Documenti di Didattica
Documenti di Professioni
Documenti di Cultura
RAHMAT KURNIA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI
DAN SUMBER INFORMASI
Rahmat Kurnia
NIM. C161040011
ABSTRACT
Key words: carrying capacity, sea farming, sea ranching, restocking, Epinephelus
fusgoguttatus
RINGKASAN
Kata kunci: daya dukung, sea farming, sea ranching, restocking, kerapu macan,
Epinephelus fusgoguttatus
MODEL RESTOCKING KERAPU MACAN (Epinephelus
fuscoguttatus) DALAM SISTEM SEA RANCHING DI
PERAIRAN DANGKAL SEMAK DAUN, KEPULAUAN
SERIBU
RAHMAT KURNIA
Disertasi
sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Doktor
pada
Program Studi Ilmu Perairan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup:
1 Dr. Ir. M. Muchlis Kamal, M.Sc
2 Dr. Ir. Niken T.M Pratiwi, M.Si
NIM : C161040011
Disetujui,
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Ismudi Muchsin Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer
Anggota Anggota
Diketahui,
Prof. Dr. Ir. Enang Haris Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Rahmat Kurnia
RIWAYAT HIDUP
xvii
xviii
xix
xx
xxi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Hubungan sea ranching dengan budidaya ........................................... 4
2 Hubungan marikultur dengan sea ranching dalam sistem sea farming .. 4
3 Ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) .............................. ..... 9
4 Kaitan sea farming dengan marikultur ................................................. 13
5 Model konseptual bioekonomi restocking ikan kerapu macan .............. 25
6 Ilustrasi proses pendugaan melalui metode Bayes................................. 29
7 Lokasi penelitian di perairan dangkal Semak Daun............................... 31
8 Pola pendekatan penentuan daya dukung perairan Semak Daun dan
restocking ............................................................................................. 32
9 Volume air pada saat pasang surut (Widigdo & Pariwono 2003)............ 36
10 Volume air pada saat pasang surut ......................................................... 38
11 Daerah tujuan nelayan penangkap kerapu macan tahun 2010 ............... 43
12 Produktivitas bubu menangkap ikan kerapu macan tahun 2010 (----)
dan sebelum tahun 2000 ( ) ............................................................... 44
13 (a) Bnow, (b) laju pertumbuhan populasi r, (c) biomassa pada saat
tidak dieksploitasi, dan (d) catchability ............................................... 48
14 Kondisi stok pada saat ini ..................................................................... 49
15 Diagram Forester bagi model pendugaan daya dukung KJA dan sea
ranching ............................................................................................. 52
16 Elevasi pasang surut selama bulan Juli ................................................. 53
17 Kandungan klorofil-a (Chl-a) di perairan Semak Daun dari Agustus
2008 sampai dengan Juli 2009 ............................................................ 56
18 Piramida transfer energi dari produktivitas primer kepada kerapu
macan ................................................................................................. 61
19 Hubungan Luas KJA dengan Daya Dukung Sea Ranching ................... 63
20 Frekuensi panjang ikan kerapu macan di perairan Semak Daun ............ 64
21 Peluang tertangkapnya ikan pada ukuran tertentu oleh bubu ................. 65
22 Peluang tertangkapnya ikan kerapu macan oleh bubu di perairan
Semak Daun........................................................................................ 66
23 Hubungan panjang-berat ikan kerapu macan ........................................ 66
24 Sebaran nilai penduga koefisien a (a) dan koefisien b (b) dari model
Bayes .................................................................................................. 67
xxi
xxii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Daftar pertanyaan participatory stock assessment ................................ 127
2 Ringkasan data hasil wawancara untuk participatory stock assessment. 129
3 Ringkasan data hasil wawancara untuk participatory stock assessment
(lanjutan) ............................................................................................... 130
4 Data olahan untuk input participatory stock assessment ........................ 131
5 Hitungan volume air laut melalui elevasi pasang surut.......................... 132
6 Hitungan daya dukung KJA melalui beban limbah P ............................ 133
7 Penghitungan daya dukung berdasarkan masukan P ............................. 135
8 Frekuensi data ikan kerapu macan di alam............................................ 136
9 Program winbugs untuk mencari koefisien a dan b pada persamaan
W=aL^b ............................................................................................. 136
10 Hasil olahan hubungan panjang berat ................................................... 139
11 Program winbugs untuk mencari koefisien von Bertalanffy .................. 140
12 Program QBasic untuk simulasi pola restocking ................................... 142
13 Hubungan hasil tangkapan dengan mortalitas tangkapan pada berbagai
padat tebar (T) untuk panjang benih 11, 13, 15 cm .............................. 144
14 Hubungan hasil tangkapan dengan mortalitas tangkapan pada berbagai
padat tebar (T) untuk panjang benih 17, 18, 19 cm .............................. 145
15 Hasil tangkapan kerapu macan pada berbagai padat tebar dan
mortalitas tangkapan dengan panjang tebar L=10 cm .......................... 146
16 Hasil tangkapan kerapu macan pada berbagai padat tebar dan
mortalitas tangkapan dengan panjang tebar L=11 cm .......................... 147
17 Hasil tangkapan kerapu macan pada berbagai padat tebar dan
mortalitas tangkapan dengan panjang tebar L=12 cm .......................... 148
18 Hasil tangkapan kerapu macan pada berbagai padat tebar dan
mortalitas tangkapan dengan panjang tebar L=13 cm .......................... 149
19 Hasil tangkapan kerapu macan pada berbagai padat tebar dan
mortalitas tangkapan dengan panjang tebar L=14 cm .......................... 150
20 Hasil tangkapan kerapu macan pada berbagai padat tebar dan
mortalitas tangkapan dengan panjang tebar L=15 cm .......................... 151
21 Hasil tangkapan kerapu macan pada berbagai padat tebar dan mortalitas
tangkapan dengan panjang tebar L=16 cm .............................................. 152
xxiii
xxiv
Halaman
22 Hasil tangkapan kerapu macan pada berbagai padat tebar dan
mortalitas tangkapan dengan panjang tebar L=17 cm .......................... 153
23 Hasil tangkapan kerapu macan pada berbagai padat tebar dan
mortalitas tangkapan dengan panjang tebar L=18 cm .......................... 154
24 Hasil tangkapan kerapu macan pada berbagai padat tebar dan
mortalitas tangkapan dengan panjang tebar L=19 cm .......................... 155
25 Hasil tangkapan kerapu macan pada berbagai padat tebar dan
mortalitas tangkapan dengan panjang tebar L=20 cm .......................... 156
26 Program mencari hasil tangkapan optimum .......................................... 157
27 Hubungan nilai hasil tangkapan dengan mortalitas tangkapan pada
berbagai padat tebar (T) untuk panjang benih 11 – 13 cm ................... 160
28 Hubungan hasil tangkapan dengan mortalitas tangkapan pada berbagai
padat tebar (T) untuk panjang benih 14 - 16 cm .................................. 161
29 Hubungan hasil tangkapan dengan mortalitas tangkapan pada berbagai
padat tebar (T) untuk panjang benih 17 - 19 cm .................................. 162
30 Hubungan hasil tangkapan dengan mortalitas tangkapan pada berbagai
padat tebar (T) untuk panjang benih 20 cm ......................................... 163
31 Hubungan SSB dengan mortalitas tangkapan pada berbagai padat tebar
(T) untuk panjang benih 11 – 13 cm.................................................... 164
32 Hubungan SSB dengan mortalitas tangkapan pada berbagai padat tebar
(T) untuk panjang benih 14 - 16 cm .................................................... 165
33 Hubungan SSB dengan mortalitas tangkapan pada berbagai padat tebar
(T) untuk panjang benih 17 - 19 cm .................................................... 166
34 Hubungan SSB dengan mortalitas tangkapan pada berbagai padat tebar
(T) untuk panjang benih 20 cm ........................................................... 167
35 Hasil tangkapan kerapu macan pada berbagai padat tebar dan
mortalitas tangkapan dengan panjang benih 15, 16, 17 cm (harvest
type) ................................................................................................... 168
36 Hasil tangkapan kerapu macan pada berbagai padat tebar dan
mortalitas tangkapan dengan panjang benih 18, 19, 20 cm (harvest
type) ................................................................................................... 169
37 Fungsi masing-masing pelaku dalam sistem sea farming ...................... 170
38 Ringkasan code program daya dukung ................................................. 172
39 Gambar pilihan..................................................................................... 174
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sejak tahun 2004 di perairan Semak Daun, Kepulauan Seribu, mulai
digalakkan sea farming. Sea farming adalah sistem pemanfaatan ekosistem
perairan laut berbasis marikultur dengan tujuan untuk meningkatkan stok
sumberdaya ikan (fish resources enhancement) bagi keberlanjutan perikanan
tangkap dan aktivitas berbasis kelautan lainnya seperti ekowisata bahari (PKSPL
2006). Kegiatan ini dilakukan dalam rangka mensikapi tangkap lebih
(overfishing) yang terjadi di Kepulauan Seribu. Dalam kondisi overfishing ikan
yang ditangkap melebihi kemampuan reproduksi dan pertumbuhan alamiahnya
sehingga stok menjadi berkurang dan terus berkurang (SPKKAKS 2008). Ikan
yang dibudidayakan di sana adalah ikan kerapu bebek dan kerapu macan.
Di samping untuk meningkatkan budidaya dan peningkatan taraf ekonomi
masyarakat, tujuan utama sea farming adalah untuk restocking. Sejak awal,
pemerintahan Kepulauan Seribu menetapkan tujuan utama sea farming adalah
restocking atau stock enhancement ke perairan Kepulauan Seribu (SPKKAKS
2006). Sistem tersebut melibatkan aktivitas keramba jaring apung (KJA), pen
culture, dan restocking di alam. KJA dan penculture sudah berjalan, sementara
restocking dalam sistem sea ranching belum dilakukan.
Berdasarkan hal di atas model restocking ikan merupakan hal yang penting.
Oleh karena belum ada kajian tentang restocking dalam rangka sea ranching,
maka penting sekali dilakukan penelitian tentang model restocking di kawasan
tersebut.
Permasalahan
Salah satu persoalan umum perikanan dan kelautan adalah mewujudkan
perikanan yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan produk perikanan
dengan menjaga lingkungan tetap lestari. Produksi ikan perlu ditingkatkan secara
substansial untuk dapat memenuhi permintaan global yang diduga meningkat
pada tahun 2020 (Delgado et al. 2003). Namun, banyak orang percaya bahwa
2
Sea ranching ini dilakukan dengan meningkatkan stok ikan di laut. Stok
ikan dapat ditingkatkan melalui kegiatan restocking yang benihnya dihasilkan
oleh kegiatan pembenihan (hatchery). Dalam sea ranching, hatchery sebagai
salah satu kegiatan marikultur berperan menggantikan reproduksi dan
pertumbuhan alamiah ikan di laut (alam) sehingga bisa memperbesar tingkat
kelangsungan hidup ikan tersebut. Secara visual, sistem tersebut disajikan dalam
Gambar 1 dan Gambar 2.
Permasalahan yang muncul adalah bagaimana model restocking di perairan
sea ranching yang dapat mengoptimalkan budidaya ikan kerapu macan sekaligus
mengoptimalkan hasil tangkapan dengan tetap menjaga kelestarian
lingkungannya. Dengan kata lain, permasalahan yang perlu dijawab adalah
berapa ukuran panjang atau bobot benih ikan yang harus ditebar ke dalam sistem
sea ranching, berapa banyak benih ikan yang harus ditebar, dan kapan atau
bagaimana pola tebarnya. Tolok ukur atau indikator dari ketepatan jawaban
tersebut adalah (1) tidak melebihi daya dukung sehingga ekosistem tetap lestari,
(2) dari segi ekonomi menguntungkan, dan (3) dapat membantu memulihkan stok.
Dalam penelitian ini ikan yang akan diteliti adalah kerapu macan
(Epinephelus fuscoguttatus). Hal ini didasarkan kepada beberapa alasan:
1 kerapu macan merupakan salah satu ikan yang dibudidayakan dalam sea
farming selain ikan kerapu bebek.
2 berdasarkan survei pendahuluan, para nelayan lebih banyak menangkap
kerapu macan dari pada kerapu bebek. Ukuran ikan kerapu macan yang
biasa tertangkap berkisar antara 2 ons sampai 1kg, atau sekitar 15cm
sampai 35 cm.
3 kerapu macan merupakan salah satu primadona ikan budidaya di
Indonesia, karena ikan kerapu macan pada saat ini mempunyai potensi
dan peluang pasar yang sangat menjanjikan (http://www. Teknologi-
dkp.go.id; 18/2/2005). Sebelumnya, permintaan ikan kerapu di pasaran
untuk ukuran 5-10 cm sebanyak 30.000-60.000 ekor/bulan dan untuk
ikan kerapu ukuran konsumsi sebanyak 20-30 ton/bulan (Sugama 1999).
4
Sea Ranching
Air Air
N-Pakan N
SISTEM
P-Pakan BUDIDAYA P
BO-Pakan BO
O2-Udara Biomassa
ikan
Gambar 2 Hubungan marikultur dengan sea ranching dalam sistem sea farming.
Perumusan Masalah
Perairan dangkal Semak Daun memiliki luas 315.19 ha. Kawasan perairan dangkal
tersebut terdiri atas lima goba seluas 33.3 ha dan reeflat seluas 281.89 ha. Kawasan
perairan potensial seluas 2 ha dapat digunakan untuk sistem sekat (enclosure), 9.99 ha
untuk keramba jaring apung/KJA (cage culture), 40.7 ha untuk sistem kandang (pen
culture), dan 262.31 untuk long line. Sementara, kawasan perairan potensial untuk sea
ranching meliputi semua kawasan, selain kawasan untuk sistem sekat dan sistem
kandang. Dari luas perairan potensial ini perlu terlebih dahulu diketahui daya dukung
5
lingkungannya bagi aktivitas perikanan. Oleh sebab itu, hal pertama yang dilakukan
adalah menghitung daya dukung lingkungan bagi sea ranching kerapu macan yang terkait
dengan daya dukung bagi KJA. Di antara pendekatan untuk menghitung daya dukung
adalah berdasarkan loading P dan produktivitas primer (Beveridge 1987) dan
keseimbangan massa (Tookwinas 1998). Dalam penelitian ini daya dukung diduga
dengan pendekatan pengenceran limbah dipadukan dengan produktivitas primer.
Setelah diketahui daya dukungnya, dilakukan kajian tentang jumlah tangkapan
optimal yang dapat dilakukan sehingga biomassa di perairan tidak melebihi daya dukung
tersebut. Untuk itu perlu diketahui parameter dinamika populasi ikan kerapu macan dari
alam di perairan dangkal Semak Daun. Hal ini meniscayakan adanya kajian tentang
pertumbuhan, hubungan panjang berat, serta mortalitas alami dan tangkapan. Sementara,
kajian migrasi diasumsikan tidak ada sebab karakter ikan kerapu macan hidup di sekitar
karang, tidak berpindah, apalagi perairan Semak Daun berbentuk mangkuk sehingga
migrasi sulit terjadi.
Berikutnya, dengan mengetahui pola dinamika populasi ikan kerapu macan di alam
akan dapat ditentukan berapa ukuran panjang atau bobot benih ikan kerapu macan
yang harus ditebar ke dalam sistem sea ranching, berapa banyak benih ikan yang
harus ditebar, dan kapan atau bagaimana pola tebarnya sehingga secara ekonomi
hasilnya optimum, secara ekologis tidak melebihi daya dukung lingkungannya,
dan secara dinamika populasi ada perbaikan stok.
Untuk menjawab permasalahan di atas perlu dirumuskan beberapa
permasalahan berikut:
1. berapa daya dukung perairan sea ranching Semak Daun bagi ikan kerapu
macan. Hal ini diduga berdasarkan pada buangan limbah P yang berasal dari
KJA dan limbah yang masuk dari lingkungan, serta kandungan klorofil-a
(Chl-a) yang turut menentukan produktivitas primer. Untuk itu diperlukan
pengetahuan tentang besarnya limbah dari pakan, lingkungan, volume air
yang tersedia, dan pasang surut. Juga, diperlukan pengetahuan tentang Chl-a,
produktivitas primer, serta hubungan produktivitas primer dengan biomassa.
2. bagaimana dinamika populasi ikan kerapu macan dalam sistem sea ranching.
3. bagaimana model restocking yang cocok dalam sistem sea ranching di
perairan Semak Daun agar secara ekologis tidak melampaui daya dukung
6
Kebaruan/Novelty
Kebaruan/novelty dalam penelitian ini adalah:
1 metode participatory stock assessment untuk menentukan overfishing
2 metode penentuan daya dukung
3 menduga bagi parameter pertumbuhan panjang serta hubungan panjang berat
ikan kerapu macan yang berasal dari alam
4 penerapan metode Bayesian dalam menduga parameter dinamika populasi.
5 penentuan ukuran panjang benih, banyaknya benih yang ditebar, serta
waktu/pola tebar dalam sistem sea ranching yang dapat menghasilkan
tangkapan optimum dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan, secara
ekonomi menguntungkan, dan turut memulihkan keadaan stok ikan kerapu
macan
6 model restocking dalam sistem sea ranching
7
TINJAUAN PUSTAKA
Morfometrik
Tubuh ikan kerapu macan memanjang bulat seperti ikan kerapu sunu,
tetapi punggung ikan ini sedikit meninggi. Ikan kerapu macan memiliki warna
tubuh coklat dengan bintik rapat yang membentuk gambaran loreng. Selain itu
sirip ikan ini berwarna kecoklatan dan kemerahan. Pertumbuhan ikan kerapu
macan relatif cepat seperti ikan kerapu sunu. Oleh karena itu di masyarakat,
meskipun berharga lebih rendah dibandingkan dengan ikan kerapu bebek, ikan ini
lebih banyak dikultur, selain karena benih ikan ini relatif tersedia. Di alam ikan
kerapu macan hidup di perairan berkarang (Donaldson et al. 2005). Ilustrasi
mengenai kerapu macan disajikan pada Gambar 3.
Menurut Sattar dan Adam (2005) panjang rata-rata ikan kerapu macan
yang ditangkap dalam kurun waktu 2003-2004 di Maladewa adalah 43.7 cm
dengan simpangan baku 17.3 cm. Panjang maksimal yang ditemukan adalah 101
cm. Sementara, berdasarkan laporan Shakeel dan Ahmed (1996) panjang
maksimal adalah 95 cm. Adapun panjang saat terjadinya matang gonad pertama
adalah 48 cm.
10
Kebiasaan Makanan
Ikan kerapu termasuk jenis karnivora dan cara makannya "mencaplok"
satu persatu makanan yang diberikan sebelum makanan sampai ke dasar. Pakan
yang paling disukai adalah jenis krustaceae (rebon, dogol, dan krosok), selain itu
juga jenis ikan tembang, teri dan belanak (Anonim 1996). Analisis perut yang
pernah dilakukan pada ikan kerapu macan berukuran 1-10 cm menunjukkan isinya
20% plankton (terutama diatom dan algae) sedangkan sisanya terdiri dari udang-
udang kecil, ikan, dan sebagainya. Sementara, ikan yang berukuran lebih dari 20
cm dinyatakan 100% pemakan daging, dengan 70% crustacea (udang, anak
kepiting) dan 30% ikan-ikan kecil (Abduh 2007).
Faktor Lingkungan
Hidup kerapu dipengaruhi oleh lingkungannya. Faktor lingkungan yang
terkait dengan ikan kerapu disajikan dalam Tabel 1.
Marikultur
Edible size
yang dilepas haruslah ikan asli dari daerah tersebut atau ikan yang ada pada
daerah tersebut.
Penebaran ke dalam perairan sea ranching dilakukan dengan beberapa
dasar, yaitu: (1) menetapkan jumlah limbah maksimum yang masih dapat
menopang KJA ikan kerapu macan sebagai pembatas bagi sea ranching; (2)
menghubungkan antara laju pertumbuhan ikan kerapu macan dalam sea ranching
dan lamanya ‘pemeliharaan’ di alam dengan daya dukung sea ranching. Dengan
kedua hal tersebut akan dapat ditentukan model restocking yang tepat di perairan
sea ranching Semak Daun. Sementara itu, kesesuaian kondisi lingkungan untuk
sea ranching disajikan dalam Tabel 2.
......................................................................................[2]
............................................................................................[3]
.......................................................................[4]
................................................................................[5]
Keterangan:
Δ[P] : besarnya perubahan [P] yang dapat diterima oleh perairan dalam
menopang budidaya ikan (mg m-3)
[P] f : konsentrasi P maksimum yang dapat diterima dalam budidaya (mg m-3)
[P] i : rataan konsentrasi P
19
...................................[8]
................. [9]
...................................................................................................................
................ [10]
........................................................................ [11]
......................................................................................... [12]
...................................................... [14]
............................................ [15]
1 Menghitung produksi primer tahunan (PP, g C m-2 y-1) dari percobaan atau
literatur.
2 Mengkonversi PP kedalam biomassa ikan yang akan dihasilkan. Untuk
mengkonversnya digunakan Tabel 3.
<1000 1 – 1.2
1000–1500 1.2 – 1.5
1500–2000 1.5 – 2.1
2000–2500 2.1 – 3.2
2500–3000 3.2 - 2.1
3000–3500 2.1 - 1.5
3500–4000 1.5 - 1.2
4000–4500 1.2 - 1.0
>4500 ∼ 1.0
Sumber: Beveridge (1987)
Pertumbuhan Panjang
Terkait dengan pertumbuhan ikan, model yang umum dipergunakan
adalah persamaan Von Bertalanffy:
....................................................................... [16]
................................................ [17]
...................................................................... [19]
22
.................................... [20]
....................... [21]
........................................................................................................................ [22]
Untuk mendapatkan peluang posterior, digunakan metode Markov Chain
Monte Carlo (MCMC).
............................................................................................ [23]
............................................................ [24]
Pada ikan b sebagai penduga berkisar antara 1.2-5.1 yang umumnya bernilai 3.
Nilai b lebih besar dari 3 berarti pertumbuhan berat lebih cepat dari pada
pertumbuhan panjang (allometrik positif), sebaliknya bila b lebih kecil dari pada 3
berarti pertumbuhan panjang lebih cepat dari pada pertumbuhan beratnya
(allometrik negatif). Bila b sama dengan 3 maka pertumbuhan panjang dengan
berat seimbang/isometrik (Ricker 1975).
Dengan menggunakan pendekatan Bayes digunakan likelihood untuk Wt
menyebar normal, begitu ju g a α dan β. Dimana fungsi kepekatan normalnya
adalah (Casella dan Berger 1990):
.................................................................. [25]
23
Mortalitas
Gulland (1983) menyatakan bahwa informasi tentang laju mortalitas total
dalam suatu perikanan yang terksploitasi sangat penting untuk mengalalisis
dinamika suatu populasi. Laju mortalitas total (Z) dapat diduga dari pergeseran
kelimpahan kelompok umur dan dari analisis kurva tangkapan dengan
menggunakan data frekuensi panjang.
Pada umumnya analisis kurva tangkapan dilakukan menggunakan data
komposisi umur (Ricker 1975). Penduga laju mortalitas total Z dicari dengan
mengandaikan populasi memiliki struktur umur stabil, penambahan baru stabil,
dan laju mortalitas total sama untuk semua kelas umur. Jumlah ikan yang hidup
pada waktu t (N t ) cenderung turun secara eksponensial terhadap waktu (t).
Polanya mengikuti persamaan:
....................................................................................... [26]
..... [27]
Kebijakan
Pertumbuhan mortalitas
alami
STOK
Rekrutmen (ikan upaya
mortalitas
yang direstocking) tangkapan tangkapan
Tangkapan Biaya
Harga
Pendapatan Pengeluaran
Keuntungan
Untuk menetapkan model restocking setidaknya ada dua hal yang penting
dijadikan parameter penentu, yaitu panjang benih yang ditebar dan padat tebar.
Hal ini didasarkan pada pertimbangan kematian baik karena pemangsaan maupun
mortalitas alami. Ikan kerapu macan merupakan top predator sehingga tidak
dikhawatirkan adanya pemangsaan. Namun, bisa saja ‘pemangsaan’ terjadi
karena kanibalisme bila makanan di alam kurang. Pemangsaan dianggap sebagai
kendala besar bagi restocking dan stock enhancement (Bell et al. 2005; Bartley &
Bell 2008). Berdasarkan hal tersebut maka ukuran ikan pada saat ditebar amat
penting sebab resiko pemangsaan berhubungan dengan ukuran dari mangsa. Pada
sisi lain, padat tebar dapat menghantarkan pada keberhasilan pemulihan stok.
Mortalitas sering kali secara positif bergantung pada padat tebar (Zhao et al. 1991;
Bell et al. 2005; Hines et al. 2008).
.................................................................................... [28]
menghitung peluang suatu kejadian tertentu. Selain itu juga dapat digunakan
untuk menduga suatu nilai parameter tertentu bersama dengan ukuran
ketidakpastian yang mempengaruhi parameter tersebut.
Pendugaan umumnya didasarkan kepada maximum likelihood. Pendekatan
bagi pendugaan yang kini banyak dikembangkan adalah model Bayes. Prinsip
Bayes adalah:
p ( x, ω1 ) = p ( x | ω1 ) p (ω1 ) ..................................................................[29]
p( x) = p ( x | ω1 ) p (ω1 ) + p ( x | ω2 ) p (ω2 )
................................................ [34]
P(ω 1 ) dan P(ω 2 ) adalah peluang prior, p(x/ω j) merupakan kepekatan peluang
kondisional (likelihood), P(ω j , x) adalah peluang kepekatan bersama, dan P(ω j /x)
adalah peluang bersyarat posterior. Prinsip Bayes sebenarnya adalah:
p ( x / ω j ) P (ω j ) likelihood × prior
P(ω j / x)
= =
p( x) evidence ................................ [35]
2
p ( x) = ∑ p ( x / ω j ) P (ω j ) ...........................................................[36]
j =1
Persamaan itu digunakan untuk menentukan ω 1 jika P(ω 1 /x) > P(ω 2 /x); dan jika
selainnya dipilih ω 2 . Atau, ω 1 yang dipilih jika p(x/ω 1 )P(ω 1 )>p(x/ω 2 )P(ω 2 ) dan
jika selainnya maka tentukan ω 2 .
29
Pembangkitan Sebaran
Untuk mensimulasikan ketidakpastian (uncertainty) diperlukan pembang-
kitan bilangan acak sesuai dengan sebaran yang telah ditetapkan dalam kajian.
Morgan (1984) memberikan teknik untuk membangkitkan bilangan acak dari
berbagai sebaran. Setiap sebaran dapat dibangkitkan dari sebaran seragam dengan
nilai minimal 0 dan maksimal 1 (U(0,1)). Bilangan yang menyebar normal
dengan rataan 0 dan ragam 1, N(0,1), dapat dibangkitkan dari U(0,1) sebagai
berikut:
.................................................................................. [37]
Jadi, dengan membangkitkan dua belas bilangan acak U(0,1) dengan RND dalam
QBasic, lalu menjumlahkannya dan dikurangi enam, akan diperoleh satu angka z
yang menyebar N(0,1). Berdasarkan hal ini maka bilangan acak yang menyebar
N(µ, ) diperoleh dengan cara mencari x:
.......................................................................................... [38]
Morgan (1984) pun menyatakan bahwa untuk membangkitkan satu bilangan acak
G yang menyebar dengan sebaran Gamma(n,λ) dari sebaran seragam U(0,1)
adalah:
........................................................................... [39]
Sementara bilangan Y yang menyebar log normal dapat dibangkitkan dari x yang
menyebar N(µ, ) adalah: Y = exp(x).
METODE PENELITIAN
Kerangka Pemikiran
Salah satu keberhasilan sea farming adalah optimalnya hasil panen ikan
budidaya dalam KJA serta adanya hasil dari perikanan tangkap dalam sea
ranching. Berdasarkan pengamatan pendahuluan, di perairan Semak Daun terjadi
penurunan tangkapan ikan kerapu macan. Padahal, dilihat dari
32
Gambar 8 Pola pendekatan penentuan daya dukung perairan Semak Daun dan
restocking. KJA = keramba jaring apung, P = fosfor.
33
Desain Waktu
Penelitian ini dilakukan mulai awal 5 Januari 2010 sampai dengan 26
September 2010. Pengumpulan data sekunder dilakukan pada Januari-Februari
2010. Wawancara terkait dengan partisipatori stock assessment (PSA) dilakukan
pada bulan Juni dan Juli 2010. Sementara data panjang dan bobot ikan kerapu
diamati setiap hari selama bulan Maret sampai dengan Agustus 2010.
Variabel
Variabel/peubah biologi yang diukur adalah:
a) panjang ikan kerapu (cm)
b) bobot ikan kerapu (g)
Metode Pengukuran
1 Data panjang ikan kerapu macan diukur menggunakan mistar dengan
ketelitian 0.1 cm, dari ujung mulut sampai ujung ekor (panjang total).
2 Bobot ikan kerapu macan diukur menggunakan timbangan pegas dengan
ketepatan 0.1 kg dan bobot maksimal 10 kg.
3 Data peubah eksploitasi diperoleh dari wawancara (Lampiran 1)
4 Data batimetri diperoleh dari data sekunder.
5 Kandungan total-P diperoleh dari data sekunder.
Gambar 9 Volume air laut di pantai (Sumber: Widigdo dan Pariwono (2003))
Keterangan:
V 0 : volume air laut yang tersedia (m3)
h : tinggi pasang surut setempat (m)
y : lebar areal tambak yang sejajar garis pantai (m)
θ : kemiringan dasar laut
x : jarak dari garis pantai (waktu pasang) hingga lokasi intake air laut
(m)
Dari tabel tersebut diketahui bahwa baku mutu fosfat adalah 0.015 mg/l.
Nilai ini dijadikan sebagai nilai maksimum beban fosfat yang dapat diterima oleh
perairan Semak Daun sehingga ekosistem tetap lestari.
Adapun penentuan banyaknya volume air yang dapat mengencerkan fosfat
dan membawa keluar perairan Semak Daun dapat dilihat pada Gambar 10.
Volume air yang tersedia untuk mengencerkan beban limbah dan membawanya
keluar dapat dihitung dengan mengalikan luas wilayah perairan gosong Semak
Daun dengan selisih antara tinggi air saat pasang tertinggi (HWL) dengan tinggi
air saat surut terrendah (LWL). Namun, oleh karena tinggi HWL dan LWL
berfluktuasi setiap hari maka perlu dicari rata-rata volume harian. Caranya
dengan menjumlahkan volume harian tersebut lalu dibagi banyaknya hari
pengamatan, yaitu:
1 n
V0 = ∑ A.(HWLi − LWLi )
n i =1 ................................................................ [40]
38
Gambar 10 Volume air pada saat pasang surut. HWL merupakan tinggi pada saat
pasang, LWL tinggi pada saat surut, h adalah elevasi pasang surut
harian.
Hal ini berlaku bila pasang surut terjadi sekali dalam sehari. Namun, bila terjadi
lebih dari sekali pasang surut maka persamaan tadi perlu dikalikan frekuensi
pasang surut dalam sehari (f). Berdasarkan hal ini, maka volume air yang tersedia
untuk mengencerkan beban limbah adalah:
1 n 1 n
V0 = ∑ f . A.(HWLi − LWLi ) V0 = ∑ f . A.hi
n i =1 atau n i =1
dengan
hi = (HWLi − LWLi ) .............................................................................[41]
Keterangan:
39
Bila diketahui beban maksimum fosfor (atau baku mutu P) yang dapat
diterima kolom perairan adalah q mg/l (ppm) maka jumlah maksimum P yang
dapat masuk ke dalam perairan (P maks) adalah:
1 n
∑ f . A.hi
n i =1
, dengan P maks adalah P maksimum yang
……………………………...…..[45]
Keterangan:
40
Oleh karena itu, daya dukung perairan untuk KJA secara lestari (K L )
berdasarkan pengenceran adalah:
…….……………………………………………[46]
Bila tiap keramba dapat menghasilkan (N.SR. (0.5)) kg/keramba maka banyaknya
keramba yang diperkenankan adalah:
keramba …………….………………………[47]
ha …...…………………………………………[48]
Kondisi Stok
Pertama kali dilakukan pendugaan model untuk kajian stok. Model yang
hendak diduga adalah:
.......................................................... [49]
................................................................. [50]
............................................................................................ [51]
Keterangan:
B t = biomassa stok pada waktu t
B t+1 = biomassa stok pada waktu t+1
B ∞ = biomassa maksimal yang dapat dicapai
C t = total tangkapan
= mortalitas penangkapan
= catchability
= upaya untuk alat g
Model ini memerlukan tiga parameter populasi, yaitu B now (kondisi saat
proyeksi dimulai, pada waktu pengamatan), r (laju pertumbuhan populasi), dan
B ∞ (ukuran stok yang tidak dieksploitasi), dan untuk alat tangkap yang lebih dari
satu jenis diperlukan tipe alat tangkap. Keadaan stok didefinisikan sebagai
41
Analisis Data
1 Hubungan panjang dan bobot ikan kerapu diduga dengan regresi
menggunakan metode kuadrat terkecil (least square). Selain itu, untuk
memasukkan unsur ketidakpastian (uncertainty) dibandingkan dengan
metode Bayes. Pendekatan melalui metode Bayes ini dilakukan dengan
membuat program dan dimasukkan kedalam software Winbugs14.
2 Penduga parameter pertumbuhan (L∞ , K, dan t 0 ) dihitung dengan
menggunakan metode ELEFAN I yang terdapat dalam software FISAT II.
Parameter pertumbuhan juga diduga dengan memasukkan unsur
ketidakpastian (uncertainty) menggunakan metode Bayes. Pendekatan
melalui metode Bayes ini dilakukan dengan membuat program dan
dimasukkan kedalam software Winbugs14.
3 Penduga laju mortalitas total (Z) dihitung dengan kurva hasil tangkapan
yang dikonversi ke panjang (Sparre & Venema 1998). Laju mortalitas
alami diduga dengan persamaan empiris Pauly (1980).
4 Penentuan waktu/pola tebar, banyaknya ikan kerapu yang ditebar, dan
ukuran panjang tebar untuk mendapatkan keuntungan optimum dengan
tetap memperhatikan daya dukungnya dilakukan dengan menetapkan
model dan melakukan simulasi. Hal ini dilakukan dengan membuat
program dengan bantuan Winbugs14 yang dikombinasikan dengan bahasa
QBasic dan Visual Basic.
43
16%
Semak Daun
46%
3% K. Congkak
K. Bongkor
11% P. Kelapa
P. Karya
3% P. Jokong
8% Lainnya
13%
2,50
2,00
Tangkapan per upaya
1,50
(kg/bubu/hr)
0,50
Sesudah tahun 2000
0,00
0 5 10 15 20 25 30
-0,50
Bubu (buah)
Karang dalam seluas 315.19 ha itu menyimpan potensi besar. Hasil kajian
BAPEKAB (2004) menunjukkan dari kawasan tersebut terdapat kawasan perairan
potensial seluas 2 ha dapat digunakan untuk sistem sekat (enclosure), 9.99 ha
untuk keramba jaring apung/KJA (cage culture), 40.7 ha untuk sistem kandang
(pen culture), dan 262.31 untuk long line. Sementara, kawasan perairan potensial
untuk sea ranching dapat dilakukan di semua kawasan selain sistem sekat dan
sistem kandang.
Saat ini sudah berjalan balai sea farming yang membudidayakan kerapu
macan dan bebek dalam KJA. Menurut pengamatan di lapangan, anggota sea
45
farming tahun 2010 ada 43 orang. Mereka menjalankan budi daya kerapu macan
dan kerapu bebek dalam KJA. Setiap orang rata-rata menggarap 6 sampai 12
keramba berukuran 3x3 m2. Hal ini menunjukkan bahwa potensi besar itu masih
perlu ditingkatkan pemanfaatannya.
Kimia
pH - 8.08-8.3 7 - 8,5
O
Salinitas /oo 33-34 33 - 34
Oksigen terlarut (DO) mg/l 5.82-7.12 >5
BOD 5 mg/l 2.44-4.67 20
Ortho Fosfat mg/l <0.008 0.015
Total Fosfat mg/l <0.017 -
Amonia (NH 3 -N) mg/l 0.195-1.636 0.3
Nitrat-Nitrogen (NO 3 -N) mg/l 0.007-0.062 0.008
Nitrit Nitrogen (NO 2 -N) mg/l 0.003-0.16 -
Silika (Si) mg/l 0.006-0.149 -
Minyak dan Lemak mg/l <1 1
Timbal (Pb) mg/l 0.004-0.007 0.008
Kadmium (Cd) mg/l 0.001-0.003 0.001
Air Raksa (Hg) mg/l 0.0003-0.0011 0.001
Sumber: diolah dari SPKKAKS 2008
0.15
Bnow PDF
0.14 Bnow frequency
0.13
0.12
0.11
0.1 (a)
0.09
Probability
0.08
0.07
0.06
0.05
0.04
0.03
0.02
0.01
0
0 0.128 0.256 0.384 0.512 0.641 0.769 0.897
Bnow
0.19
0.18
r PDF
0.17 r frequency
0.16
0.15
0.14
0.13
0.12
0.11
(b)
Probability
0.1
0.09
0.08
0.07
0.06
0.05
0.04
0.03
0.02
0.01
0
0.298 0.597 0.895 1.193 1.491
r
48
0.19
0.18 Binf PDF
0.17 Binf frequency
0.16
0.15
0.14
0.13
0.12
0.11 (c)
Probability
0.1
0.09
0.08
0.07
0.06
0.05
0.04
0.03
0.02
0.01
0
+05 +05 +06 +06 +06
3.76 7.53 1.13 1.51 1.88
Binf
0.13
q00 PDF
0.12 q00 frequency
0.11
0.1
0.09
(d)
0.08
Probability
0.07
0.06
0.05
0.04
0.03
0.02
0.01
0
-20 -04 -04 -04 -04 -04
8.13 1.09 2.18 3.27 4.37 5.46
q00
Gambar 13 (a) Bnow, (b) laju pertumbuhan populasi r, (c) biomassa pada saat
tidak dieksploitasi, dan (d) catchability.
49
5.8
5.6
5.4
5.2
5
4.8
4.6
4.4
4.2
4
3.8
3.6
3.4
3.2
Probability
3
2.8
2.6
2.4
2.2
2
1.8
1.6
1.4
1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2 1
0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5
Resource State
Gambar 14 Kondisi stok pada saat ini. Resource state menunjukkan stok yang
ada sekarang, sedangkan probability menunjukkan peluangnya.
terjadi di perairan Semak Daun. Konsekuensi dari hal ini adalah rekrutmen terus
menurun sehingga jumlah ikan menurun yang berakibat tangkapan pun menurun.
Berdasarkan hal ini maka upaya melindungi induk untuk memulihkan stok sangat
dibutuhkan. Agar upaya pengembalian stok ini sejalan dengan sistem budidaya
yang sudah berjalan selama ini maka aktivitas yang semestinya dilakukan adalah
restocking dalam sistem sea ranching.
Daya Dukung
dapat diterima oleh perairan tersebut. Hubungan antara P yang diperkenankan (P-
acceptable) dengan baku mutu P menentukan besarnya dukung KJA.
Manajemen
ukuran # ikan SR
% P dalam pakan
P-pakan
(luas)
P-ikan (HWL)
Sisa (LWL)
(frek. pasut)
flushing
P-perairan (Baku mutu
(Chl-a bulanan)
P-acceptable
Daya dukung
Chl-a
KJA
PP
TL dibawah kerapu
(TL)
Prod. k.
(TE)
(luas)
DD sea ranching (kedalaman)
Gambar 15 Diagram Forester bagi model pendugaan daya dukung KJA dan sea
ranching. Garis ---- menggambarkan aliran informasi matematis,
dan garis ― menggambarkan aliran energi/materi. SR=survival
rate, P-pakan=fosfor (P) dalam pakan, P-ikan=P yang masuk ke
dalam tubuh ikan, P-perairan =P yang masuk ke perairan, P-
acceptable=P yang diperkenankan, PP=produktivitas primer,
TL=trophic level, TE=tingkat efisiensi, HWL=high wave level
(pasang tertinggi), LWL=low wave level (surut terendah), DD=daya
dukung.
53
Tabel 8 Data yang diperlukan untuk menduga daya dukung perairan gosong
Semak Daun bagi KJA
No Peubah Nilai Satuan Keterangan
1 Luas perairan (A):
a. Reef flat 281.89 ha PKSPL (2006)
b. Goba 33.3 ha
2 Frekuensi pasang surut (f) 2 PKSPL (2006)
3 Baku mutu fosfat (q) 0.015 mg/l (ppm) Kepmen LH no.51 tahun
2004
4 Pola pemberian pakan Effendi (2007)
5 P yang berasal dari KJA (w) 21.4 – 26.7 Kg/ha Monitoring dan hitungan
6 Pasang surut Selama Juli m Monitoring dan hitungan
7 Padat tebar di KJA 200 ekor/9 m2 Pengamatan lapangan
8 Ukuran keramba 3x3 m2 Pengamatan lapangan
Untuk menduga volume air yang tersedia bagi pengenceran sisa pakan
yang terbuang dari KJA diperlukan data pasang surut, termasuk pasang tertinggi
(HWL) dan surut terendah (LWL). Data harian selama tiga puluh hari HWL i dan
LWL i , serta hasil hitungan hi dan volume air yang tersedia disajikan dalam
Lampiran 5. Adapun fluktuasi elevasi pasut disajikan dalam Gambar 16.
Gambar 16 Elevasi pasang surut selama bulan Juli. Pengamatan selama 30 hari
sehingga n=30.
Dari data-data tersebut dapat dihitung volume air yang tersedia untuk
mengencerkan beban limbah sebesar 2 660 729 m3. Berdasarkan Keputusan
54
Menteri Lingkungan Hidup no.51 tahun 2004 diketahui bahwa baku mutu fosfat
untuk kehidupan terumbu karang adalah 0.015 mg/l. Oleh karena itu maka beban
fosfat maksimal yang dapat diterima oleh perairan Semak Daun adalah 39.91 kgP.
Perhitungan volume air yang tersedia dan beban fosfat maksimal disajikan pada
Lampiran 5.
Untuk menghitung besarnya fosfat yang berasal dari KJA diperlukan pola
pemberian pakan. Menurut Effendi (2006) pola pemberian pakan ikan kerapu
adalah:
Pola pemberian pakan dalam Tabel 9 menunjukkan bahwa ransum ikan yang
diberikan berbeda-beda pada saat bobot ikan berbeda. Pola pemberian pakan
tersebut dapat disajikan dalam bentuk fungsi matematika di bawah ini. Pemberian
pakan minimal berdasarkan bobot ikan adalah:
……………………………[53]
…………………………….[54]
menunjukkan bahwa total pakan yang diberikan dalam KJA adalah 46.5 – 57.9
kg/keramba.
Variabel lain yang diperlukan adalah SR. Untuk menghitung SR
dilakukan pengamatan secara acak pada sebelas KJA. Datanya disajikan pada
Tabel 10. Hasil perhitungan diperoleh SR rata-rata 74.2% dengan simpangan
baku 20.7%. Sementara, kadar P yang ada didalam pakan yang digunakan di
Semak Daun adalah k=1.48%, dan banyaknya pakan yang tidak dimakan ikan
sebanyak b=20% (Beveridge 1987). Oleh karena itu, banyaknya P yang masuk ke
perairan adalah 137.3 – 171.3 gP/keramba. Tiap keramba dapat menghasilkan
53.5 – 74.2 kg ikan. P yang masuk ke perairan (U) adalah 1.9 – 3.2 kgP/ton ikan.
Berdasarkan hal ini maka daya dukung perairan Semak Daun untuk KJA adalah
39.91/3.2 = 12.5 sampai dengan 39.91/1.9 = 21.6 ton ikan. Daya dukung ini bila
dikonversi menjadi banyaknya keramba adalah (12.5/74.2 x 1000) = 167.9 atau
dibulatkan menjadi 168 keramba. Batas atasnya adalah (21.6/53.5 x 10 000) =
403.1 atau dibulatkan menjadi 404 keramba. Bila ukuran keramba 3x3 m2 maka
luas efektif KJA adalah 0.2 – 0.4 ha. Semua ini menginformasikan bahwa
banyaknya KJA maksimal yang diperkenankan di perairan Semak Daun adalah
404 buah yang tersebar di 1.81 ha perairan gosong (karang dalam) yang cocok
untuk KJA. Selama masukan limbah dari luar tetap, maka jumlah KJA ini
bersifar lestari sampai jangka waktu panjang.
1,6
1,4
1,2
Chl-a (mg/l)
1
0,8
0,6
0,4
0,2
0
Bulan
Chl-a
Bulan Chl-a (µg/l) PP (gC/m2/hari)
(mg/l)
Agu 2008 1.1 1100 0.442
Sep 2008 0.8 800 0.322
Okt 2008 0.8 820 0.330
Nov 2008 1.1 1080 0.434
Des 2008 1.1 1100 0.442
Jan 2009 1.4 1350 0.542
Feb 2009 0.6 600 0.242
Mar 2009 1.0 1000 0.402
Apr 2009 0.9 900 0.362
Mei 2009 0.9 900 0.362
Jun 2009 1.0 1010 0.406
Jul 2009 0.8 800 0.322
Rata-rata ± simpangan baku (gC/m2/hari) 0.384 ± 0.078
Rata-rata ± simpangan baku (gC/m2/tahun) 140.299 ± 28.43
Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa ikan kerapu macan (Epinephelus
fuscoguttatus) berada pada tropic level 3.7 (Tabel 12).
Berdasarkan hal ini produksi ikan kerapu macan dapat diduga dari
kandungan Chl-a. Caranya, data bulanan Chl-a dijadikan variabel untuk menduga
produktivitas primer melalui persamaan yang disarankan oleh Susilo (1999).
Energi produktivitas primer ini akan ditransfer ke trophic level di atasnya sampai
ke ikan kerapu macan melalui piramida trophic level. Akhirnya, daya dukung
dapat diperoleh.
Parameter yang diperlukan dalam penentuan daya dukung berdasarkan
produktivitas primer melalui Chl-a ini disajikan pada Tabel 13. Gambar 18
menunjukkan transfer energi dari trophic level terendah hingga trophic level
kerapu macan untuk produktivitas primer rata-rata di perairan Semak Daun
sebesar 140.299 gC/m2/th. Produktivitas primer sebesar 140.299 gC/m2/th akan
menghasilkan karbon dalam produksi ikan kerapu macan sebesar 0.028 gC/m2/th.
Menurut Odum (1971), kandungan ini merupakan 10 persen dari produksi ikan.
60
Dengan demikian maka produksi ikan kerapu yang dapat dihasilkan di perairan
Semak Daun yang luasnya 315 ha (3,150,000 m2) adalah 881.788 kg/th atau
sekitar 0.88 ton/tahun. Sementara, untuk nilai produktivitas primer terkecil
(111.869 gC/m2/th) akan mentransfer energi pada ikan kerapu macan sebesar
0.022 gC/m2/th. Energi ini setara dengan bobot ikan kerapu 0.703 ton/th. Adapun
nilai produktivitas primer terbesar (168.729 gC/m2/th) akan menghasilkan 0.034
gC/m2/th pada ikan kerapu macan dengan trophic level 3.7. Ini berarti biomassa
ikan kerapu macan yang dapat diproduksi adalah 1.06 ton/th (Lampiran 7).
Dengan demikian daya dukung bagi ikan kerapu macan dalam sistem sea
ranching perairan Semak Daun antara 0.703 – 1.06 ton/th dengan rata-rata 0.88
ton/th.
Bila dihitung produksi per ha diperoleh produksi ikan kerapu macan ini
antara 0.0022 – 0.0034 ton/ha/th, dengan rata-rata 0.003 ton/ha/th. Hasil tersebut
sedikit lebih kecil dibandingkan dengan prediksi Donaldson et al. (2005) yang
menduga bahwa kepadatan ikan kerapu macan di alam sekitar 0.4 ton/km2/th atau
0.004 ton/ha/th. Hal ini disebabkan kondisi terumbu karang di perairan Semak
Daun sebagian sudah rusak (SPKAAS 2006).
Tabel 13 Peubah yang diperlukan untuk menduga daya dukung ikan kerapu
macan dalam sea ranching
No Peubah Sumber
1 Klorofil-a bulanan Sulma et al. 2009
2 Hubungan klorofil-a dengan Susilo 1999
produktivitas primer
3 Hubungan antar tropic level, Pauly dan
10 persen per tropic level Christensen (1995);
Odum (1971)
4 Tropic level ikan kerapu Vasconcellos M dan
macan adalah 3.7 Gasalla MA (2001)
[3.7]
Kerapu macan:
0.028 gC/m2/th
[3]. crustacea:
0.1403 gC/m2/th
kerapu macan adalah 0.703 – 1.06 ton/th dengan rata-rata 0.88 ton/th. Adapun
keberadaan KJA akan mempengaruhi daya dukung ini perhitungan:
1 Sebagaimana telah disebutkan besarnya P yang dibolehkan masuk ke kolom
perairan agar tetap di bawah baku mutu P adalah 15.9 – 19.8 kgP/ha/th.
Padahal, daya dukung perairan Semak Daun untuk KJA adalah 2 ha. Ini
berarti banyaknya P maksimal yang masuk ke kolom perairan Semak Daun
adalah 31.8 – 37.6 kgP/th.
2 Dari persamaan [10] dapat ditentukan penduga bagi kandungan Chl-a yang
berasal dari tambahan P dari KJA (Chl-a KJA ):
............................................................ [57]
.................................................... [58]
.......................................................... [59]
4 Daya dukung dihitung sebagaimana disebutkan dalam anak bab Daya Dukung
Sea Ranching.
Tabel 14 Rataan, simpangan baku, panjang minimal, dan panjang maksimal ikan
yang tertangkap selama bulan Maret sampai dengan Agustus 2010
0,045
0,04
0,035
Gambar 21 Peluang tertangkapnya ikan pada ukuran tertentu oleh bubu. Sebaran
peluang ini adalah sebaran Normal dengan persamaan umum
dengan panjang (cm) x, rata-rata µ dan
simpangan baku .
........................................................................ [60]
Setelah diuji dengan uji-t terlihat bahwa hipotesis b=3 ditolak pada
kepercayaan 95 persen. Ini berarti pertumbuhan ikan kerapu macan mengikuti
pola allometrik positif. Keadaan demikian sama untuk setiap bulan pengamatan
66
0.04
0.03
Peluang
0.02
0.01
0.00
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Panjang (cm)
12000
y = 0,008x3,160
10000 R² = 0,992
8000
Bobot (gr)
6000
4000
2000
0
0 20 40 60 80 100
Panjang (cm)
Bulan a b R2 Keterangan
Maret 0.008 3.172 0.997 Allometrik positif
April 0.009 3.149 0.998 Allometrik positif
Mei 0.008 3.165 0.998 Allometrik positif
Juni 0.008 3.168 0.998 Allometrik positif
Juli 0.008 3.168 0.997 Allometrik positif
Agustus 0.009 3.140 0.971 Allometrik positif
(a) (b)
Gambar 24 Sebaran nilai penduga koefisien a (a) dan koefisien b (b) dari model
Bayes.
kemontokan ikan kerapu macan. Faktor kondisi terendah terjadi pada bulan Juli,
sedangkan faktor kondisi tertinggi terjadi pada bulan Agustus. Hal ini
menggambarkan kelimpahan makanan pada bulan Juli relatif lebih sedikit
dibandingkan dengan kelimpahan makanan pada bulan Agustus. Bila
dihubungkan dengan fitoplankton yang dicerminkan oleh kandungan Chl-a
terlihat bahwa kandungan Chl-a pada bulan Juli juga rendah, sementara pada
bulan Agustus kandungan Chl-a banyak.
1,50
1,45
1,40
Faktor Kondisi
1,35
1,30
1,25
1,20
Mar Apr Mei Jun Jul Agu
Bulan
Gambar 25 Faktor kondisi ikan kerapu macan di perairan Semak Daun (Maret-
Agustus 2010).
Dari hasil tersebut nampak bahwa dugaan panjang asimtotis ikan kerapu
macan tersebut adalah 97.48 cm dengan konstanta laju pertumbuhan k=0.27 per
tahun. Panjang maksimum tersebut dapat dicapai pada saat t=30 tahun. Secara
visual model pertumbuhan panjang ikan kerapu dapat ditelaah pada Gambar 26.
Model pertumbuhan panjang dan berat memiliki bentuk yang sama, yakni
sigmoid. Umumnya, ikan kerapu macan yang banyak dibutuhkan pasar adalah
ikan yang berukuran 0.5 kg atau panjang kira-kira 33 cm. Untuk mencapai ukuran
tersebut, diperlukan waktu 1.08 tahun atau hampir 13 bulan. Sementara bila
dipelihara di KJA berdasarkan wawancara dan pengamatan di lapangan diketahui
bahwa waktu yang dibutuhkan untuk mencapai 0.5 kg berkisar antara 7-9 bulan.
Hal dikarenakan pemeliharaan di KJA ikan diberi pakan sedangkan di alam ikan
mencari sendiri makanannya, sehingga di alam ada tekanan lingkungan terhadap
ikan tersebut.
20000 120
100
15000
Panjang (cm)
80
Bobot (g)
10000 60
40
5000
20
0 0
0 5 10 15 20 25 30 35 40
t (Tahun)
Penduga Parameter Mortalitas Alami (M), Penangkapan (F), dan Total (Z)
Laju kematian total dikaji dengan metode length-converted catch curve
(kurva hasil tangkapan yang dikonversi) sebagaimana terdapat dalam Gambar 27.
Tabel 17 Sebaran suhu permukaan air laut Semak Daun periode Agustus 2008 –
Juli 2009
Secara umum, setelah dilakukan simulasi pada berbagai jumlah ikan yang
ditebar (N1=3000 sampai N1=50000) dan tidak ada rekrutmen, diketahui bahwa
pada mortalitas alami tetap (M=0.455), saat mortalitas tangkapan sama dengan nol
(F=0) ikan baru habis setelah 20 tahun, sementara bila F dinaikkan menjadi 0.3
ikan baru habis setelah 14 tahun, pada F=0.6 mampu bertahan sampai 10 tahun,
dan pada F=0.9 ikan kerapu macan habis setelah 8 tahun. Daya survival ini makin
menurun dengan bertambah besarnya F. Realitas ini dikarenakan dengan semakin
besarnya mortalitas tangkapan ikan yang tertangkap semakin banyak. Akibat dari
hal ini adalah menurunnya daya survival. Kenyataan ini dapat ditelaah pada
Gambar 28.
72
3500
3000
F=0 F = 0.3
(a)
3500
3000
Banyak ikan (ekor)
2500
2000
1500
1000
500
0
0 5 10 15 20
Waktu (tahun)
F=0 F = 0.3
(b)
Gambar 28 Hubungan mortalitas tangkapan (F) dengan banyak ikan kerapu
macan yang bertahan hidup di perairan Semak Daun. (a)
Banyaknya ikan yang ditebar adalah 50000 ekor, dan (b)
banyaknya ikan yang ditebar sebanyak 3000 ekor.
1800
1600
Hasil Tangkapan (kg)
1400
1200
1000
800
600
400
200
0
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2
Mortalitas tangkapan (F)
disimulasikan, yaitu (1) ukuran panjang ikan kerapu pada saat ditebar, (2) pola
tebar, dan (3) padat tebar.
Dalam pemodelan dalam penelitian ini dianggap ada 12 kohort (kelompok
umur) k dan 240 bulan i untuk simulasi selama 20 tahun. Kelompok umur Januari
tahun pertama merupakan kelompok umur yang merupakan stok pada bulan i=1,
dan akhir simulasinya pada i=240. Kelompok umur Februari tahun pertama
adalah kelompok umur yang merupakan stok pada bulan i=2 dan akhir
simulasinya pada i=241, begitu seterusnya.
Banyaknya individu N k,i berasal dari penebaran kelompok umur k pada
bulan ke-i ditetapkan sebagai awal penebaran yang jumlahnya dapat ditentukan
sesuai dengan kebutuhan. Berikutnya, banyaknya ikan yang hidup ditetapkan
sebagai:
............................................................................. [63]
dengan Zk,i merupakan mortalitas total pada kelompok umur k bulan ke-i, dan N k,i-
1 adalah banyaknya ikan pada kelompok umur k yang hidup pada bulan
sebelumnya. Mortalitas total ini terdiri atas mortalitas penangkapan (F k,i ) dan
mortalitas alami (M k,i ). Mortalitas penangkapan baru berlaku untuk ikan yang
telah mencapai ukuran tangkap minimum. Nilai Fk,i yang diperoleh sebagai
standar dalam penelitian ini adalah 0.4 – 0.5, sementara nilai Mk,i adalah 0.45 –
0.46. Untuk keperluan simulasi nilai Fk,i dibuat beragam.
Bobot ikan pada kelompok umur k dalam bulan ke-i ( ) ditentukan
berdasar hubungan panjang bobot:
................................................................................ [64]
dengan panjang diduga berdasarkan persamaan Von Bertalanffy yang telah
dihitung sebelumnya, yaitu:
.......................................................... [65]
Biomassa ikan kerapu macan pada kelompok umur k dalam bulan ke-i
( ) diduga berdasarkan persamaan:
................................................................................... [66]
Berdasarkan parameter di atas dapat diduga banyaknya tangkapan yang
diperoleh dari kelompok umur k dalam bulan ke-i ( ) dengan persamaan:
..................................................... [67]
75
.......................................................... [70]
Ikan kerapu macan betina mulai matang pada ukuran panjang total 51 cm
atau bobot 3,0 kg sedangkan jantan mulai matang pada ukuran panjang total 60
cm atau bobot 7,0 kg (Slamet et al 2001). Menurut Abduh (2007) fase betina
matang gonad didapatkan pada ikan dengan ukuran panjang tubuh minimum 450-
550 mm (umur lebih dari 5 tahun) dengan berat tubuh 3-10 Kg. Sehingga L m
dapat didekati antara 45 – 60 cm. Pada sisi lain, fakta menunjukkan bahwa
semakin besar ikan semakin besar peluangnya untuk matang gonad. Oleh karena
itu, maka peluang seekor ikan matang gonad dapat didekati dengan sebaran
logistik yang bentuknya diberikan oleh Casella dan Berger (1990) sebagai berikut:
.................................................................. [71]
dengan µ adalah nilai tengah dan β adalah skala. Berdasarkan informasi ini dapat
ditentukan hubungan panjang ikan kerapu macan dengan peluang matang gonad
seperti dalam Gambar 30.
76
1.0
0.8
Peluang matang gonad
0.6
0.4
0.2
0.0
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Panjang (cm)
Gambar 30 Hubungan panjang ikan kerapu macan (cm) dengan peluang matang
gonad.
Nilai ekonomi dari hasil tangkapan (VY) dari kelompok umur k dalam
bulan ke-i diperoleh sebesar:
........................................................................................ [71]
dengan p adalah harga. Harga ini berfluktuasi. Berdasarkan pengamatan di
lapangan pada Agustus 2010 diperoleh data dalam Tabel 18.
......................................................................................... [72]
.................................................................................... [73]
................................................................................ [74]
Ukuran panjang ikan kerapu yang ditebar disimulasikan untuk panjang 10,
11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20 cm. Hal ini didasarkan pada kenyataan
77
bahwa ikan kerapu terkecil yang tertangkap saat pengambilan data seberat 100
gram dengan panjang kurang lebih 10 cm. Demikian pula, hasil wawancara dari
nelayan menyatakan bahwa rata-rata panjang ikan terkecil yang tertangkap sekitar
10 cm. Di samping itu, juga mempertimbangkan kemampuan adaptasi ikan
kerapu macan di alam. Kerapu macan dengan ukuran minimal 10 cm sudah dapat
bertahan di alam bebas. Sistem tebar dilakukan dengan pola setahun sekali,
setahun dua kali (6 bulan sekali), setahun tiga kali (4 bulan sekali), setahun empat
kali (3 bulan sekali), setahun enam kali (2 bulan sekali) dan setahun dua belas kali
(setiap bulan).
Banyaknya ikan kerapu macan yang ditebar disimulasikan pada padat
tebar 1000, 2000, …, 5000 ekor dengan selang 100 ekor. Sementara biaya yang
dihitung adalah biaya benih dan operasional. Biaya benih untuk panjang ikan
kerapu macan 10-15 cm adalah Rp1100 per centimeter panjang. Biaya
operasional adalah biaya solar. Harga jual ikan kerapu macan sebesar Rp100000 -
130000 per kilogram. Penduga parameter pertumbuhan panjang, bobot, dan
mortalitas dalam model ini dibuat dengan program Winbugs dengan pendekatan
bayes. Sementara, untuk mensimulasikan berbagai pengaruh skenario dalam
mencari kombinasi skenario optimum dibuat program QBasic (Lampiran 12).
Asumsi
Demi penyederhanaan, model ini memiliki asumsi:
1 Kualitas perairan, fungsi, struktur, dan komposisi komunitas ikan kerapu
macan tetap.
2 Banyaknya ikan yang direstocking pada setiap kali tebar berjumlah
sama.
3 Rekrutmen hanya berasal dari hasil penebaran. Hal ini didasarkan pada
pemikiran bahwa ikan kerapu matang gonad pada panjang rata-rata 42
cm. Padahal, pada ukuran 0.5 gram atau 33 cm sudah ditangkap.
Rekrutmen hasil dari ikan yang memijah dan tidak tertangkap dianggap
sebagai upaya perbaikan ekosistem dan tidak dimasukkan dalam
tangkapan sistem sea ranching.
4 Jenis alat tangkap dan kemampuan tangkapnya relatif sama (seragam).
78
MSB(i,j
SSB
100 400
Hasil Tangkapan (kg)
(a) (b)
500 400
Hasil Tangkapan (kg)
400 300
300
200
200
100 100
0 0
0 0,5 1 0 0,5 1
Mortalitas Tangkapan (F) Mortalitas Tangkapan (F)
(c) (d)
Gambar 32 Hasil tangkapan kerapu macan pada berbagai pola tebar (12x: setiap
bulan, 6x: 2 bulan sekali, 4x: 3 bulan sekali, 3x: 4 bulan sekali,
2x: 6 bulan sekali, dan •1x: setahun sekali). (a) tebar 1000 ekor, panjang
10 cm, (b) tebar 3000 ekor, panjang 12 cm, (c) tebar 3000 ekor, panjang 13
cm, dan (d) tebar 4000 ekor, panjang 13 cm.
81
500 800
Hasil Tangkapan (kg)
(a) (b)
1000 1500
Hasil Tangkapan (kg)
(c) (d)
2000 2000
Hasil Tangkapan (kg)
1500 1500
1000 1000
500 500
0 0
0,00 0,50 1,00 0,00 0,50 1,00
Mortalitas Tangkapan (F) Mortalitas Tangkapan (F)
(e) (f)
Gambar 33 Hasil tangkapan kerapu macan pada mortalitas tangkapan (F) 0.0 –
1.0, dengan padat tebar 1 000 ( ), 2 000 (), 3 000 (), 4 000
(), dan 5 000 () ekor, untuk panjang benih 10 cm (a), 12 cm (b),
14 cm (c), 16 cm (d), 18 cm (e) dan 20 cm (f).
83
Sedikit berbeda dengan L=11 cm, pada panjang benih L=11 cm hasil tangkapan
yang memenuhi kriteria daya dukung terjadi pada padat tebar 4 000 sampai
dengan 8 000 ekor. Hasil tangkapan tertinggi yang dapat diperoleh pada panjang
tebar 11 cm ini sebesar 496.678 kg yang diperoleh pada padat tebar 6000 dan
mortalitas tangkapan 0.15. Namun, apabila mortalitas tangkapannya dinaikkan,
hasil tangkapan terbesar diperoleh sebanyak 482.188 kg pada padat tebar 5000
dan mortalitas tangkapan 0.30 (Lampiran 16).
Pada model restocking dengan ukuran tebar L=12 cm hanya pada padat
tebar 4 000 – 5 000 ekor yang memberikan hasil tangkapan kerapu macan sesuai
dengan kriteria daya dukung dan mortalitas tangkapan tidak jauh dari mortalitas
tangkapan saat ini (0.4). Adapun hasil tangkapan terbesar yang dicapai terdapat
pada padat tebar 4 000 ekor dengan laju mortalitas tangkapan 0.35, yaitu sebesar
465.768 kg, (Lampiran 17).
Lampiran 18 menunjukkan bahwa pada ukuran benih L=13 cm hasil
tangkapan ikan kerapu macan yang memenuhi kriteria daya dukung dapat
diperoleh dengan melakukan penebaran dengan jumlah 3 000 – 5 000 ekor.
Banyaknya hasil tangkapan bervariasi antara 350.042 kg sampai 543.233 kg,
bergantung pada besarnya mortalitas tangkapan. Hasil tangkapan terbesar
(543.233 kg) dapat diperoleh pada padat tebar 4 000 ekor dan mortalitas
tangkapan 0.25. Dilihat dari aspek tenaga kerja angka mortalitas tangkapan ini
kecil. Oleh sebab itu perlu meningkatkan mortalitas tangkapan dengan tetap
mempertahankan kriteria daya dukung. Hasil tangkapan 418.596 kg diperoleh
dari padat tebar 3000 ekor dengan mortalitas tangkapan 0.35.
Penebaran ukuran benih L=14 cm akan dapat menghasilkan tangkapan
yang memenuhi kriteria daya dukung apabila penebaran tersebut dilakukan pada
padat tebar antara 3 000 ekor dan 5 000 ekor dengan mortalitas tangkapan tertentu
sesuai dengan padat tebar. Hasil tangkapan terbesar yang memenuhi daya dukung
(497.034 kg) diperoleh pada padat tebar 3 000 dengan mortalitas tangkapan 0.35
(Lampiran 19).
Ukuran benih L=15 cm dalam menghasilkan tangkapan yang memenuhi
kriteria daya dukung berada pada kisaran padat tebar 2 000 ekor sampai 5 000
ekor. Kisaran padat tebar ini lebih lebar dibandingkan dengan kisaran padat tebar
85
pada ukuran benih yang lain. Hasil tangkapan terbesar sesuai dengan daya
dukung perairan Semak Daun bagi kerapu macan adalah 531.167 kg. Hasil
tangkapan tertinggi ini dicapai apabila ikan yang ditebar 3 000 ekor dan mortalitas
tangkapan yang diperbolehkan 0.2. Bila mortalitas tangkapan naik menjadi 0.35
maka hasil tangkapannya 390.181 kg pada padat tebar 2000 ekor (Lampiran 20).
Lampiran 21 menunjukkan bahwa pada ukuran benih 16 cm, kisaran padat tebar
yang dapat menghasilkan tangkapan sesuai daya dukung terdapat pada 2000 ekor
sampai 5000 ekor. Besarnya mortalitas tangkapan makin menurun dengan
semakin besarnya padat tebar. Hasil tangkapan tertinggi yang masih memenuhi
daya dukung sebesar 455.961 kg. Tangkapan ini diperoleh pada tingkat mortalitas
tangkapan 0.35 dengan padat tebar 2000 ekor.
Hasil tangkapan antara 350 - 530 kg dengan panjang benih ikan kerapu
macan 17 cm terjadi pada padat tebar antara 2000 – 4000 ekor. Hasil tangkapan
terbesar 529.125 kg diperoleh pada padat tebar 2000 ekor dengan tingkat
mortalitas tangkapan 0.35 (Lampiran 22).
Panjang benih yang makin meningkat menjadikan tingkat mortalitas makin
menurun untuk mendapatkan hasil yang sama-sama memenuhi kriteria daya
dukung. Benih yang panjangnya 18 cm untuk memperoleh hasil tangkapan
memenuhi kriteria daya dukung perlu ditebar pada kepadatan 2000 – 3000 ekor.
Hasil tangkapan terbesar yang diperoleh adalah 481.642 kg. Hasil tersebut
didapatkan pada mortalitas tangkapan 0.15 (Lampiran 23).
Hal serupa ditunjukkan pada panjang benih 19 cm (Lampiran 24). Untuk
memperoleh hasil tangkapan sesuai daya dukung kepadatan tebar yang diperlukan
terletak antara 1000 – 2000 ekor. Hasil tangkapan tertinggi adalah 436.885 kg
yang diperoleh pada mortalitas tangkapan 0.1 dengan padat tebar 2000 ekor.
Tingkat mortalitas tangkapan ini relatif kecil. Bila padat tebar menjadi 1000 ekor
maka hasil tangkapan terbesarnya berkurang menjadi 350.613 kg namun
mortalitas tangkapannya meningkat menjadi 0.40.
Padat tebar antara 1000 – 2000 ekor juga memberikan hasil tangkapan
yang berada dalam kisaran daya dukung untuk panjang benih 20 cm. Hasil
tangkapan terbesar dengan tingkat mortalitas 0.40 diperoleh sebesar 400.193 kg.
Tangkapan ini diperoleh pada padat tebar 1000 ekor (Lampiran 25).
86
Hasil optimal dari panjang benih yang ditebar 11, 12 dan 13 cm diperoleh
pada mortalitas alami 0.3. Hasil tangkapan optimal pada panjang benih ikan 14,
15, 16, 17, 18, 19 dan 20 cm diperoleh pada mortalitas tangkapan 0.4.
Tabel 19 juga menjelaskan terdapat sebelas alternatif tindakan restocking
yang dapat diambil untuk mendapatkan hasil tangkapan terbanyak sekaligus
87
memenuhi kriteria daya dukung bagi ikan kerapu macan. Skenario tersebut
adalah:
1 Panjang benih 10 cm ditebar sebanyak 6 700 ekor dengan mortalitas
tangkap 0.3 (A-1)
2 Panjang benih 11 cm ditebar sebanyak 5 400 ekor dengan mortalitas
tangkap 0.3 (A-2)
3 Panjang benih 12 cm ditebar sebanyak 4 500 ekor dengan mortalitas
tangkap 0.3 (A-3)
4 Panjang benih 13 cm ditebar sebanyak 3 800 ekor dengan mortalitas
tangkap 0.3 (A-4)
5 Panjang benih 14 cm ditebar sebanyak 3 200 ekor dengan mortalitas
tangkap 0.4 (A-5)
6 Panjang benih 15 cm ditebar sebanyak 2 700 ekor dengan mortalitas
tangkap 0.4 (A-6)
7 Panjang benih 16 cm ditebar sebanyak 2 300 ekor dengan mortalitas
tangkap 0.4 (A-7)
8 Panjang benih 17 cm ditebar sebanyak 2 000 ekor dengan mortalitas
tangkap 0.4 (A-8)
9 Panjang benih 18 cm ditebar sebanyak 1 700 ekor dengan mortalitas
tangkap 0.4 (A-9)
10 Panjang benih 19 cm ditebar sebanyak 1 500 ekor dengan mortalitas
tangkap 0.4 (A-10)
11 Panjang benih 20 cm ditebar sebanyak 1 300 ekor dengan mortalitas
tangkap 0.4 (A-11)
17 cm dan padat tebar 2000 ekor (A-8). Hal ini dikarenakan hasil tangkapan
optimal terbesar 529.045 kg dihasilkan dari ukuran ikan yang ditebar 17 cm, padat
tebar 2000 ekor, dan mortalitas tangkapan 0.4. Gambar 34 menjelaskan hasil
tangkapan dari kesebelas alternatif tindakan tebar tersebut dalam batas daya
dukungnya. Terlihat pola semua kemungkinan kebijakan sama. Sedikit
perbedaannya terletak pada besarnya mortalitas tangkapan yang menjadikan hasil
tangkapan menjadi optimum. Dalam gambar tersebut pun terlihat hampir semua
alternatif tindakan dapat menghasilkan tangkapan ikan kerapu macan terbesar
sesuai dengan kriteria daya dukung yang ditetapkan.
600
A-1
500 A-2
Hasil Tangkapan (kg)
400 A-3
A-4
300
A-5
200
A-6
100 A-7
0 A-8
0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 A-9
dipengaruhi oleh banyaknya ikan yang ditebar. Semakin banyak jumlah ikan
yang ditebar menjadikan nilai hasil tangkapan semakin besar juga (Gambar 35).
Tujuan model restocking dalam penelitian ini disamping untuk
mendapatkan pola tebar yang dapat menjaga kelestarian sumber daya ikan kerapu
macan, juga ditujukan untuk memperoleh nilai ekonomi yang maksimum dari
hasil tangkapan tersebut. Oleh karena itu, kriteria yang dipergunakan selain hasil
tangkapan yang sesuai dengan daya dukung adalah nilai hasil tangkapan tersebut.
Kesebelas skenario di atas memberikan nilai hasil tangkapan dengan rata-rata
Rp68.215 juta dengan simpangan baku Rp0.476 juta (Tabel 20). Nilainya
berkisar antara Rp67.508 juta diperoleh dari tindakan kedua (A-9) dan Rp68.776
juta diperoleh dari tindakan kedelapan (A-8). Nilai hasil tangkapan untuk
alternatiftindakan lainnya adalah Rp68.914 juta (A-1), Rp67.699 juta (A-2),
Rp68.043 juta (A-3), Rp68.639 juta (A-4), Rp68.521 juta (A-5), Rp68.223 juta
(A-6), Rp68.042 juta (A-7), Rp68.370 juta (A-10), dan Rp67.633 juta (A-11).
Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa nilai hasil tangkapan dari
kesebelas alternatif tindakan terpautnya satu-sama lain tidak begitu besar.
Sekalipun demikian, nilai hasil tangkapan terbesar diberikan oleh alternatif
tindakan kedelapan (A-8) dengan nilai Rp68.776 juta. Berdasarkan hal ini,
alternatif tindakan yang dianjurkan menurut kriteria daya dukung adalah A-8,
berdasarkan kriteria ekonomi dari nilai hasil tangkapan pun memberikan
kesimpulan yang sama, yaitu A-8 dianjurkan untuk dipilih karena memberikan
nilai hasil tangkapan terbesar. Walaupun demikian, diperlukan kajian ekologis
terkait dengan interaksi antara ikan kerapu macan dengan lingkungan dan biota
lain untuk menetapkan alternatif tindakan mana yang terbaik secara ekologis, di
samping ekonomi.
90
60 80
(juta Rp)
(juta Rp)
20
20
0 0
0 0,5 1 0 0,5 1
Mortalitas Tangkapan (F) Mortalitas Tangkapan (F)
(a) (b)
150 200
Nilai Hasil Tangkapan
50 (juta Rp)
50
0 0
0 0,5 1 0 0,5 1
Mortalitas Tangkapan (F) Mortalitas Tangkapan (F)
(c) (d)
300 300
Nilai Hasil Tangkapan
Nilai Hasil Tangkapan
250 250
200 200
150 150
(juta Rp)
(juta Rp)
100 100
50 50
0 0
0 0,5 1 0 0,5 1
Mortalitas Tangkapan (F) Mortalitas Tangkapan (F)
(e) (f)
Gambar 35 Nilai hasil tangkapan kerapu macan pada mortalitas tangkapan (F) 0.0
– 1.0, dengan padat tebar 1 000 ( ), 2 000 (), 3 000 (), 4 000
(), dan 5 000 () ekor, untuk panjang benih 10 cm (a), 12 cm (b),
14 cm (c), 16 cm (d), 18 cm (e) dan 20 cm (f).
91
Tabel 20 Nilai hasil tangkapan (juta Rp) pada kesebelas alternatif tindakan
penebaran ikan kerapu macan
50 80
SSB (ekor) 40 60
SSB (ekor)
30
40
20
10 20
0 0
0 0,5 1 0 0,5 1
Mortalitas Tangkapan (F) Mortalitas Tangkapan (F)
(a) (b)
100 250
80 200
SSB (ekor)
(c) (d)
250 250
200 200
SSB (ekor)
SSB (ekor)
150 150
100 100
50 50
0 0
0 0,5 1 0 0,5 1
Mortalitas Tangkapan (F) Mortalitas Tangkapan (F)
(e) (f)
Gambar 36 SSB kerapu macan pada mortalitas tangkapan (F) 0.0 – 1.0, dengan
padat tebar 1 000 ( ), 2 000 (), 3 000 (), 4 000 (), dan 5 000
() ekor, untuk panjang benih 10 cm (a), 12 cm (b), 14 cm (c), 16
cm (d), 18 cm (e) dan 20 cm (f).
Tabel 21 menunjukkan SSB sebesar 34 ekor dihasilkan oleh A-1 dan A-7.
Adapun A-2, A-3, A-4, A-5, dan A-6 masing-masing menghasilkan SSB sebanyak
33 ekor. Namun, semua SSB tersebut terjadi pada mortalitas tangkapan 0.1. Ini
93
sama artinya dengan menempuh langkah untuk menebar kerapu macan, lalu
dibiarkan tanpa ditangkap kecuali sedikit. Apabila hal ini dilihat dari aspek
percepatan restocking boleh jadi benar. Namun, tidak tepat bila kriteria
didasarkan pada hasil tangkapan lestari. Pada sisi lain, SSB ini cenderung
meningkat dengan meningkatnya kepadatan tebar. Oleh sebab itu, apabila hendak
meningkatkan SSB, maka kepadatan tebar ditingkatkan dan mortalitas tangkapan
diturunkan.
Tabel 21 SSB (ekor) pada keenam skenario penebaran ikan kerapu macan
berarti makin besar upaya tangkap (termasuk nelayan) yang dapat diikutsertakan.
Secara sosial, salah satu tujuan menentukan model restocking dalam sistem sea
ranching ini adalah meningkatkan F-optimal yang dicapai oleh masing-masing
kebijakan. Dengan kata lain dilihat dari aspek ketenagakerjaan alternatif tindakan
yang diambil mestinya diantara kebijakan A-6, A-7, A-8, A-9, A-10, ataukah A-
11.
Tabel tersebut juga menjelaskan bahwa alternatif tindakan A-9
menghasilkan tangkapan optimal yang terkecil di antara tangkapan optimal
lainnya, yaitu sebesar 519.713 kg. Nilai hasil tangkapan optimal terbesar
diperoleh dari alternatif tindakan A-8 sebesar 529.831 kg. Dilihat dari aspek
hasil tangkapan ini kebijakan yang sebaiknya dipilih di antara kebijakan yang
memenuhi aspek ketenagakerjaan di atas adalah A-8.
Dilihat dari nilai hasil tangkapan pun kebijakan A-8 memberikan nilai
terbesar, yaitu Rp68.878 juta. Nilai hasil tangkapan bagi kebijakan lainnya berada
di bawah nilai tersebut. Adapun nilai SSB akan umumnya selalu meningkat
dengan makin bertambahnya padat tebar. Dengan demikian SSB tidak dijadikan
tolok ukur dalam pengambilan keputusan di sini melainkan mengikuti kebijakan
yang dipilih. Berdasarkan kajian tersebut maka dapat dinyatakan bahwa alternatif
95
tindakan yang pas untuk diambil adalah kebijakan A-8, yaitu ukuran tebar 17 cm,
kepadatan tebar 2000 ekor, dengan mortalitas tangkap 0.4.
Dilihat dari aspek biologis, ukuran ikan kerapu macan 17 cm dapat hidup
bertahan di perairan Semak Daun. Hal ini dibuktikan dari data yang diperoleh
dalam penelitian ini yang menunjukkan adanya ikan kerapu macan ukuran 10 cm
yang tertangkap oleh nelayan. Apabila ikan yang panjangnya 10 cm dapat
bertahan hidup apalagi bila panjangnya 17 cm. Sifat kanibalisme juga relatif
dapat dihindari. Dalam ikan kerapu, kanibal biasanya sering terjadi pada stadia
juvenil, akhir masa larva (Fukuhara 1989; Hseu, Chang, Ting 2003). Apalagi,
sifat kanibal umumnya terjadi ketika terjadi kekurangan makanan. Bila makanan
tersedia maka benih tersebut tidak akan terkena kanibal. Untuk itu penting
memperhatikan masa penebaran.
Ditinjau dari kecepatan pertumbuhan pun ukuran 17 cm ini cukup bagus.
Benih yang ditebar ke dalam sistem sea ranching berasal dari hatchary/budidaya.
Hubungan panjang-berat ikan kerapu macan yang diambil contohnya dari KJA di
perairan Semak Daun diperoleh hubungan W=0.00679L3.44. Pada hubungan
tersebut panjang ikan 17 cm memiliki bobot 116.042 gram. Padahal, umumnya
pertumbuhan ikan relatif cepat bila di atas 100 gram. Bila kurang dari 17 cm,
misalnya 16 cm, bobotnya baru 94.2 gram. Berdasarkan hal ini kebijakan panjang
tebar 17 cm ini cukup tepat. Waktu yang diperlukan dari ukuran 17 cm hingga
mencapai ukuran konsumsi 0.5 kg (33 cm) adalah 9 bulan. Untuk itu diperlukan
‘close season’ selama kurang lebih 12 bulan sejak tebar pertama. Berikutnya,
dengan pola tebar setiap bulan sekali, penangkapan dilakukan setiap hari. Sistem
demikian dapat dikatakan merupakan salah satu bentuk semacam “multistage
aquaculture”.
Kebijakan A-8 dengan panjang benih 17 cm, padat tebar 2000 ekor, dan
mortalitas tangkapan 0.4 memberikan hasil bagi nelayan di Semak Daun. Hasil
sebelumnya menunjukkan bahwa laju mortalitas tangkapan saat ini berkisar antara
0.4 – 0.5 dengan jumlah nelayan yang biasa menangkap kerapu macan 15 orang.
Ini berarti dari segi jumlah nelayan yang dapat disertakan menjadi nelayan
tangkap dalam sistem sea ranching tidak mengganggu banyaknya nelayan selama
ini. Hal ini diharapkan dapat mencegah timbulnya permasalahan sosial. Pada
96
aspek lain, penerapan kebijakan ini akan menjadikan nelayan yang saat ini sering
kali melaut relatif jauh dapat melaut di sekitar perairan Semak Daun saja.
Semakin dekatnya daerah tangkapan dapat mengurangi biaya bahan bakar yang
digunakan, dan pada akhirnya mengurangi pengeluaran. Nilai hasil tangkapan
yang diperoleh dari kebijakan K-8 adalah Rp68.878 juta/tahun dengan keuntungan
(rente) Rp53.578 juta per tahun. Jumlah keuntungan ini sebesar Rp4.465 juta per
bulan. Bila mortalitas tangkapan 0.4 atau terdapat 15 nelayan yang terlibat berarti
tiap bulan per orang memperoleh tambahan penghasilan Rp297 656 per orang.
Pendapatan ini merupakan tambahan karena mereka umumnya juga mencari ikan
hias atau ikan lainnya.
Dampak positif lain dari kebijakan ini adalah adanya potensi spawning
stock biomass (SSB) yang dihasilkan oleh restocking ini. Setiap tahunnya ada
induk yang bertambah ke dalam perairan Semak Daun sebanyak 17 ekor. Hal ini
diharapkan dapat memulihkan kondisi stok ikan kerapu macan di perairan Semak
Daun.
juta. Panjang benih 16 cm pada padat tebar 4 000 memberikan hasil tangkapan
terkecil sebesar 912.506 kg dengan nilai Rp 118.626 juta. Adapun hasil
tangkapan terbesar dan masih dalam batas daya dukung yang dapat dicapai
panjang benih ini adalah 1 049 kg dengan nilai Rp136.420 juta. Padat tebarnya
adalah 4600 ekor. Hasil tangkapan dari panjang benih 17 cm pada padat tebar
4000 ekor adalah sebesar 1059.661 kg dengan nilai Rp137.756 juta. Hasil
tangkapan ini merupakan hasil tangkapan paling optimal dibandingkan dengan
hasil tangkapan lainnya (Lampiran 35). Dari sini tampak bahwa makin panjang
benih ikan kerapu macan yang ditebar memerlukan padat tebar yang makin sedikit
untuk mencapai hasil tangkapan optimal yang hampir sama.
Pola tersebut berlaku juga untuk panjang benih 18 cm, 19 cm dan 20 cm.
Padat tebar 3 500 ekor dengan panjang benih 18 cm menghasilkan tangkapan
optimal sebesar 1 059.815 kg. Nilai dari hasil tangkapan tersebut adalah
Rp137.776 juta. Panjang benih 19 cm memberikan hasil tangkapan yang lebih
sedikit dari pada hasil tangkapan untuk panjang benih 18 cm, yaitu 1 052.243 kg.
Namun, padat tebarnya pun menurun menjadi 3 000 ekor. Hasil tangkapan
optimal pada panjang benih 20 cm terjadi pada padat tebar 2 700 ekor, yakni
sebesar 1 059.827 kg senilai Rp137.778 juta. Rata-rata semua hasil tangkapan
tersebut dicapai pada tingkat mortalitas tangkapan 0.4.
Tabel 23 menjelaskan hasil tangkapan optimal (Y-optimal), nilai hasil
tangkapan, dan rente pada berbagai alternatif tindakan. Semua alternatif tersebut
memenuhi kriteria daya dukung.
atau .
luasnya 3x3 m2 sehingga daya dukung perairan Semak Daun dapat menampung
2245 – 2789 keramba yang tersebar di luasan 9.99 ha. Kepadatannya tebarnya
adalah 200 ekor per keramba. Apabila area KJA seluas ini, daya dukung sea
ranching dalam area 315.19 ha adalah sebesar 0.8822 ton/th dengan kisaran
0.7032 – 1.0601 ton/th.
Model ini memiliki kelemahan, yaitu pendugaan kemampuan asimilasi
lingkungan perairan terhadap limbah budidaya belum digambarkan secara
komprehensif dengan melibatkan peran komponen ekosistem lain. Walaupun
demikian di perairan Semak Daun kandungan oksigen terlarut masih dalam nilai
yang sangat baik dan berada di atas baku mutu. Bahkan jika dibandingkan dengan
kondisi kelarutan oksigen saturasi, maka nilai yang diperoleh berada di sekitar 90-
100% saturasi. Bagi kemampuan asimilasi lingkungan perairan terhadap
masuknya bahan pencemar, tingginya kandungan oksigen terlarut adalah sangat
menguntungkan, khususnya bagi parameter yang terkait dengan bahan organik.
Tingginya kandungan oksigen terlarut mampu menguraikan bahan organik dengan
sempurna dan juga mampu mengoksidasi senyawa-senyawa lainnya (PKSPL
2007). Walaupun demikian, model ini menggunakan model peluang sehingga
lebih mencerminkan ketidaktentuan yang terjadi di alam. Selain itu, model ini
juga mengandaikan ikan kerapu yang ditanam dalam sistem sea ranching hanya
ikan kerapu macan.
Strategi Penebaran
Penebaran kerapu macan ke perairan sea ranching perlu memperhatikan
beberapa prosedur yang perlu dipertimbangkan selama masa pelaksanaannya. Hal
ini ditempuh agar pelaksanaan restocking dapat berhasil. Di antara hal-hal yang
perlu diperhatikan dalam melakukan restocking adalah rantai makanan,
ketersediaan makanan, kesesuaian habitat, dan faktor internal kerapu itu sendiri
seperti masalah genetik.
a. Sumber ikan
Di antara faktor yang penting diperhatikan adalah sumber ikan. Kerapu
macan yang hendak ditebar perlu diperhatikan riwayat benih, kesehatan benih,
100
jarak sumber benih, kecukupan jumlah dan ukuran benih sesuai dengan keperluan.
Sebaiknya kerapu macan yang ditebar berasal dari induk perairan Semak Daun
sendiri. Hal ini dimaksudkan agar ikan memiliki kesesuaian dengan lingkungan
hidupnya sehingga kualitas benih dapat ditingkatkan.
Peningkatan kualitas benih dapat dilakukan dengan mengembangkan
semacam ‘hatchary kerapu macan’ yang induknya berasal dari perairan Semak
Daun sendiri. Hal ini dapat dilakukan oleh kelompok nelayan atau perusahaan
penyedia benih. Pada saat ini sudah dilakukan pembesaran induk kerapu macan
tersebut oleh balai sea farming. Keberadaan hatchary ini dapat menghasilkan
ikan yang lebih sehat dan siap tebar, menekan mortalitas akibat transportasi, dan
prekondisi atau adaftasi dapat terlaksana secara efektif dan efisien.
Persoalan yang mungkin muncul adalah kelangkaan benih yang dapat
berakibat pada ‘rebutan benih’ antara nelayan budi daya dengan nelayan tangkap.
Oleh sebab itu, penyedia benih sebaiknya dikelola oleh pihak independen seperti
pemerintah atau swasta yang bukan nelayan, atau kalau pun dikelola oleh nelayan
sebaiknya nelayan budi daya dan nelayan tangkap.
c. Waktu tebar
Hasil simulasi dari model penelitian ini menunjukkan bahwa waktu tebar
dilakukan setiap bulan dan penangkapan dilakukan setiap bulan juga. Waktu yang
sesuai untuk penebaran adalah saat produktivitas perairan tinggi, volume air
tinggi, kondisi suhu relatif rendah, dan laju penangkapan rendah. Hal ini
dimungkinkan terjadi karena pada musim barat, arah gelombang merambat dari
utara ke selatan, dengan tinggi gelombang mencapai 0.5 m. Pada musim timur,
arah gelombang merambat dari timur ke barat, dengan tinggi gelombang mencapai
0.6 m (PKSPL 2007). Artinya, ketinggian air akibat perbedaan musim tidak
begitu mencolok. Suhu di Semak Daun berkisar antara 29.3 OC hingga 30.3 OC.
Suhu di perairan ini mempunyai pola harian yang nyata, suhu mencapai minimum
pada pagi hari (antara jam 06 – 07 pagi), dan mencapai pada puncaknya pada
siang hari (antara jam 14 hingga jam 15 siang). Oleh sebab itu, sebaiknya tebar
dilakukan pagi hari.
102
d. Mekanisme penebaran
Ikan kerapu macan merupakan ikan karang yang tidak leluasa bergerak
jauh. Oleh sebab itu, penebaran kerapu macan di perairan Semak Daun dilakukan
teknik penebaran ‘tricker’, yaitu menebarkan benih kerapu macan di beberapa
tempat yang sesuai, dan dilakukan secara kontinyu setiap bulan. Tempat yang
paling sesuai untuk tebar adalah tubir. Pengamatan terhadap kondisi terumbu
karang di dalam goba menunjukkan bahwa persen penutupan karang hidup
berkisar antara 13.7% - 35.7%, selebihnya mencakup karang mati (DC), karang
mati beralga (DCA) dan faktor abiotik lainnya. Jika digunakan kriteria KepMen
LH No. 04 Tahun 2001 dalam penentuan status terumbu karang, maka kondisi
terumbu karang yang terdapat pada lokasi tersebut termasuk kedalam kriteria
rusak (buruk-sedang). Hasil berbeda diperoleh ketika pemantauan dilakukan di
daerah tubir/sisi luar goba yang relatif dekat dekat posisi KJA. Terumbu karang
di lokasi ini termasuk dalam kriteria baik dengan persen penutupan karang hidup
> 50% dan terumbu karang yang relatif lebih beragam (PKSPL 2007).
Ikan kerapu macan yang ditebar memakan pakan alami berupa ikan kecil,
kepiting, atau crustacea yang ada di perairan Semak Daun. Sriati et al. (2010)
menemukan bahwa ikan kecil dengan trophic level rendah cukup melimpah di
perairan Semak Daun. Ikan hasil tangkapan dari perairan Semak Daun terdiri dari
64 spesies yang termasuk dalam 20 famili. Hasil tangkapan ini didominasi oleh
ikan yang berasosiasi dengan karang. Sebanyak 45.16% merupakan ikan herbivor
utama yang ada di terumbu karang.
Kelembagaan
Unsur penting bagi keberhasilan restocking dalam sistem sea ranching
adalah kelembagaan. Oleh karena kegiatan ini merupakan kegiatan yang banyak
melibatkan masyarakat, kelembagaan yang diterapkan sejatinya kelembagaan
berbasis masyarakat. Prinsip pengelolaan berbasis masyarakat pada umumnya
dimulai dari proses kerjasama (cooperative), advisory, hingga pemberian
(sharing) informasi. Gambar 37 menyajikan diagram ko-manajemen perikanan
sebagaimana dikemukakan oleh Adrianto (2005).
103
Co-management
(varying degrees)
Gambar 38 Tampilan muka software model restocking. Dalam form ini dapat
dipilih menu untuk menghitung daya dukung KJA, daya dukung
sea ranching, dan simulasi. Selain itu, dapat dipilih menu grafik
dan tentang kami.
Gambar 41 Tampilan untuk mensimulasi hasil dan nilai tangkapan pada berbagai
kombinasi panjang dan padat tebar.
110
Kesimpulan
ton ikan
keramba
ha
Saran
1 Perlu dibuat kelembagaan yang komprehensif sehingga tidak terjadi konflik
kepentingan di antara para nelayan.
2 Penentuan fishing right perlu ditetapkan dengan jelas dan rinci hingga sea
ranching berjalan dengan baik.
3 Aktivitas sea ranching mulai dari penyediaan benih, penebaran, sampai
penangkapan dilakukan di bawah asosiasi nelayan.
4 Ikan yang dibudidayakan di KJA sebaiknya berbeda dengan ikan yang di-
restocking dalam sistem sea ranching.
5 Perlu ada penelitian tentang respon kerapu macan pada berbagai ukuran
terhadap canibalisme.
DAFTAR PUSTAKA
[ADB] Asian Development Bank. 2004. Our framework policies and strategies
fisheries.
Adrianto L. 2005. Konsep Kelembagan Sea Farming. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir
dan Lautan Institut Pertanian Bogor (PKSPL-IPB). Bogor.
Baker, Kaeoniam 1986 dalam Damanhuri. H., 2003. Terumbu Karang Kita.
Jurnal Mangrove dan Pesisir 3(2): 28-33.
Bannister RCA. 1991. Stock Enhancement Workshop Report. ICES Mar. Sci.
Symp., 192:191-192.
Bartley D, Bell JD. 2008. Restocking, stock enhancement and sea ranching:
arenas of progress. Rev. Fish. Sci. 16: 357–365.
Bartley DM, Leber KM. 2004. Marine Ranching. FAO Fisheries Technical
Paper. 231p.
Bell JD, Bartley DM, Lorenzen K, Loneragan NR. 2006. Restocking and stock
enhancement of coastal fisheries: Potential, problems and progress.
Fisheries Research 80:1–8.
Beveridge MCM. 1982. Cage and Pen fish farming, Carrying capacity models
and environmental impact. Food And Agriculture Organization Of The
United Nations. Rome.
Carver CEA, Mallet AL. 1990. Estimating carrying capacity of a coastal inlet
for mussel culture. Aquaculture 88: 39-53.
Damanhuri H. 2003. Terumbu Karang Kita. Jurnal Mangrove dan Pesisir 3(2):
28-33.
117
Delgado CL, Wada N, Rosegrant MW, Meijer S, Ahmed M. 2003. Fish to 2020:
Supply and Demand in Changing Global Markets. International Food
Policy Research Institute, Washington and the WorldFish Center, Penang,
Malaysia.
Donaldson TJ et al. 2005. While Stocks Last: The Live Reef Food Fish Trade.
Asian Development Bank. 147p.
FAO. 2004. The State of World Fisheries and Aquaculture: 2004. FAO, Rome
(juga dapat dilihat di ftp://ftp.fao.org/docrep/fao/007/y5600e/y5600e00.pdf
[10 Agustus 2010]).
Gelman A, Carlin JB, Stern HS, Rubin DB. 2004. Bayesian Data Analysis.
Chapman and Hall, Boca Raton. 668 pp.
Goldburg RJ, Elliot MS, Naylor RL. 2001. Marine Aquaculture in the United
States, Environmental Impacts and Policy Options. Pew Oceans
Commission 2101 Wilson Boulevard, Suite 550, Arlington, Virginia,
22201. 33p.
Grant WE, Pedersen EK, Marin SL. 1997. Ecology and natural resource
management, system analysis and simulation. New York: John Wiley &
Sons, Inc. 373p.
118
Guildford SJ, Hecky RE. 2000. Total nitrogen, total phosphorus, and nutrient
limitation in lakes and oceans: Is there a common relationship? Limnol.
Oceanogr. 45:1213–1223.
Gulland JA. 1983. Fish Stock Assessment, A Manual of Basic Methods. New
York: John Wiley & Sons. 223p.
Hall SAS, Day Jr. JW. 1977. Ecosystem Modelling in Theory and Practise: An
Introduction with Case Histories. John Willey & Sons, New York. 684p.
Hines A et al. 2008. Release strategies for estuarine species with complex
migratory life cycles: Stock enhancement of Chesapeake blue crabs,
Callinectes sapidus. Rev. Fish. Sci. 16: xx–xx .
Huang HW, Hsu CC, Lee HH, Yeh YM. 2003. Stock Assesment of Albacore,
Thunnus alalunga, in the Indian ocean by surplus production models with a
New Relative Abundance Index. TAO, 14(2):201-220.
Jia J, Chen J. 2001. Sea farming and sea ranching in China. FAO fisheries
technical paper 418.
Kenchington RA, Huson BET. (eds) 1984. Coral reef management handbook.
Jakarta, Indonesia. UNESCO Regional Officer for Science and
Technology in Sounth-East Asia. 281p.
119
Merta IGS. 1992. Dinamika populasi ikan lemuru, Sardinella lemuru Bleeker
1853 (Pisces: Clupeidae) di Perairan Selat Bali dan alernatif
pengelolaannya. [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor.
Morgan BJT. 1984. Elements of Simulation. London: Chapman and Hall. 351p.
Mustafa S. 2003. Stock enhancement anda sea ranching: objectives and potential.
Reviews in Fish Biology and Fisheries 13:141-149.
Palomares MLD, Pagdilao C. 1988. Estimating the food consumption per unit
biomass of a population of Epinephelus fuscoguttatus (Pisces: Serranidae).
p. 432-442. In S.C. Venema, J.M. Christensen and D. Pauly (eds.)
Contributions to tropical fisheries biology. FAO/DANIDA Follow-up
Training Course on Fish Stock A.
[PKSPL] Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor.
2006. Konsep Pengembangan Sea Farming di Kabupaten Administrasi
Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta. Working Paper PKSPL-IPB,
Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Departemen Kelautan dan
Perikanan. Jakarta, disampaikan pada 12 Oktober 2006.
Press SJ. 1989. Bayesian Statistics: Principles, Models and Applications. Wiley
Series in Probability and Mathematics, John Wiley and Sons, New York.
Sattar SA, Adam MS. 2005. Review of Grouper Fishery of the Maldives with
Additional Notes on the Faafu Atoll Fishery. Marine research center,
Ministry of fisheries, agricultural and marine resources. Republic of
Maldives. 64p.
Silverman BW. 1986. Density Estimation for Statistics and Data Analysis.
Mongraphs on Statistics and Applied Probability. Chapman and Hall,
London.
Slamet B et al. 2001. Pengamatan Aspek biologi reproduksi beberapa jenis ikan
kerapu. Teknologi budidaya Laut dan pengembangan sea farming di
Indonesia DKP kerjasama dengan JICA 246-251.
Sparre P, Venema SC. 1998. Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis. Badan
Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Penerjemah. Terjemahan dari:
Introduction to Trophical Fish Stock Assessment Part I. FAO Fish Tech
Pap No. 306/1.
Sugama K. 1999. Iventarisasi dan identifikasi budidaya laut dan pantai yang
telah di kuasai untuk diseminasi. Seminar nasional penelitian dan
diseminasi teknologi budidaya laut. 61-72 hal.
122
Tacon AJ. 2003. Aquaculture production and trends analysis. In: Review of the
State of World Aquaculture. FAO Fishery Circular No. 886, Rev. 2. FAO,
Rome, pp. 5–30.
Turner GE. 1988. Codes of practice and manual of procedures for consideration
on introductions and transfer of marine and freshwater organisms,
EIFAC/CECPI, Occasional Paper No. 23. 44p.
Vasconcellos M, Gasalla MA. 2001. Fisheries catches and the carrying capacity
of marine ecosystems in southern Brazil. Fisheries Research 50:279 –
295.
Walmsley SF, Medley PA, Howard CA. 2005. Participatory Fisheries Stock
Assessment (ParFish)
Widigdo B, Pariwono J. 2003. Daya dukung perairan di pantai utara Jawa Barat
untuk budi daya udang (studi kasus di Kabupaten Subang, Teluk Jakarta
dan Serang). Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia 1:10 –
17.
Wuhrmann K. 1984. Lake Eutrophication and Its Control. Shiga Conference ’84
on Conservation and Management of World Lake Enviroment. 26-37p.
Zhao BJ, Yamada N, Hirayama, Yamada S. 1991. The optimum size of released
reared-abalone in southern fishing ground of Akita Prefecture. J. Tokyo
Univ. Fish 78: 217–226.
LAMPIRAN
127
KUESENER
Nama: ………………………………….. Alamat: …………………………………..
Umur: …………………………………. Kode: ……………………. (dikosongkan)
Pewawancara: ……………………….
Daftar Pertanyaan:
LAIN-LAIN
Lampiran 3 Ringkasan Data Hasil Wawancara Untuk Partisipatori Stok Assesment (lanjutan)
No Responden Dulu
tkp
# alat tren Th tkp tbnyk # ikan (ekr)/hr (kg)/hr # kelrg Pengeluaran
8 9 10 11 12 13 14
1 Lawi (37) 10 Turun 90an 8, 9, 10 20 4 1,500,000.00
2 Abdul Halimi (55) 6 Turun 1987 5, 7 6 5 1,800,000.00
3 Iyus (53) 2 Turun 1986 3 2 11 1,200,000.00
4 Ahmad (59) 2 Turun 1986 2, 4 4 5 1,500,000.00
5 Alif (54) 4 Turun 1976 5, 6 5 4 1,500,000.00
6 Abu Bakar (43) 15 Turun 1980-1990 20, 21, 22, 23, 24, 25 10 6 1,500,000.00
7 Latarainta (66) 7 Turun 1970-1980 20 25 8 2,100,000.00
8 Snopi (52) 3 Turun 1970-1980 18 10 6 3,000,000.00
9 Ahmad Mustajib (52) 20 Turun 2000an 250 40 7 1,500,000.00
10 Kusni (73) 20 Turun 1980-1990 10-30 10 13 1,500,000.00
11 Mahyin (54) 1 Turun 1980-1990 3,4 3 6 1,500,000.00
12 Pak Riko (52) 2 Turun 1990 5 3.5 4 1,500,000.00
13 Abdul Syukur (51) 10 Turun 2000an 15 10 3 1,500,000.00
14 Nawawi (65) 10 Turun 2000an 2,3 10 3 1,500,000.00
15 Suradi (34) 10 Turun 1980 4 7.5 5 1,500,000.00
16 Thohir (50) 12 Turun 1980 4 15 4 1,000,000.00
17 Basri (28) 10 Turun 90an 10 10 4 1,500,000.00
18 Asnawi (44) 4 Turun 90an 10 12.5 5 1,100,000.00
19 Mahyudin (45) 4 Turun 90an 10 12.5 5 1,200,000.00
20 Saifudin (46) 15 Turun 1985 10 10 4 1,500,000.00
131
No Responden Imp. payyoff lalu payoff skr usual usual min min max max
effort CPUE CPUE Catch CPUE effort
1 Lawi (37) 1 1,200,000.00 1,200,000.00 240.0 1.20 0.60 8.0 3.60 260.0
2 Abdul Halimi (55) 1 2,400,000.00 1,200,000.00 80.2 2.24 1.00 8.0 13.46 139.1
3 Iyus (53) 1 2,400,000.00 1,440,000.00 46.4 8.08 4.00 10.0 40.38 46.4
4 Ahmad (59) 1 3,600,000.00 1,200,000.00 42.8 6.73 3.00 8.0 60.56 46.4
5 Alif (54) 1 4,800,000.00 2,400,000.00 71.3 6.73 4.00 16.0 40.38 92.7
6 Abu Bakar (43) 1 2,400,000.00 480,000.00 390.0 0.32 0.10 3.0 4.80 390.0
7 Latarainta (66) 1 4,800,000.00 1,200,000.00 112.0 1.71 1.00 8.0 20.57 182.0
8 Snopi (52) 1 12,000,000.00 1,920,000.00 156.0 1.97 1.00 13.0 36.92 253.5
9 Ahmad Mustajib (52) 1 4,800,000.00 3,360,000.00 520.0 1.68 0.50 23.0 7.20 520.0
10 Kusni (73) 1 4,800,000.00 2,400,000.00 400.0 1.20 0.60 16.0 7.20 520.0
11 Mahyin (54) 1 2,400,000.00 1,200,000.00 84.5 3.69 2.00 8.0 22.15 84.5
12 Pak Riko (52) 1 1,680,000.00 1,440,000.00 46.4 8.08 4.00 10.0 28.26 46.4
13 Abdul Syukur (51) 1 2,400,000.00 720,000.00 150.0 0.72 0.30 5.0 7.20 260.0
14 Nawawi (65) 1 3,600,000.00 720,000.00 260.0 0.72 0.30 5.0 10.80 260.0
15 Suradi (34) 1 3,600,000.00 1,800,000.00 260.0 1.80 1.00 12.0 10.80 260.0
16 Thohir (50) 1 4,800,000.00 1,200,000.00 312.0 1.00 0.50 8.0 12.00 312.0
17 Basri (28) 1 4,800,000.00 1,440,000.00 260.0 1.44 1.00 10.0 14.40 260.0
18 Asnawi (44) 1 1,200,000.00 960,000.00 80.0 2.40 1.00 6.0 9.00 104.0
19 Mahyudin (45) 1 1,200,000.00 720,000.00 80.0 1.80 1.00 5.0 9.00 104.0
20 Saifudin (46) 1 7,200,000.00 1,920,000.00 390.0 1.28 0.50 13.0 14.40 390.0
132
1 n
V0 = ∑ f . A.(HWLi − LWLi )
n i =1
1 n
∑ f . A.hi
n i =1
1 30
= ∑ 2 x315.19 x(HWLi − LWLi )
30 i =1
1 30
= ∑ 2 x315.19 xhi
30 i =1
= 2660729 m 3
133
Lampiran 6 (lanjutan)
2.7 53.46 1724516129 0.65 1.80 0.0310 0.000195 0.882195 0.703195 1.060195
2.8 55.44 1788387097 0.67 1.85 0.0312 0.000196 0.882196 0.703196 1.060196
2.9 57.42 1852258065 0.70 1.90 0.0314 0.000197 0.882197 0.703197 1.060197
3 59.4 1916129032 0.72 1.94 0.0316 0.000198 0.882198 0.703198 1.060198
136
Nilai
Selang Tengah Maret April Mei Juni Juli Agus Total
18.55 - 25.05 21.8 0 0 0 2 0 0 2
25.05 - 31.55 28.3 8 9 20 17 4 14 72
31.55 - 38.05 34.8 15 38 36 21 25 51 186
38.05 - 44.55 41.3 8 19 28 20 31 16 122
44.55 - 51.05 47.8 6 8 18 8 10 3 53
51.05 - 57.55 54.3 2 7 7 2 4 7 29
57.55 -64.05 60.8 3 11 13 6 2 3 38
64.05 - 70.55 67.3 1 5 7 4 3 7 27
70.55 - 77.05 73.8 0 1 1 1 0 0 3
77.05 - 83.55 80.3 0 0 1 0 0 3 4
Model
{
for(i in 1:N)
{
w[i]~dnorm(mu[i],tau)
mu[i]<-alfa+beta*L[i]
}
alfa~dnorm(0,0.001)
beta~dnorm(0,0.001)
teta~dnorm(0,0.001)
tau~dgamma(0.01,0.01)
sigma<-1/sqrt(tau)
a<-pow(10,alfa)
}
# Data
list(N=15,L=c(1.61858168,1.47367722,1.47263192,1.567886
07,
1.52365700,1.59420503,1.59811978,1.50026795,1.58688880,
1.62906521,1.44032185,1.58293364,1.60167274,1.43790163,
1.60358335),
w=c(3.04139269,2.60205999,2.60205999,2.90308999,2.77815
125,
3.00000000,3.00000000,2.69897000,2.95424251,3.07918125,
2.47712125,2.95424251,3.00000000,2.47712125,3.00000000)
)
Lampiran 9 (lanjutan)
Hasilnya:
node mean sd MC error 2.5% median 97.5% start sample
a 0.01096 0.008532 4.393E-5 0.002515 0.008897 0.03135 10001 40000
beta 3.156 0.1782 8.722E-4 2.804 3.157 3.51 10001 40000
a chains 1:2
1.0
0.5
0.0
-0.5
-1.0
0 20 40
lag
a chains 2:1
0.3
0.2
0.1
0.0
29850 29900 29950
iteration
138
Lampiran 9 (lanjutan)
a chains 1:2
0.3
0.2
0.1
0.0
5.0
4.0
3.0
2.0
Analysis of Variance
Source DF SS MS F P
Regression 1 10.923 10.923 4352.19 0.000
Residual Error 96 0.241 0.003
Lack of Fit 60 0.171 0.003 1.48 0.105
Pure Error 36 0.070 0.002
Total 97 11.164
90 0.05
Residual
Percent
50 0.00
10 -0.05
1 -0.10
0.1
-0.2 -0.1 0.0 0.1 0.2 2.5 3.0 3.5
Residual Fitted Value
16 0.10
0.05
12
Frequency
Residual
0.00
8
-0.05
4
-0.10
0
-0.12 -0.08 -0.04 0.00 0.04 0.08 1 10 20 30 40 50 60 70 80 90
Residual Observation Order
Kesimpulan:
The regression equation is
log (W gr) = - 2.07 + 3.16 log(L)
b = 3.17
a = antilog (-2.07) = 0.008
Jadi, W = 0.008L3.16
140
model
for( i in 1 : N ) {
Y[i]~dnorm(mu[i],tau)
a[i]<-t[i]-t0
mu[i]<-Lt*(1-exp(-k*a[i]))
Lt~dnorm(10,0.0001)
k~dlnorm(1,1)
t0~dnorm(0.0001, 0.0001)
tau ~ dgamma(0.01,0.01)
list(N=15,Y=c(9.59,49.72,68.29,76.89,80.88,82.72,83.57,83.97,84.15,84.24,84.28
,84.29,84.30,84.31,84.31,84.31),
t=c(0,1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15))
CLS
DIM N1(12, 12), WKG(12, 251), BKG(12, 251), CKG(12, 251),
N(12, 251)
DIM Y(12, 251), VY(12, 251), SSB(12, 251), DE(12, 251)
DIM L(12, 251)
DIM MSB(12, 251)
DIM YBUL(12), VYBUL(12), BKGBUL(12)
DIM W(12, 12), B(12, 12), C(12, 12)
FOR I = 1 TO 12
FOR J = (I + 1) TO (I + 239)
A = EXP(-(L(I, J) - 50) / 5)
B = (1 + EXP(-(L(I, J) - 50) / 5)) ^ 2
PEL = (1 / 5) * (A / B)
SSB(I, J) = N(I, J - 1) * (1 - EXP(-Z)) * (PEL / Z)
NEXT J
NEXT I
FOR I = 1 TO 12
YBUL = 0: VYBUL = 0: BKGBUL = 0: SSBBUL = 0
143
Lampiran 12 (lanjutan)
FOR J = I TO (239 + I)
YBUL = YBUL + Y(I, J)
VYBUL = VYBUL + VY(I, J)
BKGBUL = BKGBUL + BKG(I, J)
SSBBUL = SSBBUL + SSB(I, J)
NEXT J
YTH = YTOT
VYTH = VYTOT
LIMPAH = BKGTOT / 20
SSBTH = SSBTOT
IF L1 < 15 THEN
RANDOMIZE TIMER
HB = 1000 + 100 * RND
BIAYA = N0 * HB
ELSE
IF L1 >= 15 THEN
RANDOMIZE TIMER
HB = 375 + 125 * RND
BIAYA = HB * L1 * N0
END IF
END IF
NEXT N0
CLOSE
END
144
600,000
Hasil Tangkapan (kg)
500,000
400,000
300,000
200,000
100,000
0,000
0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00
Mortalitas Tangkapan (F)
800
Hasil Tangkapan (kg)
600
400
200
0
0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00
Mortalitas Tangkapan (F)
1200
Hasil Tangkapan (kg)
1000
800
600
400
200
0
0,00 0,20 0,40 0,60(c) 0,80 1,00
Mortalitas Tangkapan (F)
145
2000
1500
Hasil Tangkapan (kg)
1000
500
0
0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00
Mortalitas Tangkapan (F)
2000
1500
Hasil Tangkapan (kg)
1000
500
0
0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00
Mortalitas Tangkapan (F)
146
Lampiran 15 Hasil tangkapan kerapu macan pada berbagai padat tebar dan
mortalitas tangkapan dengan panjang tebar L=10 cm
Lampiran 16 Hasil tangkapan kerapu macan pada berbagai padat tebar dan
mortalitas tangkapan dengan panjang tebar L=11 cm
Lampiran 17 Hasil tangkapan kerapu macan pada berbagai padat tebar dan
mortalitas tangkapan dengan panjang tebar L=12 cm
Lampiran 18 Hasil tangkapan kerapu macan pada berbagai padat tebar dan
mortalitas tangkapan dengan panjang tebar L=13 cm
Lampiran 19 Hasil tangkapan kerapu macan pada berbagai padat tebar dan
mortalitas tangkapan dengan panjang tebar L=14 cm
Lampiran 20 Hasil tangkapan kerapu macan pada berbagai padat tebar dan
mortalitas tangkapan dengan panjang tebar L=15 cm
Lampiran 21 Hasil tangkapan kerapu macan pada berbagai padat tebar dan
mortalitas tangkapan dengan panjang tebar L=16 cm
Lampiran 22 Hasil tangkapan kerapu macan pada berbagai padat tebar dan
mortalitas tangkapan dengan panjang tebar L=17 cm
Lampiran 23 Hasil tangkapan kerapu macan pada berbagai padat tebar dan
mortalitas tangkapan dengan panjang tebar L=18 cm
Lampiran 24 Hasil tangkapan kerapu macan pada berbagai padat tebar dan
mortalitas tangkapan dengan panjang tebar L=19 cm
Lampiran 25 Hasil tangkapan kerapu macan pada berbagai padat tebar dan
mortalitas tangkapan dengan panjang tebar L=20 cm
DIM N1(12, 12), WKG(12, 251), BKG(12, 251), CKG(12, 251), N(12,
251)
JEDA = 1
l1 = 10
F = .01
M = .445
REM Z = F + M
t = 1
N0 = 7000
delta = 0: beda = 0
opunt = untung
optimal = YTH
opvyth = VYTH
opssbth = SSBTH
DSSB = 0: untung = 0
Z = F + M
FOR J = I TO I
N1(I, J) = N0
Lampiran 26 (lanjutan)
WKG(I, J) = W(I, J)
BKG(I, J) = B(I, J)
N(I, J) = N1(I, J)
NEXT J
NEXT I
FOR I = 1 TO 12
FOR J = (I + 1) TO (I + 239)
A = EXP(-(L(I, J) - 50) / 5)
PEL = (1 / 5) * (A / B)
REM END IF
NEXT J
NEXT I
FOR I = 1 TO 12
FOR J = I TO (239 + I)
159
Lampiran 26 (lanjutan)
NEXT J
NEXT I
YTH = YTOT
LIMPAH = BKGTOT
SSBTH = SSBTOT
F = F + .001
WEND
PRINT N0; "Optimal pada F="; F; " dengan Y= "; optimal; " VY= ";
opvyth; " SSB= "; opssbth; " untung= "; opunt
CLOSE
END
160
70
Nilai Hasil Tangkapan (juta
60
50
T1000
40
30 T2000
Rp)
20 T3000
10 T4000
0
T5000
0 0,5 1
Mortalitas Tangkapan (F)
80
Nilai Hasil Tangkapan (juta
70
60
50 T1000
40 T2000
Rp)
30
20 T3000
10 T4000
0
T5000
0 0,5 1
Mortalitas Tangkapan (F)
100
Nilai Hasil Tangkapan (juta
80
T1000
60
T2000
40
Rp)
T3000
20
T4000
0
0 0,5 (c) 1 T5000
40 T3000
20
T4000
0
T5000
0 0,5 1
Mortalitas Tangkapan (F)
140
Nilai Hasil Tangkapan (juta
120
100
T1000
80
60 T2000
Rp)
40 T3000
20 T4000
0
T5000
0 0,5 1
Mortalitas Tangkapan (F)
200
Nilai Hasil Tangkapan (juta
150
T1000
100 T2000
Rp)
50 T3000
(c) T4000
0
T5000
0 0,5 1
Mortalitas Tangkapan (F)
162
300
Nilai Hasil Tangkapan (juta
250
200 T1000
150 T2000
Rp)
100 T3000
50
T4000
0
T5000
0 0,5 1
Mortalitas Tangkapan (F)
300
Nilai Hasil Tangkapan (juta
250
200 T1000
150 T2000
Rp)
100 T3000
50
T4000
0
T5000
0 0,5 1
Mortalitas Tangkapan (F)
300
Nilai Hasil Tangkapan (juta
250
200 T1000
150 T2000
Rp)
100
T3000
50
T4000
0
0 0,5 (c) 1 T5000
250
200
T1000
150 T2000
T3000
100
T4000
50 T5000
0
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1
Mortalitas Tangkapan (F)
164
60
50
40 T1000
SSB (ekor)
30 T2000
20 T3000
10
T4000
0
T5000
0 0,5 1
Mortalitas Tangkapan (F)
70
60
50
T1000
SSB (ekor)
40
30 T2000
20 T3000
10 T4000
0
T5000
0 0,5 1
Mortalitas Tangkapan (F)
80
70
60
T1000
SSB (ekor)
50
40 T2000
30
20 T3000
10 (c) T4000
0
T5000
0 0,5 1
Mortalitas Tangkapan (F)
165
100
80
T1000
SSB (ekor)
60
T2000
40
T3000
20
T4000
0
T5000
0 0,5 1
Mortalitas Tangkapan (F)
120
100
80 T1000
SSB (ekor)
60 T2000
40 T3000
20
T4000
0
T5000
0 0,5 1
Mortalitas Tangkapan (F)
250
200
T1000
SSB (ekor)
150
T2000
100
T3000
50
(c) T4000
0
T5000
0 0,5 1
Mortalitas Tangkapan (F)
166
250
200
T1000
SSB (ekor)
150
T2000
100
T3000
50
T4000
0
T5000
0 0,5 1
Mortalitas Tangkapan (F)
250
200
T1000
SSB (ekor)
150
T2000
100
T3000
50
T4000
0
T5000
0 0,5 1
Mortalitas Tangkapan (F)
250
200
T1000
SSB (ekor)
150
T2000
100
T3000
50
(c) T4000
0
T5000
0 0,5 1
Mortalitas Tangkapan (F)
167
250
200
150 T1000
SSB (ekor)
T2000
100 T3000
T4000
50
T5000
0
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1
Mortalitas Tangkapan (F)
168
Lampiran 35 Hasil tangkapan kerapu macan pada berbagai padat tebar dan
mortalitas tangkapan dengan panjang benih 15, 16, 17 cm (harvest
type)
Lampiran 36 Hasil tangkapan kerapu macan pada berbagai padat tebar dan
mortalitas tangkapan dengan panjang benih 18, 19, 20 cm
(harvest type)
Lampiran 37 (lanjutan)
Public n As Integer
Private Sub Command1_Click()
Dim Nilai() As Double
Dim i As Integer
Dim X(1000) As Double
Dim Y(1000) As Double
Dim n As Integer
Dim k, lm As Double
n = Val(Text1)
k = Val(Text2)
lm = Val(Text3)
t0 = Val(Text4)
ReDim Nilai(1 To n, 1 To 2)
For i = 1 To n
X(i) = i
Y(i) = lm * (1 - Exp(-1 * k * (X(i) - t0)))
Nilai(i, 1) = X(i)
Nilai(i, 2) = Y(i)
173
Lampiran 38 (lanjutan)
Next i
With Me.Chart1
.chartType = VtChChartType2dXY
.RowCount = 2
.ColumnCount = n
.ChartData = Nilai
.Title = "Pertumbuhan Von Bertalannfy"
End With
With Me.Chart1.Plot
.Axis(MSChart20Lib.VtChAxisId.VtChAxisIdX).AxisTitle.Text =
"Waktu (tahun)"
.Axis(MSChart20Lib.VtChAxisId.VtChAxisIdY).AxisTitle.Text =
"Panjang (cm)"
End With
End Sub