Documenti di Didattica
Documenti di Professioni
Documenti di Cultura
Disusun oleh:
Tutorial 5
1
Penyusun:
2
BPOM UNCOVERS EXPIRED MEDICINE TRADE
3
DISTRIBUTION CHAIN BLAMED FOR FAKE VACCINE CIRCULATION
4
The BPOM also determined that counterfeit versions of at least 12 vaccine brands had been circulating
in the country. These brands are produced by Bio Farma, Sanofi Group and Glaxo Smith Kline (GSK).
Bio Farma said the company had implemented strict standards for its vaccine production and
distribution, both in public and private medical facilities. Bio Farma corporate secretary M. Rahman
Rustan said its vaccines were distributed by official distributors that were audited periodically in
accordance to good distribution practices, such as 48-hour maximum delivery time.
5
UNFAMILIAR TERMS
Vaksin:
Vaksin adalah bahan antigenik yang digunakan untuk menghasilkan kekebalan aktif terhadap
suatu penyakit sehingga dapat mencegah atau mengurangi pengaruh infeksi oleh organisme alami
atau liar. Vaksin dapat berupa galur virus atau bakteri yang telah dilemahkan sehingga tidak
menimbulkan penyakit.
BPOM:
Badan Pengawas Obat dan Makanan. Badan Pengawas Obat dan Makanan atau disingkat Badan
POM adalah sebuah lembaga di Indonesia yang bertugas mengawasi peredaran obat-obatan dan
makanan di Indonesia. Fungsi dan tugas badan ini menyerupai fungsi dan tugas Food and Drug
Administration (FDA) di Amerika Serikat
6
1. Apa Tindakan yang diberikan BPOM kepada pihak yang menjual obat-obat Kadaluarsa?
1. Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang:
a. tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
b. tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan
sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;
c. tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut
ukuran yang sebenarnya;
d. tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana
dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut,
e. tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau
penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang
dan/atau jasa tersebut;
f. tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau
promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut;
g. tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/pemanfaatan
yang paling baik atas barang tersebut;
h. tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan "halal"
yang dicantumkan dalam label;
i. tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang,
ukuran, berat / isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat
sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang
menurut ketentuan harus di pasang/dibuat;
j. tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa
Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
2. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang, rusak, cacat atau bekas, dan tercemar
tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.
3. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau
bekas dan tercemar, dengan atau tanpa rnemberikan informasi secara lengkap dan benar.
4. Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat 1 dan ayat 2 dilarang
memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran.
7
2. Bagaimana Regulasi obat kadaluarsa di Indonesia?
2. Obat yang kadaluarsa berubah menjadi beracun yang menimbulkan bahaya baru.
Menghindari obat yang sudah kadaluarsa diperlukan bagi obat-obat yang kurang stabil, terutama
dalam bentuk sirup, hormon, antibiotik. Meskipun terdapat tanggal kadaluarsa dalam kemasan
obat , kita tidak boleh menjadikan patokan dari tanggal kadaluarsa yang tercetak pada kemasan
obat. Karena penampilan fisik obat yang berubah, baik warna (timbul bintik atau noda), rasa dan
bau obat yang lain dari biasanya merupakan peringatan pada kita agar tidak mengkonsumsi obat
tersebut. Kerusakan obat dapat saja terjadi walau tanggal kadaluarsa belum terlewati.
8
Prosedur Tetap Penanganan Obat Rusak Atau Kadaluarsa
prosedur tetap penanganan obat rusak dan kadaluarsa adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi obat yang sudah rusak atau kadaluarsa.
2. Memisahkan obat rusak atau kadaluarsa dan disimpan pada tempat terpisah dari
penyimpanan obat lainnya.
3. Membuat catatan nama,no.batch, jumlah dan tanggal kadaluarsa obat yang rusak dan atau
kadaluarsa.
4. Melaporkan dan mengirim obat tersebut ke instalansi farmasi kabupaten/kota.
5. Mendokumentasikan pencatatan tersebut.
9
Pembuangan yang tidak layak dapat berbahaya jika kemudian menimbulkan kontaminasi pada
sumber air setempat. Obat-obatan kadaluarsa dapat diambil pemulung atau anak-anak jika tempat
pembuangan tidak diamankancurian dari timbunan obat-obatan tak terpakai atau saat pemilahan
dapat berakibat dijualnya atau disalahgunakannya obat-obatan kadaluarsa. Sebagian besar obat-
obatan yang telah melampaui batas waktu penggunaannya akan berkurang efektivitasnya dan
sebagian kecil menimbulkan reaksi yang tidak diinginkan. Terdapat beberapa kelompok obat-
obatan rusak dan kadaluarsa atau tindakan penghancuran obat-obatan yang tidak baik yang dapat
menimbulkan risiko bagi kesehatan masyarakat.
BPOM (2009: 56),
10
(b) Penimbunan berteknologi
Tempat pembuangan seperti ini menerapkan beberapa cara yang dapat melindungi
terjadinya kehilangan bahan-bahan kimia ke dalam lapisan air tanah. Penyimpanan obat-
obatan secara langsung merupakan pilihan kedua setelah pembuangan limbah farmasi yang
telah diimobilisasi ke tempat penimbunan sampah.
(c) Penimbunan berteknologi tinggi
Lokasi penimbunan sampah yang dibangun dan dioperasikan secara tepat merupakan cara
pembuangan sampah rumah tangga yang relatif aman, juga bagi limbah farmasi. Prioritas
utama adalah perlindungan lapisan air tanah. Tempat penguburan yang memadai harus
memiliki saluran pengeluaran yang terisolasi dari sumber air dan berada di atas lapisan air
tanah. Setiap harinya limbah padat dipadatkan dan ditutupi dengan tanah untuk menjamin
kebersihan. Istilah penimbunan sampah yang aman menunjukkan bahwa lokasi tersebut
dipilih, dibangun dan dikelola secara memadai. Pengembangan lokasi penimbunan sampah
tanpa pengendalian agar memenuhi standar yang benar harus difikirkan.
3) Imobilisasi Limbah
Enkapsulasi berarti peng-imobilisasian obat-obatan dengan memadatkannya dalam tong plastik
atau besi. Sebelum dipergunakan, tong harus dibersihkan dan kandungan sebelumnya harus
bukan berupa bahan yang mudah meledak atau berbahaya. Tong tersebut diisi hingga 75%
kapasitasnya dengan obat-obatan padat atau setengah padat, kemudian sisa ruang dipenuhi
dengan menuangkan bahan-bahan seperti semen atau campuran semen dengan kapur, busa
plastik atau pasir batu bara. Untuk memudahkan dan mempercepat pengisian, tutup tong harus
dipotong hingga terbuka kemudian dilipat ke belakang. Penempatan obat-obatan ke dalam tong
harus berhati-hati agar tidak terpotong. Bila tong telah terisi hingga 75% kapasitasnya,
tambahkan campuran kapur, semen dan air dengan perbandingan 15:15:5 (berat) hingga tong
terisi penuh. Untuk memperoleh cairan dengan konsistensi yang diinginkan, kadangkala
diperlukan air yang lebih banyak. Kemudian tutup tong besi dilipat kembali ke tempatnya dan
disegel, sebaiknya dengan dikelim atau pengelasan. Tong yang sudah disegel kemudian harus
ditempatkan di dasar lubang pembuangan dan ditutupi dengan sampah padat rumah tangga. Agar
mudah dipindahkan, tong dapat ditempatkan di atas pallet kemudian diletakkan ke
pemindah pallet.
11
Perbandingan berat yang digunakan adalah sebagai berikut:
a) Obat-obatan: 65%
b) Kapur: 15%
c) Semen: 15%
d) Air: 5% atau lebih untuk mendapatkan konsistensi cairan yang sesuai.
e) Pembuangan melalui saluran pembuangan air.
5) Pembakaran Dengan Teknologi
Teknologi incinerator ini adalah salah satu alat pemusnah limbah yang dilakukan
pembakaran pada suhu tinggi, dan secara terpadu dapat aman bagi lingkungan sehingga
pengoperasiannya pun mudah dan aman, karena keluaran emisi yang dihasilkan berwawasan
lingkungan dan dapat memenuhi persyaratan dari Kementerian Lingkungan Hidup sesuai dengan
Kep.Men LH No.13/ MENLH/3/1995.
Lokasi penimbunan sampah yang dibangun dan dioperasikan secara tepat merupakan cara
pembuangan sampah rumah tangga yang relatif aman, juga bagi limbah farmasi. Prioritas utama
adalah perlindungan lapisan air tanah. Tempat penguburan yang memadai harus memiliki saluran
pengeluaran yang terisolasi dari sumber air dan berada di atas lapisan air tanah. Setiap harinya
limbah padat dipadatkan dan ditutupi dengan tanah untuk menjamin kebersihan.
Istilah penimbunan sampah yang aman menunjukkan bahwa lokasi tersebut dipilih, dibangun
dan dikelola secara memadai. Pengembangan lokasi penimbunan sampah tanpa pengendalian
agar memenuhi standar yang benar harus difikirkan.
3. Bagaimana Sistem distribusi vaksin di Indonesia? Apakah mandiri atau ada badan yang
mengawasi?
Program Imunisasi secara global sudah terbukti efektif dalam mencegah berbagai penyakit
yang dapat dicegah dengan imunisasi. Kondisi tersebut terbukti dengan keberhasilan program ini
dalam membasmi beberapa penyakit menular seperti cacar dan penyakit polio.
Berdasarkan data WHO (2009), saat ini setiap tahun lebih dari 100 juta anak (dibawah satu
tahun) telah diimunisasi dengan tiga dosis vaksin dipththeria-pertusis-tetanus (DPT). Namun
terdapat lebih dari 10% anak di bawah satu tahun di negara berkembang tidak menerima vaksin
bahkan untuk satu dosis vaksin DPT (tidak menerima imunisasi lengkap). Sebagian besar dari
mereka tinggal di negara-negara miskin. Beberepa penyebab menjadi alasan kondisi ini, seperti
masalah infrastruktur layanan kesehatan, faktor geografis, dan konflik bersenjata. Sementara juga
terjadi permasalahan kekurangan anggaran terkait pengadaan dan penggunaan vaksin, dana
penurunan angka kematian anak akibat campak, dana penurunan angka kematian ibu maternal
dan kematian bayi neonatal akibat tetanus.
12
Dalam prakteknya, terdapat standar baku sitem pengelolaan vaksn yang umum kita kenal.
Beberapa tahap penting dalam sistem pengelolaan vaksin meliputi tahap perencanaan,
pengadaan, distribusi, penyimpanan, pencatanan dan pelaporan,dan penggunaan.
Menjadi sebuah keharusan, bahwa semua vaksin yang beredar harus terjamin keamanan,
khasiat dan mutunya agar memberikan manfaat bagi kesehatan. Masyarakat harus dilindungi dari
salah penggunaan dan penyalahgunaan vaksin (Proverawati, 2010). Hal ini penting diperhatikan
karena akses terhadap obat terutama obat esensial merupakan salah satu hak azasi manusia.
Dengan demikian penyediaan obat esensial merupakan kewajiban bagi pemerintah dan lembaga
pelayanan kesehatan baik publik maupun swasta (Depkes RI, 2009a).
Pengelolaan vaksin merupakan suatu urutan kegiatan yang mencakup perencanaan,
pengadaan, penyimpanan, pendistribusian dan pencatatan/pelaporan vaksin. Dengan pendekatan
ilmu manajemen, pengelolaan adalah peristiwa manajemen yang didalammya terangkum
beberapa kegiatan manajerial seperti planning, organizing, actuating, controlling evaluating
dalam mencapai visi misi organisasi (Proverawati, 2010).
Perhitungan kebutuhan vaksin harus berasal dari unit Puskesmas, namun dapat dilakukan
perencanaan secara umum ditingkat kabupaten bahkan di provinsi. Data yang diperlukan untuk
merencanakan vaksin meliputi jumlah sasaran imunisasi, target yang diinginkan untuk setiap
jenis imunisasi, serta indeks pemakaian vaksin tahun lalu. Cara merencanakan vaksin adalah
target absolut pemberian antigen dibagi dengan indeks pemakaian vaksin tahun lalu (Depkes,
2002a).
Umumnya kegiatan perencanaan vaksin pada tingkat Kabupaten dihitung dengan
menggunakan dasar estimasi untuk kebutuhan tahunan. Estimasi ini juga harus memperhitungkan
stok cadangan, misalnya pada tingkat kabupaten untuk stok dua bulan, sementara Puskesmas
ditambah stok satu minggu s/d satu bulan. Juga harus diperhitungkan kebutuhan vaksin untuk
rumah sakit umum
Pengadaan vaksin untuk program imunisasi harus dilaksanakan secara efektif dan efisien
sehingga hasilnya dapat dipertanggungjawabkan baik aspek fisik, keuangan maupun manfaatnya,
serta harus terjamin keamanan, mutu maupun khasiatnya. Salah satu petunjuk dan dasar hukum
pengadaan vaksin diatur sesuai Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1015/Menkes/SK/VI/2005
tentang Pedoman Umum Pengadaan Vaksin Program Imunisasi.
Sedangkan beberapa prinsip pengadaan vaksin program imunisasi antara lain bahwa mutu
vaksin harus terjamin, memenuhi kriteria, khasiat, keamanan dan keabsahan vaksin serta telah
mempunyai izin edar (nomor registrasi). Prinsip lainnya, bahwa pengadaan vaksin ini
dilaksanakan melalui Industri Farmasi atau Pedagang Besar Farmasi.
Secara umum, serangkaian kegiatan dalam proses distribusi obat atau vaksin diawali pada
saat penerimaan obat dari pemasok, penyimpanan obat dalam gudang, pengendalian persediaan,
transportasi obat ke masing-masing pusat pelayanan kesehatan dan penyerahan obat kepada
pasien. Proses distribusi berlangsung secara terus menerus dan berulang-ulang di pusat pelayanan
kesehatan. (Dwiprahasto dan Kristin, 1999).
Sistem distribusi obat dewasa ini telah banyak mengalami perubahan secara mendasar.
Sistem distribusi obat ditentukan berdasarkan kualitas. Distribusi obat dimulai dari pabrik obat
dan berakhir pada tempat tidur pasien. Di pabrik, dimulai dari proses pesanan, kemudian
diproduksi dan diakhiri dengan pengiriman. (Barker and Connel, 1992)
Pendistribusian vaksin dari industri farmasi sampai ke lapangan merupakan suatu skema
rantai dingin yang tidak boleh terputus. Detail skema rantai dingin vaksin menurut Pedoman
Teknis Vaksin dan Cold Chain, Depkes RI. 2002, sebagaimana gambar berikut :
13
Menurut Modul Latihan Petugas Imunisasi, Depkes RI, 1993, Sarana pengangkut vaksin
pada sistem rantai dingin dapat menggunakan cold box atau vaccine carier. Cold box ini dapat
mempertahankan suhu penyimpanan vaksin 2oC-8oC hingga 72 jam bila tertutup rapat bila diisi
dengan cool pack dalam jumlah yang cukup. Vaccine dapat mempertahankan suhu penyimpanan
vaksin 2oC-8oC sampai 36 jam. Cold box digunakan untuk mengangkut vaksin dari pabrik ke
provinsi dan dari provinsi ke kabupaten, sedang dari kabupaten ke puskesmas menggunakan
vaccine carrier dan dari puskesmas ke posyandu menggunakan vaccine carrier atau termos.
Unit pelayanan kesehatan seperti puskesmas atau rumah sakit memiliki pola distribusi obat
dan perbekalan kesehatan secara langsung kepada masyarakat. Dalam hal ini rantai distribusi
obat berakhir pada Unit Pelayanan Kesehatan (UPK).
Terdapat tiga pola distribusi yang lazim terjadi pada UPK yaitu :
1. Distribusi langsung, yang melaksanakan pelayanan kesehatan baik pencegahan, pengobatan,
perawatan penyakit secara langsung kepada penderita dalam hal ini adalah masyarakat luas.
2. Distribusi perantara, apabila UPK di dalam wilayah kerjanya memiliki unit-unit pelayanan
pembantu seperti Puskemas Pembantu atau Puskesmas Keliling , maka dalam hal ini puskesmas
tersebut berfungsi untuk menyalurkan supply obat dan perbekalan farmasi yang merupakan
perpanjangan tangan Instalasi Farmasi/Gudang Farmasi Kabupaten/Kota.
3. Distribusi khusus, jalur distribusi untuk obat program seperti program imunisasi sesaat, yaitu
ketika ada program tertentu seperti dalam hal pemberantasan penyakit atau terjadi kasus endemik.
Dalam hal ini pelaksana program yang ditunjuk Dinas Kesehatan dapat langsung mengelola
persediaan obat di pustu wilayah sasaran program
Menurut petunjuk WHO dalam Inisiatif Pengelolaan Penyimpanan Vaksin yang Efektif (2003),
pengambilan vaksin harus menggunakan peralatan rantai dingin vaksin yang sudah ditentukan,
misalnya cold box atau vaccine carrier atau termos. Sebelum memasukkan vaksin ke dalam alat
pembawa, petugas harus memeriksa indikator vaksin (VVM) kecuali vaksin BCG. Vaksin yang
boleh digunakan hanya bila indikator VVM A atau B, sedangkan bila VVM pada tingkat C atau
D, vaksin tidak diterima karena tidak dapat digunakan lagi. Selanjutnya ke dalam vaccine carrier
dimasukkan kotak cair dingin (cool pack) dan di bagian tengah diletakkan termometer. Vaccine
carrier yang telah berisi vaksin, selama perjalanan tidak boleh terkena sinar matahari langsung.
4. Peran dokter dalam menanggapi kasus obat kadaluarsa dan vaksin palsu
Sesuai permasalahan yang marak dalam masyarakat yaitu obat kadaluarsa dan vaksin
palsu, sebagai agen perubahan, perkembangan, dan pengobatan dokter diharapkan melakukan
tindakan sesuai dengan asas kemanusiaan dimana selayaknya memberikan terapi atau vaksin
yang tidak membahayakan bagi pasien. Dokter juga bisa ikut andil menolak produk yang
memang vaksin palsu tanpa memperhitungkan keuntungan pribadi semata. Dokter bisa
mengingatkan tenaga medis lain(apoteker) untuk melakukan pengecekan sebelum memberikan
edukasi obat. Tak hanya itu dokter diharapkan menjadi The Five Stars Doctor dengan
kemampuan sebagai pimpinan masyarakat (community leader), yang memiliki kemampuan
berkomunikasi yang baik (communicator), mampu mengelola (manager), pangambil keputusan
yang andal (decision maker), dan penyedia layanan (care provider).
14
Yang dapat dilakukan dokter untuk mencegah/menghindari penggunaan obat kadaluarsa
a) Mengidentifikasi obat yang sudah rusak atau kadaluarsa.
b) Memisahkan obat rusak atau kadaluarsa dan disimpan pada tempat terpisah dari penyimpanan
obat lainnya.
c) Membuat catatan nama,no.batch, jumlah dan tanggal kadaluarsa obat yang rusak dan atau
kadaluarsa.
d) Melaporkan dan mengirim obat tersebut ke instalansi farmasi kabupaten/kota.
e) Mendokumentasikan pencatatan tersebut.
15
Beberapa obat berikut tidak boleh digunakan sama sekali bila telah melewati tanggal
kadaluarsanya:
Sunscreen : Segeralah buang sunscreen yang sudah kadaluarsa karena beberapa penelitian
menunjukkan bahwa sunscreen yang kadaluarsa dapat menyebabkan kanker kulit. Bila botol
sunscreen yang sering Anda gunakan sering terpapar matahari langsung, Anda harus
membuangnya bahkan sebelum melewati tanggal kadaluarsa. Paparan panas secara terus menerus
dapat mempercepat pemecahan bahan-bahan aktif di dalamnya sehingga kulit Anda tidak
terlindungi.
Obat Kumur : Kandungan air yang cukup tinggi dalam obat kumur berpotensi menyebabkan
pertumbuhan bakteri, terutama setelah melewati tanggal kadaluarsanya dan kemampuan bahan-
bahan aktif di dalamnya mulai menghilang.
Obat Sirup : Obat dalam bentuk sirup dan suspensi mudah mengalami kerusakan
dibandingkan obat-obat lainnya. Alkohol dalam obat sirup dapat menguap dan potensi bahan
aktif dapat berkurang serta mengendap di dasar botol sehingga tidak dapat bekerja secara optimal.
Hal ini penting untuk diperhatikan, terutama bila menyangkut pengobatan infeksi menggunakan
antibiotik. Resistensi antibiotik dapat terjadi apabila menggunakan obat-obatan sub-poten.
Krim / Salep : Setelah melewati tanggal kadaluarsa, zat aktif dalam obat mulai menghilang,
sehingga obat bentuk krim/ salep sebaiknya dibuang. Bila obat-obatan dalam bentuk krim/ salep
mulai terbentuk bubuk atau menggumpal, dengan bau yang kuat, atau mengering, sebaiknya
segera dibuang.
Pasta Gigi : Fluorida kehilangan efektivitasnya setelah dua tahun, sehingga penggunaan
pasta gigi kadaluarsa tidak memberikan perlindungan terhadap gigi berlubang dan plak.
Obat Tetes Mata : Obat ini mudah terkontaminasi bakteri terutama jika ujung penetes
menyentuh mata yang sakit. Penyimpanan pada suhu sedang dapat mempercepat pertumbuhan
bakteri sehingga harus disimpan dalam kulkas. Obat tetes mata yang berwarna keruh merupakan
indikator kontaminasi, dan walaupun tanggal kadaluarsanya masih lama harus segera dibuang.
Indikator tersebut juga berlaku untuk obat-obatan lain dalam bentuk cairan, seperti sirup, infus,
dan injeksi.
Vaksin, Insulin, dan Obat dari Bahan Biologis Lain: Obat jenis ini mudah mengalami degradasi
setelah melewati tanggal kadaluarsa sehingga sebaiknya dibuang saja
16