Documenti di Didattica
Documenti di Professioni
Documenti di Cultura
Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Jl. Jend. A. Yani No. 70, Bogor
ABSTRACT
This research was inspired by the lack of knowledge on the characteristic and performance of modern as
well as conventional market institutions. The aim of this research are: (1) analyzing the performance and
dynamics of shape, volume, quality and continuity of demand; (2) analyzing the market structure and price
determination; and (3) analyzing institutional arrangement for egg marketing. Research was conducted in
District of Cianjur, Bandung Province, West Java during January to May 2006, through survey and
interviewed to 60 supply chain agents. Data were analyzed qualitatively and presented descriptively. The
results are: (1) In conventional market, the nature and quality of egg tend to be stable overtime; while in
modern market the higher the market status, the more varied commodities supplied; (2) market structure tend
to be dominated by large scale farmer (olygopoly), in which the large farmer have direct market access to
modern market, conventional market, and institutional consummers; (3) small farmer experiencing high
dependency to trader, price taker, have no access to modern market; (4) the institutional arrengement on
producing and marketing the product is based on trust and fairness, considering five accurate principle
(volume, price, quality, time, and location). In general, egg marketing dominated by large scale farmer for all
marketing dimensions, i.e. volume, quality, market access, and price determination.
Key Words: Institutional Arrengement, Modern Market, Conventional Market, Layer Eggs
ABSTRAK
Penelitian dilatar belakangi oleh kurangnya pemahaman tentang karakteristik dan kinerja kelembagaan
pasar modern dan pasar konvensional. Tujuan penelitian adalah: (1) menganalisis keragaan dan dinamika
bentuk, volume, kualias dan kontinuitas kebutuhan; (2) menganalisis struktur pasar dan pembentukan harga;
(3) menganalisis pola keterikatan pelaku pasar dalam kelembagaan pembelian dan penjualan telur. Penelitian
dilakukan di Provinsi Jawa Barat yaitu di Kabupaten Cianjur, Sukabumi dan kota Bandung. Waktu penelitian
Januari sampai Mei 2006. Metode penelitian adalah survai., dengan jumlah responden 60 orang yang meliputi
peternak ayam petelur, pedagang input, industri pengolah, grosir dan pengecer telur di pasar konvensional,
manajer di pasar modern, suplier, restoran, rumah sakit, hotel dan instansi terkait serta informan kunci. Data
diolah secara kualitatif dan dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Pada pasar
konvensional dinamika bentuk dan kualitas telur yang dipasarkan relatif tetap, sementara pada pasar modern
semakin tinggi tingkat klasifikasi pasar, semakin beragam bentuk dan kualitas produk yang ditawarkan; (2)
Struktur pasar telur cenderung dikuasai oleh peternak perusahaan dan bersifat oligopoli. Peternak perusahaan
memiliki akses langsung ke pasar modern, pasar konvensional dan konsumen lembaga; (3) Peternak rakyat
mengalami ketergantungan pasar dengan pedagang pengumpul. Pada pasar konvensional sistem pembayaran
bersifat price taker, serta belum memiliki akses langsung ke pasar modern; (4) Keterikatan antar pelaku
dalam kelembagaan dilakukan atas dasar kepercayaan, dengan menerapkan prinsip tepat (volume, harga,
kualitas, waktu dan tempat), serta adil dalam pembagian keuntungan. Pemasaran telur didominasi oleh
perusahaan mulai dari aspek volume produksi, kualitas dan akses terhadap pasar.
Kata Kunci: Kelembagaan, Pasar Modern, Pasar Konvensional, Telur Ayam Ras
826
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
827
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
Tabel 1. Kakteristik bentuk, ukuran, kualitas, kontinuitas dan kemasan telur ayam ras
Pada pasar konvensional, dinamika bentuk Sementara itu untuk peternak rakyat
serta kualitas telur yang ditawarkan relatif (peternak mandiri) dengan kepemilikan ayam
tetap. Selain telur yang normal, juga dijual kurang dari 10.000 ekor, sistem penjualan telur
telur yang retak dengan harga yang lebih dilakukan melalui pedagang pengumpul di
murah. Penjualan telur retak ini dilakukan tingkat desa, atau langsung ke pasar tingkat
dengan harga per butir, jadi bukan berdasar kecamatan atau kabupaten. Hal ini sesuai
bobot (kg). Pembeli telur retak adalah dengan hasil penelitian SIMATUPANG (1992)
pedagang makanan jadi atau warung. Dinamika yang mengemukakan bahwa peternak lebih
bentuk telur pasar konvensional tidak banyak suka menjual ke pasar karena dibayar secara
berubah, karena dari dulu sampai saat ini telur tunai, sementara pada pedagang yang
yang dipasarkan adalah telur curah. Sementara transaksinya terjadi diluar pasar adalah tidak
itu untuk pasar modern, dinamika bentuk tunai. Pembentukan harga pada peternak rakyat
produk yang ditawarkan semakin beragam. terjadi melalui mekanisme pasar, meskipun
Namun pada pasar-pasar modern yang ada di terjadi tawar menawar, namun pedagang
daerah, jarang yang menjual telur packing plus, pengumpul ataupun pedagang pasar sangat
karena harganya mahal dan pembelinya sedikit dominan dalam penentuan harga, karena
sehingga penjualan telur mewah ini tidak mereka memiliki informasi yang luas terhadap
berkelanjutan. harga pasar. Hal ini khususnya terjadi pada
peternak yang menjual telurnya di rumah
Struktur pasar dan pembentukan harga (lokasi peternakan). Cukup banyak penelitian
yang mengungkapkan adanya penentuan harga
Struktur pasar akan direfleksikan oleh yang tidak berjalan melalui tawar menawar
kondisi dan perilaku pelaku tataniaga seperti dalam keadaan yang seimbang (SYAHYUTI,
peternak, pengecer, grosir dan konsumen 1998). Lebih lanjut dikemukakan bahwa
lembaga. Ditingkat peternak, struktur pasar pedagang selalu berada pada kedudukan yang
telur ayam ras sebagian besar dikuasai oleh lebih kuat sehingga tawar menawar yang
peternak dengan pola perusahaan (pemilikan benar-benar terbuka dan adil tidak pernah
lebih dari 10.000 ekor). dicapai.
828
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
829
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
Dinamika dan kinerja harga telur ayam ras pengolahan primer, pengolahan sekunder,
distribusi produk peternak, dan pelaku di pasar
Harga telur ayam ras yang diamati dalam konvensional/modern.
penelitian ini mengalami fluktuasi yang Gambar 2 memperlihatkan keterkaitan antar
beragam dari waktu ke waktu. Faktor pelaku dalam pemasaran komoditas telur ayam
penyebabnya berasal dari beberapa ras di pasar. Dalam rantai pasok ini pihak-
permasalahan baik di tingkat produsen, agen pihak yang terlibat adalah peternak, pedagang
rantai pasok maupun pada event-event tertentu. pengumpul, agen kecil dan agen (grosir) besar
Dinamika harga bulanan (Januari Oktober yang biasanya berlokasi di pasar-pasar
2005) di lima pasar utama di Jawa Barat konvensional, pasar modern, konsumen
ditampilkan pada Gambar 1 yang nampak lembaga (hotel, rumah sakit, restoran),
bahwa harga telur sangat berfluktuatif dari pengolah makanan. Dalam menjalankan
bulan ke bulan berikutnya. tugasnya masing-masing pelaku bekerja secara
Fluktuasi harga dipengaruhi oleh beberapa mandiri, namun demikian terdapat pola
faktor, diantaranya adalah jumlah pasokan dari hubungan bisnis yang mereka lakukan.
luar daerah, kapasitas produksi DOC dari Pola hubungan kinerja kelembagaan
pembibit; harga DOC, harga pakan, kondisi berdasarkan aktivitas usaha peternakan ayam
makro ekonomi dan inflasi yang berpengaruh petelur yang dilakukan oleh peternak meliputi
terhadap daya beli masyarakat dan nilai pemenuhan teknologi software, pemenuhan
barang; pengaruh bulan Jawa dan hari besar sarana produksi, pemenuhan tenaga kerja.
keagamaan; musim ikan laut; deposisi dana Dalam memenuhi kebutuhan teknologi pada
mendesak dari masyarakat seperti untuk peternak perusahaan berbeda dengan peternak
kebutuhan sekolah. rakyat. Pada peternak perusahaan kebutuhan
teknologi didapatkan dari para konsultan yang
sengaja dibayar untuk memenuhi kebutuhan
Keterkaitan pelaku dalam kelembagaan
teknologinya. Para konsultan ini biasanya
Kelembagaan kemitraan rantai pasok didapatkan dari para pakar di lembaga-lembaga
komoditas peternakan pada hakekatnya penelitian, LSM maupun dosen dari pergruan
menganalisis hubungan interaksi vertikal antar tinggi. Sementara untuk peternak rakyat,
pelaku dalam rantai pasok. Secara vertikal teknologi didapatkan dari poultry shop dimana
kelembagaan agribisnis yang terkait dalam mereka membeli pakan dan obat-obatan,
kelembagaan rantai pasok tersebut diantaranya maupun dari Dinas Peternakan dalam acara
adalah kelembagaan produksi, pemasaran, penyuluhan serta sosialisasi program.
8000
7500
7000
Rp/kg
6500
6000
5500
Jan F eb M ar A pr M ei Jun Jul A gs S ep O kt R at
830
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
Pengolahan - Hotel
makanan Konsumen rumah tangga - Restoran
- Rumah Sakit
- dll.
Pedagang
pengumpul Agen besar/supplier
Pedagang input
Gambar 2. Keterkaitan pelaku agribisnis dalam tata niaga telur ayam ras
Pemenuhan sarana produksi bagi kontrak kerja, meskipun pada beberapa kelas
perusahaan besar dipenuhi dari perusahaannya pasar modern seperti supermarket kontrak
sendiri. Hal ini karena pada perusahaan kerja tidak terlalu mengikat. Dalam kontrak
peternakan besar, umummnya telah memiliki kerja pihak pasar modern memberikan
breeding farm maupun pabrik pakan yang telah persyaratan yang harus dipenuhi oleh Suplier.
terintegrasi secara vertikal. Jadi dilihat dari sisi Selama persyaratan ini masih dipenuhi oleh
ketersediaan barang, harga, dan tingkat upah suplier, keterkaitan secara fungsional berjalan
telah dijalankan dengan prinsip tepat, baik secara netral. Untuk produk telur curah, tidak
tepat volume, waktu maupun kualitas yang ditemui masalah. Namun untuk produk
dibutuhkan. Bagi peternak skala kecil dan eksklusif, karena pembelinya juga terbatas,
mandiri, pemenuhan sarana produksi dilakukan sering barang tidak laku sehingga bagi pasar
dengan menjalin hubungan bisnis dengan modern dengan kelas sedang ada yang menjual
poultry shop atau pedagang input makanan dan produk ini dan ada pula yang tidak, karena
obat-obatan. Keterkaitan fungsional dalam tidak memiliki konsumen. Sementara
pemenuhan sarana produksi bersifat netral, keterkaitan yang terjadi pada pelaku di pasar
sebatas hubungan bisnis, namun demikian dari konvensional bersifat positif dan merasa
sisi keterkaitan secara institusional sering diperlakukan adil khususnya dalam hal
peternak merasa dirugikan dalam hal pembagian keuntungan, karena pembentukan
berfluktuasinya harga pakan dan DOC harga berdasarkan mekanisme pasar yang
sehingga menyulitkan peternak dalam dipengaruhi oleh penawaran dan permintaan.
merencanakan pegelolaan usahanya. Dilihat
dari pemasaran hasil, sering peternak merasa
dirugikan karena pada saat pembelian input KESIMPULAN
harga tinggi, sementara harga telur sering
berfluktuasi dan cenderung peternak sering 1. Struktur pasar telur dikuasai oleh peternak
merugi. Apalagi bila ditunjang dengan isu-isu besar dan bersifat oligopoli. Peternak besar
adanya wabah, misalnya flu burung. memiliki akses pasar konvensional dan
Hubungan kinerja di pasar modern dalam konsumen lembaga. Sementara peternak
hal pembelian telur dilakukan dengan grosir kecil mengalami ketergantungan pasar
atau suplier. Pola hubungan dengan pasar terhadap pedagang pengumpul. Semakin
modern dilakukan dengan melalui sistem tinggi tingkatan pasar modern semakin
831
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
variatif bentuk dan kualitas telur yang SIMATUPANG, PANTJAR; SAYUTI, E. JAMAL dan M.H.
ditawarkan. TOGATOROP. 1992. Penelitian Agribisnis
Komoditas Peternakan. Laporan Penelitian.
2. Pada peternakan ayam ras petelur tidak ada Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian,
kemitraan antara pedagang input atau Bogor.
peternak besar dengan peternak rakyat. SUHERMAN, D. 2002. Mengukur Efisiensi Ekonomi
Peternak besar memiliki jaringan yang luas Peternakan Layer. Poultry Indonesia. Edisi
pada semua tingkatan pasar dengan Maret 2002 No. 263. Majalah Ekonomi,
perjanjian fleksibel dengan pembayaran Industri dan Teknik Perunggasan Populer.
tunai dan kemudian. Peternak rakyat hanya
SYAHYUTI. 1998. Beberapa Karakteristik dan
memiliki keterkaitan langsung dengan Perilaku Pedagang Pemasaran Komoditas
pedagang pengumpul dengan sistem Hasil Hasil Pertanian di Indonesia. FAE 16(1)
pembayaran kemudian dan bersifat price Juli 1998. Pusat Peneltian Sosial Ekonomi
taker. Pertanian, Bogor.
WIDODO, S. 2006. Usaha Ayam Petelur.
DAFTAR PUSTAKA Problematika dan Tantangan 2006. Poultry
Indonesia. Edisi Januari 2006.
DINAS PETERNAKAN PROVINSI JAWA BARAT. 2006.
Kebijakan dan Rencana Kegiatan Prioritas
Peternakan Tahun 2006. Pemerintah Provinsi
Jawa Barat. Dinas Peternakan Propinsi Jawa
Barat, Bandung.
DISKUSI
Pertanyaan:
1. Berapa perbedaan harga telur pada masing-masing pelaku pasar (produsen s/d konsumen
akhir)?
2. Informasi harga untuk pasar konvensional dan pasar modern diperoleh darimana?
3. Selama ini bagaimana peran PINSAR dalam hal informasi harga?
4. Apakah ada telur dipasaran yang berasal dari telur afkir atau telur gagal tetas dari
perusahaan pembibitan?
5. Apa manfaat survai pada makalah ini bagi konsumen?
Jawaban:
1. - Produsen ke agen 100 200 rupiah/kg (tergantung dari fluktuasi harga dipasar
- Agen ke pengecer 100 rupiah/kg (pembelian dalam jumlah besar)
- Pengecer ke konsumen akhir 500 rupiah/kg (eceran 1 kg)
2. Dari PINSAR, sesama pedangan dan dari peternak khususnya dari peternak pada perusahaan.
3. Mengumpulkan dan menyebarkan info harga dari cabang-cabgab PINSAR setiap provinsi,
juga untuk agen-agen besar.
4. Tidak ada telur gagal tetas, tetapi telur dari ayam afkir ada.
5. Dengan mengetahui rantai pasar dapat diantisipasi strategi memperpendek jalur pemasaran
sehingga harga di konsumen tidak terlalu mahal. Konsumen bias memilih telur, bentuk dan
kualitas mana yang dikehendaki.
832