NADYA CAROLINA
DAFTAR PENYAKIT ANAK KOMPETENSI 3 DAN 4
NO SISTEM ORGAN TOPIK
1 Kardiovaskular Demam rematik
Gagal jantung
2 Respirasi Asma bronkial
TB
Bronkopneumonia
Bronkiolitis
3 Gastrointestinal Gastroenteritis
Dehidrasi
Hepatitis
4 Traktus urinarius ISK
Pielonefritis akut
Glomerulonefritis akut
5 Sistem saraf Kejang demam
Meningitis
Ensefalitis
Epilepsi
6 Hemato-imunologi Anemia def Fe
ITP
Hemofilia
Alergi anak
7 Perinatologi Asfiksia neonatorum
Ikterus neonatorum
Sindrom distres respirasi
8 Endokrin, Gizi, Metabolik, Gizi buruk Hipoglikemia
Tumbuh Kembang Obesitas Imunisasi
Def vitamin Gangguan
Hipotiroid perkembangan
IDDM
9 Infeksi Tropis Morbili Tifoid
Mumps Difteri
Poliomielitis Varisela, herpes
Rubella zoster
Tetanus neonatorum Infeksi cacing
Pertusis Malaria
DF, DHF
1
DEMAM REMATIK
Demam rematik akut (DRA) merupakan penyakit reaksi autoimun lambat terhadap Streptococcus grup A (SGA)
Manifestasi klinis pada penderita ditentukan oleh kerentanan genetik penderita, virulensi organisme, dan
lingkungan. Demam rematik akut yang tidak diterapi dengan baik akan menimbulkan gejala sisa pada jantung yang
dikenal sebagai penyakit jantung rematik (PJR).
DRA dan PJR terjadi sebagian besar di negara yang sedang berkembang, lingkungan padat, sosial ekonomi
rendah, keadaan malnutrisi, dan fasilitas kesehatan terbatas. Insidens puncak terjadi pada usia 8 tahun (rentang usia
6 15 tahun).
DASAR DIAGNOSIS
Pada tahun 2003, WHO mengeluarkan rekomendasi untuk melanjutkan penggunaan kriteria Jones yang
diperbaharui (tahun 1992) untuk demam rematik serangan pertama dan serangan rekuren DR pada pasien yang
diketahui tidak mengalami PJR. Untuk serangan rekuren DR pada pasien yang sudah mengalami penyakit jantung
rematik, WHO merekomendasikan penggunaan minimal dua kriteria minor dengan disertai bukti infeksi SGA
sebelumnya. Kriteria diagnostik PJR ditujukan untuk pasien yang datang pertama kali dengan mitral stenosis murni
atau kombinasi stenosis mitral dan insufsiensi mitral dan/atau penyakit katup aorta. Untuk chorea rematik tidak
diperlukan kriteria mayor lainnya atau bukti infeksi SGA sebelumnya (WHO, 2004).
2
TATALAKSANA
Tirah baring
Antibiotik : penisilin G 0,6-1,2 juta unit IM atau apabila alergi bisa eritromisin 40mg/kgbb/hari dibagi 2-4 dosis
selama 10 hari. Atau penisilin V 4x250 mg p.o selama 10 hari
Anti nyeri dan anti radang : aspirin dan prednison
DD
SLE, RA juvenile
GAGAL JANTUNG
Gagal jantung pada bayi dan anak adalah suatu sindrom klinis yang ditandai oleh ketidakmampuan miokardium
memompa darah ke seluruh tubuh untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh termasuk kebutuhan untuk
pertumbuhan. Gagal jantung dapat disebabkan oleh penyaki jantung bawaan maupun didapat yang diakibatkan oleh
beban volume (preload) atau beban tekanan (afterload) yang berlebih, atau penurunan kontraktilitas miokard.
DIAGNOSIS
ANAMNESIS
Sesak napas terutama saat beraktivitas. Sesak napas dapat mengakibatkan kesulitan makan/ minum dan dalam
jangka panjang, gagal tumbuh
Sering berkeringat
Ortopnea (sesak napas yang mereda pada posisi tegak)
Dapat dijumpai mengi
Edema di perifer, pada bayi biasanya di kelopak mata
3
PEMERIKSAAN FISIK
Tanda kongesti vena paru (gagal Tanda kongesti vena sistemik (gagal
Tanda gangguan miokard
jantung kiri) jantung kanan)
Takikardi : laju jantung > 160 Takipne Hepatomegali
kali/menit pada bayi, > 100
kali/menit pada anak
Kardiomegali Sesak napas, terutama saat aktivitas Peningkatan JVP (tidak pada bayi)
Peningkatan tonus simpatis : Ortopne Edema perifer (tidak pada bayi)
berkeringat, gangguan pertumbuhan
Irama gallop Mengi atau ronki Kelopak mata bengkak (pada bayi)
Batuk
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Foto toraks : hampir selalu ada kardiomegali
EKG : biasanya melihat adanya hipertrofi atrium/ ventrikel dan gangguan irama misal takikardi
supra ventrikular
Ekokardiografi : melihat kelainan anatomis dan kontraktilitas jantung
Darah rutin
Elektrolit
Analisa Gas Darah
TATALAKSANA
Penatalaksanaan lengkap lihat buku standar pediatrik. Penatalaksanaan untuk gagal jantung anak tanpa kondisi
gizi buruk adalah sebagai berikut:
Diuretik. Furosemid dengan dosis 1 mg/kgBB IV akan meningkatkan aliran urin dalam 2 jam. Jika dosis awal
tidak efektif, berikan dosis 2 mg/kgBB dan diulang 12 jam kemudian bila diperlukan. Setelah itu, dosis tunggal harian
1-2 mg/kgBB per oral dianjurkan.
Oksigen. Berikan oksigen bila frekuensi napas 70 kali/menit, didapatkan distres pernapasan, atau terdapat
sianosis sentral.
Beberapa obat yang digunakan dalam gagal jantung seperti di bawah ini, kemungkinan tidak tersedia di rumah
sakit. Bila perlu, rujuk pasien ke rumah sakit yang lebih lengkap fasilitasnya.
Digoksin
Dopamin
Dobutamin
Captopril
Perawatan penunjang
Bila memungkinkan, hindari pemberian cairan intravena.
Anak dalam posisi setengah duduk dengan elevasi lengan dan bahu dengan kedua tungkai pasif.
Atasi panas badan dengan parasetamol untuk mengurangi kerja jantung.
Pemantauan
Anak harus dipantau oleh perawat sedikitnya setiap 6 jam (setiap 3 jam bila diberikan oksigen) dan oleh
dokter sehari sekali. Pantau frekuensi pernapasan dan denyut nadi, ukuran besar hati dan berat badan untuk
penilaian keberhasilan terapi. Lanjutkan pengobatan sampai frekuensi pernapasan dan denyut nadi normal dan hati
tidak lagi membesar.
4
DD
Asma, PJB
ASMA BRONKIAL
Patogenesis
Patogenesis asma dapat diterangkan secara sederhana sebagai bronkokonstriksi akibat proses inflamasi yang
terjadi terus menerus pada saluran napas. Selain reaksi inflamasi, juga asma memperlihatkan adanya suatu pola
hubungan antara proses sensitisasi alergi dgn perkembangan dan perjalanan penyakit alergi yaitu allergic march.
Biasanya ada predisposisi orangtua asma, riwayat atopi, rinitis alergi, dan peningkatan kadar IgE.
DIAGNOSIS
ANAMNESIS
Apakah anak mengalami serangan mengi atau serangan mengi berulang?
Apakah anak sering terganggu oleh batuk pada malam hari?
Apakah anak mengalami mengi atau batuk setelah berolaraga?
Apakah anak mengalami gejala mengi, dada terasa berat, batuk setelah terpajan alergen atau polutan?
Apakah jika pilek, membutuhkan >10 hari untuk sembuh?
Apakah gejala klinis membaik setelah pemberian pengobatan anti asma?
PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran
Suhu tubuh
Sesak napas, apakah terdapat sesak napas
Tanda gagal napas
Tanda infeksi penyerta/komplikasi
Penilaian derajat serangan asma: ringan/sedang/berat/mengancam jiwa
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Fungsi Paru : Peak Flow Meter, spirometer
Analisis gas darah : pada asma dapat terjadi asidosis respiratorik dan metabolic
Darah lengkap dan serum elektrolit
Foto Toraks : pada asma umumnya tampak hiperaerasi, bisa dijumpai komplikasi berupa atelektasis,
pneumotoraks, dan pneumomediastinum
TATALAKSANA
Non medikamentosa:
- Kontrol lingkunan untuk menghindari pajanan alergen, baik untuk mencegah sensitisasi maupun penghindaran
pencetus.
Medikamentosa:
- Obat pelega (relievers): untuk melegakan saluran napas dan menghilangkan serangan serta eksaserbasi akut dgn
pemberian bronkodilator yaitu beta 2 agonis selain xantin dan antikolinergik
- Obat pengontrol (controllers): untuk menjaga dan mengontrol asma persisten dengan mencegah kekambuhan
misal dengan kortikosteroid.
5
DD
Gagal jantung, alergi, bronkiolitis
TUBERKULOSIS
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit akibat infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis yang bersifat sistemik
sehingga dapat mengenai hampir semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak di paru yang biasanya merupakan
lokasi infeksi primer.
Perlu ditekankan sejak awal adanya perbedaan antara infeksi TB dengan sakit TB. Infeksi TB relatif mudah
diketahui, yaitu dengan berbagai perangkat diagnostik infeksi TB, misalnya uji tuberkulin. Seorang (dewasa atau
anak) yang positif terinfeksi TB (uji tuberkulin positif) belum tentu menderita sakit TB. Pasien sakit TB perlu
mendapat terapi OAT, namun seorang yang mengalami infeksi TB tanpa sakit TB, tidak perlu terapi OAT. Untuk
kelompok risiko tinggi, pasien dengan infeksi TB tanpa sakit TB, perlu mendapat profilaksis.
DIAGNOSIS
ANAMNESIS
Gejala umum dari penyakit TB pada anak tidak khas :
- Nafsu makan kurang
- BB sulit naik, menetap, atau malah turun (kemungkinan masalah gizi sebagai penyebab harus disingkirkan)
- Demam subfebris berkepanjangan (etiologi demam kronik akibat hal lain perlu disingkirkan)
- Pembesaran kelenjar superfisial di daerah leher, aksila, inguinal, tempat lain
- Keluhan respiratorik : batuk kronis lebih dari 3 minggu atau nyeri dada
- Gejala gastrointestinal : diare persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan baku atau perut membesar
karena cairan atau teraba massa dalam perut
Keluhan spesifik organ bila TB menganai organ ekstrapulmonal, seperti :
- Benjolan di punggung (gibbus), sulit membungkuk, pincang, atau pembengkakan sendi
- Bila mengenai SSP : gejala iritabel, leher kaku, muntah-muntah, kesadaran menurun
- Gambaran kelainan kulit khas : skrofuloderma
- Limfadenopati multipel di daerah colli, aksila, inguinal
- Lesi flikten di mata
PEMERIKSAAN FISIK
Pada sebagian kasus TB, tidak ditemukan kelainan fisik yang khas :
- Antropometri : gizi kurang
- Suhu subfebris
Kelainan pada pemeriksaan fisik baru dijumpai jika TB mengenai organ tertentu :
- TB vertebrae : gibbus, kifosis, , paraparesis, paraplegia
- TB koksae atau TB genu : jalan pincang, nyeri pada pangkal paha atau lutut
- Pembesaran KGB multipel, tidak nyeri tekan,dan konfluens (saling menyatu)
- Meningitis TB : kaku kuduk, tanda rangsang meningeal lain
- Skrofuloderma : ulkus kulit dengan skinbridge biasanya terjadi di daerah leher, aksila, atau inguinal
- Konjungtiviitis fliktenularis : bintik putih di limbus kornea yang sangat nyeri
6
(gibbus) (skofuloderma)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
(1) Uji tuberkulin
Dengan cara Mantoux, yaitu penyuntikan 0,1 ml Tuberkulin Indurasi transversal diukur dan dilaporkan dalam
PPD secara intrakutan di bag volar lengan dengan arah mm.
suntikan memanjang lengan (longitudinal). Reaksi diukur 48- Indurasi >10 mm : positif
72 jam setelah penyuntikan. Indurasi <5 mm : negatif
Indurasi 5-9 mm : meragukan, perlu diulang dalam
jangka waktu minimal 2 minggu
(3) Pemeriksaan mikrobiologik dari bahan bilasan
(2) Foto toraks AP dan lateral kanan
lambung atau sputum
Pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal Hasil biakan positif diagnosis pasti TB
Konsolidasi segmen/ lobus paru Hasil biakan negatif tidak menyingkirkan diagnosis
Milier TB
Kavitas
Efusi pleura
Ateletaksis
Kalsifikasi
Pemeriksaan lain
(4) Pemeriksaan patologi : biopsi kelenjar, kulit, jaringan lain yang dicurigai TB
(5) Pemeriksaan serologi : PAP TB, ICT, Mycodot (tidak dianjurkan)
(6) Funduskopi : dianjurkan untuk TB milier & Meningitis TB
(7) Pungsi lumbal : dilakukan pada TB milier untuk mengetahui ada/ tidaknya meningitis TB
(8) Foto tulang & pungsi pleura atas indikasi
(9) Pem darah tepi, LED, urin dan feses rutin : sebagai pelengkap data
TATALAKSANA
Pengobatan TB dibagi dalam 2 tahap yaitu
Tahap intensif : 3-5 OAT selama 2 bulan awal
Tahap lanjutan : 2 OAT (INH-Rifampisin) hingga 6-12 bulan
Pada anak, obat TB diberikan secara harian (daily) baik pada fase intensif maupun fase lanjutan.
7
TB paru TB paru berat (milier, destroyed lung) & TB ekstra paru
Fase intensif : INH, Rifampisin, Pirazinamid Fase intensif : 4-5 OAT
Fase lanjutan : INH-Rifampisin Fase lanjutan : INH-Rifampisin
TB kelenjar superfisial TB milier & efusi pleura TB
Fase intensif : INH, Rifampisin, Pirazinamid Prednison 1-2 mg/kgBB/hari selama 2 minggu, lalu
Fase lanjutan : INH-Rifampisin tappering off selama 2 minggu, sehingga total pemberian 1
bulan
NOTES
Untuk menjamin ketersediaan OAT untuk setiap pasien, OAT disediakan dalam bentuk paket. Satu paket dibuat
untuk satu pasien untuk satu masa pengobatan. Paket OAT anak berisi obat untuk tahap intensif, yaitu Rifampisin
(R), Isoniazid (H), Pirazinamid (Z); sedangkan untuk tahap lanjutan, yaitu Rifampisin (R) dan Isoniasid (H).
Tatalaksana:
INH : 5-15 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 300 mg/hari
Rifampisin : 10-20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 600 mg/hari
Pirazinamid : 15-30 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 2 000 mg/hari
Etambutol : 15-20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 1 250 mg/hari
Streptomisin : 1540 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 1 000 mg/hari
BRONKOPNEUMONIA
Pneumonia adalah infeksi akut parenkim paru yang meliputi alveolus dan jaringan interstisial. Pneumonia
didefinisikan berdasarkan gejala dan tanda klinis, serta perjalanan penyakitnya. WHO mendefinisikan pneumonia
hanya berdasarkan penemuan klinis yang didapat pada pemeriksaan inspeksi dan frekuensi pernapasan.
Berbagai mikroorganisme dapat menjadi penyebab pneumonia, antara lain virus, jamur, dan bakteri. Pada anak
pneumonia sering kali bersamaan dengan terjadinya proses infeksi akut pada bronkus sehingga disebut
bronkopneumonia.
DIAGNOSIS
ANAMNESIS
Batuk yang awalnya kering, kemudian menjadi produktif dengan dahak purulen bahkan bisa berdarah
Sesak napas
Demam
Kesulitan makan/minum
Tampak lemah
PEMERIKSAAN FISIK
Demam, batuk (non produktif atau produktif), nyeri dada, nyeri kepala, letargi, pernapasan cuping hidung atau
dgn otot bantu pernapasan.
Auskultasi tdpt ronki basah halus, suara napas menurun.
Palpasi : vocal fremitus menurun
Pada perkusi dapat redup.
Bila berat, gerakan dada menurun saat inspirasi, anak berbaring ke arah yg sakit dgn kaki fleksi, rasa nyeri
menjalar ke leher, bahu, dan perut.
8
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Foto toraks PA
Leukositosis dengan dominasi sel neutrofil
Trombositopeni (pada pneumonia dgn empiema)
Biakan darah
TATALAKSANA
Anak di rawat jalan
Terapi antibiotik secara empirik sesuai dgn pola kuman tersering yaitu S. pneumoniae dan H. influenzae.
Beri antibiotik: Kotrimoksasol (4 mg TMP/kg BB/kali) 2 kali sehari selama 3 hari atau Amoksisilin (25 mg/kg
BB/kali) 2 kali sehari selama 3 hari. Untuk pasien HIV diberikan selama 5 hari.
Tindak lanjut
Anjurkan ibu untuk memberi makan anak. Nasihati ibu untuk membawa kembali anaknya setelah 2 hari, atau
lebih cepat kalau keadaan anak memburuk atau tidak bisa minum atau menyusu.
Ketika anak kembali:
- Jika pernapasannya membaik (melambat), demam berkurang, nafsu makan membaik, lanjutkan pengobatan
sampai seluruhnya 3 hari.
- Jika frekuensi pernapasan, demam dan nafsu makan tidak ada perubahan, ganti ke antibiotik lini kedua dan
nasihati ibu untuk kembali 2 hari lagi.
- Jika ada tanda pneumonia berat, rawat anak di rumah sakit dan tangani sesuai pedoman. (pasang oksigen, dll)
DD
Atelektasis, aspirasi, pneumonia virus
BRONKIOLITIS
Menurut Wohl, bronkiolitis adalah inflamasi bronkioli pada bayi <2 tahun. Berdasarkan guideline dari UK,
bronkiolitis adalah penyakit seasonal viral yang ditandai dengan adanya panas, pilek, batuk, dan mengi. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan inspiratory crackles dan/ atau high pitched expiratory wheeze. Etiologi tersering adalah
Respiratory Syncytial Virus (RSV). Selain itu Rhinovirus, Adenovirus, Parainfluenzae virus, Enterovirus, Influenzae
virus.
DIAGNOSIS
ANAMNESIS
Sering terjadi pada anak usia <2 tahun. Insiden tertinggi pada usia 3-6 bulan
Demam atau riwayat demam, namun jarang terjadi demam tinggi
Rhinorrhea, nasal discharge (pilek), sering timbul sebelum gejala lain seperti batuk, takipne, sesak napas, dan
kesulitan makan
Batuk disertai gejala nasal adalah gejala yang pertama muncul pada bronkiolitis. Batuk kering dan mengi khas
untuk bronkiolitis
Poor feeding
9
PEMERIKSAAN FISIK
Napas cepat merupakan gejala utama pada lower respiratory tract infection (LRTI), terutama pada bronkiolitis
dan pneumonia
Retraksi dinding dada (subkosta, interkosta, dan supraklavikula) sering terjadi pada penderita bronkiolitis. Bentuk
dada tampak hiperinflasi dan keadaan tersebut membedakan bronkiolitis dari pneumonia
Fine inspiratory crackles pada seluruh lapang paru sering ditemukan
High pitched expiratory wheeze
Apnea
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Saturasi oksigen
Pulse oximetry harus dilakukan pada setiap anak yang datang ke RS dengan bronkiolitis.
Bayi dengan saturasi oksigen 92% membutuhkan perawatan di ruangan intensif
Bayi dengan saturasi oksigen >94% dapat dipertimbangkan untuk dipulangkan
Analisa gas darah
Umumnya tidak diindikasikan. Hanya untuk bayi dengan distres napas berat dengan kemungkinan gagal napas
Foto toraks
Dipertimbangkan pada bayi dengan diagnosis meragukan atau penyakit atipikal
Pemeriksaan virologi
Rapid diagnosis infeksi virus pada saluran napas adalah cost effective
TATALAKSANA
1. Oksigenasi (perlu perhatikan gejala klinis dan saturasi oksigen anak)
Diberikan pada semua anak dengan mengi dan distres pernapasan berat. Terapi oksigen diteruskan sampai tanda
hipoksia hilang, bisa menggunakan kateter nasal >2L/menit dgn maksimal 8-10L/ menit atau nasal CPAP.
2. Cairan
Penting untuk koreksi asidosis metabolik dan respiratorik yg mungkin timbul dan mencegah dehidrasi. Cairan
diberikan dgn cara IV atau menggunakan NGT
3. Bronkodilator dan kortikosteroid
Nebulasi epinefrin dan deksametason oral. --> untuk meningkatkan kerja mukosilia sal napas untuk
membersihkan lendir dan debris-debris.
4. Antivirus
Seperti ribavirin, namun biasanya tdk perlu krn sifatnya self limiting disease
5. Antibiotik
Hanya bila dicurigai ada infeksi tambahan (misal pada anak yg menggunakan intubasi dan ventilasi mekanik). Bisa
dipakai AB spektrum luas
6. Fisioterapi
DD
Asma, kelainan anatomi spt abnormalitas saluran napas sentral, cystic fibrosis
10
GASTROENTERITIS
Gastroenteritis (enterogastritis) adalah peradangan akut yang terjadi pada lapisan lambung dan usus.
Gastroenteritis ditandai dengan gejala-gejala gastrointestinal seperti anoreksia, mual, diare, nyeri abdomen, dan
kelemahan.
ETIOLOGI
Virus: Rotavirus, Norovirus, Bakteri, Parasit, Infeksi
GEJALA KLINIS
Diare dengan konsistensi feses yg sangat cair (krn ETEC), terkadang disertai darah atau lendir (shigella, amoeba)
Bisa disertai dengan muntah, demam, nyeri abdomen
Dehidrasi (akibat muntah dan diare)
DIAGNOSIS
ANAMNESIS
KU, faktor risiko lingkungan, riwayat kontak, riwayat bepergian, riwayat pajanan dgn sumber infeksi (air atau
makanan)
PEMERIKSAAN FISIK
Tanda tanda dehidrasi, bising usus meningkat, perkusi suara timpani karena kembung, palpasi dinding abdomen
supel, periksa kemungkinan nyeri tekan dan nyeri lepas.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
DPL (kemungkinan infeksi), kultur darah dan feses, AGD, elektrolit, ELISA dan PCR
Pemeriksaan penunjang jarang digunakan pada gastroenteritis kecuali pada beberapa keadaan seperti tanda, gejala
serta pemeriksaan fisik tidak tidak cukup untuk membuat diagnosis.
PENATALAKSANAAN
1. Dehidrasi : rehidrasi
2. Pemeberian zink dan probiotik sebagai terapi penunjang :
<6 bulan : 10mg/hari selama 10 hari
>6 bulan 5 tahun : 20 mg/ hari selama 10 hari
3. Gastroenteritis bakteri : antibiotik (ampisilin, amoksisilin dll)
4. Gastroentritis virus : terapi suportif
5. Gastroenteritis parasit : Metronidazole
6. Antiemetik : tidak dianjurkan kecuali jika benar benar diperlukan (ondasentron 1 kali pemberian secara oral)
EDUKASI
1. Mencuci Tangan dengan air dan sabun
2. Tidak bertukar-tukar handuk dengan yang sedang terinfeksi
3. Memberikan vaksin rotavirus
4. ASI
5. Personal hygine
DD
1. Appendisitis
2. Bacterial Enteritis
3. Pielonefritis dan Pneumonia
11
DEHIDRASI
Dehidrasi adalah suatu keadaan penurunan total air di dalam tubuh karena hilangnya cairan secara patologis,
asupan air tidak adekuat, atau kombinasi keduanya. Dehidrasi terjadi karena pengeluaran air lebih banyak daripada
jumlah yang masuk, dan kehilangan cairan ini juga disertai dengan hilangnya elektrolit.
DIAGNOSIS
ANAMNESIS
Cari penyebab dehidrasi: diare, muntah, demam, stomatitis dan faringitis, KAD
PEMERIKSAAN FISIK
Jika anak memiliki dua atau lebih tanda berikut, anak menderita dehidrasi ringan/sedang
Gelisah/rewel
Haus dan minum dengan lahap
Mata cekung
Cubitan kulit perut kembalinya lambat
Perhatian:
Jika anak hanya menderita salah satu dari tanda di atas dan salah satu tanda dehidrasi berat (misalnya: gelisah/rewel
dan malas minum), berarti anak menderita dehidrasi sedang/ringan.
Jika terdapat dua atau lebih tanda berikut, berarti anak menderita dehidrasi berat
Letargis atau tidak sadar
Mata cekung
Cubitan kulit perut kembali sangat lambat ( 2 detik)
Tidak bisa minum atau malas minum
TATALAKSANA
Pada 3 jam pertama, beri anak larutan oralit dengan perkiraan jumlah sesuai dengan berat badan anak (atau
umur anak jika berat badan anak tidak diketahui)
Tunjukkan pada ibu cara memberi larutan oralit pada anak, satu sendok teh setiap 1 2 menit jika anak berumur
di bawah 2 tahun; dan pada anak yang lebih besar, berikan minuman oralit lebih sering dengan menggunakan
cangkir.
Lakukan pemeriksaan rutin jika timbul masalah
- Jika anak muntah, tunggu selama 10 menit; lalu beri larutan oralit lebih lambat (misalnya 1 sendok setiap 2
3 menit)
- Jika kelopak mata anak bengkak, hentikan pemberian oralit dan beri minum air matang atau ASI
Nasihati ibu untuk terus menyusui anak kapan pun anaknya mau
Jika ibu tidak dapat tinggal di klinik hingga 3 jam, tunjukkan pada ibu cara menyiapkan larutan oralit dan beri
beberapa bungkus oralit secukupnya kepada ibu agar bisa menyelesaikan rehidrasi di rumah ditambah untuk
rehidrasi dua hari berikutnya.
Nilai kembali anak setelah 3 jam untuk memeriksa tanda dehidrasi yang terlihat sebelumnya
(Catatan: periksa kembali anak sebelum 3 jam bila anak tidak bisa minum larutan oralit atau keadaannya terlihat
memburuk.)
12
Jika tidak terjadi dehidrasi, ajari ibu mengenai empat aturan untuk perawatan di rumah
- beri cairan tambahan
- beri tablet Zinc selama 10 hari
- lanjutkan pemberian minum/makan
- kunjungan ulang jika terdapat tanda berikut ini:
anak tidak bisa atau malas minum atau menyusu
kondisi anak memburuk
anak demam
terdapat darah dalam tinja anak
Jika anak masih mengalami dehidrasi sedang/ringan, ulangi pengobatan untuk 3 jam berikutnya dengan larutan
oralit, seperti di atas dan mulai beri anak makanan, susu atau jus dan berikan ASI sesering mungkin
Jika timbul tanda dehidrasi berat, mulai berikan cairan intravena segera. Pada saat infus disiapkan, beri larutan
oralit jika anak bisa minum.
Meskipun belum terjadi dehidrasi berat tetapi bila anak sama sekali tidak bisa minum oralit misalnya karena anak
muntah profus, dapat diberikan infus dengan cara: beri cairan intravena secepatnya. Berikan 70 ml/kg BB cairan
Ringer Laktat atau Ringer asetat (atau jika tak tersedia, gunakan larutan NaCl) yang dibagi sebagai berikut:
PEMBERIAN MAKAN
Berikut adalah makanan yang direkomendasikan:
Sereal atau makanan lain yang mengandung zat tepung dicampur dengan kacang-kacangan, sayuran dan
daging/ikan, jika mungkin, dengan 1-2 sendok teh minyak sayur yang ditambahkan ke dalam setiap sajian.
Makanan Pendamping ASI lokal yang direkomendasikan dalam pedoman Manajemen Terpadu Balita Sakit
(MTBS) di daerah tersebut
Sari buah segar seperti apel, jeruk manis dan pisang dapat diberikan untuk penambahan kalium
Bujuk anak untuk makan dengan memberikan makanan setidaknya 6 kali sehari. Beri makanan yang sama setelah
diare berhenti dan beri makanan tambahan per harinya selama 2 minggu.
13
HEPATITIS
Hepatitis merupakan penyakit yang diakibatkan oleh adanya peradangan pada hati. Beberapa gejala dan tanda
yang tampak pada seseorang yang menderita Hepatitis adalah:
Demam
Mual dan muntah
Nafsu makan berkurang
Mudah lelah
Kuning, yang biasanya dapat terlihat pada kulit atau mata (sklera)
Kencing berwarna kecoklatan seperti teh
Sering didapatkan pembesaran hati dan nyeri perut kanan atas pada saat pemeriksaan fisik
HEPATITIS A
Disebabkan oleh Hepatitis-A Virus (HAV). Virus HAV ini menular dengan cara fecal-oral (fecal: kotoran/feses, oral:
mulut). Artinya penyebaran dan penularan virus ini terjadi melalui kontaminasi makanan atau air oleh virus HAV
yang terdapat pada kotoran/feses penderita Hepatitis A.
Penularan:
Sebagian besar kasus hepatitis A terjadi pada daerah yang memiliki tingkat kemiskinan yang tinggi, jumlah penduduk
yang berlebihan (penuh sesak), serta buruknya sistem sanitasi dan air bersih. Virus hepatitis A dapat menyebar
dengan cepat melalui:
1. Mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi oleh tinja seseorang yang terinfeksi hepatitis A akibat buruknya
kebersihan pribadi. Sebagai contoh, ketika kita mengkonsumsi makanan yang disiapkan oleh penderita hepatitis
A yang belum mencuci tangan dengan baik, apalagi setelah ia buang air besar
2. Mengkonsumsi air minum yang terkontaminasi
3. Mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan yang dicuci dengan menggunakan air yang telah terkontaminasi
4. Mengkonsumsi makanan laut yang tercemar oleh limbah
5. Berhubungan sex dengan penderita
Oleh karena itu, untuk mencegah penularan dari virus HAV, hal yang dapat dilakukan adalah menjaga kebersihan
asupan makanan yang kita makan. Beberapa kebiasaan baik yang bisa dilakukan untuk tujuan ini diantaranya adalah
dengan membiasakan mencuci tangan menggunakan sabun sebelum makan, menjaga sanitasi makanan, serta
menghindari memakan makanan yang belum diketahui kebersihan pengolahannya (makanan yang dijual dipinggir
jalan). Selain itu, pencegahan penyakit Hepatitis A ini juga dapat dilakukan dengan pemberian vaksin Hepatitis A.
HEPATITIS B
Penyebabnya adalah Hepatitis-B Virus (HBV), merupakan jenis penyakit liver berbahaya dan dapat berakibat
fatal. Pada 90% kasus HBV menghilang secara alami, tetapi pada 10% kasus lainnya virus tersebut tetap bertahan
dan mengembangkan penyakit kronis, yang kemudian bisa menyebabkan sirosis atau kanker hati. Banyak bayi dan
anak-anak yang terkena hepatitis B tidak betul-betul sembuh, sehingga mendapatkan masalah liver di usia dewasa.
Anda perlu berhati-hati dengan virus HBV karena dapat ditularkan oleh orang yang sehat (yang tidak
mengembangkan penyakit hepatitis B aau yang disebut Carrier)
14
Hepatitis B seringkali tidak menimbulkan gejala. Bila ada gejala, keluhan yang khas dirasakan adalah:
Nyeri
Gatal di persendian
Mual
Kehilangan nafsu makan
Nyeri perut
Hepatitis B dapat ditangkal dengan vaksin. Anak-anak biasanya mendapatkan vaksin ini sebagai bagian dari program
vaksinasi anak.
Penularan:
Virus hepatitis B (HBV) dapat ditularkan melalui darah, air mani, maupun cairan tubuh lainnya. Adapun cara
penularannya antara lain adalah:
Kontak seksual, yaitu jika seseorang melakukan hubungan seksual dengan dengan penderita hepatitis B tanpa
menggunakan pelindung (kondom) yang dapat mengakibatkan darah, air liur, air mani, maupun cairan vagina
memasuki tubuhnya.
Penggunaan jarum suntik, Jarum suntuk yang digunakan sama-sama dengan orang yang telah terinveksi virus
HBV juga dapat meningkatkan resiko penularan, yaitu melalui intravena (IV)
Kontak darah, misalnya saja pada saat terjadinya transfusi darah yang dilakukan dari orang yang terinfeksi virus
HBV kepada orang-orang yang belum terinfeksi.
Dari seorang ibu pada anaknya, misalnya saja adalah wanita yang sedang hamil dapat menularkan virus ini pada
janin di rahimnya.
Pemberian vaksin dapat mencegah penularan hepatitis B, tetapi belum ada pengobatan untuk mengobati
penyakit ini. Jika seseorang telah terinfeksi, sebaiknya ia segera mengambil tindakan pencegahan tertentu yang
dapat membantu mencegah penyebaran virus HBV kepada orang lain. Penggunaan pisau cukur dan sikat gigi secara
bersama juga perlu dihindari. Karena pada saat menggunakan pisau cukur atau menyikat gigi, tidak jarang terjadi
trauma/luka kecil yang mengakibatkan terbukanya akses bagi virus untuk masuk ke dalam peredaran darah
HEPATITIS C
Disebabkan oleh Hepatitis-C Virus (HCV). Penularan penyakit Hepatitis C menyerupai penularan pada Hepatitis B.
HEPATITIS D
Penyebab Hepatitis D adalah HDV (Hepatitis-D Virus) atau virus Delta. Virus ini hanya dapat berkembang biak di
dalam tubuh bila tubuh sudah terinfeksi oleh virus Hepatitis B. Meskipun merupakan jenis yang paling jarang terjadi,
namun Hepatitis D merupakan jenis Hepatitis yang paling berbahaya dari jenis Hepatitis lainnya.
Sangat sulit untuk membedakan penderita hepatitis B dan hepatitis D, karena gejala-gejala yang dialami
penderita hampir sama, antara lain adalah:
Jaundice (menguningnya warna kulit dan mata/sklera)
Timbulnya rasa nyeri pada sendi
Sakit perut
Muntah
Hilangnya selera makan
15
Warna urin menjadi gelap
Merasa kelelahan
Penularan virus penyebab hepatitis D juga hampir sama dengan penularan virus hepatitis B. Virus hepatitis D
dapat menular atau menyebar melalui kontak dengan darah yang terkontaminasi atau cairan tubuh lainnya.
HEPATITIS E
Mirip dengan Hepatitis A. Virus Hepatitis E (HEV) ditularkan melalui kotoran manusia ke mulut dan menyebar
melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi. Tingkat tertinggi infeksi Hepatitis E terjadi di daerah
bersanitasi buruk yang mendukung penularan virus.
Penderita hepatitis E mungkin tidak akan merasakan gejala atau tanda-tanda apapun pasca virus ini memasuki
tubuhnya untuk jangka waktu 2 hingga 9 minggu lamanya. Namun ia kemungkinan akan segera mengalami beberapa
gejala setelah masa inkubasi tersebut, seperti:
Timbulnya flu ringan
Timbulnya kelelahan ekstrim yang biasanya berlangsung selama beberapa waktu setelah virus dibersihkan
Perubahan warna urin menjadi gelap atau coklat
Sakit perut
Jaundice (warna mata dan kulit menjadi kuning)
Demam
Hilangnya selera makan
Timbulnya rasa gatal
Mual dan muntah
Timbulnya rasa sakit atau nyeri pada sendi dan otot
Kesemutan, mati rasa, serta kelemahan pada lengan dan kaki
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis hepatitis biasanya ditegakkan dengan pemeriksaan tes fungsi hati, khususnya:
Darah rutin Pemeriksaan serologi
- Hemoglobin - Alanin Amino Transferase (ALT=SGPT)
- Jumlah Leukosit - Aspartat Amino Transferase (AST=SGOT)
- Jumlah Trombosit - Pemeriksaan Bilirubin direct&indirect, Bilirubin
- Hb & Hematokrit Total
- Hitung jenis Leukosit (Limfosit, monosit, - Alkali fosfatase (kurang bermakna karena
neutrofil segmen) kadarnya meningkat pada anak yang sedang
- Laju endap darah mengalami pertumbuhan)
- Pemeriksaan antigen HbsAg
TERAPI
Medikamentosa : Berikan obat-obat yang bersifat melindungi hati
Tirah baring. Pada periode akut dan keadaan lemah diharuskan cukup istirahat.
Terapi suportif sesuai kondisi pasien
DD
1. Penyakit Saluran Empedu
2. Leptospirosis
16
INFEKSI SALURAN KEMIH
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah istilah umum untuk menyatakan adanya pertumbuhan bakteri di dalam saluran
kemih. Batasan diagnosis: pertumbuhan bakteri 100.000 unit koloni per ml urin segar pancar tengah (midstream).
ISK merupakan penyebab demam kedua tersering pada anak setelah ISPA.
DIAGNOSIS
ANAMNESIS
Sering tidak khas (asimptomatik sepsis)
Neonatus sampai 2 bulan Bayi Anak besar
Demam Demam Sakit waktu miksi
Apatis BB sukar naik Frekuensi miksi meningkat
BB tidak naik anoreksia Nyeri perut atau pinggang
Muntah Mengompol
Mencret Polakisuria
Anoreksia Urin berbau menyengat
Problem minum
Sianosis
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
- Kesan sakit sedang
- Kesadaran neonatus apatis, bayi dan anak compos mentis
Tanda vital
- Suhu febris
- Pernapasan meningkat bila sepsis
- TD normal
- Nadi meningkat bila sepsis
Per sistem (yg khas)
- Nyeri ketuk sudut kostovertebral
- Nyeri tekan suprasimfisis
- Kelainan pada genitalia eksterna (mungkin fimosis, sinekia vulva, hipospadia, epispadia
- Mungkin kelainan tulang belakang seperti spina bifida
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Urinalisis
- Proteinuria
- Leukosituria (leukosit > 5/LPB)
- Hematuria (eritrosit > 5/LPB)
17
Kultur Urin
TATA LAKSANA
Medikamentosa
Biasanya Escherichia coli, sebelum ada hasil biakan urin dan uji kepekaan, antibiotik diberikan secara empirik
selama 7-10 hari untuk eradikasi infeksi akut.
18
Koreksi bedah bila diperlukan
Suportif
- Asupan cairan
- Perawatan hygiene perineum dan periuretra
- Pencegahan konstipasi
Pemantauan
- Dalam 2x24 jam pengobatan fase akut, seharusnya gejala menghilang secara umum, bila tidak dipikirkan
untuk mengganti antibiotik
- Pemeriksaan kultur dan uji resistensi urin dilakukan 3 hari setelah pengobatan fase akut dihentikan
- Bila ditemukan kelainana anatomik atau fungsional yang menyebabkan obstruktif, dilanjutkan dengan
antibiotik profilaksis
- Tumbuh kembang diperhatikan
PROGNOSIS
Ad vitam: Bonam
Ad Fungsionam: Dubia ad Bonam
Ad Sanationam: Dubia ad Bonam
WD
ISK Simpleks (uncomplicated, tidak ada penyulit) atau ISK Kompleks (complicated, disertai penyulit seperti sumbatan
muara uretra, urolitiasis, refluks vesikaureter)
ISK atas bawah: vesicoureter junction
Sistitis, Pielonefritis
DD
Kebalikannya
PIELONEFRITIS AKUT
Pielonefritis akut adalah reaksi inflamasi akibat infeksi yang terjadi pada pielum dan parenkim ginjal. Pada
umumnya kuman ini ascending dari bagian bawah ke atas. Kuman-kuman yang sering adalah Escheria coli, Proteus,
Klebsiella spp, dan kokus gram positif. PNA sering ditemukan pada wanita dan anak-anak.
Patofisiologi singkat
Bakteri dari saluran cerna akan asending menuju ke uretra dan berkembang biak --> uretrhritis, kemudian
asending menuju vesica urinaria menyebabkan sistitis, dan asending lagi hingga menginfeksi ginjal --> pielonefritis.
Selain secara asending juga bisa melalui hematogen dan limfogen namun jarang.
DIAGNOSIS
ANAMNESIS
Demam tinggi disertai menggigil
Nyeri di daerah perut dan pinggang, dapat disertai mual dan muntah
Kadang terjadi gejala iritasi pada vesika urinaria berupa disuria, frekuensi, dan urgensi
PEMERIKSAAN FISIK
Nyeri pada pinggang dan perut, nyeri pada CVA, suara usus melemah
19
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Urinalisis : leukosuria atau piuria (>5 leukosit/LPB) , hematuria (5-10 eritrosit/LPB) dan bisa karena kerusakan
glomerulus atau urolitiasis
Bakteriologis : mikroskopis, biakan bakteri, tes kimiawi spt tes reduksi dgn dipstik
Kultur urin
Hitung koloni
Radiologi, CT, MRI, USG
TATALAKSANA
Non medikamentosa
Nutrisi secara parentral bila terdapat mual dan muntah
Banyak minum hingga 2L/hari agar terjadi diuresis --> mikroorganisme dpt keluar saat miksi
Medikamentosa
Antibiotika
Aminoglikosida dikombinasi dgn ampisilin atau amoksisilin, fluorokuinolon, sefalosporin
Terapi suportif
Antiemetik, antipiretik
DD
Apendisitis, ISK
Glomerulonefritis akut pasca streptokokus (GNAPS) adalah suatu sindrom nefritik akut yang ditandai dengan
timbulnya hematuria, edema (palpebra/orbita, tungkai), hipertensi, dan penurunan fungsi ginjal (azotemia). Gejala-
gejala ini timbul setelah infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus grup A di saluran napas bagian atas atau di
kulit. GNAPS terutama menyerang anak usia sekolah dan jarang menyerang anak usia < 3 tahun. Laki-laki lebih sering
daripada perempuan dengan perbandingan 2:1. GNAPS merupakan penyakit yang self limiting, tetapi dapat juga
menyebabkan gagal ginjal akut.
DIAGNOSIS
ANAMNESIS
Riwayat ISPA (faringitis) 1-2 minggu sebelumnya atau infeksi kulit (pyoderma) 3-6 minggu sebelumnya
Umumnya pasien datang dengan hematuria nyata (gross hematuria) atau sembab di kedua kelopak mata atau
tungkai
Kadang-kadang pasien datang dengan kejang dan penurunan kesadaran akibat ensefalopati hipertensi
Oliguria/anuria akibat gagal ginjal/gagal jantung
PEMERIKSAAN FISIK
Edema di kedua kelopak mata atau tungkai dan hipertensi (sering)
Lesi bekas infeksi di kulit (dapat ditemukan)
Penurunan kesadaran dan kejang (jika ensefalopati)
Gejala hipervolemia : gagal jantung, edema paru
PEMERIKSAAN PENUNJANG
20
Urinalisis : proteinuria, hematuria, silinder eritrosit
Kreatinin dan ureum darah meningkat
ASTO meningkat pada 75-80% kasus ( 200 IU/ml)
Komplemen C3 menurun pada hampir semua pasien pada minggu pertama
Jika terjadi komplikasi gagal ginjal akut, ditemukan hiperkalemia, asidosis metabolik, hiperfosfatemia,
hipokalsemia
TATALAKSANA
Medikamentosa
Antibiotik
Gol penisilin, yaitu amoksisilin dengan dosis 50mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 10 hari. Jika alergi
penisilin maka diberikan eritromisin dengan dosis 30mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis
Diuretik
Anti hipertensi (jika didapatkan hipertensi)
Suportif
Tirah baring dan diet nefritis terutama jika terdapat retensi cairan
DD
Sindrom nefritis akut, hematuria idiopatik
21
KEJANG DEMAM
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 38C) tanpa
adanya infeksi SSP, gangguan elektrolit, atau metabolik lain. Kejang disertai demam pada bayi berusia kurang dari
1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam.
DIAGNOSIS
ANAMNESIS
Adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama kejang
Suhu sebelum/saat kejang, frekuensi dalam 24 jam, interval, keadaan anak pasca kejang, penyebab demam di
luar infeksi SSP (gejala ISPA, ISK, OMA, dll)
Riwayat perkembangan, riwayat kejang demam dan epilepsi dalam keluarga
Singkirkan penyebab kejang yang lain (misalnya diare/muntah yang mengakibatkan gangguan elektrolit, sesak
yang mengakibatkan hipoksemia, asupan kurang yang menyebabkan hipoglikemia)
PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran : penurunan kesadaran
Suhu : demam
Tanda rangsang meningeal : kaku kuduk, Bruzinski I dan II, Kernique, Laseque
Pemeriksaan nervus kranial
Tanda peningkatan TIK : ubun-ubun menonjol, papil edema
Tanda infeksi diluar SSP : ISPA, ISK, OMA, dll
Pemeriksaan neurologi : tonus, motorik, reflek fisiologis, reflek patologis
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai indikasi untuk mencari penyebab demam atau kejang, meliputi :
Darah perifer lengkap, gula darah, elektrolit, urinalisis dan biakan darah, urin, atau feses
Pemeriksaan cairan serebrospinal : untuk menegakan/menyingkirkan kemungkinan meningitis
TATA LAKSANA
Medikamentosa
Pengobatan medikamentosa saat kejang dapat dilihat pada algoritme tatalaksana kejang. Saat ini lebih diutamakan
pengobatan profilaksis intermitten pada saat demam berupa :
22
Anti piretik
Parasetamol 10-15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali, atau
Ibuprofen 5-10 mg/kgBB/kali 3-4 kali sehari
Anti kejang
Diazepam oral 0,3 mg/kgBB setiap 8 jam, atau
Diazepam rektal 0,5 mg/kgBB setiap 8 jam saat suhu tubuh >38,5C
Pengobatan jangka panjang/ rumatan :
Fenobarbital 3-4 mg/kgBB/hari dibagi 1-2 dosis, atau
Asam valproat 15-40 mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis
Pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian diberhentikan bertahap selama 1-2 bulan
Indikasi rawat
Kejang demam kompleks
Hiperpireksia
Usia dibawah 6 bulan
Kejang demam pertama kali
Terdapat kelainan neurologis
DD
Meningitis, ensefalitis
MENINGITIS BAKTERIALIS
Meningitis bakterialis adalah suatu peradangan selaput jaringan otak dan medulla spinalis yang disebabkan oleh
bakteri pathogen. Peradangan tersebut mengenai araknoid, piamater, dan cairan serebrospinalis. Peradangan ini
dapat meluas melalui ruang subaraknoid sekitar otak, medulla spinalis, dan ventrikel. Penyakit ini menyebabkan
angka kematian yang cukup tinggi (5-10%). Hampir 40% diantara pasien meningitis mengalami gejala sisa berupa
gangguan pendengaran dan defisit neurologis. Meningitis harus ditangani sebagai keadaan emergensi. Kecurigaan
klinis meningitis sangat dibutuhkan untuk diagnosis Karena bila tidak terdeteksi dan tidak diobati, dapat
mengakibatkan kematian.
Etiologi
Usia 0-2 bulan: Streptococcus group B, Escherichia coli.
Usia 2 bulan-5 tahun: Streptococcus pneumoniae, Neisseria meningitidis, Haemophillus influenza.
Usia diatas 5 tahun: Streptococcus pneumoniae, Neisseria meningitidis.
DIAGNOSIS
Anamnesis
Seringkali didahului infeksi pada saluran napas atas atau saluran seperti demam, batuk, pilek, diare, dan muntah.
Gejala meningitis adalah demam, nyeri kepala, meningismus dengan atau tanpa penurunan kesadaran, letargi,
malaise, kejang, dan muntah merupakan hal yang sangat sugestif meningitis tetapi tidak ada satu gejala pun yang
khas.
Banyak gejala meningitis yang berkaitan dengan usia. Misalnya anak kurang dari 3 tahun jarang mengeluh nyeri
kepala. Pada bayi gejala hanya berupa demam, iritabel, letargi, malas minum, dan high pitched-cry.
23
Pemeriksaan fisis
Gangguan kesadaran dapat berupa penurunan kesadaran atau iritabilitas.
Dapat juga ditemukan ubun-ubun besar yang membonjol, kaku kuduk, atau tanda rangsang meningeal lain
(Bruzinski dan Kernig), kejang, dan deficit neurologis fokal. Tanda rangsang meningeal mungkin tidak ditemukan
pada anak berusia kurang dari 1 tahun.
Dapat juga ditemukan tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial.
Cari tanda infeksi di tempat lain (infeksi THT, sepsis, pneumonia).
Pemeriksaan penunjang
Darah perifer lengkap dan kultur darah. Pemeriksaan gula darah dan elektrolit jika ada indikasi.
Pungsi lumbal sangat penting untuk menegakkan diagnosis dan menentukan etiologi:
o Didapatkan cairan keruh atau opalescence dengan Nonne (-)/(+) dan Pandy (+)/(++).
o Jumlah sel 100-10.000/mm3 dengan hitung jenis predominan polimorfonuklear, protein 200-500 mg/dl,
glukosa <40 mg/dl, pewarnaan gram, biakan dan uji resistensi. Pada stadium dini jumlah sel dapat normal
dengan predominan limfosit.
o Apabila telah mendapat antibiotic sebelumnya, gambaran LCS dapat tidak spesifik.
Pada kasus berat, pungsi lumbal sebaiknya ditunda dan tetap dimulai pemberian antibiotic empiric (penundaan
2-3 hari tidak mengubah nilai diagnostic kecuali untuk identifikasi kuman, itu pun jika antibiotiknya sensitive).
Jika memang kuat dugaan kearah meningitis, meskipun terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial,
pungsi lumbal masih dapat dilakukan asalkan berhati-hati. Pemakaian jarum spinal dapat meminimalkan
komplikasi terjadinya herniasi.
Kontraindikasi mutlak pungsi lumbal hanya jika ditemukan tanda dan gejala peningkatan tekanan intracranial
oleh karena lesi desak ruang.
Pemeriksaan computed tomography (CT scan) dengan kontras atau magnetic resonance imaging (MRI) kepala
(pada kasus berat atau curiga ada komplikasi seperti empyema subdural, hidrosefalus, dan abses otak).
Pada pemeriksaan elektroensefalografi dapat ditemukan perlambatan umum.
TATA LAKSANA
Medikamentosa
Diawali dengan terapi empiris, kemudian disesuaikan dengan hasil biakan dan uji resistensi. (lihat algoritme)
Terapi Empirik Antibiotik
- Usia 1-3 bulan:
o Ampisilin 200-400 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis + sefotaksim 200-300 mg/kgBB/hari IV dibagi
dalam 4 dosis, atau
o Seftriakson 100 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 2 dosis
- Usia >3 bulan:
o Sefotaksim 200-300 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 3-4 dosis, atau
o Seftriakson 100 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 2 dosis, atau
o Ampisislin 200-400 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis + kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari IV dibagi
dalam4 dosis.
Jika sudah terdapat hasil kultur, pemberian antibiotic disesuaikan dengan hasil kultur dan resistensi.
Deksametason
Deksametason 0.6 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis selama 4 hari. Injeksi deksametason diberikan 15-30 menit
sebelum atau pada saat pemberian antibiotic.
24
Lama pengobatan
Tergantung dari kuman penyebab, umumnya 10-14 hari.
MENINGITIS TB
Meningitis tuberculosis adalah radang selaput otak yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Biasanya
jaringan otak ikut terkena sehingga disebut sebagai meningoensefalitis tuberculosis. Anka kejadia jarang dibawah
usia 3 bulan dan mulai meningkat dalam 5 tahun pertama. Angka kejadian tertinggi pada usia 6 bulan sampai 2
tahun. Angka kematian berkisar antara 10-20%. Sebagian besar memberikan gejala sisa, hanya 18% pasien yang
normal secara neurologis dan intelektual. Anak dengan meningitis tuberculosis bila tidak diobati, akan meninggal
dalam waktu 3-5 minggu.
DIAGNOSIS
Anamnesis
- Riwayat demam yang lama/kronis, dapat pula berlangsung akut
- Kejang, deskripsi kejang (jenis, lama, frekuensi, interval) kesadaran setelah kejang
- Penurunan kesadaran
- Penurunan berat badan (BB), anoreksia, muntah, sering batuk dan pilek
- Riwayat kontak dengan pasien tuberculosis dewasa
- Riwayat imunisasi BCG
Pemeriksaan fisis
Pada funduskopi dapat ditemukan papil yang pucat, tuberkel pada retina, dan adanya nodul pada koroid. Lakukan
pemeriksaan parut BCG dan tanda-tanda infeksi tuberculosis di tempat lain.
Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan meliputi darah perifer lengkap, laju endap darah, dan gula darah. Leukosit darah tepi sering
meningkat (10.000-20.000 sel/mm3). Sering ditemukan hyponatremia dan hipokloremia Karena sekresi
antidiuretic hormone yang tidak adekuat.
- Pungsi lumal:
o Liquor serebrospinal (LCS) jernih, cloudy, atau santokrom,
o Jumlah sel meningkat antara 10-250 sel/mm3 dan jarang melebihi 500 sel/mm3, hitung jenis
predominan sel limfosit walaupun pada stadium awal dapat dominan polimorfonuklear.
25
o Protein meningkat diatas 100 mg/dl sedangkan glukosa menurun dibawah 35 mg/dl, rasio glukosa
LCS dan darah dibawah normal.
o Pemeriksaan BTA (basil tahan asam) dan kultur M. Tbc tetap dilakukan.
o Jika hasil pemeriksaan LCS yang pertama meragukan, pungsi lumbal ulangan dapat memperkuat
diagnosis dengan interval dua minggu.
- Pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR), enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) dan latex
particle agglutination dapat mendeteksi kuman Mycobacterium di cairan serebrospinal (bila
memungkinkan).
- Pemeriksaan pencitraan (computed tomography (CT scan)/magnetic resonance imaging (MRI) kepala
dengan kontras) dapat menunjukkan lesi parenkim pada daerah basal otak, infark, tuberculoma, maupun
hidrosefalus. Pemeriksaan ini dilakukan jika ada indikasi, terutama jika dicurigai terdapat komplikasi
hidrosefalus.
- Foto rontgen dada dapat menunjukkan gambaran penyakit tuberculosis.
- Uji tuberculin dapat mendukung diagnosis.
- Elektroensefalografi (EEG) dikerjakan jika memungkinkan dapat menunjukkan perlambatan gelombang
irama dasar.
Diagnosis
Diagnosis pasti bila ditemukan M. tuberculosis pada pemeriksaan apus LCS/kultur.
TATA LAKSANA
Medikamentosa
Pengobatan medikamentosa diberikan sesuai rekomendasi American Academy of Pediatrics 1994, yakni dengan
pemberian 4 macam obat selama 2 bulan, dilanjutkan dengan pemberian INH dan Rifampisin selama 10 bulan.
Dosis obat antituberkulosis adalah sebagai berikut:
- Isoniazid (INH) 10-20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 300 mg/hari.
- Rifampisin 10-20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 600 mg/hari.
- Pirazinamid 15-30 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 2000 mg/hari.
- Etambutol 15-20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 1000 mg/hari atau streptomisin IM 20-30 mg/kgBB/hari,
dosis maksimal 1 gram/hari.
- Kortikosteroid diberikan untuk menurunkan inflamasi dan edema serebral. Prednisone diberikan dengan
dosis 1-2 mg/kg/hari selama 6-8 minggu. Adanya peningkatan tekanan intracranial yang tinggi dapat
diberikan deksametason 6 mg/m2 setiap 4-6 jam atau dosis 0,3-0,5 mg/kg/hari.
Tata laksana kejang maupun peningkatan tekanan intracranial dapat dilihat pada bab terkait.
Perlu dipantau adanya komplikasi Syndrome Inappropriate Antidiuretic Hormone (SIADH). Diagnosis SIADH
ditegakkan jika terdapat kadar natrium serum yang <135 mEq/L (135 mmol/L), osmolaritas serum <270 mOsm/kg,
osmolaritas urin >2 kali osmolaritas serum, natrium urin >30 mEq/L (30 mmol/L) tanpa adanya tanda-tanda
dehidrasi atau hypovolemia. Beberapa ahli merekomendasikan pembatasan jumlah cairan dengan memakai cairan
isotonis, terutama jika natrium serum <130 mEq/L (130 mmol/L). jumlah cairan dapat dikembalikan ke cairan
rumatan jika kadar natrium serum kembali normal.
26
ENSEFALITIS
Ensefalitis adalah infeksi jaringan otak yang dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme. Sebagian
besar kasus tidak dapat ditentukan penyebabnya. Angka kematian masih tinggi, berkisar 35%-50%, dengan gejala
sisa pada pasien yang hidup cukup tinggi (20%-40%). Penyebab tersering dan terpenting adalah virus. Berbagai
macam virus dapat menimbulkan ensefalitis dengan gejala yang kurang lebih sama dank has, akan tetapi hanya
ensefalitis herpes simpleks dan varisela yang dapat diobati.
DIAGNOSIS
Anamnesis
- Demam tinggi mendadak, sering ditemukan hiperpireksia.
- Penurunan kesadaran dengan cepat. Anak agak besar sering mengeluh nyeri kepala, ensefalopati, kejang,
dan kesadaran menurun.
- Kejang bersifat umum atau fokal, dapat berupa status konvulsivus. Dapat ditemukan sejak awal ataupun
kemudian dalam perjalanan penyakitnya.
Pemeriksaan fisis
- Seringkali ditemukan hiperpireksia, kesadaran menurun sampai koma dan kejang. Kejang dapat berupa
status konvulsius.
- Ditemukan gejala peningkatan tekanan intracranial.
- Gejala serebral lain dapat beraneka ragam, seperti kelumpuhan tipe upper motor neuron (spastis,
hiperrefleks, reflex patologis, dan klonus).
Pemeriksaan penunjang
- Darah peifer lengkap. Pemeriksaan gula darah dan elektrolit dilakukan jika ada indikasi.
- Pungsi lumbal: pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS) bias normal atau menunjukkan abnormalitas ringan
sampai sedang:
o Peningkatan jumlah sel 50-200/mm3
o Hitung jenis didominasi sel limfosit
o Protein meningkat tapi tidak melebihi 200 mg/dl
o Glukosa normal
- Pencitraan (CT-scan atau MRI) menunjukkan gambaran edema otak baik umum maupun focal.
- Pemeriksaan elektroensefalografi merupakan pemeriksaan penunjang yang sangat penting pada pasien
ensefalitis. Walaupun kadang didapatkan gambaran normal pada beberapa pasien, umumnya didapatkan
gambaran perlambatan atau gelombang epileptiform baik umum maupun fokal.
TATA LAKSANA
Medikamentosa
Tata laksana tidak ada yang spesifik. Terapi suportif berupa tata laksana hiperpireksia, keseimbangan cairan dan
elektrolit, peningkatan tekanan intakranial, serta tata laksana kejangn. Pasien sebaiknya dirawat di ruang rawat
intensif.
Pemberian pengobatan dapat berupa antipiretik, cairan intravena, obat anti epilepsy, kadang diberikan
kortikosteroid. Untuk mencegah kejang berulang dapat diberikan fenitoin atau fenobarbital sesuai standard terapi.
Peningkatan tekanan intracranial dapat diatasi dengan pemberian diuretic osmotic mannitol 0,5-1 gram/kg/kali atau
furosemide 1 mg/kg/kali.
27
Pada anak dengan neuritis optika, myelitis, vasculitis inflamasi, dan acute disseminated encephalomyelitis
(ADEM) dapat diberikan kortikosteroid selama 2 minggu. Diberikan dosis tinggi metil-prednisolon 15 mg/kg/hari
dibagi setiap 6 jam selama 3-5 hari dan dilanjutkan prednisone oral 1-2 mg/kg/hari selama 7-10 hari.
Jika keadaan umum pasien sudah stabil, dapat dilakukan konsultasi ke Departemen Rehabilitasi Medik untuk
mobilisasi bertahap, mengurangu spastisitas, serta mencegah kontraktur.
EPILEPSI
Epilepsi adalah kejang berulang 2 kali atau lebih tanpa penyebab. Sebelum kejang anak masih beraktifitas
seperti biasa, setelah kejang anak juga kembali beraktifitas seperti biasa. Jika baru 1 kali mengalami kejang tanpa
penyebab belum dapat dikatakan epilepsi. Akan tetapi pemberian obat antiepilepsi akan dipertimbangkan jika risiko
berulangnya kejang cukup besar yang dapat dilihat dari pemeriksaan EEG yang tidak normal (banyak fokus kejang)
atau anak walaupun baru 1 kali mengalami kejang tapi kejang berlangsung lama (lebih dari 30 menit).
DIAGNOSIS
Tidak harus kejang kelojotan dan mengeluarkan busa, tapi bisa berupa kaku seluruh tubuh, kejang
kaku/kelojotan sebagian lengan atau tungkai bawah, kedutan di sebelah mata dan sebagian wajah, hilang
kesadaran sesaat (tampak bengong/melamun), tangan/kaki tiba tiba tersentak, atau anak tiba tiba terjatuh
seperti kehilangan tenaga.
Kejang dialami berulang 2 kali atau lebih pada episode yg berbeda dan tidak ada penyebab lain (unprovoked
seizure)
ANAMNESIS
Faktor genetik, anak dgn gangguan perkembangan otak, pernah mengalami perdarahan di kepala, riwayat
meningitis atau ensefalitis. Cari apakah ada faktor pemicu kejang (misal demam).
PEMERIKSAAN FISIK & FUNGSI NEUROLOGIS
(koordinasi, saraf kranialis, fungsi motorik dan sensorik, refleks)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
EEG, brain imaging (untuk melihat kemungkinan kelainan pd otak), pemeriksaan darah (hematologi lengkap, GDS,
fungsi hati, fungsi ginjal) sesuai indikasi, pemeriksaan LCS
TATALAKSANA
Obat Anti Epilepsi (fenobarbital, fenitoin, carbamazepine, clobazam, clonazepam, dll) yang diminum secara
teratur dan sesuai dosis.
Non medikamentosa : edukasi pengobatan dgn OAE (dosis, keteraturan, reaksi dengan obat-obatan lain), anak
dengan epilepsi sebaiknya memakai tanda pengenal, mengetahui dan mengenali pencetus kejang (misal lupa
minum obat, kurang tidur, lupa atau telat makan, demam, cahaya)
Edukasi pada orangtua apabila serangan terjadi :
- Dampingi anak dan biarkan serangan berhenti sendiri
- Jauhkan benda-benda berbahaya, baringkan di lantai, tempatkan sesuatu yg lembut di bawah kepala,
longgarkan sesuatu yg melingkari leher.
- Jangan menahan gerakan penderita tsb dan meletakkan apapun di mulut penderita
- Perlahan miringkan pasien pada saat serangan berhenti untuk mengalirkan ludah dan cairan mulut.
- Catat lama kejang
28
- Panggil ambulans jika: berlangsung > 5menit, kesadaran dan pernapas tidak membaik setelah kejang, kejang
berulang tanpa pulihnya kesadaran, kejang terjadi di dalam air atau ada curiga aspirasi.
DD
Sinkop, serangan panik, pseudoseizure (histeria atau malingering)
Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia akibat kekurangan zat besi untuk sintesis hemoglobin. Prevalens
tertinggi ditemukan pada akhir masa bayi, awal masa anak, anak sekolah, dan masa remaja.
DIAGNOSIS
ANAMNESIS
Pucat yang berlangsung lama tanpa manifestasi perdarahan
Mudah lelah, lemas, mudah marah, tidak ada nafsu makan, daya tahan tubuh terhadap infeksi turun, serta
gangguan perilaku dan prestasi belajar
Gemar memakan makanan yang tidak biasa (pica) seperti es batu, kertas, tanah, rambut
Memakan bahan makanan yang kurang mengandung zat besi, bahan makanan yang menghambat penyerapan
zat besi seperti kalsium dan fitat (beras, gandum), serta konsumsi susu sebagai sumber energi utama sejak bayi
sampai usia 2 tahun (milkaholics)
Infeksi malaria, infestasi parasit seperti ankylostoma dan schistosoma
PEMERIKSAAN FISIK
Gejala klinis ADB sering terjadi perlahan dan tidak begitu diperhatikan oleh keluarga.
Bila kadar Hb <5g/dL ditemukan gejala iritabel dan anoreksia
Pucat ditemukan bila kadar Hb <7g/dL
Tanpa organomegali
Dapat ditemukan koilonikia, glositis, stomatitis angularis, takikardia, gagal jantung, protein-losing enteropathy
Rentan terhadap infeksi
Gangguan pertumbuhan
Penurunan aktivitas kerja
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah lengkap yang terdiri dari: hemoglobin rendah; MCV, MCH, dan MCHC rendah. Red cell distribution width
(RDW) yang lebar dan MCV yang rendah merupakan salah satu ski=rining defisiensi besi.
o Nilai RDW tinggi >14,5% pada defisiensi besi, bila RDW normal (<13%) pada talasemia trait.
o Ratio MCV/RBC (Mentzer index) > 13 dan bila RDW index (MCV/RBC x RDW) 220, merupakan tanda anemia
defsiensi besi, sedangkan jika kurang dari 220 merupakan tanda talasemia trait.
o Apusan darah tepi: mikrositik, hipokromik, anisositosis, dan poikilositosis.
Kadar besi serum yang rendah, TIBC, serum ferritin <12 ng/mL dipertimbangkan sebagai diagnostic defisiensi
besi.
Nilai retikulosit: normal atau menurun, menunjukkan produksi sel darah merah yang tidak adekuat.
29
Serum transferrin receptor (STfR): sensitive untuk menentukan defisiensi besi, mempunyai nilai tinggi ntuk
membedakan anemia defisiensi besi dan anemia akibat oenyakit kronik
Kadar zinc protoporphyrin (ZPP) akan meningkat.
Terapi besi (therapeutic trial): respons pemberian preparat besi dengan dosis 3 mg/kgBB/hari, ditandai dengan
kenaikan jumlah retikulosit antara 5-10 hari diikuti kenaikan kadar hemoglobin 1 g/dL atau hemotokrit 3%
setelah 1 bulan menyokong diagnosis anemia defisiensi besi. Kira-kira 6 bulan setelah terapi, hemoglobin dan
hematocrit dinilai kembali untuk menilai keberhasilan terapi.
TATA LAKSANA
30
DD
Anemia akibat penyakit kronik, thalassemia, anemia sickle cell
31
IMMUNE THROMBOCYTOPENIC PURPURA
Immune Thrombocytopenic Purpura (ITP, yang disebut juga autoimmune thrombocytopenic purpura, morbus
Wirlhof, atau purpura hemorrhagica) merupakan kelainan perdarahan (bleeding disorder) akibat destruksi prematur
trombosit yang meningkat akibat autoantibodi yang mengikat antigen trombosit. Umumnya terjadi pada anak usia
2-4 tahun. ITP terjadi akut dan biasanya sembuh sendiri dalam 6 bulan. Bila dalam waktu 6 bulan tidak sembuh maka
diagnosis menjadi ITP kronis.
DIAGNOSIS
ANAMNESIS
Umumnya trombositopenia terjadi 1-3 minggu setelah infeksi virus, atau bakteri (infeksi saluran napas atau
saluran cerna) bisa juga terjadi setelah vaksinasi rubella, rubeola, atau setelah vaksinasi dengan virus hidup
Perdarahan : diawali dengan perdarahan kulit berupa petekie hingga lebam, biasanya mendadak
Obat-obatan : heparin, sulfonamid, kuinidin/kuinin, aspirin, salisilat
PEMERIKSAAN FISIK
Pada umumnya bentuk perdarahan : purpura pada kulit dan mukosa (hidung, gusi, saluran cerna, traktus
urogenital)
Pembesaran limpa (pada 10-20%)
32
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah tepi :
- Morfologi eritrosit, leukosit, retikulosit (biasanya normal)
- Hb, indeks eritrosit, jumlah leukosit (normal). Anemia biasanya terjadi bila ada perdarahan spontan
yang banyak
- Trombositopenia. Besar trombosit umumnya normal, hanya kadang ditemui bentuk trombosit yang
lebih besar (giant platelets)
Masa perdarahan (Bleeding Time) memanjang
TATA LAKSANA
Indikasi rawat inap
Pada penderita yang sudah tegak diagnosisnya, perlu dilakukan rawat inap bila :
- Jumlah hitung trombosit <20.000/Ul
- Perdarahan berat
- Kecurigaan/ pasti perdarahan intrakranial
- Umur <3 tahun
Bila tidak dirawat inap, penderita diwajibkan untuk tidak/ menghindari obat anti agregasi (seperti salisilat)dan
olahraga yang traumatis (kepala)
Medikamentosa
1. Pengobatan dengan kortikosteroid diberikan bila :
Perdarahan mukosa dengan jumlah trombosit <20.000/uL
Perdarahan ringan dengan jumlah trombosit <10.000/uL
Steroid yang biasa digunakan adalah : Prednison 1-2 mg/kgBB/hari, dievaluasi setelah pengobatan 1-2
minggu. Bila responsif, dosis diturunkan perlahan-lahan sampai kadar trombosit stabil
Pengembalian kadar trombosit akan terjadi perlahan-lahan dalam waktu 2-4 minggu dan paling lama 6 bulan
33
34
Diagnosis banding:
penyakit Von
Willebrand
Hemofilia
PT normal. aPPT memanjang. Faktor pembekuan darah berkurang.
Beri replacement Faktor VIII dan IX
Hindari jangan sampai terkena luka
35
ALERGI ANAK
Alergi adalah suatu reaksi hipersensitivitas yang disebabkan oleh suatu mekanisme imunitas tertentu, sedangkan
atopi adalah kecenderungan genetik untuk membentuk immunoglobulin E spesifik terhadap suatu alergen.
Anak berisiko alergi yaitu seorang anak yang memiliki kecenderungan untuk mengalami penyakit alergi
berdasarkan adanya riwayat penyakit atopik dalam keluarga seperti dermatitis atopik, asma, dan atau rinitis alergi,
minimal salah satu orangtua atau saudara kandung. Penyakit alergi yang sering terjadi pada umur 0 3 bulan adalah
dermatitis atopik, alergi makanan, dan wheezing. Kemudian disusul dengan asma, rhinitis alergika,
rhinoconjunctivitis yang seperti berbaris membentuk allergic march.
DIAGNOSIS
ANAMNESIS
Perjalanan, onset, faktor pencetus dan hilangnya gejala
Riwayat alergi sebelumnya
Riwayat atopi pada orangtua dan saudara kandung
PEMERIKSAAN FISIK
Cari tanda-tanda alergi seperti allergic shiner, kongesti nasal, urtikaria, angioedema, wheezing, konka edema dan
pucat. Meteorismus, skibala, fisura ani
PEMERIKSAAN PENUNJANG
DPL (leukositosis eosinofilia), IgE, Double blind, placebo-controlled food challenge (gold standar untuk alergi
makanan), food challenge test, skin prick test, patch test
TATALAKSANA
Mengobati reaksi yang terjadi sesuai manifestasi klinis
Hindari faktor pencetus
36
ASFIKSIA NEONATORUM
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan napas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat
setelah saat lahir yang ditandai dengan hipoksemia, hiperkarbia dan asidosis (IDAI, 2004).
DIAGNOSIS
ANAMNESIS
Keluhan Utama
Bayi tidak bernapas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir.
Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Kehamilan Kelahiran
- Morbiditas kehamilan : Preeklamsia / eklamsia - Tempat kelahiran : Rumah sakit / Rumah bersalin /
- Perawatan antenatal : Teratur atau tidak Rumah / Puskesmas
- Penolong persalinan : Dokter / Bidan / Dukun
- Cara persalinan : Spontan / Penyulit / Kelainan
NOTES
Riwayat Keluarga
Corak reproduksi
- Tanggal lahir / umur
- Jenis kelamin
- Hidup / lahir mati / abortus / mati (sebab)
- Keterangan kesehatan
Riwayat pernikahan (Ayah & Ibu)
- Nama
- Pernikahan ke
- Umur saat menikah
- Pendidian teakhir
- Agama
- Suku bangsa
- Keadaan kesehatan
- Penyakit bila ada
38
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Bayi terlihat lemas (Flaccid)
Tanda vital
- Nadi: Rendah
Normal bayi baru lahir: 140 x / menit atau 120- 160 x / menit
- Tekanan darah: Rendah
Normal bayi di bawah 1 bulan: 85/15 mmHg
- Respirasi: Tachypnea
Pola pernapasan adalah: Pernapasan normal (euphea), Pernapasan cepat (tachypnea), Pernapasan lambat
(bradypnea, Sulit /sukar bernapas(oypnea)
Normal pernapasan seseorang bayi: 30 40 kali per menit
- Suhu
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Analisa gas darah: Asidosis
- Didapatkan peningkatan kada PaCO2, penurunan pH, PaO2, bikarbonat, dan gangguan pada defisit basa. (Kadar
PaO2 <50, PaCO2 >55, pH <7,3 merupakan parameter asfiksai).
- Menurut AHA asfiksia ditandai dengan adanya asidemia yang ditandai dengan kadar pH <7.3
DIAGNOSIS BANDING
Acute hemorrhage
Depression from maternal anesthesia or analgesia
Infection
Cardiac or pulmonary disorders
Trauma
Neurologic disorders
Metabolic diseases
DIAGNOSIS KERJA
ASFIKSA NEONATORUM
39
PENATALAKSANAAN
Pernapasan buatan atau tindakan ventilasi dengan tekanan positif (VTP) dan oksigen diperlukan untuk membantu
bayi memulai pernapasan pada bayi baru lahir dengan apnu sekunder.
Resusitasi yang efektif dapat merangsang pernapasan awal dan mencegah asfiksia progresif. Resusitasi bertujuan
memberikan ventilasi yang adekuat, pemberian oksigen dan curah jantung yang cukup untuk menyalurkan oksigen
kepada otak, jantung dan alat alat vital lainnya
PROGNOSIS
Ad Vitam: dubia ad malam
Ad Fungsionam: dubia ad
malam
Ad Sanasionam: bonam
40
IKTERUS NEONATORUM
Hiperbilirubinemia / Ikterus neonatorum) adalah keadaan ikterus yang terjadi pada bayi baru lahir yaitu
meningginya kadar bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh
lainnya berwarna kuning
Klasifikasi:
- Ikterus fisiologis
o Timbul pada hari ke-2 dan 3, tampak jelas pada hari ke-5 dan 6
o Kadar bilirubin indirek setelah 2x24 jam tidak melewati 15 mg% pada neonatus cukup bulan dan
10mg% per hari pada kurang bulan
o Ikterus hilang pada 10 hari pertama
- Ikterus patologis
o Terjadi dalam 24 jam pertama kehidupan, menetap sesudah bayi berumur 10 hari, dan lebih dari
14 hari pada BBLR.
o Konsentrasi bilirubin serum >10mg% pada BBLR dan 12,5mg% pada bayi cukup bulan
o Ikterus disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, G6PD, dan sepsis)
Gejala
- Akut: letargi, tidak mau minum, hipotoni
- Kronik: tangisan melengking meliputi hipertonus dan opistotonus, dapat timbul gejala sisa berupa paralisis
serebral dengan atetosis, ggn pendengaran, paralisis otot mata, dan displasa dentalis
- Warna kuning pada kulit, membran mukosa dan sklera
Diagnosis
- Riwayat inkompatibilitas darah, transfusi tukar atau terapi sinar pada bayi sebelumnya
- Faktor risiko kehamilan: obat-obatan selama hamil/persalinan, kehamilan dengan DM, gawat janin,
malnutrisi intrauterine, infeksi intrauterine, infeksi intranatal, dll
- PF: bayi tampak berwarna kuning terang sampai jingga, pada ggn obstruksi empedu tampak kehijauan.
- PP: bilirubin direk dan indirek, Hb, hitung leukosit, golongan darah, sadt (ada retikulositosis dan
kemungkinan hemolisis akibat non imunologik)
Diagnosis banding
Eritroblastosis foetalis, sepsis, rubella, taksoplasmosis congenital
Tatalaksana
- Fototerapi (jika kadar bilirubin indirek > 10 mg%)
- Terapi sinar matahari
- Transfusi pengganti apabila ada indikasi (misal penyakit hemolisis)
- Terapi medikamentosa: fenobarbital (pd ibu hamil) dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim
untuk meningkatkan konjugasi bilirubin dan mengekskresinya, menyusui bayi dengan ASI (namun hati hati
apabila ikterus krn breast milk jaundice)
Diagnosis banding
Atresia saluran empedu, breast milk jaundice
41
GIZI BURUK
Yang dimaksud dengan gizi buruk pada buku ini adalah terdapatnya edema pada kedua kaki atau adanya severe
wasting (BB/TB < 70% atau < -3SD*), atau ada gejala klinis gizi buruk (kwashiorkor, marasmus atau marasmik-
kwashiorkor). Walaupun kondisi klinis pada kwashiorkor, marasmus, dan marasmus kwashiorkor berbeda tetapi
tatalaksananya sama.
Ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala klinis serta pengukuran antropometri. Anak didiagnosis gizi buruk apabila:
BB/TB < -3 SD atau <70% dari median (marasmus)
Edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh (kwashiorkor: BB/TB >-3SD atau marasmik-
kwashiorkor: BB/TB <-3SD
Jika BB/TB atau BB/PB tidak dapat diukur, gunakan tanda klinis berupa anak tampak sangat kurus (visible severe
wasting) dan tidak mempunyai jaringan lemak bawah kulit terutama pada kedua bahu, lengan, pantat dan paha;
tulang iga terlihat jelas, dengan atau tanpa adanya edema (lihat gambar).
Anak-anak dengan BB/U < 60% belum tentu gizi buruk, karena mungkin anak tersebut pendek, sehingga tidak
terlihat sangat kurus. Anak seperti itu tidak membutuhkan perawatan di rumah sakit, kecuali jika ditemukan
penyakit lain yang berat.
Pada setiap anak gizi buruk lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis. Anamnesis terdiri dari anamnesis awal dan
anamnesis lanjutan.
Anamnesis awal (untuk kedaruratan):
Kejadian mata cekung yang baru saja muncul
Lama dan frekuensi diare dan muntah serta tampilan dari bahan muntah dan diare (encer/darah/lendir)
Kapan terakhir berkemih
Sejak kapan tangan dan kaki teraba dingin.
Bila didapatkan hal tersebut di atas, sangat mungkin anak mengalami dehidrasi dan/atau syok, serta harus
diatasi segera.
Anamnesis lanjutan (untuk mencari penyebab dan rencana tatalaksana selanjutnya, dilakukan setelah kedaruratan
ditangani):
Diet (pola makan)/kebiasaan makan sebelum sakit
Riwayat pemberian ASI
Asupan makanan dan minuman yang dikonsumsi beberapa hari terakhir
Hilangnya nafsu makan
Kontak dengan pasien campak atau tuberkulosis paru
Pernah sakit campak dalam 3 bulan terakhir
Batuk kronik
Kejadian dan penyebab kematian saudara kandung
Berat badan lahir
Riwayat tumbuh kembang: duduk, berdiri, bicara dan lain-lain
Riwayat imunisasi
Apakah ditimbang setiap bulan
42
Lingkungan keluarga (untuk memahami latar belakang sosial anak)
Diketahui atau tersangka infeksi HIV
Pemeriksaan fisis
Apakah anak tampak sangat kurus, adakah edema pada kedua punggung kaki. Tentukan status gizi dengan
menggunakan BB/TB-PB (lihat lampiran 5).
Tanda dehidrasi: tampak haus, mata cekung, turgor buruk (hati-hati menentukan status dehidrasi pada gizi
buruk).
Adakah tanda syok (tangan dingin, capillary
refill time yang lambat, nadi lemah dan cepat),
kesadaran menurun.
Demam (suhu aksilar 37.5 C) atau
hipotermi (suhu aksilar < 35.5 C).
Frekuensi dan tipe pernapasan: pneumonia
atau gagal jantung
Sangat pucat
Pembesaran hati dan ikterus
Adakah perut kembung, bising usus
melemah/meninggi, tanda asites, atau adanya
suara seperti pukulan pada permukaan air
(abdominal splash)
Tanda defisiensi vitamin A pada mata:
o Konjungtiva atau kornea yang kering,
bercak Bitot
o Ulkus kornea
o Keratomalasia
Ulkus pada mulut
43
Fokus infeksi: telinga, tenggorokan, paru, kulit
Lesi kulit pada kwashiorkor:
o hipo- atau hiper-pigmentasi
o deskuamasi
o ulserasi (kaki, paha, genital, lipatan paha, belakang telinga)
o lesi eksudatif (menyerupai luka bakar), seringkali dengan infeksi sekunder (termasuk jamur).
Tampilan tinja (konsistensi, darah, lendir).
Tanda dan gejala infeksi HIV (lihat bab 8).
Catatan:
Anak dengan defisiensi vitamin A seringkali fotofobia. Penting untuk memeriksa mata dengan hati-hati
untuk menghindari robeknya kornea.
Pemeriksaan laboratorium terhadap Hb dan atau Ht, jika didapatkan anak sangat pucat.
Pada buku Pedoman TAGB untuk memudahkan penanganan berdasarkan tanda bahaya dan tanda penting
(syok, letargis, dan muntah/diare/ dehidrasi), anak gizi buruk dikelompokkan menjadi 5 kondisi klinis dan
diberikan rencana terapi cairan dan makanan yang sesuai.
44
Marasmik-Kwashiorkor
Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor dan marasmus. Makanan sehari-
hari tidak cukup mengandung protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian
disamping menurunnya berat badan < 60% dari normal memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema,
kelainan rambut, kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula
Pemeriksaan laboratorium
1. Penurunan kadar albumin, kolesterol, glukosa dalam serum
2. Kadar globulin dapat normal atau meningkat
3. Kadar asam amino esensial dalam plasma relative lebih rendah daripada asam amino non-esensial
4. Penurunan kadar berbagai enzim seperti amylase, esterase, kolin esterase, transaminase, fosfatase alkali
5. Defisiensi vitamin dan mineral
6. Defisiensi besi, protein, asam folat
Pada biopsi hati ditemukan perlemakan ringan sampai berat, fibrosis, nekrosis, dan infiltrasi sel mononuclear.
Talaksana Umum
45
OBESITAS
46
47
48
49
50
Diagnosis banding
Cushing syndrome, Hipotiroidisme, Sindrom Turne
51
DEFISIENSI VITAMIN
DEDEdi
52
HIPOTIROID
53
54
55
Diagnosis banding
Sindroma Down
56
INSULIN DEPENDANT DIABETES MELLITUS (IDDM / DIABETES TIPE 1)
57
58
59
60
Diagnosis banding
Pankreatitis, KAD
61
HIPOGLIKEMIA PADA BAYI DAN ANAK
Hipoglikemia lebih sering terjadi pada bayi baru lahir dibandingkan anak yang lebih besar. Kadar glukosa
darah yang normal terjadi karena adanya keseimbangan antara penyediaan glukosa dalam darah dengan
pemakaiannya oleh tubuh. Bila terjadi gangguan pada keseimbangan ini, maka dapat terjadi hipoglikemia
atau sebaliknya hiperglikemia. Hipoglikemia merupakan keadaan yang berbahaya karena glukosa
merupakan kebutuhan pokok otak. Secara klinis hipoglikemia dibedakan menjadi simtomatik (dengan
gejala) dan asimtomatik (tanpa gejala). Risiko kerusakan otak lebih tinggi pada hipoglikemia simptomatik
daripada hipoglikemia asimptomatik.
HOMEOSTASIS GLUKOSA
Kadar glukosa darah bergantung pada berbagai macam proses dinamik, yang pada prinsipnya
merupakan keseimbangan antara asupan dan utilisasi glukosa darah oleh tubuh.
Kadar glukosa darah = glukosa yang masuk dalam darah glukosa yang keluar dari darah
Masukan gula bergantung pada asupan gula dari makanan, persediaan glikogen, efisiensi mobilisasi
glikogen, dan proses glukoneogenesis. Keluaran bergantung pada simpanan gula (diatur oleh insulin) atau
metabolism energy.
Untuk mendapatkan kadar gula darah yang stabil diperlukan keseimbangan antara masukan dan
keluaran. Masukan dan keluaran normal glukosa pada anak yaitu:
Bayi premature sebesar 5-6 mg/kg/menit
Bayi aterm sebesar 3-5 mg/kg/menit, dan
Anak sebesar 2-3 mg/kg/menit
DEFINISI
Hipoglikemia adalah kadar glukosa plasma yang kurang dari 44 mg/dL pada bayi atau anak anak, dengan
atau tanpa gejala. Untuk neonatus aterm berusia kurang dari 72 jam dipakai batas kadar glukosa plasma 35
mg/dL. Sedangkan untuk neonatus premature dan KMK (Kecil Masa Kehamilan) yang berusia kurang dari 1
minggu disebut mengalami hipoglikemia bila kadar glukosa plasma kurang dari 25 mg/dL.
(catatan: kadar glukosa plasma kurang lebih 15% lebih tinggi dari kadar glukosa darah. Darah kapiler
dan arteri menunjukkan kadar gula sekitar 10% lebih tinggi daripada kadar dalam plasma)
PRINSIP DASAR
Kadar glukosa darah pada keadaan puasa merupakan hasil dari proses glukoneogenesis dan
glikogenolisis oleh system endokrin normal. Hormone pertumbuhan (growth hormone GH), kortisol,
glucagon, dan epinephrine yang disebut counter regulatory hormone mempuunyai sifat meningkatkan
glukosa darah, sedangkan insulin menurukan gula darah. Sembilan puluh persen glukosa digunakan oleh
SSP (organ lain yang mutlak membutuhkan glukosa adalah sel darah merah, adrenal, dan medulla ginjal).
Terdapat beberapa adaptasi terhadap kehidupan di luar uterus dan homeostasis glukosa. Dalam
keadaan normal kadar glukosa darah bayi lebih rendah daripada anak. Kadar glukosa darah janin sebesar
70% kadar glukosa darah ibu. Pada waktu bayi lahir masukan glukosa dari ibu berhenti secara mendadak
sehingga homeostasis pasca lahir dipertahankan dengan peningkatan glucagon 3-5 kali lipat, kadar insulin
menurun dan tidak segera meningkat setelah makan, peningkatan katekolamin, peningkatan GH,
62
peningkatan FFA (Free Fatty Acid) dan badan keton, terjadi maturasi enzim glukoneogenik dan pelepasan
glukosa darah dari simpanan glikogen (biasanya cukup untuk bayi normal bisa bertahan puasa selama 4
jam).
Hipoglikemia dapat dibagi menurut usia, yaitu hipoglikemia pada neonatus dan hipoglikemia pada balita
atau anak yang lebih besar.
a. Hipoglikemia pada neonatus
Bersifat sementara dan biasanya terjadi pada bayi baru lahir, misalnya karena masukan glukosa yang
kurang (starvasi, kelaparan), hipotermia, syok, dan pada bayi dari ibu diabetes.
Bersifat menetap atau berulang yang dapat terjadi akibat defisiensi hormone, hiperinsulinisme, serta
kelainan metabolisme karbohidrat dan asam amino.
b. Hipoglikemia pada balita atau anak yang lebih besar
Pada balita atau anak yang lebih besar, hipoglikemia dapat terjadi akibat starvasi terutama bila
cadangan glikogen rendah, prediabetes, obat-obatan misalnya insulin pada pasien diabetes mellitus tipe
1, penyakit sistemik berat dan pada gangguan endokrin atau metabolism.
Penyebab hipoglikemia
Berdasarkan patofisiologinya, maka hipoglikemia dapat disebabkan oleh masukan glukosa dari makanan
yang kurang (starvasi), penurunan masukan glukosa dari simpanan glikogen, penurunan masukan glukosa
karena gangguan glukoneogenesis dan glikoneogenesis, pengeluaran berlebihan ke dalam simpanan (pada
hiperinsulinisme) dan pengeluaran yang meningkat karena kebutuhan meningkat.
Masukan gula dari makanan yang kurang (starvasi)
Keadaan ini dapat timbul akibat keterlambatan pemberian makanan pada bayi baru lahir
(pemberian ASIpertama meningkatkan kadar gula darah sebesar 18-27 mg/dL); pemberian makanan
yang tidak adekuat, misalnya diberikan 30 mL dekstrose 5% (yang hanya mengandung 6 Kal) sebagai
pengganti susu, sedangkan 30 mL susu mengandung 24 kal; dan muntah berulang.
Penurunan masukan gula dari simpanan glikogen
Keadaan ini dapat terjadi pada IUGR, starvasi pada ibu hamil, prematuruitas, salah satu bayi
kembar (yang kecil) pada periode neonatal. Anak yang lebih besar usianya dengan cadangan
glikogen yang jelek akan mengalami hipoglikemia karena starvasi terutama bila disertai gangguan
glukoneogenesis (pembentukan glukosa dari sumber nonkarbohidarat).
Penurunan masukan gula karena gangguan glukoneogenesis dan glikogenolisis
Keadaan ini dapat terjadi pada Glycogen Storage Disease, galaktosemia, intoleransi fructose,
defisiensi GH (hipopituitarisme) dan insufisiensi adrenokortikal (primer atau sekunder)
Pengeluaran berlebihan ke dalam simpanan (pada hiperinsulinemi)
Pada keadaan ini terjadi pengeluaran glukosa yang berlebihan dari cairan ekstraseluler karena
insulin mengubah glukosa ke dalam bentuk simpanannya yaitu lemak dan glikogen. Hiperinsulinisme
juga menurunkan masukan gula ke dalam cairan ekstraseluler dengan menghambat glikogenolisis
dan glukoneogenesis.
Penyebab hiperinsulinisme antara lain adalah (i) bayi dari ibu yang diabetes. Ibu yang
hiperglikemia menyebabkann janin juga mengalami hiperglikemia sehingga terjadi hyperplasia sel
beta prankeas dan meningkatkan kadar insulin. Setelah lahir, kadar insulin masih tetap tinggi
63
sehingga timbul hipolikemia. (ii). Pemberian glukosa iv yang berlebihan pada ibu hamil. (iii)
nesidioblastosis, adenoma pancreas. (iv) sindroma Beckwith-Wiedemann. (v) obat obatan
64
Pengeluaran yang meningkat karena kebutuhan energy meningkat
Penyebab pengeluaran gula yang meningkat antara lain sepsis, syok, asfiksia, hipotermia,
respiratory distress syndrome, polisitemia/hiperviskositas dan panas.
GEJALA KLINIS
Gejala klinis sangat bervariasi dan bergantung pada usia pasien. Pada neonates gejala klinis dapat
berupa tremor, sianosis, hipotermia, kejang, apneu atau pernafasan tidak teratur, letargi atau apatis,
berkeringat, takipnea atau takikardia dan tidak mau minum. Sedangkan pada balita dan anak yang lebih
besar gejalanya dapat berupa kejang, letargi, pucat, berkeringat dingin, takikardia, hipotermia, lemah,
gangguan bicara dan koma.
DIAGNOSIS
Secara klinis diagnosis hipoglikemia ditegakkan berdasarkan gabungan dari adanya hipoglikemia, kadar
glukosa plasma yang rendah (kurang dari 45 mg/dL atau 25 mg/dL tergantung usia), dan respon klinik yang
positif terhadap pemberian gula. Adapun alur diagnosis hipoglikemia dapat dilihat pada algoritme. (gambar
8.1)
TATA LAKSANA
Pada neonatus yang berisiko tinggi, gula darah harus diukur setiap 2 jam dengan dekstrostik selama 12
jam pertama, selanjutnya setiap 6 jam sampai 48 jam. Kalau dekstrostik menunjukkan nilai yang rendah,
maka pemeriksaan kadar glukosa darah kuantitatif harus dilakukan. Pada kejadian hipoglikemia, segera
lakukan perbaikan terhadap factor factor yang mungkin memperburuk keadaan seperti suhu lingkungan
dan oksigenasi. Berikut ini dijelaskan tata laksana hipoglikemia baik yang dengan gejala maupun tanpa
gejala (asimtomatik).
TATA LAKSANA HIPOGLIKEMIA PADA NEONATUS YANG TIDAK MENUNJUKKAN GEJALA (ASIMPTOMATIK)
Hasil pemeriksaan glukosa darah yang rendah harus segera diterapi dengan memberikan minum
glukosa 10% yang kemudian diikuti susu formula pada 2-3 jam berikutnya. Lakukan pemantauan glukosa
darah setiap 30-60 menit sampai stabil normoglikemia, kemudian setiap kali akan minum (3 jam). Bila kadar
gula setelah pemberian glukosa per oral tetap < 45 mg/dL atau timbul gejala (simtomatik), maka glukosa
intravena harus diberikan.
65
Selanjutnya diberikan infuse glukosa 5-10% dalam salin untuk mempertahankan gula darah lebih dari 45
mg/dL dan kurang dari 120 mg/dL.
Pemberian hidrokortison merupakan indikasi bagi anak anak yang tidak menunjukkan perbaikan dengan
terapi tersebut di atas. Keadaan yang tetap memburuk menunjukkan adanya gangguan yang serius yaitu
kemungkinan telah terjadi edema otak. Keadaan hipoglikemia yang berlanjut membutuhkan penanganan
khusus yang tergantung dari penyebabnya. Bila keadaan membaik, dapat dicoba pemberian
minuman/makanan per oral.
Perlu diingat bahwa pada anak anak yang mengalami diabetes mellitus tipe 1 (tergantung insulin),
hipoglikemia merupakan komplikasi yang sering terjadi.
66
IMUNISASI
Imunisasi merupakan pencegahan morbiditas dan mortalitas penyakit infeksi pada bayi dan anak.
Imunisasi memberikan kekebalan dengan memasukkan vaksin kedalam tubuh agar tubuh membuat zat anti
terhadap suatu penyakit. Sedangkan vaksin adalah bahan yang dipakai untuk merangsang pembentukan zat
anti yang dimasukkan ke tubuh melalui suntikan seperti vaksin BCG, DPT, campak dan melalui mulut seperti
vaksin polio.
Lima jenis imunisasi dasar yang diwajibkan pemerintah adalah imunisasi terhadap tujuh penyakit yaitu TBC,
difteri, pertusis, tetanus, poliomyelitis, campak dan hepatitis B.
67
68
GANGGUAN PERKEMBANGAN
Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan fungsi-gungsi individu antara lain: kemampuan gerak
kasar dan halus, pendengaran, penglihatan, komunikasi, bicara, emosi-sosial, kemandirian, intelegensia,
bahkan perkembangan moral. Faktor penentu kualitas tumbuh kembang anak adalah potensi genetik-
heredo konstitusional (intrinsik) dan peran lingkungan (ekstrinsik).
Contoh gangguan perkembangan: umur 6 bulan belum bisa tengkurap, umur 8 bulan belum bisa duduk,
umur 15 bulan belum bisa berdiri, 2 tahun belum bisa bicara dan lain lain.
Perkembangan anak:
a. Anak pada usia 3-6 bulan mengangkat kepala dengan tegak pada posisi telungkup.
b. Anak pada usia 9-12 bulan berjalan dengan berpegangan.
c. Anak pada usia 12-18 bulan minum sendiri dari gelas tanpa tumpah.
d. Anak pada usia 18-24 bulan mencorat-coret dengan alat tulis.
e. Anak pada usia 2-3 tahun berdiri dengan satu kaki tanpa berpegangan, melepas pakaian sendiri.
f. Anak pada usia 3-4 tahun mengenal dan menyebutkan paling sedikit 1 warna.
g. Anak pada usia 4-5 tahun mencuci dan mengeringkan tangan tanpa bantuan (Depkes RI, 2009).
Diagnosis
Anamnesis
Faktor risiko dari keluarga inti dan keadaan sosioekonomi, anggota keluarga lain serumah
(berhubungan dengan pengetahuan, sikap, dan keterampilan untuk menunjang tumbuh kembang
anak seperti sarana bermain dan mainan), keadaan rumah (sanitasi, cahaya, udara, lantai, kamar
tidur, ruang bermain, sumber air, pembuangan sampah), tetangga (tingkat ekonomi, sikap dan
perilaku), teman bermain, sarana bermain, polusi, fasilitas pelayanan kesehatan, adat-budaya.
Riwayat infeksi berulang
PF
o Antropometri (TB dan BB, lingkar kepala),
o Pemeriksaan neurologis dasar (saraf kranial, sistem motorik termasuk kekuatan otot, tonus,
refleks, cara berjalan),
o Pemeriksaan anomali anatomi.
PP
o Skrining perkembangan (DENVER, Kuesioner Skrining Perilaku Anak Sekolah, Kuesioner Pre
Skrining Perkembangan / KPSP. Tes daya lihat, tes daya dengar, dll),
o Pemeriksaan neurologis (EEG, BERA),
o Radiologis,
o Mata, THT, psikiatris, psikologis, genetis (kromosom), endokrin.
Tatalaksana
Intervensi sesuai dengan etiologinya (dapat melibatkan spesialis anak, THT, mata, psikiater,
rehabilitasi medik, psikolog, terapis wicara, fisioterapis, dll)
Diagnosis banding
Cerebral palsy, autism spectrum disorder
69
MORBILI / CAMPAK
Campak atau morbili adalah suatu infeksi virus akut dari virus Paramyxoviridae yang memiliki 3 stadium
yaitu:
(1) Stadium inkubasi yang berkisar antara 10 sampai 12 hari setelah pajanan pertama terhadap virus
dan dapat disertai gejala minimal maupun tidak bergejala,
(2) Stadium prodromal yang menunjukkan gejala demam, konjungtivitis, pilek, dan batuk yang
meningkat serta ditemukannya enantem pada mukosa (bercak Koplik), dan
(3) Stadium erupsi yang ditandai dengan keluarnya ruam makulopapular yang didahului dengan
meningkatnya suhu badan
RUBELLA
Atau Campak Jerman (German Measles) adalah infeksi virus yang menular yg umum pada anak dan
dewasa muda, ditandai oleh suatu masa prodromal yang pendek, pembesaran kelenjar getah bening
servikal, suboksipital dan postaurikular, disertai erupsi yang berlangsung 2-3 hari.
Rubella disebabkan oleh RNA virus, genus Rubivirus, famili Togaviridae dengan cara penularan melalui
kontak langsung atau droplet
Diagnosis
Demam ringan sekitar 37,5 38,5 C atau lebih rendah
Sakit kepala Terkadang disertai Hidung tersumbat atau meler (pilek)
Mata merah meradang
Pembesaran kelenjar getah bening di bagian belakang leher dan di belakang telinga 2-3 hari
kemudian timbul ruam merah muda yang dimulai pada wajah dan menyebar dengan cepat ke
bawah hingga lengan dan kaki, kemudian menghilang dengan urutan yang sama pula.
Nyeri sendi
PP:
o Pemeriksaan serologik (titer antibodi meningkat 4 kali pada hemaglutination inhibition
test atau terdapat IgM spesifik)
o ELISA
o Isolasi virus
o Hematologi rutin
Tatalaksana
Terapi simptomatis
Diagnosis banding
Rubella, campak, Scarlet fever, erupsi obat
72
TETANUS NEONATORUM
73
74
75
PERTUSSIS
76
77
78
Diagnosis banding: bronkiolitis, bronkopneumonia
79
INFEKSI VIRUS DENGUE
80
81
82
83
Diagnosis banding: malaria, tifoid
84
TIFOID
85
86
Diagnosis banding : malaria, DF
87
DIFTERI
Difteri dapat terjadi pada hidung, tenggorokan, saluran udara dan juga kulit.
Etiologi:
- infeksi bakteri Corynebacterium diphtheria atau ulcerans Corynebacterium. Dapat menyebar
dari orang yang sedang mengalami difteri ketika ia batuk, bersin atau sedang bernapas.
- Seseorang dapat pula terinfeksi ulcerans Corynebacterium setelah kontak dengan hewan
ternak atau bisa juga karna setelah minum susu yang tidak dipasteurisasi.
Epidemiologi:
- Cenderung di populasi padat, malnutrisi dan miskin
- Menular biasanya melalui titik pernapasan, liur, ingus, serum dari luka-luka kulit, kontak
dengan penderita atau carrier.
- Masa inkubasi: 2 5 hari, terkadang lebih lama
Gejala:
- Gejala umum difteri berupa febris ringan, anoreksia, lesu, malaise.
- Difteri hidung: lebih sering terjadi pada bayi. Permulaan mirip ISPA dengan pilek. Sekret
hidung mulanya serous kemudian menjadi mukopurulen yang berbau. Nares dan bibir atas
lecet dan muncul pseudomembran putih kelabu.
- Difteri tonsil-faring: sangat nyeri, merah / inflamasi serta pseudomembran kotor berwarna
putih kelabu dan berdarah bila dilepas yang melekat pada tonsil, dinding faring, uvula,
palatum dan menimbulkan disfagia. Terdapat limfoadenitis leher dan submandibular bull
neck dengan pseudomembran meluas menutup jalan nafas. Dapat membahayakan jiwa.
- Difteri laring: gejala biasanya perluasan dari difteria faring tetapi bisa primer dengan gejala
kurang nyata. Terdapat obstruksi saluran napas atas yang menyebabkan suara parau dan
stridor bagian inspirasi pada mulanya dan berjalan progresif sehingga timbul stridor bifasik
(inspirasi & ekspirasi) serta terdapat retraksi suprasternal dan supraklavikular. Bila
pseudomembran terlepas bisa aspirasi dan menutup jalan napas mati mendadak.
- Difteri lain: berupa tukak (ulcer) di kulit, vulvovagina atau konjungtiva. Tepinya jelas dan
mungkin ada pseudomembran pada dasarnya. Terdapat rasa sakit nyeri. Di telinga dapat
terjadi otitis interna yang bernanah dan berbau.
Komplikasi
- Miokarditis: mulai pada minggu 2 3. Pasien lemah sekali, takikardia walaupun istirahat,
suara jantung redup, aritmia, gagal jantung.
- Neuritis: * kelumpuhan pada palatum mole: terjadi mlai minggu 3 -7. Suara sengau. Sulit
menelan tapi tidak nyeri. Regurgitasi dari hidung langsung bila menelan.
* syaraf syaraf kranial: mulai pada minggu ke 5. Stabismus, vision kabur,
akomodasi & focus vision sulit.
* ascending paralysis: mirip sindroma guillain-barre
- Nefritis: merusak jaringan ginjal gagal ginjal akut
88
Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan laboratorium: apusan tenggorok terdapat kuman corynebakterium difteri
- Pada pemeriksaan darah terdapat penurunan kadar Hb dan leukositosis polimorfonukleus,
penurunan jumlah eritrosit dan kadar albumin. Pada urin terdapat albuminuria ringan.
- Pemeriksan bakteriologis mengambil membrane atau bahan dibawah membrane, dibiak
menggunakan Loffler, tellurite dan media darah.
- Leukosit dapat meningkat atau normal, kadang terjadi anemia karena hemolysis sel darah
merah.
- Pada neuritis difteri, cairan serebrospinalis menunjukan sedikit peningkatan protein.
- Shick tes: tes kulit untuk menentukan status imunitas penderita, suatu pemeriksaan swab
untuk mengetahui apakah seseorang telah mengandung antitoksin.
Tatalaksana
- Antitoksin: beri 40.000 unit anti difteri serum (ADS) I.M atau I.V sesegera mungkin karena jika
terlambat akan meningkatkan mortalitas.
(Karena terdapat risiko alergi terhadap serum kuda dalam ADS maka perlu dilakukan tes kulit
untuk mendeteksi reaksi hipersensitivitas dan harus tersedia pengobatan terhadap reaksi
anafilaksis.)
- Antibiotik: beri penisilin prokain dengan dosis 50.000 unit/KgBB
- Oksigen: pemberian oksigen hanya jika terjadi obstruksi saluran respirtorik. Tanda tarikan
dinding dada bagian bawah kedalam yang berat dan gelisah merupakan indikasi dilakukan
trakeostomi (intubasi) dibandingkan pemberian oksigen.
- Trakeostomi (intubasi): hanya boleh dilakukan oleh ahli yang berpengalaman. Dilakukan jika
ada obstruksi jalan napas disertai gelisah. Orotrakeal intubasi merupakan alternative lain
tetapi bisa menyebabkan terlepasnya membrane sehingga akan gagal untuk mengurangi
obstruksi.
- Perawatan penunjang: jika anak demam (39 C) yang nampaknya menyebabkan distress, beri
parasetamol. Bujuk anak untuk makan dan minum, jika sulit menelan beri makanan melalui
pipa nasogastrik.
Diagnosis banding : rhinorrhea, benda asing dalam hidung, laringitis, impetigo, dan infeksi kulit
89
VARICELLA DAN HERPES ZOSTER
90
Pengetahuan umum
Infeksi primer virus varicella-zooster akan mengakibatkan varicella yang hampir selalu menimbulkan
imunitas terhadap penyakitnya untuk seumur hidup. Herpes zoster yang merupakan reaktivasi virus latent,
muncul pada sekita 30% individu. Insidensi herpes zoster tertinggi terjadi pada pasien usia lanjut atau pada
pasien dengan kekebalan imun rendah.
Penularan terjadi melalui kontak dengan sekret saluran pernafasan (droplet) atau barang-barang yang
terkontak dengan vesikel atau pustule pasien yang sedang menderita varicella. Manusia adalah satu-
satunya reservoir bagi virus ini.
Temuan klinis
Pajanan terhadap varicella atau herpes zoster biasanya terjadi 14-16 hari sebelumnya (range: 10-21
hari). Biasanya kontak dengan penderita varicella disangkal karena fase infeksi terjadi 1-2 hari sebelum
timbul kemerahan atau vesikel. Fase prodromal terjadi pada hari 1-3, keluahan berupa demam, gejala
respiratorik dan sakit kepala dapat timbul pada anak yang lebih tua. Nyeri preeruptive pada herpes zoster
dapat berlangsung selama beberapa hari dan dapat menyebabkan kesalahan diagnosis dengan kasus lain.
b. Pemeriksaan Laboratorium
- Darah lengkap: Leukosit dapat normal/rendah (karena infeksi virus), apabila leukositosis bisa
di curigai infeksi sekunder.
- Tzank Test:
Pecahkan bulla, lalu dikerok kulit luarnya.
Kerokan di fiksasi pada preparat dengan cara dilewatkan di atas api 3x.
Rendam di alkohol 96% selama 5 menit, lalu bilas.
Tetesi larutan giemsa (1:10) selama 30 menit. Bilas dengan air mengalir, lalu
keringkan.
Periksa di mikroskop dengan 100x perbesaran.
91
Hasil (+) jika ditemukan sel datia berinti banyak.
- Kultur cairan pada vesikel: namun sulit dan hasil baru tersedia dalam 48 jam
- Immunofluorosensi: Direct Fluorescent Assay dengan menggunakan antibody spesifik dapat
untuk membedakan virus HSV-1, HSV-2 dan VZV.
- Polymerase chain reaction-based: masih jarang yang menggunakan metode ini dan mahal
- Serologi: deteksi IgM dapat menentukan infeksi primer. Peningkatan titer IgG Varicella Zoster
Virus untuk mengkonfirmasi infeksi masa lalu atau rekurensi.
- Biopsy kulit
c. Radiologi
Dilakukan biasanya pada pasien dewasa atau pada pasien anak immunocompromised karena dapat
terjadi pneumonia e.c varicella.
Diagnosis Banding
1. Impetigo: lesi lebih sedikit, area lebih kecil, vesikel tidak khas pada varicella, pewarnaan gram
positif, lesi lebih pada daerah perioral)
2. Papular urticaria: riwayat tergigit serangga, non-vesicular rash
3. Scabies: ada terowongan di sekitar vesikel, vesikel tidak khas pada varicella, tidak ada perbaikan
setelah diberikan tatalaksana varicella
4. Dermatitis herpetiformis: kronik, ada urtikaria, bekas luka meninggalkan pigmen
5. Dermatitis kontak: riwayat alergi
6. Drug eruptions: riwayat konsumsi obat seperti NSAID, agen kemoterapi. Gambaran klinis: lesi
sangat banyak
7. Herpes zoster: biasanya pada usia dewasa, vesikel berkelompok mengikuti jaras dermatom
8. Herpes Simpleks Virus: biasanya muncul pada mulut (HSV-1) dan genital (HSV-2)
9. Variola: lebih berat, sekarang sudah tereradikasi, biasanya pada perifer tubuh
10. Bullous pemphigoid: kronik, autoimun
Tatalaksana
Medikamentosa:
o Acyclovir, selama 5-7 hari.
5-10mg/kg BB dibagi dalam 4-5 dosis/hari, dapat diberikan secara oral atau iv/drip tiap 8
jam selama 5-7 hari. Dengan dosis jangan melebihi 3200 mg/hari. Tersedia dalam bentuk
kapsul (200 mg/400 mg/800 mg), cairan (400 mg/5 mL), injeksi (500 mg/5 mL).
Pemberian: Awal segera mungkin sesudah lesi awal muncul.
o Antibiotik, jika ada infeksi
o Analgetik: bisa termasuk dalam antipiretik
o Bedak: salicyl
o Antipiretik: acetaminophen
o Antihistamin
o Herpes zoster: famciclovir dan valacyclovir, apabila sangat nyeri dapat diberikan kompres
air dingin atau analgesic.
Non medikamentosa:
o Bed rest total
o Cairan
o Jangan pergi keluar rumah
92
o Jangan menggaruk vesikel (potong kuku)
Prognosis:
Ad vitam: bonam
Ad sanationam: bonam
Ad functionam: bonam
Pencegahan
Untuk mencegah cacar air diberikan suatu vaksin. Kepada orang yang belum pernah mendapatkan vaksinasi
cacar air dan memiliki resiko tinggi mengalami komplikasi (misalnya penderita gangguan sistem kekebalan),
bisa diberikan immunoglobulin zoster atau immunoglobulin varicella-zoster.
Diagnosis banding
Vatiola, Herpes Simpleks
93
INFEKSI CACING
Empat spesies utama cacing usus yang merupakan persoalan kesehatan masyarakat di Indonesia adalah
Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Necator americanus dan Ancylostoma duodenale, serta Enterobius
vermicularis. Injeksi cacing pada seorang anak dapat ditemukan secara tunggal maupun campuran dan
dapat menyebabkan malnutrisi, anemia, menurunnya kesehatan jasmani dan menurunkan selera makan
sehingga dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan, dan dapat menyebabkan penurunan kemampuan
kognitif
Diagnosis
Anamnesis
o Faktor risiko: tempat tinggal, ketersediaan jamban, kebiasaan BAB, kebiasaan cuci tangan,
kebiasaan makan, riwayat infeksi serupa pada orang serumah
PF
o Dapat ditemukan tanda-tanda anemia, dehidrasi, seatorrhea, sindrom pernapasan, gatal pada
anus, dll sesuai dengan kausalnya
o Nyeri perut, mual, muntah
o Iritabel
o anoreksia
PP
o DPL (eosinofilia, dapat anemia), anal swab
o Pemeriksaan feses
o Foto thorax
Tatalaksana
- Non medikamentosa: PHBS (personal hygiene, sanitasi rumah dan lingkungan, makan
makanan bergizi, dll)
- Medikamentosa: Antihelmintik sesuai kausal (Piperazin, Mebendazol dosis tunggal, Pirantel
Pamoat), Antipiretik, Antiemetik, Antidiare
94
MALARIA
95
96
97
Diagnosis banding
Tifoid, Infeksi Dengue
98
SINDROM DISTRES RESPIRASI
99
100
101
Sindrom Distres Respirasi adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi premature dengan
tanda-tanda takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara kamar, yang menetap atau
memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik. Tanda-tanda klinik sesuai dengan
besarnya bayi, berat penyakit, adanya infeksi dan ada tidaknya shunting darah melalui PDA
102
Penatalaksanaan medis:
Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS adalah:
Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder
Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan caiaran paru
Fenobarbital
Vitamin E menurunkan produksi radikalbebas oksigen
Metilksantin (teofilin dan kafein) untuk mengobati apnea dan untuk pemberhentian dari pemakaian
ventilasi mekanik. (cusson,1992)
Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaan dalam pengobatan RDS adalah
pemberian surfaktan eksogen ( derifat dari sumber alami misalnya manusia, didapat dari cairan amnion
atau paru sapi, tetapi bisa juga berbentuk surfaktan buatan ).
103