Documenti di Didattica
Documenti di Professioni
Documenti di Cultura
geohistori
Geography, History, Social, Education and Local Tradition
(Diterbitkan dalam buku "Perdagangan dan Pertukaran : Masa Prasejarah - Kolonial" Penerbit : Cari definisi
Alqaprint - Jatinangor, 2010).
KamusBahasaIndonesia.org
KBBI
(Persimpangan Jalan Braga - Naripan, 2010)
Abstract
Amazon SearchBox
De groote postweg and the railway has made Bandung in strategic positions in the
Netherland East Indies. The growth of Population and Economic were moving up from
time to time, including the number of population of European descent.
Kata Kunci :
Pengikut
Bragaweg, Karrenweg, Pusat Komersial, Bandung.
Followers (4)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Follow
Perkembangan perekonomian Bandung telah dimulai sejak awal abad ke-18, jauh
sebelum Gubernur Jenderal H. W. Daendels (1808-1811) memimpin Pemerintahan
Kolonial di Hindia Belanda dan membangun Jalan Raya Pos yang membentang Arsip Blog
sepanjang Pesisir Utara Pulau Jawa dari Anyer hingga Panarukan. Dimulai pada
2012 (1)
tahun 1712, Abraham van Riebeek mendarat di Pelabuhanratu (Wijnkoopsbaai)
dengan membawa benih tanaman Kopi untuk dibudidayakan. Selain itu, pada tahun 2011 (2)
1713 van Riebeek juga mendaki Gunung Papandayan dan Gunung Tangkubanparahu April (2)
guna mencari belerang (Sulphur) yang merupakan bahan baku bubuk mesiu, usaha
yang ditekuninya disamping perkebunan kopi. Baru pada tahun 1742 tiga orang BRAGA SEBAGAI PUSAT
bangsa kulit putih secara resmi datang dan menetap di Bandung setelah sebelumnya PERDAGANGAN BANDUNG
TEMPO DULU...
pada tahun 1741 Belanda secara resmi menugaskan Kopral Arie Top sebagai
pengurus keamanan di Tatar Ukur. Ketiga orang tersebut, adalah kakak beradik Taman Ganeca, Taman
Ronde dan Jan Geysbergen serta seorang tentara buangan dari Batavia. Dalam Monumen di kota Bandung
waktu singkat mereka menjadi orang sukses di tanah pembuangan, karena mereka
berhasil membuka hutan dan berkebun serta mengelola penggergajian kayu (Kunto, 2010 (11)
1984:9-11). Keberhasilan tersebut telah mendorong orang-orang untuk datang dan
melakukan usaha di Bandung.
Mengenai Saya
Pembangunan Jalan Raya Pos pada awalnya ditujukan untuk kepentingan militer, Socius
pada perkembangan berikutnya semakin memperkuat posisi perekonomian kota-kota Bandung, Jawa Barat,
yang dilaluinya, termasuk Bandung. Dampak positif dirasakan Bandung dari Indonesia
keberadaan jalan Raya Pos tersebut. Secara geografis, posisi Bandung semakin
IWAN HERMAWAN,
strategis di mata pemerintah kolonial Belanda pasca diresmikannya Jalan Raya Pos. Doktor Pendidikan
Posisi tersebut semakin kuat menyusul dibukanya jalur kereta api BataviaBandung bidang Pendidikan IPS lulusan
melalui BogorSukabumi-Cianjur dan jalur kereta api BataviaBandung melalui Universitas Pendidikan Indonesia
Purwakarta yang dibuka kemudian. (UPI). Dilahirkan di Bandung
merupakan anak ke dua dari lima
Pembukaan jalur transportasi BandungBatavia semakin memudahkan hubungan bersaudara. Bekerja di Balai Arkeologi
kedua kota dan kondisi ini mendorong semakin cepatnya pergerakan roda Bandung dan ngajar di UIN Ciputat
perekonomian di Bandung. Sampai pertengahan abad ke-18, perjalanan dari Batavia Lihat profil lengkapku
ke pedalaman Priangan dilakukan dengan menggunakan rakit atau perahu melewati
Sungai Citarum atau Cimanuk. Menurut catatan perjalanan yang ditemukan E.C.G.
Molsbergen (1935), baru pada tahun 1786 jalan setapak yang dapat dilewati kuda
mulai menghubungkan BataviaBogorCianjurBandung. Jalur tersebut memiliki arti
penting bagi kepentingan perekonomian kompeni Belanda, sebab pada tahun 1789
Pieter Engelhard telah membuka perkebunan kopi di lereng selatan Gunung
Tangkubanparahu. Hasil tanaman kopi tersebut memberi panen yang sangat
memuaskan pada tahun 1807 (Kunto, 1984:11).
Sejak dicabutnya aturan pembatasan terhadap para pendatang yang akan berkunjung
ke Bandung pada tahun 1852, suasana Bandung menjadi semakin ramai dan
pergerakan roda perekonomian pun semakin cepat berputar. Kondisi ini jelas menjadi
salah satu faktor penarik bagi kaum migran untuk datang dan mengadu nasib. Jumlah
penduduk berkebangsaan Eropa di Bandung yang terus meningkat serta terus
naiknya angka kedatangan wisatawan berkebangsaan Eropa mendorong Pemerintah
Kotapraja (gemeente) Bandung dibawah pimpinan Walikota (Burgemeester) B. Coops
(1917-1928) untuk membangun kawasan belanja bergengsi di Hindia Belanda atau De
meest Europeesche Winkelstraat van Indie. Tujuannya, adalah menyediakan fasilitas
belanja representatif khusus bagi warga Bandung keturunan Eropa yang tidak bersatu
dengan penduduk pribumi serta sebagai kawasan wisata belanja yang diharapkan
mampu menarik wisatawan datang ke Bandung (Kunto, 1984; Kunto, 1986; Suganda,
2008).
Permasalahan
Berdasarkan uraian tersebut, permasalahan yang diangkat dalam tulisan ini adalah
bagaimanakah perkembangan kawasan Braga, dari Karrenweg (Jalan Pedati) hingga
menjadi ikon perdagangan kota Bandung tempo dulu serta mengapa Kawasan Braga
yang dipilih pemerintah Kotapraja Bandung sebagai kawasan belanja bergengsi di
Hindia Belanda (De meest Europeesche Winkelstraat van Indie), bukan kawasan
lainnya di Bandung.
KARRENWEG KE BRAGAWEG
Sampai pada tahun 1920, kota Bandung masih sunyi sepi sehingga belum pantas
disebut Paris Van Java. Kehidupan di kota ini belum berdenyut 24 jam, hanya ramai
di pagi hingga siang hari, sedikit lewat Ashar orang sudah bergegas pulang ke rumah
(Kunto, 1996:21). Demikian pula halnya dengan jalan Braga yang menghubungkan
Gudang Kopi milik Andries de Wilde (Gedung Papak) dengan Jalan Raya Pos masih
sepi, karena rumah dan bangunan belum banyak berdiri. Di kiri kanan jalan, pohon-
pohon besar tegak berdiri. Kondisi jalannya masih berupa jalan tanah yang berlumpur
di musim penghujan dan berdebu di musim kemarau. Kendaraan yang selalu melewati
jalan ini secara rutin adalah pedati atau gerobak penarik hasil perkebunan yang ditarik
oleh kerbau. Hal inilah yang menjadi latar belakang mengapa jalan ini dinamakan
Karrenweg atau Jalan Pedati. Pada malam hari, suasananya menyeramkan dan tidak
ada seorang pun yang berani melewatinya karena takut menjadi korban perampokan
atau pembegalan. Karena dianggap menyeramkan tersebut, Karrenweg juga dikenal
dengan sebutan Jalan Culik. Namun, seiring dengan perkembangan kota dan
meningkatnya peran serta fungsi Karrenweg dalam perekonomian masyarakat
Bandung, sebutan Jalan Culik pun lambat laun ikut menghilang (Kunto, 1984;
Suganda, 2008).
Sejak dibangunnya Jalan Raya Pos atau Jalan Daendels, ujung selatan Karrenweg
merupakan titik pertemuannya dengan Jalan Raya Pos. Hal ini menjadikan fungsi dan
peran Karrenweg semakin meningkat, karena menjadi penghubung Jalan Raya Pos
dengan Gedung Papak. Kondisi ini mendorong perekonomian di kawasan tersebut
mulai berdenyut, toko-toko yang menjual berbagai kebutuhan warga Bandung mulai
didirikan dan terus meningkat ketika Residen Priangan, yaitu Residen Van der Moore
memindahkan pusat pemerintahan Keresidenan Priangan dari Cianjur ke Bandung
pada tahun 1864 bersamaan dengan meletusnya gunung Gede.
Nama Karrenweg lama kelamaan dianggap tidak cocok sehingga diganti menjadi
Bragaweg. Nama ini menurut catatan Haryoto Kunto (1984, 1986) diambil dari nama
perkumpulan Tonil Braga (Toneelvereeniging Braga) yang didirikan oleh Asisten
Residen Pieter Sijthoff pada tanggal 18 Juni 1882. Tonil Braga bermarkas dan
melakukan pementasan rutinnya di Societet Concordia (sekarang Gedung Merdeka)
dan sejak itu Karrenweg lebih dikenal dengan sebutan Bragaweg. Namun Her
Suganda (2008) mencatat bahwa nama Bragaweg berasal dari kata Bragaderm yang
artinya tempat melakukan pawai atau iring-iringan. Hal ini dikarenakan Bragaweg
merupakan tempat orang Belanda dan Eropa lainnya berkumpul menikmati hiburan
sambil memamerkan kekayaan dan kekuasaannya. Bagi orang Sunda, nama Braga
berasal dari kata Ngabaraga artinya berjalan-jalan atau pelesir karena sepanjang jalan
Braga merupakan tempatnya orang-orang Belanda dan Eropa lainnya berjalan-jalan
sambil berbelanja barang-barang mewah yang dipajang di etalase toko berderet
sepanjang jalan dari selatan ke utara.
Sebagai tempat belanja dan pelesir, kawasan Braga sudah dikenal sejak akhir abad
ke 19. Para preangerplanter datang ke Bandung untuk berbelanja segala kebutuhan
sehari-hari yang tidak ada di pedalaman sekaligus bersantai dan mencari hiburan
menghabiskan akhir pekan.
Salah satu toko yang paling terkenal di kalangan preangerplanter, adalah toko de
Vries. Toko ini didirikan oleh tuan M. Klass de Vries pada akhir abad ke 19 di tepi
Jalan Raya Pos sebelah utara Alun-alun, kemudian pindah ke sebelah barat Hotel
Homann tepat di mulut jalan Braga sebelah selatan. Hingga dekade pertama abad ke
20, Toko De Vries adalah yang terbesar dan terlengkap di antara toko-toko yang ada.
Bangunan toko mengalami perubahan pada tahun 1909 yang dilakukan secara
bertahap oleh Arsitek Edward Cuypers. Sejak didirikan Toko De Vries menjual aneka
macam kebutuhan sehari-hari yang menjadi kebutuhan warga Bandung. Pelanggan
utama toko ini adalah para pengusaha perkebunan di sekitar Bandung
(Preangerplanter) yang selalu berbelanja di setiap akhir pekan. Selain itu, sampai
tahun 1902, toko ini adalah satu-satunya toko yang menjual obat-obatan dengan
pelanggan utama dokter Schattenker, satu-satunya dokter yang praktek di Bandung
pada masa itu (Hutagalung dan Nugraha, 2008; Kunto, 1986).
Kawasan yang dipilih menjadi kawasan komersial khusus bagi warga kota keturunan
Eropa, adalah kawasan Bragaweg. Sebagai bukti bahwa fasilitas hiburan dan belanja
di kawasan Braga khusus bagi orang-orang keturunan Eropa adalah papan larangan
di pintu masuk Bioskop Majestic yang berbunyi verboden voor honden en inlander
(anjing dan orang pribumi dilarang masuk). Hal ini menunjukkan politik Apharteid
dalam bentuk lain juga pernah terjadi di kota Bandung.
Untuk membangun lingkungan yang serasi sebagai pusat kota, perancang Ir. H.
Maclaine Pont pada tahun 1928 membuat rencana perbaikan kawasan di sekitar
Sungai Cikapundung atau yang dikenal dengan nama Tjikapoendoengplan. Kawasan
tersebut meliputi daerah yang dikelilingi oleh Groote postweg, Bragaweg, dan
Banceuyweg. Kawasan tersebut diperuntukan sebagai kawasan pertokoan dan
perkantoran. Namun dengan berbagai alasan rencana tersebut terhenti dan baru
dilanjutkan oleh Ir. Thomas Kartsen pada tahun 1938 yang pengerjaannya dapat
diselesaikan dalam waktu satu tahun. Selain itu, dibangun pula jalan yang
menghubungkan Oude Hospitalweg dengan Bragaweg, terus menuju arah barat
sampai berakhir di pertigaan ujung Banceuyweg (sekarang jalan Suniaraja). Jalan-
jalan tersebut merupakan penggalan dari rencana Gemeente Bandung membangun
Tjikapoendoeng-boulevard yang bertujuan untuk membebaskan Bragaweg dari lalu
lintas kendaraan. Tjikapoendoeng-boulevard letaknya sejajar Sungai Cikapundung
menghubungkan Groote postweg dengan Landraadweg. Jalan ini merupakan
penghubung bagian selatan dengan bagian utara Kota Bandung tanpa harus melewati
jalan Braga atau Jalan Banceuy. Sayang, rencana prestisius tersebut tidak sampai
terwujud, pemerintah kolonial Belanda baru menyelesaikan empat jembatan beton
bertulang yang melintasi Sungai Cikapundung serta dua jalur jalan di bawah Viaduct
kereta api dan dua ruas jalan yang menghubungkan Grootepostweg dengan ABC
Straat. Setelah Indonesia merdeka, proyek tersebut tidak pernah mengemuka kembali
padahal jika terwujud maka dapat mengatasi permasalahan lalu lintas di sekitar
kawasan Braga.
Arsitek lainnya, yaitu Ed Cuypers merancang gedung Javasche Bank yang sekarang
dipergunakan sebagai gedung Bank Indonesia. Posisinya berada di ujung utara Jalan
Braga dan berseberangan dengan Gedung NV. Insulinde. Saat pertama kali dibangun
pada tahun 1909, gedung Javasche Bank masih berupa bangunan sederhana dan
menghadap ke arah utara, yaitu ke Kerklaan (sekarang jalan Perintis Kemerdekaan).
Ketika Ed Cuypers menyelesaikan bangunan ini pada tahun 1918, Bangunan
Javasche Bank jauh lebih besar dan lebih megah dibanding sebelumnya. Selain itu,
gedung ini menghadap ke arah Jalan Braga. Arsitektur Gedung Javasche Bank
merupakan arsitektur yang unik, karena merupakan arsitektur perpaduan gaya Eropa
dengan gaya tradisional Indonesia. Ukiran yang merupakan ornamen tradisional
dipadu-padankan dengan pilar penyangga yang besar dan kekar sehingga
menjadikan bangunan ini indah dan megah (Hutagalung dan Nugraha, 2008:144-146).
Secara geografis, suatu tempat di muka bumi disebut strategis jika mudah dijangkau,
baik secara waktu tempuh maupun jarak untuk mencapai lokasi tersebut. Selain itu,
strategis tidaknya suatu kawasan juga dilihat dari daya dukung wilayah sekitar
terhadap kawasan tersebut dan sebaliknya pengaruhnya terhadap kawasan sekitar.
Bagi lokasi perdagangan, keterjangkauan wilayah akan menentukan tingkat
keberhasilan lokasi tersebut sebagai lokasi strategis secara ekonomi. Sebuah lokasi
perdagangan yang strategis, adalah mudah dijangkau oleh semua pelaku
perdagangan, yaitu pedagang dan pembeli.
Lokasi strategis Braga juga didukung oleh jaminan keamanan dan kenyamanan bari
pengunjungnya. Posisinya yang berdekatan dengan pusat pemerintahan Kabupaten
Bandung di Selatan dan Kotapraja Bandung di Utara menjadikan kawasan ini
terlindungi dari segala gangguan keamanan yang mungkin muncul karena konsentrasi
pihak keamanan akan difokuskan untuk menjaga keamanan di sekitar dua kantor
pemerintahan Bandung.
Sepanjang Jalan Braga banyak terdapat toko-toko yang menyediakan semua barang-
barang kebutuhan masyarakat Eropa di Bandung, berupa sandang, pangan, dan
kebutuhan lainnya yang bersifat tersier seperti toko perhiasan, kamera, perlengkapan
kereta kuda, dan agen kendaraan bermotor. Toko-toko tersebut menjual hasil produk
sendiri, dan sebagai cabang atau perwakilan toko sejenis yang berpusat di Eropa. Hal
ini menunjukkan bahwa segaa kebutuhan warga kota dapat diperoleh di Braga.
Toko yang pertama didirikan di Kawasan Braga, adalah toko senjata api milik C.A.
Hellerman yang didirikan pada tahun 1894. Selain menjual senjata, toko ini juga
menjual bermacam-macam kereta kuda, sepeda dan sebagai bengkel perbaikan
senjata. Toko berikutnya, adalah toko milik NV. Handelmy-C.M. Luyks yang didirikan
pada tahun 1898 yang menjual kamera, alat kantor, gramophones, meja bilyar dan
terakhir menjadi Toko Provisien en Dranken (P en D) terbesar di Bandung. Agen mobil
dan pusat perawatannya yang terbesar di Bandung, yaitu Fuch & Rens didirikan
pada tahun 1919 di Kawasan Braga. Perusahaan ini merakit mobil merk Packard,
Chrysler, De Soto, Plymouth, Renault dan vracht-auto merek Fargo. Ruang pamer
mobil ini menjadi tujuan utama para Prangerplanter yang bermaksud mengganti mobil
lama dengan yang lebih baru (Kunto, 1984: 306-307).
Toko busana yang terkenal di jalan Braga adalah Toko Mode Au Bon Marche
Modemagazijn. Toko Au Bon Marche dibuka oleh A. Makkinga pada tahun 1913. Pada
masa kejayaannya, toko ini merupakan butik bagi busana-busana terbaru dari pusat
mode Paris. Toko busana lainnya yang terkenal, adalah NV. Onderling Belang yang
merupakan cabang ke dua dari toko sentra mode di Amsterdam, cabang pertama
dibuka di Surabaya. Toko ini berada persis di seberang Toko Mode Au Bon Marche
yang dibuka pada tahun 1910-an dan menjadi pesaing utama toko Au Bon Marche.
Berbeda dengan Au Bon Marche yang menawarkan busana terbaru asal Paris, NV.
Onderling Belang menawarkan mode busana asal Amsterdam dengan harga yang
relatif lebih murah dibanding dengan harga Au Bon Marche (Hutagalung dan Nugraha,
2008: 68-75). Setelah kemerdekaan, toko mode NV. Orderling Belang berganti nama
menjadi toko Sarinah dengan barang dagangan utamanya adalah busana dan kain
Batik. Dewasa ini, kondisi kedua bangunan bekas toko mode tersebut tidak terawat
dan rusak berat yang jika dibiarkan akan semakin merusak struktur bangunan.
PENUTUP
Ketika Daendels membangun Jalan Raya Pos, Bandung hanyalah sebuah kampung
kecil di tengah belantara tropik pulau Jawa dan Daendels memiliki harapan besar
terhadap kota ini, Zorg, dat als ik terug komhier een stad is gebouwd ! (Usahakan,
bila aku datang kembali ke sini, sebuah kota telah dibangun). Keinginan Daendels
tersebut mendorong para pengambil kebijakan di tatar Bandung masa itu untuk
melakukan pembangunan berbagai fasilitas pendukung perkotaan dan gedung-
gedung dengan berbagai gaya arsitektur berdiri megah menghiasi wajah Kota
Bandung.
Penentuan Braga sebagai kawasan belanja khusus bagi warga keturunan Eropa telah
merubah wajah Karrenweg dari sebuah jalan tanah yang becek di musim penghujan
menjadi kawasan belanja paling terkenal di Bandung tempo dulu, terutama akan
kualitas barang yang dijajakannya. Selain itu, gedung perkantoran serta ruang usaha
dengan berbagai gaya arsitektur barat berdiri megah menghiasi kiri kanan jalan dan
sebagian di antaranya masih bisa dinikmati hingga saat ini.
Sebagai akses ke utara Bandung dari kawasan pusat kota menjadikan ruas jalan
Braga sebagai kawasan yang padat. Penataan tata lalu lintas di kawasan ini perlu
mendapat perhatian sehingga dapat dijadikan sebagai kawasan Pedestarian yang
memberi kenyamanan kepada pejalan kaki dalam menikmati keindahan dan
kemegahan gedung-gedung tua sepanjang Braga yang berdiri kokoh menjadi saksi
bisu perjalanan sejarah Bandung. Upaya-upaya tersebut diharapkan mampu menjadi
daya tarik tersendiri bagi wisatawan untuk datang ke Braga. Jika harapan tersebut
dapat terwujud maka julukan sebagai Jalan Intelek (Jalan Kelas Utama) akan kembali
melekat pada Jalan Braga serta kembali menjadi ikon bagi wisata belanja dan wisata
kota tua kebanggan Bandung.
Daftar Pustaka
Hardjasaputra, A.Sobana. 2000. Bandung dalam : Lubis, N.H., dkk. (2000) Sejarah
Kota-kota lama di Jawa Barat. Bandung : Alqaprint.
Hutagalung, Ridwan dan Nugraha, T. 2008. Braga, Jantung Parijs van Java. Jakarta :
Ka Bandung.
Balas