Sei sulla pagina 1di 7

PERAN DAN KOORDINASI STAKEHOLDER

DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN


DI KECAMATAN NGLEGOK, KABUPATEN BLITAR

Muhammad Ali Zuhri Mahfud, Bambang Santoso Haryono, Niken Lastiti Veri Anggraeni
Jurusan Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya, Malang
Email: muhammad.alizuhri@gmail.com

Abstract : The Roles and Coordination of Stakeholders in Minapolitan Area Development in


Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar. Minapolitan area development policy in Keputusan
Menteri Kelautan dan Perikanan No. KEP.32/MEN/2010 determined Kabupaten Blitar as
minapolitan area and based on Keputusan Bupati Blitar No. 188/151/409.012/KPTS/2010
determined six villages in Kecamatan Nglegok, namely: Desa Kemloko, Desa Penataran,
Kelurahan Nglegok, Desa Bangsri, Desa Jiwut, dan Desa Krenceng as minapolist area in
Kabupaten Blitar. The aims of Minapolitan area development are to increase the incomes and
social welfare of the people around the minapolitan area. But, not all stakeholders Thar involved
in the implementation of minapolitan area development perform optimally. It was indicated by the
lack of activities and financial support from some stakeholders. While from the aspects of
coordination among stakeholders are conducted both internally and externally has implemented
dynamically, but in aspects of coordination still have some problems, namely: egosectoral mindset
of some stakeholders; the limited budget; and the legal basis is still not strong enough to be a set
of technical guidelines in budgetary planning, in this case RPIJM minapolitan development needs
to be improved. Therefore, it is necessary to have a more profound study on the development of the
Minapolitan through the role and coordination among the stakeholders, it be thus able to realize
minapolitan development in accordance to desired expectations.

Keywords: minapolitan, role, coordination, stakeholders

Abstrak: Peran dan Koordinasi Stakeholder dalam Pengembangan Kawasan Minapolitan Di


Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar. Kebijakan pengembangan kawasan minapolitan yang
tertuang dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor KEP.32/MEN/2010
menetapkan Kabupaten Blitar sebagai kawasan minapolitan dan berdasarkan Keputusan Bupati
Blitar Nomor 188/151/409.012/KPTS/2010 menetapkan pengembangan kawasan minapolitan di
Kabupaten Blitar difokuskan pada enam desa di Kecamatan Nglegok, yaitu: Desa Kemloko, Desa
Penataran, Kelurahan Nglegok, Desa Bangsri, Desa Jiwut, dan Desa Krenceng. Pengembangan
kawasan minapolitan bertujuan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat di
sekitar kawasan. Akan tetapi dalam pelaksanaannya, tidak semua stakeholder yang terlibat dalam
pengembangan kawasan minapolitan sudah melaksanakan perannya secara maksimal. Hal ini
ditinjukkan dengan masih belum adanya kegiatan dan dukungan dana dari beberapa stakeholder.
Sedangkan dari aspek koordinasi antar stakeholder dilakukan secara intern dan ekstern yang sudah
berjalan secara dinamis, namun masih memiliki beberapa kendala, yaitu: masih adanya mindset
egosektoral dari sebagian stakeholder; keterbatasan anggaran dana; dan landasan hukum yang
masih belum kuat untuk menjadi pedoman teknis dalam mengatur perencanaan anggaran, dalam
hal ini RPIJM pengembangan kawasan minapolitan yang masih perlu disempurnakan. Oleh karena
itu, maka sangat dibutuhkan adanya kajian yang lebih mendalam tentang pengembangan kawasan
minapolitan melalui peran dan koordinasi antar stakeholder yang terlibat, sehingga mampu
mewujudkan pembangunan minapolitan sesuai dengan harapan yang diinginkan

Kata kunci: minapolitan, peran, koordinasi, stakeholder

Pendahuluan and Aquaculture Divition Food and Agriculture


Kawasan perairan Indonesia merupakan Organization 2014, disebutkan bahwa produksi
perairan tropis dengan sumberdaya alam yang perikanan tangkap Indonesia tahun 2012 berada
melimpah dan sangat potensial untuk pada peringkat ke-2 di dunia, sedangkan
dikembangkan. Berdasarkan data dari Fisheries produksi perikanan budidaya berada pada

Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 3, No. 12, Hal. 2070-2076 | 2070
peringkat ke-7 dunia. Menyadari besarnya Melihat adanya potensi kendala dalam
potensi tersebut, pemerintah berupaya untuk implementasi pengembangan kawasan
mengoptimalkan pembangunan ekonomi di minapolitan di Kecamatan Nglegok yang telah
sektor kelautan dan perikanan melalui kebijakan diuraikan di atas, maka sangat dibutuhkan
pengembangan kawasan minapolitan. adanya kajian yang lebih mendalam tentang
Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan pengembangan kawasan minapolitan melalui
dan Perikanan Nomor KEP.32/MEN/2010 dan peran dan koordinasi antar stakeholder yang
diikuti dengan Keputusan Bupati Blitar Nomor terlibat. Sehingga mampu mewujudkan
188/151/409.012/KPTS/2010, menetapkan pembangunan minapolitan sesuai dengan
Kabupaten Blitar sebagai salah satu daerah yang harapan yang diinginkan. Melihat besarnya
dijadikan sebagai kawasan minapolitan. manfaat dan harapan dalam pengembangan
Komoditas yang dikembangkan di kawasan kawasan minapolitan di Kecamatan Nglegok
minapolitan Kabupaten Blitar adalah ikan koi, dengan potensi kendala yang berkaitan dengan
nila, gurame dan lele. Pengembangan kawasan implementasinya tersebut, serta dengan
minapolitan di Kabupaten Blitar memperhatikan konsep dan teori-teori yang ada
diimplementasikan pada Kecamatan Nglegok maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk
yang difokuskan pada enam desa, yaitu Desa mengetahui, mendeskripsikan, dan menganalisis
Kemloko, Desa Penataran, Kelurahan Nglegok, peran dan koordinasi stakeholder dalam
Desa Bangsri, Desa Jiwut, dan Desa Krenceng. pengembangan kawasan minapolitan di
Minapolitan diartikan sebagai suatu konsep Kecamatan Nglegok Kabupaten Blitar.
dalam pembangunan berdasarkan manajemen
ekonomi kawasan dengan potensi kelautan dan Tinjauan Pustaka
perikanan lokal sebagai motor penggeraknya 1. Stakeholder
yang pengembangannya didasarkan pada sistem Stakeholder adalah individu, kelompok
manajemen kawasan minapolitan serta harus organisasi baik laki-laki atau perempuan yang
menerapkan prinsip terintegrasi, efisien, kualitas memiliki kepentingan, terlibat atau dipengaruhi
dan akselerasi tinggi. Namun demikian, (positive atau negative) oleh suatu kegiatan
operasionalisasi konsep pengembangan kawasan program pembangunan Hertifah (2003, h.29).
minapolitan di Kabupaten Blitar yang telah Hal serupa juga dikemukakan oleh Scheemer
berlangsung sejak tahun 2010 hingga saat ini (2000) yang menyebutkan Stakeholders in a
masih belum sepenuhnya terintegrasi secara process are actors persons, groups or
utuh. Hal ini akan berdampak pada keberhasilan organizations with a vested interest in the policy
dalam pencapaian tujuan pelaksanaannya. being promoted. Sedangkan Gonsalves et al.
Banyaknya elemen pemerintah yang terlibat yang dikutip oleh Iqbal (2007, h.90)
dalam implementasi pengembangan kawasan mendeskripsikan stakeholder sebagai siapa yang
minapolitan menyebabkan kendala tersendiri dari memberikan dampak dan/atau yang terkena oleh
aspek institusional yaitu kurangnya keterpaduan dampak dari suatu program, kebijakan, dan/atau
dan koordinasi antar stakeholder dalam pembangunan. Mereka bisa sebagai individu,
mengelola pengembangan kawasan minapolitan. komunitas, kelompok sosial, atau suatu lembaga
Hal ini serupa dengan pendapat Subarsono yang terdapat dalam setiap tingkat golongan
(2005, h.93) yang mengatakan bahwa struktur masyarakat. menurut Nugroho (2014, h.16-17)
birokrasi yang terlalu panjang cenderung akan stakeholder dalam program pembangunan dapat
melemahkan pengawasan dan menimbulkan red- diklasifikiasikan berdasarkan perannya, yitu :
tape (prosedur birokrasi yang rumit dan a. Policy creator, stakeholder yang berperan
kompleks) oleh karena itu maka diperlukanlah sebagai pengambil keputusan dan penentu
struktur birokrasi yang efektif dan efisien. Sikap suatu kebijakan.
dan presepsi para stakeholder juga turut b. Koordinator, stakeholder yang berperan
mempengaruhi tingkat keberhasilan mengkoordinasikan stakeholder lain yang
pengembangan kawasan minapolitan. Mindset terlibat.
egosectoral masih mewarnai persepsi para c. Fasilitator, stakeholder yang berperan
stakeholder sehingga masinhg-masing memfasilitasi dan mencukupi apa yang
SKPD/lembaga masih terfragmentasi oleh dibutuhkan kelompok sasaran.
program kerjanya di masing-masing instansi. Hal d. Implementer, stakeholder pelaksana
ini tentu menjadi kendala tersendiri bagi kebijakan yang di dalamnya termasuk
pemahaman dan pelaksanaan peran dari kelompok sasaran.
stakeholder untuk pengembangan kawasan e. Akselerator, stakeholder yang1berperan
minapolitan di Kecamatan Nglegok. mempercepat dan memberikan kontribusi
agar suatu program dapat berjalan sesuai

Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 3, No. 12, Hal. 2070-2076 | 2071
sasaran atau bahkan lebih cepat waktu b. Koordinasi ekstern.
pencapaiannya 1) Koordinasi ekstern yang bersifat
horizontal.
2. Konsep Peran 2) Koordinasi ekstern yang bersifat diagonal.
Soekanto (2002, h.243) mengartikan peran
sebagai aspek dinamis dari status (kedudukan), 4. Minapolitan
apabila seseorang melaksanakan kewajiban dan Menurut Peraturan Menteri Kelautan dan
haknya sesuai dengan kedudukannya, maka Perikanan Nomor 12 Tahun 2010 tentang
dapat dikatan ia telah menjalankan suatu peran. Minapolitan, minapolitan diartikan sebagai kota
Dari hal diatas lebih lanjut melihat pendapat lain perikanan yang tumbuh dan berkembang karena
tentang peran yang telah ditetapkan sebelumnya berjalannya sistem dan tata usaha perikanan yang
disebut sebagai peranan normatif dan peran dapat mendorong, melayani, menarik dan
ideal. Peran normatif lebih berkaitan erat dengan menopang kegiatan pembangunan ekonomi
tugas dan kewajiban, sedangkan peran ideal daerah di sekitarnya. Minapolitan dapat berupa
dapat diterjemahkan sebagai peran yang kota kecil atau menengah, atau pedesaan atau
diharapkan dilakukan oleh pemegang peranan kecamatan yang memiliki fungsi sebagai pusat
tersebut (Soekanto, 2002, h.220). Pada pertumbuhan ekonomi yang bisa menopang
hakekatnya peran juga dapat diartikan sebagai pertumbuhan dan pembangunan pedesaan di
suatu rangkaian perilaku tertentu yang ada sekitarnya (hinterland ), melalui pengembangan
karena suatu jabatan tertentu. Berdasarkan ekonomi yang tidak hanya terbatas sebagai pusat
pengertian tersebut dapat dipahami bahwa peran pelayanan sektor perikanan namun jugasebagai
merupakan suatu sikap atau perilaku yang pembangunan sektor secara merata sepertihalnya
diharapkan oleh banyak orang atau sekelompok industri kecil, usaha perikanan, dan pelayanan
orang terhadap seseorang yang mempunyai dan pariwisata.
status (kedudukan) tertentu.
Metode Penelitian
3. Koordinasi Penelitian ini merupakan penelitian
Koordinasi diartikan oleh Moekijat (1994, deskriptif dengan menggunakan pendekatan
h.2) sebagai penyelarasan kembali kegiatan- kualitatif dan hanya dibatasi pada dua fokus
kegiatan yang saling bergantung atau penelitian, yaitu: a) melihat peran para
penyusunan dari individu, kelompok atau stakeholder dengan mengidentifikasi dan
organisasi yang dilakukan secara teratur guna memaparkan tugas dan peran para stakeholder;
mencapai tujuan bersama. Hal senada dan b) koordinasi antar stakeholder dengan
diungkapkan oleh Handayaningrat (1984, h.117) memperhatikan bentuk, dinamika, dan kendala-
yang mengartikan koordinasi sebagai usaha kendala koordinasi antar stakeholder. Lokasi
dalam menyatukan kegiatan-kegiatan dari unit- penelitian ini berada di Kabupaten Blitar dan
unit kerja organisasi, sehingga organisasi dapat situsnya adalah kawasan minapolitan di
bergerak sebagai satu kesatuan yang bulat untuk Kecamatan Nglegok. Penelitian ini
melaksanakan seluruh tugas guna mencapai menggunakan sumber data primer dan sekunder
tujuan organisasi. Menurut Handayaningrat sebagai referensi dalam pencarian informasi
(1984) terdapat dua bentuk koordinasi, yakni : terkait fokus penelitian, yang didapat melalui
koordinasi intern dan koordinasi ekstern. hasil observasi, wawancara mendalam, dan
a. Koordinasi intern. teknik dokumentasi. Selanjutnya data yang telah
1) Koordinasi vertikal atau disebut juga dikumpulkan dari lapangan kemudian diolah dan
koordinasi struktural, dimana antara yang dianalisis dengan menggunakan analisis data
mengkoordinasikan mempunyai model interaktif sesuai dengan metode yang
hubungan hierarchies secara struktural. dikemukakan oleh Miles, Huberman dan Saldana
2) Koordinasi horizontal atau koordinasi (2014), yaitu dengan melalui tahapan
fungsional, dimana mempunyai pengumpulan data, kondensasi data, penyajian
kedudukan eselon yang sama antara yang data dan penarikan kesimpulan.
mengkooordinasi dan yang dikoordinasi.
3) Koordinasi diagonal atau koordinasi Hasil dan Pembahasan
secara fungsional, dimana pihak yang 1. Peran Stakeholder dalam Pengembangan
mengkoordinasikan mempunyai tingkat Kawasan Minapolitan Di Kecamatan
eselon yang lebih tinggi ketimbang yang Nglegok, Kabupaten Blitar
dikoordinasikan namun tidak berada pada Kabupaten Blitar memiliki potensi
satu garis komando (line of command). perikanan yang sangat besar, menurut data BPS
produksi ikan konsumsi di Kabupaten Blitar pada

Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 3, No. 12, Hal. 2070-2076 | 2072
tahun 2010 mencapai 4.628,72 Ton dan produksi a. Policy creator
ikan hias mencapai 148.597.700 ekor. Secara Policy creator adalah stakeholder yang
politik dan kelembagaan pengembangan kawasan berperan sebagai penentu kebijakan dan
minapolitan di Kecamatan Nglegok Kabupaten pengambil keputusan. Stakeholder yang berperan
Blitar mendapatkan dukungan dari pemerintah sebagai policy creator dalam pengembangan
daerah. Hal ini dapat dilihat dengan kawasan minapolitan di Kecamatan Nglegok
dikeluarkannya Keputusan Bupati Nomor adalah Bupati Blitar. Bupati Blitar selaku kepala
188/151/409. 012/KPTS/2010 Tentang daerah sekaligus sebagai pimpinan tertinggi di
Penetapan Kawasan Minapolitan, dan Keputusan pemerintahan daerah Kabupaten Blitar
Bupati Blitar nomor 188/327/KPTS/409. mempunyai pengaruh dan peran yang sangat
012/2010 tentang Tim Koordinasi dan Kelompok besar dalam menentukan arah kebijakan
Kerja Pengembangan Kawasan Minapolitan. pengembangan kawasan minapolitan di
Keberhasilan operasionalisasi kebijakan Kecamatan Nglegok.
pengembangan kawasan minapolitan di Kebijakan yang ditetapkan oleh Bupati
kecamatan Nglegok sangat dipengaruhi oleh Blitar pada selanjutnya dijadikan sebagai arahan
pemangku kepentingan atau stakeholder baik dan pedoman bagi Tim Koordinasi dan
sebagai subject atau object dari kebijakan Kelompok Kerja dalam pelaksanaan
minapolitan. Menurut Gonsalves et al. yang pengembangan kawasan minapolitan di
dikutip oleh Iqbal (2007, h.90) menyebutkan Kecamatan Nglegok. Diantara kebijakan
bahwa stakeholder adalah siapa yang fundamental yang diambil oleh Bupati Blitar
memberikan dampak dan/atau yang terkena oleh dalam mendukung pengembangan kawasan
dampak dari suatu program, kebijakan, dan/atau minapolitan adalah kebijakan dalam
pembangunan. Mereka bisa sebagai individu, mengarahkan SKPD yang terlibat untuk
kelompok, komunitas, atau suatu lembaga yang menyusun masterplan minapolitan sejak sebelum
terdapat dalam setiap tingkat golongan Kabupaten Blitar ditetapkan sebagai kawasan
masyarakat. Berdasarkan pengertian tersebut minapolitan oleh KKP pada tahun 2010,
maka stakeholder pada pengembangan kawasan kebijakan lain ialah tentang penetapan lokasi
minapolitan di Kecamatan Nglegok merujuk minapolitan, serta kebijakan pembentukan Tim
kepada anggota Tim Koordinasi dan Kelompok Koordinasi dan Kelompok Kerja Minapolitan.
Kerja sesuai dengan Keputusan Bupati Blitar Bukti lain dari komitmen peran Bupati Blitar
nomor 188/172/KPTS/409.012/2012 tentang terhadap pengembangan kawasan minapolitan di
Penetapan Tim Koordinasi dan Kelompok Kerja Kecamatan Nglegok adalah diraihnya
Pengembangan Kawasan Minapolitan Kabupaten penghargaan Adi Bhakti Mina Bahari pada tahun
Blitar. Stakeholder yang terlibat tersebut adalah : 2014 dari Kementerian Kelautan dan Perikanan
Bupati Blitar; Bappeda; Dinas Kelautan dan RI karena dianggap sebagai tokoh penggerak
Perikanan; Dinas PU Binamarga dan Pengairan; pengembangan minapolitan ikan hias yang
Dinas PU Cipta Karya dan Tata Ruang; Dinas berada di Blitar Jawa Timur.
Pertanian; Dinas Koperasi dan UMKM; Dinas
Pemuda, Olah Raga, Budaya, dan Pariwisata; b. Koordinator
Dinas Perindustian dan Perdagangan; Badan Koordinator diartikan sebagai stakeholder
Lingkungan Hidup; BP4K; Bagian yang berperan mengkoordinasikan stakeholder
Perekonomian; SKPD Kecamatan Nglegok; lain yang terlibat. Stakeholder yang berperan
aparatur desa di Kecamatan Nglegok; Blitar Koi sebagai koordinator dalam pengembangan
Club dan masyarakat pembudidaya ikan di kawasan minapolitan di Kecamatan Nglegok
Kecamatan Nglegok. adalah Bappeda Kabupaten Blitar. Bappeda
Masing-masing stakeholder dalam sebagai ketua sekaligus sebagai koordinator
pengembangan kawasan minapolitan di dalam pengembangan kawasan minapolitan
Kecamatan Nglegok berasal dari elemen yang berperan dalam menyelaraskan kegiatan yang
berbeda, masing-masing dari anggota dilakukan oleh masing-masing stakeholder.
mempunyai peran yang berbeda-beda pula. Salah satu sarana dalam menyelaraskan
Sesuai dengan pendapat Nugroho, et al (2014, gerak antar stakeholder adalah melalui rapat
h.16-17), stakeholder dalam pengembangan koordinasi yang diselenggarakan oleh Bappeda.
kawasan minapolitan di Kecamatan Nglegok Berdasarkan hasil penelitian, rapat koordinasi
dapat diklasifikasikan menjadi 5 (lima) kategori diadakan dua kali dalam satu tahun dimana
berdasarkan perannya, yang meliputi: dilaksanakan pada awal dan akhir tahun guna
membahas perencanaan program dan anggaran di
awal tahun dan pembahasan evaluasi terkait
kinerja disetiap akhir tahun. Intensitas koordinasi

Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 3, No. 12, Hal. 2070-2076 | 2073
semacam ini dirasa masih belum efektif, karena pelatihan, baik yang diselenggarakan oleh Dinas
pengembangan kawasan minapolitan melibatkan Kelautan dan Perikanan Kabupaten Blitar
banyak stakeholder dengan tugas, fungsi maupun yang diselenggarakan oleh lembaga-
karakteristik yang berbeda-beda sehingga lembaga lain yang berkaitan dengan
dibutuhkan kegiatan koordinasi yang lebih pengembangan kemampuan dan pengetahuan
intensif lagi untuk menyelaraskan kegiatan pembudidaya ikan. Selain aktif sebagai peserta
dalam pelaksanaan pengembangan kawasan dalam pelatihan-pelatihan budidaya, masyarakat
minapolitan. Namun berdasarkan hasil juga mempunyi peran sebagai mitra pemerintah
wawancara dan observasi peneliti, mulai tahun dalam menyelenggarakan pendidikan dan
2014 Bappeda telah melakukan usaha dalam pelatihan budidaya perikanan seperti yang
meningkatkan intensitas koordinasi dengan dilakukan oleh Bapak Sutadi sebagai salah satu
peyelenggarakan tribulanan atau setiap tiga bulan pembudidaya ikan koi di Kecamatan Nglegok
sekali, meskipun dalam pelaksanaanya masih yang menjadi mitra dari Balai Pendidikan dan
sering mengalami keterlambatan jadwal. Pelatihan Perikanan Banyuwangi untuk
melaksanakan kegitan pendidikan dan pelatihan
c. Fasilitator yang disebut dengan Pusat Pelatihan Mandiri
Fasilitator adalah stakeholder yang Kelautan dan Perikanan (P2MKP). Selain itu,
berperan memfasilitasi dan mencukupi apa yang pembudidaya juga mempunyai peran besar
dibutuhkan kelompok sasaran. Fasilitator dalam dalam mempromosikan produk-produk unggulan
pengembangan kawasan minapolitan di dari Kabupaten Blitar, melalui keterlibatannya
Kecamatan Nglegok adalah Tim Koordinasi dan secara aktif dalam setiap kontes dan pameran
Kelompok Kerja minapolitan. Stakeholder ini ikan koi, baik yang diselenggarakan oleh Blitar
mempunyai peran yang sangat besar dalam Koi Club yang bertempat di Blitar atau kontes
pelaksanaan program, karena mereka bertugas dan pameran lain yang berada di luar Blitar,
menjembatani kebijakan yang tertuang dalam sehingga dengan hal ini dapat memberikan peran
dokumen perencanaan seperti RPJMD, positif bagi image Kabupaten Blitar sebagai
Masterplan Minapolitan, RPIJM Minapolitan dan daerah produksi terbesar ikan koi yang
Renja SKPD menjadi sebuah program yang berkualitas dan semakin memperkuat eksistensi
aplikatif dan mampu diterjemahkan oleh ikan koi Blitar dikalangan penghobi koi di
masyarakat/kelompok pembudidaya ikan di seluruh Indonesia.
Kecamatan Nglegok. Akan tetapi, berdasarkan Berbagai kontribusi peran yang dijelaskan
hasil kajian di lapangan menunjukkan bahwa diatas, menggambarkan bahwa pembudidaya di
tidak semua anggota Tim Koordinasi dan Kecamatan Nglegok mempunyai peran yang
Kelompok Kerja sudah melaksanakan perannya besar dalam mendukung pengembangan kawasan
secara maksimal. Hal ini ditinjukkan dengan minpolitan di Kecamatan Nglegok. Namun disisi
masih belum adanya kegiatan dan dukungan lain masih terdapat sebagaian masyarakat yang
dana dari beberapa stakeholder, seperti Dinas kurang pro aktif dengan program-program
Pertanian; Dinas Perindustrian dan Perdagangan; pengembangan kawasan minapolitan, salah
Dinas Koperasi dan UMKM; Dinas Pemuda, satunya terkait dengan pemanfaatan dana hibah
Olah Raga, Budaya dan Pariwisata;BP4K; dan PUMP di Kabupaten Blitar yang ternyata dari
Badan Lingkungan Hidup. pengamatan penulis dilapangan ditemui kendala
dalam pemanfaatan dana bantuan tersebut oleh
d. Implementer masyarakat pembudidaya ikan.
Implementer adalah stakeholder pelaksana
kebijakan yang di dalamnya termasuk kelompok e. Akselerator
sasaran dari pengembangan kawasan Akselerator, merupakan stakeholder
minapolitan, dalam hal ini pembudidaya ikan di yang1berperan mempercepat atau memberikan
Kecamatan Nglegok adalah stakeholder yang kontribusi agar program minapolitan dapat
berperan sebagai implementernya. Adanya berjalan sesuai sasaran atau bahkan lebih cepat
perwakilan masyarakat di dalam kelompok kerja waktu pencapaiannya. Salah satu akselerator
mempunyai peran yang strategis dimana dalam pengembangan kawasan adalah Balai
pemerintah dapat mengetahui keadaan kekinian Benih Ikan dan Sub Riser yang keduanya
dari masyarakat serta program-program dikelola oleh Dinas Kelautan dan Perikanan
pengembangan kawasan minapolitan yang sesuai Kabupaten Blitar yang diharapkan dapat
dengan yang dibutuhkan oleh pembudidaya ikan memberikan sumbangan ide, gagasan, inovasi
di Kecamatan Nglegok. dan tehnologi yang dapat diaplikasikan oleh
Partisipasi pembudidaya juga dapat dilihat masyarakat di kawasan minapolitan.
dari keaktifannya dalam kegiatan pendidikan dan

Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 3, No. 12, Hal. 2070-2076 | 2074
2. Koordinasi antar Stakeholder dalam oleh kepala Bappeda dengan kepala SKPD lain
Pengembangan Kawasan Minapolitan Di yang mendukung pengembangan kawasan
Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar minapolitan. Selain antar kepala SKPD,
a. Bentuk Koordinasi koordinasi horizontal dalam pengembangan
Koordinasi yang dilakukan oleh para kawasan minapolitan juga dilakukan antar
stakeholder dalam pengembangan kawasan bidang di SKPD yang berbeda, seperti yang
minapolitan di Kecamatan Nglegok memiliki 2 dilakukan oleh Bidang Perekonomian Bappeda
bentuk, yaitu dengan Bidang Perikanan di Dinas Kelautan dan
1) Koordinasi intern, yang terdiri dari Perikanan, dengan Bidang Penyusunan Program
koordinasi vertikal, koordinasi horizontal dan di Dinas PU Binamarga dan Pengairan, atau
koordinasi diagonal. Namun dalam penelitian dengan Bidang Perumahan di Dinas PU Cipta
ini hanya ditemui koordinasi vertikal dan Karya dan Tata Ruang.
koordinasi horizontal. 2) Koordinasi ekstern yang bersifat diagonal,
a) Koordinasi vertikal Koordinasi ini dilakukan oleh kepala
Koordinasi ini dilakukan antara kepala Bappeda dengan kepala bidang atau dibawahnya
SKPD dengan bidang atau sub bidang dari SKPD yang lain dalam rapat koordinasi.
dibawahnya yang secara struktural memiliki Meskipun di dalam Keputusan Bupati Blitar
hubungan hierakhis. Seperti koordinasi yang nomor 188/172/KPTS/409.012/ 2012 tentang
dilakukan oleh kepala Bappeda dengan Kepala Penetapan Tim Koordinasi dan Kelompok Kerja
Bidang Pembangunan Bappeda dan dengan Pengembangan Kawasan Minapolitan Kabupaten
Kepala Bidang Sosial Masyarakat Bappeda yang Blitar menghendaki kepala SKPD yang masuk
secara struktural memang mempunyai hubungan dalam tim koordinasi, namun dalam
hierarkhis. Koordinasi yang bersifat vertikal atau pelaksanaannya ketika rapat koordinasi yang
struktural ini juga terjadi di setiap SKPD sering menghadiri adalah dari kepala bidang atau
pendukung pengembangan kawasan minapolitan satafnya, sehingga koordinasi yang dilakukan
di lingkup pemerintah Kabupaten Blitar, yaitu menjadi bersifat diagonal dimana antara kepala
antara kepala SKPD dengan bidang/bagian atau Bappeda sebagai ketua tim koordinasi
sub bidang/bagian di bawahnya yang mengkoordinasikan pengembangan kawasan
menyangkut perintah, komando, pertimbangan, minapolitan dengan kepala bidang atau staf dari
saran, dan evaluasi yang diberikan oleh pimpinan SKPD pendukung pengembangan kawasan
kepada struktur yang ada di bawahnya. minapolitan yang lain.
b) Koordinasi horizontal
Merupakan koordinasi yang dilakukan antar b. Dinamika Koordinasi
bidang di dalam internal SKPD. Seperti Koordinasi yang dilakukan oleh para
koordinasi yang dilakukan antara Bidang stakeholder dalam pengembangan kawasan
Perekonomian Bappeda dengan Bidang Sosial minapolitan di Kecamatan Nglegok sudah
Masyarakat, Bidang Prasarana Wilayah, Bidang berjalan secara dinamis, yang ditandai dengan
Sekretariat dan dengan bidang-bidang yang lain adanya perubahan anggota di Tim Koordinasi
di Bappeda. Seperti halnya Bappeda, koordinasi dan Pokja pada kurun waktu 2010 hingga 2012,
horizontal yang dilakukan oleh Dinas Kelautan serta adanya pergantian pejabat fungsional yang
dan Perikanan seperti koordinasi yang dilakukan mempunyai keterkaitan erat dengan minapolitan
oleh Bidang Perikanan dengan bidang yang lain di beberapa SKPD. Berdasarkan hasil penelitian
di Dinas Kelautan dan Perikanan yaitu dengan juga ditemukan bahwa koordinasi yang
Bidang Usaha Perikanan, Bidang SDM dan dilakukan antar stakeholder minapolitan tidak
bidang-bidang yang lain di Dinas Kelautan dan selalu dilakukan melalui forum resmi atau rapat
Perikanan. Selain di Bappeda dan Dinas kedinasan, melainkan melalui dialog-dialog non
Kelautan dan Perikanan, koordinasi seperti ini formal namun masih tetap dalam tatanan koridor
juga dilakukan di setiap internal SKPD yang jelas, sepertihalnya yang dilakukan oleh
pendukung pengembangan kawasan minapolitan Dinas Kelautan dan Perikanan dan Bappeda,
di lingkup pemerintah Kabupaten Blitar. yang terkesan lebih santai namun dampaknya
2) Koordinasi ekstern, koordinasi ini terdiri dari akan lebih mendekatkan dalam hal pemahaman
koordinasi horizontal dan koordinasi dan kedekatan yang diharapkan dapat
diagonal. mengurangi mindset egosektoral dan menguatkan
1) Koordinasi ekstern yang bersifat pemahaman antar stakeholder terhadap tujuan
horizontal program minapolitan. Hal ini sesuai dengan yang
Koordinasi ini dilakukan antar pejabat diungkapkan oleh Tripathi dan Reddy yang
fungsional SKPD yang memiliki tingkat eselon dikutip oleh Moekijat (1994) bahwa syarat dari
yang sama, seperti koordinasi yang dilakukan koordinasi yang efektif salah satunya adalah

Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 3, No. 12, Hal. 2070-2076 | 2075
melalui komunikasi yang efektif dan tukar Kesimpulan
menukar informasi secara terus menerus Secara umum pelaksanaan kerjasama antar
sehingga perbedaan-perbedaan antar individu stakeholder dalam pengembangan kawasan
dan bidang dapat diatasi dan akan membawa minapolitan di Kecamatan Nglegok sudah
perubahan-perubahan kebijakan maupun berjalan dengan baik. Akan tetapi tidak semua
penyesuaian program untuk masa mendatang. stakeholder yang terlibat dalam pengembangan
kawasan minapolitan sudah melaksanakan
c. Kendala-kendala dalam Koordinasi perannya secara maksimal. Hal ini ditinjukkan
Secara umum koordinasi antar stakeholder dengan masih belum adanya kegiatan dan
dalam pengembangan kawasan minapolitan di dukungan dana dari beberapa stakeholder, seperti
Kecamatan Nglegok sudah berjalan baik, namun Dinas Pertanian; Dinas Perindustrian dan
belum semua stakeholder (khususnya SKPD) Perdagangan; Dinas Koperasi dan UMKM;
mempunyai komitmen dan pemahaman yang Dinas Pemuda, Olah Raga, Budaya dan
sama dalam mensinergikan kegiatan/programnya Pariwisata; dan Badan Lingkungan Hidup.
dalam mendukung pengembangan kawasan Sedangkan dari aspek koordinasi antar
minapolitan di Kecamatan Nglegok. Kurang stakeholder dilakukan secara intern dan ekstern
sinerginya antar stakeholder tersebut disebabkan yang sudah berjalan secara dinamis, tetapi masih
karena masih adanya beberapa kendala dalam memiliki beberapa kendala, yaitu: a) masih
koordinasi antar stakeholder. Kendala-kendala adanya mindset egosektoral dari sebagian
tersebut diantaranya masih adanya mindset stakeholder; b) keterbatasan anggaran dana; dan
egosektoral dari sebagian stakeholder sehingga c) landasan hukum yang masih belum kuat untuk
berdampak pada komitmen yang tidak maksimal, menjadi pedoman teknis dalam mengatur
keterbatasan dana juga menjadi kendala bagi perencanaan anggaran, dalam hal ini RPIJM
para stakeholder dalam melaksanakan perannya pengembangan kawasan minapolitan yang masih
dalam pengembangan kawasan minapolitan, perlu disempurnakan.
selain itu permasalahan komitmen dalam Oleh karena itu, dalam rangka mendukung
pengembangan kawasan minapolitan tidak hanya pengembangan kawasan minapolitan di Kecama-
dikarenakan sedikitnya prioritas anggaran untuk tan Nglegok dibutuhkan peningkatan kualitas
mendukung pengembangan kawasan minapolitan dan kuantitas koordinasi antar stakeholder,
di masing-masing SKPD, tetapi juga landasan meningkatkan komitmen dan partisipasi semua
hukum yang masih belum kuat untuk menjadi stakeholder dalam menjalankan tupoksi dan
pedoman dalam mengatur perencanaan anggaran perannya masing-masing, diperlukan pemata-
tersebut dalam hal ini RPIJM pengembangan ngan koordinasi dan pendampingan dari para
kawasan yang sudah ada masih perlu stakeholder untuk meningkatkan partisipasi
disempurnakan karena adanya rencana kegaiatan masyarakat, dan segera dilakukan peninjauan
yang kurang sesuai dengan keadaan di lapangan. ulang terhadap RPIJM guna menjadi pedoman
teknis pengembangan kawasan minapolitan.

Daftar Pustaka
Food and Agriculture Organization. (2014) The State of World Fisheries and Aquaculture 2014
[Internet], Rome, Food and Agriculture Organization. Available from : <http://www.fao.org/3/a-
i3720e.pdf> [Accessed 14th Desember 2014].
Handayaningrat, Suwarno. (1984) Administrasi Pemerintahan dalam Pembangunan Nasional.
Jakarta, CV Haji Masagung.
Hetifah, S.J Sumarto. (2003) Inovasi, Partisipasi dan Good Governance : 20 Prakarsa Inovatif dan
Partisipatif Di Indonesia. Jakarta, Yayasan Obor Indonesia.
Iqbal, Muhammad. (2007) Analisis Pemangku Kepentingan dan Implementasinya dalam
Pembangunan Pertanian. Jurnal Litbang Pertanian, 26(3) : 89-99.
Moekijat. (1994) Koordinasi (Suatu Tinjauan Teoritis). Bandung, Penerbit Mandar Maju.
Nugroho, Hermawan Cahyo; Soesilo Zauhar; dan Suryadi. (2014) Koordinasi Pelaksanaan Program
Pengembangan Kawasan Agropolitan di Kabupaten Nganjuk. Jurnal J-PAL, 5(1) : 12-22.
Scheemer, Kammi. (2000) Stakeholder Analysis Guidelines, Policy Toolkit for Strengthening Health
Sector Reform. USA, LACHSR Health Sector Reform Intiative.
Soekanto, Soerjono. (2002) Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta, PT. Rajawali.
Subarsono. (2005) Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta, Pustaka
Pelajar.

Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 3, No. 12, Hal. 2070-2076 | 2076

Potrebbero piacerti anche