Sei sulla pagina 1di 33

RESUME

BLOK 8 SKENARIO 2
KARDIOVASA

Oleh kelompok D:
Dita Suci Permata Sari (102010101063)
Yulia Puspitasari (122010101006)
Izzatul Mufidah M. (122010101015)
Rinda Yanuarisa (122010101024)
M. Avin Zamroni (122010101027)
Farmitalia Nisa T. (122010101037)
Fawziah Putri Maulida (122010101041)
Dimes Atika Permanasari (122010101045)
Asyirah Mujahidah F. (122010101047)
Aulia Suri A. (122010101052)
Laily Rahmawati (122010101054)
Mochamad Fatchi (122010101061)
Aditya Widya P. (122010101073)
Abdurrozaq (122010101086)
Silvi Ahmada Chasya (122010101095)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2013
HIPERTENSI

Pak Sutarjo usia 48 tahun datang memeriksakan diri ke Puskesmas, atas anjuran
rekannya bahwa pada usia di atas 40 tahun sebiknya sering melakukan check-up. Pak
Sutarjo memiliki riwayat merokok sejak masih remaja. Pada hasil pemeriksaan
didapatkan tinggi badan 170 cm berat badan 80kg,tekanan darahnya 180/100 mm Hg.
Hasil pemeriksaan fisik dicurigai tanda-tanda pelebaran batas jantung. Dokter
memutuskan untuk melakukan pemriksaan penunjang. Pak Sutarjo adalah seorang
pelatih sepak bola di sebuah klub.

TUJUAN BELAJAR

Definisi
Etiologi Dan Faktor Resiko
Patofisiologi Hipertensi
Fisiologi Cardiac Output
Klasifikasi
Gejala Dan Diagnosis
Tata Laksana
Komplikasi Dan Prognosis
Fisiologi Jantung Atlet
1. DEFINISI
Seseorang dikatakan hipertensi bila :
1. Tekanan darah 140/90 mmHg
2. Melakukan pemeriksaan 1-5 kali, minimal 2 kali
3. Setiap pemeriksaan dilakukan cek sebanyak 2 kali

Klasifikasi Hipertensi menurut WHO


Kategori Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)
Optimal < 120 < 80
Normal < 130 < 85
Tingkat 1 (hipertensi ringan) 140-159 90-99
Sub grup : perbatasan 140-149 90-94
Tingkat 2 (hipertensi sedang 160-179 100-109
)
Tingkat 3 (hipertensi berat) 180 110
Hipertensi sistol terisolasi 140 < 90
Sub grup : perbatasan 140-149 < 90

Klasifikasi Hipertensi menurut Joint National Committee 7


Kategori Sistol (mmHg) Dan/atau Diastole (mmHg)
Normal <120 Dan <80
Pre hipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi tahap 1 140-159 Atau 90-99
Hipertensi tahap 2 160 Atau 100
2. ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO
A. Etiologi Hipertensi
Dibagi menjadi dua kelompok besar
1. Hipertensi essensial
Kurang lebih 95% dari seluruh kasus hipertensi. Belum diketahui dengan pasti
penyebabnya, diduga ada kaitannya dengan genetik.
2. Hipertensi sekunder
5% dari seluruh kasus hipertensi. Beberapa penyebabnya adalah adanya
gangguan pada
- Renal (95%)
- Endokrin
- Koarktasio aorta
- Neurologik disorder
- Obat-obatan (terutama golongan kortikosteroid)
- Kehamilan dapat termasuk hipertesi essensial ketika hipertensi sudah dialami
sebelum kehamilan
B. Faktor Resiko
1. Biologis (genetis, usia, ras)
2. Diet tinggi garam volume cairan tubuh meningkat
3. Stres peningkatan aktifitas saraf simpatis
4. Obesitas hiperinsulinemia
5. Merokok vasokonstriksi
6. Kurang aktifitas

3. PATOFISIOLOGI HIPERTENSI
Pengaturan tekanan darah dipengaruhi oleh kontrol curah jantung dan resistensi perifer

Hal yang mendasari pengaturan tekanan darah memang curah jantung dan
resistensi perifer, tapi kedua hal ini juga dipengaruhi oleh banyak factor.
Tubuh sendiri juga mempunyai sistem penyesuaian jika ada perubahan
tekanan darah. Dua penyesuian itu adalah
1. Penyesuaian jangka pendek ( dalam beberapa detik )
-mengubah curah jantung dan resistensi perifer
-dipengaruhi oleh baroreseptor, sistem saraf otonom, arteri dan vena
Baroreseptor yang berperan ada 2 yaitu baroreseptor lengkung aorta dan
baroreseptor sinus karotikus :

2. Penyesuaian jangka panjang ( dalam beberapa menit - hari )


-penyesuaian volume darah total dengan memulihkan keseimbangan garam dan air mel
alui mekanisme urin, sistem renin angiotensin aldosteron
4. FISIOLOGI CARDIAC OUTPUT
Cardiac Output atau curah jantung adalah volume darah yang dipompakan dari
ventrikel kiri menuju aorta setiap menitnya. Jumlah curah jantung dapat diartikan
sebagai curah sekuncup dikalikan denyut jantung setiap menitnya. Laki-laki dewasa
sehat memiliki curah jantung sebanyak 5,6 liter, sedangkan wanita dewasa sehat
memiliki curah jantung sebanyak 4,9 liter.

Cardiac Output = Frekuensi Jantung x Volume sekuncup

Dua alat dasar yang digunakan untuk mengatur CARDIAC OUTPUT yang
dipompakan oleh jantung adalah,
1. Pengaturan Intrinsik Pompa Jantung (Mekanisme Frank Starling) Volume
Sekuncup
Ketika volume yang masuk ke atrium kiri melalui vena cava besar, maka
volume darah yang memasuki ventrikel kiri pun akan besar. Ketika volume
darah yang masuk ke ventrikel kiri besar, maka otot-otot jantung akan meregang
lebih daripada biasanya, sehingga curah jantun yang dipompa oleh ventrikel kiri
pun akan besar.
Ada 3 faktor yang mempengaruhi besar volum sekuncup yaitu :
a. Beban Awal
Adalah derajat peregangan serabut miokardium segera sebelum kontraksi.
Derajat peregangan ini bergantung pada volum darah yang meregangkan
ventrikel pada akhir diastol.
Mekanisme ini dinyatakan dalan mekanisme Frank Starling, yang
menyatakan bahwa semakin besar kekuatan kontraksi saat dastolik maka
semakin besar kekuatan kontraksi saat sistol. Sehingga meningkatkan volume
sekuncup.
b. Beban Akhir
Adalah tegangan serabut miokardium yang harus terbentuk untuk kontraksi
dan pemompaan darah.
Faktor yang mempengaruhi dijelaskan dalam versi sederhana persamaan
Laplace = tegangan dinding sebanding dengan tekanan intraventrikel dan
ukuran ventrikel dan berbanding terbalik dengan ketebalan dinding ventrikel
c. Kontraktilas
Adalah perubahan kekuatan kontraksi yang terbentuk, yang terjadi tanpa
perubahan panjang serabut miokardium. Peningkatan kontraktilitas
merupakan hasil intensifikasi hubungan jembatan penghubung pada sarkomer
yang berkaitan dengan konsentrasi ion Ca 2+.Konsentrasi miokardium secara
langsung sebanding dengan jumlah kalsium intrasel. Peningkatan denyut
jantung dapat meningkatkan kekuatan kontraksi. Bila jantung berdenyut lebih
sering, kalsium akan tertimbun lebih banyak dalam sel jantung sehingga
terjadi peningkatan kekuatan kontraksi. Kekuatan kontraksi ini akan
meningkatkan volume sekuncup dan cardiac output.

2. Pengendalian Frekuensi Denyut Jantung dan kekuatan Pemompaan


Jantung oleh Saraf Otonom
Frekuensi jantung sebagian besar berada di bawah pengaturan ekstrinsik
SSO yang terdiri dari saraf simpatis dan saraf parasimpatis. Kedua saraf tersebut
akan mempersarafi SA node dan AV node dan kemudia mempengaruhi
kecepatan dan frekuensi hantaran impuls.
Saraf parasimpatis akan mengurangi frekuensi denyut jantung dan saraf
simpatis akan mempercepat denyut jantung. Namun pada saat istirahat saraf
yang bekerja dominan adalah saraf parasimpatis.

a. Mekanisme eksitasi Jantung oleh Saraf Simpatis


Perangsangan simpatis yang kuat terhadap jantung dapat meningkatkan
frekuensi denyut jantung pada manusia dewasa muda dari frekuensi normal
70 kali per menit menjadi 120 sampai 180 kali dan walau pun jarang terjadi
bisa mencapai 250 kali permenit. Selain itu perangsangan simpatis juga
akan menambah kekuatan kontraksi jantung, sehingga curah jantung akan
semakin besar.
Dalam keadaan normal, saraf simpatis akan melepaskan sinyal untuk
mempertahankan 30 persen lebih tinggi aktivitas jantung tanpa
perangsangan. Jadi ketika dihambat akan menurunkan frekuensi denyut dan
kemampuan kontraktilitas sebesar 30 %.
b. Perangsangan Parasimpatis oleh Jantung
Perangsangan parasimpatis pada jantung melalui saraf Vagus.
Perangsangan sarap simpatis yang kuat terhadap jantung dapat
menghentikan denyut jantung selama beberapa detik, tetapi pada saat itu,
jantung masih bisa mengatasinya dengan berdenyut 20 sampai 40 kali per
menit.
Perangsangan parasimpatis sebenarnya sangan berpengaruh terhadap
pengurangan frekuensi denyut jantung daripada pengurangan daya
kontraktilitas jantung itu sendiri.

Faktor faktor yang mempengaruhi curah jantung :


Aktivitas berat, memperbesar Curah Jantung 25L / menit. Pada atlit mencapai
35L / menit.
Aliran balik vena ke jantung. Jantung mampu menyesuaikan output dengan
inputnya berdasarkan :
a) Peningkatan aliran balik vena akan meningkatkan volume akhir diastolic,
b) Peningkatan akhir diastolic akan mengembangkan serabut miokardial
ventrikel,
c) Hukum Frank-Starling , semakin banyak serabut otot jantung
mengembang pada permulaan kontraksi, semakin banyak isi ventrikel,
sehingga daya kontraksi semakin besar.
5. KLASIFIKASI
Secara praktis krisis hipertensi dapat diklasifikasikan berdasarkan prioritas pengobatan,
sebagai berikut:
1. Hipertensi Esensial atau Hipertensi Primer
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah naiknya tekanan pada pembuluh
darah arteri. Hipertensi terutama diakibatkan oleh dua faktor utama, yang dapat
hadir secara independen atau bersama-sama, yaitu :
a. Daya pompa jantung dengan kekuatan yang besar.
b. Pembuluh darah kecil (arteriol) menyempit, sehingga aliran darah memerlukan
tekanan yang besar untuk melawan dinding pembuluh darah tersebut.
Beberapa ahli kardiovaskular telah mengkategorikan hipertensi, yaitu hipert
ensi primer dan hipertensi sekunder. Hipertensi primer atau esensial atau pula hipert
ensi idiopatik adalah hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya. Hipertensi jenis i
ni merupakan 95% kasus hipertensi yang banyak terjadi di masyarakat. Hipertensi i
ni merupakan proses kompleks dari beberapa organ utama dan sistem, meliputi jant
ung, pembuluh darah, saraf, hormon dan ginjal.
a. Epidemiologi
Hipertensi esensial mulai terjadi seiring bertambahnya umur. Pada populasi
umum, pria lebih banyak yang menderita penyakit ini dari pada wanita (39%
pria dan 31% wanita). Prevalensi hipertensi primer pada wanita sebesar 22%-
39% yang dimulai dari umur 50 sampai lebih dari 80 tahun, sedangkan pada
wanita berumur kurang dari 85 tahun prevalensinya sebesar 22% dan meningkat
sampai 52% pada wanita berumur lebih dari 85 tahun.
Dari 25% pria dan 18% wanita penderita hipertensi, tidak menyadari bahwa
mereka mengidap hipertensi. Bagi mereka yang menyadari, 82%nya menjalani
pengobatan terhadap penyakitnya. Sedangkan dari semua penderita hipertensi,
hanya 46% yang mempunyai hipertensi terkontrol. Untuk kedua jenis kelamin,
perbandingan hipertensi terkontrol menurun seiring bertambahnya umur,
sedangkan perbandingan hipertensi yang tidak terkontrol yang menjalani
pengobatan bertambah seiring bertambahnya umur. Untuk pria, perbandingan
penderita yang sadar menderita hipertensi (diobati atau tidak diobati) juga
menurun seiring bertambahnya umur.
b. Gejala
Pada sebagian besar penderita hipertensi tidak menimbulkan gejala, meskipun
secara tidak sengaja beberapa gejala bisa muncul bersamaan dan dipercaya
berhubungan dengan hipertensi. Gejala tersebut adalah :
Sakit kepala
Leher cengeng
Perdarahan dari hidung (mimisan)
Wajah kemerahan dan kelelahan
Mual
Muntah
Gelisah
Pandangan kabur.
c. Faktor Risiko
Faktor resiko sendiri terdapat dua macam, yang tidak dapat diubah dan dapat
diubah.
Faktor risiko yang tidak dapat diubah;
1. Genetis, yang biasa disebut sebagai faktor keturunan. Jika ada diantara
keluarga anda yang mempunyai hipertensi, hal tersebut membuka peluang
anda untuk menderita hipertensi semakin besar.
2. Usia, pada usia antara 30 dan 65 tahun, tekanan sistolik meningkat rata-rata
sebanyak 20mm/Hg dan terus meningkat setelah usia 70 tahun. Faktor usia,
menjelaskan hipertensi sistolik terisolasi dan dihubungkan dengan
peningkatan periferal vascular resistance (hambatan aliran darah dalam
pembuluh darah perifer) dalam arteri.
3. Jenis Kelamin. Pria sering mengalami tanda-tanda hipertensi pada usia akhir
tiga puluhan, sedangkan wanita sering mengalami hipertensi setelah
menopause. Tekanan darah pada wanita, khususnya sistolik, meningkatkan
lebih tajam sesuai usia. Setelah usia 55 tahun wanita memang mempunyai
risiko lebih tinggi untuk menderita hipertensi. Salah satu penyebab
terjadinya pola tersebut adalah perbedaan hormon kedua jenis kelamin.
Produksi hormone esterogen menurun saat menopause wanita kehilangan
efek menguntungkannya sehingga tekanan darah meningkat.
4. Ras, orang Afrika-Amerika menunjukan tingkat hipertensi lebih tinggi
dibanding populasi lain dan cenderung berkembang lebih awal dan agresif.
Mereka memiliki peluang hampir dua kali lebih besar untuk mengalami
stroke yang fatal. Hipertensi merupakan penyebab kematian nomor satu
pada orang Afrika-Amerika.
Faktor Risiko yang dapat diubah ;
1. Merokok. Tekanan darah perokok melonjak berkali-kali sepanjang hari,
seperti penderita hipertensi labil (tekanan darah sering melonjak saat
merespon stress sehari-hari). Tembakau dapat menurunkan suplai oksigen
tubuh, menurunkan level HDL (high density lipoprotein) atau kolestrol baik
dan membuat platelet darah lebih memungkin untuk tetap bersatu dan
membentuk gumpalan yang dapat memicu serangan jantung atau stroke.
2. Obesitas. Kelebihan berat badan dan hipertensi sering berjalan beriringan,
karena tambahan beberapa kilogram membuat jantung bekerja lebih keras.
Obesitas bila berat badan lebih dari 20% berat badan ideal Body Weight
(IBW). Orang dengan kelebihan lemak di atas pinggul disebut bentuk apel
lebih berisiko hipertensi, kolestrol tinggi dan diabetes.
3. Gaya hidup malas (kurang gerak). Orang yang sering duduk secara
signifikasi lebih mungkin mengalami hipertensi dan serangan jantung.
Jantung semakin kuat dengan berolahraga rutin, jantung yang kuat akan
memompa darah lebih efisien. Keuntungan kardiovaskular lain berkat
olahraga adalah menurunkan berat badan, meningkatkan level HDL, dan
menurunkan trigliserida (lemak dari makanan yang menjadi bagian dari
sirkulasi darah dalam aliran darah)
4. Kelebihan garam. Hampir 50% orang memiliki hipertensi sensitive terhadap
garam, yang berarti terlalu banyak mengkonsumsi garam langsung
menaikkan tekanan darah mereka.
5. Kafein. Asupan kafein dalam jumlah normal (kurang dari 100mg per hari)
menyebabkan hipertensi.
6. Penggunaan Alkohol, wanita dengan hipertensi boleh minum alcohol tidak
lebih dari 1 kali per hari dan pria tidak lebih dari dua kali.
7. Stres, keadaan seperti ini jelas memainakan peranan dalam hipertensi, bila
level stress menurun tekanan darah akan menurun juga.

2. Hipertensi Sekunder
a. Hipertensi Renovaskular
Hipertensi renovaskular adalah salah satu bentuk hipertensi sekunder.
Prevalensi yang pasti belum diketahui, diperkirakan sekitar 5% dari seluruh
populasi hipertensi dan merupakan penyebab terbanyak dari hipertensi sekunder.
Menurut Maxwell dan Prozan pada 1976, hipertensi renovaskular adalah hipertensi
yang disebabkan oleh obstruksi satu atau kedua arteri renalis utama atau cabangnya,
yang dapat sembuh dengan operasi rekronstruksi vaskular atau nefrektomi.
a. Etiologi
1. Kongenital
a. Hiperplasia fibromuskular
b. Stenosis aorta abdominalis
c. Aneurisma a. renalis
d. Fistula arteriovenosa ginjal
2. Didapat
a. Arteriosklerosis: a. renalis dan aorta (dengan trombus)
b. Trombosis atau emboli a. renalis (dengan atau tanpa infark)
c. Arteritis a. renalis
d. Trauma arteri renalis (dengan trombosis, hematom perirenal, fistula
arteriovenosa, dan penyumbatan oleh benda asing)
e. Tumor atau fibromatosis a. renalis

b. Patofisiologi
Peranan sistem renin angiotensin, Penelitian terhadap binatang percobaan
menunjukkan hipertensi renovaskular secara khas dapat dibagi menjadi dua, yaitu
yang tergantung pada renin (renin dependency) dan yang tergantung pada volume
(volume dependency). Penelitian terhadap manusia juga menunjukkan hal yang
sama. Pertama, aktivitas renin plasma biasanya normal atau tinggi, tetapi tidak
pernah menjadi rendah pada pasien hipertensi renovaskular. Kedua, gambaran
sekresi renin dari ginjal yang iskemik dan kontralateral mirip seperti apa yang
ditemukan secara eksperimental pada hipertensi Goldblat, yang terjadi hipersekresi
pada ginjal unilateral dan supresi pada ginjal kontralateral. Ketiga, pada pasien
dengan stenosis arteri renalis, bila dilakukan operasi untuk menghilangkan stenosis
atau pengobatan dengan penghambat Angiotensin Converting Enzim (ACE) maka
tekanan darah akan terkendali mendekati nilai normal. Keempat, curah jantung
(cardiac output) akan meningkat pada pasien dengan stenosis a. renalis bilateral
atau unilateral.

c. Gambaran Klinis
Butuh anamnesis yang jelas dan evaluasi yang baik untuk membedakan mana
yang lebih dulu hipertensi atau penyakit renovaskulernya. Gejala dari hipertensi
renovaskuler :
Nyeri perut dan pinggang disertai timbulnya hipertensi
Hipertensi mendadak pada penderita di bawah 30 tahun
Tidak ada riwayat hipertensi pada keluarga
Ada riwayat merokok
Pemeriksaan fisik : Terdengar bising vaskuler (bruit) di daerah perut atau
kostovetebral.

Pemeriksaan laboratorium : Hiperaldosteronism, meningkatnya plasma rennin,


proteinuria.

d. Penatalaksanaan
Pembedahan yaitu rekostruksi arteri
Medikamentosa untuk memperlambat progresivitas arteri renalis dan
mengurangi efek hemodinamik, penghambat ACE.

b. Hipertensi Endokrin
Hipertensi akibat gangguan endokrin, yakni
1. Kelainan kelenjar tiroid atau hipertiroidisme,
2. Adanya tumor pada adrenal,
3. Tingginya kortisol.

c. Hipertensi pada kehamilan


Hipertensi pada kehamilan menjadi penyebab utama meningkatnya angka
morbiditas dan mortalitas ibu dan janin.

Fisiologi Kehamilan Normal


Selama kehamilan normal terdapat perubahan perubahan dalam sistem
kardiovaskuler, renal, dan endokrin. Perubahan perubahan tersebut akan berbeda
dengan respon patologis yang timbul pada kehamilan dengan hipertensi. Sistem
Kardiovaskuler :
a. Tekanan arteri sistemik
Pada kehamilan trimester kedua akan terjadi penurunan tekanan sistolik rata
rata 5 mmHg dan diastolik 10 mmHg, yang selanjutnya meningkat pada
trimester ketiga sampai normal, hal ini dapat ditentukan apakah ibu tersebut
hipertensi dari kenaikan tekanan darahnya.
Selama persalinan tekanan darah akan naik cepat. Hal ini berhubungan
dengan rasa sakit dan meningkatnya beban awal akibat ekspulsi darah pada
kontraksi uterus. Tekanan darah juga meningkat pada 4 5 hari setelah
persalinan, dengan peningkatan sistole 4 mmHg dan diastole 6 mmHg.
b. Curah Jantung
Pada keadaan istirahat, curah jantung akan meningkat 40% dalam
kehamilan. Perubahan tersebut terjadi pada usia 8 minggu dan mencapai
puncaknya pada minggu ke 20-30. Pada kehamilan cukup bulan, curah jantung
akan menurun sampai batas normal dengan pemeriksaan ekokardiografi.
c. Tahanan Perifer
Tahanan perifer akan menurun pada usia kehamilan trimester pertama, hal
ini disebabkan oleh meningkatnya aktifitas sistem renin-angiotensin-aldosteron
dan juga sistem saraf simpatik.
d. Volume darah
Pada kehamilan, volume darah yang beredar akan meningkat 40%.
Mekanismenya tidak diketahui, mungkin disebabkan vasodilatasi atau karena
retensi Na.
Meningkatnya volume darah menyebabkan kadar hemoglobin dan
viskositas dari darah menurun. Sehingga akan menyebabkan terjadinya
penurunan tekanan osmotik plasma darah yang menyebabkan peningkatan
cairan ekstraseluler sehingga timbul edema perifer yang biasa timbul pada
kehamilan normal.

Klasifikasi Hipertensi Pada Kehamilan :


a. Hipertensi kronis terjadi sebelum hamil atau sebelum 20 minggu kehamilan.
Batas tekanan darahnya melebihi 140/90 mmHg dan tidak ditemukan
proteinuria serta kadar asam urat yg tinggi dalam serum.
b. Preeklampsia dan eklampsia terjadi setelah 20 minggu kehamilan. Batas
tekanan darahnya melebihi 140/90 mmHg dan ditemukan proteinuria serta asam
urat yang tinggi dalam serum.
c. Preeklampsia pada hipertensi kronis terjadi sebelum hamil atau 20 minggu
kehamilan dan disertai proteinuria dan peningkatan asam urat yang tinggi dalam
serum.
d. Hipertensi transien terjadi pasca persalinan. Gejala sama dengan
preeklampsia dan hipertensi kronis.

Pengobatan Medikamentosa
a. Simpatolitik Sentral
Contoh : Metildopa dan klonidin dipakai pada kasus ringan, efek samping
sering terjadi.
b. Penyekat reseptor beta
Contoh :
- Oxprenolol cukup aman, dapat dipakai bersama prazosin dan hidralazin.
- Atenolol untuk kasus ringan dan berat ; mencegah preeklampsia, sedikit
efek samping dan aman ; menyebabkan bradikardi pada janin.
- Pindonolol sangat berguna pada kasus ringan dan berat ; tidak
menimbulkan bradikardi pada janin.
- Metroprolol pengalaman terbatas, tetapi cukup aman dan efektif.
- Sotalol pada kasus aritmia
- Acebutolol dan propanolol menyebabkan pertumbuhan janin terhambat. \
c. Penyekat reseptor alfa
Contoh : prazosin dipakai bila tidak dapat memakai penyekat reseptor beta.
d. Penyekat alfa dan beta
Contoh : labetolol cukup aman, bisa diberikan intravena pada hipertensi
berat.
e. Vasodilator perifer
Contoh : hidralazin dan nifedipin.

d. Hipertensi karena efek obat


1. Kortikosteroid
Trias efek samping, yaitu hiperglikemia, osteoporosis, dan hipertensi.
- Kortikosteroid menyebabkan hiperglikemia melalui peningkatan
glukoneogenesis hati dan penurunan ambilan glukosa oleh jaringan perifer.
Kortikosteroid juga meningkatkan resistensi insulin melalui penurunan
kemampuan adiposa dan hepatosit untuk berikatan dengan insulin.
Hiperglikemia terkait pemberian kortikosteroid bersifat reversibel, gula darah
akan kembali normal setelah penghentian kortikosteroid. Pasien yang menerima
kortikosteroid oral memiliki risiko lebih besar untuk mengalami hiperglikemia.
Selain itu, suatu meta-analisis menunjukkan bahwa diabetes ditemukan empat
kali lebih sering pada kelompok yang menerima kortikosteroid di bandingkan
plasebo.
- Kortikosteroid menyebabkan penurunan kadar kalsium darah melalui
penghambatan absorbsi kalsium oleh usus halus dan peningkatan ekskresi
kalsium di urin. Kadar kalsium darah yang rendah menstimulasi sekresi hormon
paratiroid sehingga terjadi peningkatan aktivitas osteoklas dan absorbsi tulang.
Hal itu ditujukan untuk memperbaiki keseimbangan kalsium serum, namun
menyebabkan penurunan densitas tulang. Kecepatan penurunan densitas tulang
lebih tinggi pada enam bulan pertama terapi (sebesar 10%) dan menurun
setelahnya (2-5% per tahun). Kortikosteroid juga menghambat aktivitas
osteoblas dan menginduksi apoptosis osteoblas serta osteosit sehingga terjadi
osteoporosis. Osteoporosis terutama terjadi pada pasien yang menerima
kortikosteroid dengan dosis yang setara denagn prednison >5 mg/hari. Oleh
sebab itu, pengukuran densitas tulang dianjurkan untuk pasien yang akan
menerima kortikosteroid dengan dosis ekuivalen prednison > 7,5 mg/hari
selama lebih dari 1-3 bulan. Selain osteoporosis, efek samping lain yang sering
ditemukan adalah nekrosis avaskular, terutama pada kaput tulang femur.
Nekrosis avaskular disebabkan oleh pembentukan emboli pembuluh darah,
hiperviskositas darah dan pelepasan faktor sitotoksik yang mengganggu perfusi
tulang dan menyebabkan terjadinya osteonekrosis. Peningkatan volume plasma
terjadi melalui ikatan antara kortikosteroid dengan reseptor pada sel epitel renal
distal tubular. Ikatan tersebut menyebabkan peningkatan reabsorbsi
- Natrium dan retensi cairan sehingga volume plasma bertambah dan
meningkatkan tekanan darah. Hipertensi akibat pemberian kortikosteroid
bergantung pada dosis dan lama pemberian. Hipertensi umumnya ditemukan
pada pasien yang menerima kortikosteroid dengan dosis ekuivalen prednison
>20 mg/hari.

2. Kontrasepsi
Penggunaan pil kontrasepsi merupakan penyebab tersering terjadinya hipertensi
sekunder. Walaupun derajat hipertensinya ringan, biasanya menetap bila
penggunaan obat ini dihentikan. Pada pemakai pil kontrasepsi, kekerapan hipertensi
selama 5 tahun adalah 5%. Bila pil dihentikan tekanan darah akan kembali normal
pada setengah kasus dalam 3 sampai 6 bulan. Kemungkinan hipertensi ialah akibat
volume ekspansi karena system renal-aldosteron. Penggunaan kombinasi diuretic
dan spironolakton dapat dipertimbangkan jika tekanan darah tidak kembali normal
setelah penghentian obat.

e. Hipertensi gangguan saraf


Merupakan hipertensi yang disebabkan oleh rangsangan yang kuat pada sistem saraf
simpatis. Contohnya apabila seseorang menjadi begitu terangsang karena alasan
apapun atau bila saat sedang gelisah, maka sistem simpatis akan sangat terangsang
yang menimbulkan vasokonstriksi perifer di setiap tempat dalam tubuh dan
terjadilah hipertensi akut.
Hipertensi neurogenik juga bisa disebabkan oleh baroreseptor yang dipotong atau
bila traktus solitarius yang terdapat pada setiap sisi medula oblongata dirusak.
Hilangnya sinyal saraf normal dari baroreseptor secara mendadak memiliki
pengaruh yang sama pada mekanisme pengaturan tekanan oleh saraf seperti
pengurangan tekanan arteri pada aorta dan arteri karotis secara mendadak.
Akibatnya pusat vasomotor tiba-tiba menjadi sangat aktif dan tekanan arteri rata-
rata meningkat, namun dalam beberapa hari tekanan akan kembali normal. Oleh
sebab itu, hipertensi neurogenik termasuk hipertensi akut.

f. Hipertensi karena koartasio aorta


Keadaan dimana terjadinya penyempitan aorta yang bisa terjadi dimana
saja di sepanjang aorta. Lokasi penyempitan yang paling sering terjadi adalah di
dekat persambungan antara duktus arteriosus dengan aorta. Biasa terjadi setelah
aorta yang mempercabangi pembuluh darah atas dan sebelum aorta yang
mempercabangi pembuluh darah bawah.
a. Etiologi
Tidak diketahui secara pasti namun secara umum bisa terjadi secara kongenital.
Bayi dengan kondisi koartasio aorta akan mengalami trauma dan atherosklerosis
berat yang bisa menyebabkan sianosis dan kematian.
b. Gejala
- Sering tidak muncul gejala apabila koartasio aorta masih ringan dan tidak
disebabkan karena penyakit kongenital
- Bila koartasio aorta sudah semakin berat akan muncul beberapa gejala seperti
pusing, kram, nyeri, kaki atau tungkai terasa dinginm, sesak napas, lemas otot,
hingga pingsan. Selain itu juga dapat menyebabkan tekanan darah terlokalosir di
bagian ekstremitas atas.
c. Diagnosis
- Tekanan darah di lengan lebih tinggi daripada tekanan darah di kaki dengan
perbedaan yang signifikan. Normalnya perbandingan antara tekanan darah
sistolik ekstremitas bawah dengan tekanan darah sistolik ekstremitas atas lebih
dari 93%.
- Denyut nadi femoralis melemah
- Murmur
- Gagal jantung
- Regurgitasi aorta
d. Komplikasi
Koartasio aorta dapat menyebabkan hipertensi karena terjadi penyempitan pada
aorta sehingga darah akan melewati ruang yang lebih sempit daripada biasanya
dan hal ini yang menyebabkan tekanan darah menjadi lebih tinggi.

3. Hipertensi Pulmonal
Hipertensi pulmonal adalah peningkatan resistensi vaskular pulmonal yang
menyebabkan menurunnya fungsi ventrikel kanan oleh karena peningkatan afterload
ventrikel kanan. Pasien dengan HTP berkepanjangan mempunyai morbiditas dan
mortalitas yang lebih tinggi dari pada kondisi kausatif yang menyebabkan HTP itu
sendiri.
a. Etiologi
Penyebab tersering dari hipertensi pulmonal adalah gagal jantung kiri. Hal ini
disebabkan karena gangguan pada bilik kiri jantung akibat gangguan katup
jantung seperti regurgitasi (aliran balik) dan stenosis (penyempitan) katup
mitral. Manifestasi dari keadaan ini biasanya adalah terjadinya edema paru
(penumpukan cairan pada paru).
Penyebab lain hipertensi pulmonal antara lain adalah : HIV, penyakit autoimun,
sirosis hati, anemia sel sabit, penyakit bawaan dan penyakit tiroid. Penyakit
pada paru yang dapat menurunkan kadar oksigen juga dapat menjadi penyebab
penyakit ini misalnya : Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK), penyakit paru
interstitial dan sleep apnea, yaitu henti nafas sesaat pada saat tidur.

Pathway of pulmonal arterial hypertension

Kerusakan/sumbatan jaringan Vaskuler paru



Peningkatan aliran darah

Peningkatan tekanan arteri pulmonal

Tahanan Vaskular pulmonal meningkat

Kontriksi arteri pulmonal Penurunan jaringan vaskular pulmo

Peningkatan tahanan dan tekanan pulmonal


Nyeri dada midsternum Overload ventrikel kanan

Hipertrofi ventrikel kanan

Gangguan pola tidur Kegagalan ventrikel kanan

Gangguan sirkulasi CO2

Gangguan Transport darah non O2 dari partikel

Kanan jantung ke paru Gagal jantung kanan

Gangguan difusi O2 Gangguan pertukaran gas

Sesak nafas (dyspneu) Ansietas


Intoleransi aktifitas

b. Klasifikasi :
- Hipertensi pulmonal primer atau Hipertensi Arteri Pulmonal Idiopatik adalah
hipertensi pulmonal yang tidak diketahui penyebabnya. Hipertensi pulmonal
primer yang sekarang dikenal dengan hipertensi arteri pulmonal idiopatik
(IPAH) adalah hipertensi arteri pulmonal (HAP) yang secara histopatologi
ditandai dengan lesi angioproliferatif fleksiform sel-sel endotel, muskularis
arteriol-arteriol prekapiler, proliferasi sel-sel intima dan penebalan tunika media
yang menyebabkan proliferasi sel-sel otot polos vaskuler. Sehingga
meningkatkan tekanan darah pada cabang-cabang arteri kecil dan meningkatkan
tahanan vaskuler dari aliran darah di paru.
- Hipertensi pulmonal sekunder adalah hipertensi pulmonal yang disebabkan oleh
kondisi medis lain.
c. Patologi
Arteri pulmonalis normal merupakan suatu struktur complaint dengan sedikit
serat otot, yang memungkinkan fungsi pulmonary vaskuler bed sebagai sirkuit
yang low pressure dan high flow. Progresif dan penipisan arteri pulmonalis
akibat tekanan yang meningkat, yang secara gradual meningkatkan tahanan
pulmonal yang pada akhirnya menyebabkan strain dan gagal ventrikel kanan.
d. Manifestasi Klinis
Gejala HTP yang paling sering adalah dispneu saat aktifitas, fatique dan sinkop
merupakan refleksi ketidakmampuan menaikkan curah jantung selama aktifitas.
Angina tipikal juga dapat terjadi meskipun arteri koroner normal tetapi nyeri
dada disebabkan oleh karena peregangan arteri pulmonal atau iskemia ventrikel
kanan.

Gejala Tanda

Dypsnea saat aktivitas Distensi vena jugularis

Fatigue Impuls ventrikel kanan berlebihan

Sinkop Komponen katup paru menguat (P2)

Nyeri dada S3 jantung kanan

Hemoptisis Murmur trikuspid

Fenomena Raynaulds Hepatomegali

Edema pulmonal

Pasien HTP dapat berkembang menjadi gagal jantung kanan dengan gambaran
kongesti vena sistemik, efusi pleura dan asites. Hal inilah yang menyebabkan
menurunnya tekanan arteri sistemik dan hipotensi intradialisis.

4. Hipertensi Keadaan Khusus


a. Hipertensi pada lansia
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan
sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada populasi lansia,
hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan
diastolik 90 mmHg (Rohaendi, 2008).
Menurut Sutanto (2009), penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah
terjadinya perubahan-perubahan pada :
a. elastisitas dinding aorta menurun;
b. katup jantung menebal dan menjadi kaku;
c. kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah
berumur 20 tahun, kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan
menurunnya kontraksi dan volumenya;
d. kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karena kurangnya
efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi;
e. meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer

b. Hipertensi krisis
Hipertensi krisis adalah keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan darah
yang sangat tinggi dengan kemungkinan timbulnya atau telah terjadi kelainan organ
target (otak, mata (retina), ginjal, jantung, dan pembuluh darah). Pada umumnya
krisis hipertensi terjadi pada pasien hipertensi yang tidak atau lalai memakan obat
antihipertensi.
a. Klasifikasi
Berdasarkan prioritas pengobatan :
1. Hipertensi emergensi / emergency hipertension (darurat) ditandai dengan TD
Diastolik > 120 mmHg, disertai kerusakan berat dari organ sasaran yang bersifat
progresif yang disebabkan oleh satu atau lebih penyakit/kondisi akut. Tekanan
darah harus diturunkan dengan segera (dalam menit sampai jam), keterlambatan
pengobatan akan menyebebabkan timbulnya sequele atau kematian. Penderita
perlu dirawat di ruangan intensive care unit.
2. Hipertensi urgensi / urgency hipertension (mendesak), TD diastolik > 120
mmHg dan dengan tanpa kerusakan/komplikasi minimum dari organ sasaran,
sehingga penurunan tekanan darah dapat dilaksanakan lebih lambat (dalam
hitungan jam sampai hari).

Istilah berkaitan dengan Krisis hipertensi :


1. Hipertensi refrakter : respons pengobatan tidak memuaskan dan TD >
200/110 mmHg, walaupun telah diberikan pengobatan yang efektif (triple drug)
pada penderita dan kepatuhan pasien.
2. Hipertensi akselerasi : TD meningkat (Diastolik) > 120 mmHg disertai
dengan kelainan funduskopi KW III. Bila tidak diobati dapat berlanjut ke fase
maligna.
3. Hipertensi maligna : penderita hipertensi akselerasi dengan TD Diastolik >
120 130 mmHg dan kelainan funduskopi KW IV disertai papil edema,
peninggian tekanan intrakranial kerusakan yang cepat dari vaskular, gagal ginjal
akut, ataupun kematian bila penderita tidak mendapat pengobatan. Hipertensi
maligna, biasanya pada penderita dengan riwayat hipertensi essensial ataupun
sekunder dan jarang terjadi pada penderita yang sebelumnya mempunyai TD
normal.
4. Hipertensi ensefalopati : kenaikan TD dengan tiba-tiba disertai dengan
keluhan sakit kepala yang sangat, perubahan kesadaran dan keadaan ini dapat
menjadi reversible bila TD diturunkan. Ada 2 teori yang dianggap dapat
menerangkan timbulnya hipertensi ensefalopati yaitu :
a. Teori Over Autoregulation dengan kenaikan TD menyebabkan spasme
yang berat pada arteriole mengurangi aliran darah ke otak (CDF) dan iskemi.
Meningginya permeabilitas kapiler akan menyebabkan pecahnya dinding
kapiler, udema di otak, petekhie,pendarahan dan mikro infark.
b. Teori Breakthrough of Cerebral Autoregulation bila TD mencapai threshold
tertentu dapat mengakibtakan transudasi, mikoinfark dan oedema otak, petekhie,
hemorhages, fibrinoid dari arteriole. Aliran darah ke otak pada penderita
Hipertensi kronis tidak mengalami perubahan bila Mean Arterial Pressure (
MAP ) 120 mmHg 160 mmHg, sedangkan pada penderita hipertensi baru
dengan MAP diantara 60 120 mmHg. Pada keadaan hiperkapnia, autoregulasi
menjadi lebih sempit dengan batas tertinggi 125 mmHg sehingga perubahan
yang sedikit saja dari TD menyebabkan asidosis otak akan mempercepat
timbulnya oedema otak.

Penderita hipertensi kronis dapat mentolerir kenaikan TD yang lebih tinggi


dibanding dengan normotensi, sebagai contoh : pada penderita hipertensi kronis,
jarang terjadi hipertensi ensefalopati, gangguan ginjal dan kardiovaskular dan
kejadian ini dijumpai bila TD Diastolik > 140 mmHg. Sebaliknya pada
penderita normotensi ataupun pada penderita Hipertensi baru dengan
penghentian obat yang tiba-tiba, dapat timbul Hipertensi ensefalopati demikian
juga pada eklampsi, hipertensi ensefalopati dapat timbul walaupun TD 160/110
mmHg.

b. Komplikasi
- Kelainan retina merupakan penyulit penting pada krisis hipertensi. Pada
umumnya terjadi eksudat, perdarahan, dan papil bentung yang bisa
menyebabkan kebutaan.
- Pada ginjal bisa terjadi kerusakan progresif karena atrofi iskemik dari
nefron. Hal ini disebabkan karena nekrosis fibrinoid arteriol dan proliferasi
sel-sel intima pada arteri interlobular. Akibatnya ialah menurunnya GFR dan
aliran darah ginjal.
- Ensefalopati hipertensi disertai kelainan retina yang berat. Gejala-gejala
ensefalopati seperti nyeri kepala hebat, muntah, konvulsi, stupor, dan koma
disebabkan karena spasme pembuluh darah otak dan edema otak. Terdapat
pula dilatasi arteri-arteri otak dan nekrosis fibrinoid dari arteriol yang luas.
Dilatasi arteri ini disebabkan gagalnya sistem autoregulasi sirkulasi otak,
sehingga aliran darah otak meningkat dan menyebabkan edema otak.
- Perdarahan otak biasanya disebabkan oleh karena tekanan darah yang tinggi
dan disertai adanya mikroaneurisma pembuluh darah otak.
- Kenaikan tekanan darah menyebabkan peningkatan preload pada ventrikel
kiri, sehingga terjadi payah jantung sering dalam bentuk edema paru.
- Pada penderita yang sebelumnya sudah mempunyai gangguan sirkulasi
koroner, maka peningkatan tekanan darah dapat menyebakan insufisiensi
koroner akut. Hal ini disebabkan karena meningkatnya preload
menyebabkan kebutuhan oksigen oleh miokard meningkat, sehingga terjadi
iskemia miokard akut.
- Pada arteri kecil dan arteriol terjadi nekrosis fibrinoid, yang berperan
penting dalam timbulnya kerusakan target organ. Penyulit berbahaya yang
terjadi pada aorta adalah diseksi aorta. Di sini terjadi robekan pada intima
aorta yang disertai masuknya darah ke dalam dinding aorta sehingga intima
terlepas dari dindingnya.

5. Hipertensi Sistolik Terisolasi


Disebabkan oleh umur, mengkonsumsi tembakau, diabetes, dan diet yang salah.
Pada hipertensi ini arteri menjadi kaku sehingga tekanan sistolik meningkat
sedangkan tekanan diastolic normal.

6. Hipertensi Resisten
Hipertensi yang sudah tidak dapat diobati dengan obat-obatan hipertensi
biasanya.
7. White Coat Hipertensi
Dikarenakan factor psikologis pasien yang tekanan darahnya tiba-tiba meninggi
ketika berada di rumah sakit atau bertemu dengan tenaga kesehatan. Pada
dasarnya tipe hipertensi ini tidak perlu diobati.

8. Hipertensi Maligna
Hipertensi yang memerlukan penurunan tekanan darah segera (dalam hitungan
menit-jam) untuk menghindari kelainan organ target yang menetap seperti
enselopati, perdarahan intracranial, edema paru, dan kebutaan.

9. Hipertensi emergensi (darurat)


ditandai dfengan td Diastolik > 120mmHg, disertai kerusakan berat dari organ
sasaran yang disebabkan oleh satu atau lebih penyakit/ kondisi akut.
Keterlambatan pengobatan akan menyebabkan timbulnya sequele atau
kematian. TD harus diturunkan sampai batas tertentu dalam satu sampai beerapa
jam. Penderita perlu dirawat diruangan ibntensive care unit atau (ICU).
Merupakan kedaan yang jarang dijumpai, yang memerlukan penurunan tekanan
darah sesegera mungkin untuk membatasi atau menghindari kerusakan organ
target lebih lanjut. Tata laksana adalah dengan cara menurunkan MAP sebanyak
25% dalam hitungan menit hingga 2 jam menggunakan obat-obatan intra vena.
6. GEJALA DAN DIAGNOSIS

GEJALA
o Sakit kepala, namun tidak selalu
o Mudah lelah (fatigue)
o Penurunan toleransi aktifitas
o Palpitasi
o Angina
o Dispnea
o Epistaksis
o Insomnia
o Asimptomatis; gejala baru muncul setelah terjadi komplikasi

Pada tahap awal seperti hipertensi pada umumnya. Kebanyakan tidak ada keluhan. Bila
simtomatik, maka biasanya disebabkan oleh:
1. Peninggian tekanan darah itu sendiri, seperti berdebar-debar, rasa melayang
(dizzy) dan impoten.
2. Penyakit jantung/hipertensi vascular seperti cepat capek, sesak napas, sakit dada
(iskemia miokard atau diseksi aorta), bengkak pada kedua kaki atau perut.
Gangguan vascular lainnya seperti epistaksis, hematuria, pandangan kabur
karena perdarahan retina, transient serebral ischemic.
3. Penyakit dasar seperti pada hipertensi sekunder: polidipsia, poliuria, dan
kelemahan otot pada aldoteronisme primer, peningkatan BB dengan emosiyang
labil pada sindroma Chusing. Feokromositoma dapat muncul dengan keluhan
sakit kepala, palpitasi, banyak keringat, dan rasa melayang saat berdiri (postural
dizzy)
Sumber: IPD Jilid II Interna Publishing

CARA PEMERIKSAAN
Anamnesis :
Sering sakit kepala (meskipun tidak selalu), terutama bagian belakang, sewaktu
bangun tidur pagi atau kapan saja terutama sewaktu mengalami tegangan.
Keluhan sistem kardiovaskuler (berdebar, dada terasa berat atau sesak terutama
sewaktu melakukan aktifitas isometrik)
Keluhan sistem serebrovaskuler (susah konsentrasi, susah tidur, migrain, mudah
tersinggung, dll).
Tidak jarang tanpa keluhan, diketahuinya secara kebetulan
Lamanya menderita hipertensi, obat anti hipertensi yang digunakan, bagaimana
hasilnya dan apakah ada efek samping yang ditimbulkannya.
Pemakaian obat-obatan lain yang diperkirakan dapat mempermudah terjadinya
atau mempengaruhi pengobatan hipertensi (kortikosteroid, analgestika anti
inflamasi, obat flu yang mengandung pseudo efedrin atau kafein, dll).
Pemakaian obat kontrasepsi, analeptik, dll.
Riwayat hipertensi pada kehamilan, operasi pengangkatan kedua ovarium, atau
menopause.
Faktor resiko penyakit kardiovaskuler atau kebiasaan buruk (merokok, DM,
obesitas, stres psikososial, makanan asin dan berlemak).
Riwayat keluarga untuk hipertensi.

Pemeriksaan Fisik
Pengukuran tekanan darah pada 2-3 kali kunjungan terhubung variabilitas
tekanan darah. Posisi terlentang, duduk atau berdiri dilengan kanan dan kiri
Perabaan denyut nadi di arteri karotis dan femoralis
Adanya pembesaran jantung, irama gallop
Pulsasi aorta abdominalis, tumor ginjal, bising abdominal
Denyut nadi di ekstremitas, adanya paresis atau paralisis

Penilaian organ target dan faktor-faktor resiko


Funduskopi, untuk mencari adanya retinopati Keith Wagner I-IV.
Elektrokardiografi, untuk melihat adanya hipertrofi ventrikel kiri, abnormalitas
atrium kiri, iskhemia atau infark miokard
Foto thorax, untuk melihat adanya pembesaran jantung dengan konfigurasi
hipertensi, bendungan atau edema paru.
Laboratorium : DL, UL, BUN, kreatinin serum, asam urat, gula darah, profil
lipid, K+ dan Na+ serum.

Pemeriksaan di atas adalah pemeriksaan dasar tambahan sebelum mengobati hipertensi,


sedangkan bila diperlukan pemeriksaan lanjutan terutama untuk mencari penyebab
hipertensi sekunder dilakukan prosedur pemeriksaan seperti dibawah ini.
Prosedur diagnostik

Sumber: PDT Jantung RSUD dr. Soetomo Surabaya


7. TATALAKSANA HIPERTENSI
Panduan tatalaksana hipertensi menurut JNC VII adalah
8. KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS

Komplikasi hipertensi meningkat seiring dengan peningkatan tekanan


darah. Berikut ini merupakan komplikasi dari hipertensi:

1. Penyakit Jantung: Penyakit Jantung Koroner, Gagal Jantung. Penyakit


Jantung Koronerdisebabkan karena timbul plak pada pembuluh darah koroner
(atherosklerosis). Bila terjadi gangguan pada plak (pecah), maka dapat terjadi
sumbatan pada pembuluh darah koroner yang menyebabkan serangan jantung
dan kematian mendadak. Penderita penyakit jantung koroner biasanya
mengeluhkan nyeri dada seperti tertimpa benda berat pada bagian tengah dada
dan dapat menjalar ke lengan kiri. Gagal Jantung terjadi karena otot jantung
mengalami beban yang berat sehingga otot jantung menjadi hipertrofi, yang
dikenal sebagai Penyakit Jantung Hipertensi. Bila proses terus berlanjut dan otot
jantung sudah kelelahan, terjadilah gagal jantung.
2. Stroke. Hipertensi dapat menyebabkan atherosklerosis pada pembuluh darah
otak atau pecahnya pembuluh darah otak bila tekanan darah naik secara tiba-tiba.
Bila pembuluh darah otak tersumbat terjadi stroke iskemik. Sedangkan bila
pembuluh darah otak pecah, terjadi stroke perdarahan. Gejala stroke bervariasi
mulai dari berbicara pelo secara tiba-tiba, kelumpuhan satu sisi tubuh mendadak,
bahkan kematian. Penderita stroke pada umumnya membutuhkan waktu yang
lama untuk mengembalikan fungsi otot yang lumpuh, sebagian lagi kelumpuhan
otot bersifat permanen.
3. Gagal ginjal kronik. Tekanan darah tinggi dalam jangka waktu yang lama akan
menyebabkan gagal ginjal kronik. Gagal ginjal kronik terjadi perlahan-lahan
tanpa disertai keluhan. Bila sudah sampai ke tahap akhir penyakit, barulah
keluhan muncul. Setelah keluhan muncul, maka fungsi ginjal yang rusak sudah
tidak dapat kembali ke normal. Orang yang mengalami gagal ginjal
membutuhkan cuci darah (hemodialisis) secara teratur 2-3 kali seminggu atau
transplantasi ginjal yang memerlukan biaya yang sangat besar.
4. Kebutaan karena retinopati hipertensi. Hipertensi pun dapat menyebabkan
kebutaan. Pembuluh darah pada retina terganggu dan pada akhirnya
menyebabkan kebutaan.
5. Penyakit Arteri Perifer. Hipertensi juga dapat menyebabkan gangguan pada
arteri besar di ekstremitas tubuh, yang biasanya terjadi pada tungkai. Proses
yang mendasarinya sama dengan yang terjadi pada penyakit jantung koroner.
Keluhan yang terjadi adalah nyeri tungkai bila beraktivitas

Prognosis hipertensi
Usia, ras, jenis kelamin, kebiasaan mengkonsumsi alkohol, hiperkolesterole-mia,
intoleransi glukosa dan berat badan, semuanya mempengaruhi prognosis dari penyakit
hipertensi esensial pada lansia. Semakin muda seseorang terdiagnosis hipertensi
pertama kali, maka semakin buruk perjalanan penyakitnya apalagi bila tidak ditangani
(Fauci AS et al, 1998). Di Amerika serikat, ras kulit hitam mempunyai angka
morbiditas dan mortalitas empat kali lebih besar dari pada ras kulit putih. Prevalensi
hipertensi pada wanita pre-menopause tampaknya lebih sedikit dari pada laki-laki dan
wanita yang telah menopause. Adanya faktor resiko independen (seperti
hiperkolesterolemia, intoleransi glukosa dan kebiasaan merokok) yang mempercepat
proses aterosklerosis meningkatkan angka mortalitas hipertensi dengan tidak
memperhatikan usia, ras dan jenis kelamin (Fauci AS et al, 1998)

9. FISIOLOGI KARDIOVASKULER ATLET


Adaptasi fisiologi pada latihan fisiksangat tergantung pada umur,intensitas, durasi, dan
cabang olahragayang dipertandingkan. Perubahan fungsi kardiovaskuler selamalatihan
tergantung tipe(statis atau dinamis) dan intensitas latihan. Selama latihan dinamis
(seperti lari, renang, atau bersepeda) akan merangsang kontraksi kelompok otot-otot
besar. Sehingga menyebabkan respon/perubahan akut yang besar pada sistem
kardiovaskuler yaitu sangat meningkatnya cardiac output, heart rate, dan tekanan darah
sistolik, dan sedikit peningkatan pada tekanan rata-rata arteri dan tekanan darah
diastolik. Respon akibat latihan dinamik ini, akan merangsang pusat otak, dan apabila
latihan diteruskan akan memberikan signal mekanisme umpan balik pada
kardiovaskular center di batang otak, sehingga menimbulkan perubahan-perubahan
berupa penurunan tahanan vaskuler (vascular resistance) untuk mengimbangi
peningkatan perfusi otot, dan peningkatan cardiac output untuk meningkatkan ambilan
oksigen. Yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan arteri rata-rata. Respon
kardiovaskuler pada latihan dinamik dan static sangat berbeda, pada latihan static (high
intensity, strength exercise, dan latihan yang membatasi kontraksi otot seperti angkat
berat atau latihan isometric) didapatkan hasil sedikit peningkatan ambilan oksigen,
cardiac output, dan stroke volume daripada latihan dinamik. Tetapi pada latihan static
lebih meningkatkan tekanan darah dan tekanan rata-rata arteri.
Ukuran jantung pada atlit pada umumnya lebih besar bila dibandingkan dengan bukan
atlet. Pada atlet untuk olahraga ketahanan (endurance/aerobic) maka eningkatan ukuran
jantung disebabkan peningkatan volume ventrikel tanpa eningkatan tebal otot.
Sedangkan pada atlet untuk gerakan-gerakan cepat (non ndurance/anaerobic) seperti
lari cepat, gulat, dan lain-lainnya maka peningkatan kurang disebabkan oleh penebalan
dinding ventrikel dengan tanpa peningkatan volume ventrikel. Bersamaan dengan
peningkatan ukuran jantung, juga didapatkan peningkatan jumlah kapiler.

Potrebbero piacerti anche