Sei sulla pagina 1di 16

Lantanida Journal, Vol. 1 No.

1, 2014

Implementasi Model Pembelajaran Berbasis Masalah pada Materi Titrasi Asam Basa
untuk Meningkatkan Keterampilan Generik Sains Mahasiswa Program Studi
Pendidikan Kimia

Hayatuz Zakiyah1, Adlim2 dan Abdul Halim3


atuzzakia@gmail.com

1
Dosen Program Studi Pendidikan Kimia FTK Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh
2
Dosen Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Unsyiah Darussalam Banda Aceh
3
Dosen Program Studi Pendidikan Fisika FKIP Unsyiah Darussalam Banda Aceh

Abstract

This study was a pre-experimental study through one group pretest-posttest design. The
objective of the study was to see whether there was an increase in generic science skills of
students with problem-based learning model in the group activities. The subjects were the
chemistry students of 2nd semester in Teacher Training and Education Faculty of Unsyiah.
The data collection was conducted by using the instruments such as group activity and
multiple choice of generic science skill. The data of group activities was processed from the
observation scores while the pretest and posttest were processed by using the average of N-
Gain. Based on the data analysis, there were significant differences in the pretest and posttest
results KGS after the application of PBL teaching model. Referring to the N-Gain, an increase
of KGS occured in all indicators. The highest increase was found in indirect observation while
the lowest in logic inference. In indirect observation and cause-effect law, the consistent logic
framework gained an increase in the medium category.

Keywords: Problem-Based Learning, Generic Science Skills.

PENDAHULUAN

Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) baru muncul pada akhir abad ke-20,
tepatnya dipopulerkan oleh Barrows dan Tamblyn pada tahun 1980.1 PBM adalah suatu
model yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi mahasiswa untuk
belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk
memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran.2 Keterampilan

1
Catherine De Rijdt, Janine van der Rijt, Filip Dochy, and Chees van der Vleuten,Rigorously
Selected and Well Trained Senior Student Tutors in Problem Based Learning: Student Perceptions
and Study Achievements, Journal Instructional Science. 40(3): h.397411, 2011.
2
Kevin, Downing, Problem Based Learning and Metacognition, Asian Journal. Education
and Learning, 1(2), h.75-96, 2010.
pemecahan masalah, pemikiran kritis dan pengembangan pembelajaran sangat diperlukan
bagi mahasiswa untuk menghadapi masa depan yang nyata sesuai dengan masalah yang
terdapat di lingkungan belajar maupun lapangan pekerjaan dan kemudian mampu
menghasilkan solusi yang tepat untuk masalah tersebut. Beberapa penelitian tentang
penerapan model PBM ditemukan bahwa penerapan model PBM telah berhasil meningkatkan
pengalaman belajar sebagai pengganti laboratorium tradisional pada mahasiswa. PBM juga
telah berhasil dilakukan dalam praktikum laboratorium analisis pada pokok bahasan
pemisahan campuran dan mampu meningkatkan pemahaman mahasiswa terhadap materi.3
Berdasarkan hasil observasi, wawancara dengan dosen, asisten dan mahasiswa di
lingkungan program studi pendidikan kimia FKIP Unsyiah bahwa selama ini kegiatan
praktikum yang dilakukan masih menggunakan metode konvensional. Praktikum
konvensional adalah suatu praktikum dimana mahasiswa mengikuti sejumlah prosedur
eksperimental yang telah ditentukan selama waktu yang telah ditetapkan.4 Pernyataan ini
diperkuat dengan penuntun praktikum yang digunakan dalam praktikum kimia larutan. Hasil
wawancara dengan asisten bahwa selama ini mahasiswa melakukan praktikum sesuai dengan
penuntun yang sudah ada. Praktikum metode konvensional menyebabkan keterampilan
berpikir mahasiswa sangat terbatas, karena mahasiswa hanya dituntut untuk melakukan
praktikum sesuai penuntun, dan kemudian menyiapkan laporan. Praktikum konvensional
mengakibatkan minimnya pengalaman dan ilmu mendasar tentang apa yang dilakukan oleh
mahasiswa ketika praktikum kimia sedang berlangsung.
Salah satu tujuan yang diharapkan dari kegiatan praktikum adalah berkembangnya
keterampilan berpikir kimia. Keterampilan generik kimia adalah kemampuan berpikir dan
bertindak berdasarkan pengetahuan kimia yang dimilikinya, dan salah satunya adalah
keterampilan generik sains.5 Kemampuan generik sains dalam pembelajaran IPA dapat
dikategorikan menjadi 9 indikator yaitu: (1) pengamatan langsung; (2) pengamatan tak
langsung; (3) kesadaran tentang skala besaran; (4) bahasa simbolik; (5) kerangka logika taat
asas; (6) inferensi logika; (7) hukum sebab akibat; (8) pemodelan matematika; (9)

3
Hicks Randall W and Bevsek, Holly M. Utilizing Problem-Based Learning in Qualitative
Analysis Lab Experiments, Journal Chemistry Education, 89(2): h. 254257, 2012.
4
Claire Mc Donnell, Christine OConnor and Michael K Seery, Developing Practical
Chemistry Skills By Means Of Student-Driven Problem Based Learning Mini-Projects, Chemistry
Education Research and Practice, 8(2): h.130-139, 2007.

Liliasari, Scientific Concept And Generic Science Skill Relationship in the 21st Century
5

Science Education, (Online), (http://file.upi.edu/ diakses 30 Juli 2012), 2007.

108 Lantanida Journal, Vol. 1 No. 1, 2014


membangun konsep.6 Beberapa penelitian tentang indikator keterampilan generik sains
diantaranya adalah mengukur indikator pengamatan tak langsung, bahasa simbolik, hukum
sebab akibat, pemodelan matematik, serta membangun konsep dalam meningkatkan
pemahaman konsep pada topik hidrolisis garam dan sifat koligatif larutan.7
Curriculum Development Council di Hongkong mengidentifikasi 9 jenis keterampilan
generik yang sangat penting dalam pendidikan, salah satunya adalah keterampilan pemecahan
masalah.8 Sangat banyak fenomena alam maupun peristiwa dalam kehidupan sehari-hari yang
berhubungan dengan materi kimia dan bisa diangkat menjadi suatu masalah. Salah satunya
adalah materi titrasi asam basa. Banyak dijumpai asam cuka yang dijual bebas tanpa diketahui
secara pasti konsentrasinya. Begitu juga dengan obat maag yang beredar di pasaran, kadar
basanya juga berbeda-beda. Hal ini merupakan suatu masalah yang bisa diangkat dan
dijadikan sebagai kasus yang dapat diselesaikan melalui praktikum titrasi asam dan basa.
Berdasarkan hubungan antara model PBM dengan keterampilan generik sains, maka peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian tentang bagaimana implementasi model pembelajaran
berbasis masalah pada materi titrasi asam basa untuk meningkatkan keterampilan generik
sains mahasiswa program studi pendidikan kimia FKIP Unsyiah. Berdasarkan uraian latar
belakang masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah
aktivitas mahasiswa dengan penerapan model PBM? Apakah penerapan model PBM mampu
meningkatkan keterampilan generik sains mahasiswa?

METODOLOGI
Penelitian ini menggunakan desain one group pretestt-posttest design dengan
metode quasi eksperimen. Subjek penelitian adalah mahasiswa program studi pendidikan
kimia yang mengambil mata kuliah dan praktikum kimia larutan di FKIP Unsyiah berjumlah
28 orang. Tahapan dalam penelitian dibagi menjadi tiga tahapan yaitu tahap persiapan, tahap
pelaksanaan, kemudian tahap analisis data dan kesimpulan. Tahap persiapan penelitian

6
Mohd Zaki Khamsah, Developing Generic Skills in Classroom Environment: Engineering
Students Perspective, (Online), (http://Web,ctl.utm.my. diakses 12 Desember 2012), 2004.

Tuszie Widhiyanti, Pengembangan Keterampilan Generik Sains dan Berpikir Kritis Siswa
7

SMA Pada Topik Sifat Koligatif Larutan. Tesis tidak diterbitkan. Bandung: SPs UPI, 2007.
8
Lisa Angelique and Yuen Lie Lim, A Comparison of Students Reflective Thinking Across
Different Years in A Problem-Based Learning Environment, Journal Instructional Science. 39(8):
h.171188, 2011.

Lantanida Journal, Vol. 1 No. 1, 2014 109


meliputi studi pendahuluan, pengembangan instrumen berupa lembar observasi, soal tes KGS
serta validasi instrumen penelitian. Tahap pelaksanaan penelitian dibagi menjadi tiga tahapan
yaitu pretes, pembelajaran, dan postes. Tahap ketiga penelitian yaitu tahap analisis data serta
menyimpulkan hasil analisis data. Instrumen yang digunakan dalam pengambilan data
berupa lembar observasi aktivitas kelompok mahasiswa yaitu perancangan prosedur, kualitas,
dan laporan praktikum, soal pretes dan postes KGS dengan lima indikator yaitu pengamatan
langsung, pengamatan tak langsung, hukum sebab akibat, inferensi logika dan kerangka
logika taat asas dengan bentuk soal pilihan ganda dengan lima alternatif jawaban.
Instrumen yang digunakan disusun oleh peneliti sedangkan untuk menguji validitas
instrumen dianalisis oleh pakar, selanjutnya dilakukan uji coba soal tes KGS pada mahasiswa
semester IV Prodi Pendidikan Kimia FKIP Unsyiah. Data berupa skor dari lembar observasi
aktivitas kelompok mahasiswa dicari nilai dan diinterpretasikan. Data berupa skor pretes dan
postes KGS diolah secara kuantitatif dan peningkatan yang terjadi sebelum dan sesudah
pembelajaran dihitung dengan rumus g faktor (N-gain). Hasil uji coba soal tes KGS diperoleh
22 butir soal yang dinyatakan valid dari 30 butir soal yang diuji. Hasil uji reliabilitas tes KGS
dengan menggunakan rumus KR-20 menunjukkan bahwa soal tes dinyatakan memiliki
reliabilitas dengan nilai sebesar 0,67 dan termasuk kategori tinggi. Uji Hasil analisis uji
daya beda soal tes diperoleh data 1 butir soal kategori jelek, 12 butir soal kategori kurang, 12
butir soal kategori cukup, dan 5 butir soal kategori baik. Hasil analisis tingkat kesukaran soal
tes yaitu ada 13 butir soal yang termasuk kategori mudah, 11 butir soal kategori sedang, dan 6
butir soal kategori sulit.

HASIL
1. Pelaksanaan Pembelajaran dengan Model PBM
Pada pertemuan pertama mahasiswa diberikan pretes untuk melihat kemampuan awal
tentang KGS, pembagian kelompok dilakukan berdasarkan IPK tertinggi sebanyak 5 orang
dan masing-masing kelompok terdiri dari 5-6 orang. Diberikan masalah yang berhubungan
dengan materi titrasi asam basa yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari yaitu tentang
kadar basa dalam obat maag dan kadar cuka dalam botol. Mahasiswa diminta untuk
merancang prosedur praktikum dalam kelompok, dan selanjutnya melakukan praktikum
sesuai dengan rancangan prosedur praktikum yang sudah dibuat. Adapun penilaian kelompok
mahasiswa dalam model PBM terdiri dari 3 aspek yaitu rancangan prosedur praktikum,
kualitas praktikum dan laporan praktikum. Nilai aktivitas mahasiswa dalam model PBM dapat
dilihat pada Tabel 1.

110 Lantanida Journal, Vol. 1 No. 1, 2014


Tabel 1. Nilai Aktivitas Mahasiswa dalam Kelompok PBM
Aspek Penilaian
No Kelompok Rancangan Kualitas Laporan Rata-Rata
Prosedur Praktikum praktikum
Praktikum
1. Kelompok I 68,75 82,14 69,44 75,30
2. Kelompok II 75,00 92,86 91,70 86,52
3. Kelompok III 81,25 85,71 83,33 83,43
4. Kelompok IV 87,50 89,29 72,22 83,00
5. Kelompok V 75,00 85,71 72,22 77,64

Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai tertinggi untuk aspek penilaian rancangan prosedur
praktikum yaitu kelompok IV dengan nilai 87,50, sedangkan untuk nilai terendah kelompok I
68,75. Aspek Penilaian kualitas praktikum dengan nilai tertinggi yaitu pada kelompok II
sebesar 92,86 dan terendah kelompok I sebesar 82,14. Aspek penilaian laporan praktikum
nilai tertinggi terdapat pada kelompok II sebesar 90,00 dan terendah kelompok I yaitu 69,44.
Secara keseluruhan kelompok dengan nilai rata-rata tertinggi adalah kelompok II dan terendah
adalah kelompok I. Rancangan prosedur praktikum mahasiswa kelompok IV memiliki
persentase nilai tertinggi dengan rata-rata 87,50 dengan kategori sangat baik. Kelompok yang
memiliki nilai terendah dalam rancangan prosedur praktikum adalah kelompok I dengan nilai
sebesar 68,75 dengan kategori cukup. Adapun tiap aspek yang dinilai dalam rancangan
prosedur praktikum adalah bagaimana mahasiswa merumuskan tujuan sesuai dengan
permasalahan yang terdapat dalam LKM, menyusun teori yang mendukung dengan metode
yang akan dilakukan terhadap permasalahan, menentukan alat dan bahan, serta rancangan
prosedur kerja yang akan dilakukan dan yang paling penting dalam tahapan model PBM
adanya kerja sama dalam kelompok untuk memecahkan masalah.
Adapun aspek penilaian kualitas praktikum yang di nilai di antaranya adalah
kerjasama kelompok saat praktikum, kedisiplinan, persiapan alat dan bahan, cara merangkai
alat titrasi, melakukan titrasi dan melakukan percobaan secara keseluruhan. Kelompok yang
memiliki nilai tertinggi pada aspek kualitas praktikum adalah kelompok II dengan nilai
sebesar 92,86 pada kategori sangat baik. Kelompok I memiliki nilai terendah untuk kualitas
praktikum sebesar 82,14 tetapi masih dengan kategori baik. Hasil pengamatan pada saat
melakukan praktikum mahasiswa dalam kelompok II secara keseluruhan menunjukkan
aktivitas yang sangat baik antar kelompok yaitu termasuk kerjasama dan kedisiplinan.
Mahasiswa dalam kelompok menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan untuk melakukan
titrasi asam basa, selanjutnya merangkai perangkat titrasi dan melakukan percobaan titrasi
asam basa. Aspek penilaian laporan praktikum terdiri dari beberapa aspek yang pertama

Lantanida Journal, Vol. 1 No. 1, 2014 111


tujuan, teori, alat dan bahan, prosedur kerja, hasil pengamatan, analisis data, pembahasan,
kesimpulan dan daftar pustaka. Kelompok yang memiliki persentase nilai tertinggi yaitu
kelompok II sebesar 91,70. Adapun kelompok I memiliki nilai terendah untuk aspek laporan
praktikum sebesar 69,44 dengan kategori cukup. Laporan praktikum merupakan salah satu
karya yang dihasilkan melalui penerapan model PBM. Mahasiswa setelah melakukan
praktikum titrasi asam basa diwajibkan membuat laporan praktikum perkelompok sebagai
suatu hasil karya dalam penerapan model PBM.

2. Peningkatan Keterampilan Generik Sains

Gambar 1. Perbandingan Rerata Skor Pretes, Postes, dan N-gain Setiap Indikator
Keterampilan Generik Sains

Berdasarkan Gambar 1 terlihat bahwa nilai pretes indikator pengamatan langsung


mahasiswa sebesar 40,04 dan rerata nilai postes lebih tinggi sebesar 70,09. Hasil postes
setelah pembelajaran memperlihatkan kenaikan rerata dari kedua nilai tersebut. Peningkatan
keterampilan generik mahasiswa sebelum dan setelah pembelajaran tentu sangat erat
kaitannya dengan nilai gain yang dinormalisasi (N-gain). Persentase rerata nilai N-gain untuk
pengamatan langsung sebesar 50,11% termasuk kategori sedang. Secara kuantitas nilai ini
menunjukkan terjadi peningkatan. Dapat diketahui bahwa nilai rerata postes indikator
pengamatan tak langsung mahasiswa lebih besar dari nilai pretes yaitu 74,95. Hasil postes
setelah pembelajaran memperlihatkan kenaikan rerata dari kedua nilai tersebut dengan rerata
N-gain sebesar 32,31% (kategori sedang). KGS dalam hukum sebab akibat meningkat dari
40,75 pada saat pretes dan 62,95 setelah pembelajaran (postes). Persentase rerata N-gain
sebesar 37,47% dan tergolong kategori sedang.

112 Lantanida Journal, Vol. 1 No. 1, 2014


Peningkatan KGS juga terjadi pada indikator inferensi logika mahasiswa yaitu 63,00
pada pretes dan pada postes lebih tinggi sebesar 69,38. Persentase rerata N-gain indikator
inferensi logika sebesar 17,26% dan tergolong kategori rendah. Secara kuantitas terjadinya
peningkatan keterampilan generik sains pada indikator inferensi logika, tetapi masih kategori
rendah. Hasil yang berbeda didapatkan pada indikator kerangka logika taat asas dimana
terjadi peningkatan dari 39,41 menjadi 58,46 dengan N-gain 31,43% dan termasuk kategori
sedang.

PEMBAHASAN
1. Pelaksanaan dan Aktivitas Mahasiswa dengan Model PBM
Pengelompokan yang dilakukan dalam tahapan model PBM ternyata memberikan
pengaruh yang besar bagi perkembangan potensi mahasiswa. Mahasiswa menjadi lebih aktif
berbicara dan mengeluarkan pendapat ketika berada dalam lingkungan bersama teman
sekelompoknya. Berdasarkan hasil observasi terlihat antusias dan semangat mahasiswa yang
sangat tinggi dalam bekerja sama di dalam kelompok masing-masing. Aspek kerja sama
dalam kelompok PBM merupakan salah satu hal yang paling penting, karena mahasiswa
bekerja secara bersama-sama dengan teman sekelompoknya untuk memecahkan masalah. Hal
ini diperkuat oleh pernyataan bahwa bekerja sama dalam pembelajaran berbasis masalah
mendorong berbagai penemuan dan dialog serta perkembangan keterampilan sosial dan
keterampilan berpikir.9 Berbeda dari pembelajaran biasanya, mahasiswa yang pendiam ini
justru aktif berbicara ketika berada dalam kelompok. Mahasiswa bebas mengeluarkan
pendapat dan saling bertukar pikiran untuk mencari solusi atas permasalahan yang terdapat
dalam LKM. Hal ini juga terlihat pada hasil penelitian PBM yang dapat meningkatkan hasil
belajar siswa SMA pada materi Aljabar.10
Minat dan keingintahuan mahasiswa tentang materi yang akan dipelajari berusaha
dibangkitkan dengan adanya permasalahan yang disajikan. Pengajuan pertanyaan atau
masalah merupakan hal penting baik secara hubungan sosial maupun secara pribadi untuk
mahasiswa karena masalah yang diajukan merupakan situasi dunia nyata yang memungkinkan

9
Ibrahim dan Nur, Pembelajaran Berdasarkan Masalah, UNESA, Surabaya, 2005, h.3.

Jhon T. Ajai, Benjamin I. Imoko, and Emmanuel I. Okwu,Comparison of The Learning


10

Effectiveness of Problem-Based Learning (PBL) and Conventional Method of Teaching Algebra,


Journal of Education and Practice. 4(1) : 131-135, 2013

Lantanida Journal, Vol. 1 No. 1, 2014 113


adanya berbagai macam solusi.11 Hal ini diperlukan untuk melatih mahasiswa dalam
memecahkan suatu masalah yang sama halnya dengan dunia nyata atau kerja. Melalui
masalah yang diberikan, mahasiswa diminta untuk mendefinisikan masalah tersebut dan
menuliskan hasil pemikirannya. Mahasiswa diminta untuk merancang prosedur praktikum
berdasarkan masalah yang terdapat di LKM yang terdiri dari tujuan, teori, alat dan bahan,
serta prosedur kerja.
Hal ini sesuai dengan persentase yang ditunjukkan pada Tabel 4.1 tentang aktivitas
kelompok mahasiswa dengan model PBM. Kelompok yang memiliki persentase tertinggi
dalam merancang prosedur praktikum adalah kelompok IV dengan nilai 87,50. Hasil penilaian
observasi menunjukkan bahwa mahasiswa dalam kelompok IV memiliki kerjasama yang
tinggi dalam kelompok, mempunyai fasilitas pendukung yang memadai seperti laptop, buku,
serta modem, sehingga mereka lebih mudah untuk mengakses informasi sesuai dengan
masalah yang terdapat di LKM. Kelompok IV sudah mampu menentukan tujuan dan teori
sesuai dengan permasalahan. Nilai terendah diperoleh kelompok I sebesar 68,75. Kerjasama,
fasilitas anggota kelompok I masih kurang, serta komunikasi antar mahasiswa dalam
kelompok masih minim.
Hasil observasi di laboratorium pada saat melakukan praktikum titrasi asam basa
bahwa mahasiswa dalam kelompok II mempunyai kerjasama antar anggota sangat baik,
sedangkan nilai terendah kelompok I dengan nilai 82,14 tetapi masih kategori baik. Selain itu
kemampuan mahasiswa dalam menginterpretasikan antara data yang diperoleh dengan profil
grafik yang dibuat berdasarkan data percobaan juga diberi penilaian. Kemampuan mahasiswa
dalam hal ini menunjukkan ketajaman analisisnya dalam menghubungkan antara hasil
pengamatan dengan teori yang diketahui dari Buku Ajar, juga menunjukkan kecermatan
mahasiswa dalam mengabungkan antara fenomena yang dipelajari di laboratorium dengan
fenomena di kehidupan sekitar. Kegiatan terakhir adalah menyimpulkan hasil praktikum
dengan benar. Pengamatan juga dilakukan pada saat menjalankan praktikum, produk yang
dihasilkan dan keaktifan serta kerjasama mahasiswa.
Kelompok yang memiliki nilai tertinggi dalam laporan praktikum adalah kelompok II
dengan nilai 90,00. Dari hasil penilaian didapatkan bahwa laporan praktikum mahasiswa
kelompok II sangat tinggi dari kelompok yang lain. Kriteria dalam laporan seperti analisis
data, pembahasan dan kesimpulan disusun secara sistematis dan benar. Nilai terendah
11
Ade Gafar Abdullah dan Taufik Ridwan, Implementasi Problem Based Learning (PBL)
Pada Proses Pembelajaran di BPTP Bandung, (Online) 4(1), (http://file. upi.edu/Direktori/FPTK.,
diakses 5 Mei 2013), 2008.

114 Lantanida Journal, Vol. 1 No. 1, 2014


kelompok IV, dimana nilai yang diperoleh 72,50. Berdasarkan hasil penilaian laporan
praktikum diketahui masih banyak terdapat kekurangan seperti analisis data yang tidak
lengkap, pembahasan yang tidak sistematis serta kurang tepat dan kesimpulan yang kurang
menyeluruh.
2. Peningkatan Keterampilan Generik Mahasiswa
Berdasarkan analisis konsep pada materi titrasi asam basa keterampilan generik yang
diungkap meliputi (a) pengamatan langsung, (b) pengamatan tak langsung, (c) inferensi
logika, (d) hukum sebab akibat dan (e) kerangka logika taat azas. Apabila dilihat secara
individual dari 28 mahasiswa yang menjadi subyek penelitian, terdapat 2 mahasiswa
tergolong mengalami peningkatan yang tinggi, 16 mahasiswa tergolong mengalami
peningkatan sedang, dan ada 10 mahasiswa yang mengalami peningkatan rendah. Ini dapat
diartikan ada 10 mahasiswa yang kurang mengalami peningkatan dilihat dari hasil pretes dan
postes. Berdasarkan hasil pretes keterampilan generik sains mahasiswa, diperoleh hasil tes
sebelum penerapan model PBM sebesar 49,7 dan setelah diterapkan model PBM didapatkan
nilai rerata postes sebesar 67,69. Berdasarkan analisis uji-t terhadap skor pretes dan postes
didapatkan hasil t-hitung lebih besar dari t tabel seperti tertera pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil Uji-t Skor Pretes dan Postes Keterampilan Generik Sains
Variabel Mean Varians df Sig hitung Interpretasi Kesimpulan
Postes 14,375 8,904 Terdapat
Pretes 10,928 8,809 0,0001 < perbedaan
54 0,0001
0,05 yang
signifikan
Berdasarkan Tabel 2, maka didapatkan kesimpulan bahwa terjadi perbedaan signifikan
terhadap keterampilan generik sains setelah diterapkan model PBM. Meningkatnya skor tes
akhir dikarenakan dalam model pembelajaran berdasarkan masalah mahasiswa diberikan
peluang dan kesempatan menemukan konsepnya sendiri dengan berinteraksi sesama teman
dalam kelompok untuk mengamati setiap proses pembelajaran dengan kegiatan awal dalam
merancang prosedur praktikum sampai melakukan kegiatan percobaan berdasarkan masalah.
Pengetahuan mahasiswa yang ada tentang konsep materi titrasi asam basa dapat dibangun
melalui praktikum berbasis masalah sehingga keterlibatan mahasiswa secara langsung dalam
hal merancang prosedur praktikum akan meningkatkan keterampilan generik mahasiswa.
Guru maupun dosen perlu membangun interaksi secara penuh dengan memberikan
kesempatan seluas-luasnya kepada mahasiswa untuk berinteraksi dengan lingkungannya.12

12
Wina, Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.
Kencana, Jakarta, 2008.

Lantanida Journal, Vol. 1 No. 1, 2014 115


Disamping sebagai sarana untuk membangun konsep, pembelajaran berbasis masalah juga
merupakan wahana untuk melatih kemandirian, mengembangkan keterampilan berpikir,
kreativitas serta kepercayaan diri mahasiswa.
Penerapan model pembelajaran berbasis masalah mampu meningkatkan penguasaan
keterampilan generik sains calon guru kimia sampai pada tingkat pencapaian harga N-
gain kategori sedang. Indikator keterampilan generik inferensi logika memiliki harga N-
gain terkecil dan berarti keterampilan generik ini belum berkembang dengan baik.
Peningkatan keterampilan generik sains mahasiswa setiap indikator diuraikan sebagai berikut:
Deskripsi peningkatan keterampilan generik pengamatan langsung berdasarkan data yang
tertera pada gambar 1 untuk pretes didapatkan hasil sebesar 40,04 dan postes sebesar 70,09.
Berdasarkan hasil pengujian perbedaan skor N-gain yang dinormalisasi didapatkan hasil
sebesar 50,11% dengan kategori sedang.
Hasil analisis di atas menunjukkan bahwa model pembelajaran PBM yang diterapkan
dapat meningkatkan keterampilan generik sains mahasiswa pada indikator pengamatan
langsung. Peningkatan indikator pengamatan langsung juga terjadi pada materi
kesetimbangan kimia dengan N-gain sebesar 93,00% yang memiliki kategori tinggi.13 Hal ini
sesuai dengan teori belajar Vygotsky dan Piaget yang meyakini bahwa perkembangan
intelektual terjadi pada saat individu berhadapan dengan pengalaman baru dan menantang,
dan ketika mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang dimunculkan. Dalam upaya
mendapatkan pemahaman, individu yang bersangkutan berusaha mengaitkan pengetahuan
baru dengan pengetahuan awal yang telah dimilikinya kemudian membangun pengertian
baru.14
Hasil analisis dan observasi di lapangan menunjukkan bahwa mahasiswa sudah sering
melakukan praktikum dimulai dari Sekolah Menengah Atas dan pada praktikum mata kuliah
yang lain, sehingga hasil yang diperoleh menunjukkan peningkatan yang tertinggi pada
indikator pengamatan langsung. Hanya saja perbedaan praktikum kimia larutan dilakukan
berdasarkan masalah. Mahasiswa mengamati secara langsung setiap proses percobaan tentang
praktikum titrasi asam basa mulai dari persiapan alat dan bahan, merangkaikan alat titrasi, dan
melakukan titrasi. Segala pengetahuan harus diperoleh dengan pengamatan sendiri,

13
Budhi Sagita Wiratama, Pengembangan Keterampilan Generik Sains dan Berpikir
Kritis Siswa SMA pada Topik Kesetimbangan Kimia. Tesis tidak diterbitkan, Bandung: SPs UPI,
2007.
14
Gwee MC, Problem-Based Learning: A Strategic Learning System Design For The
Education Of Healthcare Professionals in The 21ST Century. The Kaohsiung Journal of Medical
Science, 25(5): 231-239, 2009.

116 Lantanida Journal, Vol. 1 No. 1, 2014


pengalaman sendiri, penyelidikan sendiri, bekerja sendiri, dengan fasilitas yang diciptakan
sendiri. Hal itu menyebabkan pembelajaran akan lebih bermakna jika mahasiswa "mengalami
sendiri apa yang dipelajarinya" bukan "mengetahui" dari informasi yang disampaikan oleh
dosen. Mahasiswa akan belajar dengan baik apabila yang mereka pelajari berhubungan
dengan apa yang telah mereka ketahui, serta proses belajar akan produktif jika mahasiswa
terlibat aktif dalam proses pembelajaran.15 PBM mampu meningkatkan prestasi dan hasil
belajar mahasiswa.16
Alat indera manusia yang digunakan dalam melakukan pengamatan langsung memiliki
keterbatasan sehingga diperlukan alat bantu. Pengamatan menggunakan alat bantu disebut
dengan pengamatan tak langsung, untuk mengatasi keterbatasan tersebut manusia melengkapi
diri dengan berbagai peralatan. Mahasiswa diharuskan menggunakan berbagai peralatan
eksperimen di laboratorium untuk mengumpulkan suatu data hasil percobaan. Secara tidak
langsung mahasiswa sedang mengembangkan salah satu keterampilan generik sains yaitu
pengamatan tak langsung. Pada saat melakukan praktikum titrasi asam basa, mahasiswa
menggunakan perangkat titrasi sebagai salah satu alat untuk menentukan titik akhir titrasi
yang diperlukan untuk perhitungan dalam menentukan suatu konsentrasi yang belum
diketahui konsentrasinya. Penggunaan alat praktikum merupakan salah satu aspek dalam
indikator keterampilan generik sains pengamatan tak langsung. Berdasarkan hasil pengujian
perbedaan skor N-gain yang dinormalisasi didapatkan hasil sebesar 32,31% untuk indikator
pengamatan tak langsung.
Hasil analisis di atas menunjukkan bahwa model pembelajaran PBM yang diterapkan
dapat meningkatkan keterampilan generik sains pada indikator pengamatan tak langsung,
namun peningkatannya tidak terlalu berbeda jauh dengan kategori sedang. Penelitian ini
sesuai dengan peningkatan indikator pengamatan tak langsung pada penerapan media
pembelajaran visualisasi materi hidrokarbon dengan N-gain sebesar 50,05% dengan kategori
sedang17. Hal ini membuktikan bahwa baik penerapan model maupun media dalam proses

Nurhadi, Pembelajaran Konstektual dan Pembelajaran dalam KBK, Malang:


15

Universitas Negeri Malang, 2003.

Shir Jer Lou, Ru Chu Shih, C. Ray Diez, dan Kuo-Hung Tseng, The Impact of Problem-
16

Based Learning Strategieson STEM Knowledge Integration and Attitudes: an Exploratory Study
Among Female Taiwanese Senior High School Students, International Journal Technology
Education. 21(3) :195215, 2011.

Anna Permanasari, Penerapan Media Visualisasi Hidrokarbon untuk Meningkatkan


17

Keterampilan Generik Sains dan Berpikir Kritis Siswa. Tesis tidak diterbitkan. Bandung: PPS UPI.
2010.

Lantanida Journal, Vol. 1 No. 1, 2014 117


pembelajaran dapat meningkatkan keterampilan generik sains. Hal ini selaras juga dengan
penelitian pada materi sifat koligatif larutan indikator pengamatan tak langsung dengan N-
gain kategori sedang.18 Berdasarkan hasil penelitian keterampilan generik untuk
pengamatan langsung dan tak langsung masih kategori sedang dengan N-gain sebesar
50,10% dan 32,10%. Hal ini berbeda signifikan dengan beberapa hasil penelitian yang telah
dilakukan banyak menggolongkan kepada kategori tinggi. Indikator pengamatan tak langsung
merupakan salah satu indikator yang mudah untuk dikembangkan.19 Hasil analisis di atas
menunjukkan bahwa model pembelajaran PBM yang diterapkan dapat meningkatkan
keterampilan generik sains mahasiswa pada indikator pengamatan tak langsung, namun
peningkatannya tidak terlalu berbeda jauh dengan kategori sedang.
Deskripsi peningkatan keterampilan generik hukum sebab akibat dianalisis
sebagaimana yang tertera pada Gambar 1 diperoleh N-gain sebesar 37,47% dengan kategori
sedang. Hasil analisis di atas menunjukkan bahwa model pembelajaran PBM yang diterapkan
dapat meningkatkan keterampilan generik sains mahasiswa pada indikator hukum sebab
akibat, namun peningkatannya tidak terlalu berbeda jauh dengan kategori sedang.
Keterampilan generik hukum sebab akibat termasuk keterampilan generik dengan kategori
sedang untuk dikembangkan.20 Keterampilan berpikir hukum sebab akibat berkaitan
menghubungkan dua atau lebih hukum, teori, dan prinsip dengan suatu fenomena alam
masih pada tingkat keterampilan berpikir dasar. Keterampilan generik hukum sebab akibat
menuntut mahasiswa agar mampu mengembangkan cara berpikir untuk mencari hubungan
antara berbagai faktor. Rangkaian hubungan antara berbagai faktor dari gejala yang diamati
diyakini selalu membentuk hubungan yang dikenal sebagai hukum sebab akibat.
Penerapan model PBM yang memberikan masalah nyata dalam kehidupan sehari-hari,
mampu meningkatkan keterampilan mahasiswa dalam mengamati suatu gejala alam dan
mencari hubungan sebab akibat. LKM menyajikan permasalahan yang terdapat dalam
kehidupan sehari-hari, diperlukan suatu keterampilan untuk menjelaskan keterkaitan antara
suatu fenomena dengan teori-teori yang sudah dipelajari agar dapat ditentukan dengan tepat

18
Anna Permanasari, op. cit
19
Slamet Brotosiswoyo, Hakikat Pembelajaran Sains di Perguruan Tinggi Fisika,
Jakarta: Pusat Antar Universitas Untuk Peningkatan Pengembangan Aktivitas Instruksional (PAU-
PPAI) Dirjen Dikti, 2005.
20
Slamet Brotosiswoyo, Ibid.

118 Lantanida Journal, Vol. 1 No. 1, 2014


suatu cara ataupun langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mencari kecenderungan
hubungan atau perubahan suatu fenomena alam. Beberapa hasil penelitian yang telah
dilakukan menunjukkan peningkatan N-gain dengan kategori sedang pada materi hidrolisis
garam dengan rata-rata N-gain 47,00%.21 Hasil penelitian tentang penerapan model problem
solving pada materi asam basa Arhenius diperoleh N-gain sebesar 32,00% termasuk kategori
sedang.22 Wiratama juga melaporkan hasil penelitian pada indikator hukum sebab materi
kesetimbangan kimia didapatkan N-gain sebesar 69,00%.
Peningkatan keterampilan generik inferesi logika berdasarkan data yang tertera pada
Gambar 1 dapat dilihat N-gain yang didapatkan sebesar 17,26% dengan kategori rendah. Bila
ditinjau dari nilai N-gain, keterampilan generik inferensi logika memiliki harga N-gain
terkecil dari semua indikator keterampilan generik sains yang dikembangkan, hasil temuan
ini menunjukkan bahwa model pembelajaran berbasis masalah belum mampu secara optimal
untuk mengembangkan keterampilan generik sains inferensi logika. Hal ini juga sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Wiratama tentang indikator inferensi logika pada
materi kesetimbangan kimia, didapatkan N-gain sebesar 13,00% dengan kategori rendah.
Namun, hasil temuan juga sesuai pada penelitian indikator inferensi logika memiliki
peningkatan paling rendah dengan model pembelajaran praktikum kimia analisis instrumen
berbasis inkuiri dibandingkan dengan beberapa indikator keterampilan generik sains yang
lainnya dengan harga N-gain sebesar 40,00%.23 Hal ini selaras dengan pernyataan
Brotosiswojo yang menempatkan inferensi logika termasuk sulit terkembangkan, sebab
inferensi logika tidak mengalami peningkatan yang cukup signifikan, karena dalam pretes
diperoleh nilai rerata sebesar 63,00% setelah diterapkan model pembelajaran PBM hasil yang
didapatkan sebesar 69,38%. Hasil ini menunjukkan bahwa hanya terjadi peningkatan sebesar
6,38%.
Paparan tentang peningkatan keterampilan generik kerangka logika taat asas
dianalisis sebagaimana yang tertera pada gambar 1 diperoleh N-gain sebesar 31,43% dengan

Iksanudin, Pengembangan Keterampilan Generik Sains dan Berpikir Kritis Siswa SMA
21

Pada Topik Hidrolisis Garam. Tesis tidak diterbitkan. Bandung: SPs UPI. 2007.

Eliska, Novita, Noor Fadiawati, Ratu Betta Rudibyani, Tasviri Efkar, Efektivitas
22

Pembelajaran Problem Solving Pada Materi Asam-Basa Arrhenius Untuk Meningkatkan Keterampilan
Siswa SMA dalam Membangun Konsep dan Hukum Sebab Akibat. Tesis tidak diterbitkan, Bandung :
SPs UPI. 2012.
23
Saptorini, Peningkatan Keterampilan Generik Sains Bagi Mahasiswa Melalui
Perkuliahan Praktikum Kimia Analisis Instrumen Berbasis Inkuiri, Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia,
2(1): 190-198, 2008.

Lantanida Journal, Vol. 1 No. 1, 2014 119


kategori sedang. Hasil analisis di atas menunjukkan bahwa model pembelajaran PBM yang
diterapkan dapat meningkatkan keterampilan generik kerangka logika taat asas, namun
peningkatannya tidak terlalu berbeda jauh dan masih kategori sedang. Hal ini sesuai dengan
penelitian tentang peningkatan keterampilan kerangka logika taat asas pada materi
hidrokarbon diketahui N-gain sebesar 35,40% termasuk kategori sedang.24 juga melaporkan
hasil penelitian tentang keterampilan generik sains pada materi fluida statis didapatkan N-gain
sebesar 51,40% dengan kategori sedang.25 Hal yang sama juga dilaporkan oleh Luthvitasri
dkk. (2012) tentang pembelajaran fisika berbasis proyek pada indikator kerangka logika taat
asas diperoleh nilai sebesar 65,00% dengan kategori sedang.
Pada pengamatan panjang tentang gejala alam yang dijelaskan melalui banyak hukum-
hukum, orang akan menyadari keganjilan dari sifat taat asasnya secara logika. Hubungan
hukum-hukum agar taat asas, maka perlu ditemukan teori baru yang menunjukkan kerangka
logika taat asas. Logika sangat berperan dalam melahirkan hukum-hukum sains. Pada proses
penyelesain masalah mahasiswa dituntut agar mampu menjelaskan hukum yang sesuai
sebagai solusi dari permasalahan yang terdapat dalam LKM. Mahasiswa melakukan
praktikum berdasarkan rancangan prosedur yang telah disusun dengan melihat kesesuaian
dengan hukum, teori, prinsip-prinsip yang berhubungan dengan masalah yang telah dibahas.

KESIMPULAN
Berdasarkan pada permasalahan penelitian, hasil penelitian serta pembahasan
sebagaimana telah dikemukakan pada bagian atas, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
aktivitas kelompok mahasiswa dengan penerapan model PBM menunjukkan rata-rata dengan
kategori sangat baik dan baik. Penerapan model PBM mampu meningkatkan keterampilan
generik sains mahasiswa dengan indikator pengamatan langsung, pengamatan tak langsung,
hukum sebab akibat, inferensi logika, dan kerangka logika taat azas. Peningkatan
keterampilan generik sains tertinggi terjadi pada indikator pengamatan langsung dengan N-
gain 50,11% kategori sedang. Peningkatan terendah terjadi pada indikator inferensi logika
dengan N-gain 17,26% tergolong kategori rendah. Model PBM dapat meningkatkan keaktifan
mahasiswa dalam mengikuti proses pembelajaran.

24
Slamet Brotosiswoyo, loc.cit.
25
Ferawati, Model Pembelajaran Multimedia Interaktif Untuk Meningkatkan Penguasaan
Konsep dan Keterampilan Generik Sains Guru Fisika Pada Topik Fluida Dinamis. Prosiding
Penelitian Bidang Ilmu Eksakta, 2011.

120 Lantanida Journal, Vol. 1 No. 1, 2014


DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, A. G dan Ridwan, T. 2008. Implementasi Problem Based Learning (PBL) Pada
Proses Pembelajaran di BPTP Bandung, (Online) 4(1), (http://file.
upi.edu/Direktori/FPTK., diakses 5 Mei 2013).

Ajai, T.J, Imoko, B.I., dan Okwu, E.I. 2013. Comparison of The Learning Effectiveness of
Problem-Based Learning (PBL) and Conventional Method of Teaching Algebra.
Journal of Education and Practice. 4(1) : 131-135.

Brotosiswoyo, B. S. 2001. Hakikat Pembelajaran Sains di Perguruan Tinggi Fisika. Jakarta:


Pusat Antar Universitas Untuk Peningkatan Pengembangan Aktivitas Instruksional
(PAU-PPAI) Dirjen Dikti.

De Rijdt, C. 2012.Rigorously Selected and Well Trained Senior Student Tutors in Problem
Based Learning: Student Perceptions and Study Achievements. Journal
Instructional Science. 40(3): 397411.

Donnell, C. Mc, Connor, C. O,dan Seery, M. K. 2007. Developing Practical Chemistry


Skills By Means Of Student-Driven Problem Based Learning Mini-Projects.
Chemistry Education Research and Practice. 8(2): 130-139.

Ferawati. 2011. Model Pembelajaran Multimedia Interaktif Untuk Meningkatkan


Penguasaan Konsep dan Keterampilan Generik Sains Guru Fisika Pada Topik Fluida
Dinamis. Prosiding Penelitian Bidang Ilmu Eksakta.

Gwee M. 2009. Problem-Based Learning: A Strategic Learning System Design For The
Education Of Healthcare Professionals in The 21ST Century. The Kaohsiung
Journal of Medical Science, 25(5): 231-239.

Ibrahim dan Nur. 2000. Pembelajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya: UNESA.

Iksanudin. 2007. Pengembangan Keterampilan Generik Sains dan Berpikir Kritis Siswa
SMA Pada Topik Hidrolisis Garam. Tesis tidak diterbitkan. Bandung: SPs UPI.
Kevin, Downing. 2010. Problem-Based Learning and Metacognition. As. J. Education &
Learning, 1(2) : 75-96.
Khamsah, M.Z. 2004. Developing Generic Skills in Classroom Environment: Engineering
Students Perspective, (Online), (http://Web,ctl.utm.my. diakses 12 Desember 2012).

Liliasari. 2007. Scientific Concept And Generic Science Skill Relationship in the 21 st Century
Science Education, (Online), (http://file.upi.edu/ diakses 30 Juli 2012).

Lou, S.J, Shih, R.C, Diez, C. R, dan Tseng, K.H. (2011). The Impact of Problem-Based
Learning Strategieson STEM Knowledge Integration and Attitudes: an Exploratory
Study Among Female Taiwanese Senior High School Students. International
Journal Technology Education. 21(3) :195215.

Novita, E, Fadiawati, N, Rudibyani, R. B, Efkar, T. 2012. Efektivitas Pembelajaran Problem


Solving Pada Materi Asam-Basa Arrhenius Untuk Meningkatkan Keterampilan

Lantanida Journal, Vol. 1 No. 1, 2014 121


Siswa SMA dalam Membangun Konsep dan Hukum Sebab Akibat. Tesis tidak
diterbitkan, Bandung : SPs UPI.

Nurhadi. 2003. Pembelajaran Konstektual dan Pembelajaran dalam KBK. Malang:


Universitas Negeri Malang.

Randall, W. H and Holly M. B. 2012.Utilizing Problem-Based Learning in Qualitative


Analysis Lab Experiments. Journal Chemistry Education, 89(2): 254257.

Saptorini. 2008. Peningkatan Keterampilan Generik Sains Bagi Mahasiswa Melalui


Perkuliahan Praktikum Kimia Analisis Instrumen Berbasis Inkuiri, Jurnal Inovasi
Pendidikan Kimia, 2(1): 190-198.

Sari, P. A. 2010. Penerapan Media Visualisasi Hidrokarbon untuk Meningkatkan


Keterampilan Generik Sains dan Berpikir Kritis Siswa. Tesis tidak diterbitkan.
Bandung: PPS UPI.

Sanjaya,W. 2008.Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta:


Kencana.

Widhiyanti, T. 2007. Pengembangan Keterampilan Generik Sains dan Berpikir Kritis Siswa
SMA Pada Topik Sifat Koligatif Larutan. Tesis tidak diterbitkan. Bandung: SPs
UPI.

Wiratama, B.S. 2007. Pengembangan Keterampilan Generik Sains dan Berpikir Kritis Siswa
SMA pada Topik Kesetimbangan Kimia. Tesis tidak diterbitkan, Bandung: SPs UPI.

Yuen, L.A dan Lim, L. 2011.A Comparison of Students Reflective Thinking Across
Different Years in A Problem-Based Learning Environment. Journal Instructional
Science. 39, (8):171188.

122 Lantanida Journal, Vol. 1 No. 1, 2014

Potrebbero piacerti anche