Sei sulla pagina 1di 11

NASKAH PUBLIKASI

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEREMPUAN SEBAGAI


KORBAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH
TANGGA
DI KOTA SEMARANG
(Studi Kasus di Polrestabes Semarang)

ADRIAN HANINTYO
NIM. 07.02.51.0043

S1 ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
2013

1
NASKAH PUBLIKASI

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEREMPUAN


SEBAGAI KORBAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH
TANGGA
DI KOTA SEMARANG
(Studi Kasus di Polrestabes Semarang)

Diajukan oleh :
ADRIAN HANINTYO
NIM. 07.02.51.0043

Untuk berkala Penelitian Sarjana


Telah disetujui oleh Pembimbing

Pembimbing I :

Rochmani, SH, M.Hum Tanggal : .


NIY : YU.2.03.04.061

Pembimbing II :

Fitika Andraini, SH, M.Kn Tanggal : .


NIY : YU.2.02.09.041

2
PERNYATAAN

Dengan ini kami selaku mahasiswa Fakultas Ilmu Hukum Universitas Stikubank :
Nama : Adrian Hanintyo
NIM : 07.02.51.0043
Jenjang Program studi : S1
Setuju naskah ringkasan penelitian (calon naskah berkala penelitian Sarjana) yang
disusun oleh yang bersangkutan setelah mendapat arahan dari pembimbing,
dipublikasikan dengan mencantumkan nama tim pembimbing sebagai co-author.

Kemudian harap maklum,

Semarang, April 2013


Yang bersangkutan,

Adrian Hanintyo
NIM : 07.02.51.0043

Mengetahui,
Pembimbing I

Rochmani, SH, M.Hum Tanggal :


NIY : YU.02.0304.061

Pembimbing II :

Fitika Andraini, SH, M.Kn Tanggal :


NIY : YU.2.02.09.041

3
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEREMPUAN
SEBAGAI KORBAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI KOTA SEMARANG
(Studi Kasus di Polrestabes Semarang)
Adrian Hanintyo, Rochmani, Fitika Andriani
Fakultas Hukum Universitas Stikubank

Abstract- Efforts legal protection for victims of domestic violence, especially women can be given by law enforcement agencies and
non-law enforcement agencies. But in fact a lot of the handling of domestic violence cases stalled in the middle of the street, so that
the protection of the victim was not able to be implemented. Method used is the normative specification of descriptive research. The
results showed that the legal protection for women as crime victims of Domestic Violence (domestic violence) in Semarang
Polrestabes been well realized in accordance with the provisions of Law number 23 of 2004 on the Elimination of Domestic
Violence, though not yet fully optimized. Obstacles encountered in providing legal protection for women victims of domestic violence
in Polrestabes Semarang is particularly police PPA unit can not perform optimally because the victim's checks shut down and do not
open and the revocation or prosecution of domestic violence cases at the time of the inspection process is still progress. Efforts to
overcome the obstacles to granting legal protection to women victims of domestic violence in Polrestabes Semarang is providing
understanding and counseling for victims and work in accordance with the procedure legislation.

Keywords: legal protection, victims of domestic violence

1. PENDAHULUAN
Pemisahan tempat penahanan ini tidak hanya sekedar
Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang terpisah sel dari tempat penahanan orang dewasa melainkan
Maha Esa, yang senantiasa harus dijaga karena dalam dirinya suatu tempat khusus yang diperuntukkan bagi anak, sehingga
melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang suasana yang terjadi di dalam tempat penahanan anak tersebut
harus dijunjung tinggi. Dari sisi kehidupan berbangsa dan akan jauh berbeda dengan tempat penahanan orang dewasa.
bernegara, anak adalah masa depan bangsa dan generasi penerus Tempat penahanan anak ini tidak bersuasana menyeramkan
cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan dengan jeruji besi dan tembok yang tinggi seperti halnya
hidup, tumbuh, dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas lingkungan penjara. Hal ini dapat menyebabkan pertumbuhan
perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi serta hak dan perkembangan mental anak terganggu yang pada akhirnya
sipil dan kebebasan. dapat menimbulkan perasaan bahwa dirinya telah dijatuhi
Dengan adanya kejahatan yang dilakukan oleh anak, pidana penjara oleh pihak penyidik. Pemisahan tempat
maka secara tidak langsung akan menjadi permasalahan serius penahanan anak dengan orang dewasa dimaksudkan untuk
jika dikaitkan dengan tujuan pembangunan generasi muda di menghindarkan anak terhadap pengaruh-pengaruh buruk yang
Negara Indonesia yang ingin mewujudkan generasi muda dapat diserap melalui konteks kultural dengan tahanan lain.
sebagai generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa dan Dengan dikenakannya penahanan sementara terhadap
sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas bagi anak, maka ada hak-hak dan kepentingan anak yang diabaikan,
pembangunan nasional. yaitu antara lain hak untuk mendapatkan pendidikan. Dengan
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang dikenakannya penahanan sementara ini ia tidak dapat mengikuti
Pengadilan Anak yang memuat hukum pidana materiil dan kegiatan belajar mengajar di sekolah, hak untuk berkumpul
hukum pidana formil dalam penyelesaian perkara anak nakal, bersama dengan orang tua dan keluarga. Di samping itu juga
maka hukum pidana materiil dari pasal-pasal dalam KUHP yang diasingkan dari lingkungan tempat ia bermain dan bergaul
dulu sering dipergunakan untuk menyelesaikan kasus anak di bersama teman-temannya.
bawah umur yaitu Pasal 45, 46 dan 47 telah dicabut. Menurut Pada kenyataannya, berdasarkan hasil penelitian skripsi
hukum pidana formil, dalam hukum acara pengadilan anak sebelumnya yang dilakukan oleh Gesty Ismayasari diketahui,
dipergunakan juga ketentuan-ketentuan dalam KUHAP, kecuali bahwa penahanan terhadap anak nakal pada tahap penyidikan
telah ditentukan lain oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun yang ada di kantor polisi tidak dipisahkan dengan tahanan
1997. dewasa. Hal ini jelas tidak memperhatikan kepentingan anak
Dengan adanya pembaharuan-pembaharuan pada menyangkut pertumbuhan dan perkembangan anak baik fisik,
peraturan perundang-undangan yang mengatur masalah anak mental maupun sosial anak. Anak dapat memperoleh pengaruh
nakal, maka telah terjadi perbedaan-perbedaan baik di dalam buruk dari lingkungan sekitar ataupun dari para tahanan dewasa,
peristilahan maupun di dalam kaidah-kaidah yang mengatur sehingga tidak salah suatu ungkapan yang menyatakan, bahwa
tentang hal tersebut. Seperti penentuan peristilahan anak yang setelah keluar dari tahanan anak yang tadinya pencuri sepeda
melakukan suatu tindak pidana, batas umur anak, jenis-jenis akan bisa mencuri sepeda motor.
pidana atau tindakan yang dapat diberikan terhadap anak, cara Berdasarkan hal tersebut di atas, penulis tertarik
penanganan perkara anak yang melakukan tindak pidana, melakukan penelitian dengan judul PELAKSANAAN
pembedaan tempat penahanan, dan lain sebagainya. PENAHANAN ANAK NAKAL DI POLRESTABES
Dalam hal penahanan terhadap anak perlu diperhatikan SEMARANG
kepentingan-kepentingan anak serta mempertimbangkan Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka
dampak negatif yang mungkin timbul akibat penahanan terhadap permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah :
perkembangan dan pertumbuhan jiwa anak maupun sosial anak 1. Bagaimana perlindungan hukum bagi perempuan sebagai
dan kepentingan masyarakat. Hak anak yang mengalami korban tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga
penahanan perlu untuk dilindungi, sebagaimana ditentukan (KDRT) di Polrestabes Semarang ?
dalam Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 2. Kendala-kendala apakah yang ditemui dalam pemberian
yang menyatakan bahwa tempat tahanan anak harus dipisahkan perlindungan hukum terhadap perempuan korban kekerasan
dari tempat tahanan orang dewasa. dalam rumah tangga di Polrestabes Semarang

1
3. Bagaimanakah upaya untuk mengatasi kendala-kendala kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang
dalam pemberian perlindungan hukum terhadap perempuan tersebut. Penelantaran ekonomi juga berlaku bagi setiap
korban kekerasan dalam rumah tangga di Polrestabes orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi
Semarang ? dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja
yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban
2. STUDI PUSTAKA berada di bawah kendali orang tersebut.
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga 3. METODE PENELITIAN
memberikan definisi kekerasan dalam rumah tangga yaitu setiap
perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang Penelitian hukum yang digunakan dalam penelitian ini
berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, adalah penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian hukum
seksual, psikologis dan atau penelantaran rumah tangga doktriner, yaitu disebut sebagai penelitian perpustakaan atau
termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau studi dokumen.
perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup Spesifikasi penelitian yang digunakan adalah penelitian
rumah tangga. deskriptif analitis yaitu penelitian yang hanya menggambarkan
Adapun yang termasuk dalam lingkup rumah tangga menurut objek yang menjadi pokok permasalahan dan menganalisisnya
Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 adalah dengan maksud untuk mengambil suatu kesimpulan dengan kata
sebagai berikut : lain menuturkan data yang bertujuan untuk membahas realita
yang ada1.
1. Suami, istri dan anak-anak (termasuk anak angkat dan anak Adapun metode pengumpulan data yang dilakukan adalah
tiri). penelitian kepustakaan (library research), penelitian ini
2. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan dimaksudkan untuk memperoleh bahan-bahan teoritis serta
orang sebagaimana dimaksud dalam huruf a karena bahan-bahan pendukung lainnya yang berguna dalam penulisan
hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan dan skripsi ini, yaitu dengan cara mempelajari peraturan perundang-
perwalian yang menetap dalam rumah tangga (mertua, undangan, literatur-literatur, makalah, artikel, majalah serta
menantu, ipar dan besan); dan/atau hasil-hasil penelitian sebelumnya yang ada kaitannya dengan
3. Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap penelitian, dan wawancara.
dalam rumah tangga tersebut (pekerja rumah tangga). Metode penyajian data dalam penelitian ini menggunakan
Pasal 5 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang metode deskriptif yaitu dengan jalan menuturkan dan
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang menggambarkan apa adanya sesuai permasalahan yang diteliti
menyatakan bahwa setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau data-data yang telah terkumpul disajikan dalam bentuk
dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah uraian. Bersifat deskriptif karena penelitian ini dimaksudkan
tangga, dengan cara kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan untuk mengetahui Perlindungan hukum bagi korban perempuan
seksual atau penelantaran rumah tangga. Dengan demikian maka terhadap tindak pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga adalah sebagai Metode analisis data yang digunakan dalam skripsi ini
berikut : adalah metode analisis kualitatif yaitu analisa yang sifatnya non
a. Kekerasan fisik statistik atau non matematis. Data yang ada baik yang berupa
Kekerasan fisik menurut Pasal 6 Undang-Undang hasil wawancara maupun data kepustakaan akan dianalisis
Nomor 23 Tahun 2004 adalah perbuatan yang isinya dengan menggunakan asas-asas hukum, teori-teori
mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. hukum, pendapat para ahli dan peraturan perundang-undangan
Kekerasan fisik adalah kekerasan yang dapat yang ada. Adapun teori yang digunakan untuk menganalisis data
mengakibatkan luka fisik seperti cidera, luka atau cacat yaitu teori tentang perlindungan hukum bagi perempuan korban
pada tubuh seseorang dan atau menyebabkan kematian. kekerasan dalam rumah tangga.
b. Kekerasan psikis
Menurut Pasal 7 Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2004, kekerasan psikis adalah perbuatan yang 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri,
hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, a. Perlindungan Hukum bagi Perempuan sebagai Korban
dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang. Bentuk- Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga
bentuk kekerasan psikologis misalnya adalah penghinaan, (KDRT) di Polrestabes Semarang
perkataan yang merendahkan dan melukai harga diri Pasal 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004
seseorang, membatasi pergaulan istri dengan mengancam tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
akan mengembalikan istri pada orang tuanya, menceraikan menyebutkan bahwa perlindungan adalah segala upaya
dan memisahkan dari anak-anaknya serta memaksa istri yang ditujukan untuk memberikan rasa aman kepada
untuk menuruti kemauan suami secara paksa. korban yang dilakukan oleh pihak keluarga, advokat,
c. Kekerasan seksual lembaga sosial, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, atau
Berdasarkan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 23 pihak lainnya baik secara sementara maupun berdasarkan
Tahun 2004, kekerasan seksual meliputi pemaksaan penetapan pengadilan.2
hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang Adapun bentuk-bentuk perlindungan hukum yang
menetap dalam lingkup rumah tangga dan pemaksaan diberikan oleh Polrestabes Semarang khususnya unit PPA
hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup terhadap korban KDRT adalah sebagai berikut :3
rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial
dan/atau tujuan tertentu.
d. Penelantaran rumah tangga 1
Cholid Norbuko, Metodologi Penelitian, (Jakarta : Bumi
Tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga
diatur dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 23 Tahun Aksara, Jakarta, 2003), halaman 14.
2
2004 yang menyatakan bahwa setiap orang dilarang Bambang Waluyo, Undang-Undang Nomor 23
menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah
padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena Tangga dan Penjelasannya, (Jakarta, UI Press, 2005), halaman
persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan 10.
3
Wawancara, Ibid.

2
1. Memberikan perlindungan sementara dengan menjalin perkosaan, pelecehan seksual maupun anak-anak yang
kerjasama dengan instansi luar yaitu Pemkot menjadi korban tindak pidana.5
Semarang (BP3AKB) dan LSM yang ada di Semarang Menurut Dian Puspitasari selaku Divisi
(SERUNI, SETARA, LRC KJ-HAM). Hal ini Bantuan Hukum LRC-KJHAM Semarang,
dikarenakan pihak-pihak tersebut memiliki shelter ketrampilan yang diberikan tersebut berupa
(rumah aman) dan memiliki tempat pelatihan ketrampilan menjahit atau memasak. Mengenai biaya
ketrampilan. untuk pelatihan diperoleh dari Badan Pemberdayaan
Upaya pemberian perlindungan tidak serta Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga
merta dilakukan secara langsung oleh unit PPA Berencana (BP3AKB) Kota Semarang.6
Polrestabes Semarang, akan tetapi juga dengan 2. Pemberian pelayanan ketrampilan terhadap
melakukan kerjasama dengan instansi-instansi lain perempuan korban KDRT
baik instansi pemerintah maupun swasta. Instansi Selain pemberian pelayanan rumah aman,
pemerintah yang berkompeten menangani kasus korban KDRT juga diberikan ketrampilan khusus. Hal
KDRT adalah BP3AKB. Dalam hal ini BP3AKB ini untuk memberikan bekal ketrampilan dan
memberikan pelayanan terpadu meliputi pelayanan kemandirian terhadap perempuan korban KDRT,
medis, pelayanan psikologis; pendampingan rohani, sehingga ia bisa mandiri secara ekonomi. Dengan
fasilitas pemulangan korban, perlindungan sementara adanya bekal tersebut diharapkan para korban KDRT
di shelter, pendampngan hukun pada kasus banding, dapat mandiri dan tidak menggantungkan diri terhadap
konsultasi hukum. Selanjutnya BP3AKB akan suaminya.
bekerjasama dengan LSM-LSM yang ada di Semarang Menurut Dian Puspitasari selaku Divisi
dan korban KDRT akan dirujuk pada LSM yang Bantuan Hukum LRC-KJHAM Semarang,
berkompeten menanganinya. ketrampilan yang diberikan tersebut berupa
Tugas dan fungsi BP3AKB tersebut sesuai ketrampilan menjahit atau memasak. Untuk itu LRC-
dengan ketentuan Pasal 12 UU No. 23 Tahun 2004 KJAM menjalin kerja sama dengan lembaga-lembaga
tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah ketrampilan yang ada di Semarang seperti BLK.
Tangga yang menyatkan, bahwa dalam upaya Mengenai biaya untuk pelatihan diperoleh dari Badan
pencegahan kekerasan dalam rumah tangga, tanggung Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan
jawab pemerintah meliputi : Keluarga Berencana (BP3AKB) Kota Semarang. 7
a. merumuskan kebijakan tentang penghapusan 3. Memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan
kekerasan dalam rumah tangga; kebutuhan medis
b. menyelenggarakan komunikasi, informasi, dan Apabila korban KDRT mengalami luka-
edukasi tentang kekerasan dalam rumah tangga; luka, maka unit PPA Polrestabes Semarang dapat
c. menyelenggarakan sosialisasi dan advokasi bekerjasama dengan instansi-instansi kesehatan untuk
tentang kekerasan dalam rumah tangga; dan mengobati korban. Instansi kesehatan tersebut sudah
d. menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan ditentukan oleh BP3AKB seperti RS Tugu, RS
sensitif gender dan isu kekerasan dalam rumah Karyadi, RSJ Amino Gondohutomo. Selain untuk
tangga serta menetapkan standar dan akreditasi kebutuhan pengobatan, kerjasama dengan instansi
pelayanan yang sensitif gender. kesehatan juga dilakukan untuk kebutuhan hasil
Pada kasus KDRT, terkadang korban merasa visum. Setelah hasil visum diketahui, proses
keselamatannya terancam sehingga diperlukan tempat pemeriksaan penyidikan dapat dilanjutkan.
khusus untuk mengamankan diri yaitu di shelter. Selain luka fisik, apabila korban mengalami
Shelter tersebut digunakan untuk memberikan trauma/gangguan psikologis maka unit PPA juga
perlindungan khususnya bagi perempuan korban menyediakan tenaga konseling. Unit PPA
KDRT, yaitu sebuah rumah yang digunakan untuk menyediakan konselor untuk menangani korban
menempatkan perempuan korban KDRT, apabila ia tindak pidana KDRT. Dalam hal ini konselor yang
mendapatkan ancaman dari pelaku. Keberadaan rumah bertugas untuk mendorong korban supaya
aman tersebut sangat dirahasiakan sehingga korban mengekspresikan perasaannya, menolong korban
benar-benar merasa aman. mencari perawatan dan pertolongan medis yang tepat
Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu dan resmi. Dalam hal ini Unit PPA Polrestabes
Tika diperoleh keterangan, bahwa untuk saat ini, Semarang bekerjasama LSM seperti LRC-KJHAM
korban yang diamankan di shelter hanya satu orang untuk pendampingan korban.
saja, dimana korban diancam oleh pelaku sehingga 4. Pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum
merasa tidak aman. Selama ini kebanyakan perempuan pada setiap tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan
korban KDRT lebih memilih untuk kembali ke rumah ketentuan peraturan perundang-undangan
orang tua mereka masing-masing apabila merasa tidak Perlindungan hukum bagi perempuan
aman, sehingga jarang yang benar-benar ditempatkan korban KDRT di Polrestabes Semarang juga
di shelter. Dalam hal ini unit PPA Polrestabes memperoleh bantuan pendampingan hukum selama
Semarang bekerjasama dengan LRC-KJ-HAM, sebab proses pemeriksaan. Dalam hal ini unit PPA
LRC-KJ-HAM memiliki shelter yang digunakan untuk bekerjasama dengan LSM Seruni, Setara, LRC-KJ-
menampung para korban KDRT.4 HAM untuk mendampingi korban KDRT.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu
Dian Puspitasari selaku Divisi Bantuan Hukum LRC-
KJHAM Semarang diperoleh keterangan, bahwa
memang benar LRC-KJHAM menyediakan shelter
(rumah aman) bagi korban KDRT. Sampai saat ini,
hanya ada seorang korban KDRT yang dirujuk
Polrestabes Semarang untuk ditempatkan di shelter, 5
Wawancara dengan Ibu Dian Puspitasari, Divisi
sedangkan yang lain merupakan korban tindak pidana Hukum LRC-KJHAM, tanggal 21 Maret 2013.
6
Wawancara, Ibid.
4 7
Wawancara, Ibid. Wawancara, Ibid.

3
b. Perlindungan Hukum bagi Perempuan sebagai Korban perempuan merasa malu dan enggan untuk
Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga menyampaikan secara terbuka kepada petugas.
(KDRT) di Polrestabes Semarang e. Pelapor tidak kooperatif
Adapun hambatan-hambatan dialami oleh unit Pada kasus tindak pidana KDRT sudah
PPA dalam memberikan perlindungan terhadap korban dilaporkan ke pihak kepolisian, terkadang korban
KDRT adalah :8 kemudian tidak dapat dihubungi lagi dan hanya
a. Pihak kepolisian khususnya unit PPA tidak dapat sekedar melapor. Dalam hal ini pemeriksaan kasus
melakukan pemeriksaan secara optimal dikarenakan KDRT tidak dapat berlanjut, sebab korban/pelapor
korban menutup diri dan tidak terbuka menghilang tanpa memberikan kabar. Hal ini terjadi
Kondisi korban yang pasrah akan keadaan karena sudah ada kesepakatan damai sendiri antara
dapat meneghambat mempersulit upaya perlindungan suami istri tersebut, sehingga setelah melaporkan
hukum terhadap korban KDRT. Hal ini dikarenakan kasusnya ke Polrestabes tidak mencabut gugatan tetapi
kebanyakan kaum wanita sebagai korban menganggap langsung berdamai. Terkadang korban juga mencabut
bahwa tindak kekerasan dalam rumah tangga laporan, sehingga proses peradilan tidak dapat
merupakan aib keluarga, sehingga tidak mau terbuka dilanjutkan lagi.
dan berterus terang. Pada beberapa kasus, seorang istri yang
b. Pelapor tidak kooperatif mendapat perlakuan kekerasan dari suaminya pada
c. LSM tidak dapat maksimal memberikan bantuan saat masih marah, serta merta akan langsung
terhadap korban melaporkan suaminya kepada pihak yang berwajib
Selain hambatan dari, dulu pihak dalam hal ini adalah polisi. Akan tetapi seiring
Polrestabes Semarang sendiri, pihak LSM juga berjalannya waktu, suami istri tersebut akhirnya rukun
mengalami hambatan dalam pemberian perlindungan kembali sehingga tidak lagi mengurus laporan yang
terhadap korban KDRT. Hal ini sebagaimana pernah diajukan kepada pihak kepolisian ataupun
kemukakan oleh Ibu Dian Puspitasari yang mencabut laporan tersebut.
menyatakan bahwa pada tahap pemeriksaan di f. LSM tidak dapat maksimal memberikan bantuan
kepolisian, perkembangan kasus jarang diberitahukan terhadap korban
kepada korban dan pendamping atau kuasa hukumnya. Selain hambatan dari pihak Polrestabes
Terkadang dalam suatu kasus, pihak kepolisian justru Semarang sendiri, pihak LSM juga mengalami
menunggu dan meminta korbannya mencari saksi dan hambatan dalam pemberian perlindungan terhadap
bukti-bukti sendiri, sehingga korban tidak dapat korban KDRT. Hal ini sebagaimana kemukakan oleh
meneruskan proses hukum.9 Ibu Dian Puspitasari yang menyatakan bahwa pada
Penyidik terkadang masih menganggap tahap pemeriksaan di kepolisian, perkembangan kasus
bantuan psikologis dan penguatan terhadap korban jarang diberitahukan kepada korban dan pendamping
dalam proses peradilan masih dianggap sesuatu yang atau kuasa hukumnya. Terkadang dalam suatu kasus,
mahal dan tidak perlu. Selain itu aparat masih sering pihak kepolisian justru menunggu dan meminta
membujuk, bahkan menekan korban agar mau korbannya mencari saksi dan bukti-bukti sendiri,
berdamai dengan pelaku. Aparat juga sering kali sehingga korban tidak dapat meneruskan proses
mensyaratkan kesaksian orang luar atau bahkan hukum.11
barang bukti yang sulit ditemukan. Penyidik terkadang masih menganggap
bantuan psikologis dan penguatan terhadap korban
c. Hambat dalam Perlindungan Hukum bagi Perempuan dalam proses peradilan masih dianggap sesuatu yang
sebagai Korban Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah mahal dan tidak perlu. Selain itu aparat masih sering
Tangga (KDRT) di Polrestabes Semarang membujuk, bahkan menekan korban agar mau
Adapun hambatan-hambatan dialami oleh unit berdamai dengan pelaku. Aparat juga sering kali
PPA dalam memberikan perlindungan terhadap korban mensyaratkan kesaksian orang luar atau bahkan
KDRT adalah :10 barang bukti yang sulit ditemukan.
d. Pihak kepolisian khususnya unit PPA tidak dapat
melakukan pemeriksaan secara optimal dikarenakan
korban menutup diri dan tidak terbuka A. Upaya untuk mengatasi Kendala-kendala dalam
Kondisi korban yang pasrah akan keadaan Pemberian Perlindungan Hukum terhadap Perempuan
dapat meneghambat mempersulit upaya perlindungan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga di
hukum terhadap korban KDRT. Hal ini dikarenakan Polrestabes Semarang
kebanyakan kaum wanita sebagai korban menganggap
bahwa tindak kekerasan dalam rumah tangga A. Kesimpulan
merupakan aib keluarga, sehingga tidak mau terbuka
dan berterus terang. 1. Perlindungan hukum bagi perempuan sebagai korban
Hal ini dapat diketahui dari hasil tindak pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga
pemeriksaan dengan korban yang terkadang terkadang (KDRT) di Polrestabes Semarang sudah dilaksanakan
malu menyampaikan kekerasan yang dialaminya. dengan baik sesuai dengan ketentuan UU No. 23
Kasus ini bisa terjadi pada kekerasan seksual, dimana Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam
Rumah Tangga, meskipun belum sepenuhnya optimal.
Adapun bentuk perlindungan yang diberikan adalah
8 memberikan perlindungan sementara berupa
Wawancara dengan Tika Widyastuti, Penyidik
penyediaan rumah aman, pemberian pelatihan
Pembantu Anak Polrestabes Semarang pada tanggal 21 Maret
ketrampilan, memberikan pelayanan kesehatan sesuai
2013.
9 dengan kebutuhan medis, dan pendampingan oleh
Wawancara dengan Ibu Dian Puspitasari, Divisi pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat
Hukum LRC-KJHAM, tanggal 21 Maret 2013.
10
Wawancara dengan Tika Widyastuti, Penyidik
11
Pembantu Anak Polrestabes Semarang pada tanggal 21 Maret Wawancara dengan Ibu Dian Puspitasari, Divisi
2013. Hukum LRC-KJHAM, tanggal 21 Maret 2013.

4
proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan dengan sifat permasalahan ruang privat. Dari perspektif
perundang-undangan. tersebut, KDRT terlihat sebagai suatu tanggung jawab
2. Kendala-kendala yang ditemui dalam pemberian pribadi dan perempuan diartikan sebagai orang yang
perlindungan hukum terhadap perempuan korban bertanggung jawab baik itu untuk memperbaiki situasi yang
kekerasan dalam rumah tangga di Polrestabes sebenarnya didikte oleh norma-norma sosial. Pemahaman
Semarang adalah pihak kepolisian khususnya unit PPA dasar terhadap KDRT sebagai isu pribadi telah membatasi
tidak dapat melakukan pemeriksaan secara optimal luasnya solusi hukum untuk secara aktif mengatasi masalah
dikarenakan korban tidak mau berterus terang dalam tersebut. Di sebagian besar masyarakat, KDRT belum
proses pmeirksaan dikarenakan malu dengan tindak diterima sebagai suatu bentuk kejahatan, sehingga hal ini
kekerasan yang dialaminya. adanya pencabutan menimbulkan kendala dalam menangani perkara KDRT. 12
penuntutan atau kasus KDRT pada saat proses Adapun hambatan-hambatan dialami oleh unit
pemeriksaan masih berlangsung. PPA dalam memberikan perlindungan terhadap korban
3. Upaya untuk mengatasi kendala-kendala dalam KDRT adalah :13
pemberian perlindungan hukum terhadap perempuan g. Pihak kepolisian khususnya unit PPA tidak dapat
korban kekerasan dalam rumah tangga di Polrestabes melakukan pemeriksaan secara optimal dikarenakan
Semarang adalah memberikan pengertian dan korban menutup diri dan tidak terbuka
konseling terhadap korban dan bekerja sesuai dengan Kondisi korban yang pasrah akan keadaan
prosedur undang-undang dan peraturan perundang- dapat meneghambat mempersulit upaya perlindungan
undangan lainnya. hukum terhadap korban KDRT. Hal ini dikarenakan
kebanyakan kaum wanita sebagai korban menganggap
B. Saran bahwa tindak kekerasan dalam rumah tangga
merupakan aib keluarga, sehingga tidak mau terbuka
1. Hendaknya bagi para korban jangan merasa
dan berterus terang.
takut/malu untuk melaporkan kepada pihak yang
Hal ini dapat diketahui dari hasil
berwajib mengenai tindak pidana KDRT yang
pemeriksaan dengan korban yang terkadang terkadang
dialaminya.
malu menyampaikan kekerasan yang dialaminya.
2. Kepada masyarakat, hendaknya ikut berperan aktif
Kasus ini bisa terjadi pada kekerasan seksual, dimana
dalam usaha menjaga keamanan dan ketentraman
perempuan merasa malu dan enggan untuk
lingkungan dengan melaporkan kepada Ketua RT
menyampaikan secara terbuka kepada petugas.
setempat apabila terjadi KDRT.
h. Pelapor tidak kooperatif
3. Hendaknya pihak Polrestabes Semarang khususnya
Pada kasus tindak pidana KDRT sudah
Unit PPA melakukan sosialisasi UU No. 23 Tahun
dilaporkan ke pihak kepolisian, terkadang korban
2004 tentang Penghaspuan KDRT kepada masyarakat
kemudian tidak dapat dihubungi lagi dan hanya
umum, agar masyarakat paham tentang pengaturan
sekedar melapor. Dalam hal ini pemeriksaan kasus
KDRT.
KDRT tidak dapat berlanjut, sebab korban/pelapor
menghilang tanpa memberikan kabar. Hal ini terjadi
karena sudah ada kesepakatan damai sendiri antara
5. KESIMPULAN
suami istri tersebut, sehingga setelah melaporkan
kasusnya ke Polrestabes tidak mencabut gugatan tetapi
B. Kendala-kendala yang ditemui dalam Pemberian langsung berdamai. Terkadang korban juga mencabut
Perlindungan Hukum terhadap Perempuan Korban laporan, sehingga proses peradilan tidak dapat
Kekerasan Dalam Rumah Tangga di Polrestabes dilanjutkan lagi.
Semarang Pada beberapa kasus, seorang istri yang
Untuk mewujudkan perlindungan terhadap mendapat perlakuan kekerasan dari suaminya pada
korban KDRT baik secara langsung (konkrit) maupun saat masih marah, serta merta akan langsung
secara tidak langsung bukan merupakan tugas yang mudah, melaporkan suaminya kepada pihak yang berwajib
melainkan merupakan tanggung jawab yang berat, sebab dalam hal ini adalah polisi. Akan tetapi seiring
persoalannya bukanlah hanya menyangkut salah satu aspek berjalannya waktu, suami istri tersebut akhirnya rukun
saja, melainkan persoalan yang sangat kompleks. kembali sehingga tidak lagi mengurus laporan yang
Sebagaimana diketahui bahwa antar lembaga pernah diajukan kepada pihak kepolisian ataupun
yang satu dengan lembaga yang lain belum ada satu mencabut laporan tersebut.
pemahaman yang sama tentang perlindungan terhadap i. LSM tidak dapat maksimal memberikan bantuan
perempuan yang menjadi korban kekerasan dalam rumah terhadap korban
tangga. Masing-masing lembaga mempunyai terjemahan Selain hambatan dari pihak Polrestabes
tersendiri mengenai bentuk perlindungan dimaksud, Semarang sendiri, pihak LSM juga mengalami
sehingga dalam program dan aktivitas merekapun akan hambatan dalam pemberian perlindungan terhadap
berbeda-beda satu sama lain. Walaupun nyatanya telah korban KDRT. Hal ini sebagaimana kemukakan oleh
banyak lembaga/ yayasan/unit yang menyikapi persoalan Ibu Dian Puspitasari yang menyatakan bahwa pada
perempuan yang menjadi korban KDRT, akan tetapi masih tahap pemeriksaan di kepolisian, perkembangan kasus
terlalu sedikit yang dapat dilakukan dalam relevansinya jarang diberitahukan kepada korban dan pendamping
dengan perlindungan dimaksud. Kepedulian yang atau kuasa hukumnya. Terkadang dalam suatu kasus,
dilakukan dalam bentuk bantuan kadang masih bersifat pihak kepolisian justru menunggu dan meminta
sporadis dan bantuannya pun masih sangat terbatas. korbannya mencari saksi dan bukti-bukti sendiri,
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang
dilakukan khususnya terhadap perempuan oleh 12
Kurnia Hadi, Kendala dan Hambatan Penyidikan
pasangannya maupun anggota keluarga dekatnya, KDRT yang dilakukan Polri, http://kurhadi-
terkadang menjadi permasalahan yang tidak pernah hadi.blog.friendster.com, (diakses 19 Desember 2012).
diangkat ke permukaan. Meskipun kesadaran terhadap 13
Wawancara dengan Tika Widyastuti, Penyidik
pengalaman kekerasan terhadap wanita berlangsung setiap
Pembantu Anak Polrestabes Semarang pada tanggal 21 Maret
saat, fenomena KDRT terhadap perempuan diidentikkan
2013.

5
sehingga korban tidak dapat meneruskan proses dapat menggugurkan apa yang menjadi perbuatannya.
hukum.14 Di luar dari tiga pasal tersebut, maka tindak pidana
Penyidik terkadang masih menganggap KDRT adalah merupakan delik biasa. Walaupun
bantuan psikologis dan penguatan terhadap korban pencabutan laporan sudah dilakukan bukan berarti
dalam proses peradilan masih dianggap sesuatu yang perkara selesai. Hal tersebut sifatnya hanya
mahal dan tidak perlu. Selain itu aparat masih sering meringankan vonis bagi hakim, tidak itu saja.
membujuk, bahkan menekan korban agar mau 3. Pihak LSM bekerja sesuai dengan SOP yang ada
berdamai dengan pelaku. Aparat juga sering kali Dalam hal ini pihak LSM tetap melakukan
mensyaratkan kesaksian orang luar atau bahkan pendampingan hukum terhadap korban dan melakukan
barang bukti yang sulit ditemukan. pendekatan terhadap pihak kepolisian agar proses hukum
segera dilanjutkan. Pihak LSM juga memberikan
C. Upaya untuk mengatasi Kendala-kendala dalam informasi kepada korban mengenai hak-haknya,
Pemberian Perlindungan Hukum terhadap Perempuan sehingga korban memahami hak-haknya terutama untuk
Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga di mengetahui perkembangan kasus yang terjadi. Dengan
Polrestabes Semarang demikian pihak korban dengan didampingi oleh LSM
tetap dapat meminta keterangan kepada kepolisian
Adapun upaya untuk mengatasi kendala-kendala
mengenai perkembangan kasusnya.
dalam pemberian perlindungan hukum terhadap perempuan
korban KDRT di Polrestabes Semarang adalah sebagai
berikut : 15 C. Kesimpulan
1. Memberikan pengertian dan konseling terhadap 1. Perlindungan hukum bagi perempuan sebagai korban
korban tindak pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Dalam hal korban tertutup, maka korban (KDRT) di Polrestabes Semarang sudah dilaksanakan
diberikan pengertian dan dilakukan konseling dengan dengan baik sesuai dengan ketentuan UU No. 23
konselor. Hal ini dilakukan agar korban menjadi Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam
terbuka, sehingga pihak kepolisian dapat mengambil Rumah Tangga, meskipun belum sepenuhnya optimal.
tindakan apa yang harus dilakukan untuk melindungi Adapun bentuk perlindungan yang diberikan adalah
korban. korban diberikan pengertian bahwa ia aman memberikan perlindungan sementara berupa
selama dalam proses pemeriksaan. penyediaan rumah aman, pemberian pelatihan
2. Bekerja sesuai dengan prosedur undang-undang ketrampilan, memberikan pelayanan kesehatan sesuai
Ada sedikit kesalahpahaman dalam dengan kebutuhan medis, dan pendampingan oleh
mengertikan undang-undang KDRT tersebut, para pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat
penegak hokum mulai dari kepolisian, kejaksanaan proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan
hingga dalam prose peradilan memahami bahwa delik perundang-undangan.
huum dalam regulasi tersebut adalah delik aduan. 2. Kendala-kendala yang ditemui dalam pemberian
Dalam Pasal 51 sampai dengan Pasal 53 UU PKDRT, perlindungan hukum terhadap perempuan korban
yang menjadi delik aduan hanya tiga pasal saja yaitu kekerasan dalam rumah tangga di Polrestabes
Pasal 44 (4), Pasal 45 (2) dan Pasal 46. Pasal 44 ayat 4 Semarang adalah pihak kepolisian khususnya unit PPA
jika diartikan adalah sebagai tindak pidana tidak dapat melakukan pemeriksaan secara optimal
penganiayaan ringan, tindak pidana penganiayaan dikarenakan korban tidak mau berterus terang dalam
ringan adalah tindak pidana yang yang dilakukan proses pmeirksaan dikarenakan malu dengan tindak
dengan melakukan kekerasan terhadap korban, tetapi kekerasan yang dialaminya. adanya pencabutan
dalam hal ini korban tidak mendapatkan luka parah penuntutan atau kasus KDRT pada saat proses
atau dalam artian masih dapat melakukan kegiatan pemeriksaan masih berlangsung.
sehari-hari. Luka yang ditimbulkannya pun tidak 3. Upaya untuk mengatasi kendala-kendala dalam
berbekas dan didukung oleh keterangan atau visum pemberian perlindungan hukum terhadap perempuan
dokter sebagai luka yang ringan. korban kekerasan dalam rumah tangga di Polrestabes
Pasal 45 ayat 2 menyatakan tentang Semarang adalah memberikan pengertian dan
kekerasan psikis. Kekerasan psikis ini sudah barang konseling terhadap korban dan bekerja sesuai dengan
tentu dilakukan sebelum kekerasan fisik dilakukan, prosedur undang-undang dan peraturan perundang-
artinya adalah kekerasan fisik selalui disertai atau undangan lainnya.
didahului dengan kekerasan psikis. Wujud kekerasan
psikis adalah cacian, makian, hinaan, dll. Dengan 5. Saran
perlakukan tersebut korban merasakan ketakutan dan
Hendaknya bagi para korban jangan merasa takut/malu
yang lebih parah lagi adalah trauma. Proses
untuk melaporkan kepada pihak yang berwajib mengenai
penyembuhannya pun tidak secepat luka fisik,
tindak pidana KDRT yang dialaminya.
kekerasan psikis membutuhkan pengobatan dan terapi
Kepada masyarakat, hendaknya ikut berperan aktif
yang intensif.
dalam usaha menjaga keamanan dan ketentraman
Sedangkan pasal 46 menyatakan akan
lingkungan dengan melaporkan kepada Ketua RT
kekerasan seksual, hal ini dimaksudkan adalah
setempat apabila terjadi KDRT.
kekerasan seksual antara pasangan suami istri. Seperti
Hendaknya pihak Polrestabes Semarang khususnya
halnya seorang suami yang maniak, dia merasa puas
Unit PPA melakukan sosialisasi UU No. 23 Tahun
dalam bercinta jika sudah menyiksa istrinya. Ini
2004 tentang Penghaspuan KDRT kepada masyarakat
merupakan suatu hal yang perlu diteliti dan dicermati
umum, agar masyarakat paham tentang pengaturan
secara intensif dengan para keterangan saksi ahli.
KDRT.
Tetapi hal itu bukan berarti pelaku mengidap sakit
kejiwaan (Pasal 44 KUHP). Yang mana nantinya akan
14
Wawancara dengan Ibu Dian Puspitasari, Divisi
Hukum LRC-KJHAM, tanggal 21 Maret 2013.
15
Wawancara

6
DAFTAR PUSTAKA

Chazawi, Adami. Pelajaran Hukum Pidana. Jakarta :


Bayumedia Publishing, 2002.

Damanik, Anisfrianti. Sistem Peradilan Pidana Terpadu bagi


Perempuan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Yogyakarta : Bina Aksara, 2004.

Harjono, Konstitusi Sebagai Rumah Bangsa. Jakarta : Penerbit


Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah
Konstitusi, 2008.

I.S. Susanto. Kriminologi. Semarang : Fakultas Hukum UNDIP,


1995.

Prayudi, Guse. Berbagai Aspek Tindak Pidana Kekerasan


Dalam Rumah Tangga. Yogyakarta : Merkid Press,
2005.

Soemitro, Ronny Hanitijo. Metodologi Penelitian Hukum dan


Jurimetri. Jakarta : Ghalia Indonesia, 1985.

Norbuko, Cholid. Metodologi Penelitian. Jakarta : Bumi Aksara,


Jakarta, 2003.

Syafaat, Rachmat. Perlindungan Hukum dan Hak Asasi


Perempuan. Malang : IKIP Malang, 2005.

Waluyo, Bambang. Penelitian Hukum Dalam Praktek. Jakarta :


Sinar Grafika, 1991.

WJS. Poerwadarminta. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta


: PN. Balai Pustaka, 1984.

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan


Kekerasan dalam Rumah Tangga.

Makalah dan Karya Ilmiah

Muladi, Perlindungan Wanita terhadap Tindak Pidana, Penataran


Nasional Hukum Pidana dan Kriminologi, Semarang, 3-
15 Desember 1995.

Eltiani, dkk, Peran Aparat Penegak Hukum dalam Penghapusan


Kekerasan dalam Rumah Tangga, Seminar dan Temu
Wicara dalam Rangka Peringatan Hari Ibu ke 77
Kabupaten Tanjung Jabung Barat, 2005.

Arti Perlindungan Hukum, http://blog.bestlagu.com, diakses 29


Oktober 2012.

LSM : Semarang Juara Kasus KDRT 2011,


http://www.antarajateng.com, diakses 10 Januari 2012.

Hadi, Kurnia. Kendala dan Hambatan Penyidikan KDRT yang


dilakukan Polri, http://kurhadi-hadi.blog.friendster.com,
diakses 19 Desember 2012.

Kamus Besar Bahasa Indonesia, www.artikata.com, diakses 29


Oktober 2012.

Potrebbero piacerti anche