Sei sulla pagina 1di 8

EFEKTIFITAS PERAWATAN LUKA INSISI DENGAN MADU DAN POVIDON

IODIN 10%
(The Effect of Wound Incision Care Using Honey and Povidone Iodine 10%)

M.Zakariya*, I Ketut Sudiana**, Erna Dwi Wahyuni**

ABSTRACT

Introduction : Povidoe iodine often used in incision treatment. This study was aimed to explain the
differences between honey and povidone iodine 10% on incision healing, were unknown. Method :
This study used a true experiment design with 18 samples of 3 years old-male guinea pigs, divided
into three groups. One-control group and 2 treatment groups. This classification was done
randomize. The independent variable was used of honey and 10-% povidon iodin and the
dependent variable was inflammation phase (squeezing, edema, plasma of incision) and
proliferation (granulation, incision edge unification, skin structure) were assessed in the third and
sixth days. Data were collected by using observation of the signs both of inflammation and
proliferation phase and analyzed using Chi Square with level of significance 0.05. Result :
Results showed that there was no significant difference in the third and sixth days inflammation. In
contrast, a significant difference was obtained in the third and sixth days proliferation.
Granulation (p 0,05), incision edge unification (p 0,05), establishment of skin structures (p
0,05). Analysis : It can be concluded that the honey usage was proven to be more effective in
accelerated incision healing, increasing proliferation and reduce any infection risks. Discussion :
For future research there is neeed to conduct a microscopically observation of numerous changes
in collagen, PMN-cell (neutrophile) and MN-cell (lymphocyte and monocyte), inflammation and
proliferation as well as incision healing process.

Keywords : Honey, Povidon iodin, incision healing

* Dinas Kesehatan Kabupaten Tanah Laut Jl.H Boejasin Kabupaten Tanah Laut Kalimantan
Selatan, E-mail : zakfkp@gmail.com
** Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga Surabaya

PENDAHULUAN

Luka merupakan kerusakan yang kuat, povidon iodin juga diketahui


kontinuitas kulit, mukosa membran dan memiliki efek toksik sel-sel tubuh. Povidon
tulang atau organ tubuh lain (Kozier, 1995). iodin 10% dapat menyebabkan dermatitis
Luka insisi (incised wound) terjadi karena kontak pada kulit, bersifat toksik terhadap
teriris oleh instrumen tajam. Luka insisi yang fibroblast dan leukosit, menghambat migrasi
bersih melalui epidermis, dermis dan jaringan netrophil dan menurunkan monosit sehingga
subkutis akan sembuh dengan serangkaian memperlambat proses penyembuhan luka (J.I
tahapan timbul bergantian selama waktu Bedah Indonesia, 2006).
tertentu (Sebastian, 1995). Proses Madu sejak dahulu digunakan untuk
penyembuhan luka terjadi secara normal menyembuhkan berbagai macam penyakit.
tanpa bantuan, walaupun beberapa bahan Sifat anti bakteri dari madu membantu
perawatan dapat membantu untuk mengatasi infeksi pada perlukaan. Sifat anti
mendukung proses penyembuhan jaringan inflamasi pada madu dapat mengurangi nyeri
(Taylor, 1997). serta meningkatkan sirkulasi yang
Povidon iodin merupakan bahan berpengaruh pada proses penyembuhan luka
yang paling sering digunakan sebagai (Elitha, 2008). Namun sampai saat ini
primary dressing pada perawatan luka perbedaan efektivitas antara madu dan
pembedahan. Selain memiliki anti mikroba povidon iodin 10% pada proses
1
Jurnal Ners Vol.4 No.1 April 2009: 1-8

penyembuhan luka insisi belum dapat manusia, maka digunakan hewan coba yaitu
diketahui. marmut (cavia cobaya).
Madu selama ini hanya dikenal oleh
masyarakat sebagai cairan manis dan hanya BAHAN DAN METODE PENELITIAN
dikonsumsi sebagai jamu. Tanpa mereka
sadari bahwa madu juga mempunyai khasiat Penelitian ini menggunakan metode
lain yaitu sebagai bahan antiseptik untuk true eksperimental randomized post test only
pengobatan luka. Bagi masyarakat yang control group. Sampel pada penelitian ini
tinggal di daerah-daerah terpencil madu lebih digunakan hewan coba marmut (cavia
mudah didapatkan dibanding dengan bahan cobaya) dengan kriteria umur cavia cobaya
anti septik kimia seperti povidon iodin. tiga bulan, jenis kelamin jantan dan jenis
Efektivitas madu dalam membantu marmut yang sama serta berat badan rata-rata
mempercepat proses penyembuhan luka hampir sama. Sampel dibagi menjadi tiga
disebabkan oleh karena madu mengandung kelompok, yaitu satu kelompok kontrol
berbagai macam enzim dan antiviral, serta (perawatan luka dengan normal Salin 0,9%),
menurunkan resiko infeksi (Novenda, 2008). dan dua kelompok perlakuan (satu kelompok
Madu juga memiliki sumber enegi yang perawatan luka dengan povidone 10% dan
sangat baik dalam membantu pemulihan satu kelompok perawatan luka dengan
luka, khususnya pada saat terjadi kerusakan madu). Pembagian kelompok ini dilakukan
jaringan (catabolic state), hal ini tidak dengan cara random.
didapatkan pada povidon iodin 10% (Hamad. Berdasar hasil penghitungan rumus
S., 2007). besar sampel didapatkan jumlah sampel
Penggunaan madu untuk perawatan dalam setiap kelompok adalah 6 ekor
luka sudah banyak dilakukan sejak ribuan marmut, dan jumlah dalam sampel secara
tahun lalu. Dunia kedokteran modern saat ini keseluruhan dibutuhkan 18 ekor marmut.
telah banyak membuktikan madu sebagai Untuk mendukung terlaksananya penelitian
obat penyembuh luka yang unggul (Suranto. ini sampai selesai dan menghindari adanya
A., 2007). Pada fase proliferasi fibroblast sampel yang drop out, peneliti telah
menghasilkan serat kolagen yang belum menetapkan kreteria sampel subyek
sempurna dan memerlukan vaskularisasi penelitian sebagai berikut :1) usia yang sama
yang baik (Siregar. M.B., 1995). Madu yaitu 3 bulan, 2) jenis kelamin yang sama
sangat efektif untuk penyembuhan luka yaitu jantan, 3) berat badan 350 450 gram,
karena kandungan madu yang kaya nutrisi 4) jenis lokal dan 5) sehat. Penelitian
membuat zat-zat yang dibutuhkan luka selalu dilakukan di Laboratorium Biokimia Fakultas
cukup, memiliki osmolaritas tinggi hingga Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya
menyerap air dan memperbaiki sirkulasi dan pada tanggal 13-19 Desember 2008.
pertukaran udara di area luka (Suranto, Variabel independen dalam
2008). Sebuah laporan menunjukan bahwa penelitian ini adalah penggunaan madu dan
90% kasus luka yang dibalut dengan povidon iodin 10%. Perawatan luka insisi
menggunakan madu dapat menutup. dengan menggunakan bahan tambahan madu
Penelitian terbaru memperlihatkan bahwa sebanyak 0,5 ml perawatan dilakukan dalam
madu dapat meningkatkan pembelahan sel 3 hari sekali sampai hari ke-6. Sedangkan
limfosit dan monosit yang dapat perawatan luka insisi dengan menggunakan
mengeluarkan citokin,TNF , IL I dan IL 6 bahan tambahan povidon iodin 10%
yang mengaktifkan respon daya tahan tubuh sebanyak 0,5ml, perawatan dilakukan dalam
terhadap infeksi dan efek anti bakterial 3 hari sekali sampai hari ke-6. Variabel
terbaik diperoleh dari penggunaan dependen yaitu penyembuhan luka insisi
topikal/dioleskan (Suranto, 2007). dengan kriteria fase inflamasi : 1) kemerahan
Sebagai alternatif solusi ke depan pada luka dan sekitarnya, 2) edema jaringan
maka perlu dikaji tentang efektivitas sekitarnya, 3) cairan pada luka. Sedangkan
penggunaan madu dalam mempercepat kriteria pada fase proliferasi : 1) granulasi
proses penyembuhan luka insisi, sehingga pada jaringan luka, 2) tepi luka insisi
dapat diaplikasikan dalam penatalaksanaan menyatu dengan tepi luka lain dan 3) bentuk
perawatan luka insisi. Sehubungan penelitian struktur kulit.
ini masih belum dapat diterapkan pada

2
Efektivitas Perawatan Luka Insisi (M. Zakaria)

Alat dan bahan yang digunakan yang signifikan pada penggunaan madu dan
dalam penelitian ini yaitu: 1) alat dan bahan povidone dibandingkan dengan kelompok
pembiusan yang terdiri atas: obat anastesi kontrol, hal ini menunjukan madu dan
(Lidokain 1%), spuit 2,5 ml, sarung tangan povidon iodin sama-sama efektif dalam
steril dan hewan coba marmut; 2) alat insisi mempercepat hilangnya kemerahan pada fase
luka: pisau cukur, pisau bedah, scapel, alat inflamasi proses penyembuhan luka insisi.
ukur (penggaris), spuit 2,5 ml, heachting set, Hari ke- 6 post insisi menunjukan tidak ada
kasa steril, hypafic dan basic dressing pack perbedaan tingkat kemerahan pada
steril, duk lubang steril, sarung tangan steril, perawatan luka menggunakan madu,
sarung tangan unsteril, bengkok, perlak, jas povidone serta kelompok kontrol, sehingga
lab, tempat sampah medis, tempat sampah tidak dapat dianalisis secara uji statistik.
non medis, gunting plester dan plester; 3) Berdasarkan hasil didapatkan tidak
bahan insisi luka : alkohol 70%; 4) alat dan ada perbedaan yang signifikan antara madu
bahan perawatan luka: Basic dressing pack dan povidon iodin 10%, dalam mempercepat
streil, sarung tangan steril, sarung tangan non hilangnya edema fase inflamasi, sedangkan
steril, kasa steril, hypafic, duk lubang steril, dibandingkan dengan kelompok kontrol
tempat sampah non medis, perlak yang menunjukan adanya perbedaan yang
dilapisi kain, jas lab, alat ukur (penggaris), signifikan dalam mempercepat hilangnya
spuit 2,5 ml, madu, Povidon iodin 10%, edema fase inflamasi. Pada hari ke-3 post
normal saline 0,9%, bengkok, plester, insisi kelompok madu dan povidon iodin
gunting plester. 100% tidak ada edema, sedangkan kelompok
Instrumen pengumpulan data dengan kontrol memiliki tingkat edema 0,6-2cm.
menggunakan lembar observasi untuk Analisis uji statisik non parametrik Chi-
mengukur percepatan proses penyembuhan Square menunjukan tingkat beda
luka. Kriteria penyembuhan luka insisi signifikansi p=0,00, artinya ada perbedaan
menurut gaylene adalah waktu yang yang signifikan pada penggunaan madu dan
diperlukan untuk penyembuhan luka insisi povidone dibandingkan dengan kelompok
yang dimulai dari hari pertama dilakukan kontrol, hal ini menunjukan madu dan
insisi sampai terjadinya penyembuhan luka povidon iodin sama-sama efektif dalam
insisi yang dihitung dalam hitungan hari. mempercepat hilangnya edema fase inflamasi
Data yang diperoleh ditabulasi dan dianalisis proses penyembuhan luka insisi. Hari ke- 6
menggunakan uji statistik Chi-square dengan post insisi menunjukan tidak ada perbedaan
tingkat kemaknaan 0,05. tingkat edema pada perawatan luka
menggunakan madu, povidone serta
HASIL PENELITIAN kelompok kontrol, sehingga tidak dapat
dianalisis secara uji statistik.
Kondisi luka insisi dibservasi dalam Hari ke-3 dan ke-6 post insisi yang
dua tahap yaitu fase inflamasi (kemerahan, dilakukan perawatan luka dengan
edema, cairan) dan fase proliferasi (granulasi, menggunakan madu, povidon iodin 10%,
penyatuan tepi luka, pembentukan struktur serta normal salin 0,9% menunjukkan bahwa
kulit). Hasil penelitian menunjukan bahwa pada ketiga kelompok tidak ada cairan pada
tidak ada perbedaan yang signifikan antara luka, sehingga tidak dapat dianalisis secara
madu dan povidon iodin 10%, dalam uji statistik.Percepatan granulasi antara
mempercepat hilangnya kemerahan fase kelompok madu, povidone dan kelompok
inflamasi, sedangkan dibandingkan dengan kontrol menunjukan terdapat perbedaan yang
kelompok kontrol menunjukan adanya signifikan. Pada hari ke-3 post insisi
perbedaan yang signifikan dalam kelompok madu 100% granulasi diseluruh
mempercepat hilangnya kemerahan fase bagian luka sedangkan kelompok povidone
inflamasi. Pada hari ke-3 post insisi 83,3% granulasi disebagian luka, dan
kelompok madu dan povidon iodin 100% kelompok kontrol 100% granulasi disebagian
tidak ada kemerahan, sedangkan kelompok luka. Analisis uji statistik non parametrik
kontrol memiliki tingkat kemerahan 0,6-2cm. Chi-Square menunjukan beda signifikanasi
Analisis uji statisik non parametrik Chi- p=0,001, artinya ada perbedaan yang
Square menunjukan tingkat beda signifikan antara penggunaan madu
signifikansi p=0,00, artinya ada perbedaan dibandingkan dengan povidon iodin 10% dan

3
Jurnal Ners Vol.4 No.1 April 2009: 1-8

kelompok kontrol terhadap percepatan


timbulnya granulasi pada fase proliferasi PEMBAHASAN
proses penyembuhan luka insisi (luka insisi).
Hari ke-6 post insisi menunjukan tidak ada Penyembuhan luka merupakan suatu
perbedaan tingkat granulasi pada perawatan kualitas dari kehidupan jaringan yang
luka dengan menggunakan madu, povidon berhubungan dengan regenerasi jaringan.
iodin 10% serta kelompok kontrol yaitu Fase penyembuhan luka pembedahan terdiri
100% granulasi diseluruh bagian luka, dari tiga fase yaitu 1) fase inflamasi, 2) fase
sehingga tidak dapat dianalisis secara uji proliferasi, 3) fase maturasi (Kozier, 1995).
statistik (tabel.1) Fase inflamasi merupakan bagian yang
Percepatan penyatuan tepi luka fase esensial dari proses penyembuhan dan tidak
proliferasi antara kelompok madu, ada upaya yang menghentikan proses ini.
dibandingkan dengan povidone dan Fase ni berlangsung setelah terjadinya luka
kelompok kontrol menunjukan ada perbedaan dan berakhir 3-4 hari (Kozier, 1995).
yang signifikan. Pada hari ke-3 post insisi Berdasarkan pengamatan makroskopis pada
kelompok madu 100% menyatu sempurna, fase ini meliputi tidak ada kemerahan, edema
kelompok povidon iodin dan kelompok dan cairan pus pada luka insisi selama proses
kontrol 100% tepi luka menyatu sebagian. penyembuhan luka insisi.
Analisis uji statistik non parametrik Chi- Hari ke-3 post insisi kelompok madu
Square menunjukan beda signifikanasi dan povidon iodine 100% tidak ada
p=0,000, artinya ada perbedaan yang kemerahan, sedangkan kelompok kontrol
signifikan antara penggunaan madu memiliki tingkat kemerahan 0,6-2cm. Madu
dibandingkan dengan povidon iodin 10% dan dan povidon iodin sama efektif dalam
kelompok kontrol terhadap percepatan mempercepat hilangnya kemerahan pada fase
penyatuan tepi luka pada fase proliferasi inflamasi. Madu memiliki komponen kimia
proses penyembuhan luka insisi. Hari ke-6 yang memiliki efek koligemik yaitu
post insisi menunjukan tidak ada perbedaan asetilkolin yang dapat melancarkan peredaran
penyatuan tepi luka pada perawatan luka darah serta meninggkatkan sirkulasi di area
dengan menggunakan madu, povidon iodin luka (Petter, 2008). Keadaan ini dapat
10% serta kelompok kontrol yaitu 100% mencukupi kebutuhan okigenisasi dan nutrisi
menyatu sempurna diseluruh bagian luka, yang dibutuhkan serta mencegah hipoksia
sehingga tidak dapat dianalisis secara uji pada daerah luka. Oksigen memainkan
statistik (tabel.2) peranan penting dalam pembentukan
Percepatan pembentukan struktur kolagen, kapiler-kapiler baru dan perbaikan
kulit fase proliferasi antara kelompok madu, epitel serta pengendalian infeksi (La Van &
dibandingkan dengan povidon iodin 10% dan Hunt, 1990).
kelompok kontrol menunjukan ada perbedaan Kemampuan madu dalam
yang signifikan. Pada hari ke-3 post insisi mengendalikan inflamasi disebabkan sifat
kelompok madu 100% berbentuk jaringan antibakteri yang dapat mengatasi infeksi pada
scar, sedangkan kelompok povidon iodin dan luka dan anti inflamasi dapat mengurangi
kelompok kontrol 100% berbentuk jaringan nyeri dan meningkatkan sirkulasi sehingga
nekrosis, dan hari ke-6 post insisi kelompok mempengaruhi proses penyembuhan (Petter,
madu 100% struktur kulit kembali pada 2008). Madu memiliki kadar pH 3,2 - 4,5
bentuk semula sedangkan kelompok povidon mampu menciptakan kondisi yang tidak
iodin dan kelompok kontrol struktur kulit mendukung pertumbuhan bakteri yang
berbentuk jaringan scar. Analisis uji statistik berkembang biak rerata pada pH 7,2 - 7,4 dan
non parametrik Chi-Square hari ke-3 dan ke- memungkinkan fase inflamasi dapat berjalan
6 sama-sama menunjukan beda signifikansi normal (Hammad, 2007). Perawatan luka
p=0.000, artinya ada perbedaan yang dengan povidon iodin 10% dapat membunuh
signifikan antara penggunaan madu bakteri patogen gram positif maupun negatif,
dibandingkan dengan povidon iodin 10% dan sehingga fase inflamasi dapat terkendali,
kelompok kontrol terhadap percepatan sehingga kemerahan luka cepat hilang pada
pembentukan struktur kulit fase proliferasi hari ke-3.
proses penyembuhan luka insisi (tabel.3).

4
Efektivitas Perawatan Luka Insisi (M. Zakaria)

Tabel 1. Granulasi Pada Fase Proliferasi Hewan Coba Marmut Pada Hari Ke-3 dan Ke-6 Post
Insisi Di Laboratorium Biokimia FK Unair Surabaya Tanggal 13-19 Desember 2008
Kelompok Hari ke-3 Hari ke-6
Seperti Seperti
Nekrosis Scar Nekrosis Scar
semula semula
Madu 0 6 0 0 0 6
Povidon iodin 6 0 0 0 6 0
Kontrol 6 0 0 0 6 0
Uji statistik p =0,000 p=0,000
Chi Square

Tabel 2. Penyatuan Tepi Luka Fase Proliferasi Hewan Coba Marmut Pada Hari Ke-3 dan Ke-6
Post Insisi Di Laboratorium Biokimia FK Unair Surabaya Tanggal 13-19 Desember 2008
Kelompok Hari ke-3 Hari ke-6
Tidak
Tidak ada Sebagia Menyatu ada Sebagia Menyatu
penyatuan n sempurna penyatua n sempurna
n
Madu 0 0 6 0 0 6
Povidon iodin 0 6 0 0 0 6
Kontrol 0 6 0 0 0 6
Uji statistik p = 0.000 p =-
Chi Square

Tabel 3 Pembentukan Struktur Kulit Pada Fase Proliferasi Hewan Coba Marmut Pada Hari Ke-
3 dan Ke-6 Post Insisi Di Laboratorium Biokimia FK Unair Surabaya Tanggal 13-19
Desember 2008
Kelompok Hari ke-3 Hari ke-6
Nekrosi Seperti Seperti
Scar Nekrosis Scar
s semula semula
Madu 0 6 0 0 0 6
Povidon iodin 6 0 0 0 6 0
Kontrol 6 0 0 0 6 0
Uji statistik p = 0.000 p = 0.000
Chi Square

Keterangan:
p = signifikansi

Respon jaringan luka insisi pada memperbaiki tekanan osmotik koloid plasma,
fase inflamasi adalah edema yang disebabkan memperbaiki permiabilitas membran kapiler
oleh peningkatan permeabilitas kapiler- dan sifat anti inflamasinya dapat mencegah
kapiler darah dan cairan yang kaya akan infeksi serta meningkatkan sirkulasi yang
protein mengalir ke dalam spasium interstinal berpengaruh pada proses penyembuhan luka
(Morison.M.J, 2004). Pada hari ke-3 post (Peter, 2008). Asam amino berguna untuk
insisi perwatan luka insisi menggunakan pertumbuhan sintesa bahan lain dan sumber
madu dan povidon iodin tidak ada edema. energi misalnya untuk sintesis protein
Terdapat perbedaan yang signifikan struktural seperti kolagen (Irni, 2004). Madu
pada penggunaan madu dan povidone bila juga mempunyai aktifitas fagositosis serta
dibandingkan dengan kelompok kontrol, hal dapat meningkatkan pembelahan sel limfosit,
ini menunjukan madu dan povidon iodin selain itu madu juga meningkatkan sel
sama-sama efektif dalam mempercepat monosit yang dapat mengeluarkan sitokin,
hilangnya edema. Madu mengandung TNF-alfa, IL-1, dan IL-6 yang mengaktifkan
protein/ asam amino yang mampu respon daya tahan tubuh terhadap infeksi

5
Jurnal Ners Vol.4 No.1 April 2009: 1-8

(Suranto.A, 2007). Begitu juga dengan berbenjol halus yang disebut granulasi
Nursalam
povidon iodin, bahan ini dapat mengurangi (Syamsuhidayat & Wim De Jong, 2005).
penyebaran bakteri dan mengurangi resiko Pada hari ke-3 post insisi kelompok
infeksi pada daerah luka, sehingga dapat madu 100% granulasi diseluruh bagian luka
mempercepat hilangnya edema pada hari ke- sedangkan kelompok povidone 83,3%
3 post insisi dan berpengaruh terhadap granulasi disebagian luka, dan kelompok
percepatan penyembuhan luka insisi pada kontrol 100% granulasi disebagian luka.
fase inflamasi. Berdasarkan uji statistik non parametrik Chi-
Cairan pus pada luka merupakan Square menunjukan bahwa terdapat
indikasi infeksi. Inflamasi kronik neutropil perbedaan yang signifikan antara penggunaan
yang mati akan meninggalkan pus (Potter & madu dibandingkan dengan povidon iodin
Perry, 2006). Berdasarkan hasil penelitian 10% dan kelompok kontrol terhadap
yang dilakukan di Laboratorium Biokimia percepatan timbulnya granulasi pada fase
FK unair Surabaya pada tanggal 13-19 proliferasi proses penyembuhan luka insisi.
Desember 2008 hasil perawatan luka insisi Madu mengandung vitamin A, B1,
dengan menggunakan madu, povidon iodin B2, B3, C, D, E, K, dan mineral zinc.
dan kelompok kontrol didapatkan data: pada Vitamin C dan B1 sangat berguna untuk
luka tidak ada cairan pus. sintesis kolagen (Sari D.N, 2008). Mineral
Madu mengandung zat yang dapat berguna untuk ketahanan terhadap penyakit,
membunuh bakteri yaitu hidrogen peroksida menjaga kesehatan dan memberikan vitalitas
sehingga mampu mencegah terjadinya cairan serta berinteraksi dengan vitamin dalam
pada luka. Konsentrasi hidrogen peroksida mendukung fungsi tubuh. Asam amino
pada madu sekitar 1 mmol/1, 1000 kali lebih berguna untuk pertumbuhan sintesa bahan
kecil jumlahnya daripada larutan hidrogen lain dan sumber energi misalnya untuk
peroksida 3% yang biasa dipakai sebagai sintesis protein struktural seperti kolagen
antiseptik. Meski konsentrasinya lebih kecil, (Irni, 2004). Madu mempunyai osmolaritas
namun efektifitasnya tetap baik sebagai yang tinggi hingga menyerap air dan
pembunuh kuman. Efek samping hidrogen membuat suasana luka menjadi lembab, hal
peroksida seperti merusak jaringan akan ini menyebabkan berbagai sel dari jaringan
diatasi madu dengan zat antioksidan dan yang terluka akan mendapat suplai nutrisi
enzim- enzim lainya. Madu memiliki yang dibutuhkan luka secara adekuat untuk
osmolaritas yang tinggi hingga dapat kelancaran metabolisme sel jaringan. Hasil
menyerap air. Madu terdiri dari 84% gula penelitian menunjukan bahwa lingkungan
dengan kadar air sekitar 15 20% sehingga lembab pada perawatan luka lebih baik dari
sangat tinggi kadar gulanya. Sedikit pada lingkungan kering (Winter, 1962).
kandungan air dan interaksi air dan gula Lingkungan lembab meningkatkan migrasi
tersebut akan membuat bakteri tak dapat sel epitel kulit ke pusat luka dan melapisinya
hidup. Tidak ada bakteri yang mampu hidup sehingga luka lebih cepat sembuh ( Rowel,
pada kadar air kurang dari 17%. (Suranto. A, 1970). Penggunaan povidon iodin 10% tidak
2007). didapatkan pengaruh yang signifikan
Fase proliferasi dimulai pada hari ke- terhadap granulasi pada fase proliferasi hal
3 dan berakhir pada hari ke-21. Pengamatan ini disebabkan kandungan iodine bersifat
makroskopis pada fase ini meliputi tingkat toksikogenik terhadap fibroblast dan lekosit,
granulasi, penyatuan tepi luka dan menghambat migrasi netrophil sehingga
pembentukan struktur kulit selama proses menghambat proses granulasi.
penyembuhan luka insisi (Taylor, 1997). Penyatuan tepi luka pada fase
Pada tahap proliferasi terjadi proses proliferasi merupakan reaksi epitelium untuk
granulasi. Fibroblast meletakan substansi mengembalikan fungsi pelindungnya.
dasar dan serabut-serabut kolagen serta Keadaan ini dimulai dengan mitosis sel basal
pembuluh darah baru mulai menginfeltrasi epidermis dan diikuti dengan perpindahan
luka, tanda inflamasi mulai berkurang, pada epitelium kebawah tepi luka serta melewati
fase ini luka dipenuhi sel fibroblast dan tepi luka sampai berkontak dengan sel-sel
kolagen membentuk jaringan berwarna epitel lain (sebastian, 1995). Pada hari ke-3
kemerahan dengan permukaan yang post insisi didapatkan data kelompok madu
menyatu sempurna, sedangkan kelompok

6
Efektivitas Perawatan Luka Insisi (M. Zakaria)

povidon iodin dan kelompok kontrol tepi glutasium pada luka yang akan membantu
luka menyatu sebagian. Berdasarkan analisis terjadinya proses oksidasi dan reduksi serta
uji statistik non parametrik Chi-Square merangasang pertumbuhan dan pembelahan
menunjukan bahwa ada perbedaan yang sel-sel baru yang mempercepat penyembuhan
signifikan antara penggunaan madu luka (Hammad, 2007). Beberapa penelititian
dibandingkan dengan povidon iodin 10% dan menunjukan bahwa madu dapat
kelompok kontrol terhadap percepatan memepercepat perawatan luka dengan
penyatuan tepi luka pada fase proliferasi jaringan parut minimal (Bambang. P, et al,
proses penyembuhan luka insisi. 2004).
Madu mengandung berbagai macam Penggunaan povidon iodin 10% tidak
mineral diantaranya zinc yang berguna dalam didapatkan pengaruh yang signifikan pada
mempercepat penutupan luka. Zinc fase proliferasi hal ini disebabkan kandungan
mempunyai peranan penting dalam sintesa iodine bersifat toksikogenik terhadap
protein dan proses replikasi sel-sel tubuh fibroblast dan lekosit, menghambat migrasi
serta berperan khusus dalam metabolisme netrophil sehingga menghambat proses
kulit dan jaringan ikat granulasi, penyatuan tepi luka dan
(http://www.gizidankesehatan.com, 2007). kembalinya struktur kulit. Idealnya dalam
Madu juga dapat membuat suasana luka mengidentifikasi fase proliferasi pada proses
menjadi lembab. Kondisi lembab penyembuhan luka harus dilakukan
meningkatkan migrasi sel-sel epitel kepusat perawatan luka setiap hari sehingga dapat
luka dan melapisinya sehingga luka cepat diketahui kapan mulai muncul granulasi,
sembuh (Rowel, 1970). Povidone mencegah penyatuan tepi luka dan pembentukan
reepitelisasi dan mempunyai efek struktur kulit, namun hal ini meningkatkan
menghambat penyembuhan luka (Ismail, resiko kontaminasi dan mempengaruhi
2008). tingkat kelembaban yang berdampak pada
Pada hari ke-3 post insisi kelompok penghambatan percepatan penyembuhan
madu terbentuk jaringan scar, sedangkan luka. Penatalaksanaan asuhan keperawatan
kelompok povidon iodin dan kelompok luka yang baik memegang berbagai prinsip
kontrol terbentuk jaringan nekrosis, dan hari dan kaidah perawatan luka yang benar
ke-6 post insisi kelompok madu struktur terbukti efektif terhadap percepatan proses
kulit kembali pada bentuk semula sedangkan penyembuhan luka insisi pada fase
kelompok povidon iodin dan kelompok proliferasi.
kontrol struktur kulit berbentuk jaringan scar.
Berdasarkan analisis uji statistik non SIMPULAN DAN SARAN
parametrik Chi-Square hari ke-3 dan ke-6
sama-sama menunjukan bahwa ada Simpulan
perbedaan yang signifikan antara penggunaan
madu dibandingkan dengan povidon iodin Perawatan luka pada fase proliferasi
10% dan kelompok kontrol terhadap menggunakan madu terbukti lebih efektif
percepatan pembentukan struktur kulit fase dibandingkan dengan Povidon iodin 10% dan
proliferasi proses penyembuhan luka insisi. NaCl 0,95 pada luka incisi.
Berbagai jenis enzim terdapat dalam
madu, diantaranya adalah diastase, invertase, Saran
katalase, peroksidase dan lipase. Enzim-
enzim katalase berperan memecahkan Peneliti menyarankan: 1) perlu
peroksida, suatu ransum limbah metabolisme dilakukan penelitian luka dengan observasi
(radikal bebas) dimana radikal bebas berefek mikroskopis, agar dapat melihat berbagai
buruk karena sifatnya yang tidak stabil perubahan yang terjadi pada sel kolagen, sel
seperti bereaksi dengan jaringan tubuh PMN (neutrophil), dan sel MN (limfosit,
sehingga mencetuskan berbagai macam monosit) selama proses penyembuhan luka
penyakit kronis, alergi, radang dan kanker baik fase inflamasi maupun fase proliferasi,
(Suranto. A, 2007). Enzim katalase mampu 2) sebagai solusi ke depan, perlu dilakukan
memberi efek pemulihan luka khususnya saat penelitian mengenai dampak penggunaan
terjadi kasus kerusakan jaringan (catabolic madu yang diencerkan sebagai penutup
state), madu juga menambah kuantitas primer luka insisi steril pada manusia, 3)

7
Jurnal Ners Vol.4 No.1 April 2009: 1-8

diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai om, diakses tanggal 3 November


zat-zat yang terkandung dalam madu yang 2008, Jam 20.00 WIB).
memiliki manfaat di bidang medis, Morison J.Moya, 2004. Manajemen Luka.
khususnya dalam proses penyembuhan luka, Jakarta: EGC, hlm.1-4.
4) perlu dilakukan standarisasi madu di Novenda S,D, 2008. Perawatan Luka Dahulu
Indonesia untuk penggunaan di bidang medis Dan Sekarang, (online), (http:
dan 5) Perlu dilakukan penelitian luka insisi //www.perawatnline.com/index,
lebih lanjut dengan menggunakan sampel diakses tanggal 23 Oktober 2008,
manusia. Jam 21.00 WIB).
Potter & Perry, 2006. Buku Ajar
KEPUSTAKAAN Fundamental Keperawatan, 4,
Jakarta: EGC, hlm. 1853.
Elitha, 2008. Kuman Tak Mampu Melawan R. Sjamsuhidayat & Wim De Jong, 2005.
Madu, (online), (http://www.elitha- Buku Ajar: Ilmu bedah. Jakarta:
erinet/2008/02/19, diakses tanggal EGC, hlm. 67.
20 April 2008, Jam 21.00 WIB). Suranto, A., 2007. Terafi Madu. Jakarta:
Hamad S., 2007. Terafi Madu. Jakarta: Penebar Swadaya, hlm. 26-46.
Pustaka Iman, hlm. 62-8
Ismail, 2008. Merawat Luka, (online),
(http://images.mailmkes.multiply.c

Potrebbero piacerti anche