Sei sulla pagina 1di 7

1.

Rinitis Alergi
1.1. Definisi

Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang
sebelumnya sudah tersensitasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia
ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut.

Definisi menurut WHO ARIA tahun 2001 adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin,
rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh Ig E.

1.2. Imunopatogenesis
Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap sensitasi
dab diikuti dengan tahap provokasi/reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari 2 fase yaitu
Immediate Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC) yang berlangsung
sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam setelahnya dan Late Phase Allergic Reaction atau
Reaksi Alergi Fase Lambat (RAFL) yang berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase
hiper-reaktifitas) setelah pemaparan dan dapat berlangsung sampai 24-48 jam.
Pada kontak pertama dengan alergen atau tahap sensitasi, makrofag atau monosit yang
berperan sebagai sel penyaji (Antigen Presenting Cell/APC) akan menangkap alergen yang
menempel di permukaan mukosa hidung. Setelah di proses, antigen akan membentuk fragmen
pendek peptida dan bergabung dengan molekul HLA kelas II membentuk komplek peptida
MHC kelas II (Major Histocompatibility Compex) yang kemudian dipresentasikan pada sel T
helper (Th 0). Kemudian sel penyaji akan melepas sitokin seperti interleukin 1 (IL 1) yang
akan mengaktifkan Th0 untuk berproliferasi menjadi Th 1 dan Th 2.
Th 2 akan menghasilkan berbagai sitokin seperti IL 3, IL 4, IL 5 dan IL 13. IL 4 dan
IL 13 dapat diikat oleh reseptornya di permukaan sel limfosit B, sehingga sel limfosit B
menjadi aktif dan akan memproduksi Imunoglobulin E (IgE). IgE di sirkulasi darah akan
masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor Ig E di permukaan mastosit atau basofil (sel
mediator) sehingga kedua sel ini menjadi aktif. Proses ini disebut sensitasi yang menghasilkan
sel mediator yang tersensitasi.
Bila mukosa yang sudah tersensitasi terpapar oleh alergen yang sama, maka kedua
rantai IgE akan mengikat alergen spesifik dan terjadi degranulasi (pecahnya dinding sel)
mastosit dan basofil dengan akibat terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk
(Preformed Mediators) terutama histamin. Selain histamin juga dikeluarkan Newly Formed
Mediators antara lain prostalglandin D2 (PGD2), Leukotrien D4 (LTD4), Leukotrien C4 (LT
C4), bradikinin, Platelet Activating Factor (PAF) sebagai sitokin. (IL3, IL4, IL5, IL6 GM-
CSF (Granulocyte Macrophage Colony) dll. inilah yang disebut sebagai reaksi alergi fase
cepat.
Histamin akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus sehingga
menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin. Histamin juga akan menyebabkan
kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat
sehingga terjadi rinore. Gejala lain adalah hidunng tersumbang akibat vasodilatasi sinusoid.
Selain histamin merangsang ujung saraf nervus vidianus, juga menyebabkan rangsanngan pada
mukosa hidung sehingga terjadi pengeluaran Inter Cellular Adhesion Molecule 1 (CAM 1).
Pada RAFC, sel mastosit juga akan melepaskan molekul kemotaktik yang
menyebabkan akumulasi sel eosinofil dan netrofil di jaringan target. Respon ini tidak berhenti
sampai disini saja, tetapi gejala akan berlanjut dan mencapai puncak 6-8 jam setelah
pemaparan. Pada RAFL ini ditandai dengan penambahan jenis dan jumlah sel inflamasi seperti
eosinofil, limfosit, netrofil, basofil dan mastosit di mukosa hidung serta peningkatan sitokin
seperti IL3, IL4, IL5 dan Granulocyte Macrophag Colony Stimulating Factor dan ICAM 1
pada sekret hidung. Timbulnya gejala hiperaktif atau hiperresponsif hidung adalah akibat
peranan eosinofil dengan mediator inflamasi dari granulnya seperti Eosinophilic Cationic
Protein (ECP), Eosinophilic Derived Protein (EDP), Major Basic Protein (MBP) dan
Eosinophilic Peroxidase (EPO). Pada fase ini selain faktor spesifik (alergen), iritasi oleh faktor
non spesifik dapat memperberat gejala seperti asap rokok, bau yang merangsang, perubahan
cuaca dan kelembaban udara yang tinggi.

1.3. Gambaran Histologi


Secara mikroskopik tampak adanya dilatasi pembuluh darah (vascular bad) dengan
pembesaran sel goblet dan sel pembentuk mukus. Terdapat juga pembesaran ruang interseluler
dan penebalan membran basal, serta ditemukan infiltrasi sel-sel eosinofil pada jaringan
mukosa dan submukosa hidung.
Gambaran yang demikian terdapat pada saat serangan. Diluar keadaan serangan,
mukosa kembali normal. Akan tetapi serangan dapat terjadi terus menerus/ persisten sepanjang
tahun, sehingga lama kelamaan terjadi perubahan yang ireversibel, yaitu terjadi proliferasi
jaringan ikat dan hiperplasia mukosa, sehingga tampak mukosa hidung menebal.

1.4. Klasifikasi Rinitis Alergi


Rinitis alergi dibedakan dalam 2 macam berdasarkan sifat berlangsungnya, yaitu;
1. Rinitis alergi musiman (seasonal, hay fever, polinosis). Di indonesia tidak dikenal
alergi musiman, hanya ada di negara yang mempunyai 4 musim. Alergen
penyebabnya spesifik, yaitu serbuk (pollen) dan spora jamur. Oleh karena itu nama
yang tepat ialah pollinosis.
2. Rinitis alergi sepanjang tahun (perennial). Gejala pada penyakit ini timbul intermitten
atau terus menerus, tanpa variasi musim, jadi dapat ditemukan sepanjang tahun.
Penyebab yang paling utama adalah alergen inhalan, terutama pada orang dewasa dan
alergen ingestan. Alergen inhalan utama adalah alergen dalam rumah (indoor) contoh
: tungau dan alergen luar rumah (outdoor). Alergen ingestan sering merupakan
penyebab pada anak-anak dan biasanya disertai dengan gejala alergi yang lain, seperti
urtikaria, gangguan pencernaan. Gangguan fisiologik pada golongan perenial lebih
ringan dibandingan dengan golongan musiman tetapi karena lebih persisten maka
komplikasinya lebih sering ditemukan.

Saat ini digunakan klasifikasi rinitis alergi berdasarkan rekomendasi dari


WHO Initiative ARIA tahun 2001, yaitu berdasarkan sifat berlangsungnya dibagi
menjadi :
1. Intermitten (kadang-kadang): bila gejala kurang dari 4 hari per minggu atau kurang
dari 4 minggu.
2. Persisten/menetap : bila gejala lebih dari 4 hari per minggu dan lebih dari 4 minggu.

Sedangkan untuk derajat berat ringannya penyakit, rinitis alergi dibagi menjadi :

1. Ringan : bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktivitas harian, bersantai,
berolahraga, belajar, bekerja, dan hal hal lain yang mengganggu.
2. Sedang- berat : bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut diatas.
1.5. Diagnosis
Diagnosis rinitis alergi ditegakkan berdasarkan:
1.5.1. Anamnesis
Anamnesis sangat penting karena sering kali serangan tidak terjadi dihadapan
pemeriksa. Hampir 50% diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis saja. Gejala rinitis
alergi yang khas ialah terdapatnya serangan bersin berulang. Sebetulnya bersin
merupakan gejala yang normal, terutama pada pagi hari atau bila terdapat kontak dengan
sejumlah besar debu. Hal ini merupakan mekanisme fisiologik, yaitu proses
membersihkan diri. Bersin ini terutama merupakan gejala pada RAFC dan kadang-kadang
pada RAFL sebagai akibat dilepaskannya histamin. Gejala lain ialah keluar ingus (rinore)
yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang
disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi). Seringkali gejala yang timbul tidak
lengkap, terutama pada anak kadang-kadang keluhan hidung tersumbat merupakan
keluhan utama atau satu-satunya gejala yang diutarakan oleh pasien.

1.5.2. Pemeriksaan Fisik


Pada rinoskopi anterior tampak mukosa edema, basah, berwarna pucat atau livid
disertai adanya sekret encer yang banyak. Bila gejala persisten, mukosa inferior tampak
hipertrofi. Pemeriksaan nasoendoskopi dapat dilakukan bila fasilitas tersedia. Gejala
spesifik lain pada anak ialah terdapatnya bayangan gelap didaerah bawah mata yang
terjadi karena stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung (Allergic Shinner). Selain dari
itu sering juga tampak anak menggosok-gosok hidung karena gatal, dengan punggung
tangan (Allergic Salute). Keadaan menggosok hidung ini lama kelamaan akan
mengakibatkan timbulnya garis melintang di dorsum nasi bagian 1/3 bawah, yang disebut
(Allergic Crease). Mulut sering terbuka dengan lengkung langit-langit yang tinggi,
sehingga akan menyebabkan gangguan pertumbuhan gigi-geligi (Facies Adenoid).
Dinding posterior faring tampak granuler dan edema (Cobble-Stone Appereance), serta
dinding lateral faring menebal. Lidah tampak seperti gambaran peta (Geographig
Tongue).

1.5.3. Pemeriksaan Penunjang


1. In vitro
Hitung eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat. Demikian pula
pemeriksaan IgE total (Prist-paper Radioimunosorben Test) sering kali
menunjukkan nilai normal, kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari satu
macam penyakit, misalnya selain rinitis alergi juga menderita asma bronkial atau
urtikaria. Pemeriksaan ini berguna untuk prediksi kemungkinan alergi pada bayi
atau anak kecil dari suatu keluarga dengan derajat alergi yang tinggi. Lebih
bermakna adalah pemeriksaan IgE spesifik dengan RAST (Radioimunosorben
Test) atau ELISA (Enzym Linked Imunosorbent Assay Test). Pemeriksaan
sitologi hidung dari sekret hidung atau kerokan mukosa walaupun tidak dapat
memastikan diagnosis, tetap berguna sebagai pemeriksaan pelengkap.
Ditermukannya eosinofil dalam jumlah banyak menunjukkan kemungkinan
alergi inhalan. Jika basofil (>5 sel/lap) mungkin disebabkan alergi makanan,
sedangkan jika ditemukan sel PMN menunjukkan adanya infeksi bakteri.

2. In vivo
Alergen penyebab dapat dicari dengan cara pemeriksaan test cukit kulit, uji
intrakutan atau intradermal atau berseri (skin End-point titration/SET), SET
dilakukan untuk alergen inhalan dengan menyuntikkan alergen dalam berbagai
konsentrasi yang bertingkat kepekatannya. Keuntungan SET, selain alergen
penyebab juga dejarat alergi serta dosis inisial untuk desensitisasi dapat
diketahui.
Untuk alergi makanan, uji kulit yang akhir-akhir ini banyak dilakukan adalah
Intracutaneus Provocative Dilutional Food Test (IPDFT), namun sebagai baku
emas dapat dilakukan dengan diet eliminasi dan provokasi (challenge test).
Alergen ingestan secara tuntas lenyap dari tubuh dalam waktu 2 minggu. Karena
itu pada Challenge Test makanan yang dicurigai diberikan pada pasien setelah
berpantang setelah 5 hari, selanjutnya diamati reaksinya. Pada diet eliminasi,
jenis makanan setiap kali dihilangkan dari menu makanan sampai suatu ketika
gejala menghilang dengan meniadakan suatu jenis makanan.

1.6. Penatalaksanaan
1. Terapi yang paling ideal adalah dengan menghindari kontak dengan alergen
penyebabnya dan eliminasi.
2. Medikamentosa
Antihistamin yang dipakai adalah antagonis histamin H-1, yang bekerja secara
inhibitor kompetitif pada reseptor H-1 sel target, dan merupakan preparat
farmakologik yang paling sering dipakai sebagai lini pertama pengobatan rinitis
alergi. Pemberian dapat dalam kombinasi atau tanpa kombinasi dengan
dekongestan secara peroral.
Antihistamin dibagi dalam 2 golongan yaitu golongan, antihistamin generasi-
1 (klasik) dan generasi-2 (non sedatif). Antihistamin generasi-1 bersifat lipofilik
sehingga dapat menembus sawar darah otak (mempunyai efek pada SSP) dan
plasenta serta mempunyai efek kolinergik. Yang termasuk kelompok ini antara
lain adalah difenhidramin, klorfeniramin, prometasin, siproheptadin sedangkan
yang dapat diberikan secara topikal adalah azelastin. Antihistamin generasi-2
bersifat lipofobik, sehingga sulit menembus sawar darah otak bersifat selektif
mengikat reseptor H-1 perifer dan tidak mempunyai efek antikolinergik,
antiadrenergik, dan efek pada SSP minimal (non sedatif). Antiistamin di absorpsi
secara oral dengan cepat dan mudah serta efektif untuk mengatasi gejala pada
respon fase cepat seperti rinore, bersin, gatal, tetapi tidak efektif untuk mengatasi
gejala obstruksi hidung pada fase lambat. Antihistamin non sedatif dapat dibagi
menjadi 2 golongan menurut keamanannya. Kelompok pertama adalah astemisol
dan terfenadin yang mempunyai efek kardiotoksik. Toksisitas terhadap jantung
tersebut disebabkan repolarisasi jantung yang tertunda dan dapat menyebabkan
aritmia ventrikel, henti jantung, dan bahkan kematian mendadak (sudah ditarik
dari peredaran). Kelompok kedua adalah loratadin, setirisin, fexofenadin,
desloratadin dan levosetirisin.
Preparat simpatomimetik golongan agonis andrenergik alfa dipakai sebagai
dekongestan hidung oral dengan atau tanpa kombinasi dengan antihistamin
topikal. Namun pemakaian secara topikal hanya boleh untuk beberapa hari saja
untuk menghindari terjadinya rinitis medikamentosa.
Preparat kortikosteroid dipilih bila gejala terutama sumbatan hidung akibat
respon fase lambat tidak berhasil diatasi dengan obat lain yang sering dipakai
adalah kortikosteroid topikal. Kortikosteroid topikal bekerja untuk mengurangi
jumlah sel mastosit pada mukosa hidung, mencegah pengeluaran protein
sitotoksik dari eosinofil, mengurangi aktivitas limfosit, mencegah bocornya
plasma. Hal ini menyebabkan epitel hidung tidak hiperesponsif terhadap
rangsangan alergi. Preparat sodium kromoglikat topikal bekerja menstabilkan
mastosit sehingga pelepasan mediator dihambat. Pada proses fase lambat obat ini
juga menghambat proses inflamasi dengan menghambat aktivasi sel netrofil,
eosinofil dan monosit. Hal ini dapat dicapai bila diberikan sebagai profilaksis.
Preparat antikolinergik topikal adalah ipratropium bromida, bermanfaat untuk
mengatasi rinore karena aktivitas inhibisi reseptor kolinergik pada permukaan sel
efektor. Pengobatan baru lainnya untuk rinitis alergi adalah anti leukotrien.
3. Operatif
Tindakan konkotomi parsial, konkoplasti atau multiple outfractured, inferior
turbinoplasti perlu dipikirkan bila konka inferior hipertrofi berat dan tidak
berhasil dikecilkan dengan cara kauterisasi memakai AgNO3 25% atau
Triklorasetat.
4. Imunoterapi
Cara pengobatan ini dilakukan pada alergi inhalan dengan gejala yang berat
dan sudah berlangsung lama serta dengan pengobatan cara lain tidak memberikan
hasil yang memuaskan. Tujuan dari imunoterapi adalah pembentukan IgG
blocking antibody dan penurun IgE. Ada dua metode imunoterapi yang dilakukan
yaitu intradermal dan sublingual.

Potrebbero piacerti anche