Sei sulla pagina 1di 7

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006

ANALISIS KARAKTERISTIK DAN KELEMBAGAAN PASAR


MODERN DAN KONVENSIONAL KOMODITAS TELUR
AYAM RAS DI PROVINSI JAWA BARAT
(Characteristic and Institutional Analysis of Modern and Conventional
Market for Eggs in West Java)
WAHYUNING K. SEJATI, SRI WAHYUNI dan I WAYAN RUSASTRA

Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Jl. Jend. A. Yani No. 70, Bogor

ABSTRACT

This research was inspired by the lack of knowledge on the characteristic and performance of modern as
well as conventional market institutions. The aim of this research are: (1) analyzing the performance and
dynamics of shape, volume, quality and continuity of demand; (2) analyzing the market structure and price
determination; and (3) analyzing institutional arrangement for egg marketing. Research was conducted in
District of Cianjur, Bandung Province, West Java during January to May 2006, through survey and
interviewed to 60 supply chain agents. Data were analyzed qualitatively and presented descriptively. The
results are: (1) In conventional market, the nature and quality of egg tend to be stable overtime; while in
modern market the higher the market status, the more varied commodities supplied; (2) market structure tend
to be dominated by large scale farmer (olygopoly), in which the large farmer have direct market access to
modern market, conventional market, and institutional consummers; (3) small farmer experiencing high
dependency to trader, price taker, have no access to modern market; (4) the institutional arrengement on
producing and marketing the product is based on trust and fairness, considering five accurate principle
(volume, price, quality, time, and location). In general, egg marketing dominated by large scale farmer for all
marketing dimensions, i.e. volume, quality, market access, and price determination.
Key Words: Institutional Arrengement, Modern Market, Conventional Market, Layer Eggs

ABSTRAK

Penelitian dilatar belakangi oleh kurangnya pemahaman tentang karakteristik dan kinerja kelembagaan
pasar modern dan pasar konvensional. Tujuan penelitian adalah: (1) menganalisis keragaan dan dinamika
bentuk, volume, kualias dan kontinuitas kebutuhan; (2) menganalisis struktur pasar dan pembentukan harga;
(3) menganalisis pola keterikatan pelaku pasar dalam kelembagaan pembelian dan penjualan telur. Penelitian
dilakukan di Provinsi Jawa Barat yaitu di Kabupaten Cianjur, Sukabumi dan kota Bandung. Waktu penelitian
Januari sampai Mei 2006. Metode penelitian adalah survai., dengan jumlah responden 60 orang yang meliputi
peternak ayam petelur, pedagang input, industri pengolah, grosir dan pengecer telur di pasar konvensional,
manajer di pasar modern, suplier, restoran, rumah sakit, hotel dan instansi terkait serta informan kunci. Data
diolah secara kualitatif dan dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Pada pasar
konvensional dinamika bentuk dan kualitas telur yang dipasarkan relatif tetap, sementara pada pasar modern
semakin tinggi tingkat klasifikasi pasar, semakin beragam bentuk dan kualitas produk yang ditawarkan; (2)
Struktur pasar telur cenderung dikuasai oleh peternak perusahaan dan bersifat oligopoli. Peternak perusahaan
memiliki akses langsung ke pasar modern, pasar konvensional dan konsumen lembaga; (3) Peternak rakyat
mengalami ketergantungan pasar dengan pedagang pengumpul. Pada pasar konvensional sistem pembayaran
bersifat price taker, serta belum memiliki akses langsung ke pasar modern; (4) Keterikatan antar pelaku
dalam kelembagaan dilakukan atas dasar kepercayaan, dengan menerapkan prinsip tepat (volume, harga,
kualitas, waktu dan tempat), serta adil dalam pembagian keuntungan. Pemasaran telur didominasi oleh
perusahaan mulai dari aspek volume produksi, kualitas dan akses terhadap pasar.
Kata Kunci: Kelembagaan, Pasar Modern, Pasar Konvensional, Telur Ayam Ras

826
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006

PENDAHULUAN Metode penelitian adalah survai terhadap


60 pelaku agribisnis di pasar modern maupun
Telur ayam ras merupakan salah satu pasar konvensional, yang meliputi: peternak
sumber protein hewani dengan berbagai rakyat dan perusahaan; agen rantai pasok yang
kelebihan dibandingkan protein hewani meliputi pedagang input dan industri pengolah.
lainnya, seperti telur ayam kampung, telur Pelaku utama di pasar yang meliputi: pengecer,
bebek, telur puyuh, daging ataupun susu. grosir, manager pasar swalayan maupun suplier
Kelebihan tersebut adalah: harga yang relatif pasar modern. Peubah yang diamati dalam
lebih murah, mudah dibeli karena tersedia di penelitian ini meliputi dinamika pasar dan
warung warung kecil, tidak memerlukan lemari karakteristik komoditas, struktur pasar dan
pendingin karena bisa bertahan lebih dari pembentukan harga, dinamika dan kinerja
seminggu dalam suhu kamar. Namun apabila harga, sumber dan kontinuitas produk,
dilihat dari kebutuhan, konsumsi telur di kerjasama/keterikatan dalam suatu
Indonesia baru mencapai 4,7 kg/kapita/tahun kelembagaan, pola hubungan dan kinerja
(NBM, 2004), sedangkan standar anjuran kelembagaan dalam pembelian maupun
konsumsi protein hewani asal telur adalah 14,1 penjualan telur. Data yang didapat kemudian
kg/kapita/tahun, sehingga konsumsi tersebut dianalisis secara deskriptif.
baru tercapai 33% dari standar anjuran.
Pemasaran telur ayam ras tersebar luas,
HASIL PENELITIAN
mulai warung kecil, pasar konvensional, sampai
pasar modern seperti hypermart. Dengan
semakin tingginya teknologi dan permintaan Karakteristik pasar telur ayam ras
pasar, nampak bahwa bentuk, kualitas dan
kemasan telur yang ditawarkan semakin Dilihat dari karakteristik produk yang
beragam, khususnya di pasar modern. Pelaku disajikan/ditawarkan di pasar, secara garis
yang terlibat di lembaga pemasaran telur akan besar terdapat perbedaan yang cukup signifikan
berbeda menurut jenis pasar (pasar modern antara pasar konvensional dan pasar modern.
atau pasar konvensional). Hal ini dipengaruhi Secara umum perbedaan karakteristik produk
oleh banyak faktor, diantaranya adalah peternak di antara kedua pasar tersebut disajikan pada
produsen, jenis konsumen, dan agen Tabel 1.
perantaranya. Penelitian ini dilakukan untuk Pada Tabel 1 nampak bahwa pada pasar
mengetahui karakteristik pasar serta pelaku konvensional, penawaran telur umumnya
yang terkait pada pemasaran telur ayam ras di berbentuk curah, sementara untuk pasar
Jawa Barat. Secara lebih spesifik tujuan modern, selain telur curah terdapat juga telur
penelitian adalah: (1) Menganalisis keragaan yang dikemas dalam plastik bening dengan isi
dan dinamika bentuk, volume, kualias dan 6 butir atau 10 butir. Kemasan telur inipun
kontinuitas kebutuhan; (2) Menganalisis bermacam-macam, ada yang dikemas dalam
struktur pasar dan pembentukan harga; (3) plastik biasa (kotak datar) ada pula yang
Menganalisis pola keterikatan pelaku pasar dikemas dengan plastik kerucut telur. Bentuk
dalam kelembagaan pembelian dan penjualan kerucut ini dinilai lebih aman, sehingga telur
telur. tidak mudah retak.
Dinamika 5 tahun terakhir, tampak bahwa
dengan meningkatnya permintaan terhadap
METODE PENELITIAN telur berkualitas, maka terdapat telur yang
dikemas dengan penambahan vitamin atau
Penelitian dilakukan pada bulan Januari mineral, seperti misalnya telur omega 3, DHA.
sampai dengan Mei 2006, di wilayah Jawa Semakin besar bentuk pasar modern, semakin
Barat yaitu di Bandung sebagai wilayah beragam bentuk telur yang ditawarkan dengan
konsumen dan kabupaten Cianjur, Sukabumi bermacam-macam kandungan serta merk
dan Bogor sebagai wilayah produsen telur dagang. Segmen konsumen produk ini relatif
ayam ras. Pemilihan lokasi didasarkan pada terbatas, yaitu golongan ekonomi tinggi, atau
populasi serta sentra produksi telur ayam ras konsumen yang sangat sensitif terhadap
untuk wilayah Jawa Barat berturut-turut adalah kualitas produk yang ditawarkan.
Sukabumi, Bogor dan Cianjur.

827
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006

Tabel 1. Kakteristik bentuk, ukuran, kualitas, kontinuitas dan kemasan telur ayam ras

Uraian Pasar konvensional Pasar modern


Bentuk Curah, retak Curah, packing, packing plus (vitamin, mineral)
Ukuran Tidak seragam (15 20 butir/kg) Untuk telur curah, ukuran relatif seragam (16
18 butir/kg); sementara untuk telur dalam pack
ukuran telur relatif seragam
Kualitas Warna tidak seragam; Tingkat Warna seragam, cangkang merah; dituntut
kebersihan: kotor bersih memiliki spesifikasi yang lebih baik khususnya
pada telur dengan spesifikasi tertentu; relatif
bersih
Kontinuitas Kontinu Telur curah, kontinu; telur packing plus, tidak
kontinu
Kedaluarsa 10 hari Maksimum 1 minggu
Kemasan
Curah Peti terbuka Bak/peti
Packing - Dalam box plastik dengan jumlah tertentu,
biasanya 6 butir/pack
Packing plus - Dikemas dalam kotak plastik ataupun kotak
kardus, baik berbentuk datar maupun kerucut
telur, dengan menggunakan label perusahaan
yang disertai dengan spesifikasi dari telur

Pada pasar konvensional, dinamika bentuk Sementara itu untuk peternak rakyat
serta kualitas telur yang ditawarkan relatif (peternak mandiri) dengan kepemilikan ayam
tetap. Selain telur yang normal, juga dijual kurang dari 10.000 ekor, sistem penjualan telur
telur yang retak dengan harga yang lebih dilakukan melalui pedagang pengumpul di
murah. Penjualan telur retak ini dilakukan tingkat desa, atau langsung ke pasar tingkat
dengan harga per butir, jadi bukan berdasar kecamatan atau kabupaten. Hal ini sesuai
bobot (kg). Pembeli telur retak adalah dengan hasil penelitian SIMATUPANG (1992)
pedagang makanan jadi atau warung. Dinamika yang mengemukakan bahwa peternak lebih
bentuk telur pasar konvensional tidak banyak suka menjual ke pasar karena dibayar secara
berubah, karena dari dulu sampai saat ini telur tunai, sementara pada pedagang yang
yang dipasarkan adalah telur curah. Sementara transaksinya terjadi diluar pasar adalah tidak
itu untuk pasar modern, dinamika bentuk tunai. Pembentukan harga pada peternak rakyat
produk yang ditawarkan semakin beragam. terjadi melalui mekanisme pasar, meskipun
Namun pada pasar-pasar modern yang ada di terjadi tawar menawar, namun pedagang
daerah, jarang yang menjual telur packing plus, pengumpul ataupun pedagang pasar sangat
karena harganya mahal dan pembelinya sedikit dominan dalam penentuan harga, karena
sehingga penjualan telur mewah ini tidak mereka memiliki informasi yang luas terhadap
berkelanjutan. harga pasar. Hal ini khususnya terjadi pada
peternak yang menjual telurnya di rumah
Struktur pasar dan pembentukan harga (lokasi peternakan). Cukup banyak penelitian
yang mengungkapkan adanya penentuan harga
Struktur pasar akan direfleksikan oleh yang tidak berjalan melalui tawar menawar
kondisi dan perilaku pelaku tataniaga seperti dalam keadaan yang seimbang (SYAHYUTI,
peternak, pengecer, grosir dan konsumen 1998). Lebih lanjut dikemukakan bahwa
lembaga. Ditingkat peternak, struktur pasar pedagang selalu berada pada kedudukan yang
telur ayam ras sebagian besar dikuasai oleh lebih kuat sehingga tawar menawar yang
peternak dengan pola perusahaan (pemilikan benar-benar terbuka dan adil tidak pernah
lebih dari 10.000 ekor). dicapai.

828
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap telur yang diperdagangkan untuk kategori


pembentukan harga adalah penawaran dan grosir adalah sekitar 2,5 5 ton per hari,
permintaan (pasar-pasar besar di Jakarta), hari- sementara untuk pengecer jumlah telur yang
hari besar, infrastruktur/transportasi (jalan terjual sekitar 1 5 peti (20 100 kg/hari).
masuk ke lokasi produsen), dan harga sembilan Pinsar (Pusat Informasi Pasar) yaitu sebuah
bahan pokok (bila harga sembilan bahan pokok asosiasi yang bergerak dalam memberi
naik, harga telur akan turun). Permasalahan informasi harga telur sangat membantu
yang dikeluhkan oleh peternak rakyat dalam pedagang. Hal ini karena anggota Pinsar adalah
penjualan telur adalah masuknya perusahaan pedagang-pedagang besar di seluruh Indonesia.
peternakan ke pasar konvensional. Hal ini Dari informasi yang didapat bahwa sekitar jam
sangat merugikan peternak rakyat khususnya 10 pagi pada umumnya diantara Pinsar dan
dalam pembenntukan harga. Berdasarkan pedagang-pedagang besar saling telepon untuk
masukan dari para pedagang pengecer maupun menginformasikan harga telur di pasaran.
grosir, pembentukan harga telur lebih banyak Menarik untuk dibahas imbangan
ditentukan oleh ketersediaan telur yang ada di keuntungan dan biaya pemasaran pada setiap
Jakarta. Hal ini juga dikemukakan oleh PINSAR pelaku tataniaga telur ayam ras ini. Keuntungan
(2005) bahwa Jakarta merupakan barometer yang diterima oleh pedagang grosir adalah Rp.
terhadap harga telur di Indonesia. 100/kg telur, sementara untuk pengecer sekitar
Ketersediaan telur juga dipengaruhi oleh Rp. 500/kg. Hal ini karena volume penjuaan
pasokan telur dari Jawa Timur dengan harga relatif kecil, dan konsumen membeli secara
yang relatif murah dibanding dari Jawa Barat. eceran. Sementara untuk tingkat grosir
Apabila jumlah telur yang ada di Jakarta meskipun keuntungan hanya Rp. 100/kg namun
melebihi kapasitas, akan berdampak terhadap mereka menjual dalam partai yang besar.
akses pasar dan penurunan harga telur di Meskipun sebagian besar volume telur yang
tingkat peternak di Jawa Barat. Selain itu terjual di tingkat grosir dibeli oleh pelanggan
diakui bahwa harga telur di Jawa Timur relatif pengecer, namun tidak menutup kemungkinan
lebih murah dibanding dari Jawa Barat. Hal ini konsumen rumahtangga untuk membeli telur
dikarenakan banyak peternak rakyat di Jawa secara eceran. Yang membedakan disini adalah
Timur yang mengelola ayam dengan harga jual. Pedagang pengecer yang membeli
menggunakan pakan hasil ramuan sendiri, atau telur dalam partai besar akan diberikan harga
dengan menggunakan konsentrat jadi, yang lebih murah dibandingkan dengan
sementara jagung banyak dimiliki oleh konsumen rumah tangga yang membeli telur
peternak. secara eceran. Oleh karena itu keberadaan
Sistem pembayaran yang dilakukan oleh Grosir di pasar tidak merusak harga pasaran di
Peternak Perusahaan kepada pedagang pada tingkat pengecer.
saat ini adalah cash and carry. Sistem ini Pada pasar konvensional tidak dijumpai
mulai diberlakukan mengingat sering kelembagaan kemitraan diantara pedagang
terjadinya kemacetan dalam pembayaran telur, telur. Hubungan kerjasama antara pedagang
yang mengakibatkan kerugian di pihak pengumpul, pengecer maupun grosir hanya
perusahaan. Pola yang sama juga dilakukan sebatas hubungan bisnis jual beli telur.
oleh peternak rakyat, yaitu pembayaran tunai Meskipun demikian terdapat jalinan
dari pedagang pembeli. komunikasi diantara sesama pedagang dengan
Pada pasar konvensional, pelaku tataniaga kategori sejenis. Hal ini dilakukan untuk
telur meliputi pedagang grosir, pengecer mendapatkan informasi harga aktual.
khusus telur dan pengecer yang menjual telur Demikian halnya yang terjadi di pasar
bersamaan dengan barang-barang sembako modern. Diantara pasar modern tidak dijumpai
lainnya. Dari hasil pengamatan di beberapa adanya hubungan kelembagaan tertentu,
pasar induk di Bandung maupun Cianjur masing-masing bersifat mandiri, bahkan
didapatkan bahwa dalam satu pasar pada cenderung merupakan saingan dalam
umumnya terdapat sekitar 2 5 pedagang berdagang. Hubungan kelembagaan hanya
grosir telur, sementara pengecer telur ada terjadi pada pasar modern dengan nama yang
sekitar 30 100 orang. Lebih lanjut informasi sama, karena berada dalam satu manajemen.
yang didapatkan menunjukkan bahwa volume

829
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006

Dinamika dan kinerja harga telur ayam ras pengolahan primer, pengolahan sekunder,
distribusi produk peternak, dan pelaku di pasar
Harga telur ayam ras yang diamati dalam konvensional/modern.
penelitian ini mengalami fluktuasi yang Gambar 2 memperlihatkan keterkaitan antar
beragam dari waktu ke waktu. Faktor pelaku dalam pemasaran komoditas telur ayam
penyebabnya berasal dari beberapa ras di pasar. Dalam rantai pasok ini pihak-
permasalahan baik di tingkat produsen, agen pihak yang terlibat adalah peternak, pedagang
rantai pasok maupun pada event-event tertentu. pengumpul, agen kecil dan agen (grosir) besar
Dinamika harga bulanan (Januari Oktober yang biasanya berlokasi di pasar-pasar
2005) di lima pasar utama di Jawa Barat konvensional, pasar modern, konsumen
ditampilkan pada Gambar 1 yang nampak lembaga (hotel, rumah sakit, restoran),
bahwa harga telur sangat berfluktuatif dari pengolah makanan. Dalam menjalankan
bulan ke bulan berikutnya. tugasnya masing-masing pelaku bekerja secara
Fluktuasi harga dipengaruhi oleh beberapa mandiri, namun demikian terdapat pola
faktor, diantaranya adalah jumlah pasokan dari hubungan bisnis yang mereka lakukan.
luar daerah, kapasitas produksi DOC dari Pola hubungan kinerja kelembagaan
pembibit; harga DOC, harga pakan, kondisi berdasarkan aktivitas usaha peternakan ayam
makro ekonomi dan inflasi yang berpengaruh petelur yang dilakukan oleh peternak meliputi
terhadap daya beli masyarakat dan nilai pemenuhan teknologi software, pemenuhan
barang; pengaruh bulan Jawa dan hari besar sarana produksi, pemenuhan tenaga kerja.
keagamaan; musim ikan laut; deposisi dana Dalam memenuhi kebutuhan teknologi pada
mendesak dari masyarakat seperti untuk peternak perusahaan berbeda dengan peternak
kebutuhan sekolah. rakyat. Pada peternak perusahaan kebutuhan
teknologi didapatkan dari para konsultan yang
sengaja dibayar untuk memenuhi kebutuhan
Keterkaitan pelaku dalam kelembagaan
teknologinya. Para konsultan ini biasanya
Kelembagaan kemitraan rantai pasok didapatkan dari para pakar di lembaga-lembaga
komoditas peternakan pada hakekatnya penelitian, LSM maupun dosen dari pergruan
menganalisis hubungan interaksi vertikal antar tinggi. Sementara untuk peternak rakyat,
pelaku dalam rantai pasok. Secara vertikal teknologi didapatkan dari poultry shop dimana
kelembagaan agribisnis yang terkait dalam mereka membeli pakan dan obat-obatan,
kelembagaan rantai pasok tersebut diantaranya maupun dari Dinas Peternakan dalam acara
adalah kelembagaan produksi, pemasaran, penyuluhan serta sosialisasi program.

8000

7500

7000
Rp/kg

6500

6000

5500
Jan F eb M ar A pr M ei Jun Jul A gs S ep O kt R at

B og or C ia n ju r Sukabum i B andung J a k a rta

Gambar 1. Dinamika harga telur ayam ras di beberapa kota

830
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006

Pengolahan - Hotel
makanan Konsumen rumah tangga - Restoran
- Rumah Sakit
- dll.

Agen telur Warung/pengecer Pasar modern

Pedagang
pengumpul Agen besar/supplier

Peternak rakyat Perusahaan peternakan

Pedagang input

Gambar 2. Keterkaitan pelaku agribisnis dalam tata niaga telur ayam ras

Pemenuhan sarana produksi bagi kontrak kerja, meskipun pada beberapa kelas
perusahaan besar dipenuhi dari perusahaannya pasar modern seperti supermarket kontrak
sendiri. Hal ini karena pada perusahaan kerja tidak terlalu mengikat. Dalam kontrak
peternakan besar, umummnya telah memiliki kerja pihak pasar modern memberikan
breeding farm maupun pabrik pakan yang telah persyaratan yang harus dipenuhi oleh Suplier.
terintegrasi secara vertikal. Jadi dilihat dari sisi Selama persyaratan ini masih dipenuhi oleh
ketersediaan barang, harga, dan tingkat upah suplier, keterkaitan secara fungsional berjalan
telah dijalankan dengan prinsip tepat, baik secara netral. Untuk produk telur curah, tidak
tepat volume, waktu maupun kualitas yang ditemui masalah. Namun untuk produk
dibutuhkan. Bagi peternak skala kecil dan eksklusif, karena pembelinya juga terbatas,
mandiri, pemenuhan sarana produksi dilakukan sering barang tidak laku sehingga bagi pasar
dengan menjalin hubungan bisnis dengan modern dengan kelas sedang ada yang menjual
poultry shop atau pedagang input makanan dan produk ini dan ada pula yang tidak, karena
obat-obatan. Keterkaitan fungsional dalam tidak memiliki konsumen. Sementara
pemenuhan sarana produksi bersifat netral, keterkaitan yang terjadi pada pelaku di pasar
sebatas hubungan bisnis, namun demikian dari konvensional bersifat positif dan merasa
sisi keterkaitan secara institusional sering diperlakukan adil khususnya dalam hal
peternak merasa dirugikan dalam hal pembagian keuntungan, karena pembentukan
berfluktuasinya harga pakan dan DOC harga berdasarkan mekanisme pasar yang
sehingga menyulitkan peternak dalam dipengaruhi oleh penawaran dan permintaan.
merencanakan pegelolaan usahanya. Dilihat
dari pemasaran hasil, sering peternak merasa
dirugikan karena pada saat pembelian input KESIMPULAN
harga tinggi, sementara harga telur sering
berfluktuasi dan cenderung peternak sering 1. Struktur pasar telur dikuasai oleh peternak
merugi. Apalagi bila ditunjang dengan isu-isu besar dan bersifat oligopoli. Peternak besar
adanya wabah, misalnya flu burung. memiliki akses pasar konvensional dan
Hubungan kinerja di pasar modern dalam konsumen lembaga. Sementara peternak
hal pembelian telur dilakukan dengan grosir kecil mengalami ketergantungan pasar
atau suplier. Pola hubungan dengan pasar terhadap pedagang pengumpul. Semakin
modern dilakukan dengan melalui sistem tinggi tingkatan pasar modern semakin

831
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006

variatif bentuk dan kualitas telur yang SIMATUPANG, PANTJAR; SAYUTI, E. JAMAL dan M.H.
ditawarkan. TOGATOROP. 1992. Penelitian Agribisnis
Komoditas Peternakan. Laporan Penelitian.
2. Pada peternakan ayam ras petelur tidak ada Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian,
kemitraan antara pedagang input atau Bogor.
peternak besar dengan peternak rakyat. SUHERMAN, D. 2002. Mengukur Efisiensi Ekonomi
Peternak besar memiliki jaringan yang luas Peternakan Layer. Poultry Indonesia. Edisi
pada semua tingkatan pasar dengan Maret 2002 No. 263. Majalah Ekonomi,
perjanjian fleksibel dengan pembayaran Industri dan Teknik Perunggasan Populer.
tunai dan kemudian. Peternak rakyat hanya
SYAHYUTI. 1998. Beberapa Karakteristik dan
memiliki keterkaitan langsung dengan Perilaku Pedagang Pemasaran Komoditas
pedagang pengumpul dengan sistem Hasil Hasil Pertanian di Indonesia. FAE 16(1)
pembayaran kemudian dan bersifat price Juli 1998. Pusat Peneltian Sosial Ekonomi
taker. Pertanian, Bogor.
WIDODO, S. 2006. Usaha Ayam Petelur.
DAFTAR PUSTAKA Problematika dan Tantangan 2006. Poultry
Indonesia. Edisi Januari 2006.
DINAS PETERNAKAN PROVINSI JAWA BARAT. 2006.
Kebijakan dan Rencana Kegiatan Prioritas
Peternakan Tahun 2006. Pemerintah Provinsi
Jawa Barat. Dinas Peternakan Propinsi Jawa
Barat, Bandung.

DISKUSI

Pertanyaan:

1. Berapa perbedaan harga telur pada masing-masing pelaku pasar (produsen s/d konsumen
akhir)?
2. Informasi harga untuk pasar konvensional dan pasar modern diperoleh darimana?
3. Selama ini bagaimana peran PINSAR dalam hal informasi harga?
4. Apakah ada telur dipasaran yang berasal dari telur afkir atau telur gagal tetas dari
perusahaan pembibitan?
5. Apa manfaat survai pada makalah ini bagi konsumen?

Jawaban:

1. - Produsen ke agen 100 200 rupiah/kg (tergantung dari fluktuasi harga dipasar
- Agen ke pengecer 100 rupiah/kg (pembelian dalam jumlah besar)
- Pengecer ke konsumen akhir 500 rupiah/kg (eceran 1 kg)
2. Dari PINSAR, sesama pedangan dan dari peternak khususnya dari peternak pada perusahaan.
3. Mengumpulkan dan menyebarkan info harga dari cabang-cabgab PINSAR setiap provinsi,
juga untuk agen-agen besar.
4. Tidak ada telur gagal tetas, tetapi telur dari ayam afkir ada.
5. Dengan mengetahui rantai pasar dapat diantisipasi strategi memperpendek jalur pemasaran
sehingga harga di konsumen tidak terlalu mahal. Konsumen bias memilih telur, bentuk dan
kualitas mana yang dikehendaki.

832

Potrebbero piacerti anche