Documenti di Didattica
Documenti di Professioni
Documenti di Cultura
Diajukan Oleh:
YUNIKA KASYANINGRUM
G2B013001
ABSTRACT
Breast cancer is a group of un normal cell on breast which growth rapidly.
In the end, these cells create a lump on breast. One of the cancer treatment is
chemotherapy, chemotherapy is administered frequency repeatedly in accordance
with the chemotherapy drugs are given. On cancer patients who undergo
chemotherapy have some side effects one of it is cachexia, which is sufferers who
is experiencing weight loss in the extrim mark with anorexia, weight loss that
causes the patient's nutritional status is down drastically especially at an advanced
stage. This research aims to know the relationship of frequencyof chemotherapy
frequency with food intake (energy) and weight loss of breast cancer out-patients
in tugurejo hospital semarang.
This research is explanatory research using other types of research and
research methods used are analytic survey with cross sectional approach. Total
respondents is 20. The samples are obtained using purposive sampling technique.
Data of energy, intake are obtained from food recall. Data of chemotherapy
frequency is obtained from medical record of Tugurejo Hospital and data of
nutrition status is obtained by measurement of the anthropometry of breast cancer
out-patients in Tugurejo Hospital Semarang. Statistics examination is using rank
spearman.
There is no significant correlation between chemotherapy frequency with
energy intake (p value 0,665) r = 0,103, and there is significant correlation
between chemotherapy frequency with weight changes of breast cancer with p
value 0,050 r = 0,444.Chemotherapy frequency has no correlation with food
intake (energy) and chemotherapy frequency correlation with weight loss of breast
cancer patients.
35
sepuluh tahun, resiko kanker meningkat dua kali lipat. Kejadian puncak kanker
payudara terjadi pada usia 40 tahun atau lebih. (Rasjidi dan Hartanto, 2009).
Pada penderita kanker payudara menurut Rasjidi, 2009 menyatakan bahwa
faktor resiko lain kanker payudara adalah penderita yang melahirkan anak
pertamanya > 30 tahun dan Nullipara (belum pernah melahirkan), hal ini sesuai
dengan penelitian ini yaitu menunjukkan adanya responden yang melahirkan anak
pertama > 30 tahun dan Nullipara. Resiko kanker payudara menunjukkan
peningkatan seiring dengan peningkatan usia wanita saat kehamilan pertamanya.
36
2. Penurunan Berat Badan
Penurunan berat badan penderita kanker payudara yang menjalani
kemoterapi dapat dilihat ada tabel 2.
Tabel 2.distribusi Sampel Penurunan Berat Badan
Penurunan Berat Badan Jumlah Presentase (%)
(Kg)
0,5 5,4 6 30
5,5 10 8 40
10 20 6 30
Jumlah 20 100
(Sumber: Data terolah 2017)
Berdasarkan tabel 2 menunjukkan bahwapenurunan berat sampel
terbanyak pada kelompok berat badan sebesar 5,5 10 kilogram (40%).
Klasifikasi berat badan penderita kanker payudara yang menjalani kemoterapi
dihasilkan nilai terendah yaitu 0,5 kg dan nilai tertinggi yaitu 18 kg.
Asupan makan penderita kanker biasanya terjadi penurunan, yaitu
hilangnya/ penurunan berat badan diatas 10% atau berat badan kurang dari 80%
BB ideal, dalam kurun waktu 3 bulan. (Trujillo, 2005).Seseorang yang menderita
kanker, maka gizi merupakan bagian dari terapi.Tujuan utama terapi gizi pada
penderita kanker adalah mempertahankan atau meningkatkan status nutrisi
sehingga dapat memperkecil terjadinya komplikasi meningkatkan efektivitas
terapi.(Ningrum, 2015).
3. Status Gizi/ IMT
Status gizi / IMT penderita kanker payudara yang menjalani kemoterapi di
RSUD Tugurejo Semarang dapat dilihat pada tabel 4.3.
Tabel 3 Distribusi Sampel Berdasarkan status Gizi/ IMT
Klasifikasi IMT N Presentase (%)
Kurus berat 2 10.0
Berat badan kurang/ 2 10.0
underweight
Normal 11 55.0
Overweight 5 25.0
Jumlah 20 100,0
(Sumber: Data terolah 2017)
Berdasarkan tabel 3 menunjukkan bahwa sebagian besar (55%) sampel
memiliki status gizi normal yaitu dengan klasifikasi IMT antara18,5-22,9 kg/m2.
Kurang lebih 50% penderita kanker mengalami penurunan berat badan dan
perubahan status gizi. (Mutlu EA, 2000). Keadaan status gizi yang normal pada
penderita kanker payudara berdasarkan hasil data yang telah diolah disebabkan
oleh berat badan awal penderita saat pertama menjalani kemoterapi memiliki berat
badan lebih atau status gizi overweight, maka dari itu status gizi pada tabel 4.2
masih menunjukkan rata-rata status gizi penderita normal.
Namun selain hal ini dapat disebabkan karena penderita kanker
menerapkan pola makan yang sehat, Menurut Rekomendasi dari World
Cancer Research Fund dan American Institute for Cancer Research pada
tahun 2007 menyatakan bahwa untuk mencegah penyakit kanker seseorang
sebaiknya menjaga berat badan dalam kisaran berat badan normal. Keadaan
kegemukan dan obesitas meningkatkan risiko beberapa kanker (Damayanthi
2008).
Pada penderita kanker payudara yang menjalani kemoterapi zat gizi
merupakan bagian penting dalam pengobatan kanker. Konsumsi makanan yang
tepat sebelum, disaat, serta sesudah proses kemoterapi dapat membantu penderita
kanker untuk merasa lebih sehat dan kuat. (Penuntun Diet Ed baru , Gramedia,
2007). Berdasarkan penelitian Azamris (2006) diketahui bahwa overweight
akan menigkatkan risiko kanker payudara 2.29 kali lipat .
4. Deskripsi Stadium kanker payudara
Klasifikasi stadium kanker payudara yang menjalani kemoterapi di RSUD
Tugurejo Semarang dapat dilihat di tabel 4.3.
Tabel 4 Klasifikasi Deskripsi Stadium Kanker Payudara
Stadium N Presentase
Kanker (%)
Stadium I 8 40.0
Stadium II 6 30.0
Stadium III 3 15.0
Stadium IV 3 15.0
Total 20 100.0
(Sumber: Data terolah 2017)
Berdasarkan tabel 4 menunjukkan bahwa sebagian besar penderita kanker
payudara di RSUD Tugurejo Semarang stadium kanker paling banyak yang
diderita responden yaitu stadium tingkat 1 dengan prevalensi 40%, kemudian
stadium II sebanyak 30%, dan stadium III dan IV sebanyak 15%. Klasifikasi
kanker payudara meliputi empat stadium yaitu stadium 1 ( kanker payudara
dengan besar 2 cm dan/ tidak memiliki nak sebar), 2, 3, dan stadium 4 yang
merupakan tipe kanker payudara dengan metastatis yang sudah jauh seperti ke
tengkorak, tulang punggung, paru paru, hati atau panggul. (Wiknjosastro, 2006).
Pada penderita kanker payudara biasanya terjadi penurunan berat badan, massa
otot dan kelemah ekstrim yang terkait dengan penyakit kanker atau sering di sebut
cachexia. (Trujillo, 2005).Sesuai dengan pernyataan yang disampaikan oleh
Trujillo bahwa Cachexia sering terjadi pada penderita kanker (24% pada stadium
dini dan > 80% pada stadium lanjut), AIDS dan penyakit kronis lainnya.Cachexia
meningkatkan morbiditas dan mortalitas serta menurunkan kualitas hidup,
survival penderita.
5. Deskripsi Frekuensi Kemoterapi Penderita Kanker Payudara
Klasifikasi deskripsi frekuensi kemoterapi penderita kanker payudara di
RSUD Tugurejo Semarang dapat dilihat di tabel 4.4.
Tabel 5 Klasifikasi Deskripsi Frekuensi Kemoterapi
Frekuensi N Presentase
Kemoterapi (%)
2 4 20
3 2 10
4 4 20
5 1 5
6 5 25
8 2 10
17 1 5
26 1 5
Total 20 100
(Sumber: Data terolah 2017)
Berdasarkan tabel 5 menunjukkan bahwa frekuensi kemoterapi penderita
kanker payudara di RSUD Tugurejo Semarang klasifikasi tertinggi terdapat 26
kali frekuensi kemoterapi dan klasifikasi terendah pada 2 kali frekuensi
kemoterapi.Penderita kanker payudara rata-rata menjalani frekuensi kemoterapi
sebanyak 6 kali frekuensi kemoterapi (25%).Frekuensi pemberian kemoterapi
tergantung pada stadium kanker dan kondisi tubuh pasien.
Kemoterapi adalah terapi untuk membunuh sel-sel kanker dengan obat
obat anti kanker yang disebut sitostatika (Suryaningsih dan Bertiani, 2009).
Pemberian kemoterapi tidak hanya diberikan sekali saja, namun diberikan secara
berulang dimana setiap pengulangan kemoterapi terdapat proses pengobatan
diselingi dengan pemulihan secara berulang sesuai dengan obat kemoterapi yang
diberikan. (Tjokronegoro, 2006).
Pemberian kemoterapi tidak hanya diberikan sekali saja, namun diberikan
secara berulang (berseri) artinya penderita menjalani kemoterapi setiap dua
seri, tiga seri, ataupun empat seri dimana setiap seri terdapat proses
pengobatan dengan kemoterapi diselingi dengan periode pemulihan kemudian
dilanjutkan dengan periode pengobatan kembali dan begitu seterusnya sesuai
dengan obat kemoterapi yang diberikan (Tjokronegoro, 2006). Sekali
kemoterapi dimulai, maka perlu diberikan kesempatan yang cukup kepada
obat-obat itu untuk bekerja. Karena itu pengobatan perlu diberikan setidak -
tidaknya dua kali, sebelum ditentukan lebih lanjut berapa lama keseluruhan
pengobatan akan berlangsung. Evaluasi dilakukan setelah 2 3 siklus
kemoterapi. Pada umumnya kemoterapi dapat diberikan berturut-turut selama 4
6 siklus dengan masa tenggang antara satu siklus ke siklus berikutnya 21 28 hari
(3 4 minggu) tergantung pada jenis obat yang digunakan. Perlu diperhatikan,
apabila dosis maksimal untuk setiap obat telah tercapai, pengobatan harus
dihentikan.
6. Kondisi Cachexia pada Penderita Kanker Payudara
Klasifikasi keadaan umum penderita kanker payudara yang menjalani
kemoterapi di RSUD Tugurejo Semarang dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6 DeskripsiKondisi CachexiaPenderita Kanker
Keadaan umum N Presentase
(%)
Cachexia 6 30.0
Tidak cachexia 14 70.0
Jumlah 20 100.0
(Sumber: Data terolah 2017)
Berdasarkan tabel 6.menunjukkan bahwa keadaan penderita kanker
payudara yang menjalani kemoterapi di RSUD Tugurejo Semarang mengalami
cachexia sebesar 30%. Hal ini menunjukkan bahwa penelitian ini sesuai dengan
teori Trujillo yang menyatakan bahwa Cachexia sering terjadi pada penderita
kanker 24% pada stadium dini dan >80% pada stadium lanjut.(Trujillo, 2005).
Saat ini, prevalensi obesitas meningkat di seluruh dunia, dan obesitas
diketahui akan meningkatkan risiko kanker, termasuk kanker payudara.
Obesitas dapat memengaruhi hasil klinis terapi kanker. Prevalensi cachexia pada
pasien kanker payudara rendah, meskipun demikian, pasien tetap memerlukan
tatalaksana nutrisi secara adekuat
Cachexia adalah penurunan berat badan, massa otot dan kelemah ekstrim
yang terkait pada penyakit serius seperti kanker, pada penderita yang mengalami
cachexia biasanya mengalami anorexia, mual, muntah serta depresi kronik yang
menyebabkan distress psikologis. (Trujillo, 2005). Menurut Komite
Penanggulangan Kanker Nasional diagnosis cachexia ditegakkan apabila
terdapat penurunan BB 5% dalam waktu 12 bulan atau IMT<20 kg/m2 disertai
dengan 3 dari 5 kriteria: (1) penurunan kekuatan otot, (2) fatique atau
kelelahan, (3) anoreksia, (4) massa lemak tubuh rendah, dan (5) abnormalitas
biokimiawi, berupa peningkatan petanda inflamasi (C Reactive Protein (CRP) >5
mg/L atau IL-6 >4pg/dL), anemia (Hb <12 g/dL), penurunan albumin serum (<3,2
g/dL)
7. Deskripsi Asupan Energi.
Klasifikasi deskripsi asupan energi pada penderita kanker payudara yang
menjalani kemoterapi di RSUD Tugurejo Semarang dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 7 Klasifikasi Deskripsi Asupan Energi
Asupan Energi N Presentase
% (%)
< 70 19 95.0
70-79 1 5.0
Jumlah 20 100
(Sumber: Data terolah 2017)
Berdasarkan tabel 4.6 dihitung menurut perhitungan kebutuhan pasien
kanker per individu menunjukkan bahwa asupan energi < 70% atau defisit sebesar
95% dan asupan 70-79% atau asupan kurang sebesar 5%, hasil ini menunjukkan
bahwa asupan energi penderita kanker payudara yang menjalani kemoterapi rata
rata mengalami asupan energy defisit dengan asupan energi minimum responden
adalah 262 kalori dan asupan energy maksimum 1258 kalori. Dari 20 jumlah
responden maka didapatkan hasil rata rata asupan energy responden adalah 627,7
kalori hal ini dikarenakan karena rata-rata sampel mengalami anorexia.
Penatalaksanaan kebutuhan gizi pada penderita kanker perlu diperhatikan
untuk memenuhi kebutuhan penderita serta meminimalisir asupan yang menurun.
Pada penderita kanker payudara dengan sindrom cachexia membutuhkan
tatalaksana multidimensi yang melibatkan pemberian kebutuhan gizi optimal,
farmakologi, dan aktifitas fisik. Pemberian kebutuhan gizi optimal pada
pasien cachexia perludilakukan secara individual sesuai dengan kondisi
penderita.Idealnya, perhitungan kebutuhan energi pada penderita kanker
ditentukan dengan kalorimetri indirek. Namun, apabila tidak tersedia, penentuan
kebutuhan energi pada pasien kanker dapat dilakukan dengan rumus rule of
thumb. (Komite Penanggulangan Kanker Nasional, 2016)
Dalam pemberian makanan pada penderita kanker menganjurkan diit
tinggi energy tinggi protein (TETP) untuk mencegah penurunan berat badan
secara berlebih.(Almatsier, 2004). Asupan energy yang rendah pada penderita
kanker salah satunya disebabkan karena adanya mual dan muntah pada pasien
yang sedang menjalani kemoterapi akut yang terjadi 24 jam pertama setelah
diberikan kemoterapi (Suryaningsih dan Bertiani, 2009) yang menyebabkan
asupan menurun yang menyebabkan asupan energy rendah.
Penurunan nafsu makan akan mengakibatkan asupan makan dan berat
badan menjadi turun. Masalah gizi yang paling sering terjadi pada pasien setelah
kemoterapi adalah asupan protein dan kalori yang kurang, hal inilah yang bisa
menjadi risiko pasien kanker lebih mudah terkena infeksi maupun lambatnya
proses penyembuhan, maka diperlukannya terapi gizi yang tepat pada penderita
kanker (Eryn, 2016).
Dalam pemberian makanan pada penderita kanker menganjurkan diit
tinggi energy tinggi protein (TETP) untuk mencegah penurunan berat badan
secara berlebih.(Almatsier, 2004). Untuk pemberian protein diberikan tinggi yaitu
1-1,5 gram/kgBB/hari untuk mempertahankan kondisi tubuh yang baik dan 1,5-2
gram/kgBB/hari bila banyak jaringan yang rusak ( Tatik Mulyati, 2003).
Efek samping kemoterapi banyak mengganggu asupan terhadap pasien
penderita kanker, maka diperlukan terapi gizi yang tepat pada penderita kanker
yang mendapatkan kemoterapi agar dapat mengkoreksi defisit gizi
penderita.(Eryn, 2016).Terapi pada penderita kanker dapat menimbulkan berbagai
risiko, sehingga pasien penderita kanker memerlukan pendekatan sistemik pada
pengobatan penyakit tersebut.Sebagian besar penderita kanker memilih untuk
terapi kemoterapi, terapi ini menjadi pilihan utama yang tersedia saat ini untuk
mengatasi kanker.Kemoterapi merupakan terapi kanker yang melibatkan
penggunaan zat kimia ataupun obat-obatan yang tujuanya untuk membunuh sel-
sel kanker. (Rozi, 2013)
Penderita kanker sering disertai adanya sindroma yang ditandai gejala
klinik seperti anorexia, penurunan berat badan, anemia, gangguan metabolisme
karbohidrat.Keadaan ini merupakan akibat dari kanker baik lokal maupun
sistemik dan juga merupakan komplikasi dari obat anti kanker itu
sendiri.Metabolisme energi berkaitan erat dengan metabolism karbohidrat, protein
dan lemak.Pada pasien kanker metabolisme zat tersebut mengalami perubahan
dan berpengaruh terhadap terjadinya penurunan berat badan.Hipermetabolisme,
didefinisikan dengan meningkatnya pengeluaran energi pada saat
istirahat.Peningkatan metabolisme ini sampai 50% lebih tinggi dibandingkan
dengan pasien bukan kanker.Tetapi peningkatan metabolisme tersebut tidak
terjadi pada semua pasien kanker.Beberapa penelitianmelaporkan peningkatan
metabolisme ini berhubungan dengan penurunan statusnutrisi dan jenis serta
besar tumor (Bukhari, 2014).
UJI HUBUNGAN
1 Hubungan Frekuensi Kemoterapi dengan Asupan Energi
Hasil penelitian uji kenormalan data antara frekuensi kemoterapi dengan
asupan energi penderita kanker payudara, menggunakan Uji Shapiro-Wilk. Uji
korelasi yang digunakan adalah uji korelasi non parametrik Rank Spearman.
Hasil analisis menunjukkan hubungan frekuensi kemoterapi dengan
asupan energy memiliki r = 0,103 dan p-value = 0,665 (p-value> 0,05). Dapat
disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara frekuensi
kemoterapi dengan asupan energi.
Penelitian ini sejalan dengan Riza Yulita, 2015 dengan hasil analisis
statistik dengan pendekatan cross sectional dengan cara pengambilan sampel
Consecutive sampling diperoleh nilai p 0,165. Nilai p >0,05 maka tidak ada
hubungan antara frekuensi kemoterapi dengan asupan energi. Penelitian ini juga
didukung dengan penelitian Dyah Retno Ningrum, 2015 dengan hasil analisis
statistik Fishers Extract test, hasil uji ststistik menunjukkan tidak ada pengaruh
kemoterapi terhadap asupan energi dengan nilai p 0,150.
Pengobatan kanker dengan kemoterapi, efeknya tidak hanya berdampak
pada tubuh yang terken kanker saja, tetapi dapat mempengaruhi kondisi tubuh
secara keseluruhan. Sel-sel tubuh yang semula normal akan terjadi diare,
konstipasi, dan malabsorbsi. Meskipun demikian efek pada saluran
gastrointestinal ini hanya bersifat sementara. Setelah beberapa hari akan tumbuh
sel-sel baru dan selanjutnya fungsi gastrointestinal pun dapat normal kembali.
Gangguan lain hanya dapat timbul adalah gangguan indra perasa, mual dan
muntah (Foltz et al, 1987). Setelah kemoterapi selesai maka gangguan tersebut
akan hilang dan status gizi dapat menjadi baik
KESIMPULAN
Rata-rata sampel memiliki status gizi normal dengan presentase 55% dan
rata rata frekuensi kemoterapi yang dijalani oleh penderita yaitu 6 kali frekuensi
dengan presentase 25%. Karakteristik deskripsi keadaan umum sampel sebanyak
14 sampel (70%) tidak mengalami cachexia dan sebanyak 6 sampel (30%)
mengalamicachexia.Asupan energi penderita kanker menurut perhitungan kanker
sebanyak 19 sampel (95%) dengan klasifikasi asupan defisit dan 1 sampel (5%)
dengan klasifikasi asupan kurang.Frekuensi kemoterapi tidak berpengaruh
terhadap asupan makan namun frekuensi kemoterapi dapat mempengaruhi
penurunan berat badan penderita kanker yang menjalani kemoterapi.
5.2. Saran
Bagi Penderita Kanker
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber edukasi dan konseling
pada pasien kanker payudara yang menjalani kemoterapi supaya tetap menjaga
kondisinya selama menjalani perawatan kemoterapi dengan pola hidup sehat dan
motivasi dari pihak keluarga agar asupan makan tetap baik dan status gizi tidak
turun secara derastis.
Bagi Peneliti
Perlu lebih di spesifikan untuk jenis kemoterapi serta obat yang diberikan
untuk memudahkan peneliti dalam penentuan status gizi serta mengamati
perubahan fungsional tubuh penderita kanker yang menjalani kemoterapi.
DAFTAR PUSTAKA
American Cancer Society.Breast Cancer. 2013. Cancer Facts and Figures 2013.
Atlanta: American Cancer Society .hlm. 1-12.
Aziz, MF., Andrijono., Saifuddin A. 2010. Buku Acuan Nasional Onkologi Ginekologi.
2nd ed. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohaerdjo.
Bakhtiar.(2012). Manfaat & Efek Samping Kemoterapi.www. Manfaat dan efek samping
kemoterapi_Bakhtiar.htm.
Cancer Helps, 2009. Penyebab Kanker . Global Bioscience 2004-2009. Available from
:http://www.cancerhelps.com/penyebab-kanker.
C. Long Barbara. 1996. Perawatan Medikal Bedah, jilid 3. Yayasan IAPK Pajajaran:
Bandung.
Departemen Kesehatan RI. 2009. Divisi Hematologi & Onkologi Medik. Jakarta:
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU.
Depkes RI. 2003. Survey Indeks Masa Tubuh (IMT) Pengumpulan Status Gizi Orang
Dewasa Berdasarkan IMT. Jakarta: Direktorat Bina Gizi Masyarakat.
DEPKES RI.1996. Pedoman Praktis Pemantauan Gizi Orang Dewasa. Jakarta: Depkes.
Sutandyo, N. & R. 2006.Terapi nutrisi pada kanker, dalam Sudoyo. In: Buku ajar ilmu
penyakit dalam. 3rd ed. Jakarta: Pusat Penerbit Departemen Penyakit Dalam
FKUI.
Sutandyo N. 2007. Nutrisi pada Pasien Kanker yang Mendapat Kemoterapi. Indones J
Cancer ;4:14448.RS. Dharmais, Jakarta.
Trujillo EB, Bergerson ASL, Graf JC, Mechael M . 2005. Cancer. In: The American
Society for Parenteral and Enteral Nutrition Support Practice Manual.
Trijayanti, Eryn. Probosari.2016. Hubungan Asupan makan dan Status Gizi pda pasien
Kanker Serviks Post Kemoterapi.Jurnal kedokteran Diponegoro Volume 5,
Nomor 4. ISSN Online : 2540-8844.
Rasjidi, Imam. 2009. Deteksi dini dan Pencegahan Kanker Payudara pada Wanita.
Jakarta: Sagung Seto.
WHO. 2006. Guidelines for the early detection and screening of Breast Cancer.
Retrieved December 10, 2011. http:/www.who.int/cancer.
Willie Japaries dan Wan Desen. 2008. Buku Ajar Onkologi. Jakarta: FK UI.