendahuluan dan penelitian serta memberi
kesempatan kepada penulis untuk dapat berkontribusi dalam masyarakat
pesantren.

ix
7. Ayahanda M. Nuhan dan Ibunda Hariyati serta keluarga yang senantiasa
memberikan doa, semangat, dan motivasi yang membuat penulis mampu
menyelesaikan penulisan skripsi ini.
8. Sahabat-sahabat Rumah Jambu yang senantiasa memberikan dukungan
dan semangat untuk selalu rajin dan cepat menyelesaikan skripsi.
9. Teman-teman seangkatan PSIK 2011 yang selalu memotivasi.

Atas segala bantuan dan dukungannya, penulis mengucapkan banyak


terima kasih. Kritik dan saran sangat diperlukan dalam proposal ini, sehingga
penulis dapat memperbaiki dan meningkatkan kualitas skripsi ini. Akhir kata,
semoga kita semua diberikan rahmat dan hidayah Allah SWT. Aamiin.

Ciputat, Juni 2015

Penulis

x
DAFTAR ISI

Halaman Judul..........................................................................................................i
Pernyataan Keaslian Karya......................................................................................ii
Abstract ..................................................................................................................iii
Abstrak ...................................................................................................................iv
Pernyataan Persetujuan............................................................................................v
Lembar Pengesahan............................................................................................... vi
Daftar Riwayat Hidup...........................................................................................viii
Kata Pengantar........................................................................................................ix
Daftar Isi.................................................................................................................xi
Daftar Tabel..........................................................................................................xiii
Daftar Bagan.........................................................................................................xiv
Daftar Gambar.......................................................................................................xv
Daftar Lampiran...................................................................................................xvi

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................3
C. Pertanyaan Penelitian...................................................................................4
D. Tujuan Penelitian.........................................................................................4
E. Manfaat Penelitian.......................................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Pedikulosis Kapitis......................................................................................6
B. Pendidikan Kesehatan................................................................................11
C. Pengetahuan...............................................................................................17
D. Penelitian Terkait.......................................................................................18
E. Kerangka Teori...........................................................................................20
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN
HIPOTESIS
A. Kerangka Konsep Penelitian......................................................................21
B. Definisi Operasional Penelitian.................................................................22
C. Hipotesis....................................................................................................24

xi
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian.......................................................................................25
B. Lokasi dan Waktu Penelitian.....................................................................25
C. Populasi dan Sampel..................................................................................26
D. Instrumen Penelitian..................................................................................27
E. Uji Validitas dan Reliabilitas.....................................................................27
F. Metode Pengumpulan Data.......................................................................29
G. Metode Analisa Data.... ............................................................................31
H. Etika Penelitian..........................................................................................32

BAB V HASIL PENELITIAN


A. Analisa Univariat.......................................................................................34
B. Analisa Bivariat.........................................................................................36

BAB VI PEMBAHASAN
A. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia dan Kesehatan Kepala
Responden.................................................................................................39
B. Pengetahuan Responden............................................................................43
C. Keterbatasan Penelitian..............................................................................44

BAB VII PENUTUP


A. Kesimpulan................................................................................................45
B. Saran..........................................................................................................46

Daftar Pustaka
Lampiran

xii
DAFTAR TABEL

Tabel 3.2 Definisi Operasional Variabel

Tabel 5.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia dan Kesehatan Kepala

Tabel 5.2 Gambaran Mean Skor Pengetahuan Responden

Tabel 5.3 Pengaruh Metode Ceramah dan Leaflet Terhadap Skor Pengetahuan

Tabel 5.4 Analisis Beda Rata-Rata Skor Pengetahuan Pretest Kedua Kelompok

Tabel 5.5 Analisis Beda Rata-Rata Skor Pengetahuan Posttest Kedua Kelompok

xiii
DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Kerangka Teori Penelitian....................................................................24


Bagan 3.1 Kerangka Konsep Penelitian.................................................................25

xiv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Pediculus humanus capitis...................................................................8


Gambar 2.2 Kerucut Edgar Dale (1964) dalam Nursalam (2008).........................17

xv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar Informed Consent


Lampiran 2. Kuesioner Pengetahuan Pedikulosis Kapitis
Lampiran 3. Lembar Observasi
Lampiran 4. Satuan Acara Pendidikan Ceramah tentang Pedikulosis Kapitis
Lampiran 5. Leaflet Pedikulosis Kapitis
Lampiran 6. Surat Izin Uji Reliabilitas

Lampiran 7. Surat Izin Penelitian

Lampiran 8. Hasil Uji Reliabilitas

Lampiran 9. Rekapitulasi Jawaban Responden

Lampiran 10. Hasil Analisa Univariat

Lampiran 11. Hasil Analisa Bivariat

xvi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit menular yang dipengaruhi oleh lingkungan dan perilaku seperti

penyakit kulit masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang dominan di

lingkungan padat penghuni seperti pondok pesantren (Badri, 2007). Salah satu

penyakit kulit yang sering ditemui di pondok pesantren adalah pedikulosis kapitis

(infestasi kutu kepala) yang disebabkan oleh Pediculus humanus capitis (kutu

kepala) (Bugayong, 2011). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Riswandi pada

tahun 1996, prevalensi santri yang mengalami pedikulosis kapitis di dua buah

pondok pesantren khusus untuk santri perempuan di Jakarta sebesar 40,2% dan

47,5%, sedangkan penelitian Restiana pada tahun 2010, menunjukan bahwa

sebesar 71,3% santri di sebuah pondok pesantren di Yogyakarta terinfestasi kutu

kepala (Alatas et al., 2013).

Gulgun (2013) menyebutkan bahwa pedikulosis kapitis terjadi 41 kali lipat

lebih sering pada anak perempuan daripada laki-laki dan paling sering ditemukan

pada anak usia 9-16 tahun. Kejadian pedikulosis kapitis ini dapat menimbulkan

berbagai masalah, mulai dari berkurangnya rasa percaya diri, pandangan sosial

yang negatif, kurangnya kualitas tidur, dan gangguan belajar. Oleh karena itu,

pengobatan pedikulosis harus diberikan, namun pemberian pengobatan tanpa

memberikan pendidikan kesehatan mengenai pedikulosis kapitis tidak akan

mencegah infestasi ulang kutu kepala (Alatas et al., 2013).

1
2

Masyarakat yang cenderung berperilaku acuh tak acuh dan kurang perhatian

terhadap pemeliharaan kesehatan pribadi masing-masing mencerminkan

kurangnya pengetahuan masyarakat tersebut terhadap persepsi sakit dan

pengetahuan tentang penyebab dan gejala sakit. Kebiasaan tidak sehat seperti

memakai benda pribadi secara bergantian, jika tidak ada pihak yang mengingatkan

maka perilaku tidak sehat tersebut akan terus dilakukan dalam kehidupan sehari-

hari (Ramdan et al., 2013). Menurut penelitian Haryono et al., (2008)

pengetahuan, sikap dan perilaku santri yang diberi intervensi pendidikan

kesehatan lingkungan lebih baik dari santri yang tidak diberi intervensi. Salah satu

metode pendidikan kesehatan yang cocok diterapkan dalam kelompok besar

adalah ceramah, untuk mendukung keberhasilan metode ceramah dapat digunakan

suatu media bergerak dan dinamis serta dapat dilihat dan didengar, misalnya

powerpoint (Notoatmodjo, 2010). Selain ceramah, metode pendidikan kesehatan

yang dapat menjangkau kelompok besar adalah pemberian leaflet (Simamora,

2009). Selain itu menurut Nursalam (2008), jika tujuan pendidikan kesehatan

adalah hanya untuk meningkatkan pengetahuan maka metode yang tepat untuk

digunakan adalah metode ceramah atau dengan teknik media baca.

Hasil studi pendahuluan dengan metode wawancara di Pondok Pesantren

Al-Mimbar Sambongdukuh Jombang terdapat 84% santriwati (54 santriwati dari

64 santriwati) yang mengalami pedikulosis kapitis. Kebiasaan saling meminjam

barang pribadi seperti sisir, ikat rambut, kerudung dan mukena yang dapat

menjadi sarana perpindahan kutu kepala masih sering dilakukan. Penanganan

terkait pedikulosis kapitis yang telah dilakukan santriwati adalah membasmi kutu

kepala dengan serit atau dengan tangan saat kepala terasa gatal atau saat ada
3

waktu luang. Penanganan serius terhadap pedikulosis kapitis berupa pendidikan

kesehatan yang diharapkan dapat mengubah pengetahuan, sikap dan perilaku

(Haryono, et al., 2008) pada santriwati belum pernah diberikan oleh pihak pondok

pesantren.

Tingkat pedikulosis kapitis pada santriwati Pondok Pesantren Al-Mimbar

Sambongdukuh Jombang masih tinggi dan perbedaan pengaruh metode ceramah

dan leaflet sebagai metode dan media pendidikan kesehatan yang dapat

menjangkau kelompok besar juga belum dibuktikan dalam populasi ini. Dari

penjelasan tersebut, peneliti ingin melakukan penelitian tentang perbedaan metode

ceramah dan leaflet terhadap pengetahuan santriwati tentang pedikulosis kapitis di

Pondok Pesantren Al-Mimbar Sambongdukuh Jombang.

B. Rumusan Masalah

Tingginya angka kejadian pedikulosis kapitis di pondok pesantren Al-

Mimbar Sambongdukuh Jombang dapat mengakibatkan terganggunya pola tidur

santriwati serta berkurangnya konsentrasi belajar yang dapat menjadi pencetus

menurunnya prestasi belajar mereka. Pendidikan kesehatan merupakan salah satu

bentuk penanganan pedikulosis kapitis karena pengobatan yang tidak disertai

pendidikan kesehatan tidak akan mencegah infestasi ulang kutu kepala sebagai

penyebabnya. Menurut Notoatmodjo (2010) metode pendidikan kesehatan yang

tepat untuk kelompok besar adalah ceramah, namun di samping itu menurut

Simamora (2009) metode pemberian leaflet juga tepat untuk meningkatkan

pengetahuan dalam kelompok besar. Perbedaan metode ceramah dan leaflet

terhadap pengetahuan santriwati tentang pedikulosis kapitis perlu diteliti untuk


4

selanjutnya dapat ditentukan metode mana yang lebih berpengaruh untuk

meningkatkan pengetahuan tentang pedikulosis kapitis pada santriwati.

C. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran karakteristik santriwati berdasarkan usia dan kesehatan

kepala?

2. Bagaimana gambaran skor rata-rata pengetahuan responden sebelum dan

sesudah diberikan pendidikan kesehatan dengan metode ceramah dan leaflet?

3. Bagaimana perubahan skor pengetahuan pretest dan posttest kelompok

ceramah dan leaflet?

4. Bagaimana perbedaan skor pengetahuan pretest kelompok ceramah dan leaflet

serta perbedaan skor pengetahuan posttest kedua kelompok tersebut?

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui perbedaan metode ceramah dan leaflet terhadap skor

pengetahuan santriwati tentang pedikulosis kapitis di Pondok Pesantren Al-

Mimbar Sambongdukuh Jombang.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran karakteristik santriwati berdasarkan usia dan

kesehatan kepala.

b. Mengetahui gambaran skor rata-rata pengetahuan santriwati tentang

pedikulosis kapitis di Pondok Pesantren Al-Mimbar Sambongdukuh

Jombang sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan dengan

metode ceramah dan leaflet.


5

c. Mengetahui perubahan skor pengetahuan pretest dan posttest kelompok

ceramah dan leaflet.

d. Mengetahui perbedaan skor pengetahuan pretest kelompok ceramah dan

leaflet serta perbedaan skor pengetahuan posttest kedua kelompok tersebut

di Pondok Pesantren Al-Mimbar Sambongdukuh Jombang.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Masyarakat Umum

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan mengenai

perbedaan metode ceramah dan leaflet terhadap skor pengetahuan santriwati

tentang pedikulosis kapitis di Pondok Pesantren Al-Mimbar Sambongdukuh

Jombang.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai rujukan tambahan

untuk melakukan pengabdian kepada masyarakat.

2. Bagi Pondok Pesantren Al-Mimbar Sambongdukuh Jombang

Meningkatkan peran pondok pesantren dalam memberikan pendidikan

kesehatan pada para santri agar terhindar dari penyebaran penyakit menular.

3. Bagi Santriwati Pondok Pesantren Al-Mimbar Sambongdukuh Jombang

Meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku santriwati tentang

pedikulosis kapitis dan cara penanganannya sehingga diharapkan tingkat

pedikulosis kapitis di pondok pesantren ini menurun.

4. Bagi Praktisi Kesehatan

Meningkatkan pelayanan kesehatan atau keperawatan dengan

bekerjasama dengan pihak pondok pesantren dalam memberikan pendidikan

kesehatan pada para santri agar terhindar dari penyebaran penyakit menular.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pedikulosis Kapitis

1. Definisi Pedikulosis Kapitis

Menurut Natadisastra dan Agoes (2009) proses masuknya ektoparasit

(parasit yang hidup pada permukaan tubuh/kulit hospes, kebanyakan dari

arthropoda) disebut infestasi. Menurut Alatas dan Linuwih (2013) pedikulosis

kapitis adalah infestasi Pediculus humanus capitis (P.h.capitis/kutu kepala) di

kulit kepala manusia. Sedangkan menurut Bugayong et al. (2011) pedikulosis

kapitis adalah penyakit ektoparasit yang disebabkan oleh kutu kepala.

Diagnosis pedikulosis kapitis ditegakkan dengan menemukan P.h.capitis

dewasa, nimfa atau telurnya pada rambut kepala (Natadisastra dan Agoes,

2009).

2. Morfologi dan Siklus Hidup Pediculus humanus capitis

Menurut Natadisastra dan Agoes (2009) P.h.capitis adalah salah satu

ektoparasit (parasit yang menyerang permukaan tubuh/kulit hospes (manusia))

penghisap darah yang menginfestasi kulit kepala manusia dan dapat

menimbulkan gangguan kesehatan. P.h.capitis merupakan arthropoda dari

famili Pediculidae yang mempunyai ciri-ciri badan pipih dorso ventral,

berwarna kelabu, kepala berbentuk segitiga dengan segmen thorax menyatu.

Ukuran kutu kepala betina 3 mm dan jantan 2 mm (Natadisastra dan Agoes,

2009).

Menurut Natadisastra dan Agoes (2009) kutu kepala mempunyai abdomen

yang bersegmen dan ujung setiap kaki dilengkapi dengan kuku penjepit. Kutu

6
7

kepala ini berjalan dari satu helai rambut ke rambut lain dengan cara menjepit

rambut dengan kuku-kukunya, atau dapat pindah ke hospes lain. Kutu kepala

dewasa lebih menyukai rambut di bagian belakang kepala dari pada di bagian

lainnya dan mengisap darah sedikit demi sedikit dalam jangka waktu lama.

Kutu betina dewasa meletakkan telur-telur yang dilekatkannya pada

batang-batang rambut (Brown dan Burn, 2005). Menurut Natadisastra dan

Agoes (2009) telur kutu kepala (nits) dilekatkan pada rambut dengan perekat

mirip khitin (chitine like cement). Telur-telur ini berwarna seperti lemak dan

sukar dilihat tetapi setelah menetas (kurang lebih 10 hari) telur-telur yang

sudah kosong akan lebih mudah terlihat (Brown dan Burn, 2005).

Pemeriksaan mikroskopis dapat dilakukan jika perlu untuk membedakan

telur-telur tersebut dengan serpihan ketombe atau lapisan keratin yang melekat

pada batang rambut (Brown dan Burns, 2005). Waktu pertumbuhan sejak telur

diletakkan sampai menjadi dewasa rata-rata 18 hari, sedangkan kutu kepala

dewasa dapat hidup 27 hari (Natadisastra dan Agoes, 2009).

Gambar 2.1 Pediculus humanus capitis


a. Jantan, b. Betina, c. Larva/nimfa, d. Telur
(Natadisastra dan Agoes, 2009)

3. Etiologi Pedikulosis Kapitis

Kutu kepala merupakan parasit permanen, yakni serangga yang seumur

hidupnya menjadi parasit pada tuan rumah. Ia dapat berpindah-pindah tuan


8

rumah tetapi tidak dapat hidup bebas di alam (Natadisastra dan Agoes, 2009).

Jika kutu kepala keluar atau tidak menetap lagi pada tuan rumahnya, mereka

akan mati dalam sehari atau dua hari. Kutu kepala tidak dapat terbang maupun

melompat (Timmreck, 2004). Penderita terjangkit kutu kepala akibat kontak

langsung dengan penderita lain yang sudah terinfestasi maupun melalui benda-

benda seperti sisir, bantal, dan kerudung yang digunakan bersama-sama. Faktor

pendukung infestasi kutu kepala antara lain kebersihan yang kurang dan

kebiasaan pinjam meminjam barang (Alatas dan Linuwih, 2013).

4. Dampak Pedikulosis Kapitis

P.h.capitis dapat menimbulkan berbagai masalah. Rasa gatal yang timbul

disebabkan oleh air liur yang disuntikkan ke kulit kepala saat kutu kepala

menghisap darah inangnya serta kotoran yang dihasilkan oleh kutu kepala

tersebut (Timmreck, 2004). Rasa gatal akan mengakibatkan penderita

menggaruk kepala. Kebiasaan menggaruk yang intensif dapat menyebabkan

iritasi, luka, serta infeksi sekunder (Bugayong, dkk., 2011). Anemia karena

kehilangan darah juga dapat terjadi pada pedikulosis kapitis berat (Moradi et

al., 2009).

Lesi pada kulit kepala sering terjadi akibat tusukan kutu kepala pada

waktu menghisap darah dan sering ditemukan di belakang kepala atau leher

(Natadisastra dan Agoes, 2009). Menurut Brown dan Burns (2005) lesi yang

diakibatkan oleh P.h.capitis berupa papula-papula urtikaria kecil, biasanya

membentuk kelompok dan terkadang ditutupi vesikel-vesikel kecil yang terasa

sangat gatal sehingga mudah terjadi ekskoriasi.


9

Lesi terjadi akibat respon hipersensitivitas tubuh seseorang terhadap

antigen pada air liur kutu kepala. Namun, sebagian orang memiliki toleransi

imunologis terhadap antigen sehingga tidak timbul reaksi akibat gigitan.

Impetigo juga dapat terjadi akibat inokulasi stafilokokus ke dalam kulit kepala

sewaktu penderita menggaruk kulit kepala (Brown dan Burns, 2005).

Pada infestasi berat P.h.capitis, helaian rambut satu dengan yang lain akan

sering melekat dan mengeras dan banyak ditemukan kutu kepala dewasa, telur

(nits) serta eksudat nanah yang berasal dari luka gigitan yang meradang.

Keadaan ini disebut plica palonica yang dapat ditumbuhi jamur (Natadisastra

dan Agoes, 2009).

Selain menimbulkan masalah fisik, efek psikologis akibat pedikulosis

kapitis juga dapat terjadi (Tappeh et al., 2011). Efek psikologis yang dirasakan

seperti berkurangnya rasa percaya diri, pandangan sosial yang negatif,

kurangnya kualitas tidur, dan gangguan belajar (Alatas dan Linuwih, 2013).

Istilah „dungu (nitwit)‟ berasal dari penampilan anak-anak berkutu yang

kelihatan bodoh dengan sepsis kulit sekunder dan mungkin juga menderita

anemia yang karenanya selalu dalam keadaan yang tidak sehat (Brown et al.,

2005).

5. Penanganan Pedikulosis Kapitis

a. Pencegahan

Menurut Natadisastra dan Agoes (2009) pencegahan penyakit parasit

dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1) Mengurangi sumber infeksi/infestasi dengan memberi obat penderita.


10

2) Melakukan pendidikan kesehatan dengan tujuan untuk mencegah

penyebaran penyakit parasit.

3) Melakukan pengawasan sanitasi air, makanan, tempat tinggal, keadaan

tempat kerja dan pembuangan sampah.

4) Melakukan pemberantasan atau pengendalian hospes reservoir dan

vektor.

5) Mempertinggi pertahanan biologis terhadap penularan parasit.

b. Pengobatan

Sedangkan pengobatan pedikulosis kapitis menurut Brown dan Burns

(2005) dapat menggunakan metode fisik dan metode kimiawi.

1) Metode Pengobatan Fisik

Metode pengobatan fisik yang sederhana antara lain adalah mencuci

rambut dengan shampo, kemudian diikuti dengan penggunaan

kondisioner dalam jumlah yang banyak. Rambut kemudian disisir

menggunakan serit (sisir yang giginya kecil-kecil dan rapat) dengan

tujuan agar semua kutu dapat terangkat. Tindakan ini dianjurkan diulangi

setiap 4 hari selama 2 minggu (Brown dan Burns, 2005). Sedangkan

menurut Natadisastra dan Agoes (2009) metode pengobatan fisik kutu

kepala dapat dilakukan dengan cara membunuh kutu dewasa

menggunakan tangan dan sisir serit untuk menyisir nimfa dan telurnya.

2) Metode Pengobatan Kimiawi

Menurut Behrman et al. (2000) salah satu pengobatan pedikulosis

kapitis adalah dengan hexachlorocyclohexane atau sering disebut


11

lindane. Prinsip penggunaan shampo lindane menurut Behrman et al.

(2000) adalah:

a) Menggunakan shampo lindane 1% selama 10 menit dengan pemberian

berulang dalam 7-10 hari.

b) Seluruh anggota keluarga/penghuni tempat tinggal harus diterapi pada

waktu yang sama.

Sedangkan menurut Wibowo (2009) lindane yang digunakan untuk

memberantas kutu kepala mempunyai kadar kurang dari 1%. Behrman et

al. (2000) dan Werner (2010) juga menjelaskan bahwa untuk

memberantas kantong telur yang melekat di rambut adalah dengan

menggunakan serit (sisir bergigi rapat) yang telah dicuci dengan cuka

yang dicampur air hangat dengan perbandingan 1:1 selama setengah jam.

Pengendalian pedikulosis kapitis secara kimiawi juga dapat

menggunakan insektisida jenis pedikulosida lain seperti malation,

karbaril dan permetrin fenotrin yang telah secara luas dipakai di seluruh

dunia (Brown dan Burns, 2005). Pedikulosida mudah dan nyaman

digunakan untuk memberantas kutu kepala serta hasilnya sangat efektif.

Namun, pada beberapa kasus ditemukan adanya resistensi kutu kepala

terhadap malation dan insektisida piretroid (Brown dan Burns, 2005).

B. Pendidikan Kesehatan

1. Definisi Pendidikan Kesehatan

Secara konseptual, menurut Adnani (2011) pendidikan kesehatan adalah

upaya untuk mempengaruhi dan mengajak orang lain baik individu, kelompok

atau masyarakat agar mau dan mampu melaksanakan perilaku hidup sehat.
12

Secara operasional, pendidikan kesehatan adalah semua kegiatan yang

bertujuan meningkatkan pengetahuan, sikap dan praktik masyarakat dalam

memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri (Adnani, 2011).

Menurut Potter dan Perry (2005) pendidikan kesehatan yang efektif dapat

menurunkan jumlah klien datang ke rumah sakit dan meminimalkan

penyebaran penyakit yang dapat dicegah.

2. Metode dan Media Pendidikan Kesehatan

Menurut Machali (2009) metode adalah suatu cara melakukan sesuatu,

terutama yang berkenaan dengan rencana tertentu. Menurut Nursalam (2008)

metode pendidikan kesehatan adalah prosedur penerapan seperangkat petunjuk

untuk menghadapi situasi problematis dalam bidang kesehatan. Dalam

pengertian ini tercakup prosedur (teknik) dan perangkat (media). Pemilihan

metode pendidikan kesehatan bergantung pada beberapa faktor, yakni

karakteristik sasaran/partisipan (jumlah, status sosial ekonomi, jenis kelamin),

waktu dan tempat yang tersedia, serta tujuan spesifik yang ingin dicapai

dengan pendidikan kesehatan tersebut (perubahan pengetahuan, sikap, atau

praktik partisipan) (Nursalam, 2008). Nursalam (2008) menjelaskan bahwa

untuk memperoleh hasil belajar yang efektif, faktor instrumental (alat peraga,

kurikulum, fasilitator belajar dan metode belajar) dirancang sedemikian rupa

sehingga sesuai dengan materi dan subjek belajar.

a. Ceramah

Dalam pelaksanaan pendidikan kesehatan terdapat berbagai macam

metode yang dibagi berdasarkan jumlah individu yang akan diberikan

pendidikan kesehatan (Notoatmodjo, 2010). Metode ceramah merupakan


13

cara penyampaian yang digunakan untuk menyampaikan sesuatu dengan

subjek kelompok dalam kategori besar (>15 orang) (Notoatmodjo, 2010).

Menurut Notoatmodjo (2010) metode ini baik untuk sasaran yang

berpendidikan tinggi maupun rendah.

Kelebihan metode ceramah menurut Herijulianti (2001) adalah sebagai

berikut:

1) Murah dan mudah menggunakannya.

2) Waktu yang diperlukan dapat dikendalikan oleh penyuluh.

3) Mempunyai sifat yang fleksibel.

4) Tidak perlu banyak menggunakan alat bantu atau alat peraga.

5) Penyuluh dapat menjelaskan dengan menekankan bagian yang penting.

Sedangkan untuk kekurangan metode ceramah, Herijulianti (2001)

menjelaskannya sebagai berikut:

1) Dapat menimbulkan kebiasaan yang kurang baik, yaitu sifat pasif, kurang

aktif untuk mencari dan mengelola informasi jika sering digunakan.

2) Hanya sedikit penyuluh yang dapat menjadi presentator yang baik.

3) Tidak semua sasaran mempunyai daya tangkap yang sama.

4) Ceramah dalam waktu yag lama dapat membosankan sehingga sering

mengganggu konsentrasi berpikir sasaran.

Berikut hal-hal yang harus diperhatikan dalam menggunakan metode

ceramah menurut Notoatmodjo (2010):

1) Penceramah menguasai materi apa yang akan diceramahkan.

2) Penceramah dapat menguasai sasaran ceramah.


14

3) Mempersiapkan alat-alat bantu pengajaran, misalnya makalah singkat,

slide, transparan, sound sistem, dan sebagainya.

b. Leaflet

Menurut Nursalam (2008) pendidikan kesehatan masyarakat dapat

diberikan kepada sasaran baik secara langsung maupun melalui media

tertentu. Dalam situasi di mana pendidik (sumber) tidak dapat bertemu

langsung dengan sasaran, media pendidikan sangat diperlukan. Leaflet

merupakan media berbentuk selembar kertas yang diberi gambar dan tulisan

(biasanya lebih banyak berisi tulisan) pada kedua sisi kertas serta dilipat

sehingga berukuran kecil dan praktis dibawa. Leaflet biasanya berukuran A4

yang dilipat tiga. Media ini berisi gagasan mengenai pokok persoalan secara

langsung dan memaparkan cara melakukan tindakan secara ringkas dan

lugas (Simamora, 2009). Kelebihan leaflet menurut Notoatmodjo (2005)

adalah tahan lama, mencakup orang banyak, biaya tidak tinggi, tidak perlu

listrik, dapat dibawa kemana-mana, menarik, mempermudah pemahaman

dan meningkatkan keinginan belajar. Sedangkan kelemahanya menurut

Notoatmodjo (2005) adalah media ini tidak dapat menstimulir efek suara

dan efek gerak serta mudah terlipat.

Menurut Nursalam (2008), kemampuan partisipan untuk mengingat

kembali pesan-pesan dalam pendidikan kesehatan menurut teknik dan

medianya dapat digambarkan melalui Kerucut Edgar Dale. Menurut kerucut

tersebut, dalam dua minggu setelah partisipan diberi pendidikan kesehatan

mereka akan mampu mengingat materi yang diberikan dengan persentase


15

yang berbeda-beda sesuai dengan metode dan media pendidikan kesehatan

yang dilakukan.

Penerimaan visual
10% Membaca

Penerimaan visual
20% Mendengar

Melihat foto,
30% ilustrasi Penerimaan visual

Melihat
50% demonstrasi/video Penerimaan visual

Partisipasi dalam Penerimaan dan partisipasi


70%
diskusi

Melakukan
90% secara nyata Melakukan

Gambar 2.2 Kerucut Edgar Dale (1964) dalam Nursalam (2008)

Keterangan:

1) Membaca, partisipan akan mengingat 10% dari materi yang dibacanya.

2) Mendengar, partisipan akan mengingat 20% dari materi yang

didengarnya.

3) Melihat, partisipan akan mengingat 30% dari apa yang dilihatnya.

4) Mendengar dan melihat, partisipan akan mengingat 50% dari apa yang

didengar dan dilihatnya.

5) Mengucapkan sendiri kata-katanya, partisipan akan mengingat 70% dari

apa yang diucapkannya.

6) Mengucapkan sambil mengerjakan sendiri suatu materi pendidikan

kesehatan, maka partisipan akan mengingat 90% dari materi tersebut.


16

3. Santri

Istilah santri berarti murid atau siswa (Moesa, 2007). Santri adalah salah

satu elemen dasar berdirinya suatu pesantren (Hasbullah, 1999 dalam Ramdan

et al., 2013). Santri sebagai salah satu komponen komunitas pesantren,

memiliki cara pandang tersendiri bahwa semua kegiatan dalam kehidupan

sehari-hari dipandang dengan relevansi hukum agama. Cara pandang inilah

yang membedakan antara komunitas pesantren dengan masyarakat yang hidup

di luar area pesantren (Ramdan et al., 2013).

Menurut Permenkes RI Nomor 1 Tahun 2013 pondok pesantren menaungi

santri dari berbagai usia, namun pada umumnya santri yang belajar di pondok

pesantren berusia antara 7-19 tahun. Sedangkan santriwati yang tinggal di

Pondok Pesantren Al-Mimbar sendiri berusia 15-18 tahun. Menurut Potter dan

Perry (2005) usia 13-20 tahun dikelompokkan sebagai usia remaja, yakni

periode perkembangan di mana individu mengalami perubahan dari masa

kanak-kanak menuju masa dewasa.

Dengan kapasitas perkembangan belajar tersebut Potter dan Perry (2005)

menyatakan prinsip metode pendidikan kesehatan yang tepat bagi remaja

adalah sebagai berikut:

a. Bantu remaja untuk belajar tanpa mengganggu aktualisasi diri mereka.

b. Izinkan remaja untuk mengambil keputusan mengenai kesehatan dan

peningkatan kesehatan.

c. Gunakan pendekatan pemecahan masalah untuk membantu remaja dalam

meningkatkan kesehatan mereka.


17

C. Pengetahuan

1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses sensoris

khususnya mata dan telinga terhadap objek tertentu. Pengetahuan merupakan

domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku terbuka (overt

behavior). Perilaku yang didasari pengetahuan biasanya bersifat langgeng

(Sunaryo, 2004). Notoatmodjo (2010) menyatakan bahwa pengetahuan

kesehatan (health knowledge) dapat diukur dengan mengajukan pertanyaan-

pertanyaan secara langsung (wawancara) atau melalui pertanyaan-pertanyaan

tertulis (angket).

Bloom (1908) dalam Sunaryo (2004) menjelaskan bahwa tingkatan

pengetahuan di dalam domain kognitif mencakup 6 tingkatan, yaitu:

a. Tahu, merupakan tingkat pengetahuan paling rendah. Tahu artinya dapat

mengingat kembali suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Ukuran

bahwa seseorang itu tahu adalah ia dapat menyebutkan, menguraikan,

mendefinisikan, dan menyatakan.

b. Memahami, artinya kemampuan untuk menjelaskan dan

menginterpretasikan dengan benar tentang objek yang diketahui. Seseorang

yang telah paham tentang sesuatu harus dapat menjelaskan, memberikan

contoh, dan menyimpulkan.

c. Penerapan, yaitu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi dan kondisi nyata atau dapat menggunakan hukum-

hukum, rumus, metode dalam situasi nyata.


18

d. Analisis, artinya adalah kemampuan untuk menguraikan objek ke dalam

bagian-bagian lebih kecil, tetapi masih di dalam suatu struktur objek

tersebut dan masih terkait satu sama lain.

e. Sintesis, yaitu suatu kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian di

dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau kemampuan untuk

menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Ukuran

kemampuan adalah ia dapat menyusun, meringkaskan, merencanakan, dan

menyesuaikan suatu teori atau rumusan yang telah ada.

f. Evaluasi, yaitu kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu

objek. Evaluasi dapat menggunakan kriteria yang telah ada atau disusun

sendiri.

D. Penelitian Terkait

1. Penelitian Sahar Salim Alatas dan Sri Linuwih (2013)

Hasil penelitian berjudul “Hubungan Tingkat Pengetahuan Mengenai

Pedikulosis Kapitis dengan Karakteristik Demografi Santri Pesantren X,

Jakarta Timur” ini adalah tingkat pengetahuan santri tergolong kurang dan

berhubungan dengan jenis kelamin, yakni tingkat pengetahuan santri laki-laki

lebih tinggi daripada santri perempuan. Tingkat pengetahuan santri yang

kurang menurut penelitian ini tidak berhubungan dengan usia dan tingkat

pendidikan karena seluruh santri tinggal di lingkungan yang sama dan memiliki

kegiatan yang sama serta pengetahuan mendalam tentang kesehatan juga belum

dirasakan oleh santri.


19

2. Penelitian Sidoti, Bonura, Paolini dan Tringali (2009)

Penelitian ini berjudul “A Survey on Knowledge and Perceptions

Regarding Head Lice on Sample of Teachers and Students in Primary Schools

of North and South of Italy”. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa masih

banyak guru/pengajar yang mendapatkan informasi tentang pedikulosis kapitis

tidak berdasarkan pada sumber ilmiah. Kurangnya pengetahuan guru ini

berdampak pada ketidakadekuatan penanganan pedikulosis kapitis yang

dialami siswa.

3. Penelitian Raras Kawuriansari, Dyah Fajarsari dan Siti Maulidah (2010)

Hasil penelitian berjudul “Studi Efektivitas Leaflet Terhadap Skor

Pengetahuan Remaja Putri tentang Dismenorea di SMP Kristen 01 Purwokerto

Kabupaten Banyumas” ini menjelaskan bahwa media leaflet dapat

meningkatkan pengetahuan siswi tentang dismenorea.

4. Penelitian Beni Harsono, Soesanto dan Samsudi (2009)

Hasil Penelitian berjudul “Perbedaan Hasil Belajar Antara Metode

Ceramah Konvensional dengan Ceramah Berbantuan Media Animasi Pada

Pembelajaran Kompetensi Perakitan dan Pemasangan Sistem Rem” ini

menjelaskan bahwa metode ceramah konvensional dapat meningkatkan

pengetahuan siswa namun dengan media animasi peningkatan pengetahuan

siswa akan lebih tinggi.


20

E. Kerangka Teori

Ceramah
Health
Education
Leaflet

Pengetahuan
Health
Prevention
Protection
Sikap

Perilaku
a. Mengurangi sumber infestasi
dengan mengobati penderita Peraturan Sarana dan
(mengetahui cara penularan, prasarana
dan perkembangbiakan kutu
kepala)
b. Pendidikan kesehatan untuk
mencegah penyebaran penyakit
c. Pengawasan lingkungan
d. Pertahanan biologis

Bagan 2.1 Kerangka Teori Penelitian berdasarkan Health Promotion Model


(Downie 1990 dalam WHO 2012)

Keterangan: Kombinas
= variabel yang diteliti

= variabel yang tidak diteliti


BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS

A. Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep adalah model konseptual yang berkaitan dengan bagaimana

seorang peneliti menyusun teori atau menghubungkan secara logis beberapa

faktor yang dianggap penting dalam suatu masalah (Hidayat, 2008). Penelitian ini

mengkaji dua variabel yakni pendidikan kesehatan (metode ceramah dan leaflet)

sebagai variabel bebas (independen) serta skor pengetahuan santriwati tentang

pedikulosis kapitis sebagai variabel terikat (dependen). Berikut adalah kerangka

konsep yang akan dilakukan peneliti di Pondok Pesantren Al-Mimbar

Sambongdukuh Jombang.

Pendidikan kesehatan tentang


Pretest pedikulosis kapitis dengan metode Posttest
ceramah

Pendidikan kesehatan tentang


Pretest pedikulosis kapitis dengan leaflet Posttest

Bagan 3.1: Kerangka Konsep Penelitian

21
B. Definisi Operasional Penelitian

Tabel 3.2 Definisi Operasional Variabel

No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur


1. Usia Usia responden yang dihitung sejak Kuesioner 0 = ≤15 tahun Nominal
dilahirkan hingga ulang tahun terakhir 1 = >15 tahun
(Lesshafft, 2013)
2. Lama terjangkit Lama waktu responden terjangkit kutu Wawancara 0 = ±1tahun Nominal
kutu kepala kepala yang dihitung sejak responden 1 = ±2 tahun
terjangkit kutu kepala hingga penelitian 2 = ≥3 tahun
berlangsung
3. Jenis rambut Jenis rambut responden yang Lembar observasi 0 = rambut ikal/keriting Nominal
diobservasi saat penelitian berlangsung 1 = rambut lurus
4. Panjang rambut Panjang rambut responden yang Lembar observasi 0 = panjang rambut di atas pundak Nominal
diobservasi saat penelitian berlangsung 1 = panjang rambut ≥pundak
(Tappeh et.al, 2012)
5. Frekuensi Frekuensi keramas responden per Wawancara 0 = <2 kali/minggu Nominal
keramas/minggu minggunya 1 = ≥2 kali/minggu
(Novita, 2009)

22
23

6. Kondisi kulit Kondisi kulit kepala dilihat dari adanya Lembar observasi 0 = ada lesi Nominal
kepala lesi atau tidak (kulit kemerahan, 1 = tidak ada lesi
bernanah atau luka sekunder lain)
7. Warna Warna konjungtiva responden yang Lembar observasi 0 = konjungtiva pucat Nominal
Konjungtiva diobservasi saat penelitian berlangsung 1 = konjungtiva tidak pucat
8. Skor Pengetahuan satriwati Pondok Pesantren Kuesioner Continuous Rasio
pengetahuan Al-Mimbar Sambongdukuh Jombang pengetahuan tentang
santriwati tentang definisi, etiologi, dampak, pedikulosis kapitis,
tentang pencegahan dan pengobatan pedikulosis terdiri dari 30
pedikulosis kapitis pertanyaan,
kapitis menggunakan skala
Guttman, dengan
skor jawaban jika
benar = 1 dan jika
jawaban salah = 0
9. Metode Metode yang digunakan peneliti untuk - 1 = metode ceramah Nominal
pendidikan menyampaikan materi pedikulosis 2 = metode leaflet
kesehatan kapitis kepada responden
C. Hipotesis

Hipotesis adalah dugaan sementara yang kebenarannya akan dibuktikan

setelah penelitian terlaksana (Notoatmodjo, 2010). Berdasarkan kerangka konsep

yang telah dibuat maka hipotesis penelitian yang muncul adalah:

1. Ha1 = Terdapat perubahan skor pengetahuan yang signifikan antara nilai pretest

dan posttest pada kelompok ceramah.

2. Ha2 = Terdapat perubahan skor pengetahuan yang signifikan antara nilai pretest

dan posttest pada kelompok leaflet.

3. Ha3 = Terdapat perbedaan skor pengetahuan pretest yang signifikan antara

kelompok ceramah dan leaflet.

4. Ha4 = Terdapat perbedaan skor pengetahuan posttest yang signifikan antara

kelompok ceramah dan leaflet.

24
BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif

quasi experimental dengan pendekatan pretest and posttest with control group

design. Pada desain ini responden penelitian dibagi menjadi dua kelompok yakni

kelompok pendidikan kesehatan dengan metode ceramah dan kelompok

pendidikan kesehatan dengan leaflet. Sebelum intervensi, pada kedua kelompok

dilakukan pretest untuk menilai pengetahuan awal responden dan setelah

intervensi dilakukan posttest pada kedua kelompok tersebut untuk menentukan

efek perlakuan pada responden (Dharma, 2011).

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan April tahun 2015 di Pondok Pesantren Al-

Mimbar Sambongdukuh Jombang. Alasan peneliti memilih Pondok Pesantren Al-

Mimbar Sambongdukuh Jombang sebagai lokasi penelitian antara lain:

1. Terdapat 54 dari 64 santriwati (84%) Pondok Pesantren Al-Mimbar

Sambongdukuh Jombang mengalami pedikulosis kapitis (berdasarkan

wawancara).

2. Peneliti merupakan alumni Pondok Pesantren Al-Mimbar Sambongdukuh

Jombang yang mana pernah merasakan bagaimana kondisi pedikulosis kapitis

dan penanganannya di lokasi penelitian, sehingga tertarik untuk melakukan

penelitian tentang pedikulosis kapitis di lokasi tersebut.

25
26

3. Belum pernah dilakukan penelitian tentang perbedaan metode ceramah dan

leaflet terhadap skor pengetahuan santriwati tentang pedikulosis kapitis di

Pondok Pesantren Al-Mimbar Sambongdukuh Jombang.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah seluruh subjek yang akan diteliti dan memenuhi

karakteristik yang ditentukan (Riyanto, 2011). Populasi dalam penelitian ini

adalah seluruh santriwati Pondok Pesantren Al-Mimbar Sambongdukuh

Jombang yang berjumlah 64 orang.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari suatu populasi yang diteliti (Umar, 2011).

Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik total sampling,

yakni seluruh santriwati yang memenuhi kriteria inklusi. Selanjutnya, sampel

dibagi menjadi dua kelompok yakni kelompok intervensi (ceramah) dan

kelompok kontrol (leaflet). Teknik total sampling diambil dengan alasan besar

sampel yang digunakan dalam penelitian dengan metode eksperimental

menurut pendapat Gay adalah minimal 15 subjek per kelompoknya (Umar,

2011).

Agar sampel yang digunakan sesuai dengan target penelitian maka

peneliti menentukan kriteria inklusi yakni santriwati kelas X, XI dan XII

Madrasah Aliyah yang tinggal/menetap di Pondok Pesantren Al-Mimbar

Sambongdukuh Jombang dan bersedia berpartisipasi dalam penelitian.

Sedangkan kriteria eksklusi dari penelitian ini adalah santriwati yang selama

penelitian berlangsung berhalangan hadir. Pada pelaksananaanya, sampel yang


27

diperoleh dalam penelitian ini totalnya berjumlah 60 orang yang kemudian

dibagi ke dalam dua kelompok yakni kelompok ceramah dan leaflet, dalam

pembagiannya dilakukan dengan cara acak.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian untuk mengukur karakteristik responden berdasarkan

usia dan pengetahuan responden adalah dengan kuesioner yang terdiri dari nama,

dan usia serta 30 pertanyaan dengan skala Guttman (16 pertanyaan positif dan 14

pertanyaan negatif, dengan skor 1 bila jawaban benar dan 0 bila jawaban salah).

Sedangkan untuk mengukur karakteristik kesehatan kepala (jenis rambut, panjang

rambut, lama waktu mengalami pedikulosis kapitis, frekuensi keramas, kondisi

kulit kepala dan warna konjungtiva) serta kondisi responden apakah terjangkit

pedikulosis atau tidak adalah menggunakan lembar observasi.

E. Uji Validitas dan Reliabilitas

1. Uji Validitas

Uji validitas merupakan cara untuk menentukan ketepatan atau

kecermatan pengukuran suatu instrumen. Suatu alat ukur dikatakan valid jika

alat tersebut dapat mengukur variabel/sesuatu yang ingin diukur peneliti

(Riyanto, 2011). Pada penelitian ini, uji validitas dilakukan berdasarkan theory-

related validity (validitas berhubungan dengan teori) dengan tipe content

validity (validitas isi). Validitas isi menunjukkan kemampuan item pertanyaan

dalam instrumen mewakili semua unsur dimensi konsep yang sedang diteliti.

Untuk menentukan validitas isi suatu instrumen dilakukan dengan meminta

pendapat pakar pada bidang yang sedang diteliti. Seorang pakar akan diminta

untuk menelaah instrumen dan menentukan apakah seluruh item pertanyaan


28

telah mencakup isi/content dari suatu konsep yang diteliti (Dharma, 2011).

Pada penelitian ini instrumen ditelaah oleh dua ahli parasitologi yakni Dra.

Widiastuti, MS dan dr. Prastuti Waraharini.

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat

pengukur dapat dipercaya atau diandalkan (Notoatmodjo, 2010). Umar (2005)

menyebutkan bahwa uji reliabilitas instrumen suatu penelitian dapat dilakukan

dengan 30 responden. Uji reliabilitas kuesioner penelitian ini dilakukan pada

30 santriwati dari kelas X, XI dan XII Madrasah Aliyah Pondok Pesantren Al-

Muslihuun Tlogo Kanigoro Blitar yang mana kriteria santriwatinya hampir

sama dengan santriwati Pondok Pesantren Al-Mimbar Sambongdukuh

Jombang.

Uji reliabilitas yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan

menggunakan rumus uji Spearman Brown. Hal tersebut dikarenakan pada

penelitian ini instrumen yang digunakan adalah menggunakan skala Guttman

dan jumlah pertanyaan yang ada di dalam kuesioner ini genap (30 pertanyaan).

Suatu instrumen dikatakan reliabel apabila nilai korelasi antara belahan genap

dan belahan ganjil lebih besar dari nilai r tabel (Siregar, 2013).

Uji reliabilitas pada penelitian ini menggunakan bantuan program

komputer dan didapatkan nilai korelasi antara belahan genap dan belahan ganjil

0,653. Nilai r tabel yang digunakan adalah 0,361 karna responden uji

reliabilitas pada penelitian ini berjumlah 30 orang. Selanjutnya hasil yang

didapatkan dari uji reliabilitas dibandingkan dengan nilai r tabel. Karena hasil
29

yang didapatkan lebih besar dari r tabel maka dapat dikatakan kuesioner

penelitian ini reliabel.

Uji reliabilitas lembar observasi dilakukan dengan menggunakan metode

interrater reliability, yakni dua atau lebih pengamat yang berbeda secara

independen menelaah instrumen tersebut (Patricia dan Arthur, 2002).

F. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan bulan April tahun 2015. Data yang dikumpulkan

dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dari kuesioner yang diisi

responden dan lembar observasi sebelum dan sesudah perlakuan. Ada beberapa

tahapan yang dilakukan dalam pengambilan data dalam penelitian ini:

1. Tahap pertama, peneliti menentukan permasalahan, subjek penelitian, tempat

penelitian, tujuan dan manfaat penelitian serta menentukan judul penelitian.

Peneliti mengajukan surat izin penelitian dari Fakultas untuk diberikan kepada

Pengasuh Pondok Pesantren Al-Mimbar Sambongdukuh Jombang.

2. Setelah diberi perizinan penelitian oleh Pengasuh Pondok Pesantren Al-

Mimbar Sambongdukuh Jombang, peneliti terlebih dahulu melakukan studi

pendahuluan terkait penelitian yang akan dilakukan.

3. Selanjutnya peneliti menyusun proposal skripsi dan melakukan ujian seminar

proposal skripsi.

4. Selanjutnya, peneliti melakukan uji validitas dengan content validity dengan

bantuan dari pakar parasitologi. Kemudian dilakukan uji reliabilitas kuesioner

pengetahuan pada 30 santriwati di pondok pesantren lain dengan tingkat

pedikulosis kapitis hampir sama dengan Pondok Pesantren Al-Mimbar


30

Sambongdukuh Jombang (Pondok Pesantren Al-Muslihuun Tlogo Kanigoro

Blitar).

5. Setelah instrumen penelitian dinyatakan valid dan reliabel, peneliti melakukan

koordinasi dengan Pengasuh Pondok Pesantren Al-Mimbar Sambongdukuh

Jombang untuk mendapatkan calon responden (santriwati kelas X, XI dan XII

yang tinggal/menetap di Pondok Pesantren Al-Mimbar Sambongdukuh

Jombang).

6. Setelah mendapatkan calon responden, peneliti melakukan informed consent

terhadap calon responden.

7. Setelah menandatangani lembar persetujuan, responden dibagi menjadi dua

kelompok (kelompok ceramah dan kelompok leaflet).

8. Setelah itu, peneliti berkoordinasi dengan dengan Pengasuh Pondok Pesantren

Al-Mimbar Sambongdukuh Jombang serta para responden terkait dengan

waktu dan tempat pelaksanaan observasi dan pendidikan kesehatan tentang

pedikulosis kapitis dengan metode ceramah dan metode leaflet.

9. Seluruh responden pada masing-masing kelompok akan diobservasi terkait

karakteristik kesehatan kepala dengan panduan lembar observasi.

10. Pengisian kuesioner pengetahuan pertama dilakukan 30 menit sebelum

pendidikan kesehatan dilakukan pada masing-masing kelompok.

11. Setelah itu, dilakukan pendidikan kesehatan tentang pedikulosis kapitis dengan

metode ceramah pada kelompok ceramah dan dengan metode pemberian leaflet

pada kelompok leaflet sesuai dengan kontrak waktu dan tempat yang telah

disetujui sebelumnya. Pendidikan kesehatan dilakukan bersamaan untuk

menghindari informasi dan pengaruh antar kelompok yang dapat


31

mempengaruhi nilai pengetahuan responden. Pada kelompok ceramah,

ceramah akan dilakukan oleh peneliti, sedangkan pada kelompok leaflet

peneliti akan dibantu orang lain untuk mengawasi jalannya pendidikan

kesehatan.

12. Pengisian kuesioner dilakukan kembali setelah pendidikan kesehatan selesai

dilakukan.

13. Hasil observasi dan kuesioner yang telah diisi selanjutnya diolah dan dianalisis

oleh peneliti.

G. Metode Analisa Data

1. Analisa Univariat

Pada penelitian ini analisis univariat dilakukan secara deskriptif, yaitu

menampilkan tabel distribusi frekuensi karakteristik responden dan

pengetahuan pretest dan posttest masing-masing kelompok.

2. Analisa Bivariat

Analisa bivariat dapat dilakukan jika telah diketahui hasil dari analisa

univariat (Notoatmodjo, 2010). Data yang diolah pada penelitian ini berupa

data rasio yang tidak terdistribusi normal sehingga untuk mengetahui apakah

terdapat perubahan skor pengetahuan yang signifikan atau tidak digunakan uji

Wilcoxon, sedangkan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan skor

pengetahuan yang signifikan atau tidak pada kedua kelompok digunakan uji

Mann Withney (Dharma, 2011). Pada uji ini tingkat kemaknaan yang

digunakan adalah α=5% (Riwidikdo, 2009). Dalam penghitungannya,

penelitian ini menggunakan bantuan program komputer.


32

H. Etika Penelitian

Menurut Hidayat (2008) masalah etika yang harus diperhatikan oleh peneliti

antara lain sebagai berikut:

1. Informed Consent

Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan

responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Tujuan informed

consent adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian, mengetahui

dampaknya. Pada penelitian ini beberapa informasi yang terdapat dalam

informed consent antara lain partisipasi klien, tujuan dilakukannya tindakan,

jenis data yang dibutuhkan, komitmen, prosedur pelaksanaan, potensial

masalah yang akan terjadi, manfaat serta kerahasiaan responden.

2. Anonimity (tanpa nama)

Sesuai etika keperawatan, pada penelitian ini peneliti memberikan

jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan

atau mencantumkan nama responden dalam lembar alat ukur dan hanya

menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang

disajikan.

3. Confidentiality (kerahasiaan)

Peneliti memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi

maupun masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan

dijamin kerahasiannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan

dilaporkan pada hasil riset.


BAB V

HASIL PENELITIAN

A. Analisa Univariat

1. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia dan Kesehatan Kepala

Responden

Tabel 5.1: Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia dan Kesehatan

Kepala Responden (n=60)

Terjangkit Tidak Terjangkit Total


Variabel Kategori Kutu Kepala Kutu Kepala
n % n % n %
15 tahun 11 18,3% 1 1,7% 60 100%
Usia >15 tahun 38 63,3% 10 16,7%
±1 tahun 23 38,3% 0 0%
Lama Terjangkit ±2 tahun 13 21,7% 0 0% 49 81,7%
Kutu Kepala ≥3 tahun 13 21,7% 0 0%
Ikal 13 21,7% 5 8,3% 60 100%
Bentuk Rambut Lurus 36 60% 6 10%
Pendek 7 11,7% 2 3,3% 60 100%
Panjang Rambut Panjang 42 70% 9 15%
Lesi Kulit Kepala Ada 4 6,7% 0 0% 60 100%
Tidak Ada 45 75% 11 18,3%
Frekuensi <2 kali 4 6,7% 0 0% 60 100%
Keramas/Minggu ≥2 kali 45 75% 11 18,3%
Warna Pucat 14 23,4% 3 5% 60 100%
Konjungtiva Tidak Pucat 35 58,3% 8 13,3%

Tabel 5.1 di atas menunjukkan bahwa persentase responden dengan

kategori usia 15 tahun yang terjangkit kutu kepala adalah 18,3% sedangkan

persentase responden dengan kategori usia >15 tahun yang terjangkit kutu

33
34

kepala adalah 63,3%. Tabel 5.1 tersebut juga menampilkan karakteristik

kesehatan kepala responden berdasarkan lama terjangkit kutu kepala, bentuk

rambut, panjang rambut, ada atau tidaknya lesi kulit kepala, frekuensi

keramas/minggu dan warna konjungtiva. Mayoritas responden terjangkit kutu

kepala ±1 tahun dengan persentase 38,3% (23 responden) dan variabel lama

terjangkit kutu kepala ini hanya menampilkan 81,7% responden, 18,3% sisanya

merupakan responden yang tidak terjangkit kutu kepala sehingga tidak

mempunyai lama waktu terjangkit kutu kepala.

Responden yang terjangkit kutu kepala mayoritas mempunyai rambut

lurus dengan persentase 60% (36 orang). Untuk variabel panjang rambut,

mayoritas responden yang terjangkit kutu kepala mempunyai rambut panjang

dengan persentase 70% (42 responden), begitu pula pada responden yang tidak

terjangkit kutu kepala yang lebih banyak mempunyai rambut panjang dengan

persentase 15% (9 responden). Sedangkan untuk kondisi kulit kepala

responden yang terjangkit kutu kepala mayoritas tidak terdapat lesi kulit kepala

dengan persentase 75% (45 responden).

Responden yang terjangkit kutu kepala mempunyai frekuensi keramas

mayoritas 2-3 kali sehari dengan persentase 75% (45 responden) sedangkan

responden yang tidak terjangkit kutu kepala seluruhnya mempunyai frekuensi

keramas 2-3 kali sehari. Untuk variabel warna konjungtiva, terdapat responden

yang terjangkit kutu kepala yang mempunyai konjungtiva pucat dengan

persentase 23,4% (35 responden).


35

2. Gambaran Rata-Rata Skor Pengetahuan Responden

Gambaran rata-rata skor pengetahuan responden tentang pedikulosis

kapitis saat pretest dan posttest pada kelompok ceramah dan leaflet dapat

dilihat pada tabel 5.2.

Tabel 5.2: Gambaran Rata-Rata Skor Pengetahuan Responden Saat Pretest dan

Posttest Pada Kelompok Ceramah (n=30) dan Leaflet (n=30)

Mean SD Minimum Maximum


Ceramah Pretest 20,07 4,226 9 29
Posttest 26,13 2,813 20 30
Leaflet Pretest 20,93 5,336 9 27
Posttest 22,83 4,340 13 28

Rata-rata skor pengetahuan pretest pada kelompok ceramah

menunjukkan angka 20,07 dan pada kelompok leaflet menunjukkan angka

20,93. Sedangkan skor pengetahuan posttest pada kelompok ceramah

meningkat menjadi 26,13 dan pada kelompok leaflet meningkat menjadi 22,83.

B. Analisa Bivariat

Hasil analisis uji normalitas pengetahuan menunjukkan nilai p Kolmogorov-

Smirnov =0,004 (pretest) dan 0,000 (posttest). Kedua nilai tersebut menunjukkan

p<0,05 yang berarti data berasal dari populasi yang tidak terdistribusi normal

sehingga analisis bivariat selanjutnya menggunakan analisis nonparametrik, yakni

uji Wilcoxon. Untuk melihat apakah terdapat perbedaan yang siginfikan atau tidak

antara metode ceramah dan leaflet menggunakan uji Mann Withney.


36

1. Pengaruh Metode Ceramah dan Leaflet Terhadap Skor Pengetahuan

Responden

Tabel 5.3: Analisa Beda Rata-Rata Skor Pengetahuan Responden Pretest dan

Posttest Pada Kedua Kelompok (n=30)

Metode Alpha (α) Nilai p


Ceramah 0,05 <0,001
Leaflet 0,05 <0,001

Tabel 5.3 menunjukkan bahwa hasil analisa uji Wilcoxon pada metode

ceramah dan leaflet masing-masing memiliki nilai p<0,001 yang mana nilai

tersebut kurang dari nilai alpha (<0,05) sehingga disimpulkan bahwa baik

metode ceramah maupun leaflet memberikan pengaruh yang berarti dalam

menentukan skor pengetahuan responden.

2. Perbedaan Metode Ceramah dan Leaflet Terhadap Skor Pengetahuan

Responden

Tabel 5.4: Analisa Beda Rata-Rata Skor Pengetahuan Responden Pada Kedua

Kelompok Saat Pretest (n=30)

Mean Rank Nilai p


Ceramah 27,05
Leaflet 33,95 0,125

Hasil analisa uji Mann Withney pada skor pengetahuan pretest kedua

kelompok menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan pengetahuan yang

signifikan antara kedua kelompok saat pretest dengan nilai p=0,125 (>0,05).
37

Tabel 5.5: Analisa Beda Rata-Rata Skor Pengetahuan Responden Pada Kedua

Kelompok Saat Posttest (n=30)

Mean Rank Nilai p


Ceramah 37,32
Leaflet 23,68 0,002

Hasil analisa uji Mann Withney pada skor pengetahuan posttest kedua

kelompok menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pengetahuan yang

signifikan antara kedua kelompok saat posttest dengan nilai p=0,002 (<0,05).
BAB VI

PEMBAHASAN

Bab ini akan menjelaskan interpretasi hasil penelitian dan keterbatasan

penelitian. Interpretasi hasil akan membahas mengenai hasil penelitian yang

dikaitkan dengan teori yang ada di tinjauan pustaka, sedangkan keterbatasan

penelitian akan memaparkan keterbatasan yang terjadi selama pelaksanaan

penelitian.

A. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia dan Kesehatan Kepala

Responden

Responden dalam penelitian ini berusia 15-18 tahun dan 81,6% terjangkit

pedikulosis kapitis (18,3% usia 15 tahun dan 63,3% 17-18 tahun). Hal ini sesuai

dengan penelitian dari Lesshafft et.al (2013) yang menyatakan bahwa populasi

dengan usia >15 tahun masih memungkinkan terserang pedikulosis kapitis

meskipun usia tersebut tidak masuk dalam kategori usia yang rentan (<15 tahun).

Karakteristik kesehatan kepala responden digambarkan berdasarkan lama

terjangkit kutu kepala, jenis rambut, panjang rambut dan kondisi kulit kepala.

Kesehatan kepala responden berdasarkan lama terjangkit kutu kepala diteliti

dengan membagi responden masing-masing kelompok ke dalam tiga kategori

waktu yakni responden dengan lama terjangkit kutu kepala ±1 tahun, ±2 tahun dan

≥3 tahun. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 38,3% responden yang telah

terjangkit kutu kepala ±1 tahun, 21,7% responden terjangkit kutu kepala ±2 tahun

dan 21,7% responden terjangkit kutu kepala ≥3 tahun. Berdasarkan hasil

38
39

wawancara lebih lanjut dengan responden, sebagian besar dari mereka mulai

terjangkit kutu kepala sejak tinggal di pondok pesantren. Responden yang telah ≥3

tahun terjangkit kutu kepala merupakan responden yang sebelumnya telah tinggal

di pondok pesantren lain (sebelum masuk tingkat pendidikan Madrasah Aliyah

Al-Bairuny).

Kesehatan kepala responden berdasarkan jenis rambut diteliti dengan

membagi responden masing-masing kelompok ke dalam dua kategori yakni

rambut ikal atau keriting dan rambut lurus. Hasil penelitian menunjukkan terdapat

30% responden berambut ikal atau keriting (21,7% responden diantaranya

terjangkit kutu kepala) dan 70% responden berambut lurus (60% responden

diantaranya terjangkit kutu kepala). Hal ini menunjukkan bahwa kutu kepala

dapat hidup di rambut manusia baik rambut lurus maupun rambut ikal atau

keriting.

Kesehatan kepala responden berdasarkan panjang rambut diteliti dengan

membagi responden masing-masing kelompok ke dalam dua kategori yakni

rambut pendek (di atas bahu) dan rambut panjang (sebahu atau di bawah bahu).

Hasil penelitian menunjukkan terdapat 15% responden mempunyai rambut

pendek (11,7% responden diantaranya terjangkit kutu kepala) dan 85% responden

mempunyai rambut panjang (70% responden diantaranya terjangkit kutu kepala).

Hasil penelitian tersebut menunjukkan mayoritas responden berambut panjang

dan mempunyai kutu kepala, hal ini sesuai dengan penelitian Tappeh et.al (2012)

yang menjelaskan bahwa mayoritas perempuan yang terjangkit pedikulosis kapitis

mempunyai rambut panjang sebahu atau di bawah bahu.


40

Lesi merupakan salah satu komplikasi dari pedikulosis kapitis kronis yang

terjadi akibat gigitan dan antigen air liur kutu kepala, namun sebagian orang

memiliki toleransi imunologis terhadap antigen tersebut sehingga tidak timbul

reaksi akibat gigitan (Brown dan Burns, 2005). Kesehatan kepala responden

berdasarkan kondisi kulit kepala diteliti dengan membagi responden masing-

masing kelompok ke dalam dua kategori yakni responden dengan lesi kulit kepala

dan responden tanpa lesi kulit kepala. Hasil penelitian menunjukkan terdapat

6,7% responden yang terdapat lesi di kulit kepalanya dan seluruhnya masuk dalam

kategori responden yang terjangkit kutu kepala, sedangkan 93,3% responden

lainnya tidak terdapat lesi di kulit kepalanya. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat

kemungkinan lesi yang ditemukan pada 6,7% responden tersebut diakibatkan oleh

kutu kepala.

Menurut Novita (2009) untuk menghilangkan kotoran yang menempel pada

kulit kepala diperlukan keramas 2-3 kali seminggu. Kotoran yang dihasilkan oleh

kutu kepala dan air liurnya dapat menyebabkan rasa gatal yang memicu seseorang

untuk menggaruk kepala (Timmreck, 2004), sedangkan menggaruk kepala secara

intensif dapat menyebabkan iritasi, luka dan infeksi sekunder (Bugayong et.al,

2011). Kesehatan kepala responden berdasarkan frekuensi keramas diteliti dengan

membagi responden masing-masing kelompok ke dalam dua kategori yakni

responden dengan frekuensi keramas 0-1 kali dan 2-3 kali per minggu. Hasil

penelitian ini menunjukkan terdapat 6,7% responden yang mempunyai frekuensi

keramas 0-1 kali seminggu dan seluruhnya masuk dalam kategori responden yang

terjangkit kutu kepala, sedangkan 93,3% responden lainnya mempunyai frekuensi

keramas 2-3 kali seminggu.


41

Anemia karena kehilangan darah merupakan salah satu dampak yang dapat

terjadi pada seseorang dengan pedikulosis kapitis berat (Moradi et al., 2009).

Anemia adalah keadaan di mana masa eritrosit dan/atau masa hemoglobin yang

beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan

tubuh (Handayani dan Haribowo, 2008). Batasan hemoglobin yang umum

digunakan untuk mendiagnosa seseorang terkena anemia adalah berdasarkan

kriteria WHO 1968, yang mana untuk kriteria perempuan usia >14 tahun dan

tidak hamil akan dikatakan anemia jika kadar hemoglobinnya <12gr/dl

(Handayani dan Haribowo, 2008).

Gejala umum anemia atau yang biasa disebut anemic syndrome adalah

gejala yang timbul pada semua jenis anemia pada kadar hemoglobin yang sudah

menurun di bawah titik tertentu. Gejala ini timbul karena anoksia organ target dan

mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan hemoglobin. Pada organ epitel,

gejala anemia dapat dilihat salah satunya dari warna pucat pada kulit dan mukosa

(Handayani dan Haribowo, 2008). Pada penelitian ini warna konjungtiva

responden dilihat untuk mengetahui gejala anemia yang mungkin dialami oleh

responden yang mayoritas terjangkit kutu kepala.

Kesehatan responden berdasarkan warna konjungtiva diteliti dengan

membagi responden masing-masing kelompok ke dalam dua kategori yakni

responden dengan warna konjungtiva pucat dan tidak pucat. Hasil penelitian

menunjukkan terdapat 28,4% responden yang mempunyai warna konjungtiva

pucat, 23,4% responden diantaranya masuk dalam kategori responden yang

terjangkit kutu kepala. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat kemungkinan warna
42

konjungtiva pucat yang mayoritas ditemukan pada responden yang terjangkit kutu

kepala adalah anemia yang disebabkan oleh kutu kepala.

B. Pengetahuan Responden

Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses sensoris

khususnya mata dan telinga terhadap objek tertentu (Sunaryo, 2004). Efendi

(2009) mengatakan bahwa dengan pendidikan kesehatan dapat memberikan dan

meningkatkan pengetahuan. Dalam penelitian ini dengan dilakukannya

pendidikan kesehatan diharapkan pengetahuan santriwati tentang pedikulosis

kapitis dapat meningkat. Sunaryo (2004) menyebutkan bahwa pengetahuan

merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku terbuka

(overt behavior) dan perilaku yang didasari pengetahuan umumnya bersifat

langgeng. Menurut Tappeh et.al (2012) pengetahuan tentang pedikulosis kapitis

dibutuhkan untuk mencegah dan mengontrol infestasi kutu kepala dan berbagai

dampak yang ditimbulkannya.

Hasil uji Wilcoxon menunjukkan bahwa kelompok metode ceramah dan

leaflet mempunyai pengaruh yang berarti dalam menentukan skor pengetahuan

responden. Sedangkan hasil uji Mann Withney menunjukkan tidak terdapat

perbedaan skor pengetahuan yang signifikan antara kedua kelompok saat pretest

dengan mean rank kelompok leaflet sedikit lebih tinggi dibandingkan kelompok

ceramah, namun saat posttest terdapat perbedaan yang signifikan dengan mean

rank kelompok ceramah lebih tinggi dibandingkan mean rank kelompok leaflet.

Hal ini menunjukkan bahwa metode ceramah lebih baik daripada leaflet dalam

menentukan skor pengetahuan dilihat dari peningkatan mean rank keduanya.

Hasil ini sesuai dengan penelitian Munawaroh dan Sulistyorini (2010) yang
43

menyebutkan bahwa peningkatan pengetahuan pada kelompok yang diberi

pendidikan kesehatan dengan metode ceramah lebih tinggi dibandingkan

kelompok yang diberi pendidikan kesehatan dengan media leaflet.

Beberapa hal yang dapat menyebabkan metode ceramah lebih baik

dibandingkan metode leaflet dalam menentukan skor pengetahuan adalah pada

metode ceramah terdapat kontak langsung antara pendidik dengan responden

sehingga pendidik dapat menjelaskan dengan menekankan bagian yang penting.

Selain itu, pada penelitian ini metode ceramah disertai dengan media powerpoint

sehingga materi yang disampaikan lebih menarik dan mudah dipahami.

Sedangkan beberapa hal yang dapat menyebabkan media leaflet tidak lebih baik

dari metode ceramah dalam menentukan skor pengetahuan adalah kurang

menariknya media ini bagi sebagian responden (sebagian responden malas untuk

membaca). Menurut kerucut Edgar Dale dalam Nursalam (2008), dalam dua

minggu setelah partisipan diberi pendidikan kesehatan mereka akan mampu

mengingat materi yang diberikan dengan persentase yang berbeda-beda sesuai

dengan metode dan media pendidikan kesehatan yang dilakukan. Jika dilihat dari

kerucut Edgar Dale kelompok dengan media leaflet akan dapat mengingat 10%

materi yang telah diterima karena kelompok ini hanya mengandalkan visual

sedangkan kelompok dengan metode ceramah dengan media powerpoint akan

dapat mengingat 50% materi yang telah diterima karena kelompok ini

menggunakan indera pendengaran dan penglihatan.


44

C. Keterbatasan Penelitian

Terdapat beberapa keterbatasan yang belum dapat dipenuhi dan menjadi

kekurangan dalam penelitian ini. Berbagai kekurangan tersebut terdapat pada isi

dan metodologi penelitian.

1. Populasi santriwati yang sedikit menjadikan teknik pengambilan sampel

menggunakan total sampling (tidak terdapat randomisasi) sehingga sampel

yang didapat tidak dapat digeneralisasi.


BAB VII

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan pada

bab sebelumnya, maka berikut kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini.

1. Baik responden dengan usia 15 tahun atau lebih dari 15 tahun mayoritas

terjangkit kutu kepala. Mayoritas responden terjangkit kutu kepala ±1 tahun

yang mana berdasarkan wawancara lebih lanjut para responden mulai

terjangkit kutu kepala sejak tinggal di pondok pesantren. Responden yang

terjangkit kutu kepala mayoritas mempunyai rambut lurus. Untuk variabel

panjang rambut, mayoritas responden yang terjangkit kutu kepala maupun

tidak terjangkit kutu kepala mempunyai rambut panjang. Kondisi kulit kepala

responden yang terjangkit kutu kepala mayoritas tidak terdapat lesi kulit

kepala. Responden yang terjangkit kutu kepala mempunyai frekuensi keramas

mayoritas >2 kali sehari dengan persentase 75% sedangkan responden yang

tidak terjangkit kutu kepala seluruhnya mempunyai frekuensi keramas >2 kali

sehari. Untuk variabel warna konjungtiva, terdapat responden yang terjangkit

kutu kepala yang mempunyai konjungtiva pucat dengan persentase 23,4%.

2. Rata-rata skor pengetahuan pretest pada kelompok ceramah menunjukkan

angka 20,07 dan saat posttest meningkat menjadi 26,13, sedangkan rata-rata

skor pengetahuan pretest pada kelompok leaflet menunjukkan angka 20,93 dan

saat posttest meningkat menjadi 22,83.

45
46

3. Baik metode ceramah maupun leaflet memberikan pengaruh yang berarti

dalam menentukan skor pengetahuan responden namun metode ceramah lebih

baik daripada metode leaflet dalam menentukan skor pengetahuan responden.

B. Saran

1. Bagi Santriwati

Berdasarkan hasil penelitian ini santriwati diharapkan dapat menerapkan

penanganan pedikulosis kapitis berupa pencegahan dan pengobatan dengan

benar, khususnya bagi santriwati Pondok Pesantren Al-Mimbar Sambongdukuh

Jombang yang telah diberikan pengetahuan tentang pedikulosis kapitis pada

penelitian ini.

2. Bagi Pondok Pesantren

Berdasarkan hasil penelitian ini pondok pesantren diharapkan semakin

memperhatikan kesehatan santri didiknya terutama terkait pencegahan penyakit

menular seperti pedikulosis kapitis dengan mengoptimalkan peran petugas

kesehatan setempat.

3. Bagi Puskesmas

Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan puskesmas setempat dapat

meningkatkan pelayanan kesehatan atau keperawatan dengan bekerjasama

dengan pihak pondok pesantren dalam memberikan pendidikan kesehatan pada

para santri agar terhindar dari pedikulosis kapitis dan penyebaran penyakit

menular lainnya.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

a. Dilakukan penelitian lain tentang faktor-faktor yang menyebabkan

pedikulosis kapitis.
47

b. Dilakukan penelitian lain tentang pengaruh pendidikan kesehatan tentang

pedikulosis kapitis terhadap sikap dan perilaku santri.


DAFTAR PUSTAKA

Adnani, Hariza. 2011. Buku Ajar: Ilmu Kesehatan Masyarakat. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Alatas, Sahar SS., Linuwih, S. 2013. Hubungan Tingkat Pengetahuan Mengenai
Pedikulosis Kapitis dengan Karakteristik Demografi Santri Pesantren X,
Jakarta Timur. eJKI, vol (1) 1: 53-57.
Arikunto, Suharsimi. 2010. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Badri, Moh. 2007. Hygiene Perseorangan Santri Pondok Pesantren Wali Songo
Ngabar Ponorogo. Media Litbang Kesehatan, vol (17) 2: 20-27.
Behrman, R., Kliegman, R., Arvin, A. 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak.
Jakarta: EGC.
Brown, RG., Burns, T. 2005. Lecture Notes: Dermatologi. Jakarta: Erlangga
Medical Series.
Budiman, Riyanto A. 2013. Kapita Selekta Kuesioner Pengetahuan dan Sikap
dalam Penelitian Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika.
Bugayong, AMS. et. al.. 2011. Effect of dry-on, suffocation-based treatment on
the prevalence of pediculosis among schoolchildren in Calagtangan Village,
Miag-ao, Iloilo. Philippine Science Letters. Vol (4) 1: 33-37.
Dharma, Kelana K. 2011. Metodologi Penelitian Keperawatan. Jakarta: Trans
Info Media.
Efendi, F., Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan
Praktik dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Gulgun, M. et. al.. 2013. Pediculosis Capitis: Prevalence And its Associated
Factors in Primary School Children Living in Rural and Urban Areas in
Kayseri, Turkey. National Institute of Public Health, vol (21) 2: 104-108.
Handayani, W., Haribowo, AS. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan
Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.
Harsono, B., Soesanto, Samsudi. 2009. Perbedaan Hasil Belajar antara Metode
Ceramah Konvensional dengan Ceramah berbantuan Media Animasi dalam
Pembelajaran Kompetensi Perakitan dan Pemasangan sistem Rem. Jurnal
PTM, vol (9) 2: 71-79.
Haryono, I., Prabandari, YS., Hariyono, W. 2008. Pendidikan Kesehatan
Lingkungan Melalui Kultum. Berita Kedokteran Masyarakat, vol (24) 1: 8-
15.
Herijulianti, E., Indriani, TS., Artini, S. 2001. Pendidikan Kesehatan Gigi.
Jakarta: EGC.
Hidayat, AA. 2008. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data.
Jakarta: Salemba Medika.
Kawuriansari, R., Fajarsari, D., Maulidah, S. 2010. Studi Efektivitas Leaflet
Terhadap Skor Pengetahuan Remaja Putri tentang Dismenorea di SMP
Kristen 01 Purwokerto Kabupaten Banyumas. Bidan Prada : Jurnal Ilmiah
Kebidanan, vol (1) 1: 108-122.
Lesshafft, H. et. al.. 2013. Prevalence and risk factors associated with pediculosis
capitis in an impoverished urban community in Lima, Peru. Medknow
Publications & Media Pvt. Ltd., vol (5) 4: 138-143.
Machali, Rochayah. 2009. Pedoman Bagi Penerjemah. Bandung: Kaifa.
Moesa, Ali Maschan. 2007. Nasionalisme Kiai: Konstruksi Sosial Berbasis
Agama. Yogyakarta: LkiS.
Moradi. et. al.. 2009. The Prevalence of Pediculosis capitis in Primary School
Students in Bahar, Hamadan Province, Iran. J Res Health Sci. Vol (9) 1:
45-49.
Munawaroh, S., Sulistyorini, A. 2010. Efektivitas Metode Ceramah dan Leaflet
dalam Peningkatan Pengetahuan Remaja tentang Seks Bebas di SMA
Negeri Ngrayun, Unpublished journal, Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah, Ponorogo.
Natadisastra, D., Agoes, R. 2009. Parasitologi Kedokteran: Ditinjau dari Organ
Tubuh yang Diserang. Jakarta: EGC.
Notoatmodjo, S. 2005. Promosi Kesehatan: Teori dan Aplikasi. Jakarta: Rineka
Cipta.
Notoatmodjo, S. 2010a. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. 2010b. Promosi Kesehatan: Teori dan Aplikasi. Jakarta: Rineka
Cipta.
Novita, Windya. 2009. Buku Pintar Merawat Kecantikan di Rumah. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Nursalam, Efendi F. 2008. Pendidikan dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika.
Pallant, Julie. 2007. SPSS: Survival Manual. England: Open University Press.
Patricia, Arthur. 2002. Riset Keperawatan: Sejarah dan Metodologi. Jakarta:
EGC.
Permenkes RI No. 1 Tahun 2013 tentang Pedoman Penyelenggaraan dan
Pembinaan Pos Kesehatan Pesantren, dalam: www.depkes.go.id diakses tgl
4 November pukul 09.00 WIB.
Potter P., Perry A. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses,
dan Praktik. Jakarta: EGC.
Purwoko, S., Satyanegara, S. 2006. Pertolongan Pertama dan RJP Pada Anak.
Jakara: Arcan.
Ramdan, AA., Iswari, R., Wijaya, A. 2013. Pola Penyakit Santri di Pondok
Pesantren Modern AsSalamah. Solidarity: Journal of Education, Society
and Culture 2 (1): 1-8.
Riwidikdo, Handoko. 2009. Statistik Kesehatan. Jogjakarta: Mitra Cendekia Press
Riyanto, Agus. 2011. Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Sidoti, Bonura, Paolini, Tringali. 2009. A Survey on Knowledge and Perceptions
Regarding Head Lice on Sample of Teachers and Students in Primary
Schools of North and South of Italy. J prev med hyg; 50: 141-151.
Simamora, Roymond H. 2009. Buku Ajar Pendidikan dalam Keperawatan.
Jakarta: EGC.
Siregar, Syofian. 2013. Statistik Parametrik Untuk Penelitian Kuantitatif. Jakarta:
Bumi Aksara.
Sunaryo. 2004. Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.
Tappeh, KH. et al.. 2012. Pediculosis capitis among Primary School Children and
Related Risk Factors in Urmia, the Main City of West Azarbaijan, Iran. J
Arthropod-Borne Dis, vol (6) 1: 79–85.
Timmreck, Thomas C. 2004. Epidemiologi: Suatu Pengantar. Jakarta: EGC.
Umar, Husein. 2005. Riset Sumber Daya Manusia dalam Organisasi. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Umar, Husein. 2011. Metodologi Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis.
Jakarta: Rajawali Pers.
Werner, D., Thuman, C., Maxwell, J. 2010. Apa yang Anda Kerjakan Bila Tidak
Ada Dokter. Yogyakarta: ANDI OFFSET.
WHO. 2012. Health Education: theoritical concepts, effective strategies and core
competencies. Eastern Mediterranean: WHO Library Cataloguing in
Publication Data.
Wibowo, Agus. 2009. Cerdas Memilih Obat dan Mengenali Penyakit. Jakarta:
Lingkar Pena Kreativa.
LAMPIRAN 1

LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama :

Jenis Kelamin :

Kelas :

Bersedia menjadi responden penelitian Saudari Hanik Fadilah (NIM:

1111104000057), Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta dengan judul penelitian “Perbedaan Metode Ceramah dan

Leaflet Terhadap Skor Pengetahuan Santriwati Tentang Pedikulosis Kapitis di

Pondok Pesantren Al-Mimbar Sambongdukuh Jombang”. Peneliti telah

menjelaskan tentang tujuan dan manfaat dari penelitian ini. Saya mengerti bahwa

data-data yang diperoleh akan dilindungi dan identitas Saya akan dirahasiakan.

Saya juga mempunyai hak untuk menolak jika ada ketidaknyamanan saat

penelitian berlangsung.

Saya menyatakan bahwa Saya telah membaca pernyataan di atas dan setuju

untuk berpartisipasi dalam penelitian ini secara sukarela.

Jombang, April 2015

( )
LAMPIRAN 2

KUESIONER PENGETAHUAN SANTRIWATI TENTANG


PEDIKULOSIS KAPITIS DI PONDOK PESANTREN AL-MIMBAR
SAMBONGDUKUH JOMBANG

Yth, responden,

Dimohon kesediaannya untuk mengisi kuesioner berikut yang berkaitan dengan


pedikulosis kapitis (masalah kesehatan pada rambut dan kulit kepala yang
disebabkan oleh kutu kepala), sebagai bahan/data untuk penelitian. Bacalah setiap
pertanyaan dengan teliti dan jawablah dengan jujur, dengan menyilang (X), pada
kolom yang telah disediakan.

Terima kasih atas kerjasamanya.

A. KARAKTERISTIK RESPONDEN
1. Nama :
2. Usia :
3. Kelas :
B. PENGETAHUAN TENTANG KUTU KEPALA, MASALAH YANG
DITIMBULKAN DAN PENANGANANNYA

No Pertanyaan Benar Salah


1. Kutu kepala adalah parasit yang menyerang kulit kepala.
2. Kutu kepala dapat menyerang anggota tubuh berambut
yang lain selain kulit kepala.
3. Kutu kepala dapat masuk ke dalam tubuh manusia
melalui kulit kepala.
4. Telur kutu yang sudah menetas (±10 hari) akan lebih
mudah terlihat.
5. Telur dapat ditemukan di kulit kepala.
6. Waktu pertumbuhan sejak telur diletakkan sampai
menjadi dewasa rata-rata 18 hari.
7. Kutu kepala dewasa dapat bertahan hidup di bantal atau
kasur selama berminggu-minggu
8. Kutu kepala dewasa hanya dapat hidup dalam 2 minggu.
9. Seseorang dikatakan terjangkit kutu kepala jika
ditemukan kutu kepala atau telurnya di rambut kepala.
10. Seseorang yang mempunyai kutu kepala selalu memiliki
kebersihan diri yang kurang.
11. Kutu kepala tidak harus diberantas karena tidak
berdampak pada kesehatan kita.
12. Kutu kepala hanya dapat menimbulkan rasa gatal.
13. Gatal karena kutu kepala terjadi akibat respon tubuh
terhadap air liur kutu.
14. Ada sebagian orang yang tahan dengan air liur kutu
kepala sehingga tidak merasakan gatal.
15. Seseorang yang terlihat sering menggaruk kepala dapat
dipastikan bahwa ia terjangkit kutu kepala.
16. Menggaruk kulit kepala dapat menyebabkan iritasi dan
luka.
17. Kutu kepala dapat menyebabkan anemia (kurang darah).
18. Kutu kepala dapat menyebabkan plica palonica (borok)
jika tidak segera ditangani.
19. Seseorang yang mempunyai kutu kepala dapat
menularkannya pada teman yang tidur sekamar
dengannya.
20. Kutu kepala mampu terbang dengan sayapnya sehingga
para santri mudah tertular satu sama lain.
21. Seseorang tidak dapat terjangkit kutu kepala hanya
dengan pinjam meminjam mukena dan kemeja.
22. Memberantas kutu kepala dapat menggunakan obat
(bahan kimia) maupun dengan manual (dengan tangan
dan serit).
23. Jika ditemukan telur kutu di rambut kepala harus segera
dilakukan pengobatan kutu kepala.
24. Seseorang yang terjangkit kutu kepala dianjurkan
menggunakan obat kimia pemberantas kutu.
25. Membasmi kutu kepala pada penghuni asrama/pondok
tidak harus secara bersamaan.
26. Mengecek adanya kutu kepala rutin perlu dilakukan.
27. Kita sebaiknya menghindari bergaul dengan teman yang
mempunyai kutu kepala.
28. Dengan mengobati seseorang yang terjangkit kutu
kepala berarti kita mengurangi sumber penularan kutu
kepala.
29. Penderita dianjurkan memakai tutup kepala saat tidur
untuk mencegah penularan kutu kepala pada teman
sekamarnya.
30. Saling mengingatkan sesama penghuni kamar tentang
pencegahan penularan kutu kepala dapat membantu
mengendalikan penyebaran kutu kepala.
LAMPIRAN 3

LEMBAR OBSERVASI KESEHATAN KEPALA SANTRIWATI TENTANG


PEDIKULOSIS KAPITIS DI PONDOK PESANTREN AL-MIMBAR
SAMBONGDUKUH JOMBANG

Nama/Usia :

Tanggal observasi:

Lama terjangkit pedikulosis kapitis:

Bentuk rambut (ikal/lurus):

Panjang rambut (di atas bahu/di bawah bahu):

1. Terdapat luka bekas gigitan (warna kulit kepala memerah) atau terdapat luka
sekunder (bernanah):
2. Frekuensi keramas dengan shampo dalam seminggu:
3. Warna konjungtiva:
4. Jumlah kutu:
LAMPIRAN 4

SATUAN ACARA PENDIDIKAN

(SAP)

Pokok Bahasan : Pedikulosis Kapitis

Sub Pokok Bahasan : 1. Definisi Pedikulosis Kapitis

2. Morfologi dan Siklus Hidup Pediculus humanus capitis

3. Etiologi Pedikulosis Kapitis

4. Dampak Pedikulosis Kapitis

5. Penanganan Pedikulosis Kapitis (Pencegahan dan


Pengobatan)

Hari, tanggal : Jumat, 24 April 2015

Waktu : 45 menit + 60 menit untuk pretest dan posttest

Narasumber : Hanik Fadilah

Tempat : Aula MA. Al-Bairuny Sambongdukuh Jombang

Sasaran : Santriwati PP. Al-Mimbar Sambongdukuh Jombang

Pertemuan : 1 kali pertemuan


A. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah dilakukan pendidikan kesehatan selama 1 x 45 menit klien
diharapkan mampu mengerti tentang pedikulosis kapitis dan pada
akhirnya dapat menerapkan cara penanganannya sehingga tingkat
pedikulosis kapitis menurun.
2. Tujuan Khusus
Setelah dilakukan pendidikan kesehatan selama 1 x 45 menit klien
diharapkan:
a. Mampu mengidentifikasi definisi pedikulosis kapitis.
b. Mampu mengidentifikasi morfologi dan siklus hidup Pediculus
humanus capitis.
c. Mampu mengidentifikasi etiologi pedikulosis kapitis.
d. Mampu mengidentifikasi dampak pedikulosis kapitis.
e. Mampu mengidentifikasi penanganan pedikulosis kapitis berupa
pencegahan dan pengobatannya.
B. Materi (terlampir)
1. Definisi pedikulosis kapitis
2. Morfologi dan siklus hidup Pediculus humanus capitis
3. Etiologi pedikulosis kapitis
4. Dampak pedikulosis kapitis
5. Penanganan pedikulosis kapitis (pencegahan dan pengobatan)
C. Metode
Ceramah dan tanya jawab.
D. Kegiatan Pendidikan Kesehatan

No. Tahap Kegiatan Narasumber Kegiatan Peserta Alat/Media


1. Pretest Membagikan kuesioner Mengisi kuesioner Kuesioner
(09.00 – pengetahuan pedikulosis kapitis, pengetahuan pengetahuan
09.30 WIB) mengamati jalannya pretest pedikulosis kapitis pedikulosis
kapitis
2. Pendahuluan Pembukaan: a. Menjawab LCD,
(09.30 – a. Memberi salam salam proyektor/
09.35 WIB) b. Memperkenalkan diri b. Menyimak powerpoint
c. Menyampaikan tujuan
pendidikan kesehatan
3. Penyajian Menjelaskan tentang: a. Menyimak LCD,
(09.35 – a. Definisi pedikulosis penjelasan proyektor/
09.55 WIB) kapitis narasumber powerpoint
b. Morfologi dan siklus b. Mengajukan
hidup Pediculus pertanyaan
humanus capitis tentang
c. Etiologi pedikulosis pedikulosis
kapitis kapitis dan
d. Dampak pedikulosis menyimak
kapitis penjelasan
e. Penanganan pedikulosis dari
kapitis (pencegahan dan narasumber
pengobatan)

4. Tanya Jawab Menerima dan menjawab Mengajukan LCD,


(09.55 – pertanyaan pertanyaan tentang proyektor/
10.10 WIB) materi yang telah powerpoint
dijelaskan
5. Penutup Penutupan: Menyimak LCD,
(10.10 – a. Menyampaikan proyektor/
10.15 WIB) kesimpulan dari materi powerpoint
yang telah dijelaskan.
b. Mengucapkan terima
kasih atas perhatian dan
waktunya
6. Posttest Membagikan kuesioner Mengisi kuesioner Kuesioner
(10.15 – pengetahuan pedikulosis kapitis, pengetahuan pengetahuan
10.45 WIB) mengamati jalannya posttest pedikulosis kapitis pedikulosis
kapitis
E. Evaluasi
Evaluasi pendidikan kesehatan ini adalah dengan memberikan posttest
pada partisipan berupa kuesioner yang terdiri dari 26 pertanyaan tentang
materi pedikulosis kapitis yang telah disampaikan oleh narasumber.
F. Referensi Materi
Alatas, Sahar SS., Linuwih, S. 2013. Hubungan Tingkat Pengetahuan
Mengenai Pedikulosis Kapitis dengan Karakteristik Demografi Santri
Pesantren X, Jakarta Timur. eJKI, vol (1) 1: 53-57.
Behrman, R., Kliegman, R., Arvin, A. 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak.
Jakarta: EGC.
Brown, RG., Burns, T. 2005. Lecture Notes: Dermatologi. Jakarta:
Erlangga Medical Series.
Bugayong, AMS. et. al.. 2011. Effect of dry-on, suffocation-based
treatment on the prevalence of pediculosis among schoolchildren in
Calagtangan Village, Miag-ao, Iloilo. Philippine Science Letters. Vol
(4) 1: 33-37.
Moradi. et. al.. 2009. The Prevalence of Pediculosis capitis in Primary
School Students in Bahar, Hamadan Province, Iran. J Res Health Sci.
Vol (9) 1: 45-49.
Natadisastra, D., Agoes, R. 2009. Parasitologi Kedokteran: Ditinjau dari
Organ Tubuh yang Diserang. Jakarta: EGC.
Novita, Windya. 2009. Buku Pintar Merawat Kecantikan di Rumah.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Timmreck, Thomas C. 2004. Epidemiologi: Suatu Pengantar. Jakarta:
EGC.
Werner, D., Thuman, C., Maxwell, J. 2010. Apa yang Anda Kerjakan Bila
Tidak Ada Dokter. Yogyakarta: ANDI OFFSET.
Materi pedikulosis kapitis (infestasi kutu kepala/masalah kesehatan yang
disebabkan oleh kutu kepala)

Seseorang dikatakan terjangkit kutu kepala apabila ditemukan kutu kepala


maupun telurnya pada rambut kepala (Natadisastra dan Agoes, 2009). Berikut
adalah beberapa penjelasan tentang kutu kepala:

a. Kutu kepala adalah salah satu ektoparasit (parasit yang menyerang


permukaan tubuh/kulit hospes (manusia)) yang menghisap darah kulit kepala
manusia, bersifat menetap dan dapat menimbulkan gangguan kesehatan
(Natadisastra dan Agoes, 2009).
b. Kutu kepala merupakan parasit permanen, yakni serangga yang seumur
hidupnya menjadi parasit pada tuan rumah. Ia dapat berpindah-pindah tuan
rumah tetapi tidak dapat hidup bebas di alam (Natadisastra dan Agoes, 2009).
c. Kutu kepala tidak dapat terbang maupun melompat (Timmreck, 2004).
d. Kutu kepala hanya tinggal di rambut kepala (Natadisastra dan Agoes, 2009).
e. Telur kutu berwarna seperti lemak dan akan lebih mudah terlihat setelah
menetas (±10 hari) (Brown dan Burns, 2005).
f. Waktu pertumbuhan sejak telur diletakkan sampai menjadi dewasa ±18 hari,
sedangkan kutu kepala dewasa dapat hidup 27 hari (Natadisastra dan Agoes,
2009).

Etiologi

Penderita terjangkit kutu kepala akibat kontak langsung dengan penderita lain
yang sudah terjangkit kutu kepala atau melalui benda-benda seperti sisir, bantal,
dan kerudung yang digunakan bersama-sama (Alatas dan Linuwih, 2013).

Dampak

a. Rasa gatal sering muncul akibat air liur (yang mengandung antigen/racun)
yang disuntikkan ke kulit kepala saat kutu kepala menghisap darah inangnya
serta kotoran yang dihasilkan oleh kutu kepala tersebut (Timmreck, 2004).
b. Sebagian orang memiliki toleransi imunologis terhadap antigen/racun air liur
kutu sehingga tidak timbul reaksi akibat gigitan (Brown dan Burns, 2005).
c. Rasa gatal akan mengakibatkan penderita menggaruk kepala. Kebiasaan
menggaruk yang intensif dapat menyebabkan iritasi, luka, serta infeksi
sekunder (Bugayong, 2011).
d. Anemia karena kehilangan darah juga dapat terjadi pada pedikulosis kapitis
berat (Moradi et al., 2009).
e. Impetigo juga dapat terjadi akibat bakteri stafilokokus yang masuk ke dalam
kulit kepala sewaktu penderita menggaruk kulit kepala (Brown dan Burns,
2005).
f. Pada penderita berat, helaian rambut satu dengan yang lain akan sering
melekat dan mengeras dan banyak ditemukan kutu kepala dewasa, telur (nits)
serta eksudat nanah yang berasal dari luka gigitan yang meradang. Keadaan
ini disebut plica palonica (borok) yang dapat ditumbuhi jamur (Natadisastra
dan Agoes, 2009).
g. Efek psikologis yang dirasakan penderita seperti berkurangnya rasa percaya
diri, pandangan sosial yang negatif, kurangnya kualitas tidur, dan gangguan
belajar (Alatas dan Linuwih, 2013).

Pencegahan

a. Mengurangi sumber penyakit dengan mengobati penderita (Natadisastra dan


Agoes, 2009).
b. Tidak saling meminjam barang pribadi yang dapat menjadi perantara
penularan kutu kepala seperti sisir, kerudung, mukena, ikat rambut, dan
sebagainya (Alatas dan Linuwih, 2013).
c. Menjaga kebersihan rambut kepala dengan mencuci rambut dengan shampo
2-3 kali seminggu (Novita, 2009).
d. Tidak tinggal atau berdekatan dengan penderita (jika keadaan tidak
memungkinkan seperti di pondok pesantren, dapat diatasi dengan pemakaian
tutup kepala atau kerudung oleh penderita saat tidur untuk mencegah
penularan kutu kepala) (Alatas dan Linuwih, 2013).
e. Saling mengingatkan tentang pencegahan penularan kutu kepala.
f. Mengecek kutu kepala rutin karena ada beberapa orang yang tidak sensitif
dengan antigen/racun air liur kutu kepala sehingga tidak merasakan gatal
(Brown dan Burns, 2005).

Pengobatan

a. Metode Pengobatan Fisik


Metode pengobatan fisik yang sederhana antara lain adalah mencuci
rambut dengan shampo, kemudian diikuti dengan penggunaan kondisioner
dalam jumlah yang banyak. Rambut kemudian disisir menggunakan serit
(sisir yang giginya kecil-kecil dan rapat) dengan tujuan agar semua kutu
dapat terangkat. Tindakan ini dianjurkan diulangi setiap 4 hari selama 2
minggu (Brown dan Burns, 2005). Metode pengobatan fisik kutu kepala
juga dapat dilakukan dengan cara membunuh kutu dewasa menggunakan
tangan dan sisir serit untuk menyisir nimfa/anak kutu dan telurnya
(Natadisastra dan Agoes, 2009).
a. Metode Pengobatan Kimiawi
Caranya adalah dengan menggunakan obat kutu kepala. Prinsip
pengobatan kutu kepala adalah seluruh anggota keluarga/penghuni tempat
tinggal harus diterapi pada waktu yang sama.

Memberantas kantong telur yang melekat di rambut dapat dilakukan


dengan menggunakan serit (sisir bergigi rapat) yang telah dicuci dengan
cuka yang dicampur air hangat dengan perbandingan 1:1 selama setengah
jam (Werner, 2010).
Lampiran 5
Lampiran 6
Lampiran 7
Lampiran 8

Hasil Uji Reliabilitas

Reliability Statistics

Value ,611
Part 1 a
N of Items 15

Cronbach's Alpha Value ,599


Part 2 b
N of Items 15

Total N of Items 30
Correlation Between Forms ,653
Equal Length ,790
Spearman-Brown Coefficient
Unequal Length ,790
Guttman Split-Half Coefficient ,788

a. The items are: kutu kepala adl parasit yg menyerang kulit kepala, kutu kepala menyerang anggota tubuh
berambut selain kulit kepala, kutu kepala dapat masuk tubuh manusia lewat kulit kepala, telur kutu kepala mudah
dilihat setelah menetas, telur kutu kepala dpt ditemukan di kulit kepala, pertumbuhan kutu kepala dari telur sampai
dewasa rata-rata18 hari, kutu kepala dapat hidup di kasur dan bantal berminggu-minggu, kutu kepala dewasa
hanya hidup dalam 2 minggu, dikatakan terjangkit kutu kepala jika ditemukan kutu kepala atau telurnya di rambut
kepala, orang yang punya kutu kepala selalu memiliki kebersihan diri yg kurang, kutu kepala tdk perlu diberantas
krn tdk berdampak pada kesehatan, kutu kepala hanya dpt menimbulkan rasa gatal, gatal terjadi krn air iur kutu
kepala, ada sebagian orang yg tahan air lur kutu shg tdk terasa gatal, orang yg sering menggaruk kepala pasti
punya kutu kepala.
b. The items are: menggaruk kulit kepala dpt menyebabkan iritasi, kutu kepala dpt menyebabkan anemia, kutu
kepala dpt menyebabkan borok, seorang yg punya kutu kepala dpt menularkannya pd teman sekamarnya, kutu
kepala dpt terbang dg sayapnya, dg pinjam meminjam mukena dan kemeja tdk akan tertular kutu kepala,
memberatas kutu kepala dpt dg obat maupun manual dg serit, jika ditemukan kutu kepala segera lakukan
pengobatan kutu kepala, seorang yg terjangkit kutu kepala dianjurkan menggunakan obat kimia pemberantas kutu,
membasmi kutu kepala tdk harus bersamaan, mengecek adanya kutu kepala rutin perlu dilakukan, sebaiknya
menghindari bergaul dg teman yg punya kutu kepala, mengobati penderita kutu kepala berarti mengurangi sumber
penularan kutu kepala, penderita dianjurkan pakai tutup kepala saat tdr untk mencegah penularan kutu, saling
mengingatkan tentag pencegahan penularan kutu dpt mengendalikan penyebaran kutu.
Lampiran 9

Rekapitulasi data (metode ceramh)

Metode A1 A3 A4 A5 BPRE1 BPRE2 BPRE3 BPRE4


1 1 1 1 1 1 1 0
1 0 0 1 1 0 1 0 6
1 1 2 0 0 1 1 0 41
1 1 0 1 1 1 1 1 12
1 0 0 0 1 1 1 1 31
1 0 0 1 1 1 1 1 3
1 1 2 1 1 1 1 1 3
1 1 1 1 1 1 1 0
1 1 1 1 1 1 1 0
1 1 1 1 1 1 1 1 2
1 1 0 0 0 1 1 1 4
1 1 0 1 1 1 1 1 11
1 1 0 1 1 1 1 1 5
1 1 0 1 1 0 1 0 7
1 1 2 1 1 1 1 1 3
1 0 1 1 1 1 1 1 8
1 1 1 1 1 1 0 0 6
1 1 0 1 1 1 1 0
1 1 0 1 1 1 1 0
1 1 2 1 0 1 0 0 22
1 1 0 1 1 1 1 1 14
1 1 1 1 1 1 1 0
1 1 1 1 1 1 0 0
1 1 1 1 1 1 0 0
1 1 0 0 1 1 1 0
1 0 0 1 1 1 1 0 5
1 1 2 0 1 0 1 0 5
1 1 0 1 1 1 1 1 1
1 0 2 0 0 1 1 1 3
1 1 1 1 1 1 1 1 19
Metode ceramah pretest

CPRE1 CPRE2 CPRE3 CPRE4 CPRE5 CPRE6 CPRE7 CPRE8 CPRE9 CPRE10 CPRE11 CPRE12 CPRE13 CPRE14 CPRE15

1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1
1 0 0 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 0 1
1 1 0 1 0 1 1 0 1 0 1 0 1 0 0
1 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 0 0 1 1
1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 0
1 1 1 0 0 1 0 1 1 0 1 0 0 0 1
1 1 0 1 0 1 0 1 1 0 0 0 0 1 0
1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 0 0 1
1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0
1 0 0 1 0 0 0 1 1 1 1 0 1 1 0
1 1 0 1 0 1 0 1 1 1 0 0 1 1 0
1 1 0 1 0 1 1 0 1 0 1 0 1 0 0
1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1
1 0 0 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 0 1
1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0
1 0 0 0 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1
1 1 0 0 1 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0
0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 0 1 1 0 1
1 0 1 1 1 0 0 0 0 0 1 1 0 1 0
1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1
1 0 1 0 1 0 1 0 0 1 0 1 1 1 0
1 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 1 0 1 1
1 0 1 1 0 0 1 1 0 1 0 1 0 0 0
1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1
1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 1 1 1
1 0 1 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1
0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 0 1 1 0 1
1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0

CPRE17 CPRE18 CPRE19 CPRE20 CPRE21 CPRE22 CPRE23 CPRE24 CPRE25 CPRE26 CPRE27 CPRE28 CPRE29 CPRE30
CPRE16
1 1 0 1 0 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1
1 1 1 1 0 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1
1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1
1 1 1 1 0 0 1 0 0 0 1 1 0 1 1
1 1 1 1 0 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1
1 1 0 1 0 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1
0 0 1 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1
1 0 0 1 0 1 1 0 0 0 0 1 0 1 0
1 1 0 1 1 0 0 0 1 1 0 1 1 0 1
0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1
0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0
0 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1
0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
0 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1
0 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1
1 1 0 1 1 0 0 0 1 1 0 1 1 0 1
0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 1 1 0
Metode ceramah postest

CPOS2 CPOS3 CPOS4 CPOS5 CPOS6 CPOS7 CPOS8 CPOS9 CPOS10 CPOS11 CPOS12 CPOS13 CPOS14 CPOS15
CPOS1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0
1 1 0 1 0 1 0 1 1 0 1 0 1 1 0
1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0
1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1
1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0
1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0
1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0
1 0 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0
1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0
1 1 0 1 0 1 0 1 1 0 1 0 1 1 0
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0
1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0
1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1
1 1 0 0 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1
1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 0
1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1
1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 0

CPOS16 CPOS17 CPOS18 CPOS19 CPOS20 CPOS21 CPO22 CPO23 CPO24 CPO25 CPOS26 CPOS27 CPOS28 CPOS29 CPOS30

1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1
1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1
1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1
1 1 1 1 0 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1
1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1
1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1
Lampiran 9 Rekapitulasi data (metode leaflet)

Metode A1 A3 A4 A5 BPRE1 BPRE2 BPRE3 BPRE4


2 1 2 0 1 1 1 1 7
2 0 0 1 1 1 1 1 13
2 1 0 1 1 1 1 1 3
2 0 0 0 1 1 1 0 9
2 1 1 1 1 1 1 1 5
2 1 0 1 1 1 1 1 1
2 1 0 1 1 1 0 0 7
2 1 2 1 1 1 1 0 4
2 1 0 1 1 1 1 0 1
2 1 2 0 1 1 1 1 2
2 1 0 1 1 1 1 0
2 0 0 0 1 1 1 1 7
2 0 2 1 1 1 1 0 11
2 1 2 0 0 1 1 1 2
2 1 1 1 0 1 1 1 9
2 1 1 1 1 1 1 0 5
2 0 0 0 1 1 0 0
2 1 0 0 1 1 0 1 3
2 1 1 1 1 1 1 1 13
2 1 2 1 1 1 1 1 4
2 1 0 1 1 0 1 1 22
2 1 1 1 1 1 1 1 5
2 1 0 0 1 1 1 0 16
2 1 1 1 1 1 1 1 2
2 1 0 1 1 1 1 1 7
2 0 1 1 1 1 1 1 21
2 1 1 1 1 1 1 1 1
2 1 0 1 1 1 1 1 8
2 1 1 0 0 1 1 1 3
2 1 2 1 1 1 1 1 32
Metode leaflet pretest

CPRE2 CPRE3 CPRE4 CPRE5 CPRE6 CPRE7 CPRE8 CPRE9 CPRE10 CPRE11 CPRE12 CPRE13 CPRE14 CPRE15
CPRE1
1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1
1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1
1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1
1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1
1 1 1 0 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1
1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0
1 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1
1 0 1 1 0 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0
1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0
1 0 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1
1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0
1 1 0 1 0 1 0 1 0 0 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1
0 0 1 0 1 0 0 0 0 1 0 1 1 0 0
0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 1 0 0 0 1
1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1
1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1
1 0 1 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1
1 0 1 1 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 0
1 1 0 0 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1
1 1 0 0 1 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0
1 0 1 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1
1 0 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1
1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0

CPRE17 CPRE18 CPRE19 CPRE20 CPRE21 CPRE22 CPRE23 CPRE24 CPRE25 CPRE26 CPRE27 CPRE28 CPRE29 CPRE30
CPRE16
1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0
1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 0 1
1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 1 1 1 1 1
1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 0 1 1
1 1 0 1 0 0 1 0 0 0 1 1 1 0 0
1 0 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1
1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1
1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 0 0 1 0 0 0 1 1 1 1 1
1 1 0 1 0 1 1 0 1 0 1 1 0 1 1
1 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 1
0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 1 1 0
0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0
0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 0 0 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1
0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0
1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1
0 1 0 0 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 1
0 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1
1 0 1 1 0 1 1 0 0 0 1 1 1 0 1
0 1 1 1 1 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1
0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1
1 1 0 1 1 0 1 0 1 0 1 1 0 0 0
0 0 1 0 0 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1
1 0 0 1 0 1 1 0 0 0 0 1 0 1 0
0 1 0 0 0 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1
0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1
0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0
Metode leaflet postest

CPOS2 CPOS3 CPOS4 CPOS5 CPOS6 CPOS7 CPOS8 CPOS9 CPOS10 CPOS11 CPOS12 CPOS13 CPOS14 CPOS15
CPOS1
1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 0 1 0 1 0 1 1 0 1 0 1 0 1
1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1
1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1
1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1 0 1 1 0
1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 0 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1
0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 0 1 0 0 1 0 1 1 1 0 0
1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1
1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 0 1 1 0
1 1 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 1 0 0
1 0 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1
1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0
1 1 0 1 0 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 0 1
1 0 1 0 1 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0
0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
0 1 0 1 0 1 0 0 1 0 1 0 0 0 1
1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1
1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1
1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1
1 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0
1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 0 0 1 0 0 1 1 0 1 0 1 0 0
1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0

CPOS16 CPOS17 CPOS18 CPOS19 CPOS20 CPOS21 CPO22 CPO23 CPO24 CPO25 CPOS26 CPOS27 CPOS28 CPOS29 CPOS30

1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1
1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1
1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1
1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1
1 1 0 1 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1
1 0 1 1 0 0 1 0 0 0 1 1 1 1 1
0 0 0 1 0 0 1 0 0 1 1 0 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1
0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 0 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1
0 1 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 1 1 1
0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1
1 0 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1
1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1
0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1
0 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1
1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 0
0 0 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1
1 0 0 1 0 1 1 0 0 1 1 1 0 1 0
0 1 0 1 0 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1
0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Lampiran 10

Hasil Analisa Univariat

A. Kesehatan Kepala Responden

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

lama kutuan * kategori


49 81.7% 11 18.3% 60 100.0%
kutu sebelum intervensi

lama kutuan * kategori kutu sebelum intervensi Crosstabulation


Count

kategori kutu
sebelum intervensi

terjangkit kutu Total

lama kutuan 1 tahun 23 23

2 tahun 13 13

3 tahun atau lebih 13 13


Total 49 49

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

usia * kategori kutu sebelum intervensi 60 100,0% 0 0,0% 60 100,0%

usia * kategori kutu sebelum intervensi Crosstabulation


Count

kategori kutu sebelum intervensi Total

tidak terjangkit terjangkit kutu


kutu

15 tahun 1 11 12
usia
>15 tahun 10 38 48
Total 11 49 60
Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

bentuk rambut * kategori 60 100,0% 0 0,0% 60 100,0%


kutu sebelum intervensi
panjang rambut * kategori 60 100,0% 0 0,0% 60 100,0%
kutu sebelum intervensi
ada luka/nanah (pretest) * 60 100,0% 0 0,0% 60 100,0%
kategori kutu sebelum
intervensi
frekuensi keramas dlm 60 100,0% 0 0,0% 60 100,0%
seminggu (pretest) *
kategori kutu sebelum
intervensi
Konjungtiva anemis * 60 100,0% 0 0,0% 60 100,0%
kategori kutu sebelum
intervensi

bentuk rambut * kategori kutu sebelum intervensi Crosstabulation


Count

kategori kutu sebelum intervensi Total

tidak terjangkit terjangkit kutu


kutu

ikal 5 13 18
bentuk rambut
lurus 6 36 42
Total 11 49 60

panjang rambut * kategori kutu sebelum intervensi Crosstabulation


Count

kategori kutu sebelum intervensi Total

tidak terjangkit terjangkit kutu


kutu

di atas bahu 2 7 9
panjang rambut
di bawah bahu 9 42 51
Total 11 49 60
ada luka/nanah (pretest) * kategori kutu sebelum intervensi Crosstabulation
Count

kategori kutu sebelum intervensi Total

tidak terjangkit terjangkit kutu


kutu

ada 0 4 4
ada luka/nanah (pretest)
tidak ada 11 45 56
Total 11 49 60

frekuensi keramas dlm seminggu (pretest) * kategori kutu sebelum intervensi


Crosstabulation
Count

kategori kutu sebelum intervensi Total

tidak terjangkit terjangkit kutu


kutu

frekuensi keramas dlm 0-1 kali 0 4 4


seminggu (pretest) 2-3 kali 11 45 56
Total 11 49 60

Konjungtiva anemis * kategori kutu sebelum intervensi Crosstabulation


Count

kategori kutu sebelum intervensi Total


tidak terjangkit terjangkit kutu
kutu

ada 3 14 17
Konjungtiva anemis
tidak ada 8 35 43
Total 11 49 60
B. Pengetahuan Responden
Statistics

pretest_1 posttest_1 pretest_2 posttest_2

Valid 30 30 30 30
N
Missing 30 30 30 30
Mean 20,07 26,13 20,93 22,83

pretest_1

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

9 1 1,7 3,3 3,3

11 1 1,7 3,3 6,7


15 2 3,3 6,7 13,3

16 1 1,7 3,3 16,7

17 1 1,7 3,3 20,0

18 2 3,3 6,7 26,7

19 3 5,0 10,0 36,7

20 2 3,3 6,7 43,3


Valid
21 8 13,3 26,7 70,0

22 4 6,7 13,3 83,3

23 1 1,7 3,3 86,7

24 1 1,7 3,3 90,0

26 1 1,7 3,3 93,3

28 1 1,7 3,3 96,7

29 1 1,7 3,3 100,0

Total 30 50,0 100,0


Missing System 30 50,0
Total 60 100,0
posttest_1

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

20 1 1,7 3,3 3,3

21 2 3,3 6,7 10,0

23 1 1,7 3,3 13,3

24 5 8,3 16,7 30,0

25 4 6,7 13,3 43,3


Valid
26 4 6,7 13,3 56,7

28 4 6,7 13,3 70,0

29 7 11,7 23,3 93,3

30 2 3,3 6,7 100,0

Total 30 50,0 100,0


Missing System 30 50,0
Total 60 100,0

pretest_2

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

9 1 1,7 3,3 3,3

10 1 1,7 3,3 6,7

11 2 3,3 6,7 13,3

14 1 1,7 3,3 16,7

15 1 1,7 3,3 20,0

18 2 3,3 6,7 26,7

20 3 5,0 10,0 36,7

Valid 21 1 1,7 3,3 40,0

22 1 1,7 3,3 43,3

23 4 6,7 13,3 56,7

24 4 6,7 13,3 70,0

25 5 8,3 16,7 86,7

26 2 3,3 6,7 93,3

27 2 3,3 6,7 100,0

Total 30 50,0 100,0


Missing System 30 50,0
Total 60 100,0
posttest_2

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

13 1 1,7 3,3 3,3

15 2 3,3 6,7 10,0

16 1 1,7 3,3 13,3

17 2 3,3 6,7 20,0

19 1 1,7 3,3 23,3

22 5 8,3 16,7 40,0

Valid 23 1 1,7 3,3 43,3

24 4 6,7 13,3 56,7

25 3 5,0 10,0 66,7

26 5 8,3 16,7 83,3

27 1 1,7 3,3 86,7

28 4 6,7 13,3 100,0

Total 30 50,0 100,0


Missing System 30 50,0
Total 60 100,0

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

pretest_1 30 20.07 4.226 9 29


pretest_2 30 20.93 5.336 9 27
posttest_1 30 26.13 2.813 20 30
posttest_2 30 22.83 4.340 13 28
Lampiran 11

Hasil Analisa Bivariat

Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

skor pengetahuan pretest .142 60 .004 .938 60 .005


skor pengetahuan posttest .168 60 .000 .909 60 .000

a. Lilliefors Significance Correction

Wilcoxon Signed Ranks Test

Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks


a
Negative Ranks 0 .00 .00
b
Positive Ranks 28 14.50 406.00
posttest_1 - pretest_1 c
Ties 2

Total 30
d
Negative Ranks 0 .00 .00
e
Positive Ranks 25 13.00 325.00
posttest_2 - pretest_2 f
Ties 5

Total 30

a. posttest_1 < pretest_1


b. posttest_1 > pretest_1
c. posttest_1 = pretest_1
d. posttest_2 < pretest_2
e. posttest_2 > pretest_2
f. posttest_2 = pretest_2

a
Test Statistics

posttest_1 - pretest_1 posttest_2 - pretest_2


b b
Z -4.632 -4.422
Asymp. Sig. (2-tailed) .000 .000

a. Wilcoxon Signed Ranks Test


b. Based on negative ranks.
Mann-Whitney Test

Ranks

metode pendidikan N Mean Rank Sum of Ranks


kesehatan

ceramah 30 27,05 811,50

skor pengetahuan pretest leaflet 30 33,95 1018,50

Total 60

a
Test Statistics

skor
pengetahuan
pretest

Mann-Whitney U 346,500
Wilcoxon W 811,500
Z -1,535
Asymp. Sig. (2-tailed) ,125

a. Grouping Variable: metode pendidikan


kesehatan

Ranks

metode pendidikan N Mean Rank Sum of Ranks


kesehatan

ceramah 30 37,32 1119,50

skor pengetahuan posttest leaflet 30 23,68 710,50

Total 60

a
Test Statistics

skor
pengetahuan
posttest

Mann-Whitney U 245,500
Wilcoxon W 710,500
Z -3,043
Asymp. Sig. (2-tailed) ,002

a. Grouping Variable: metode pendidikan


kesehatan

Potrebbero piacerti anche