Sei sulla pagina 1di 21

NASKAH PUBLIKASI

FREKUENSI KEMOTERAPI TERKAIT DENGAN ASUPAN


MAKAN DAN PENURUNAN BERAT BADAN PENDERITA
KANKER PAYUDARA DI RSUD TUGUREJO SEMARANG

Diajukan Oleh:

YUNIKA KASYANINGRUM
G2B013001

PROGRAM STUDI S1 ILMU GIZI


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
TAHUN 2017
Chemotherapy Frequency With Food Intake (energy) and Weight
LossOf Breast Cancer Out-Patients At Tugurejo Hospital
Semarang

Yunika kasyaningrum1 ,Sufiati Bintanah2 , Hapsari Sulistya Kusuma3 ,


Undergraduate Nutrition Science Program The Faculty of Nursing and Health
Muhammadiyah University of Semarang.

ABSTRACT
Breast cancer is a group of un normal cell on breast which growth rapidly.
In the end, these cells create a lump on breast. One of the cancer treatment is
chemotherapy, chemotherapy is administered frequency repeatedly in accordance
with the chemotherapy drugs are given. On cancer patients who undergo
chemotherapy have some side effects one of it is cachexia, which is sufferers who
is experiencing weight loss in the extrim mark with anorexia, weight loss that
causes the patient's nutritional status is down drastically especially at an advanced
stage. This research aims to know the relationship of frequencyof chemotherapy
frequency with food intake (energy) and weight loss of breast cancer out-patients
in tugurejo hospital semarang.
This research is explanatory research using other types of research and
research methods used are analytic survey with cross sectional approach. Total
respondents is 20. The samples are obtained using purposive sampling technique.
Data of energy, intake are obtained from food recall. Data of chemotherapy
frequency is obtained from medical record of Tugurejo Hospital and data of
nutrition status is obtained by measurement of the anthropometry of breast cancer
out-patients in Tugurejo Hospital Semarang. Statistics examination is using rank
spearman.
There is no significant correlation between chemotherapy frequency with
energy intake (p value 0,665) r = 0,103, and there is significant correlation
between chemotherapy frequency with weight changes of breast cancer with p
value 0,050 r = 0,444.Chemotherapy frequency has no correlation with food
intake (energy) and chemotherapy frequency correlation with weight loss of breast
cancer patients.

Keywords : Chemotherapy frequency, food intake, weight loss.


Frekuensi Kemoterapi Dengan Asupan Makan dan Penurunan
Berat Badan Penderita Kanker Payudara di RSUD Tugurejo
Semarang
Yunika Kasyaningrum1, Sufiati Bintanah2, Hapsari Sulistya Kusuma3
Program Studi S1 Ilmu Gizi Fakultas Ilmu Keperawatan dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Semarang

Kanker payudaramerupakan sekelompok sel yang tidak normal pada


payudara yang terus tumbuh berlipat ganda.Pada akhirnya sel sel ini menjadi
bentuk benjolan di payudara.Salah satu pengobatan kanker adalah kemoterapi,
kemoterapi, frekuensi kemoterapi diberikan secara berulang sesuai dengan obat
kemoterapi yang diberikan. Pada penderita kanker yang menjalani kemoterapi
memiliki beberapa efek samping salah satunya yaitu cachexia, yaitu penderita
mengalami penurunan berat badan secara extrim yang di tandai dengan anorexia,
penurunan berat badan yang menyebabkan status gizi pasien turun secara drastis
terutama pada stadium lanjut..Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan
frekuensi kemoterapi terkait dengan asupan makan dan penurunan berat badan
penderita kanker payudara di RSUD Tugurejo Semarang.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian explanatory research dan
metode penelitian yang digunakan adalah survey analitik dengan pendekatan cross
sectional.Jumlah sampel 20 responden.Pengambilan sampel menggunakan teknik
purposive sampling.Data asupan energi diperoleh melalui food recall. Data
frekuensi kemoterapi diperoleh dari catatan rekam medik dan untuk data berat
badan penderita kanker payudara diperoleh dari pengukuran berat badan actual
menggunakan timbangan digital.Uji statistik yang digunakan adalah Rank
Spearman.
Tidak ada hubungan yang signifikan antara frekuensi kemoterapi dengan
asupan energi (p-value=0,665) dengan nilai r= 0,103 dan ada hubungan yang
signifikan antara frekuensi kemoterapi dengan penurunan berat badan dengan nilai
p-value=0,050 dengan nilai r= 0,444.Frekuensi kemoterapi tidak berhubungan
dengan asupan makan (Energi) dan frekuensi kemoterapi berhubungan dengan
perubahan berat badan penderita kanker payudara.

Kata Kunci: Frekuensi kemoterapi, Asupan Makan, Penurunan berat badan.


PENDAHULUAN

Kanker atau tumor ganas adalah pertumbuhan sel/jaringan yang tidak


terkendali, terus bertumbuh/bertambah, immortal (tidak dapat mati).Sel kanker
dapat menyusup ke jaringan sekitar dan dapat membentuk anak sebar (Riskesdas
2013).Penyebab kanker belum diketahui secara pasti, salah satu faktor resiko
terjadinya kanker adalah karena kebiasaan makan salah yaitu makan makanan
yang tinggi zat karsinogen (ASDI, 2005).
Status gizi pada pasien kanker diketahui berhubungan dengan respon
terapi, prognosis dan kualitas hidup.Kurang lebih 30 - 87% pasien kanker
mengalami gizi yang salah (malnutrisi) sebelum menjalani terapi.Triharini (2009)
menjelaskan status gizi juga dapat mempengaruhi hasil dari pengobatan
kemoterapi.Penderita dengan malnutrisi tidak dapat toleransi terhadap terapi
termasuk kemoterapi dan mempunyai kecenderungan mengalami efek samping
terhadap terapi kanker.Status gizi penderita kanker yang menderita keganasan
dapat mempengaruhi perjalanan penyakit, efek dari pengobatan, kualitas hidup
dan kelangsungan hidup penderita sehingga pengetahuan mengenai status gizi
pada pasien yang menderita keganasan sangat penting untuk diketahui.
(Sutandyo,2009).
Prevalensi kanker pada bayi (0,3%) dan meningkat pada umur 15 tahun, dan
tertinggi pada umur 75 tahun (5%). (Riskesdas 2013). Secara nasional
prevalensi penyakit kanker pada penduduk semua umur di Indonesia tahun 2013
sebesar 1,4% atau diperkirakan sekitar 347.792 orang. Berdasarkan estimasi
jumlah penderita kanker Provinsi Jawa Tengah merupakan provinsi dengan
estimasi penderita kanker terbanyak, yaitu sekitar 68.638 orang, data tersebut
diolah berdasarkan data riskesdas 2013. (Depkes 2015).Berdasarkan hasil survei
awal di RSUD Tugurejo Semarang penyakit kanker menempati peringkat ke-14 di
tahun 2015.Tahun 2015 jumlah seluruh pasien rawat jalan di RSUD Tugurejo
Semarang sebanyak 163.000 orang, untuk jumlah seluruh pasien rawat jalan
penderita kanker payudara di RSUD Tugurejo tahun 2015 sebanyak 2.058 orang,
jadi prevalensi penderita kanker payudara di RSUD Tugurejo Tahun 2015 sebesar
1,26%. Pengobatan yang sering di lakukan pada penderita kanker salah satunya
kemoterapi. Pengobatan ini mempunyai efek menghambat masukan zat-zat gizi
yang penting bagi tubuh. Pada penderita kanker dalam kurun waktu tertentu akan
mengalami penurunan status gizi atau mengalami Cachexia, sehingga penderita
menjadi sangat kurus, lemah, dan kurang gizi. Kemoterapi merupakan salah satu
modalitas pengobatan pada kanker secara sistemik yang dipilih untuk mengatasi
kanker stadium lanjut, lokal maupun metastatis. Kemoterapi adalah tindakan
membunuh sel sel kanker dengan cara pemberian infuse. (Desen, 2008). Obat
kemoterapi umumnya berupa kombinasi dari beberapa obat yang diberikan secara
bersamaan dengan jadwal yang telah ditentukan.Selain membunuh sel kanker,
obat kemoterapi juga berefek pada sel-sel sehat yang normal, terutama yang cepat
tumbuh seperti rambut, lapisan mukosa usus dan sumsum tulang.Beberapa efek
samping yang terjadi pada kemoterapi, gangguan mual dan muntah adalah efek
samping frekuensi terbesar.(Yusuf, 2007).
Kanker payudara adalah tumor ganas yang menyerang jaringan payudara.
Jaringan payudara tersebut terdiri dari kelenjar susu (kelenjar pembuat air susu),
saluran kelenjar (saluran air susu), dan jaringan penunjang payudara. Kanker
payudara tidak menyerang kulit payudara yang berfungsi sebagai
pembungkus.Kanker payudara menyebabkan sel dan jaringan payudara berubah
bentuk menjadi abnormal dan bertambah banyak secara tidak terkendali.
Berdasarkan data GLOBOCAN (IARC) tahun 2012 diketahui bahwa kanker
payudara merupakan penyakit kanker dengan persentase kasus baru (setelah
dikontrol oleh umur) tertinggi, yaitu sebesar 43,3%, dan persentase kematian
(setelah dikontrol oleh umur) akibat kanker payudara sebesar 12,9%.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan frekuensi kemoterapi
dengan asupan makan dan penurunan berat badan penderita kanker payudara di
RSUD Tugurejo Semarang.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah explanatory research yaitu
penelitian yang membahas hubungan antara variabel dan menganalisis dengan
pengujian hipotesis yang telah dirumuskan dan metode penelitian yang digunakan
adalah survei analitik dengan pendekatan cross sectional.Jumlah sampel 20
responden.Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling.Data
asupan energi diperoleh melalui food recall. Data frekuensi kemoterapi diperoleh
dari catatan rekam medik dan untuk data berat badan penderita kanker payudara
diperoleh dari pengukuran berat badan actual menggunakan timbangan digital.Uji
statistik yang digunakan adalah Rank Spearman.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Karakteristik Sampel
Responden dalam penelitian ini adalah penderita penyakit kanker payudara
dengan kemoterapi yang melakukan perawatan rawat jalan di Ruang Dahlia 1 Poli
Kemoterapi RSUD Tugurejo Semarang.Responden pada penelitian ini sebanyak
20 responden yang terdiri dari responden perempuan. Distribusi responden
meliputi umur, perubahan berat badan, status gizi/ IMT, stadium kanker, frekuensi
kemoterapi, keadaan umum penderita kanker, dan asupan energi
1. Umur
Umur sampel penderita kanker payudara yang menjalani kemoterapi rawat
jalan di RSUD Tugurejo Semarang dapat dilihat pada tabel 4.1 .
Tabel 1 Distribusi Sampel Berdasarkan Umur
Umur (Tahun) N %
25-39 5 25.0
40-54 10 50.0
>55 5 25.0
Jumlah 20 100.0
(Sumber: Data terolah 2017)
Berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian besar (50%) umur
sampel berkisar antara40-54 tahun, dengan umur terendah sampel 28 tahun dan
umur tertinggi 62 tahun. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang menyebutkan
bahwa resiko kanker payudara meningkat seiring dengan pertambahan usia. Setiap

35
sepuluh tahun, resiko kanker meningkat dua kali lipat. Kejadian puncak kanker
payudara terjadi pada usia 40 tahun atau lebih. (Rasjidi dan Hartanto, 2009).
Pada penderita kanker payudara menurut Rasjidi, 2009 menyatakan bahwa
faktor resiko lain kanker payudara adalah penderita yang melahirkan anak
pertamanya > 30 tahun dan Nullipara (belum pernah melahirkan), hal ini sesuai
dengan penelitian ini yaitu menunjukkan adanya responden yang melahirkan anak
pertama > 30 tahun dan Nullipara. Resiko kanker payudara menunjukkan
peningkatan seiring dengan peningkatan usia wanita saat kehamilan pertamanya.

36
2. Penurunan Berat Badan
Penurunan berat badan penderita kanker payudara yang menjalani
kemoterapi dapat dilihat ada tabel 2.
Tabel 2.distribusi Sampel Penurunan Berat Badan
Penurunan Berat Badan Jumlah Presentase (%)
(Kg)
0,5 5,4 6 30
5,5 10 8 40
10 20 6 30
Jumlah 20 100
(Sumber: Data terolah 2017)
Berdasarkan tabel 2 menunjukkan bahwapenurunan berat sampel
terbanyak pada kelompok berat badan sebesar 5,5 10 kilogram (40%).
Klasifikasi berat badan penderita kanker payudara yang menjalani kemoterapi
dihasilkan nilai terendah yaitu 0,5 kg dan nilai tertinggi yaitu 18 kg.
Asupan makan penderita kanker biasanya terjadi penurunan, yaitu
hilangnya/ penurunan berat badan diatas 10% atau berat badan kurang dari 80%
BB ideal, dalam kurun waktu 3 bulan. (Trujillo, 2005).Seseorang yang menderita
kanker, maka gizi merupakan bagian dari terapi.Tujuan utama terapi gizi pada
penderita kanker adalah mempertahankan atau meningkatkan status nutrisi
sehingga dapat memperkecil terjadinya komplikasi meningkatkan efektivitas
terapi.(Ningrum, 2015).
3. Status Gizi/ IMT
Status gizi / IMT penderita kanker payudara yang menjalani kemoterapi di
RSUD Tugurejo Semarang dapat dilihat pada tabel 4.3.
Tabel 3 Distribusi Sampel Berdasarkan status Gizi/ IMT
Klasifikasi IMT N Presentase (%)
Kurus berat 2 10.0
Berat badan kurang/ 2 10.0
underweight
Normal 11 55.0
Overweight 5 25.0
Jumlah 20 100,0
(Sumber: Data terolah 2017)
Berdasarkan tabel 3 menunjukkan bahwa sebagian besar (55%) sampel
memiliki status gizi normal yaitu dengan klasifikasi IMT antara18,5-22,9 kg/m2.
Kurang lebih 50% penderita kanker mengalami penurunan berat badan dan
perubahan status gizi. (Mutlu EA, 2000). Keadaan status gizi yang normal pada
penderita kanker payudara berdasarkan hasil data yang telah diolah disebabkan
oleh berat badan awal penderita saat pertama menjalani kemoterapi memiliki berat
badan lebih atau status gizi overweight, maka dari itu status gizi pada tabel 4.2
masih menunjukkan rata-rata status gizi penderita normal.
Namun selain hal ini dapat disebabkan karena penderita kanker
menerapkan pola makan yang sehat, Menurut Rekomendasi dari World
Cancer Research Fund dan American Institute for Cancer Research pada
tahun 2007 menyatakan bahwa untuk mencegah penyakit kanker seseorang
sebaiknya menjaga berat badan dalam kisaran berat badan normal. Keadaan
kegemukan dan obesitas meningkatkan risiko beberapa kanker (Damayanthi
2008).
Pada penderita kanker payudara yang menjalani kemoterapi zat gizi
merupakan bagian penting dalam pengobatan kanker. Konsumsi makanan yang
tepat sebelum, disaat, serta sesudah proses kemoterapi dapat membantu penderita
kanker untuk merasa lebih sehat dan kuat. (Penuntun Diet Ed baru , Gramedia,
2007). Berdasarkan penelitian Azamris (2006) diketahui bahwa overweight
akan menigkatkan risiko kanker payudara 2.29 kali lipat .
4. Deskripsi Stadium kanker payudara
Klasifikasi stadium kanker payudara yang menjalani kemoterapi di RSUD
Tugurejo Semarang dapat dilihat di tabel 4.3.
Tabel 4 Klasifikasi Deskripsi Stadium Kanker Payudara
Stadium N Presentase
Kanker (%)
Stadium I 8 40.0
Stadium II 6 30.0
Stadium III 3 15.0
Stadium IV 3 15.0
Total 20 100.0
(Sumber: Data terolah 2017)
Berdasarkan tabel 4 menunjukkan bahwa sebagian besar penderita kanker
payudara di RSUD Tugurejo Semarang stadium kanker paling banyak yang
diderita responden yaitu stadium tingkat 1 dengan prevalensi 40%, kemudian
stadium II sebanyak 30%, dan stadium III dan IV sebanyak 15%. Klasifikasi
kanker payudara meliputi empat stadium yaitu stadium 1 ( kanker payudara
dengan besar 2 cm dan/ tidak memiliki nak sebar), 2, 3, dan stadium 4 yang
merupakan tipe kanker payudara dengan metastatis yang sudah jauh seperti ke
tengkorak, tulang punggung, paru paru, hati atau panggul. (Wiknjosastro, 2006).
Pada penderita kanker payudara biasanya terjadi penurunan berat badan, massa
otot dan kelemah ekstrim yang terkait dengan penyakit kanker atau sering di sebut
cachexia. (Trujillo, 2005).Sesuai dengan pernyataan yang disampaikan oleh
Trujillo bahwa Cachexia sering terjadi pada penderita kanker (24% pada stadium
dini dan > 80% pada stadium lanjut), AIDS dan penyakit kronis lainnya.Cachexia
meningkatkan morbiditas dan mortalitas serta menurunkan kualitas hidup,
survival penderita.
5. Deskripsi Frekuensi Kemoterapi Penderita Kanker Payudara
Klasifikasi deskripsi frekuensi kemoterapi penderita kanker payudara di
RSUD Tugurejo Semarang dapat dilihat di tabel 4.4.
Tabel 5 Klasifikasi Deskripsi Frekuensi Kemoterapi
Frekuensi N Presentase
Kemoterapi (%)
2 4 20
3 2 10
4 4 20
5 1 5
6 5 25
8 2 10
17 1 5
26 1 5
Total 20 100
(Sumber: Data terolah 2017)
Berdasarkan tabel 5 menunjukkan bahwa frekuensi kemoterapi penderita
kanker payudara di RSUD Tugurejo Semarang klasifikasi tertinggi terdapat 26
kali frekuensi kemoterapi dan klasifikasi terendah pada 2 kali frekuensi
kemoterapi.Penderita kanker payudara rata-rata menjalani frekuensi kemoterapi
sebanyak 6 kali frekuensi kemoterapi (25%).Frekuensi pemberian kemoterapi
tergantung pada stadium kanker dan kondisi tubuh pasien.
Kemoterapi adalah terapi untuk membunuh sel-sel kanker dengan obat
obat anti kanker yang disebut sitostatika (Suryaningsih dan Bertiani, 2009).
Pemberian kemoterapi tidak hanya diberikan sekali saja, namun diberikan secara
berulang dimana setiap pengulangan kemoterapi terdapat proses pengobatan
diselingi dengan pemulihan secara berulang sesuai dengan obat kemoterapi yang
diberikan. (Tjokronegoro, 2006).
Pemberian kemoterapi tidak hanya diberikan sekali saja, namun diberikan
secara berulang (berseri) artinya penderita menjalani kemoterapi setiap dua
seri, tiga seri, ataupun empat seri dimana setiap seri terdapat proses
pengobatan dengan kemoterapi diselingi dengan periode pemulihan kemudian
dilanjutkan dengan periode pengobatan kembali dan begitu seterusnya sesuai
dengan obat kemoterapi yang diberikan (Tjokronegoro, 2006). Sekali
kemoterapi dimulai, maka perlu diberikan kesempatan yang cukup kepada
obat-obat itu untuk bekerja. Karena itu pengobatan perlu diberikan setidak -
tidaknya dua kali, sebelum ditentukan lebih lanjut berapa lama keseluruhan
pengobatan akan berlangsung. Evaluasi dilakukan setelah 2 3 siklus
kemoterapi. Pada umumnya kemoterapi dapat diberikan berturut-turut selama 4
6 siklus dengan masa tenggang antara satu siklus ke siklus berikutnya 21 28 hari
(3 4 minggu) tergantung pada jenis obat yang digunakan. Perlu diperhatikan,
apabila dosis maksimal untuk setiap obat telah tercapai, pengobatan harus
dihentikan.
6. Kondisi Cachexia pada Penderita Kanker Payudara
Klasifikasi keadaan umum penderita kanker payudara yang menjalani
kemoterapi di RSUD Tugurejo Semarang dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6 DeskripsiKondisi CachexiaPenderita Kanker
Keadaan umum N Presentase
(%)
Cachexia 6 30.0
Tidak cachexia 14 70.0
Jumlah 20 100.0
(Sumber: Data terolah 2017)
Berdasarkan tabel 6.menunjukkan bahwa keadaan penderita kanker
payudara yang menjalani kemoterapi di RSUD Tugurejo Semarang mengalami
cachexia sebesar 30%. Hal ini menunjukkan bahwa penelitian ini sesuai dengan
teori Trujillo yang menyatakan bahwa Cachexia sering terjadi pada penderita
kanker 24% pada stadium dini dan >80% pada stadium lanjut.(Trujillo, 2005).
Saat ini, prevalensi obesitas meningkat di seluruh dunia, dan obesitas
diketahui akan meningkatkan risiko kanker, termasuk kanker payudara.
Obesitas dapat memengaruhi hasil klinis terapi kanker. Prevalensi cachexia pada
pasien kanker payudara rendah, meskipun demikian, pasien tetap memerlukan
tatalaksana nutrisi secara adekuat
Cachexia adalah penurunan berat badan, massa otot dan kelemah ekstrim
yang terkait pada penyakit serius seperti kanker, pada penderita yang mengalami
cachexia biasanya mengalami anorexia, mual, muntah serta depresi kronik yang
menyebabkan distress psikologis. (Trujillo, 2005). Menurut Komite
Penanggulangan Kanker Nasional diagnosis cachexia ditegakkan apabila
terdapat penurunan BB 5% dalam waktu 12 bulan atau IMT<20 kg/m2 disertai
dengan 3 dari 5 kriteria: (1) penurunan kekuatan otot, (2) fatique atau
kelelahan, (3) anoreksia, (4) massa lemak tubuh rendah, dan (5) abnormalitas
biokimiawi, berupa peningkatan petanda inflamasi (C Reactive Protein (CRP) >5
mg/L atau IL-6 >4pg/dL), anemia (Hb <12 g/dL), penurunan albumin serum (<3,2
g/dL)
7. Deskripsi Asupan Energi.
Klasifikasi deskripsi asupan energi pada penderita kanker payudara yang
menjalani kemoterapi di RSUD Tugurejo Semarang dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 7 Klasifikasi Deskripsi Asupan Energi
Asupan Energi N Presentase
% (%)
< 70 19 95.0
70-79 1 5.0
Jumlah 20 100
(Sumber: Data terolah 2017)
Berdasarkan tabel 4.6 dihitung menurut perhitungan kebutuhan pasien
kanker per individu menunjukkan bahwa asupan energi < 70% atau defisit sebesar
95% dan asupan 70-79% atau asupan kurang sebesar 5%, hasil ini menunjukkan
bahwa asupan energi penderita kanker payudara yang menjalani kemoterapi rata
rata mengalami asupan energy defisit dengan asupan energi minimum responden
adalah 262 kalori dan asupan energy maksimum 1258 kalori. Dari 20 jumlah
responden maka didapatkan hasil rata rata asupan energy responden adalah 627,7
kalori hal ini dikarenakan karena rata-rata sampel mengalami anorexia.
Penatalaksanaan kebutuhan gizi pada penderita kanker perlu diperhatikan
untuk memenuhi kebutuhan penderita serta meminimalisir asupan yang menurun.
Pada penderita kanker payudara dengan sindrom cachexia membutuhkan
tatalaksana multidimensi yang melibatkan pemberian kebutuhan gizi optimal,
farmakologi, dan aktifitas fisik. Pemberian kebutuhan gizi optimal pada
pasien cachexia perludilakukan secara individual sesuai dengan kondisi
penderita.Idealnya, perhitungan kebutuhan energi pada penderita kanker
ditentukan dengan kalorimetri indirek. Namun, apabila tidak tersedia, penentuan
kebutuhan energi pada pasien kanker dapat dilakukan dengan rumus rule of
thumb. (Komite Penanggulangan Kanker Nasional, 2016)
Dalam pemberian makanan pada penderita kanker menganjurkan diit
tinggi energy tinggi protein (TETP) untuk mencegah penurunan berat badan
secara berlebih.(Almatsier, 2004). Asupan energy yang rendah pada penderita
kanker salah satunya disebabkan karena adanya mual dan muntah pada pasien
yang sedang menjalani kemoterapi akut yang terjadi 24 jam pertama setelah
diberikan kemoterapi (Suryaningsih dan Bertiani, 2009) yang menyebabkan
asupan menurun yang menyebabkan asupan energy rendah.
Penurunan nafsu makan akan mengakibatkan asupan makan dan berat
badan menjadi turun. Masalah gizi yang paling sering terjadi pada pasien setelah
kemoterapi adalah asupan protein dan kalori yang kurang, hal inilah yang bisa
menjadi risiko pasien kanker lebih mudah terkena infeksi maupun lambatnya
proses penyembuhan, maka diperlukannya terapi gizi yang tepat pada penderita
kanker (Eryn, 2016).
Dalam pemberian makanan pada penderita kanker menganjurkan diit
tinggi energy tinggi protein (TETP) untuk mencegah penurunan berat badan
secara berlebih.(Almatsier, 2004). Untuk pemberian protein diberikan tinggi yaitu
1-1,5 gram/kgBB/hari untuk mempertahankan kondisi tubuh yang baik dan 1,5-2
gram/kgBB/hari bila banyak jaringan yang rusak ( Tatik Mulyati, 2003).
Efek samping kemoterapi banyak mengganggu asupan terhadap pasien
penderita kanker, maka diperlukan terapi gizi yang tepat pada penderita kanker
yang mendapatkan kemoterapi agar dapat mengkoreksi defisit gizi
penderita.(Eryn, 2016).Terapi pada penderita kanker dapat menimbulkan berbagai
risiko, sehingga pasien penderita kanker memerlukan pendekatan sistemik pada
pengobatan penyakit tersebut.Sebagian besar penderita kanker memilih untuk
terapi kemoterapi, terapi ini menjadi pilihan utama yang tersedia saat ini untuk
mengatasi kanker.Kemoterapi merupakan terapi kanker yang melibatkan
penggunaan zat kimia ataupun obat-obatan yang tujuanya untuk membunuh sel-
sel kanker. (Rozi, 2013)
Penderita kanker sering disertai adanya sindroma yang ditandai gejala
klinik seperti anorexia, penurunan berat badan, anemia, gangguan metabolisme
karbohidrat.Keadaan ini merupakan akibat dari kanker baik lokal maupun
sistemik dan juga merupakan komplikasi dari obat anti kanker itu
sendiri.Metabolisme energi berkaitan erat dengan metabolism karbohidrat, protein
dan lemak.Pada pasien kanker metabolisme zat tersebut mengalami perubahan
dan berpengaruh terhadap terjadinya penurunan berat badan.Hipermetabolisme,
didefinisikan dengan meningkatnya pengeluaran energi pada saat
istirahat.Peningkatan metabolisme ini sampai 50% lebih tinggi dibandingkan
dengan pasien bukan kanker.Tetapi peningkatan metabolisme tersebut tidak
terjadi pada semua pasien kanker.Beberapa penelitianmelaporkan peningkatan
metabolisme ini berhubungan dengan penurunan statusnutrisi dan jenis serta
besar tumor (Bukhari, 2014).
UJI HUBUNGAN
1 Hubungan Frekuensi Kemoterapi dengan Asupan Energi
Hasil penelitian uji kenormalan data antara frekuensi kemoterapi dengan
asupan energi penderita kanker payudara, menggunakan Uji Shapiro-Wilk. Uji
korelasi yang digunakan adalah uji korelasi non parametrik Rank Spearman.
Hasil analisis menunjukkan hubungan frekuensi kemoterapi dengan
asupan energy memiliki r = 0,103 dan p-value = 0,665 (p-value> 0,05). Dapat
disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara frekuensi
kemoterapi dengan asupan energi.
Penelitian ini sejalan dengan Riza Yulita, 2015 dengan hasil analisis
statistik dengan pendekatan cross sectional dengan cara pengambilan sampel
Consecutive sampling diperoleh nilai p 0,165. Nilai p >0,05 maka tidak ada
hubungan antara frekuensi kemoterapi dengan asupan energi. Penelitian ini juga
didukung dengan penelitian Dyah Retno Ningrum, 2015 dengan hasil analisis
statistik Fishers Extract test, hasil uji ststistik menunjukkan tidak ada pengaruh
kemoterapi terhadap asupan energi dengan nilai p 0,150.
Pengobatan kanker dengan kemoterapi, efeknya tidak hanya berdampak
pada tubuh yang terken kanker saja, tetapi dapat mempengaruhi kondisi tubuh
secara keseluruhan. Sel-sel tubuh yang semula normal akan terjadi diare,
konstipasi, dan malabsorbsi. Meskipun demikian efek pada saluran
gastrointestinal ini hanya bersifat sementara. Setelah beberapa hari akan tumbuh
sel-sel baru dan selanjutnya fungsi gastrointestinal pun dapat normal kembali.
Gangguan lain hanya dapat timbul adalah gangguan indra perasa, mual dan
muntah (Foltz et al, 1987). Setelah kemoterapi selesai maka gangguan tersebut
akan hilang dan status gizi dapat menjadi baik

2 Hubungan Frekuensi Kemoterapi dengan Penurunan Berat Badan


Hasil penelitian uji kenormalan data antara frekuensi kemoterapi dengan
penurunan berat badan, menggunakan Uji Shapiro-Wilk. Uji korelasi yang
digunakan adalah uji korelasi non parametrik Rank Spearman.
Hasil uji korelasinya menunjukkan bahwa nilai p-value sebesar 0,050,
menggambarkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara frekuensi
kemoterapi dengan penurunan berat badan. Seluruh sampel yang menjalani
kemoterapi di RSUD Tugurejo Semarang mengalami penurunan berat badan
dengan nilai rata-rata penurunan berat badan adalah 8 kg dengan penurunan berat
badan terendah sebesar 0,5 kg, penurunan berat badan tertinggi sebesar 18 kg.
Rata- rata sampel, penderita kanker menjalani frekuensi kemoterapi
sebanyak 6 kali, dengan penurunan berat badan rata rata pada sampel sebesar 8
kilogram, hal ini menunjukkan bahwa pada sampel penderita kanker payudara
mengalami penurunan berat badan sebanyak 5-10%. Per bulan.Hal ini sesuai teori
yang mengatakan bahwa malnutrisi pada penderita kanker selain akibat penyakit
kanker itu sendiri, juga merupakan efek samping dari terapi medis yang
dijalani.Menurut Wilkes (2000). Pemeriksaan status gizi dilakukan berdasarkan
criteria the Global Subjective Assessment, yaitu nourished (berat badan turun < 5 -
10% dalam waktu 1 bulan ), at risk of malnutrition (berat badan turun 5 10%
dalam waktu 1 bulan), dan malnourished (berat badan turun > 10% dalam watu 1
bulan). ( Peltz, 2002 ).
Kemoterapi menimbulkan efek samping yaitu penurunan asupan makan,
kelelahan, anoreksia dan peningkatan resiko infeksi sering dijumpai pada orang
yang mendapatkan kemoterapi tetapi tergantung pada pengobatan dan dosis yang
di berikan (Webster dkk, 2011) Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Ismi (2008) ppenderita dengan frekuensi kemoterapi sebanyak tiga kali dengan
frekuensi radiasi 12 kali memiliki asupan energi, protein yang buruk. Frekuensi
kemoterapi mempengaruhi asupan zat gizi karena efek samping yang diakibatkan
dari kemoradiasi berupa mual, muntah dan diare.Sehingga dapat menurunkan
asupan zat gizi pasien.(Riza, 2015).
Pada penderita kanker, penurunan berat badan, massa otot dapat
menyebabkan distress psikologis, perubahan komposisi tubuh, gangguan
metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein. (Trujillo, 2005). Dalam pemberian
makanan pada penderita kanker menganjurkan diit tinggi energy tinggi protein
(TETP) untuk mencegah penurunan berat badan secara berlebih.(Almatsier,
2004). Metabolisme lemak pada penderita kanker penderita akan mengalami
kehilangan jaringan lemakkarena terjadi peningkatan lipolisis dan penurunan
lipogenesis. Turnover glycerol danfree fathy acid (FFA) meningkat, penurunan
kadar lipoprotein lipase menyebabkanklirens triglyceride dari plasma menurun,
kadar triglyceride meningkat, high dan low density lipoprotein menurun (Trujillo,
2005). Selain itu penderita kanker paska kemoterapi dapat terjadi malnutrisi,
bahkan sebelum melakukan terapi pasien sudah mengalami masalah metabolisme
dan fisiologis. Efek samping kemoterapi banyak mengganggu asupan terhadap
pasien penderita kanker, maka diperlukan terapi gizi yang tepat pada penderita
kanker yang mendapatkan kemoterapi agar dapat mengkoreksi defisit gizi
penderita.(Eryn, 2016).
Penyakit kanker payudara seringkali disertai dengan penurunan berat
badan yang berlebihan dan malnutrisi. Malnutrisi mempunyai dampak terhadap
kekebalan tubuh dan menurunkan toleransi pasien terhadap sitostatika,
radiasi dan pembedahan. Malnutrisi berpengaruh terhadap hasil pengobatan.
Malnutrisi dan kaheksia merupakan indicator prognosis yang buruk berkaitan
dengan mortalitas (Sukrisman, 2006).
Pengobatan kanker dengan kemoterapi, efeknya tidak hanya berdampak
pada tubuh yang terken kanker saja, tetapi dapat mempengaruhi kondisi tubuh
secara keseluruhan. Sel-sel tubuh yang semula normal akan terjadi diare,
konstipasi, dan malabsorbsi. Meskipun demikian efek pada saluran
gastrointestinal ini hanya bersifat sementara. Setelah beberapa hari akan tumbuh
sel-sel baru dan selanjutnya fungsi gastrointestinal pun dapat normal kembali.
Gangguan lain hanya dapat timbul adalah gangguan indra perasa, mual dan
muntah (Foltz et al, 1987). Setelah kemoterapi selesai maka gangguan tersebut
akan hilang dan status gizi dapat menjadi baik. Steroid yang digunakan saat
kemoterapi memerlukan pembatasan dalam intake natrium dan karbohidrat karena
adanya penimbunan cairan dan meningkatnya kadar glukosa serum. Efek samping
yang terjadi selama kemoterapi ini membuat pasien kanker sulit untuk
mengkonsumsi zat gizi secara optimal, maka dari itu berat badan dapat turun.
Dengan demikian perlu penanganan lebih lanjut pada penderita kemoterapi ini
agar penderita dapat memperbaiki ststus gizi secara optimal (eryn, 2016)

KESIMPULAN
Rata-rata sampel memiliki status gizi normal dengan presentase 55% dan
rata rata frekuensi kemoterapi yang dijalani oleh penderita yaitu 6 kali frekuensi
dengan presentase 25%. Karakteristik deskripsi keadaan umum sampel sebanyak
14 sampel (70%) tidak mengalami cachexia dan sebanyak 6 sampel (30%)
mengalamicachexia.Asupan energi penderita kanker menurut perhitungan kanker
sebanyak 19 sampel (95%) dengan klasifikasi asupan defisit dan 1 sampel (5%)
dengan klasifikasi asupan kurang.Frekuensi kemoterapi tidak berpengaruh
terhadap asupan makan namun frekuensi kemoterapi dapat mempengaruhi
penurunan berat badan penderita kanker yang menjalani kemoterapi.

5.2. Saran
Bagi Penderita Kanker
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber edukasi dan konseling
pada pasien kanker payudara yang menjalani kemoterapi supaya tetap menjaga
kondisinya selama menjalani perawatan kemoterapi dengan pola hidup sehat dan
motivasi dari pihak keluarga agar asupan makan tetap baik dan status gizi tidak
turun secara derastis.
Bagi Peneliti
Perlu lebih di spesifikan untuk jenis kemoterapi serta obat yang diberikan
untuk memudahkan peneliti dalam penentuan status gizi serta mengamati
perubahan fungsional tubuh penderita kanker yang menjalani kemoterapi.
DAFTAR PUSTAKA

A, Lehri., R, Mokha,. 2006. Effectiveness of Aerobic and Strenght Training in Causing


Weight Loss and Favourable Body Composition in Females. Journal of Exercise
Science and Physiotherapy, 2, pp 96-99.

Almatsier, S. 2007. Penuntun Diet. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

American Cancer Society.Breast Cancer. 2013. Cancer Facts and Figures 2013.
Atlanta: American Cancer Society .hlm. 1-12.

Astari, Riza.Y.K. 2015. Hubungan Frekuensi Kemoterapi dan Kecemasan Terhadap


Asupan Energi, Protein, Lemak dan Karbohidrat pada Pasien Kanker Serviks di
RSUD Dr Moewardi.Naskah Publikasi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Aziz, MF., Andrijono., Saifuddin A. 2010. Buku Acuan Nasional Onkologi Ginekologi.
2nd ed. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohaerdjo.

Bakhtiar.(2012). Manfaat & Efek Samping Kemoterapi.www. Manfaat dan efek samping
kemoterapi_Bakhtiar.htm.

Bintanah, S, Kusuma,H.S, Setiawati, Y.N, Mulyati, T. 2016. Perhitungan Kebutuhan


Gizi Individu. Next Book: Semarang.

Brunner dan Suddarth.2001. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume2.Jakarta


:Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Cancer Helps, 2009. Penyebab Kanker . Global Bioscience 2004-2009. Available from
:http://www.cancerhelps.com/penyebab-kanker.

C. Long Barbara. 1996. Perawatan Medikal Bedah, jilid 3. Yayasan IAPK Pajajaran:
Bandung.

Departemen Kesehatan RI. 2009. Divisi Hematologi & Onkologi Medik. Jakarta:
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU.

Depkes RI. 2003. Survey Indeks Masa Tubuh (IMT) Pengumpulan Status Gizi Orang
Dewasa Berdasarkan IMT. Jakarta: Direktorat Bina Gizi Masyarakat.

DEPKES RI.1996. Pedoman Praktis Pemantauan Gizi Orang Dewasa. Jakarta: Depkes.

Dinkes RI. 2007. Kanker Payudara. http://www.dinkes.go.id/.

Globucan, International Agency for Research on Cancer (IARC),


2002.www.Globucan.go.id.
Hartati, S.A. 2009. Konsep Diri dan kecemasan Wanita penderita kanker Payudara di
Poli Bedah Onkologi RSU Adam Malik.Skripsi.FK Universitas Sumatra Utara.
Surono, Cipto. 2000. Pengertian Berat Badan Definisi.Diakses dari Sarjanaku.com
pada 1 Juni 2017.

Suryaningsih dan Bertiani 2009, Kemoterapi Pada Penderita kanker.www.kemoterapi


pada penderita kanker-Suryaningsih&Bertiani.

Sutandyo, N. & R. 2006.Terapi nutrisi pada kanker, dalam Sudoyo. In: Buku ajar ilmu
penyakit dalam. 3rd ed. Jakarta: Pusat Penerbit Departemen Penyakit Dalam
FKUI.

Sutandyo N. 2007. Nutrisi pada Pasien Kanker yang Mendapat Kemoterapi. Indones J
Cancer ;4:14448.RS. Dharmais, Jakarta.

Trujillo EB, Bergerson ASL, Graf JC, Mechael M . 2005. Cancer. In: The American
Society for Parenteral and Enteral Nutrition Support Practice Manual.

Trijayanti, Eryn. Probosari.2016. Hubungan Asupan makan dan Status Gizi pda pasien
Kanker Serviks Post Kemoterapi.Jurnal kedokteran Diponegoro Volume 5,
Nomor 4. ISSN Online : 2540-8844.

R. Haryani. 2008. Kecukupan Nutrias Pada Pasien Kanker. Indonesian Journal Of


Cancer 140-3. Jakarta.

Rasjidi, Imam. 2009. Deteksi dini dan Pencegahan Kanker Payudara pada Wanita.
Jakarta: Sagung Seto.

WHO. 2006. Guidelines for the early detection and screening of Breast Cancer.
Retrieved December 10, 2011. http:/www.who.int/cancer.

WHO. 2011. NonCommunicable Disease Country Profiles 2011.

Willie Japaries dan Wan Desen. 2008. Buku Ajar Onkologi. Jakarta: FK UI.

Potrebbero piacerti anche