Documenti di Didattica
Documenti di Professioni
Documenti di Cultura
Penelitian cross-sectional adalah penelitian yang dilakukan pada satu waktu dan satu kali, tidak
ada follow up, untuk mencari hubungan antara variabel independen (faktor resiko) dengan variabel
dependen (efek).
Kalau ditanyakan tentang dimana titik potongnya? Bayangkanlah penelitian itu seperti lontong,
dimanapun kamu memotong lontong itu, di tengah, dari ujungnya, di sisi manapun itu, lontong itu
tetapmemiliki isi yang sama, besar yang sama, dan rasa yang sama.
Sebagai contoh, dalam salah satu bedah jurnal penelitian di IKGM hari kamis lalu, tentang salah
satupenelitian tentang fluorosis yang dilakukan pada anak usia 10-12 tahun di Brazil yang tinggal di
daerahyang belum memperoleh fluoridasi air minum. Sebenarnya penelitian itu adalah penelitian
lanjutan, danpenelitian dilakukan sebelum program fluoridasi air minum buatan dilaksanakan, mereka
berusahamenyelidiki apa penyebab kecenderungan fluorosis tersebut, suspect utamanya
adalah penggunaanpasta gigi berfluorida. Para peneliti melakukan pemeriksaan klinis rongga mulut dan
aplikasi kuesioner.seperti itulah garis besarnya
Dalam penelitian cross-sectional tersebut, titik potongnya terletak pada “anak-anak usia 10-
12 tahun penderita fluorosis di daerah yang air minumnya belum terfluoridasi”.
Jadi, dalam penelitian cross-sectional, karakteristik sampel yang sama saat penelitian dilakukan
adalahtitik potongnya.
Desain penelitian merupakan bentuk rancangan yang digunakan dalam melakukan prosedur
penelitian. Desain penelitian yang umumnya digunakan dibidang keperawatan adalah rancangan
penelitian observasional.
Rancangan cross sectional merupakan rancangan penelitian yang pengukuran dan pengamatannya
dilakukan secara simultan pada satu saat (sekali waktu). Rancangan penelitian ini juga biasa disebut
rancangan potong silang atau lintas bagian.
Cross sectional adalah studi epidemiologi yang mempelajari prevalensi, distribusi, maupun hubungan
penyakit dengan paparan (factor penelitian) dengan cara mengamati status paparan, penyakit, atau
karakteristik terkait kesehatan lainnya, secara serentak pada individu-individu dri suatu populasi pada
satusaat.
Desain cross sectional merupakan suatu penelitian dimana variabel-variabel yang termasuk faktor risiko
dan variabel-variabel yang termasuk efek diobservasi sekaligus pada waktu yangsama. Studi cross
sectional disebut sebagai studi prevalensi atau survey, merupakan studi yangsederhana yang sering
dilakukan.
Dalam sebuah desain cross-sectional , adalah sulit untuk menemukan apakah variabel paparan potensial
mendahului keluaran (contohnya, perbedaan postur kerja berkonstribusi pada pengembangan sakit
tulang belakang) atau apakah variabel paparan potensial eksis sebagaisebuah hasil dari keluaran
(contohnya, pekerja yang berbeda dalam postur sebagai adaptasi darisakit tulang belakang yang
diderita). Oleh karena itu, studicross-sectional sangat berguna untuk mengidentifikasi hubungan
paparan-penyakit yang potensial namun tidak untuk menentukankausalitas.Penelitian lintas-bagian
(cross sectional) relatif lebih mudah dan murah untuk dikerjakanoleh peneliti dan amat berguna bagi
penemuan pemapar yang terikat erat pada karakteristik masing-masing individu. Data yang berasal dari
penelitian ini bermanfaat untuk: menaksir besarnya kebutuhan di bidang pelayanan kesehatan dan
populasi tersebut. instrumen yang seringdigunakan untuk memperoleh data dilakukan melalui: survei,
wawancara, dan isian kuesioner.
Peneliti melakukan pengukuran atau pengamatan terhadap kualitasmenyusui, ketiganya diukur secara
bersamaan dengan kelancaran pengeluaran ASI setelah melihat variabel yang termasuk dalam kualitas
menyusui tersebut.
Berikut ini adalah langkah-langkah yang dilakukan dalam rancangan penelitian crosssectional:
1. Mengidentifikasi variabel penelitianBerdasarkan judul tersebut, maka variabel yang dapat diidentifikasi
adalah sebagai berikut:
Kemudian ditentukan batasan parameter yang jelas tentang kualitas menyusui dan
kelancaran pengeluaran ASI.
Contoh: Subjek penelitian adalah populasi ibu menyusui dengan jumlah sampel yang telah
ditentukansesuai dengan teknik sampling.
3. Mengobservasi variabel
Contoh: Mengukur kualitas menyusui dengan parameter yang digunakan adalah cara dan
frekuensinyatermasuk dalam kualitas baik atau kurang. Pengukuran kelancaran pengeluaran ASI
dilakukandengan mengamati tingkat kelancaran pengeluaran ASI-nya termasuk baik atau tidak,
lalukeduanya diamati dan diukur.
Contoh: Melakukan pengujian apakah kualitas menyusui termasuk kategori baik atau kurang. Hal ini
dapatmemengaruhi kelancaran pengeluaran ASI termasuk kategori lancar atau tidak.
“Hubungan Jajan Sembarangan dan Tidak Mencuci Tangan Sebelum makan dengan
KejadianThypoid.”
Pada kasus thypoid, dalam studi ini populasi dikelompokan lagi dengan cara random,kemudian dibagi
lagi menjadi empat kelompok yaitu jajan sembarangan & tidak cuci tangan(E+D+), jajan sembarangan &
cuci tangan sebelum makan (E+D-), tidak jajan sembarangan &tidak cuci tangan (E-D+), dan tidak jajan
sembarangan & cuci tangan sebelum makan (E-D-).Maka dapat diketahui bahwa sakit thypoid
ditunjukan dengan E+D+ dan E-D+. Untuk yang tidak sakit thypoid ditunjukan dengan E+D- dan E-D-.
prevalence kelompok terpapar (Po) dapat dicari dari = (E+D+) / (E+D+) + (E+D-)
Prevalence kelompok tidak terpapar (P1) dapat dicari dari = (E-D+) / (E-D+) + (E-D-)
Rasio Prevalence = Po / P1
Kelebihan rancangan desain penelitian cross sectional (lintas-bagian atau potong lintang) adalah :
2. Murah.
3. Tidak memaksa subyek untuk mengalami faktor yang diperkirakan bersifat merugikan kesehatan(faktor
resiko) dan tidak ada subyek yang kehilangan kesempatan untuk memperoleh terapi yangdiperkirakan
bermanfaat.
Kelemahan rancangan desain penelitian cross sectional (lintas-bagian atau potonglintang) adalah:
1. Memiliki validitas inferensi yang lemah dan kurang mewakili sejumlah populasi yang akurat,oleh karena
itu penelitian ini tidak tepat bila digunakan untuk menganalisis hubungan kausal paparan dan penyakit.
2. Sulit untuk menentukan sebab dan akibat karena pengambilan data risiko dan efek dilakukan pada saat
yang bersamaan.
3. Dibutuhkan jumlah subyek yang cukup banyak, terutama bila variable yang dipelajari banyak.
4. Tidak praktis untuk meneliti kasus yang sangat jarang, misalnya kanker lambung, karena pada populasi
usia 45-49 tahun diperlukan paling tidak 10.000 subyek untuk mendapatkan suatu kasus
Efek
Faktor resiko/causa/penyebab
Penelitian ini merupakan rancangan penelitian yang membandingkan antara kelompok kasus
dengan kelompok kontrol untuk mengetahui proporsi kejadian berdasarkan riwayat ada tidaknya
paparan. Rancangan penelitian ini dikenal dengan sifat retrospektif, yaitu rancangan bangun dengan
melihat ke belakang dari suatu kejadian yang berhubungan dengan kejadiankesakitan yang diteliti.
Dengan kata lain dari efek ke faktor resiko atau mencari penyebab/ causa/faktor resikodari
penelitian yang dilakukan.
Dalam sebuah studi kasus-kontrol, orang-orang dengan penyakit (kasus) dan orang-orangt anpa
penyakit (non kasus) dibandingkan, yaitu dengan melihat proporsi dalam masing-masingkelompok,
dengan pertimbangan sejarah paparan sebagai perhatian keuntungan dari desain iniadalah bahwa baik
kasus maupun kontrol bisa dicocokkan pada variabel pembauran potensialseperti usia. Desain ini pada
khususnya berguna untuk studi penyakit yang jarang. Keterbatasan desain ini adalah kerentanan
terhadap penarikan kembali (recall ) serta bentuk lain dari biasinformasi karena paparan harus secara
khusus ditarik kembali oleh kasus dan kontrol atau harusada dalam data penyimpanan seperti data di
rumah sakit.
Ciri penelitian ini adalah: pemilihan subyek berdasarkan status penyakitnya, untuk kemudian
dilakukan amatan apakah subyek mempunyai riwayat terpapar atau tidak. Subyek yang didiagnosis
menderita penyakit disebut: Kasus berupa insidensi yang muncul dan populasi,sedangkan subyek yang
tidak menderita disebut Kontrol.
Berikut ini adalah langkah-langkah yang dilakukan dalam rancangan penelitian casecontrol:
Penelitian: “Hubungan antara Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dengan Kebiasaan Merokok pada
Ibu Hamil.”
Selanjutnya ditentukan batasan variabel tersebut, seperti kebiasaan merokok waktu hamil termasuk
dalam kategori kelompok perokok berat, sedang, atau ringan, batasan bayi berat lahir rendah adalah
kurang dari 2500 gram.
Contoh: populasi penelitiannya adalah ibu yang melahirkan jika dilihat dari jumlah kasus yang
ada, kemudian diambil sampel dengan menggunakan teknik sampling yang dikehendaki peneliti.
Contoh: kasus yang diteliti adalah kasus ibu melahirkan dengan bayi berat badan rendah pada
tahun berapa?
Contoh: kelompok kontrol adalah para ibu yang melahirkan bayi dengan berat badan normal ( >
2500gram) dengan usia atau paritas yang sama.
Contoh: Mencari kasus ibu yang melahirkan bayi berat lahir rendah, dan sewaktu hamil
memilikikebiasaan merokok (termasuk frekuensi merokok sehari-hari).
6. Menganalisis data
Melakukan uji statistika untuk melihat ada tidaknya hubungan antara ibu perokok dengan kejadian
BBLR.
“Hubungan Jajan Sembarangan dan Tidak Mencuci Tangan Sebelum makan dengan KejadianThypoid.”
Dalam kasus diatas, kita ingin menyelidiki apakah terjadinya penyakit thypoiddipengaruhi oleh
kebiasaan jajan di sekolah dan kebiasaan cuci tangan sebelum makan. Untuk keperluan tersebut,
kelompok kontrol dipilih dari anak-anak usia sekolah (5 ± 12 tahun) yangsehat dan tanpa gejala thypoid,
sedangkan kelompok studi sebaiknya dipilih dari anak-anak usiasekolah (5 ± 12 tahun) yang berobat
atau berkonsultasi mengenai gejala thypoid: demam tinggi,diare, nyeri seluruh tubuh, pusing, mual dan
muntah. Sedangkan penentuan status infeksi Salmonella typhosa, kuman penyebab thypoid,
menggunakan Widal Test yaitu pemeriksaanlaboratorium yang sering dilakukan sebagai penunjang
diagnosis penyakit thypoid dilihat darigejala-gejala yang terjadi.
Widal Test
adalah suatu pemeriksaan serologi yang berarti bahwa hasil uji widal positif menunjukkan
adanya zat antibody terhadap kuman Salmonella. Uji widal positif menunjukkan bahwa seseorang
pernah kontak/terinfeksi dengan kuman Salmonella tipe tetentu. Untuk hasil (+)dan gejala (+) dijadikan
sampel untuk kelompok studi, dan gejala (-) dijadikan sampel untuk kelompok kontrol.
Pada populasi kasus ini dibagi menjadi 2 yaitu jajan sembarangan & tidak cuci tangansebelum
makan (sebagai kelompok terpapar) dan tidak jajan sembarangan & cuci tangansebelum makan (sebagai
kelompok tidak terpapar). Sedangkan untuk populasi control juga dibagi menjadi 2 yaitu yaitu jajan
sembarangan & tidak cuci tangan sebelum makan (sebagaikelompok terpapar) dan tidak jajan
sembarangan & cuci tangan sebelum makan (sebagai kelompok terpapar). Riwayat paparan dalam
penelitian kasus control dapat diketahui dari register medik atau berdasarkan wawancara dengan
responden penelitian.
Pada Case control/´retrospektif´, efek (penyakit atau status kesehatan) diidentifikasi padasaat
ini, kemudian factor resiko diidentifikasi adanya atau terjadinya pada waktu yang lalu.
Dalam case-control, Risk Ratio (RR) tidak bisa dihitung, karena kelompok terpapar dantak
terpapar tidak mewakili populasi. Dilakukan pendekatan dengan mengukur ODDS-RATIO (OR).
1. Relatif murah.
2. Mudah.
Dalam melacak adanya faktor resiko tentunya ada kelemahannya yaitu bias karena individu
diminta untuk mengingat tentang apa yang pernah dialaminya dalam terpapar faktor resiko di
masa lampau. Bias tersebut dikenal dengan “recall bias” peluang bias lebih besar pada
kelompok “nondisease” dibandingkan kelompok “disease”.
Pendekatan yang digunakan pada rancangan penelitian ini adalah pendekatan waktu
secaralongitudinal. Oleh karena itu, penelitian kohort disebut juga sebagai penelitian prospektif.Peneliti
yang menggunakan rancangan ini mengobservasi variabel independen (faktor resiko)terlebih dahulu,
kemudian subjek diikuti hingga periode waktu tertentu untuk melihat pengaruhvariabel independen
terhadap variabel dependen (kejadian atau penyakit yang diteliti.
Faktor resiko/causa/penyebab
Efek
Dengan kata lain dari faktor resiko/causa/penyebab ke efek atau mencari efek dari penelitian
yang dilakukan.
Studi kelompok merujuk kepada sebuah desain studi dimana sebuah kelompok orang yang
berbagai paparan umum diamati selama periode waktu tertentu. Studi kelompok dibedakan dari studi
kasus-kontrol dengan dua fitur utama. Pertama, klasifikasi ke dalam kelompok perbandingan adalah
berdasarkan faktor paparan bukan keluaran. Kedua, studi kelompok melihatdari paparan ke depan
daripada dari penyakit ditarik ke belakang. Terdapat dua jenis utama studi kelompok : prospektif dan
retrospektif. Fitur yang membedakan prospektif dengan restropektif adalah apakah keluaran yang
menjadi perhatian telah muncul saat investigator memulai studi.
Dalam sebuah studi kelompok prospektif, keluaran (penyakit atau non penyakit) muncul
setelah paparan diukur. Dalam sebuah studi kelompok resrospektif, investigasi diinisiasi setelah
baik paparan maupun keluaran telah muncul.
Berikut ini adalah langkah-langkah yang dilakukan dalam rancangan penelitian kohort:
Pelitian: “Hubungan Komunikasi Terapeutik dengan Tingkat Kecemasan Anak Usia Prasekolah”.
Dari contoh judul penelitian di atas maka variabel dapat diidentifikasi sebagai berikut:
Populasinya adalah sejumlah anak usia prasekolah yang dirawat di ruang anak. Sampel
diambilmenggunakan teknik sampling yang dikehendaki peneliti.
Mengidentifikasi anak usia prasekolah dengan komunikasi terapeutik yang baik danmengidentifikasi
anak usia prasekolah yang dirawat dengan komunikasi terapeutik yang kurang baik.
Mengobservasi perkembangan subjek penelitian dari komunikasi yang baik dan kurang baik,untuk
kemudian dilihat efeknya terhadap tingkat kecemasannya.
5. Analisa data
Menganalisis data secara statistika untuk mecari keterkaitan antara komunikasi terapeutik
dengantingkat kecemasan.
“Hubungan Jajan Sembarangan dan Tidak Mencuci Tangan Sebelum makan dengan KejadianThypoid.”
Dalam kasus ini populasi non kasus dibagi menjadi 2 yaitu jajan sembarangan & tidak cuci
tangan (sebagai kelompok terpapar, E+) dan tidak jajan sembarangan & cuci tangan(sebagai kelompok
tidak terpapar, E-). Pengamatan cohort dilakukan secara kontinu, sehinggadiikuti denga follow up. Pada
periode follow up ini kelompok terpapar dibagi menjadi 2 yaituterpapar & sakit thypoid (E+D+) dan
terpapar & tidak sakit thypoid (E+D-). Untuk kelompok tidak terpapar juga dibagi menjadi 2 kelompok
yaitu tidak terpapar & sakit thypoid (E-D+) dan tidak terpapar-tidak sakit thypoid (E-D-).
Dalam kasus ini desain cohort adalah sebagai berikut :Yang dihitung adalah perbandingan resiko menjadi
sakit antara kelompok terpapar dengan kelompok tak terpapar.
Disebut : Relative Risk atau Risk Ratio (RR)
RR --
1. Relatif mahal.