Documenti di Didattica
Documenti di Professioni
Documenti di Cultura
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2009
Paek SC, Sober AJ, Tsao H, 2008, Cutaneous melanoma in : Freedberg IM, Eisen AZ,
Wolff K editor, Fitzpatricks Dermatologyin general medicine 7 ed New York:
th
1. Melanoma Maligna
Ini adalah jenis penyakit kanker kulit yang paling ganas dan berpotensi mematikan. Di Amerika,
didapatkan data enam dari tujuh penderita kanker ini meninggal dunia. Dan jumlah orang yang
terserang meningkat dari tahun ke tahun. Melanoma Maligna bisa berkembang dari tahi lalat
timbul yang sudah ada atau yang baru muncul.
Kanker ini dicirikan dengan ABCD, yaitu A= Asimetrik, bentuknya tak beraturan. B= Border atau
pinggirannya juga tidak rata. C= Color atau warnanya yang bervariasi dari satu area ke area
lainnya. Bisa kecoklatan sampai hitam. Bahkan dalam kasus tertentu ditemukan berwarna putih,
merah dan biru. Diameternya lebih besar dari 6 mm.
Sumber: infopenyakit.com
Berkarya UM
1. Melanoma Koroid
Replies: 0
2. Melanoma
Replies: 0
http://community.um.ac.id/showthread.php?64816-Melanoma-Maligna-(MM)
catatan kecil
October 7, 2009
Patogenesis Melanoma yang Dipengaruhi Radiasi Ultraviolet
Filed under: Bedah,med papers — ningrum @ 2:08 pm
Barbara A. G Ilchrest, M.D., Mark S. Eller, PH.D., Alan C. Geller, R.N., M.P.H., and Mina Yaar
, M.D.
Kanker kulit, sebagian besar basal-cell carcinoma dan squamous cell carcinoma, diperkirakan
bertanggungjawab pada 40% keseluruhan kejadian kanker di Amerika Serikat beberapa tahun
terakhir ini, dan frekuensinya semakin meningkat. Frekuensi melanoma maligna, sejauh ini
merupakan kanker kulit yang paling fatal, juga telah ditingkatkan oleh sebuah faktor kira-kira 15
kali dalam 60 tahun terakhir. Pada tahun 1997, lebih dari 40.000 kasus baru melanoma maligna
terdiagnosa di Amerika Serikat, dan lebih dari 7.200 pasien dengan penyakit ini meninggal
dunia. Lebih lanjut, melanoma maligna merupakan salah satu kanker yang paling sering pada
kelompok dewasa muda. Usaha-usaha untuk melatih dokter yang memberi pertolongan pertama
dan masyarakat umum tentang gambaran klinis khusus pada melanoma maligna (gambar 1) dan
lesi prekursornya, nevus displastik, tidak mencegah peningkatan insiden dan kematian. Istilah
melanoma maligna dan melanoma sekarang digunakan bersinonim; yang terakhir disebut akan
digunakan dalam tinjauan ini.
dengan letak geografis tempat tinggal, dengan insiden tertinggi di dunia berada di Australia,
sebuah negara subtropis dengan populasi Celtic yang besar. Sebaliknya, melanoma jarang pada
orang-orang berkulit gelap; di Amerika Serikat insiden pada orang kulit hitam hanya 1/10
dibandingkan pada orang kulit putih. Melanoma pada orang kulit hitam dan orang-orang Asia
cenderung muncul pada tempat-tempat yang tidak terpapar matahari, seperti bantalan kuku dan
telapak kaki. Bahkan diantara keluarga predisposisi terhadap nevus melanositik atipikal multipel
dan melanoma karena mutasi gen pada gen CDKN2A yang mengkode supresor-tumor protein
p16 dan p19 atau gen-gen lain yang mungkin, analisa retrospektif mengesankan bahwa insiden
melanoma meningkat pada generasi terakhir, sebuah fenomena yang dianggap berasal dari faktor
resiko independen terhadap peningkatan pemaparan matahari.
Insiden kanker kulit melanoma dan non-melanoma meningkat secara eksponensial terhadap usia.
Lebih jauh lagi, meskipun insiden absolut kanker kulit sangat bergantung pada perbedaan
wilayah pada insolation – dan sebagai contoh, jauh lebih tinggi di New Mexico dibandingkan di
Detroit – angka peningkatan oleh usia tidak bergantung pada besarnya resiko akibat karsinogen
lingkungan. Temuan ini secara tidak langsung menyatakan bahwa usia itu sendiri memainkan
peran utama dalam mudahnya terserang fotokarsinogenesis. Penuaan (berlalunya waktu)
memberikan kesempatan lebih bagi inisiasi pembentukan tumor (induksi mutasi oleh pemaparan
terhadap radiasi ultraviolet) dan bagi promosi pembentukan tumor (perbaikan proliferasi sel
setelah pemaparan terhadap radiasi ultraviolet atau setelah luka kulit lainnya). Penuaan juga
mempengaruhi respon host terhadap luka. Secara khusus, ada hubungan umur dengan
menurunnya kapasitas perbaikan DNA dan peningkatan berikutnya pada angka mutasi DNA.
Lebih jauh, angka pembuangan radiasi ultraviolet disebabkan photoproducts DNA dari kulit
yang tersinari-ultraviolet menurun seiring usia, khususnya selama dua dekade pertama
kehidupan.
Bahkan jika usia diasingkan sebagai sebuah faktor, radiasi ultraviolet tampaknya menyebabkan
kebanyakan melanoma, sebagaimana ia menyebabkan kebanyakan BCC dan SCC. Banyak
penelitian yang dialamatkan pada kontribusi relatif panjang gelombang ultraviolet B (290 – 320
nm) dan panjang gelombang ultraviolet A (320 – 400 nm) terhadap fotokarsinogenesis,
khususnya terhadap perkembangan melanoma. Radiasi ultraviolet B secara keseluruhan
bertanggungjawab pada pembentukan lesi DNA utama, dimer-dimer siklobutane pirimidin dan
photoproducts (6-4) pirimidon pirimidin, yang menyalahi perbaikan dan menyebabkan mutasi,
dan radiasi ultraviolet B menyebabkan SCC pada tikus. Namun, radiasi ultraviolet A jauh lebih
berlimpah dalam cahaya matahari dibandingkan radiasi ultraviolet B, dan ini menyebabkan
kerusakan DNA oksidatif yang juga berpotensi mutagen. Radiasi ultraviolet A juga diduga
menyumbang banyak sekali imunosupresi yang, setidaknya pada tikus, mencegah penolakan
imunologis pada mulai timbulnya kanker kulit yang disebabkan oleh radiasi-ultraviolet dan ia
juga mampu menyebabkan melanoma pada tupai dan ikan tertentu. Namun, spektrum aksi radiasi
ultraviolet berkenaan dengan melanoma tidak berhubungan dengan hipotesis yang
dikembangkan dalam artikel ini.
Tidak seperti kanker kulit umumnya, yang berhubungan dengan pemaparan kumulatif total
terhadap radiasi ultraviolet, melanoma dihubungkan dengan pemaparan intermiten yang kuat.
Karenanya, BCC dan SCC muncul paling sering pada area tubuh yang paling maksimal terpapar-
matahari, seperti wajah, punggung tangan dan lengan, dan pada orang-orang yang hampir setiap
hari dan sebagian besar hidupnya terpapar terhadap radiasi ultraviolet, seperti petani dan pelaut.
Dalam perbandingannya, melanoma muncul sering pada area tubuh yang terpapar matahari
secara intermiten, seperti punggung pada pria dan tungkai bawah pada wanita, dengan
pengecualian relatif pada tempat-tempat yang terpapar lebih sering seperti wajah, tangan, dan
lengan; melanoma lebih sering pada orang-orang yang pekerjaannya secara lazim didalam
ruangan yang pemaparan terhadap matahari terbatas pada akhir minggu dan liburan. Tentu saja,
peningkatan besar-besaran insiden melanoma pada beberapa dekade terakhir telah dihubungkan
dalam kemampuan sejumlah besar orang untuk bepergian jarak jauh untuk memperoleh
pemaparan kuat matahari pada musim dingin. Resiko melanoma dihubungkan secara spesifik
dengan pemaparan yang menyebabkan terbakar-matahari, dan riwayat sebanyak lima kali atau
lebih terbakar-matahari yang parah selama masa remaja lebih melipatgandakan resiko. Tidak ada
dasar biologis yang ditemukan untuk fenomena-fenomena ini.
Melanoma kutaneus muncul dari melanosit epidermal, dimana BCC dan SCC muncul dari
keratinosit epidermal. Melanosit, yang merupakan derivat neural crest, bermigrasi ke epidermis
selama embriogenesis dan setelahnya bertempat di lapisan basal, berhubungan dengan beberapa
keratinosit dan membentuk yang disebut unit melanin epidermal. Melanosit mensitesa melanin,
pigmen coklat-hitam yang menyebar disekeliling keratinosit dalam kulit dengan cara proyeksi
dendritik. Melanin memiliki fungsi fotoprotektif terhadap kulit, secara langsung menyerap foton
ultraviolet dan juga beberapa macam oksigen reaktif yang dihasilkan oleh interaksi foton
ultraviolet dengan membran lipid dan kromofor seluler lainnya. Didalam sel, melanin cenderung
tersebar dalam “selubung” supranuklear yang melindungi nukleus dari luka yang disebabkan
radiasi ultraviolet.
Bahwa melanin memberikan fotoproteksi yang efektif diberi kesan oleh fakta bahwa kulit yang
bermelanin sedikit jauh lebih rentan dibandingkan kulit yang bermelanin terhadap trauma akut
dan kronis
yang disebabkan oleh radiasi ultraviolet (terbakar-matahari dan photoaging atau
fotokarsinogenesis, berturut-turut). Peranan melanin mungkin lebih secara pasti diindikasikan
oleh fakta bahwa derajat sensitivitas terhadap radiasi ultraviolet berbeda antara daerah yang
berpigmen dan yang kurang berpigmen pada orang yang sama – sebagai contoh, kulit normal dan
kulit berpenyakit pada pasien dengan vitiligo (gambar 2). Peranan fotoprotektif melanin adalah
bukti selanjutnya dalam fenomena tanning, atau penggelapan kulit yang muncul dalam beberapa
hari setelah pemaparan radiasi ultraviolet. Hasil tanning terutama semata-mata dari peningkatan
angka melanogenesis dalam melanosit yang diikuti oleh peningkatan angka perpindahan melanin
yang mengelilingi keratinosit. Respon ini terhadap trauma pada kulit diperlakukan sebagai
“sunscreen” endogen jangka-panjang dengan ukuran faktor proteksi matahari rata-rata 3 – 5.
Durasi respon tanning bergantung pada dosis total radiasi ultraviolet, ciri-ciri spektrum, pola
pemaparan keseluruhan, dan predisposisi genetik orang tersebut. Bagaimanapun, pemaparan
tunggal terhadap sinar tiruan-matahari yang menyebabkan kulit-terbakar-matahari sekilas selama
24 jam menyebabkan, dalam 3 – 5 hari, tan (warna coklat-kemerahan) sedang yang tetap tidak
berubah selama sekurangnya 3 minggu pada kebanyakan orang. Mekanisme molekuler yang
mempertahankan kulit meningkatkan aktivitas melanogenik selama beberapa hari sampai
beberapa minggu setelah pemaparan terhadap radiasi ultraviolet, atau sebaliknya, mekanisme
pada akhirnya kembali ke aktivitas dasar, yaitu tidak diketahui.
HOMEOSTASIS MELANOSIT
Seperti dibandingkan dengan sel-sel derivat kulit lainnya, seperti keratinosit dan fibroblas
dermis, melanosit memiliki kapasitas terbatas untuk berproliferasi. Pada kulit normal, jarang
sekali menemukan melanosit yang terbelah, meskipun jumlah melanosit epidermal meningkat
sedikit dalam satu atau dua minggu setelah pemaparan eritemogenik terhadap matahari; bahkan
secara in vitro sulit untuk merangsang melanosit normal manusia untuk berproliferasi. Kelelahan
proliferasi melanosit pada pucuk rambut, sebagai contoh, diduga menyebabkan pengubanan
(depigmentasi) rambut pada usia pertengahan. Bagaimanapun, telah dikenali sejak lama bahwa
radiasi ultraviolet jauh lebih mungkin merusak keratinosit epidermis dibandingkan melanosit.
Setelah terpapar matahari, “sunburn cells” diskeratotik, yaitu keratinosit yang mengalami
apoptosis dapat dikenali dengan mudah, dimana hilangnya apoptosis melanosit tidak pernah
dilaporkan. Satu penjelasan yang mungkin adalah kandungan tinggi protein anti-apoptosis seperti
Bcl-2 pada melanosit. Keratinosit basal secara relatif juga memiliki sejumlah relatif tinggi Bcl-2
dan protein yang berhubungan, yang ternyata mengawetkan bagian yang bersifat proliferatif pada
epidermis; faktanya, sel-sel ini tampaknya tidak mungkin mengalami apoptosis setelah terpapar
radiasi ultraviolet dibandingkan keratinosit suprabasiler yang pada akhirnya berdiferensiasi.
Meskipun begitu, bahkan keratinosit basal pun mengalami apoptosis setelah terpapar oleh radiasi
ultraviolet yang menyelamatkan melanosit yang berdekatan. Bahwa keratinosit basal lebih rentan
terhadap radiasi ultraviolet dibandingkan dengan melanosit bisa jadi akibat fakta bahwa
keratinosit jauh lebih mungkin untuk
Gambar 3. Respon Keratinosit dan Melanosit terhadap Radiasi UV, mengemukakan Pola
Epidemiologi Berbeda pada Kanker Kulit.
Keratinosit yang mampu berproliferasi, dan karena itu beresiko untuk konversi maligna,
diperlihatkan pada kolom A dan B, tersusun sepanjang membrana basalis yang memisahkan
epidermis (coklat-kemerahan) dari dermis (merah-muda). Melanosit yang terlihat pada kolom C
dan D, juga berlokasi di lapisan basal epidermis. Melanosit mempertahankan kontak dengan
dikelilingi keratinosit, memindahkan melanin melalui dendrit-dendritnya. Baris 1 menunjukkan
epidermis yang menerima baik dosis-tinggi atau dosis-rendah radiasi UV. Foton UV, sebanding
jumlahnya terhadap dosis total radiasi UV, masuk ke lapisan basal dan berinteraksi dengan
DNA, memberi kenaikan jumlah photoproducts, yang diindikasikan oleh lingkaran merah
terbuka yang mengelilingi nukleus yang terpengaruh (terlihat berwarna ungu). Baris 2
menunjukkan respon kerusakan sel oleh radiasi UV dalam beberapa hari ke depan.
Keratinosit yang kerusakan DNA-nya meluas dengan melakukan apoptosis, diindikasikan oleh X
melalui sel, dan disingkirkan. Keratinosit yang kerusakan DNA-nya minimal daripada
memperbaiki kerusakan, mengindikasikan hilangnya lingkaran terbuka, atau memberi kenaikan
pada siklus berikutnya dari replikasi DNA menjadi mutasi yang disebabkan oleh radiasi UV,
mengindikasikan lingkaran merah padat. Dalam beberapa hari kemudian, seperti diperlihatkan
oleh Baris 3, kulit mulai meningkatkan respon-SOS terhadap luka asli akibat radiasi UV,
dengan peningkatan konten melanin epidermal (tanning), diindikasikan oleh stippling dan
meningkatnya kapasitas perbaikan DNA pada sel-sel yang bertahan. Apoptosis pada kerusakan
keratinosit berat menghasilkan pertahanan sejumlah keratinosit bermutasi yang mirip setelah
radiasi UV baik dosis-tinggi (kolom A) ataupun dosis rendah (kolom B).
Dalam kasus melanosit, sejumlah kerusakan awal terhadap DNA juga secara langsung,
sebanding terhadap dosis radiasi UV namun resistensi yang lebih besar terhadap radiasi UV
yang menyebabkan apoptosis merujuk pada pertahanan seluruh melanosit hampir tanpa melihat
jumlah photoproducts DNA. Sel-sel yang rusak secara luas adalah yang berada pada resiko
tinggi untuk mutasi mengikuti (lingkaran merah padat) kedalam DNA, seperti terlihat dalam
Baris 2, dan ekspansi klonal dapat muncul selama satu atau lebih siklus pembelahan melanosit
dalam periode setelah pemaparan, seperti yang terlihat dalam Baris 3. Pada kontras dan
efeknya pada keratinosit, radiasi UV dosis-tinggi (kolom C) memberi hasil pada melanosit yang
bermutasi lebih banyak dibandingkan yang diperlihatkan oleh radiasi UV dosis-rendah (kolom
D). Baris 4 menunjukkan akibat pemaparan dosis-rendah kedua pada kulit dalam periode
fotoproteksi yang dirangsang ketika kulit menjadi coklat-kemerahan dan memiliki peningkatan
kapasitas untuk memperbaiki DNA. Konten melanin yang meningkat, menyerap radiasi
ultraviolet lebih banyak, mengurangi kerusakan awal terhadap DNA. Sebagai tambahan, seperti
yang terlihat dalam Baris 5, meningkatnya kapasitas untuk memperbaiki DNA menghasilkan
perbaikan yang mendekati komplit, meskipun pembelahan sel distimulasi oleh radiasi UV dapat
memperlihatkan hasil pada ekspansi klonal sel-sel yang telah bermutasi.
Untuk kedua keratinosit dan melanosit, kombinasi kerusakan awal ringan dan perbaikan yang
mendekati komplit memberi hasil pada kemajuan malignansi yang sangat lambat, sebagaimana
dijelaskan pada teori multistep dari proses awal dan perkembangan kanker. Dalam kasus
melanosit, bagaimanapun, jumlah sel yang berada pada resiko untuk untuk kanker lebih tinggi
pada kulit yang mendapat dosis-tinggi awal radiasi UV (kolom C) dibandingkan pada kulit yang
tidak mendapatkannya (kolom D)
bersiklus selama terpapar ultraviolet dibandingkan dengan melanosit non-mitotik yang normal,
dan sel-sel keratinosit tersebut merupakan yang paling rentan terhadap apoptosis ketika
mengalami sintesis DNA dalam persiapan untuk mitosis.
Observasi diatas mengundang sejumlah spekulasi bahwa alam mampu mentoleransi sejumlah
derajat kerusakan mutasi yang disebabkan radiasi ultraviolet pada melanosit sebagai upaya
melindungi peranan fotoprotektif penghasil-melanin pada kulit. Keratinosit sama sekali rusak
oleh radiasi ultraviolet, yang beresiko untuk perbaikan DNA inkomplit dan mutasi berikutnya,
mungkin dihancurkan dengan apoptosis; dimana melanosit yang rusak dengan cara yang sama
tertahan, berada pada resiko mutasi berikutnya.
Untuk menempatkan gambaran ini dalam sebuah perspektif, penurunan dalam kapasitas
perbaikan-DNA kira-kira 15%, merupakan rata-rata, membedakan antara orang dengan BCC
pada usia dini (20 – 50 tahun) dari pencocokan usia orang yang tidak terkena BCC, kemungkinan
diperkirakan untuk predisposisi mereka terhadap kanker. Ketika pengukuran lain terhadap
kapasitas perbaikan telah mulai digunakan, ditemukan bahwa orang-orang dengan xeroderma
pigmentosa memiliki kapasitas perbaikan DNA yang berkurang sampai setengahnya namun
memiliki resiko fotokarsinogenesis yang meningkat oleh faktor 1000. Kapasitas perbaikan-DNA
dipengaruhi oleh dinukleotida, setidaknya pada bagian aktivasi protein penekan-tumor dan
transkripsi faktor p53 dengan pengaturan berikutnya pada gen p53-yang diatur, tetap berlaku
setidaknya selama beberapa hari dan mengarah pada peningkatan pertahanan sel dan efisiensi
pembentukan koloni setelah penyinaran ultraviolet.
Sel induk keratinosit, yang berlokasi di lapisan basal epidermis atau pada folikel rambut,
menaikkan jumlah sel-sel pada lapisan basal yang terbelah beberapa kali sebelum memasuki
lapisan suprabasiler. Disana sel-sel tersebut tidak lagi berproliferasi namun sebagai gantinya
berdiferensiasi, bergerak naik, dan secepatnya terlepas dari permukaan kulit. Setelah pemaparan
terhadap radiasi ultraviolet, kerusakan yang paling parah adalah keratinosit yang mengalami
apoptosis, meninggalkan keratinosit yang tidak begitu rusak untuk mengatur kapasitas
perbaikan-DNA mereka dan mengalami perbaikan yang mendekati sempurna (gbr.3). Kulit juga
akan berwarna coklat kemerahan, menyediakan melanin yang bersifat melindungi pada sel-sel
yang bertahan. Pemaparan selanjutnya yang sering terhadap radiasi ultraviolet dalam periode
respon-SOS kemudian akan mengabadikan peningkatan kapasitas perbaikan dan isi melanin,
meminimalkan (namun tidak menghapuskan) kerusakan mutasi kumulatif. Dengan masing-
masing pemaparan berikutnya, sel yang mengalami kerusakan paling berat akan dipindahkan,
sehingga sel-sel dengan tambahan kerusakan minimal secara berangsur-angsur terakumulasi
didalam jaringan. Mutasi pada sel induk keratinosit dan mutasi yang menghambat diferensiasi
lebih lanjut pada sel-sel yang memperbesar sementara akan “diperbaiki” pada lapisan basal, dan
melalui keuntungan proliferatif selektif, sel-sel tersebut seiring berlalunya waktu meningkatkan
ekspansi klonal. Jika hipotesis ini benar, pemaparan dosis tinggi intermiten terhadap radiasi
ultraviolet (terbakar matahari) akan memiliki efek kecil pada perkembangan BCC dan SCC.
Lebih baik, pemaparan dosis rendah berulang pada akhirnya akan diharapkan menyebabkan
mutasi multipel dalam sel-sel yang tertahan pada bagian basal, meskipun respon-respon
fotoprotektif dirangsang dan karenanya meningkatkan angka kanker keratinosit.
Dalam melanosit, pada kontras, dosis tinggi pertama pada radiasi ultraviolet akan menyebabkan
kerusakan penting namun tidak menyebabkan apoptosis; karenanya, melanosit akan bertahan
terhadap mutasi dan pembelahan (gbr.3). Tentu saja, munculnya bintik-bintik wajah pada anak-
anak, sering secara tiba-tiba setelah pemaparan matahari dosis tinggi, menetap dengan spekulasi
ini, karena bintik-bintik wajah disangka mewakili klon melanosit yang bermutasi dan
kemunculan mereka dihubungkan dengan meningkatnya resiko melanoma. Beberapa mutasi
yang dirangsang oleh radiasi ultraviolet disangka diduga memungkinkan melanosit untuk
melintasi membran basal epidermis menuju dermis, dimana proliferasi selanjutnya meningkatkan
junctional nevi. Tentu saja, pada anak-anak terdapat korelasi penting pemaparan matahari,
terutama sekali pemaparan hebat intermiten, dan perkembangan nevi melanositik pada area yang
terpapar. Lebih lanjut, munculnya nevi multipel juga dihubungkan dengan meningkatnya resiko
melanoma. Dalam opposum, nevi yang dirangsang oleh radiasi ultraviolet adalah aneuploid,
sebuah karakter yang bertahan dengan kondisi nevi yang telah berkembang dari melanosit
dengan mutasi yang dirangsang oleh radiasi ultraviolet.
Pada model ini, melanosit akan bertahan, apakah rusak secara luas oleh pemaparan terhadap
radiasi ultraviolet dosis-tinggi, ketika konten melanin dan kapasitas base-line untuk perbaikan-
DNA rendah, atau rusak ringan, selama pemaparan berulang frekuensi-rendah terhadap radiasi
ultraviolet, ketika isi melanin dan kapasitas yang dirangsang untuk memperbaiki DNA cukup
tinggi. Pemaparan dosis tinggi intermiten diharapkan meningkatkan melanoma lebih tinggi
dibandingkan dengan yang dilakukan oleh pemaparan dosis-rendah berulang karena kapasitas
perbaikan DNA dan retensi sel-sel yang rusak. Karenanya, respon-respon berbeda bergantung
pada intensitas pemaparan terhadap radiasi ultraviolet dan apakah pemaparan muncul dibawah
kondisi jaringan base-line, setelah periode non-terpapar yang lama, atau selama periode
sementara meningkatnya konten melanin dan meningkatnya kapasitas perbaikan DNA yang
disebabkan pemaparan terbaru. Secara konsekuen, efek akhir radiasi ultraviolet tidak diakibatkan
secara sederhana oleh dosis kumulatif – jumlah semua pemaparan individual seumur hidup –
namun lebih baik, mungkin dengan intens dipengaruhi oleh dosis setiap kali pemaparan dan
dipengaruhi oleh pola pemaparan.
Perlindungan dari matahari penting untuk mencegah baik kanker kulit melanoma maupun non-
melanoma dan perlindungan merupakan cara yang paling efektif jika dimulai sejak kanak-kanak
dini – khususnya penting untuk melindungi melawan pemaparan matahari intermiten, untuk
mengurangi kerusakan genomik pada saat kerentanan seluler maksimal dan untuk mengurangi
resiko melanoma.
sumber : NEJM
http://ningrumwahyuni.wordpress.com/2009/10/07/patogenesis-melanoma-yang-dipengaruhi-radiasi-
ultraviolet/
Imam Budi Putra : Tumor Kulit Yang Berasal Dari ?Melanocytes System?, 2008
USU e-Repository ? 2008
TUMOR KULIT YANG BERASAL DARI
?MELANOCYTES SYSTEM?
Pendahuluan
Melanosit adalah sel berdendrit yang terdapat di epidermis dan dermis. Pada
semua spesies mamalia melanosit kebanyakan terdapat didermis dan tersebar
diberbagai tempat diseluruh badan. Melanosit yang memegang peran utama pada
pembentukan melanin. Melanosit mudah dikenal karena tidak mempunyai tonofibril
dan desmosom, tetapi mempunyai dendrit terutama yang terletak di epidermis.
Dendrit berfungsi memindahkan melanin ke keratinosit yang dibawa oleh
melanosom. Melanosit dianggap sebagai kelenjar bersel satu yang produknya
(melanin) dipindahkan ke sel / jaringan sekitarnya.
1,2
Melanosit dermal tidak mempunyai nilai biologis yangberarti untuk manusia,
kecuali dalam hal-hal tertentu, misalnya ada bercak mongoloid didaerah sakral
yang
terdapat pada waktu lahir. Melanosit dermal juga terdapat pada keganasan
(tumor)
dan dalam keadaan tertentu dapat berubah dengan cepat.
2
Pigmen dermal memberi warna kulit biru tua yang umumnya tidak disenangi.
Bila pigmen dermal tersebut adalah melanin, umumnya terdapat sebagai nevus
atau
melanoma. Pada orang-orang dengan kelainan endokrin atau neoplasma, sering
terdapat melanosis yang berat di epidermis dan dermis. Hal itu mungkin
disebabkan
oleh prekursor melanin yang tinggi dalam sirkulasi darah atau melanin
terbentuk oleh
metastasis melanosit yang tersebar.
1,2
Hiperpigmentasi dapat suatu tanda dari tumor jinak atau ganas. Tumor jinak
(nevo celluler nevi) disebabkan oleh proliferasi sel nevus dalam kulit. Tumor
ganas
(melanoma) disebabkan oleh transformasi maligna dari melanosit atau sel nevus.
1,2
Klasifikasi
Tumor yang berasal dari melanocytes system terbagi atas:
3,4
I. Tumor Benigna
1. Dari sel nevus
Imam Budi Putra : Tumor Kulit Yang Berasal Dari ?Melanocytes System?, 2008
USU e-Repository ? 2008
- Nevus pigmentosus.
- Congenital melanocytic nevi.
- Halo nevus.
- Nevus spilus.
- Spindle cell nevus (spitz nevus).
- Labial melanotic macules.
- Displasticn evi.
2. Dari sel melanosit
- Becker's nevus.
- Freckles.
- Lentigines.
- Lentiginous syndrome.
- Caf? au lait syndrome.
- Mc cune - Albright syndrome.
- Mongolian spots.
- Nevus of Ota.
- Nevus of Ito.
- Blue nevi.
II. Tumor Maligna
- Melanoma Maligna
Imam Budi Putra : Tumor Kulit Yang Berasal Dari ?Melanocytes System?, 2008
USU e-Repository ? 2008
1. Junction Nevi
Secara umum tidak berambut makulanya terang sampai coklat kehitaman, ukuran
bervariasi dari 1 mm ke 1 cm (diameter), permukaan halus dan rata. Lesi bisa
berbentuk bulat, elips, ada yang berbentuk kecil, irregular. Lokasi sering di
telapak tangan, telapak kaki dan genitalia.
Junction nevi jarang setelah lahir dan biasanya berkembang setelah berumur 2
tahun. Pembentukan aktif sel nevusnya hanya pada pertemuan epidermis dermis.
2. Compound Nevi
Hampir sama dengan junctional nevi tetapi sedikit menonjol dan ada yang
berbentuk papillomatous. Warnanya seperti warna kulit sampai ke warna coklat.
Permukaan halus, lokasi banyak di wajah dan biasanya ditumbuhi rambut. Sel
nevusnya berada pada epidermis dan dermis.
3. Intradermal Nevi
Bentuk papel (kubah), ukuran bervariasi dari beberapa mm hingga 1 cm atau
lebih
(diameter). Lokasi dimana-mana tetapi paling banyak di kepala, leher dan
biasanya ditumbuhi rambut kasar, berwarna coklat kehitaman. Sel nevusnya
berada pada dermis.
Penatalaksanaan nevus pigmentosus biasanya sehubungan dengan segi kosmetik,
ataupun adanya kemungkinan nevus berubah menjadi suatu keganasan. Kebanyakan
lesi melanositik tidak membutuhkan terapi khusus. Pengangkatan nevus melalui
tehnik biopsi eksisi ataupun shave eksisi electro desiccation atau ekstirpasi
ellips
komplit (tergantung pada ukuran, bentuk dan lokasi lesi).
Halo nevi timbul spontan, terutama pada usia remaja. Kelainan halo dapat
hilang sendiri sehingga tidak diperlukan terapi eksisi. Berdasarkan hipotesis
30 %
pasien dengan halo nevi cenderung untuk menjadi vitiligo.
3,4,5,6
Freckles (ephelides)
Lesi berupa makula merah atau coklat muda berbatas tegas, diameter (5 mm)
mengenai daerah kulit yang terpapar sinar matahari, dimulai pada masa anak-
anak
dan cenderung memudar setelah dewasa. Umumnya pada umur 2 - 4 tahun, tidak
dijumpai pada bayi. Diduga diturunkan secar autosomal dominant.
3,4,7
Pada pemeriksaan histopaatologi tidak dijumpai peningkatan jumlah
melanosit tetapi banyak ditemukan melanosom. Penatalaksanaan dengan
menghindari
pajanan sinar matahari atau dengan memakai covering make up.
Dengan pengelupasan memakai Trichloroacetic acid 50% atau cryotherapi
CO
2
atau liquid Nitrogen dengan pemutih (Benoquin atau Ecoquin) sebagian
memberikan hasil yang efektif. Hati-hati kemungkinan terjadi kontak dermatitis
atau
hipo pigmentasi permanen (leukoderma).
3,4,5,6,7
Lentigenis
Kelainan kulit berupa makula berwarna coklat sampai coklat tua, bulat atau
oval, ukuran kurang dari 5 mm. Dapat ditemukan pada seluruh permukaan kulit
termasuk telapak tangan, telapak kaki dan membrana mukosa. Disebabkan karena
bertambahnya jumlah melanosit pada taut dermo ? epidermal tanpa adanya
proliferasi
lokal. Penatalaksanaan untuk kepentingan kosmetik dengan eksisi, shaving,
cryosurgeryl, aser atau electrodesiccatnio.
3,4,5,6,7
Imam Budi Putra : Tumor Kulit Yang Berasal Dari ?Melanocytes System?, 2008
USU e-Repository ? 2008
Lentiginous Syndrome
- Lentiginosis Generalisata
Lesi lentigo umumnya multipel, timbul satu demi satu atau dalam kelompok
kecil, sejak masa kanak-kanak. Dibagi menjadi :
�? Lentiginosis eruptif ; timbul sangat banyak dan dalam waktu singkat. Lesi
mula
berupa telengiektasis yang dengan cepat mengalami pigmentasi dan lambat laun
berubah jadi melanositik selular.
3,4,5,7
L entigenes
E CG abnormalities
O cular hypertelorism
P ulmonary stenosis
A bnormality of the genitalia
R etardation of growth
D eafness
�? Lenti ginosis Sentrofasial
Lesi biasanya makula kecil berwarna coklat atau hitam, timbul pada waktu tahun
pertama kehidupan dan bertambah jumlahnya pada umur 8 10 tahun. Diturunkan
secara autosomal dominan. Distribusi terbatas pada garis horisontal melalui
sentral muka tanpa mengenai membrane mukosa. Tanda-tanda efek lain adalah
retardasi mental dan epilepsi, arkus palatum yang tinggi, bersatunya alis,
gigi seri
atas tidak ada, hipertrikosis sakral, spina bifida dan skoliosis.
3,4
Imam Budi Putra : Tumor Kulit Yang Berasal Dari ?Melanocytes System?, 2008
USU e-Repository ? 2008
�? Syndroma Peutz ? Jeghers (Lentiginosis periorificial)
Lesi berupa makula hiperpigmentasi yang timbul sejak lahir dan berkembang
pada masa anak-anak. Selalu mengenai selaput lendir mulut, bulat, oval atau
tidak
teratur, berwarna coklat kehitaman, berukuran 1 - 5 mm. Letaknya pada mukosa
bukal, gusi, palatum durum dan bibir. Pigmentasi mukosa adalah khas untuk
sindroma Peutz- Jeghers.Gejala lain ; adanya polip diusus, penderita biasanya
mengalami melena. Polip dapat menjadi ganas dan kematian disebabkan oleh
adanya metastassi dari karsinoma tersebut.
3,4,7
Mongolian Spot
Kelainan ini dijumpai sejak lahir, berupa bercak kebiru-biruan atau coklat
keabu-
abuan pada daerah lumbosakral bagian sentral. Ukuran bercak mencapai maksimal
pada usia 2 tahun, sedangkan intensitas warna maksimal pada umur 1 tahun.
Ukuran
lesi bervariasi dari beberapa milimeter sampai sentimeter. Lesi dapat soliter
maupun
Imam Budi Putra : Tumor Kulit Yang Berasal Dari ?Melanocytes System?, 2008
USU e-Repository ? 2008
multipel. Pada kebanyakan kasus dapat mengalami regresi spontan, namun ada
juga
yang persisten. Pigmen melanin yang terdapat pada bercak ini terletak didalam
melanosit yang berbentuk fusiform, dopa positif dan dijumpai pada dermis bagan
tengah (mid dermis).
3,4,5,6,7
Nevus of ho
Merupakan variasi dari nevus Ota yang dicetuskan oleh Ito (1954). Kedua
nevus ini dapat terjadi pada seorang penderita. Pada nevus Ito, kelainan kulit
terdapat
pada daerah yang dipersyarafi n. supra klavikula lateralis, dan n. brakhial
lateralis.
Pigmentasi pada nevus Ito tampak lebih difus. Laser therapy memberikan manfaat
dan cosmeticc over-up diperlukan pada nevus of Ota dan nevus of Ito.
3,4,5,6,78
Blue Nevus
Blue nevus terdiri dan 2 tipe yaitu :
1. Common blue nevus
Berupa nevus yang kecil, bulat, berwarna biru atau biru kehitaman. Permukaan
licin, berbentuk flat atau nodul. Secara umum berukuran antara 2 sampai 10 mm.
Imam Budi Putra : Tumor Kulit Yang Berasal Dari ?Melanocytes System?, 2008
USU e-Repository ? 2008
Biasanya tunggal tetapi dapat juga multipel. Lesi bisa timbul pada waktu lahir
dan
insiden pada wanita 2 kali lebih tinggi daripada pria. Lesi biasanya bertahan
seumur hidup.
3,4,5,6
Blue nevus pada umumnya merupakan tumor yang jinak. Perubahan ke arah
keganasan jarang dijumpai. Penatalaksanaan dari kedua tipe nevus ini mencakup
eksisi bedah konservatif dengan eksaminasi histologis.
3,4,5,6
TUMOR MALIGNA
Melanoma Maligna
Adalah tumor ganas kulit yang berasal dari sel melanosit dengan gambaran
berupa lesi kehitam-hitaman pada kulit. Penyebabnya belum diketahui, sering
terjadi
pada usia 30 sampai 60 tahun. Frekwensi sama pada pria maupun wanita.
4
l. Faktor genetik.
Adalah keluarga yang menderita keganasan ini meningkatkan risiko 200 kali
terjangkitnya Melanoma Maligna. Ditemukan Melanoma Maligna familial pada
8% kasus baru. Terjadinya Melanoma Maligna jugu dihubungkan dengan
terjadinya keganasan lainnya misalnya retinoblastoma dan beberapa sindroma
keganasan dalam keluarga.
2. Melanocytic nevi
Keadaan ini dapat timbul berhubungan dengan kelainan genetik atau dengan
lingkungan tertentu. Jumlah nevi yang ditemukan berkaitan dengan jumlah
paparan sinar matahari pada masa kanak-kanak dan adanya defek genetik
tertentu.
Sejumlah 30 - 90% Melanoma Maligna terjadi dari nevi yang sudah ada
sebelumnya.
Imam Budi Putra : Tumor Kulit Yang Berasal Dari ?Melanocytes System?, 2008
USU e-Repository ? 2008
3. Faktor biologik
Trauma yang berkepanjangan merupakan risiko terjadinya kegansan ini, misalnya
pada iritasi akibat ikat pinggang. Keadaan biologik lainnya yang mempengaruhi
adalah berkurangnya ketahanan imunologik, misalnya pada penderita
pengangkatan ginjal dan juga M. Hodgkin akan meningkatkan kejadian
Melanoma Maligna. Perubahan keadaan hormonal juga meningkatkan kejadian
Melanoma Maligna dan juga meningkatkan kekambuhan setelah pengobatan pada
penderita Melanoma Maligna.
4. Faktor lingkungan
Paparan sinar UV dari matahari merupakan faktor penting yang dikaitkan dengan
peningkatan terjadinya Melanoma Maligna, terutama bila terjadi sun burn yang
berulang pada orang yang berpigmen rendah. Gejala dan tanda-tanda spesifik
ditemukan pada Melanoma Maligna yang telah dikenal secara luas, adalah sebagai
berikut (ABCDEF dari Melanoma Maligna)
9,10,14,17,19
Gambaran Klinik
Terdapat 3 jenis Melanoma Maligna (Clark, 1967;1969 dan Mc Govern,
1970) dengan l jenis tambahan baru (Reed, 1976 dan Seiji, M. dkk., 1977).
Keempat
jenis Melanoma Maligna tersebut terdiri atas:
3,4,5,6,9-17
? Klasifikasi Klinik
Sampai saat ini digunakan Stadium Klinik (dengan beberapa modifikasi) sebagai
klasifikasi standar Melanoma Maligna, terdiri atas 3 stadium
3,4,5,6,9,14,16
? Klasifikasi Histologik
Klasifikasi histologik didasarkan pada perangai biologik Melanoma Maligna.
Dikenal dua klasifikai histologik standar yang digunakan, yaitu .
3,4,5,6,9,14,16
- Klasifikasi tingkat invasi menurut Clark.
- Klasifikasi kedalaman menurut Breslow
Imam Budi Putra : Tumor Kulit Yang Berasal Dari ?Melanocytes System?, 2008
USU e-Repository ? 2008
Beberapa penulis mengemukakan variasi sebagai berikut :
- Kedalaman (ketebalan) tumor kurang dari 0,85 mm.
4,9
Diagnosis Banding
�? Nevus pigmentosus
�? Blue nevus
�? Keratosis seboroika
�? Karsinoma sel basal jenis nodula dan berpigmen
�? Penyakit Bowen
�? Dermatofibroma
�? Granuloma piogenikum
�? Subungual hematoma
9
Imam Budi Putra : Tumor Kulit Yang Berasal Dari ?Melanocytes System?, 2008
USU e-Repository ? 2008
A. Eksisi bedah.
Dilakukan pada melanoma stadium I dan IL Zitelli dkk. Menyarankan untuk
mengambil sampai 1,5 cm diluar tepi lesinya, kecuali bila dilakukan Moh's
microsurgery. Pada melanoma yang terdapat pada kuku dianjurkan untuk
dilakukan amputasi pada seluruh jari yang terkena.
B. Elective Lymph Node Dessection( ELND)
Dilakukan pada melanoma stadium III, dimana telah terdapat metastase ke
kelenjar lymph. Hal ini dibuktikan dengan terabanya pembesaran kelenjar lymph.
ELND masih merupakan terapi yang kontroversial. Cara yang lebih dianjurkan
adalah dengan intraoperative lymphatic mapping.
C. Interferon a 2b
Dapat digunakan sebagai terapi adjuvan pada melanoma yang berukuran lebih
dari 4 mm (stadium V), tetapi harus dipertimbangkan tingkat toksisitasnya yang
masih tinggi. Tujuan terapi ini diharapkan dapat menghambat metastasis yang
lebih jauh lagi.
D. Kemoterapi
Dikatakan tidak terlalu bermanfaat pada terapi melanoma. Jenis kemoterapi yang
paling efektif adalah dacarbazine (DTIC = Dimethyl Triazone Imidazole
Carboxamide Decarb zine).
E. Kemoterapi Perfusi
Cara ini bertujuan untuk menciptakan suasana hipertermis dan oksigenasi pada
pembuluh-pembuluh darah pada sel tumor dan membatasi distribusi kemoterapi
dengan menggunakan torniquet.
Cara ini diharapkan dapat menggantikan amputasi sebagai suatu terapi.
F. Terapi Radiasr
Digunakan hanya sebagai terapi simptomatis pada melanoma dengan metastasis
ke tulang dan susunan syaraf pusat (SSP). Meskipun demikian hasilnya tidak
begitu memuaskan.
Tanpa pengobatan, kebanyakan melanoma akan bermetastase dan
mengakibatkan kematian pasien. Saat ini, karena diagnosis klinik yang dini,
lebih dari
Imam Budi Putra : Tumor Kulit Yang Berasal Dari ?Melanocytes System?, 2008
USU e-Repository ? 2008
80% melanoma diterapi dengan bedah eksisi sederhana dan dengan edukasi yang
lebih baik mengenai tanda-tanda kinik melanoma, angka kesembuhannya menjadi
95%.
3,4,5,6,9,10,11,14,15,16
Daftar Pustaka
1. Thody. A.J, Skin Pigmentation and Its Regulation, dalam ; Molecular Aspects
Dermatology, Priestley G.C. editor, Jhon Wiley & Sons Ltd, Baffins Lane,
ChichesterW, est SussexP O19 lUD, England, 1993, p : 55 - 73.
2. Tranggono. R.I.S, Patofisologi Melanogenesis, dalam Simposium Kelainan
Pigmentasi Kulit dan Penanggulangannya, Sugito T.et all, Jakarta, p : 14 - 24.
3. Hurwitz S. Cutaneus Tumors in Childhood. Dalam : Clinical Pediatric
Dermatology, 2
nd
Edition, Philadelphia, WB Saunders Company, 1993, p : 199-
203.
4. Habif TP. Nevi and Malignant Melanoma. Dalam : Clinical Dermatology, A
Color Guide to Diagnosis and Therapy, 3
rd
Mosby Year Book, 1996, h : 688 -
720.
5. Odom RB, James WD, Berger TG. Melanocytic Nevi and Neoplasma. Dalam :
Diseases of the Skin, 9
th
Edition, Philadelphia, 2000, p : 869 - 89.
6. Mackie R.M. Melanocytic Naevi and Malignant Melanoma. Dalam : Rook /
Wilkinson / Ebling Textbook of Dermatology, Champion R.H et all editor, Yol.2,
Sixth Edition, Blackwell Science Ltd, 1998, United Kingdom, p : 1717- 52.
7. Soepardiman L, Kelainan Hiperpigmentasi dan Melasma, dalam : Simposium
Kelainan Pigmentasi Kulit dan Penanggulangannya, Sugito T. et all, Jakarta,
p :
25 - 39.
8. Lui H, Nevi of Ota and Ito, dalam : eMedicine Journal, Vol. 2 Number 11,
November 15 2001.
9. Budidahjono S. Prekanker dan Kanker Kulit dalam Penyakit Kulit, Harahap M.
Editor, PT. Gramedia Jakarta, 1990, p : 262 - 72.
10. Mukhtar A. Kanker Kulit, dalam : Deteksi Dini Kanker, Ramli HM et all
editor,
Balai PenerbitF K - UI Jakarta, 2002, p : 76 - 85.
Imam Budi Putra : Tumor Kulit Yang Berasal Dari ?Melanocytes System?, 2008
USU e-Repository ? 2008
Imam Budi Putra : Tumor Kulit Yang Berasal Dari ?Melanocytes System?, 2008
USU e-Repository ? 2008
11. Hamzah M, Deteksi Dini Kanker Kulit, dalam Pertemuan Ilmiah Berkala :
Deteksi dan Penatalaksanaan Kanker Kulit Dini, Cipto H et all editor, Balai
PenerbitF K - UI, Jakarta , 2001, p : 19 - 2l .
12. SuriadiredjaA .S.D, Kresno S.B, CornainS . Biologi Molekuler Melanoma,
dalam
: Melanoma Dari Biologi Molekuler Sampai D engan P enatalaksanaan, Cipto H
et all editor, Balai Penerbit FK-UI, Jakarta, 2002, p : 1 ? 11
13. Darwis E.R. Faktor Risiko dan Lesi Prekursor Melanoma, dalam : Melanoma
Dari Biologi Molekuler Sampai Dengan PenatalaksanaanC, ipto H et all editor,
Balai Penerbit FK-UI, Jakarta, 2002, p : 27 - 30.
14. Toruan T.L, Melanoma Gambaran Klinik dan Diagnostik, dalam : Melanoma
Dari Biologi Molekuler Sampai Dengan Penatalaksanaan, Cipto H et all editor,
Balai PenerbitF K-UI, Jakarta,2002, p : 31 - 40.
15. McCalmont T. Melanoma, avaiable http://www.cancwr.gov/publication
16. Brick W. What Do You Need To Know About Melanoma. avaiable at
http://www.cancer.gov/moles
17. Hazen B.P et all, The Clinical Diagnosis of Early Malignant Melanoma :m
Expansion of the ABCD Criteria to Improve Diagnostic Sensitivity, dalam :
Dermatology Online Journal, 1999.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3435/3/08E00071.pdf.txt