Documenti di Didattica
Documenti di Professioni
Documenti di Cultura
Kekuasaan bukanlah sesuatu yang sifatnya tunggal ataupun memiliki inti, tetapi
kekuasaan adalah sesuatu yang terus berputar (il circule).1 Selanjutnya, Foucault juga
menyebutkan bahwa kekuasaan mencakup semua aspek dalam kehidupan sosial, bentuknya
pun beragam, terdapat dimana-mana dan sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari2, hal ini
ia utarakan untuk mengkritik pandangan masyarakat yang berpikiran bahwa ranah kekuasaan
hanyalah yang berhubungan dengan kedisiplinan. Lebih lanjut, pemikiran Foucault tentang
kekuasaan juga berusaha untuk menyadarkan bahwa selain ‘sesuatu’ yang sifatnya represif,
kekuasaan sebenarnya juga dapat berbentuk indoktrinasi nilai-nilai.3
1
Christian Descamps,Quarante Ans de Philosophie en France (Paris:Bordas, 2003), hlm. 107
2
the technology of power which "reaches into the very grain of the individual, touches his body, intrudes into
his gestures, his attitudes, his discourse, his appren-ticeship, his daily life." Millicent Dillon,“Conversation with
Michel Foucault”,The Threepenny,(London:Threepenny, 1980), hlm. 4.
3
Elles ne sont pas seulement répression, mais aussi, et surtout, intériorisation de valeurs. Descamps, loc.cit.,
hlm. 107
4
Ibid., hlm. 108
5
Hayden White, “Sebuah Pengantar untuk Mendekati Foucault”, Order of Thing (Yogyakarta:Pustaka Pelajar,
2007), hlm. v.
6
Kemudian Foucault menjabarkannya menjadi lebih detail, yaitu kehendak untuk menguasai serta kekuasaan
kehendak. Kedua hal tersebut direpresentasikan dalam dua bukunya ‘Surveiller et Punir’ dan ‘l’Histoire de la
Sexualité’. Ibid., hlm. xvii
7
Discourses create effects of truth which are of themselves neither true nor false. Because of this association of
a productive power with the fabrication of effects of truth, Foucault speaks of power/knowledge – a
phenomenon which cannot be reduced simply to either component . Nick J. Fox,”Foucault, Foucauldians and
Sociology”,The British Journal of Sociology Vol. 49, No. 3 (London:Blackwell Publishing, 1998), hlm. 416
Setelah membaca uraian mengenai kekuasaan menurut Foucault di atas, dapat
disimpulkan bahwa wacana, kekusaaan, dan kebenaran adalah tiga hal yang tidak
terpisahkan. Sebagai contoh adalah kasus Bank Century yang melibatkan DPR, Pansus, dan
Sri Mulyani. Dalam kasus ini, wacana yang dimaksud dianalogikan dengan Pansus yang
memiliki pengetahuan mengenai perbankan, hukum, serta tentang pengambilan kebijakan.
Kekuasaan dianalogikan dengan jumlah anggota pada setiap fraksi di DPR. Dua hal tersebut
kemudian dijadikan alat untuk menentukan ‘kebenaran’. Pansus memberikan tiga buah opsi
setelah berminggu-minggu menganalisis kronologis kasus, kemudian proses menuju
‘kebenaran’ dilanjutkan dengan pengambilan suara oleh anggota DPR. Apakah hasil dari
pengambilan suara tersebut adalah suatu ‘kebenaran’? Menurut Foucault jawabannya adalah
iya. Itulah kebenaran yang lahir dari suatu wacana dan kekuasaan.
Tujuan utama dari teori ini adalah untuk mendekonstruksi apa yang disebut dengan
suatu ‘kesejatian’ ataupun sesuatu yang dianggap mutlak, karena menurut Derrida, selalu ada
keraguan dalam setiap teks8. Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa semua yang ada di dunia ini
adalah sebuah teks yang juga merupakan batasan dari dekonstruksi. Suatu teks selalu
dipengaruhi oleh teks lain (intertekstual), sehingga dapat dikatakan bahwa suatu teks tidak
pernah murni berdiri sendiri. Ketika seorang penulis telah menyelesaikan karyanya, teks
tersebut menjadi milik pembaca dan dapat diintepretasikan terpisah dari maksud penulisnya. 9
Di sisi lain, muncul pula istilah critical reading yang menilai suatu teks bukan hanya dari apa
yang ‘tertulis’ tetapi juga dari ‘apa yang tidak ditulis’ oleh si penulis.10
Selain fungsi yang telah disebutkan sebelumnya, teori dekonstruksi juga memiliki
fungsi untuk menjabarkan sebuah sistem dengan menetralkan oposisi-oposisi tertentu.11 Salah
satu caranya adalah dengan membalik struktur hierarki bersama komponen-komponen makna
yang ada di dalamnya. Menurutnya, dalam suatu bahasa seharusnya tidak ada istilah positif
dan negatif, karena yang ada hanyalah perbedaan. Selain itu, hal terpenting dari teori
dekonstruksi Derrida adalah tulisan lebih utama daripada lisan, pernyataan ini tentunya
8
Geoffrey Bennington, Interrupting Derrida (London:Roudlegde, 2000), hlm. 34
9
Michael Sprinker,”Textual Politics: Foucault and Derrida”, Boundary 2, Vol. 8, No. 3 (Spring, 1980), hlm. 85
10
And the reading must always aim at a certain relationship, unperceived by the writer, between what he
commands and what he does not command of the patterns of the language that he uses. Ibid., hlm. 77
11
Melalui teori ini Derrida ingin membongkar konsep oposisi biner dari de Saussure yang mewajibkan adanya
yang disubyekkan dan diobyekkan (positif dan negatif).
bertentangan dengan teori strukturalis dari Saussure yang menyatakan bahwa lisan lebih
penting dibanding tulisan.12
Daftar Pustaka
Buku
12
Disarikan dari Mata Kuliah Dinamika Pemikiran Prancis yang diampu oleh Ibu Suma Riella, pada tanggal 20
Mei 2010.