Sei sulla pagina 1di 32

 

     Lusiani Tjandra


 

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2009

Cyclin D1 protein expression in Malignant Melanoma and


Melanocytic Nevi
 
 
Willy Sandhika*, Tulus Panuwun*, Lusiani Tjandra**
 

*Departemen  Patologi Anatomi  Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga


**Departemen Farmasi Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya
Kusuma Surabaya
 
Abstrak
Background: Melanoma is the form of skin cancer that has an aggressive
behavior and resistance to conventional therapy. These unusual behaviors reflecting its
unique carcinogenesis process which involve several mutations in chromosomes and
genome that regulate proliferation and apoptotic process. The most common mutated
genes in malignant tumors cyclin D1. The object of this study is to determine play an
important role in melanoma carcinogenesis of the expression of these genes.
Methods: block paraffin of melanoma patients from Pathologic Department were
collected from the period of July 2007 until June 2008. Five cases of melanocytic nevi
were added as a control groups. The block then cut by microtome, placed on microscopic
slides which stained with monoclonal antibody against  cyclin D1 respectively.
Results: melanoma specimen show 80% cases positive for cyclin D1. The data
then statistically analyzed Mann Whitney and the result shows that there were
significance difference in expression of cyclin D1 ( p = 0,013 ; p < 0,05 ) in malignant
melanoma compared with melanocytic nevus.
Conclusions: cyclin D1 play an important role in melanoma carcinogenesis
suggesting that there was another tumor suppressor genes that was mutated in melanoma
cells.
Keywords:  malignant melanoma, cyclin D1.
 
PENDAHULUAN
 
Melanoma maligna merupakan tumor ganas sel melanosit dengan pertumbuhan
agresif dan resisten terhadap terapi. Sel melanosit merupakan sel normal yang terdapat
pada lapisan basal epidermis kulit. Sel ini berfungsi untuk melindungi tubuh dari paparan
sinar matahari terutama sinar UV yang dapat merusak komposisi DNA sel normal.
Paparan sinar ultraviolet B serta terjadinya mutasi gen yang berperan dalam proliferasi
dan apoptosis sel, dapat meningkatkan pertumbuhan  sel melanosit dan menghasilkan
tumor, baik tumor jinak yang disebut nevus melanositik atau tumor ganas yang dikenal
sebagai melanoma maligna. Sampai saat ini peran  cyclin D1 pada melanoma maligna
belum dapat dijelaskan.
Melanoma maligna merupakan tumor ganas kulit yang paling banyak
menimbulkan kematian di Amerika Serikat dan Eropa (Ugurel, 2009). Di Australia,
insiden dan mortalitas masih terus meningkat. Di Indonesia menurut data histopatologis,
kanker kulit merupakan kanker ketiga tersering dan melanoma maligna menyebabkan
1% sampai 2% dari semua kematian akibat kanker (Harahap, 2000 ; Djuanda, 1999).
Proses berkembangnya sel melanosit menjadi nevus ataupun melanoma maligna
terjadi melalui banyak tahapan dan melibatkan banyak perubahan pada gen maupun
kromosom. Penelitian dengan teknik Comparative genomic Hybridization pada
melanoma telah mengidentifikasi beberapa perubahan kromosom baik berupa
penambahan maupun pengurangan jumlah nukleotida pada melanoma maligna
dibandingkan dengan sel melanosit maupun nevus melanositik. Perubahan tersebut
melibatkan mutasi berbagai macam gen yang berperan pada karsinogenesis melanoma
maligna (Bastian, 1998). Pola pertumbuhan melanoma yang agresif dan resisten
terhadap terapi konvensional berkaitan dengan proses karsinogenesis tumor. Proses
karsinogenesis melanoma melibatkan mutasi beberapa gen yang berfungsi sebagai gen
pengatur pertumbuhan sel (cyclin D1).  Mutasi pada gen tersebut akan menghasilkan
pertumbuhan neoplastik sel melanosit baik berupa neoplasma jinak (nevus melanositik)
maupun neoplasma ganas (melanoma maligna). Pemahaman karsinogenesis melanoma
diperlukan untuk mengungkap perilaku biologi tumor serta cara untuk menghambat
pertumbuhan tumor.  Walaupun sudah banyak diiteliti tetapi karsinogenesis melanoma
masih belum dapat diungkap secara menyeluruh.
.  Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada peningkatan yang
bermakna dari ekspresi protein cyclin D1 pada melanoma maligna dibanding dengan
nevus melanositik. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi panduan dalam terapi
melanoma maligna.
 
 
BAHAN DAN CARA KERJA
 
A.Sampel penelitian
Kasus melanoma dari 1 Juli 2007 sampai dengan 31 Juli 2008 di Instalasi
Patologi Anatomi RSU Dr. Soetomo sebanyak 26 kasus, yang memenuhi kriteria inkusi 
dan eksklusi penelitian sebanyak 10 kasus dan 5 kasus nevus melanositik sebagai
pembanding. Rancangan penelitian ini adalah eksplanatori dan jenis penelitian adalah
observasional analitik.
 
B.Pemeriksaan Immunohistokimia
Ekspresi protein cyclin D1 merupakan jumlah sel tumor dengan sitoplasma
berwarna merah (pada pemeriksaan imunohistokimia) dan dihitung dari 100 sel tumor.
Pada setiap kasus diberikan skor berdasarkan hasil penghitungan jumlah sel tumor yang
memberikan reaksi positif dan negatif terhadap antibodi Cyclin D dengan ketentuan 
(Burnworth, 2006) :
Skor  0   =  inti sel tumor tidak terwarnai atau berwarna <  5%
Skor  +1  = inti sel tumor terwarnai  antara 5  - 20 %
Skor +2 = inti sel  tumor terwarnai antara 20 - 50 %
Skor +3 = inti sel  tumor terwarnai  >  50 %
 
 
 
HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN
 
Hasil pemeriksaan immunohistokimia sel tumor yang mengekspresikan protein
cyclin D1 pada melanoma maligna dan nevus melanositik.
Pemeriksaan jumlah sel tumor yang mengekspresikan protein cyclin D1 pada
melanoma maligna dilakukan dengan teknik immunohistokimia Biotin Streptavidin
Amplified.  Satu sampel diamati dan dihitung jumlah sel tumor yang mengekspresikan
protein cyclin D1 dengan menggunakan mikroskop cahaya pembesaran 400x. diamati
pada seluruh lapang pandang dan dihitung jumlah sel tumor yang memberikan reaksi
positif dan negatif terhadap antibodimonoklonal cyclin D1. Hasil perhitungan kemudian
dihitung persentase dan diberi skor, hasil  dapat dilihat pada  gambar 1
                
 
Gambar 1: Ekspresi cyclin D1 pada nevus dan melanoma
 
Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat  10 kasus melanoma maligna
didapatkan 8 kasus dengan ekspresi cyclin D1 positif dan 2 kasus negatif dengan rincian
: Positif 20 – 50% (skor 2) sebanyak : 5 kasus, Positif ≥ 50% (skor 3) : sebanyak :3 kasus.
Sedangkan untuk kasus nevus : tidak didapatkan kasus positif (semua negatif).
 
 
 
Gambar 2 : Fotomikroskopi Melanoma maligna dengan pewarnaan antibodi anti cyclin D1 ;
400 X
Tampak kelompok sel tumor yang memberikan reaksi positif dengan sitoplasma berwarna
merah
 
 
 
Pengujian  peningkatan  ekspresi  protein cyclin D1 pada melanoma maligna
dibandingkan nevus melanositik.
Dari hasil analisis statistika dengan mengunakan  uji Mann Whitney didapatkan
peningkatan yang  bermakna pada melanoma maligna dibandingkan dengan nevus
melanositik ( p = 0,013 ; p < 0,05 ).
 
DISKUSI
 
Jumlah kasus melanoma dari 1 Juli 2007 sampai dengan 31 Juli 2008 di Instalasi
Patologi Anatomi RSU Dr. Soetomo sebanyak 26 kasus. Dari 26 kasus, 10 kasus yang
memenuhi kriteria inklusi  dan  digunakan  dalam penelitian ini, sedangkan untuk nevus
melanositik diambil 5 kasus sebagai pembanding. Kriteria pemilihan kasus nevus adalah
proliferasi sel yang mengandung pigmen melanin dan secara jelas menunjukkan perilaku
jinak pada gambaran histologi (nevus intradermal).
Sampel penelitian melanoma terdiri dari 7 orang penderita wanita dan 3 orang
penderita pria dengan rentang usia antara 28 – 80 tahun. Menurut literatur melanoma
maligna dapat menyerang semua umur dengan insiden paling banyak pada usia di atas
40 tahun, tanpa adanya predileksi jenis kelamin (Harahap, 2000).
Lokasi melanoma yang sering ditemukan (7 dari 10 kasus) adalah melanoma
pada daerah telapak kaki dan jari kaki (acral melanoma).  Melanoma jenis ini faktor
paparan sinar matahari kurang berperan dalam proses terjadinya tumor,  karena telapak
kaki relatif terlindung dari sinar matahari. Dua kasus yang lain adalah penderita wanita
dengan melanoma pada daerah perineum / vulva dan kulit abdomen yang juga
terlindung dari sinar matahari, hanya satu penderita melanoma di kulit regio cruris
dimana paparan sinar matahari  ikut  berperan pada proses karsinogenesis.
Gambaran mikroskopis penderita melanoma maligna di RSU Dr. Soetomo
Surabaya adalah  semua kasus menunjukkan sel melanosit anaplastik yang menghasilkan
pigmen dan tidak didapatkan kasus amelanotik melanoma. Derajad invasi tumor
semuanya tergolong Clark level 5 dengan kedalaman invasi tumor menurut Breslow
pada level 4 serta pertumbuhan tumor secara vertikal (Vertical Growth Phase). Tidak
ditemukannya kasus melanoma tahap awal disebabkan oleh kurangnya pengetahuan
tenaga medis dan masyarakat akan gejala melanoma secara dini. Gejala melanoma awal
serupa dengan lesi kulit lain yang berpigmen seperti nevus melanositik, nevus biru (blue
nevus) serta pigmented basal cell carcinoma sedangkan melanoma amelanotik dapat
memberikan gejala yang serupa dengan pyogenic granuloma, hemangioma atau basal
cell carcinoma (Paek, 2008).
Ditemukannya kasus melanoma pada stadium lanjut disebabkan oleh jenis
pertumbuhan melanoma yang termasuk pola pertumbuhan vertikal (Vertical Growth
Phase) sehingga tumor dapat melakukan invasi pada struktur kulit bagian bawah dalam
waktu singkat, tanpa atau belum melakukan penyebaran secara horisontal. Hal ini
berbeda dengan kasus yang ditemukan di negara barat dimana sebagian besar berupa
melanoma dengan penyebaran superfisial (Superficial Spreading Melanoma) yang
menunjukkan pola penyebaran secara horisontal.
Berkembangnya sel melanosit menjadi nevus melanositik dan melanoma
maligna yang tumbuh secara vertikal melalui beberapa tahapan. Mutasi paling awal
ditemukan pada gen NRAS dan BRAF yang tergolong dalam jalur MAP kinase. Mutasi
ini menyebabkan sel melanosit berproliferasi dan membentuk nevus melanositik.
Proliferasi sel nevus bersifat terbatas dimana pada suatu titik tertentu akan berhenti 
karena sel mengalami senescence. Proses senescence dipengaruhi oleh gen p16INK4a
yang merupakan tumor supresor gen, yang berperan dalam jalur gen retinoblastoma
(Rb). Tahap berikut dalam terjadinya melanoma adalah Nevus displastik yang memiliki
kemampuan menghindar dari proses senescence. Proses terjadinya nevus displatik
melibatkan mutasi pada gen p16INK4a dan CDK4 yang berperan dalam jalur Rb. Kedua
gen ini dikenal sebagai gen susceptibilitas melanoma. Aktivasi telomerase pada nevus
displastik menghasilkan perubahan menjadi melanoma dengan pertumbuhan radial /
horisontal yang menghasilkan sel melanosit imortal (dapat berproliferasi terus tanpa
mengalami proses senescence) akan tetapi pertumbuhan sel tumor masih bergantung pada
sel keratinosit di sekitarnya. Tahap akhir dari progresi melanoma adalah melanoma
dengan pola pertumbuhan vertikal yang bersifat invasif dan tidak bergantung pada
keratinosit. Proses ini melibatkan mutasi pada jalur penghambat apoptosis. (Ha Linan,
2008; Bennet C Dorothy 2003).  
 
Ekspresi protein cyclin D1 pada melanoma maligna
Melanoma maligna kulit dapat terjadi di semua tempat,  pada lokasi yang
terpapar oleh sinar matahari maupun lokasi yang tertutup. Distribusi anatomis melanoma
kulit  dipengaruhi oleh variasi etnis (Pathak, 1982). Ras kaukasia dengan warna kulit
terang, melanoma  didapatkan pada tubuh dan ekstremitas yang berhubungan dengan
paparan sinar matahari (Elwood, 1998). Tipe histologis yang paling banyak adalah
melanoma dengan penyebaran superfisial. Sebaliknya pada ras non-kaukasian insiden
melanoma sangat rendah dan sebagian melanoma timbul pada tempat yang terlindung
dari sinar matahari seperti telapak kaki dan telapak tangan yang tergolong sebagai acral
melanoma dengan tipe histologis berupa nodular melanoma  (Ishihara, 2001).
Proses perkembangan awal melanoma melibatkan jalur MAP kinase, dimana gen
yang sering mengalami mutasi adalah NRAS dan BRAF. Mutasi kedua gen ini ternyata
sedikit ditemukan pada acral melanoma. Pada acral melanoma perubahan gen yang
didapatkan adalah amplifikasi gen cyclin D1 yang merupakan efektor downstream dari
jalur MAPK (Takata, 2005). Amplifikasi gen cyclin D1 didapatkan pada 50% kasus acral
melanoma (Sauter, 2002).
Pada penelitian ini didapatkan ekspresi protein cyclin D1 pada 8 dari 10 kasus
melanoma (80%) sedangkan untuk nevus melanositik tidak didapatkan satu sampel
dengan ekspresi cyclin D1 yang positif.  Deteksi ekspresi protein cyclin D1 pada
melanoma maligna  menggunakan teknik imunohistokimia  dilaporkan oleh Burnwoth
yang telah mendapatkan hasil positif pada 25 dari 31 kasus melanoma maligna
(80,65%) (Burnwoth, 2006), tidak berbeda jauh dengan hasil yang didapatkan pada
penelitian ini. Hal ini menunjukkan bahwa cyclin D1 merupakan gen yang banyak
mengalami mutasi pada acral melanoma. Penelitian Takata juga menunjukkan bahwa
pada acral melanoma terjadi aktivasi jalur MAP kinase tanpa mutasi NRAS maupun
BRAF.seperti yang terjadi pada melanoma uvea. Penelitian dengan menggunakan
tehnik hibridisasi genomik komparatif menunjukkan bahwa sebagian besar acral
melanoma menunjukkan amplifikasi pada kromsom 11q13 yang sesuai dengan gen
cyclin D1 (Bastian, 2000).
Analisis statistik menunjukkan  peningkatan yang bermakna ekspresi protein
cyclin D1 pada melanoma dibandingkan dengan nevus (p = 0,013  ; p < 0,05 ). Stefanaki
mendapatkan peningkatan bermakna dari ekspresi berbagai gen yang meliputi cyclin D1,
Ki-67, p53, p21 dan Rb pada melanoma dibandingkan dengan nevus melanositik.
Peningkatan ekspresi cyclin D1 memicu terjadinya siklus sel, progresi tumor serta
menurunkan survival pada penderita melanoma. Menurut penelitian Bachmann 2005,
ekspresi Cyclin D1 banyak didapatkan pada acral melanoma yang memiliki
pertumbuhan vertikal dan terbukti memiliki hubungan yang kuat dengan jalur Rb dan
p16. Hal ini menunjukkan bahwa jalur p16-Rb memainkan peran penting dalam progresi
tumor pada melanoma pertumbuhan vertikal dibandingkan dengan mutasi p53
(Bachmann 2005).
Curtin 2005 menunjukkan  perubahan genetik yang berbeda pada 4 kelompok
melanoma yang terdiri dari : melanoma kulit dengan kerusakan kronis oleh sinar
matahari, melanoma kulit tanpa kerusakan kronis oleh sinar matahari, melanoma kulit
dari telapak tangan dan kaki yang tidak terpapar oleh sinar matahari (acral melanoma)
serta melanoma pada mukosa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa didapatkan
perubahan genetik yang berbeda pada berbagai kelompok melanoma dengan gen CDK4
dan cyclin D1 sebagai onkogen independen tanpa adanya mutasi dari gen NRAS atau
BRAF  (Curtin, 2005).
 
PENUTUP
 
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa didapatkan peningkatan yang
bermakna ekspresi protein cyclin D1  pada melanoma maligna dibanding dengan nevus
melanositik yang menunjukkan bahwa cyclin D1 sangat berperan pada karsinogenesis
melanoma.
 
Daftar Pustaka
 
Bachmann IM,  2005. Melanoma : Role of cell cycle regulator alterations in nodular
melanomas determined . Life Science Weekly 22 : 1046-1059.
Bastian C Boris, LeBoit E Phillip, Hamm Henning, Brocker Eva-Bettina and Pinkel Dan,
1998. Chromosomal Gains and Losses in Primary Cutaneous Melanomas
Detected by Comparative Genomic Hybridization. Cancer Research 58 : 2170-
2175.
Bennett C Dorothy, 2003. Human melanocyte senescence and melanoma susceptibility
genes, Oncogene 22: 3063-3069.
Burnworth B, Popp S, Stark H-J, Steinkraus V, Brocker EB, 2006. Gain of 11q/ cyclin
D1 overexpression is an essential early step in skin cancer development and
causes abnormal tissue organization and differentiation. Oncogene 25.Iss32 : 
4399-4412.
Curtin J.A, Fridlyand J, Kageshita, 2005. Distinct sets of genetic alterations in
melanoma. N Engl J Med 353 (20): 2135-2147.
Djarwanto, 2007 : Statistik Nonparametrik Edisi 4, Yogyakarta. 30-35, 75-80.
Djuanda Adhi, Hamzah Mochtar, Aisah Siti, 1999 : Ilmu Penyakit Kulit dan kelamin
Edisi 3, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. 221-223.
Elwood J.M, Gallagher R.P,1998, Body site distribution of cutaneous malignant
melanoma in relationship to patterns of sun exposure, Int J Cancer 78: 276-280
Ewanowich C, Brynes KR, Mederiors LJ, 2001. Cyclin D1 expression in dysplastic nevi :
An immunohistochemical study. Archives of Pathology & Lab Med 125. Iss.2 :
208 –210.
Georgieva J, Sinha P, Schadendorf D, 2001. Expression of cyclins and cyclin dependent
kinases in human benign and malingnant melanocytic lesions. J Clin Path 54, Iss.
3 : 229 – 235.
Goldstein, Beth G, 2001,Practical Dermatology, Mosby-Year Book, 146-154.
Ha Linan, Merlino Glenn, and Sviderskaya V Elena, 2008. Melanomagenesis :
Overcoming the Barrier of Melanocyte Senescence, Cell Cycle, Juli I; 7(13); 
1944-1948.
Harahap M, 2000. Ilmu Penyakit Kulit, Hipokrates. Jakarta, 228-235
Ishihara K, Saida T, Yamamoto A, 2001, Updated statistical data for malignant
melanoma in Japan. Int J Clin Oncol 6 : 109-116.
Key Marc,  2006. Immunohistochemical Straining Methods, Fourth Edition, DAKO,   1 –
23, 47 – 53.
Kumar V, Abbas AK, Fauston N, 2005. Robbins and Cotran : Pathologic Basis of
Disease, 7   ed. Philadelphia: W.B. Saunders, 269-342;.1227-1271.
th

Paek SC, Sober AJ, Tsao H, 2008, Cutaneous melanoma in : Freedberg IM, Eisen AZ,
Wolff K editor, Fitzpatricks Dermatologyin general medicine 7 ed New York:
th

Mc Grow Hill, p 1134-1157.


Panka J David, Atkins B Michael and Mier W James, 2006: Targeting the Mitogen-
Activated Protein Kinase Pathway in the Treatment of malignant Melanoma, Clin
Cancer Res; 12(7 Suppl)April 1,2006:p 2371s-2375s.
Pathak D.R, Samet J.M, Howord C.A, Key C.R, 1982,Malignant Melanoma of the skin
in New Mexico 1969-1977. Cancer 50; 1440-1446.
Rosai I, 2004. Rosai and Ackerman’s: Surgical Pathology, 9 th ed St louis, Missouri:
Mosby, p 154-176.
Sauter ER, Takemoto R, Litwin S, Herlyn M, 2002. p53 alone or in combination with
antisense cyclin D1 induces apoptosis and reduces tumor size in human
melanoma. Cancer Gene Therapy 9: 807 –812.
Senderowicz M Adrian, 2003. Novel direct and indirect cyclin-dependent kinase
modulators for the prevention and treatment of human neoplasms. Cancer
Chemother Pharmacol 52 (Suppl 1); S61-S73.
Stefanaki, 2008, G1 cell cycle regulators in congenital melanocytic nevi. Comparison
with acquired nevi and melanoma.Journal of Cutaneous Pathology35(9): 799-
808.
Takata Minoru, Goto Yasufumi, Ichii Nami, Yamaura Maki, Murata Hiroshi, Koga
Hiroshi, Fujimoto Akihide, and Saida Toshiaki, 2005. Constitutive Activation of
the Mitogen-Activated Protein Kinase Signaling Pathway in Acralmelanomas, J
InvestvDermatol 125: 318-322.              
Takata M, Saida T, 2005. Early cancers of the skin : clinical, histopathological, and
molecular characteristics. Int J Clin Oncol 10 : 391 – 397.
Ugurel Selma, Utikal Jochen, and Becker C Jurgen, 2009. Tumor Biomarkers in
Melanoma, Cancer Control Juli, 16 (3), 219 – 224.
 
http://webcache.googleusercontent.com/search?
q=cache:VB1l8zljGIUJ:www.fk.unair.ac.id/attachments/1010_Ekspresi%2520Protein%2520Cyclin
%2520D1%2520Pada%2520Melanoma%2520Maligna%2520dan%2520Nevus
%2520Melanostik.doc+faktor-
faktor+yang+berhubungan+dengan+Melanoma+Maligna&cd=6&hl=id&ct=clnk&gl=id
Melanoma Maligna (MM)

Melanoma Maligna (MM)

Melanoma Maligna (MM)

1. Melanoma Maligna
Ini adalah jenis penyakit kanker kulit yang paling ganas dan berpotensi mematikan. Di Amerika,
didapatkan data enam dari tujuh penderita kanker ini meninggal dunia. Dan jumlah orang yang
terserang meningkat dari tahun ke tahun. Melanoma Maligna bisa berkembang dari tahi lalat
timbul yang sudah ada atau yang baru muncul.

2. Tanda dan Gejala


Informasi ini sangat penting sekali bagi meraka yang memiliki tahi lalat yang kemudian
mengalami perubahan baik warna, ukuran maupun bentuknya, Tahi lalat terkadang terasa gatal
dan bila digaruk mengeluarkan darah. Sel kanker ini tumbuh dari melanosit, yaitu sel kulit yang
berfungsi menghasilkan zat warna melanin.

Kanker ini dicirikan dengan ABCD, yaitu A= Asimetrik, bentuknya tak beraturan. B= Border atau
pinggirannya juga tidak rata. C= Color atau warnanya yang bervariasi dari satu area ke area
lainnya. Bisa kecoklatan sampai hitam. Bahkan dalam kasus tertentu ditemukan berwarna putih,
merah dan biru. Diameternya lebih besar dari 6 mm.

3. Diagnosa Melanoma Maligna


Penegakan diagnosa pada kasus penyakit kanker kulit jenis ini sama halnya dengan kedua jenis
kanker kulit di atas (KSB dan KSS), yaitu dilakukannya tindakan biopsy untuk pemeriksaan
dibawah mikroskop.

4. Therapy dan Pengobatan


Melanoma Maligna merupakan jenis kanker kulit yang paling ganas, dapat menyebar kebagian
tubuh lainnya seperti kelenjar limfa. Tindakan yang dilakukan pada penderita kanker jenis ini
adalah pengangkatan secara komplit jaringan kanker dengan jalan pembedahan, apabila telah
diketahui terjadi penyebaran maka dibutuhkan operasi lanjutan untuk mengangkat jaringan di
sekitarnya. Jika sel kanker ditemukan menyebar ke kelenjar limfa, maka mau tidak mau
kelenjarnya juga diangkat.

Sumber: infopenyakit.com

Berkarya UM

Reply With Quote  

« Previous Thread | Next Thread »


Similar Threads

1. Melanoma Koroid

By radenfahmi in forum Penyakit dan Pengobatannya

Replies: 0

Last Post: 03-02-2010, 14:29

2. Melanoma

By radenfahmi in forum Penyakit dan Pengobatannya

Replies: 0

Last Post: 03-02-2010, 14:29

http://community.um.ac.id/showthread.php?64816-Melanoma-Maligna-(MM)

catatan kecil
October 7, 2009
Patogenesis Melanoma yang Dipengaruhi Radiasi  Ultraviolet
Filed under: Bedah,med papers — ningrum @ 2:08 pm

PATOGENESIS MELANOMA YANG DIPENGARUHI RADIASI ULTRAVIOLET

Barbara A. G Ilchrest, M.D., Mark S. Eller, PH.D., Alan C. Geller, R.N., M.P.H., and Mina Yaar
, M.D.

Kanker kulit, sebagian besar basal-cell carcinoma dan squamous cell carcinoma, diperkirakan
bertanggungjawab pada 40% keseluruhan kejadian kanker di Amerika Serikat beberapa tahun
terakhir ini, dan frekuensinya semakin meningkat. Frekuensi melanoma maligna, sejauh ini
merupakan kanker kulit yang paling fatal, juga telah ditingkatkan oleh sebuah faktor kira-kira 15
kali dalam 60 tahun terakhir. Pada tahun 1997, lebih dari 40.000 kasus baru melanoma maligna
terdiagnosa di Amerika Serikat, dan lebih dari 7.200 pasien dengan penyakit ini meninggal
dunia. Lebih lanjut, melanoma maligna merupakan salah satu kanker yang paling sering pada
kelompok dewasa muda. Usaha-usaha untuk melatih dokter yang memberi pertolongan pertama
dan masyarakat umum tentang gambaran klinis khusus pada melanoma maligna (gambar 1) dan
lesi prekursornya, nevus displastik, tidak mencegah peningkatan insiden dan kematian. Istilah
melanoma maligna dan melanoma sekarang digunakan bersinonim; yang terakhir disebut akan
digunakan dalam tinjauan ini.

RADIASI ULTRAVIOLET SEBAGAI FAKTOR RESIKO MELANOMA


Faktor yang mendasari peningkatan tajam pada insiden kanker kulit tidak sepenuhnya dipahami,
namun peningkatan pemaparan total terhadap matahari dan, sebagai tambahan dalam kasus
melanoma, pola pemaparan yang berubah benar-benar terlibat. Resiko melanoma lebih tinggi
pada orang berkulit-putih, khususnya orang-orang dengan rambut pirang dan merah yang mudah
terbakar matahari dan berbintik-bintik, dibandingkan orang-orang dengan corak kulit lebih gelap.
Insiden melanoma pada orang-orang kulit putih bersifat terbalik sehubungan

dengan letak geografis tempat tinggal, dengan insiden tertinggi di dunia berada di Australia,
sebuah negara subtropis dengan populasi Celtic yang besar. Sebaliknya, melanoma jarang pada
orang-orang berkulit gelap; di Amerika Serikat insiden pada orang kulit hitam hanya 1/10
dibandingkan pada orang kulit putih. Melanoma pada orang kulit hitam dan orang-orang Asia
cenderung muncul pada tempat-tempat yang tidak terpapar matahari, seperti bantalan kuku dan
telapak kaki. Bahkan diantara keluarga predisposisi terhadap nevus melanositik atipikal multipel
dan melanoma karena mutasi gen pada gen CDKN2A yang mengkode supresor-tumor protein
p16 dan p19 atau gen-gen lain yang mungkin, analisa retrospektif mengesankan bahwa insiden
melanoma meningkat pada generasi terakhir, sebuah fenomena yang dianggap berasal dari faktor
resiko independen terhadap peningkatan pemaparan matahari.

Bukti epidemiologis yang melibatkan pemaparan matahari dalam menyebabkan melanoma


didukung oleh bukti biologis bahwa kerusakan yang disebabkan oleh radiasi ultraviolet,
khususnya kerusakan DNA, memainkan peran inti dalam patogenesis tumor ini. Sebagai contoh,
pasien dengan xeroderma pigmentosa, kelompok penyakit yang ditandai dengan nyata kurang
sempurnanya perbaikan DNA photoproducts yang disebabkan oleh radiasi ultraviolet, telah
menyebabkan peningkatan resiko melanoma dan SCC serta BCC. Selain itu, melanoma dapat
disebabkan oleh pemaparan terhadap radiasi ultraviolet pada beberapa binatang tertentu. Tentu
saja, melanoma tersebut disebabkan kulit manusia yang dicangkokkan pada tikus yang toleran
secara imunologis oleh pemaparan tunggal terhadap bahan kimia karsinogen yang diikuti oleh
pemaparan ultraviolet.

GAMBARAN EPIDEMIOLOGI FOTOKARSINOGENESIS

Insiden kanker kulit melanoma dan non-melanoma meningkat secara eksponensial terhadap usia.
Lebih jauh lagi, meskipun insiden absolut kanker kulit sangat bergantung pada perbedaan
wilayah pada insolation – dan sebagai contoh, jauh lebih tinggi di New Mexico dibandingkan di
Detroit – angka peningkatan oleh usia tidak bergantung pada besarnya resiko akibat karsinogen
lingkungan. Temuan ini secara tidak langsung menyatakan bahwa usia itu sendiri memainkan
peran utama dalam mudahnya terserang fotokarsinogenesis. Penuaan (berlalunya waktu)
memberikan kesempatan lebih bagi inisiasi pembentukan tumor (induksi mutasi oleh pemaparan
terhadap radiasi ultraviolet) dan bagi promosi pembentukan tumor (perbaikan proliferasi sel
setelah pemaparan terhadap radiasi ultraviolet atau setelah luka kulit lainnya). Penuaan juga
mempengaruhi respon host terhadap luka. Secara khusus, ada hubungan umur dengan
menurunnya kapasitas perbaikan DNA dan peningkatan berikutnya pada angka mutasi DNA.
Lebih jauh, angka pembuangan radiasi ultraviolet disebabkan photoproducts DNA dari kulit
yang tersinari-ultraviolet menurun seiring usia, khususnya selama dua dekade pertama
kehidupan.

Bahkan jika usia diasingkan sebagai sebuah faktor, radiasi ultraviolet tampaknya menyebabkan
kebanyakan melanoma, sebagaimana ia menyebabkan kebanyakan BCC dan SCC. Banyak
penelitian yang dialamatkan pada kontribusi relatif panjang gelombang ultraviolet B (290 – 320
nm) dan panjang gelombang ultraviolet A (320 – 400 nm) terhadap fotokarsinogenesis,
khususnya terhadap perkembangan melanoma. Radiasi ultraviolet B secara keseluruhan
bertanggungjawab pada pembentukan lesi DNA utama, dimer-dimer siklobutane pirimidin dan
photoproducts (6-4) pirimidon pirimidin, yang menyalahi perbaikan dan menyebabkan mutasi,
dan radiasi ultraviolet B menyebabkan SCC pada tikus. Namun, radiasi ultraviolet A jauh lebih
berlimpah dalam cahaya matahari dibandingkan radiasi ultraviolet B, dan ini menyebabkan
kerusakan DNA oksidatif yang juga berpotensi mutagen. Radiasi ultraviolet A juga diduga
menyumbang banyak sekali imunosupresi yang, setidaknya pada tikus, mencegah penolakan
imunologis pada mulai timbulnya kanker kulit yang disebabkan oleh radiasi-ultraviolet dan ia
juga mampu menyebabkan melanoma pada tupai dan ikan tertentu. Namun, spektrum aksi radiasi
ultraviolet berkenaan dengan melanoma tidak berhubungan dengan hipotesis yang
dikembangkan dalam artikel ini.
Tidak seperti kanker kulit umumnya, yang berhubungan dengan pemaparan kumulatif total
terhadap radiasi ultraviolet, melanoma dihubungkan dengan pemaparan intermiten yang kuat.
Karenanya, BCC dan SCC muncul paling sering pada area tubuh yang paling maksimal terpapar-
matahari, seperti wajah, punggung tangan dan lengan, dan pada orang-orang yang hampir setiap
hari dan sebagian besar hidupnya terpapar terhadap radiasi ultraviolet, seperti petani dan pelaut.
Dalam perbandingannya, melanoma muncul sering pada area tubuh yang terpapar matahari
secara intermiten, seperti punggung pada pria dan tungkai bawah pada wanita, dengan
pengecualian relatif pada tempat-tempat yang terpapar lebih sering seperti wajah, tangan, dan
lengan; melanoma lebih sering pada orang-orang yang pekerjaannya secara lazim didalam
ruangan yang pemaparan terhadap matahari terbatas pada akhir minggu dan liburan. Tentu saja,
peningkatan besar-besaran insiden melanoma pada beberapa dekade terakhir telah dihubungkan
dalam kemampuan sejumlah besar orang untuk bepergian jarak jauh untuk memperoleh
pemaparan kuat matahari pada musim dingin. Resiko melanoma dihubungkan secara spesifik
dengan pemaparan yang menyebabkan terbakar-matahari, dan riwayat sebanyak lima kali atau
lebih terbakar-matahari yang parah selama masa remaja lebih melipatgandakan resiko. Tidak ada
dasar biologis yang ditemukan untuk fenomena-fenomena ini.

PERANAN FOTOPROTEKTIF MELANOSIT

Melanoma kutaneus muncul dari melanosit epidermal, dimana BCC dan SCC muncul dari
keratinosit epidermal. Melanosit, yang merupakan derivat neural crest, bermigrasi ke epidermis
selama embriogenesis dan setelahnya bertempat di lapisan basal, berhubungan dengan beberapa
keratinosit dan membentuk yang disebut unit melanin epidermal. Melanosit mensitesa melanin,
pigmen coklat-hitam yang menyebar disekeliling keratinosit dalam kulit dengan cara proyeksi
dendritik. Melanin memiliki fungsi fotoprotektif terhadap kulit, secara langsung menyerap foton
ultraviolet dan juga beberapa macam oksigen reaktif yang dihasilkan oleh interaksi foton
ultraviolet dengan membran lipid dan kromofor seluler lainnya. Didalam sel, melanin cenderung
tersebar dalam “selubung” supranuklear yang melindungi nukleus dari luka yang disebabkan
radiasi ultraviolet.

Bahwa melanin memberikan fotoproteksi yang efektif diberi kesan oleh fakta bahwa kulit yang
bermelanin sedikit jauh lebih rentan dibandingkan kulit yang bermelanin terhadap trauma akut
dan kronis
yang disebabkan oleh radiasi ultraviolet (terbakar-matahari dan photoaging atau
fotokarsinogenesis, berturut-turut). Peranan melanin mungkin lebih secara pasti diindikasikan
oleh fakta bahwa derajat sensitivitas terhadap radiasi ultraviolet berbeda antara daerah yang
berpigmen dan yang kurang berpigmen pada orang yang sama – sebagai contoh, kulit normal dan
kulit berpenyakit pada pasien dengan vitiligo (gambar 2). Peranan fotoprotektif melanin adalah
bukti selanjutnya dalam fenomena tanning, atau penggelapan kulit yang muncul dalam beberapa
hari setelah pemaparan radiasi ultraviolet. Hasil tanning terutama semata-mata dari peningkatan
angka melanogenesis dalam melanosit yang diikuti oleh peningkatan angka perpindahan melanin
yang mengelilingi keratinosit. Respon ini terhadap trauma pada kulit diperlakukan sebagai
“sunscreen” endogen jangka-panjang dengan ukuran faktor proteksi matahari rata-rata 3 – 5.
Durasi respon tanning bergantung pada dosis total radiasi ultraviolet, ciri-ciri spektrum, pola
pemaparan keseluruhan, dan predisposisi genetik orang tersebut. Bagaimanapun, pemaparan
tunggal terhadap sinar tiruan-matahari yang menyebabkan kulit-terbakar-matahari sekilas selama
24 jam menyebabkan, dalam 3 – 5 hari, tan (warna coklat-kemerahan) sedang yang tetap tidak
berubah selama sekurangnya 3 minggu pada kebanyakan orang. Mekanisme molekuler yang
mempertahankan kulit meningkatkan aktivitas melanogenik selama beberapa hari sampai
beberapa minggu setelah pemaparan terhadap radiasi ultraviolet, atau sebaliknya, mekanisme
pada akhirnya kembali ke aktivitas dasar, yaitu tidak diketahui.

HOMEOSTASIS MELANOSIT

Seperti dibandingkan dengan sel-sel derivat kulit lainnya, seperti keratinosit dan fibroblas
dermis, melanosit memiliki kapasitas terbatas untuk berproliferasi. Pada kulit normal, jarang
sekali menemukan melanosit yang terbelah, meskipun jumlah melanosit epidermal meningkat
sedikit dalam satu atau dua minggu setelah pemaparan eritemogenik terhadap matahari; bahkan
secara in vitro sulit untuk merangsang melanosit normal manusia untuk berproliferasi. Kelelahan
proliferasi melanosit pada pucuk rambut, sebagai contoh, diduga menyebabkan pengubanan
(depigmentasi) rambut pada usia pertengahan. Bagaimanapun, telah dikenali sejak lama bahwa
radiasi ultraviolet jauh lebih mungkin merusak keratinosit epidermis dibandingkan melanosit.
Setelah terpapar matahari, “sunburn cells” diskeratotik, yaitu keratinosit yang mengalami
apoptosis dapat dikenali dengan mudah, dimana hilangnya apoptosis melanosit tidak pernah
dilaporkan. Satu penjelasan yang mungkin adalah kandungan tinggi protein anti-apoptosis seperti
Bcl-2 pada melanosit. Keratinosit basal secara relatif juga memiliki sejumlah relatif tinggi Bcl-2
dan protein yang berhubungan, yang ternyata mengawetkan bagian yang bersifat proliferatif pada
epidermis; faktanya, sel-sel ini tampaknya tidak mungkin mengalami apoptosis setelah terpapar
radiasi ultraviolet dibandingkan keratinosit suprabasiler yang pada akhirnya berdiferensiasi.
Meskipun begitu, bahkan keratinosit basal pun mengalami apoptosis setelah terpapar oleh radiasi
ultraviolet yang menyelamatkan melanosit yang berdekatan. Bahwa keratinosit basal lebih rentan
terhadap radiasi ultraviolet dibandingkan dengan melanosit bisa jadi akibat fakta bahwa
keratinosit jauh lebih mungkin untuk
Gambar 3. Respon Keratinosit dan Melanosit terhadap Radiasi UV, mengemukakan Pola
Epidemiologi Berbeda pada Kanker Kulit.

Keratinosit yang mampu berproliferasi, dan karena itu beresiko untuk konversi maligna,
diperlihatkan pada kolom A dan B, tersusun sepanjang membrana basalis yang memisahkan
epidermis (coklat-kemerahan) dari dermis (merah-muda). Melanosit yang terlihat pada kolom C
dan D, juga berlokasi di lapisan basal epidermis. Melanosit mempertahankan kontak dengan
dikelilingi keratinosit, memindahkan melanin melalui dendrit-dendritnya. Baris 1 menunjukkan
epidermis yang menerima baik dosis-tinggi atau dosis-rendah radiasi UV. Foton UV, sebanding
jumlahnya terhadap dosis total radiasi UV, masuk ke lapisan basal dan berinteraksi dengan
DNA, memberi kenaikan jumlah photoproducts, yang diindikasikan oleh lingkaran merah
terbuka yang mengelilingi nukleus yang terpengaruh (terlihat berwarna ungu). Baris 2
menunjukkan respon kerusakan sel oleh radiasi UV dalam beberapa hari ke depan.

Keratinosit yang kerusakan DNA-nya meluas dengan melakukan apoptosis, diindikasikan oleh X
melalui sel, dan disingkirkan. Keratinosit yang kerusakan DNA-nya minimal daripada
memperbaiki kerusakan, mengindikasikan hilangnya lingkaran terbuka, atau memberi kenaikan
pada siklus berikutnya dari replikasi DNA menjadi mutasi yang disebabkan oleh radiasi UV,
mengindikasikan lingkaran merah padat. Dalam beberapa hari kemudian, seperti diperlihatkan
oleh Baris 3, kulit mulai meningkatkan respon-SOS terhadap luka asli akibat radiasi UV,
dengan peningkatan konten melanin epidermal (tanning), diindikasikan oleh stippling dan
meningkatnya kapasitas perbaikan DNA pada sel-sel yang bertahan. Apoptosis pada kerusakan
keratinosit berat menghasilkan pertahanan sejumlah keratinosit bermutasi yang mirip setelah
radiasi UV baik dosis-tinggi (kolom A) ataupun dosis rendah (kolom B).

Dalam kasus melanosit, sejumlah kerusakan awal terhadap DNA juga secara langsung,
sebanding terhadap dosis radiasi UV namun resistensi yang lebih besar terhadap radiasi UV
yang menyebabkan apoptosis merujuk pada pertahanan seluruh melanosit hampir tanpa melihat
jumlah photoproducts DNA. Sel-sel yang rusak secara luas adalah yang berada pada resiko
tinggi untuk mutasi mengikuti (lingkaran merah padat) kedalam DNA, seperti terlihat dalam
Baris 2, dan ekspansi klonal dapat muncul selama satu atau lebih siklus pembelahan melanosit
dalam periode setelah pemaparan, seperti yang terlihat dalam Baris 3. Pada kontras dan
efeknya pada keratinosit, radiasi UV dosis-tinggi (kolom C) memberi hasil pada melanosit yang
bermutasi lebih banyak dibandingkan yang diperlihatkan oleh radiasi UV dosis-rendah (kolom
D). Baris 4 menunjukkan akibat pemaparan dosis-rendah kedua pada kulit dalam periode
fotoproteksi yang dirangsang ketika kulit menjadi coklat-kemerahan dan memiliki peningkatan
kapasitas untuk memperbaiki DNA. Konten melanin yang meningkat, menyerap radiasi
ultraviolet lebih banyak, mengurangi kerusakan awal terhadap DNA. Sebagai tambahan, seperti
yang terlihat dalam Baris 5, meningkatnya kapasitas untuk memperbaiki DNA menghasilkan
perbaikan yang mendekati komplit, meskipun pembelahan sel distimulasi oleh radiasi UV dapat
memperlihatkan hasil pada ekspansi klonal sel-sel yang telah bermutasi.

Untuk kedua keratinosit dan melanosit, kombinasi kerusakan awal ringan dan perbaikan yang
mendekati komplit memberi hasil pada kemajuan malignansi yang sangat lambat, sebagaimana
dijelaskan pada teori multistep dari proses awal dan perkembangan kanker. Dalam kasus
melanosit, bagaimanapun, jumlah sel yang berada pada resiko untuk untuk kanker lebih tinggi
pada kulit yang mendapat dosis-tinggi awal radiasi UV (kolom C) dibandingkan pada kulit yang
tidak mendapatkannya (kolom D)

bersiklus selama terpapar ultraviolet dibandingkan dengan melanosit non-mitotik yang normal,
dan sel-sel keratinosit tersebut merupakan yang paling rentan terhadap apoptosis ketika
mengalami sintesis DNA dalam persiapan untuk mitosis.

Observasi diatas mengundang sejumlah spekulasi bahwa alam mampu mentoleransi sejumlah
derajat kerusakan mutasi yang disebabkan radiasi ultraviolet pada melanosit sebagai upaya
melindungi peranan fotoprotektif penghasil-melanin pada kulit. Keratinosit sama sekali rusak
oleh radiasi ultraviolet, yang beresiko untuk perbaikan DNA inkomplit dan mutasi berikutnya,
mungkin dihancurkan dengan apoptosis; dimana melanosit yang rusak dengan cara yang sama
tertahan, berada pada resiko mutasi berikutnya.

INDUKSI KAPASITAS PERBAIKAN DNA OLEH RADIASI ULTRAVIOLET

Kemungkinan resistensi terhadap radiasi-ultraviolet – yang menyebabkan apoptosis memiliki


peranan dalam epidemiologi melanoma dibuat lebih memaksakan oleh bukti terbaru pada
kapasitas inducible terhadap perbaikan DNA pada sel kulit manusia. Sel-sel prokariotik
merespon kerusakan sublethal terhadap DNA dengan yang disebut respon SOS, dimana DNA
pita-tunggal dihasilkan sepanjang berjalannya kerusakan nukleotida atau perbaikan secara
langsung mengaktifkan protease seluler  dengan efek utama pada derepressing lebih dari 20 gen
yang terlibat dalam perbaikan DNA dan pertahanan sel. Beberapa studi yang melibatkan sel-sel
mamalia telah memberi kesan bahwa kerusakan sublethal DNA dapat meningkatkan kapasitas
perbaikan sel-sel ini. Kapasitas perbaikan DNA pada sel-sel derivat kulit manusia dapat
ditingkatkan dengan thymidine dinucleotida, sebuah fragmen DNA kecil yang merupakan
substrat bagi pembentukan dimer-dimer thymine oleh radiasi ultraviolet dan dapat menyebabkan
melanogenesis fotoprotektif pada sel-sel pigmen yang dikultur dan pada kulit marmut.
Thymidine dinucleotida dapat melipatgandakan atau menjadikan tiga kali lipat angka perbaikan
kerusakan DNA baik oleh radiasi ultraviolet atau karsinogen kimia; ini mengesankan bahwa
komponen yang menjadi penyebab pada kapasitas untuk memperbaiki DNA cukup besar,
diperkirakan ½ sampai 2⁄3 kapasitas perbaikan sel maksimal.

Untuk menempatkan gambaran ini dalam sebuah perspektif, penurunan dalam kapasitas
perbaikan-DNA kira-kira 15%, merupakan rata-rata, membedakan antara orang dengan BCC
pada usia dini (20 – 50 tahun) dari pencocokan usia orang yang tidak terkena BCC, kemungkinan
diperkirakan untuk predisposisi mereka terhadap kanker. Ketika pengukuran lain terhadap
kapasitas perbaikan telah mulai digunakan, ditemukan bahwa orang-orang dengan xeroderma
pigmentosa memiliki kapasitas perbaikan DNA yang berkurang sampai setengahnya namun
memiliki resiko fotokarsinogenesis yang meningkat oleh faktor 1000. Kapasitas perbaikan-DNA
dipengaruhi oleh dinukleotida, setidaknya pada bagian aktivasi protein penekan-tumor dan
transkripsi faktor p53 dengan pengaturan berikutnya pada gen p53-yang diatur, tetap berlaku
setidaknya selama beberapa hari dan mengarah pada peningkatan pertahanan sel dan efisiensi
pembentukan koloni setelah penyinaran ultraviolet.

IMPLIKASI UNTUK EPIDEMIOLOGI MELANOMA


Penghitungan data yang dijelaskan diatas terhadap pengaturan klinis memberikan penjelasan
potensial untuk epidemiologi melanoma dibandingkan dengan kanker kulit non-melanoma. Data
tersebut memperkirakan bahwa pemaparan pertama terhadap matahari dengan dosis-tinggi
setelah perpanjangan periode pada penghindaran matahari akan menyebabkan kerusakan besar
terhadap DNA pada melanosit dan keratinosit, keduanya yang memiliki kapasitas lini-dasar yang
rendah secara relatif untuk perbaikan DNA dan berisi melanin yang rendah (gbr.3)

Sel induk keratinosit, yang berlokasi di lapisan basal epidermis atau pada folikel rambut,
menaikkan jumlah sel-sel pada lapisan basal yang terbelah beberapa kali sebelum memasuki
lapisan suprabasiler. Disana sel-sel tersebut tidak lagi berproliferasi namun sebagai gantinya
berdiferensiasi, bergerak naik, dan secepatnya terlepas dari permukaan kulit. Setelah pemaparan
terhadap radiasi ultraviolet, kerusakan  yang paling parah adalah keratinosit yang mengalami
apoptosis, meninggalkan keratinosit yang tidak begitu rusak untuk mengatur kapasitas
perbaikan-DNA mereka dan mengalami perbaikan yang mendekati sempurna (gbr.3). Kulit juga
akan berwarna coklat kemerahan, menyediakan melanin yang bersifat melindungi pada sel-sel
yang bertahan. Pemaparan selanjutnya yang sering terhadap radiasi ultraviolet dalam periode
respon-SOS kemudian akan mengabadikan peningkatan kapasitas perbaikan dan isi melanin,
meminimalkan (namun tidak menghapuskan) kerusakan mutasi kumulatif. Dengan masing-
masing pemaparan berikutnya, sel yang mengalami kerusakan paling berat akan dipindahkan,
sehingga sel-sel dengan tambahan kerusakan minimal secara berangsur-angsur terakumulasi
didalam jaringan. Mutasi pada sel induk keratinosit dan mutasi yang menghambat diferensiasi
lebih lanjut pada sel-sel yang memperbesar sementara akan “diperbaiki” pada lapisan basal, dan
melalui keuntungan proliferatif selektif, sel-sel tersebut seiring berlalunya waktu meningkatkan
ekspansi klonal. Jika hipotesis ini benar, pemaparan dosis tinggi intermiten terhadap radiasi
ultraviolet (terbakar matahari) akan memiliki efek kecil pada perkembangan BCC dan SCC.
Lebih baik, pemaparan dosis rendah berulang pada akhirnya akan diharapkan menyebabkan
mutasi multipel dalam sel-sel yang tertahan pada bagian basal, meskipun respon-respon
fotoprotektif dirangsang dan karenanya meningkatkan angka kanker keratinosit.

Dalam melanosit, pada kontras, dosis tinggi pertama pada radiasi ultraviolet akan menyebabkan
kerusakan penting namun tidak menyebabkan apoptosis; karenanya, melanosit akan bertahan
terhadap mutasi dan pembelahan (gbr.3). Tentu saja, munculnya bintik-bintik wajah pada anak-
anak, sering secara tiba-tiba setelah pemaparan matahari dosis tinggi, menetap dengan spekulasi
ini, karena bintik-bintik wajah disangka mewakili klon melanosit yang bermutasi dan
kemunculan mereka dihubungkan dengan meningkatnya resiko melanoma. Beberapa mutasi
yang dirangsang oleh radiasi ultraviolet disangka diduga memungkinkan melanosit untuk
melintasi membran basal epidermis menuju dermis, dimana proliferasi selanjutnya meningkatkan
junctional nevi. Tentu saja, pada anak-anak terdapat korelasi penting pemaparan matahari,
terutama sekali pemaparan hebat intermiten, dan perkembangan nevi melanositik pada area yang
terpapar. Lebih lanjut, munculnya nevi multipel juga dihubungkan dengan meningkatnya resiko
melanoma. Dalam opposum, nevi yang dirangsang oleh radiasi ultraviolet adalah aneuploid,
sebuah karakter yang bertahan dengan kondisi nevi yang telah berkembang dari melanosit
dengan mutasi yang dirangsang oleh radiasi ultraviolet.

Pada model ini, melanosit akan bertahan, apakah rusak secara luas oleh pemaparan terhadap
radiasi ultraviolet dosis-tinggi, ketika konten melanin dan kapasitas base-line untuk perbaikan-
DNA rendah, atau rusak ringan, selama pemaparan berulang frekuensi-rendah terhadap radiasi
ultraviolet, ketika isi melanin dan kapasitas yang dirangsang untuk memperbaiki DNA cukup
tinggi. Pemaparan dosis tinggi intermiten diharapkan meningkatkan melanoma lebih tinggi
dibandingkan dengan yang dilakukan oleh pemaparan dosis-rendah berulang karena kapasitas
perbaikan DNA dan retensi sel-sel yang rusak. Karenanya, respon-respon berbeda bergantung
pada intensitas pemaparan terhadap radiasi ultraviolet dan apakah pemaparan muncul dibawah
kondisi jaringan base-line, setelah periode non-terpapar yang lama, atau selama periode
sementara meningkatnya konten melanin dan meningkatnya kapasitas perbaikan DNA yang
disebabkan pemaparan terbaru. Secara konsekuen, efek akhir radiasi ultraviolet tidak diakibatkan
secara sederhana oleh dosis kumulatif – jumlah semua pemaparan individual seumur hidup –
namun lebih baik, mungkin dengan intens dipengaruhi oleh dosis setiap kali pemaparan dan
dipengaruhi oleh pola pemaparan.

Hipotesis ini menjelaskan hubungan epidemiologi antara pemaparan dosis-tinggi intermiten


(terbakar matahari) dan resiko melanoma dan juga hubungan antara pemaparan dosis rendah
berulang yang secara kumulatif bertambah besar sepanjang hidup dengan resiko BCC dan SCC.
Teori bahwa resiko BCC mungkin meningkat disebabkan oleh pemaparan intens intermiten
daripada pemaparan dosis rendah berulang, menempatkan pola epidemiologi-nya diantara pola
melanoma dan SCC, juga cocok dengan hipotesis ini. Tingkat diferensiasi sel basal yang kurang
tinggi yang mampu menyebabkan BCC mungkin diharapkan memiliki resistensi lebih besar
terhadap apoptosis dibandingkan sel-sel yang berdiferensiasi lebih tinggi namun masih dalam
bentuk keratinosit kompeten secara proliferatif yang mampu menyebabkan SCC.

Perlindungan dari matahari penting untuk mencegah baik kanker kulit melanoma maupun non-
melanoma dan perlindungan merupakan cara yang paling efektif jika dimulai sejak kanak-kanak
dini – khususnya penting untuk melindungi melawan pemaparan matahari intermiten, untuk
mengurangi kerusakan genomik pada saat kerentanan seluler maksimal dan untuk mengurangi
resiko melanoma.

sumber : NEJM

http://ningrumwahyuni.wordpress.com/2009/10/07/patogenesis-melanoma-yang-dipengaruhi-radiasi-
ultraviolet/

TUMOR KULIT YANG BERASAL DARI


?MELANOCYTES SYSTEM?

dr. Imam Budi Putra, SpKK


DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP H. ADAM MALIK
M E D A N

Imam Budi Putra : Tumor Kulit Yang Berasal Dari ?Melanocytes System?, 2008
USU e-Repository ? 2008
TUMOR KULIT YANG BERASAL DARI
?MELANOCYTES SYSTEM?

Pendahuluan
Melanosit adalah sel berdendrit yang terdapat di epidermis dan dermis. Pada
semua spesies mamalia melanosit kebanyakan terdapat didermis dan tersebar
diberbagai tempat diseluruh badan. Melanosit yang memegang peran utama pada
pembentukan melanin. Melanosit mudah dikenal karena tidak mempunyai tonofibril
dan desmosom, tetapi mempunyai dendrit terutama yang terletak di epidermis.
Dendrit berfungsi memindahkan melanin ke keratinosit yang dibawa oleh
melanosom. Melanosit dianggap sebagai kelenjar bersel satu yang produknya
(melanin) dipindahkan ke sel / jaringan sekitarnya.
1,2
Melanosit dermal tidak mempunyai nilai biologis yangberarti untuk manusia,
kecuali dalam hal-hal tertentu, misalnya ada bercak mongoloid didaerah sakral
yang
terdapat pada waktu lahir. Melanosit dermal juga terdapat pada keganasan
(tumor)
dan dalam keadaan tertentu dapat berubah dengan cepat.
2
Pigmen dermal memberi warna kulit biru tua yang umumnya tidak disenangi.
Bila pigmen dermal tersebut adalah melanin, umumnya terdapat sebagai nevus
atau
melanoma. Pada orang-orang dengan kelainan endokrin atau neoplasma, sering
terdapat melanosis yang berat di epidermis dan dermis. Hal itu mungkin
disebabkan
oleh prekursor melanin yang tinggi dalam sirkulasi darah atau melanin
terbentuk oleh
metastasis melanosit yang tersebar.
1,2
Hiperpigmentasi dapat suatu tanda dari tumor jinak atau ganas. Tumor jinak
(nevo celluler nevi) disebabkan oleh proliferasi sel nevus dalam kulit. Tumor
ganas
(melanoma) disebabkan oleh transformasi maligna dari melanosit atau sel nevus.
1,2

Klasifikasi
Tumor yang berasal dari melanocytes system terbagi atas:
3,4

I. Tumor Benigna
1. Dari sel nevus
Imam Budi Putra : Tumor Kulit Yang Berasal Dari ?Melanocytes System?, 2008
USU e-Repository ? 2008
- Nevus pigmentosus.
- Congenital melanocytic nevi.
- Halo nevus.
- Nevus spilus.
- Spindle cell nevus (spitz nevus).
- Labial melanotic macules.
- Displasticn evi.
2. Dari sel melanosit
- Becker's nevus.
- Freckles.
- Lentigines.
- Lentiginous syndrome.
- Caf? au lait syndrome.
- Mc cune - Albright syndrome.
- Mongolian spots.
- Nevus of Ota.
- Nevus of Ito.
- Blue nevi.
II. Tumor Maligna
- Melanoma Maligna

TUMOR BENIGNA DARI SEL NEVUS


Nevus Pigmentosus (Common Moles, Nevocelluler Nevi, Moles Pigmentosus)
Nevus pigmentosus adalah tumor jinak melanosit yang tersusun dari sel-sel
nevus, yang berpotensi berkembang menjadi Melanoma Maligna. Degenerasi maligna
nevus pigmentosus terjadi pada pasien diatas 35 tahun harus dipikirkan
kemungkinan
melanoma. Transformasi maligna ditandai dengan adanya pembesaran, khususnya
bila asimetris, perubahan warna, perubahan permukaan, terjadi penebalan,
adanya
nyeri, tanda-tandain flamasi atau timbulnya pigmentasi satelit.
3,4,5

Nevus pigmentosus berdasarkan t mpatnya dibagi menjadi :


3,4,5,6

Imam Budi Putra : Tumor Kulit Yang Berasal Dari ?Melanocytes System?, 2008
USU e-Repository ? 2008
1. Junction Nevi
Secara umum tidak berambut makulanya terang sampai coklat kehitaman, ukuran
bervariasi dari 1 mm ke 1 cm (diameter), permukaan halus dan rata. Lesi bisa
berbentuk bulat, elips, ada yang berbentuk kecil, irregular. Lokasi sering di
telapak tangan, telapak kaki dan genitalia.
Junction nevi jarang setelah lahir dan biasanya berkembang setelah berumur 2
tahun. Pembentukan aktif sel nevusnya hanya pada pertemuan epidermis dermis.
2. Compound Nevi
Hampir sama dengan junctional nevi tetapi sedikit menonjol dan ada yang
berbentuk papillomatous. Warnanya seperti warna kulit sampai ke warna coklat.
Permukaan halus, lokasi banyak di wajah dan biasanya ditumbuhi rambut. Sel
nevusnya berada pada epidermis dan dermis.
3. Intradermal Nevi
Bentuk papel (kubah), ukuran bervariasi dari beberapa mm hingga 1 cm atau
lebih
(diameter). Lokasi dimana-mana tetapi paling banyak di kepala, leher dan
biasanya ditumbuhi rambut kasar, berwarna coklat kehitaman. Sel nevusnya
berada pada dermis.
Penatalaksanaan nevus pigmentosus biasanya sehubungan dengan segi kosmetik,
ataupun adanya kemungkinan nevus berubah menjadi suatu keganasan. Kebanyakan
lesi melanositik tidak membutuhkan terapi khusus. Pengangkatan nevus melalui
tehnik biopsi eksisi ataupun shave eksisi electro desiccation atau ekstirpasi
ellips
komplit (tergantung pada ukuran, bentuk dan lokasi lesi).

Congenital Melanocytic Nevi


Suatu nevus kongenital yang sudah ada sejak lahir, yang bervariasi
ukurannya, bisa berambut dan didominasi oleh warna hitam dan coklat. Biasanya
rata, pada waktu lahir, tetapi dapat menebal pada masa anak-anak.3,4,5
Penatalaksanan khusus dilakukan pada orang-orang dengan nevus congenital yang
besar yang mempunyai kecenderungan untuk menjadi melanoma dan harus diterapi
Imam Budi Putra : Tumor Kulit Yang Berasal Dari ?Melanocytes System?, 2008
USU e-Repository ? 2008
dengan bedah plastik. Jika tidak diangkat dengan terapi bedah, harus dilakukan
evaluasi secara berkala.
3,4,5

Halo Nevi (Sutton's Nevus, Leukoderma Acquisitum Centrifugum)


Suatu nevus yang berkembang membentuk batas putih, biasanya simetris,
bulat, dengan batas tegas (daerah halo). Tidak dijumpai sel melanosit pada
daerah
halo tersebut. Secara histologis, tanda-tanda inflamasi kronis sering
dijumpai,
biasanya terdapat di leher, dan tidak pernah di telapak tangan dan telapak
kaki.
3,4

Halo nevi timbul spontan, terutama pada usia remaja. Kelainan halo dapat
hilang sendiri sehingga tidak diperlukan terapi eksisi. Berdasarkan hipotesis
30 %
pasien dengan halo nevi cenderung untuk menjadi vitiligo.
3,4,5,6

Nevus Spilus (Speckled Lentiginous Nevus)


Berbentuk oval, melingkar, irreguler, berwarna coklat dan berbintik-bintik
kehitaman. Biasanya tidak berambut. Area yang berwarna coklat biasanya datar,
sedangkan bintik-bintik hitam sedikit menonjol dan terdiri dari sel nevus
tipikal.
Ukurannya bervariasi antara 1 sampai 20 cm dan biasa terdapat pada semua
umur. Lokasi lesi ; wajah, punggung, ekstremitas, tidak berhubungan dengan
daerah
pada tubuh yang terpapar dengan sinar matahari.
Penatalaksanaan sehubungan dengan kosmetik adalah dengan bedah
eksisi.
3,4,5,6

Spinale Cell Nevus (Spitz Nevus, Benigna Juvenile Melanoma)


Lesi berupa papul atau nodul dengan permukaan yang halus atau kasar,
berukuran 0,3 - 1,5 cm, tidak berambut, berwarna merah atau coklat kemerahan
yang
disebabkan oleh vaskularisasi dan perdarahan setelah trauma. Biasanya soliter
tapi
dapat juga multiple.
3,4
Penatalaksanaan dilakukan eksisi komplet (full excision) dan dilakukan
pemeriksaan histopatologi.
3,4,5
Imam Budi Putra : Tumor Kulit Yang Berasal Dari ?Melanocytes System?, 2008
USU e-Repository ? 2008
Labial Melanocytic Macules
Biasanya berwarna coklat dan terdapat pada bibir bawah, terutama pada gadis
remaja. Secara histologis menyerupai bintik-bintik, bukan lentigo, dan tidak
semakin
gelap pada pemaparan dengan sinar matahari. Penatalaksanaan dengan
cryotherapi,
infra red coagulator, laser therapy, memberikan hasil yang efektif.
4

Displactic Nevi, Atypical Moles Syndrome (AMS)


Distribusi nevus ini biasanya pada lengan dan tungkai, daerah tubuh yang tak
terpapar sinar matahari, payudara, kulit kepala, dan pantat. Jumlahnya antara
l0 tetapi
dapat mencapai lebih dari 100 buah. Biasanya timbul pada usia antara 2 sampai
6
tahun, insidensinya meninggi pada usia pubertas, dan selanjutnya dapat timbul
nevus
baru sepanjang hidunya.Ukuran biasanya 5 mm, tetapi dapat juga lebih dari 10
mm.
Lesi berbentuk macula ireguler berwarna hitam, coklat, merah ataupun pink.
3,4,5

Penatalaksanaan untuk nevus ini, sesuai dengan rekomendasi Nasional


Institutes of Health Consensus Development Conference 1983, adalah :
4

1. Evaluasi total permukaan AMS setiap 3 sampai 12 bulan sejak pubertas.


2. Gunakan hair blower untuk memeriksa kepala.
3. Pertimbangkan seluruh dasar gambaran kulit.
4. Eksisi lesi yang dianggap sebagai melanoma.
5. Pelatihan pasien untuk mampu mengenal kelainan pada kulitnya sendiri.
6. Memakai tabir surya.
7. Menganjurkan pemeriksaan oftalmologi secara berkala (pada kasus nevus
okular
dan melanoma okular).
8. Menganjurkan pemeriksaan darah untuk skrining Atlpical Mole dan Malignant
Melanoma.

TUMOR BENIGNA DARI SEL MELANOSIT


Becker's Nevus
Biasaya ruam berupa irreguler yang berwarna coklat dan berambut, timbul
pada bahu orang dewasa, punggung, dan area sub mammae. Ukurannya bervariasi
Imam Budi Putra : Tumor Kulit Yang Berasal Dari ?Melanocytes System?, 2008
USU e-Repository ? 2008
dan dapat menutupi seluruh bahu dan lengan atas, berbatas tidak tegas dan
tidak
pernah berubah kearah keganasan.
3,,7

Penatalaksanaan lakukan murni untuk tujuan kosmetik yaitu dengan laser


atau eksisi dengan split thickness skin grafts. Hanya sebagian memberikan
hasil yang
baik. Becker's nevus biasanya terlalu besar untuk dieksisi, dan membiarkannya
adalah
pilihan yang terbaik. Yang dilakukan hanyalah memotong rambut di lesi secara
berkala.
3,4,7

Freckles (ephelides)
Lesi berupa makula merah atau coklat muda berbatas tegas, diameter (5 mm)
mengenai daerah kulit yang terpapar sinar matahari, dimulai pada masa anak-
anak
dan cenderung memudar setelah dewasa. Umumnya pada umur 2 - 4 tahun, tidak
dijumpai pada bayi. Diduga diturunkan secar autosomal dominant.
3,4,7
Pada pemeriksaan histopaatologi tidak dijumpai peningkatan jumlah
melanosit tetapi banyak ditemukan melanosom. Penatalaksanaan dengan
menghindari
pajanan sinar matahari atau dengan memakai covering make up.
Dengan pengelupasan memakai Trichloroacetic acid 50% atau cryotherapi
CO
2
atau liquid Nitrogen dengan pemutih (Benoquin atau Ecoquin) sebagian
memberikan hasil yang efektif. Hati-hati kemungkinan terjadi kontak dermatitis
atau
hipo pigmentasi permanen (leukoderma).
3,4,5,6,7

Lentigenis
Kelainan kulit berupa makula berwarna coklat sampai coklat tua, bulat atau
oval, ukuran kurang dari 5 mm. Dapat ditemukan pada seluruh permukaan kulit
termasuk telapak tangan, telapak kaki dan membrana mukosa. Disebabkan karena
bertambahnya jumlah melanosit pada taut dermo ? epidermal tanpa adanya
proliferasi
lokal. Penatalaksanaan untuk kepentingan kosmetik dengan eksisi, shaving,
cryosurgeryl, aser atau electrodesiccatnio.
3,4,5,6,7

Imam Budi Putra : Tumor Kulit Yang Berasal Dari ?Melanocytes System?, 2008
USU e-Repository ? 2008
Lentiginous Syndrome
- Lentiginosis Generalisata
Lesi lentigo umumnya multipel, timbul satu demi satu atau dalam kelompok
kecil, sejak masa kanak-kanak. Dibagi menjadi :
�? Lentiginosis eruptif ; timbul sangat banyak dan dalam waktu singkat. Lesi
mula
berupa telengiektasis yang dengan cepat mengalami pigmentasi dan lambat laun
berubah jadi melanositik selular.
3,4,5,7

�? Sindrom lentiginosis multipel ; merupakan sindroma lentiginosis yang


dihubungkan dengan berbagai kelainan perkembangan. Autosomal dominan,
timbul pada waktu lahir dan bertambah sampai masa pubertas. Pada daerah leher,
badan bagian atas, dapat diseluruh tubuh.
Sering disertai kelainan jantung, stenosis pembuluh nadi paru atau sub aorta.
Pertumbuhan badan akan terhambat. Adanya kelainan mata berupa hipertelorisme
okular dan kelainan tulang prognatisme mandibular. Kelainan yang menetap
adalah tuli dan kelainan genital yaitu hipoplasia gonad dan hipospadia.
Sindroma
tersebut dikenal sebagai Sindrom Leopard yaitu
3,4,5,7

L entigenes
E CG abnormalities
O cular hypertelorism
P ulmonary stenosis
A bnormality of the genitalia
R etardation of growth
D eafness
�? Lenti ginosis Sentrofasial
Lesi biasanya makula kecil berwarna coklat atau hitam, timbul pada waktu tahun
pertama kehidupan dan bertambah jumlahnya pada umur 8 10 tahun. Diturunkan
secara autosomal dominan. Distribusi terbatas pada garis horisontal melalui
sentral muka tanpa mengenai membrane mukosa. Tanda-tanda efek lain adalah
retardasi mental dan epilepsi, arkus palatum yang tinggi, bersatunya alis,
gigi seri
atas tidak ada, hipertrikosis sakral, spina bifida dan skoliosis.
3,4

Imam Budi Putra : Tumor Kulit Yang Berasal Dari ?Melanocytes System?, 2008
USU e-Repository ? 2008
�? Syndroma Peutz ? Jeghers (Lentiginosis periorificial)
Lesi berupa makula hiperpigmentasi yang timbul sejak lahir dan berkembang
pada masa anak-anak. Selalu mengenai selaput lendir mulut, bulat, oval atau
tidak
teratur, berwarna coklat kehitaman, berukuran 1 - 5 mm. Letaknya pada mukosa
bukal, gusi, palatum durum dan bibir. Pigmentasi mukosa adalah khas untuk
sindroma Peutz- Jeghers.Gejala lain ; adanya polip diusus, penderita biasanya
mengalami melena. Polip dapat menjadi ganas dan kematian disebabkan oleh
adanya metastassi dari karsinoma tersebut.
3,4,7

Cafe'au Lait Spots


Lesi berupa makula berwarna coklat muda, bulat, oval, pinggir tidak teratur ;
multipel. Diameter terkecil + 1,5 cm dan terbesar 15 - 20 cm. Dapat timbul
setelah
lahir dan berkembang setelah itu. Meskipun banyak individu dengan cafe'au lait
spots
adalah normal, tapi makula ini dapat merupakan tanda dari neurofibromatosis
dan
penyakit neurocutaneuous yang lain. Cafe'au lait spots banyak ditemukan pada
penderita tuberosklerosis, polyostatic fibrous displasia (Albright's symdrom).
3,4,5,7

Secara histologi ditemukan peningkatan jumlah melanosit. Tidak ada


kecenderungan menjadi ganas. Penatalaksanaan tidak terlalu penting, bahan
depigmentasi tidak bermanfaat dan bedah eksisi juga tidak praktis. Dapat
dilakukan
pemakaian kosmetik untuk kamuflase atau dengan terapi laser.
3,4,5,7
Mc Cune - Albright's Syndrome
Bentuk yang lengkap dari trias cafe'au lait spots, polyostotic fibrous
displasia
dan endocrine dysfuntion sering bermanifestai pada precocious pubertas.
3,4,5,7

Mongolian Spot
Kelainan ini dijumpai sejak lahir, berupa bercak kebiru-biruan atau coklat
keabu-
abuan pada daerah lumbosakral bagian sentral. Ukuran bercak mencapai maksimal
pada usia 2 tahun, sedangkan intensitas warna maksimal pada umur 1 tahun.
Ukuran
lesi bervariasi dari beberapa milimeter sampai sentimeter. Lesi dapat soliter
maupun
Imam Budi Putra : Tumor Kulit Yang Berasal Dari ?Melanocytes System?, 2008
USU e-Repository ? 2008
multipel. Pada kebanyakan kasus dapat mengalami regresi spontan, namun ada
juga
yang persisten. Pigmen melanin yang terdapat pada bercak ini terletak didalam
melanosit yang berbentuk fusiform, dopa positif dan dijumpai pada dermis bagan
tengah (mid dermis).
3,4,5,6,7

Nevus of Ota (Oculodermal melanocytosis)


Nevus ota adalah hiperpigmentasi yang dijumpai pada daerah yang
dipersyarafi oleh cabang pertama dan kedua nervus trigeminus. Pertama kali
dicetuskan oleh Ota (1939) yang membagi kelainan ini atas beberapa tipe
berdasarkan
distribusi perubahan pigmen. Keadaan ini dapat mengenai kelopak mata atas dan
bawah, pelipis, dahi serta alis, umumnya unilateral dan pada 2/3 kasus
disertai
kelainan pada sklera dan conjunctiva.
Wanita lebih banyak (80 %) terutama pada ras oriental. Kelainan pigmentasi
ini biasanya berbintik seperti efelid dan berw arna hitam kebiruan atau
coklat. Biopsi
kulit menunjukkan adanya melanosit pada dermis pars retikularis, sekitar
pembuluh
darah serta kelenjar minyak. Kadang-kadang disertai dan banyak dijumpai
melanosom stadium empat.
3,4,5,6,7,8

Nevus of ho
Merupakan variasi dari nevus Ota yang dicetuskan oleh Ito (1954). Kedua
nevus ini dapat terjadi pada seorang penderita. Pada nevus Ito, kelainan kulit
terdapat
pada daerah yang dipersyarafi n. supra klavikula lateralis, dan n. brakhial
lateralis.
Pigmentasi pada nevus Ito tampak lebih difus. Laser therapy memberikan manfaat
dan cosmeticc over-up diperlukan pada nevus of Ota dan nevus of Ito.
3,4,5,6,78
Blue Nevus
Blue nevus terdiri dan 2 tipe yaitu :
1. Common blue nevus
Berupa nevus yang kecil, bulat, berwarna biru atau biru kehitaman. Permukaan
licin, berbentuk flat atau nodul. Secara umum berukuran antara 2 sampai 10 mm.
Imam Budi Putra : Tumor Kulit Yang Berasal Dari ?Melanocytes System?, 2008
USU e-Repository ? 2008
Biasanya tunggal tetapi dapat juga multipel. Lesi bisa timbul pada waktu lahir
dan
insiden pada wanita 2 kali lebih tinggi daripada pria. Lesi biasanya bertahan
seumur hidup.
3,4,5,6

2. Celluler blue nevus


Merupakan bentuk yang jarang ditemui, cenderung lebih besar dan berukuran
lebih dari 1 cm. Biasanya berlokasi di daerah sacrococcigeal, dorsal tangan
dan
kaki.
34,5,6

Blue nevus pada umumnya merupakan tumor yang jinak. Perubahan ke arah
keganasan jarang dijumpai. Penatalaksanaan dari kedua tipe nevus ini mencakup
eksisi bedah konservatif dengan eksaminasi histologis.
3,4,5,6

TUMOR MALIGNA
Melanoma Maligna
Adalah tumor ganas kulit yang berasal dari sel melanosit dengan gambaran
berupa lesi kehitam-hitaman pada kulit. Penyebabnya belum diketahui, sering
terjadi
pada usia 30 sampai 60 tahun. Frekwensi sama pada pria maupun wanita.
4

Berbagai faktor yang diperkirakan sebagai faktor penting dalam mekanisme


karsinogenesis keganasan adalah sebagai berikut
3,4,5,6,9-17

l. Faktor genetik.
Adalah keluarga yang menderita keganasan ini meningkatkan risiko 200 kali
terjangkitnya Melanoma Maligna. Ditemukan Melanoma Maligna familial pada
8% kasus baru. Terjadinya Melanoma Maligna jugu dihubungkan dengan
terjadinya keganasan lainnya misalnya retinoblastoma dan beberapa sindroma
keganasan dalam keluarga.
2. Melanocytic nevi
Keadaan ini dapat timbul berhubungan dengan kelainan genetik atau dengan
lingkungan tertentu. Jumlah nevi yang ditemukan berkaitan dengan jumlah
paparan sinar matahari pada masa kanak-kanak dan adanya defek genetik
tertentu.
Sejumlah 30 - 90% Melanoma Maligna terjadi dari nevi yang sudah ada
sebelumnya.
Imam Budi Putra : Tumor Kulit Yang Berasal Dari ?Melanocytes System?, 2008
USU e-Repository ? 2008
3. Faktor biologik
Trauma yang berkepanjangan merupakan risiko terjadinya kegansan ini, misalnya
pada iritasi akibat ikat pinggang. Keadaan biologik lainnya yang mempengaruhi
adalah berkurangnya ketahanan imunologik, misalnya pada penderita
pengangkatan ginjal dan juga M. Hodgkin akan meningkatkan kejadian
Melanoma Maligna. Perubahan keadaan hormonal juga meningkatkan kejadian
Melanoma Maligna dan juga meningkatkan kekambuhan setelah pengobatan pada
penderita Melanoma Maligna.
4. Faktor lingkungan
Paparan sinar UV dari matahari merupakan faktor penting yang dikaitkan dengan
peningkatan terjadinya Melanoma Maligna, terutama bila terjadi sun burn yang
berulang pada orang yang berpigmen rendah. Gejala dan tanda-tanda spesifik
ditemukan pada Melanoma Maligna yang telah dikenal secara luas, adalah sebagai
berikut (ABCDEF dari Melanoma Maligna)
9,10,14,17,19

- A-Symetry, yaitu bentuk tumor yang tidak simetris.


- Border irregularity, yaitu garis batas yang tidak teratur.
- Colour variation, dari yang tidak berwarna sampai hitam pekat dalam satu
lesi.
- Diameter tumor lebih besar dari 6mm.
- Evolution/change dari lesi dapat diperhatikan sendiri oleh penderita atau
keluarga.
- Funny looking lesions.

Gambaran Klinik
Terdapat 3 jenis Melanoma Maligna (Clark, 1967;1969 dan Mc Govern,
1970) dengan l jenis tambahan baru (Reed, 1976 dan Seiji, M. dkk., 1977).
Keempat
jenis Melanoma Maligna tersebut terdiri atas:
3,4,5,6,9-17

1. Superficial spreading melanoma (SSM) merupakan jenis yang terbanyak dari


melanoma (70%) di Indonesia merupakan jenis kedua terbanyak.
Pada umumnya timbul dari nervus atau pada kulit normal (de novo). Berupa plak
archiformis berukuran 0,5 - 3 cm dengan tepi meninggi dan ireguler. Pada
permukaannya terdapat campuran dari bermacam-macam warna, seperti coklat,
Imam Budi Putra : Tumor Kulit Yang Berasal Dari ?Melanocytes System?, 2008
USU e-Repository ? 2008
abu-abu, biru, hitam dan sering kemerahan. Meluas secara radial. Pada umumnya
lesi mempunyai ukuran 2 cm dalam waktu 1 tahun, untuk melanjutkan tumbuh
secara vertikal dan berkembang menjadi nodula biru kehitaman. Dapat
mengalami regresi spontan dengan meninggalkan bercak hipopigmentasi.
Predileksinya pada wanita dijumpai di tungkai bawah, sedangkan pada pria di
badan dan leher.
Epidermis : - Melanosit berbentuk epiteloid, dapat tersusun sendiri-sendiri
atau
berkelompok
- Pada umumnya sel-sel tersebut tidak menunjukkan bentuk yang
pleomorfik.
Dermis : - Sarang-sarang tumor yang padat dengan melanosit berbentuk
epiteloid yang besar serta berkromatin atipik.
- Di dalam sel-selt ersebut erdapatb utir-butir melanin.
- Kadang-kadang dapat ditemukan melanosit berbentuk kumparan
(spindle) dan sel-sel radang.
2. Nodular Melanoma (NM) merupakan jenis melanoma kedua terbanyak (15-30%)
sifatnya lebih agresif. Di Indonesia ini merupakan jenis yang tersering.
Timbul
pada kulit normal (de novo) dan jarang dari suatu nevus. Berupa nodul
berbentuk
setengah bola (dome shaped), atau polipoid dan eksofitik, berwarna coklat
kemerahana tau biru sampai kehitaman. Pertumbuhannya secara vertikal
(invasif).
Dapat mengalami ulserasi, perdarahan, dan timbul lesi satelit. Metastasis
limfogen dan hematogen, dapat timbul sejak awal terutama dijumpai pada pria
dengan predileksi dipunggung. Perbandingan antara pria dan wanita 2 : 1.
Epidermis : - Melanosit berbentuk epiteloid dan kumparan atau campuran kedua
bentuk tersebut, dapat ditemukan pada daerah dermo-epidermal.
Dermis : - Sejak semula sel-sel tersebut mempunyai kemampuan untuk meluas
secara vertikal. Menginvasi lapisan retikularis dermis, pembuluh
darah dan subkutis.
3. Lentigo Maligna Melanoma (LML) merupakan kelainan yang jarang ditemukan
(4-10%).
Imam Budi Putra : Tumor Kulit Yang Berasal Dari ?Melanocytes System?, 2008
USU e-Repository ? 2008
Pertumbuhan vertikal, sangat lambat dengan lokasi terbanyak di daerah muka
yang terpapar sinar matahari.
Timbul dari Hutchinson's freckle yang terdapat pada muka (pipi, pelipis) atau
pada bagian lain tubuh terutama daerah yang terkena sinar matahari. Berupa
makula coklat sampai kehitaman, berukuran beberapa sentimeter dengan tepi
tidak teratur. Meluas secara lambat pada bagian tepi lesi (radial). Pada
permukaan
dapat dijumpai adanya bercak-bercak yang berwarna lebih gelap (hitam) atau
biru, tersebar secara tidak teratur. Dapat berkembang menjadi nodul biru
kehitaman yang invasif dan agak hiperkeratotik. Terutama terdapat pada wanita
usia lanjut. Perbandingan antara pria dan wanita l : 2-3.
Epidermis : - Melanosit atifik sepanjang membrana basalis, berbentuk
pleomorfik
dengan inti yang atipik.
- Sel-sel yang sering dijumpai berbentuk kumparan (spindleshaped
melanocyt).
Dermis : - Infiltrasi limfosit dan makrofage yang mengandung melanin.
- Kadang-kadang pada tempat tertentu ditemukan sarang-sarang
tumor.
4. Acral Lentiginous Melanoma (ALM) I Palmar-Plantar-Subungual Melanoma
(PPSM)
Pada umumnya timbul pada kulit normal (de novo).
Berupa nodul dengan warna yang bervariasi dan pada permukaannya dapat timbul
papula, nodul serta ulserasi. Kadang-kadang lesinya tidak mengandung pigmen
(amelanoticm elanoma).
Predileksinya : pada telapak kaki, tumit, telapak tangan, dasar kuku, terutama
ibu
jari kaki dan tangan. Merupakan tipe yang banyak dijumpai pada orang negro dan
bangsa lain yang tinggal pada daerah tropik. Di Afrika, plantar melanoma
dijumpai pada 70% kasus.
Acral Lentinginous Melanoma (ALM) merupakan jenis yang lebih banyak
ditemukan pada penderita kulit berwarna (35-60%).
Menyerupai gambaran Melanoma Maligna, SSM, atau campuran keduanya.
Imam Budi Putra : Tumor Kulit Yang Berasal Dari ?Melanocytes System?, 2008
USU e-Repository ? 2008
Sistem Klasifikasi
Pada Melanoma Maligna digunakan sistem klasifikasi klinik (stadium klinik)
dan klasifikasi histologik (tingkat invasi Clark & kedalaman Breslow).
3,4,5,6,9,14,16

Kegunaan atau kepentingan sistem klasifikasi tersebut, yaitu :


- Untuk menentukan tindakan pengobatan.
- Untuk menentukan prognosis.
- Untuk membandingkan hasil pengobatan antara berbagai klinik.

? Klasifikasi Klinik
Sampai saat ini digunakan Stadium Klinik (dengan beberapa modifikasi) sebagai
klasifikasi standar Melanoma Maligna, terdiri atas 3 stadium
3,4,5,6,9,14,16

Stadium I : MelanomaM aligna lokal tanpam etastasijsa uh atauk e kelenjarl


imfe
regional.
Termasuk stadium I :
Melanoma primer yang belum diobati atau telah dilakukan biopsi
eksisi.
Melanoma rekuren lokal yang berada dalam jarak 4 sentimeter dari
lesi primer.
Melanoma primer multipel.
Stadium II : Sudah terjadi metastasis yang terbatas pada kelenjar limfe
regional.
Termasuk Stadium II :
Melanomap rimer yang mengadakan metastasis secara simultan.
Melanoma primer yang terkontrol dan kemudian terjadi metastasis.
Melanoma rekuren lokal dengan metastasis.
Metastasis in-transit yang berada di luar jarak 4 sentimeter dari lesi
primer.
Melanoma primer yang tidak diketahui dengan metastasis.
Stadium III : Melanomad iseminata, dimana sudah terjadi metastasis jauh.
Termasuk Stadium III :
Bila sudah terjadi metastasis ke alat- alat dalam dan atau subkutan.
Imam Budi Putra : Tumor Kulit Yang Berasal Dari ?Melanocytes System?, 2008
USU e-Repository ? 2008
Pada kira-kira 25-30% penderita Melanoma Maligna sudah menunjukkan
adanya metastasis ke kelenjar limfe regional, walaupun secara klinik belum
teraba
pembesaran kelenjar limfe. Hal ini menerangkan bahwa untuk menentukan
prognosis
dan tindakan pengobatannya tidak cukup hanya didasarkan pada klasifikasi
Stadium
Klinik saja, tetapi perlu disertai dan ditentukan berdasarkan histologik.

? Klasifikasi Histologik
Klasifikasi histologik didasarkan pada perangai biologik Melanoma Maligna.
Dikenal dua klasifikai histologik standar yang digunakan, yaitu .
3,4,5,6,9,14,16
- Klasifikasi tingkat invasi menurut Clark.
- Klasifikasi kedalaman menurut Breslow

? Klasifikasi Tingkat Invasi Menurut Clark


Clark (1969) membagi Melanoma Maligna menurut invasinya didalam lapisan
kulit atas lima tingkat
3,4,5,6,9,14,16

Tingkat I : Sel melanoma terletak di atas membrana basalis epidermis


(melanoma in situ : intraepidermal). Sangat jarang dan tidak
membahayakan.
Tingkat II : Invasi sel melanoma sampai dengan lapisan papilaris dermis
(dermis bagian superfisial).
Tingkat III : Invasi sel melanoma sampai dengan perbatasan antara lapisan
papilaris dan lapisan retikularis dermis. Sel melanoma mengisi
papila dermis.
Tingkat IV : Invasi sel melanoma sampai dengan lapisan retikularis dermis.
Tingkat V : Invasi sel melanoma sampai dengan jaringan subkutan.

? Klasifikasi kedalaman (ketebalan) tumor menurut Breslow


Breslow (1970) membagi Melanoma Maligna dalam tiga golongan
3,4,5,6,9,14,16

Golongan I : Dengan kedalaman (ketebalan) tumor kurang dari 0,76 mm


Golongan II : Dengan kedalaman (ketebalan) tumor antara 0,76mm - 1,5mm
Golongan III : Dengan kedalaman (ketebalan) tumor lebih dari 1,5 mm.

Imam Budi Putra : Tumor Kulit Yang Berasal Dari ?Melanocytes System?, 2008
USU e-Repository ? 2008
Beberapa penulis mengemukakan variasi sebagai berikut :
- Kedalaman (ketebalan) tumor kurang dari 0,85 mm.
4,9

- Kedalaman (ketebalan) tumor antara 0,85 mm - 1,69 mm.


- Kedalaman (ketebalan) tumor antara 1,70 mm- 3,64 mm.
- Kedalaman (ketebalan) tumor lebih dari 3,65 mm.
Kedalaman (ketebalan) tumor menurut Breslow, diukur secara langsung
menggunakan mikrometer okuler (dinyatakan dalam NM) dan merupakan metode
yang objektif untuk menentukan prognosis. Sedangkan Tingkat Invasi menurut
Clark
merupakan aara pengukuran ketebalan tumor secara tidak langsung.
Hubungan antara tingkat menurut Clark dan kedalaman (ketebalan) tumor menurut
Breslow : Melanoma Maligna dengan kedalaman sampai 0,65 mm menurut
klasifikasi Breslow, sesuai dengan Tingkat II menurut klasifikai Clark. Lesi
Melanoma Maligna dengan kedalaman 1,5 mm atau lebih menurut klasifikai
Breslow,
sesuai dengan tingkat IV dan V menurut klasifikasi Clark. Sedangkan kedalaman
antara 0,65 mm dan 1,5 mm menurutk lasifikasi Clark.

Diagnosis Banding
�? Nevus pigmentosus
�? Blue nevus
�? Keratosis seboroika
�? Karsinoma sel basal jenis nodula dan berpigmen
�? Penyakit Bowen
�? Dermatofibroma
�? Granuloma piogenikum
�? Subungual hematoma
9

Diagnosa ditegakkan dengan Biopsi dengan mengangkat semua pertumbuhan


yang mencurigakan. Apabila jaringan terlalu besar untuk diangkat, maka cukup
diangkat contoh jaringannya saja.
3,4,5,6,9,10,11,14,15,16
Penatalaksanaan pada Melanoma Maligna meliputi
3,4,5,6,9,10,11,14,15,16

Imam Budi Putra : Tumor Kulit Yang Berasal Dari ?Melanocytes System?, 2008
USU e-Repository ? 2008
A. Eksisi bedah.
Dilakukan pada melanoma stadium I dan IL Zitelli dkk. Menyarankan untuk
mengambil sampai 1,5 cm diluar tepi lesinya, kecuali bila dilakukan Moh's
microsurgery. Pada melanoma yang terdapat pada kuku dianjurkan untuk
dilakukan amputasi pada seluruh jari yang terkena.
B. Elective Lymph Node Dessection( ELND)
Dilakukan pada melanoma stadium III, dimana telah terdapat metastase ke
kelenjar lymph. Hal ini dibuktikan dengan terabanya pembesaran kelenjar lymph.
ELND masih merupakan terapi yang kontroversial. Cara yang lebih dianjurkan
adalah dengan intraoperative lymphatic mapping.
C. Interferon a 2b
Dapat digunakan sebagai terapi adjuvan pada melanoma yang berukuran lebih
dari 4 mm (stadium V), tetapi harus dipertimbangkan tingkat toksisitasnya yang
masih tinggi. Tujuan terapi ini diharapkan dapat menghambat metastasis yang
lebih jauh lagi.
D. Kemoterapi
Dikatakan tidak terlalu bermanfaat pada terapi melanoma. Jenis kemoterapi yang
paling efektif adalah dacarbazine (DTIC = Dimethyl Triazone Imidazole
Carboxamide Decarb zine).
E. Kemoterapi Perfusi
Cara ini bertujuan untuk menciptakan suasana hipertermis dan oksigenasi pada
pembuluh-pembuluh darah pada sel tumor dan membatasi distribusi kemoterapi
dengan menggunakan torniquet.
Cara ini diharapkan dapat menggantikan amputasi sebagai suatu terapi.
F. Terapi Radiasr
Digunakan hanya sebagai terapi simptomatis pada melanoma dengan metastasis
ke tulang dan susunan syaraf pusat (SSP). Meskipun demikian hasilnya tidak
begitu memuaskan.
Tanpa pengobatan, kebanyakan melanoma akan bermetastase dan
mengakibatkan kematian pasien. Saat ini, karena diagnosis klinik yang dini,
lebih dari
Imam Budi Putra : Tumor Kulit Yang Berasal Dari ?Melanocytes System?, 2008
USU e-Repository ? 2008
80% melanoma diterapi dengan bedah eksisi sederhana dan dengan edukasi yang
lebih baik mengenai tanda-tanda kinik melanoma, angka kesembuhannya menjadi
95%.
3,4,5,6,9,10,11,14,15,16

Daftar Pustaka
1. Thody. A.J, Skin Pigmentation and Its Regulation, dalam ; Molecular Aspects
Dermatology, Priestley G.C. editor, Jhon Wiley & Sons Ltd, Baffins Lane,
ChichesterW, est SussexP O19 lUD, England, 1993, p : 55 - 73.
2. Tranggono. R.I.S, Patofisologi Melanogenesis, dalam Simposium Kelainan
Pigmentasi Kulit dan Penanggulangannya, Sugito T.et all, Jakarta, p : 14 - 24.
3. Hurwitz S. Cutaneus Tumors in Childhood. Dalam : Clinical Pediatric
Dermatology, 2
nd
Edition, Philadelphia, WB Saunders Company, 1993, p : 199-
203.
4. Habif TP. Nevi and Malignant Melanoma. Dalam : Clinical Dermatology, A
Color Guide to Diagnosis and Therapy, 3
rd
Mosby Year Book, 1996, h : 688 -
720.
5. Odom RB, James WD, Berger TG. Melanocytic Nevi and Neoplasma. Dalam :
Diseases of the Skin, 9
th
Edition, Philadelphia, 2000, p : 869 - 89.
6. Mackie R.M. Melanocytic Naevi and Malignant Melanoma. Dalam : Rook /
Wilkinson / Ebling Textbook of Dermatology, Champion R.H et all editor, Yol.2,
Sixth Edition, Blackwell Science Ltd, 1998, United Kingdom, p : 1717- 52.
7. Soepardiman L, Kelainan Hiperpigmentasi dan Melasma, dalam : Simposium
Kelainan Pigmentasi Kulit dan Penanggulangannya, Sugito T. et all, Jakarta,
p :
25 - 39.
8. Lui H, Nevi of Ota and Ito, dalam : eMedicine Journal, Vol. 2 Number 11,
November 15 2001.
9. Budidahjono S. Prekanker dan Kanker Kulit dalam Penyakit Kulit, Harahap M.
Editor, PT. Gramedia Jakarta, 1990, p : 262 - 72.
10. Mukhtar A. Kanker Kulit, dalam : Deteksi Dini Kanker, Ramli HM et all
editor,
Balai PenerbitF K - UI Jakarta, 2002, p : 76 - 85.
Imam Budi Putra : Tumor Kulit Yang Berasal Dari ?Melanocytes System?, 2008
USU e-Repository ? 2008
Imam Budi Putra : Tumor Kulit Yang Berasal Dari ?Melanocytes System?, 2008
USU e-Repository ? 2008
11. Hamzah M, Deteksi Dini Kanker Kulit, dalam Pertemuan Ilmiah Berkala :
Deteksi dan Penatalaksanaan Kanker Kulit Dini, Cipto H et all editor, Balai
PenerbitF K - UI, Jakarta , 2001, p : 19 - 2l .
12. SuriadiredjaA .S.D, Kresno S.B, CornainS . Biologi Molekuler Melanoma,
dalam
: Melanoma Dari Biologi Molekuler Sampai D engan P enatalaksanaan, Cipto H
et all editor, Balai Penerbit FK-UI, Jakarta, 2002, p : 1 ? 11
13. Darwis E.R. Faktor Risiko dan Lesi Prekursor Melanoma, dalam : Melanoma
Dari Biologi Molekuler Sampai Dengan PenatalaksanaanC, ipto H et all editor,
Balai Penerbit FK-UI, Jakarta, 2002, p : 27 - 30.
14. Toruan T.L, Melanoma Gambaran Klinik dan Diagnostik, dalam : Melanoma
Dari Biologi Molekuler Sampai Dengan Penatalaksanaan, Cipto H et all editor,
Balai PenerbitF K-UI, Jakarta,2002, p : 31 - 40.
15. McCalmont T. Melanoma, avaiable http://www.cancwr.gov/publication
16. Brick W. What Do You Need To Know About Melanoma. avaiable at
http://www.cancer.gov/moles
17. Hazen B.P et all, The Clinical Diagnosis of Early Malignant Melanoma :m
Expansion of the ABCD Criteria to Improve Diagnostic Sensitivity, dalam :
Dermatology Online Journal, 1999.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3435/3/08E00071.pdf.txt

Potrebbero piacerti anche