Sei sulla pagina 1di 15

FISIOLOGI ADRENOSEPTOR

Adrenergik awalnya menggambarkan suatu efek dari epinefrin (adrenalin),


walaupun neurotransmiter yang bertanggung jawab pada hampir sebagian besar dari
aktifitas adrenergik sitem saraf simpatis adalah norepinefrin (noradrenalin). Dengan
pengecualian untuk kelenjar keringat ekrin dan beberapa pembuluh darah,
norepinefrin dilepaskan oleh serat-serat simpatis postganglion dan jaringan end
organ. Sebaliknya, asetilkolin dilepaskan oleh serat-serat simpatis preganglion dan
seluruh serat parasimpatis.
Norepinefrin disintesis di sitoplasma ujung saraf simpatis postganglionik dan
disimpan dalam vesikel-vesikel. Setelah pelepasan melalui proses eksositosis, kerja
norepinefrin diakhiri dengan reuptake ke ujung saraf postganglionic (dihambat oleh
antidepresan trisiklik), dan juga difusi dari reseptor-reseptor atau metabolism
monoamine oksidase (dihambat oleh monoamine oksidase inhibitor) dan catechol-O-
methyltransferase. Perpanjangan aktivitas adrenergic memicu desensitisasi dan
hiporesponsivness terhadap stimulasi yang lanjut.
Reseptor-reseptor adrenergik dibagi menjadi dua kategori, yaitu dan .
Masing-masing dibagi lagi menjadi paling tidak dua subtype, yaitu 1 dan 2 serta 1,
2, dan 3.

Reseptor -1
Reseptor 1 adalah adrenoseptor postsinaptik yang berlokasi di otot polos di
seluruh tubuh (di mata, paru-paru, pembuluh darah, uterus, usus, dan sistem
urogenital). Aktivasi dari reseptor-reseptor tersebut meningkatkan konsentrasi ion
kalsium intrasel yang menimbulkan kontraksi dari otot-otot polos. Agonis 1
dihubungkan dengan midriasis (dilatasi pupil sampai terjadinya kontraksi dari otot-
otot radial mata), bronkokonstriksi, vasokonstriksi, kontraksi uterus dan kontraksi
spingter di gastrointestinal dan urogenital. Stimulasi 1 juga menghambat sekresi
insulin dan lipolisis. Miokardium terdapat reseptor-reseptor 1 yang memiliki efek
inotropik positif, yang dapat menyebabkan aritmia yang disebabkan katekolamin.
Selain itu, efek kardiovaskuler yang paling penting dari stimulasi 1 adalah
vasokonstriksi, yang meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer, afterload
ventrikel kiri dan tekanan darah arteri.

Reseptor- 2
Kebalikan dari reseptor-1, reseptor 2 berlokasi di saraf terminal presinaptik.
Aktivasi dari adrenoseptor tersebut menghambat aktivitas adenylate cyclase, sehingga
mengurangi masuknya ion kalsium kedalam saraf terminal, yang membatasi
eksositosis vesikel-vesikel penyimpanan yang berisi norepinefrin. Kemudian,
reseptor 2 menciptakan umpan balik negatif yang menghambat pelepasan
norepinefrin yang lebih lanjut dari neuron. Sebagai tambahan, otot polos vaskuler
mengandung reseptor-reseptor 2 postsinaptik yang menyebabkan vasokonstriksi.
Yang lebih penting, stimulasi dari reseptor-reseptor 2 postsinaptik di sistem saraf
pusat mengakibatkan sedasi dan mengurangi aliran balik simpatis, yang
menyebabkan vasodilatasi di perifer dan penurunan tekanan darah.

Reseptor- 1
Reseptor adrenergik- dibagi menjadi reseptor 1, 2, dan 3. Katekolamin,
norepinefrin, dan epinefrin adalah equipoten pada reseptor- 1, namun epinefrin lebih
poten secara signifikan dibandingkan norepinefrin pada reseptor- 2.
Reseptor 1 yang paling utama berada di membran postsinaptik di jantung.
Stimulasi dari reseptor-reseptor tersebut mengaktivasi adenylate cyclase, yang
mengubah adenosin trifosfat menjadi siklik adenosin monofosfat dan mengawali
kaskade fosforilase kinase. Awal dari kaskade tersebut memiliki efek kronotropik
positif (meningkatkan denyut jantung), efek dromotropik (meningkatkan konduksi)
dan efek inotropik (meningkatkan kontraktilitas).
Reseptor- 2
Reseptor 2 terutama sebagai adrenoseptor postsinaptik yang berlokasi di otot-
otot polos dan sel-sel kelenjar. Mekanisme kerjanya mirip dengan reseptor-reseptor
1, yaitu aktivasi adenylate cyclase. Selain hal itu, stimulasi 2 menyebabkan relaksasi
otot polos yang mengakibatkan bronkodilatasi, vasodilatasi dan relaksasi uterus
(tokolisis), kandung kemih dan usus. Glikogenolisis, lipolisis, glukoneogenesis dan
pelepasan insulin distimulasi oleh aktivitas reseptor 2. Agonis 2 juga mengaktivasi
pompa Na-K, yang menyebabkan kalium masuk ke intrasel dan dapat menyebabkan
hipokalemia dan disritmia.

Reseptor- 3
Reseptor 3 ditemukan pada gallbladder dan jaringan adipose otak. Fungsi
reseptor ini pada gallbladder fisiologi tidak diketahui, namun diperkirakan berfungsi
dalam lipolisis dan termogenesis pada brown fat.

AGONIS ADRENERGIK
Agonis adrenergik berinteraksi dengan berbagai spesifisitas (selektifitas) di
dan adrenoseptor. Ketumpangtindihan aktivitas tersebut berkomplikasi pada
prediksi dari efek klinis. Contohnya, epinefrin menstimulasi 1, 2, 1 dan 2
adrenoseptor. Efek pada tekanan darah arterial tergantung pada keseimbangan antara
vasokonstriksi 1, vasodilatasi 2, dan 1 serta pengaruh-pengaruh dari 1 inotropik.
Bahkan, keseimbangan ini berubah pada dosis yang berbeda.
Agonis adrenergik dapat dikategorikan sebagai direk dan indirek. Agonis
direk berikatan dengan reseptor, sedang agonis indirek meningkatkan aktivitas
neurotransmiter endogen. Mekanisme kerja dari indirek termasuk peningkatan
pelepasan atau penurunan pengambilan dari norepinefrin. Perbedaan antara
mekanisme kerja direk dan indirek adalah penting bagi pasien-pasien yang
mempunyai simpanan abnormal norepinefrin endogen ditubuhnya, yang timbul
bersamaan dengan penggunaan obat antihipertensi atau penghambat monoamine
oksidase. Hipotensi intra operatif pada pasien-pasien ini harus diterapi dengan agonis
direk karena respon mereka terhadap agonis indirek akan terganggu.
Beberapa referensi membedakan agonis adrenergik dari struktur kimianya.
Agonis adrenergik yang memiliki struktur 3,4 dihydroxybenzene disebut
katekolamin. Obat ini memiliki tipe short acting karena dimetabolisme oleh
monoamine oksidase dan katekol-0-metiltransferase. Pasien-pasien yang
mengkonsumsi penghambat monoamine oksidase atau antidepresan trisiklik dapat
menunjukkan respon yang berlebihan terhadap katekolamin. Katekolamin yang
terbentuk secara alami adalah epinefrin, norepinefrin dan dopamin (DA). Merubah
rantai struktur (R1, R2, R3) katekolamin alamiah dapat memacu perkembangan dari
katekolamin sintetik (contoh, isoproterenol dan dobutamin) yang lebih spesifik.

Agonis reseptor-1
Fenilefrin
Fenilefrin dan methoxamine merupaka agonis-1 selektif. Obat-obat tersebut
digunakan secara umum pada saat cardiac output adekuat dan memerlukan
vasokontriksi perifer, seperti hipotensi yang terjadi setelah anestesia spinal, atau pada
pasien dengan coronary artery disease atau stenosis arotic, untuk meningkatkan
perfusi koroner tanpa efek samping chronotropic.
Fenilefrin adalah nonkatekolamin dengan aktivitas agonis 1 direk (dosis
tinggi dapat menstimulasi reseptor-reseptor 2 dan ). Efek primernya adalah
vasokonstriksi perifer dengan kenaikan resistensi pembuluh darah sistemik dan
tekanan darah secara konkomitan. Refleks bradikardi dapat mengurangi cardiac
output. Aliran darah koroner meningkat karena efek vasokonstriksi langsung dari
fenilefrin terhadap arteri-arteri koroner yang sebelumnya mengalami vasodilatasi
karena pelepasan faktor-faktor metabolik.
Fenilefrin diberikan intravena, memiliki onset yang cepat dan durasi kerja
yang relatif pendek, 5 sampai 10 menit. Fenilefrin dapat diberikan dalam bolus
dengan dosis 40-100 g (0,5 - 1 g/kg) secara cepat mengembalikan pengurangan
tekanan darah yang disebabkan oleh vasodilatasi perifer atau infus dengan rate 10 -
20 g/menit (0,25 1 g/kg/menit) akan memelihara tekanan darah arteri pada aliran
darah ginjal. Dosis lebih besar hingga 1 mg digunakan pada kasus supraventrikular
takikardia. Fenilefrin digunakan juga sebagai midratik dan dekongestan nasal. Dapat
diberikan secara topikal, tunggal atau dicampur dengan gel anestetik lokal untuk
intubasi nasotrakeal. Dapat juga ditambahkan pada anestesi lokal untuk
memperpanjang blok subaraknoid. Takifilaksis timbul pada pemberian infus fenilefrin
dengan titrasi. Fenilefrin harus dilarutkan dari 1 % larutan (10 mg/1 ml amp),
biasanya hingga mencapai 100 g/ml larutan. Methoxamine memiliki durasi kerja
lebih lama, 30-60 menit.

Agonis reseptor-2
Efek primer agonis-2 adalah simpatolitik. Agonis-2 mengurangi pelepasan
norepinefrin perifer. Klonidin, obat prototipe golongan agonis- 2, merupakan agonis-
2 selektif parisal (dengan rasio kurang lebih 2 banding 1 200:1), yang saat ini
sering digunakan untuk terapi antihipertensi dan efek-efek kronotropik negatif. Baru-
baru ini, klonidin dan agonis 2 lain telah dianggap sebagai agen yang memiliki efek
sedatif. Studi penelitian telah meneliti efek anestesi dari klonidin secara oral (3-5
g/kg), IM (2 g/kg), IV (1-3 g/kg), transdermal (0,1-0,3 mg dilepas perhari),
intratekal (75-100 g) dan epidural (1-2 g/kg).
Secara umum, klonidin dibutuhkan untuk mengurangi efek anestesi dan
analgesi dan untuk menghasilkan efek sedasi dan anxiolisis. Selama anestesi umum,
klonidin dilaporkan dapat membantu stabilitas sirkulasi intraoperatif dengan
mengurangi tingkat katekolamin. Selama anestesi regional, termasuk blok saraf
perifer, klonidin memperpanjang durasi dari blok. Efek langsung pada spinal cord
bisa dimediasi oleh reseptor 2 postsinaptik di dalam dorsal horn. Keuntungan lain
termasuk pengurangan kejadian menggigil postoperatif, menghambat rigiditas otot
yang dipacu oleh opioid, pelemahan dari gejala-gejala withdrawal opioid dan
pengobatan terhadap beberapa sindrom nyeri kronis. Efek samping termasuk
bradikardi, hipotensi, sedasi, depresi respirasi dan mulut kering.
Dexmedetomidin merupakan derivat dari lipofilik -metilol dengan afinitas
yang tinggi untuk reseptor-reseptor 2 dibanding klonidin. Dibandingkan klonidin,
dexmedetomidin lebihselektif terhadpa reseptor-2 (dengan rasio 2: 1, 200:1 untuk
klonidin dan 1600:1 untuk dexmedetomidin). Dexmedetomidin memiliki waktu paruh
lebih pendek (2-3 jam) dibandingkan klonidin (12-24 jam). Dexmedetomidin
memiliki efek sedatif, analgesia dan efek simpatolitik yang memperjelas respon-
respon kardiovaskuler (hipertensi, takikardi) yang tampak selama masa perioperatif.
Bila digunakan saat intraoperatif, dapat mengurangi kebutuhan obat-obat intra vena
dan volatile, bila digunakan setelah operasi, dapat mengurangi kebutuhan obat-obat
analgesik dan sedatif. Dexmedetomidin juga berguna untuk sedasi pasien post operasi
di post anestetic dan di ICU karena efek anxiolitik dan analgesiknya, tanpa depresi
ventilasi yang signifikan. Pemberian yang cepat dapat meningkatkan tekanan darah,
tapi hipotensi dan bradikardi tetap dapat timbul selama terapi berjalan. Dosis
rekomendasi dexmedetomidine adalah dosis loading 1 g/kg pada 10 menit pertama
diikuti infus dengan kecepatan 0,2-0,7 g/kg/jam.

Efedrin
Efek kardiovaskuler dari efedrin serupa dengan epinefrin, meningkatkan
tekanan darah, denyut jantung, kontraktilitas dan cardiac output. Selain itu, efedrin
juga merupakan bronkodilator. Ada perbedaan-perbedaan penting diantara keduanya,
yaitu efedrin memiliki durasi kerja yang panjang karena ia merupakan
nonkatekolamin, yang kurang poten, memiliki kerja direk dan indirek dan
menstimulasi sistem saraf pusat (meningkatkan MAC). Properti agonis indirek dari
efedrin dapat mencapai stimulasi sentral, pelepasan norepinefrin perifer postsinaptik
atau menghambat pengambilan norepinefrin.
Efedrin biasa digunakan sebagai vasopresor selama anestesia berlangsung.
Sebagai contoh, penatalaksanaannya harus selalu diperhatikan ketika penyebab
hipotensinya diketahui dan terulang kembali. Tidak seperti agonis 1 yang bekerja
secara langsung, efedrin tidak menurunkan aliran darah uterin. Sehingga vasopresor
ini lebih sering dipilih untuk kasus-kasus obstetri. Efedrin juga telah dilaporkan
sebagai obat-obat antiemetik, terutama yang berhubungan dengan hipotensi yang
disebabkan oleh anestesi spinal. Pengobatan klonidin menguatkan efek dari efedrin.
Pada orang dewasa, efedrin diberikan secara bolus sebesar 2,5 10 mg, pada
anak secara bolus sebesar 0,1 mg/kg. Dosis selanjutnya ditingkatkan untuk
menghasilkan takifilaksis, yang bisa menyebabkan terjadinya pengurangan simpanan
norepinefrin. Efedrin tersedia dalam 1ml ampul yang terdiri dari 25 sampai 50 mg
obat.

Epinefrin
Epinefrin mengaktivasi semua adrenergik reseptor. Efek terapeutik epinefrin
meliuti, positif inotropi, kronotropi, dan meningkatkan konduksi jantung (1),
relaksasi otot polos pada pembuluh darah dan bronkus ( 2), vasokontriksi (1). Efek
metabolik dan endokrin dari epinefrin termasuk peningkatan kadar gula, laktat, dan
asam lemak.
Epinefrin diberikan secara IV. Dosis bolus umumnya untuk mendukung
tekanan adalh 28 g, 0,02-1 mg/kg diberikan pada kasus kardiovaskular collapse,
asistol, ventrikular fibrilasi, elektromekanikal disosiasi, atau syok anafilaktik. Dosis
lebih besar direkomendasikan pada kasus kritis untuk mempertahankan perfusi
serbral dan miokardium melalui vasokonstriksi perifer.

Norepinefrin
Stimulasi dari 1 langsung tanpa aktivitas 2 mencetuskan vasokonstriksi
yang intensif dari pembuluh darah arteri dan vena. Peningkatan kontraktilitas
myocardial dari efek 1 dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah arteri, tapi
peningkatan afterload dan refleks bradicardia mencegah kenaikan dari cardiac output.
Penurunan aliran darah ginjal dan peningkatan kebutuhan oksigen myocardial
membatasi penggunaan dari norepinefrin pada pengobatan shock yang berulang,
dimana kebutuhan vasokonstriksi dilakukan untuk memelihara tekanan perfusi
jaringan. Norepinefrin telah digunakan bersamaan dengan bloker (contoh,
fentolamin) untuk mendapatkan keuntungan dari aktivitas tanpa penggunaan
vasokonstriksi yang disebabkan oleh stimulasi tersebut. Ekstravasasi dari
norepinefrin dalam pemberian intra vena dapat menyebabkan nekrosis jaringan.
Norepinefrin diberikan secara bolus (0,1 g/kg) atau infus kontinue (4 mg
obat dalam 500 ml D5W [8 g/ml]) dengan kecepatan 2 20 g/mnt. Sediaan ampul
mengandung 4 mg norepinefrin dalam 4 ml larutan.

Dopamin
Efek klinis dari DA, agonis direk dan indirek yang non selektif, bervariasi
tergantung dari dosisnya. Dosis kecil ( 2 g/kg/mnt) memiliki efek adrenergik yang
minimal tapi mengaktivasi reseptor-reseptor dopaminergik. Stimulasi dari reseptor-
reseptor dopaminergik ini (terutama reseptor-reseptor DA1) mengakibatkan
vasodilatasi dari pembuluh darah ginjal dan menghasilkan diuresis. Pada dosis sedang
(2 10 g/kg/mnt) stimulasi 1 meningkatkan kontraktilitas myocardial, denyut
jantung dan curah jantung. Kebutuhan oksigen myocardial meningkat melebihi
pemasukan oksigen. Efek 1 menjadi lebih jelas pada dosis tinggi (10-20 g/kg/mnt),
yang menyebabkan peningkatan resistensi pembuluh darah perifer dan turunnya
aliran darah ginjal. Efek tidak langsung dari DA adalah terjadinya pelepasan dari
Norepinefrin, yang bertambah pada dosis diatas 20 g/kg/mnt.
DA umumnya digunakan pada terapi shock untuk memperbaiki curah jantung,
mempertahankan tekanan darah dan memelihara fungsi ginjal. DA biasanya
dikombinasikan dengan vasodilator (contoh, nitrogliserin atau nitropruside), yang
mengurangi afterload dan lebih jauh lagi untuk memperbaiki curah jantung. Efek
kronotropik dan disritmogenik dari DA membatasi penggunaannya pada beberapa
pasien.
DA tersedia dalam bentuk infus kontinue (400 mg dalam 1000 ml D5W; 400
g/ml) dengan kecepatan 1 20 g/kg/mnt. DA banyak tersedia dalam ampul 5 ml
yang berisi 200 400 mg dari DA.

Isoproterenol (receptor- agonis nonselektif)


Isoproterenol banyak dicari karena ia merupakan agonis yang murni. Efek
1 meningkatkan denyut jantung, kontraktilitas dan curah jantung. Stimulasi 2
mengurangi resistensi pembuluh darah perifer dan tekanan darah sistolik. Kebutuhan
oksigen myocardial meningkat ketika pasokan oksigen berkurang, membuat
isoproterenol atau agonis murni lain menjadi pilihan yang buruk pada beberapa
situasi.

Dobutamin (receptor- agonis nonselektif)


Dobutamin merupakan agonis 1 yang relatif selektif. Efek primer
kardiovaskulernya adalah peningkatan curah jantung sebagai akibat dari peningkatan
kontraktilitas myocardial. Penurunan tajam dari resistensi pembuluh darah perifer
disebabkan oleh aktivasi 2 yang biasanya mencegah naiknya tekanan darah arteri.
Tekanan pengisian ventrikel kiri menurun, ketika aliran darah koroner meningkat.
Denyut jantung meningkat bila dibandingkan dengan agonis lain. Efek
menguntungkan dari keseimbangan oksigen myocardial ini membuat dobutamin
menjadi pilihan tepat untuk pasien-pasien dengan kombinasi gagal jantung kongestif
dan penyakit arteri koroner, terutama jika resistensi pembuluh darah perifer dan curah
jantung telah meningkat.
Dobutamin tersedia dalam bentuk infus (1 gr dalam 250 ml [4 mg/ml]) dengan
kecepatan 2 20 g/kg/mnt. Sediaan terdiri dari 20 ml vial berisi 250 mg.

Dopexamin
Dopexamin secara struktural merupakan analog dari DA yang memiliki
keuntungan potensial dibandingkan dopamin karena efek adrenergik dan adrenergik
nya kurang. Karena kurangnya efek adrenergik dan efek spesifik dari perfusi
ginjal, hal ini lebih menguntungkan dibandingkan dobutamin.
Dopexamin tersedia dalam konsentrasi 50 mg/ml dan harus diencerkan dalam
D5W. Infus harus dimulai dengan kecepatan 0,5 g/kg/mnt, meningkat menjadi 1
g/kg/mnt pada interval 10 15 mnt hingga kecepatan maksimum menjadi 6
g/kg/mnt.

Fenoldopam
Fenoldopam merupakan agonis reseptor DA1 yang selektif yang memiliki
banyak kelebihan DA tapi dengan sedikit atau tidak ada aktivitas dari atau
adrenoseptor atau agonis reseptor DA2. Fenoldopam menunjukkan efek hipotensi
yang diperlihatkan dengan penurunan resistensi pembuluh darah vaskuler, bersamaan
dengan peningkatan aliran darah ginjal, diuresis dan natriuresis. Obat ini
diindikasikan pada pasien-pasien dengan operasi jantung dan perbaikan aneurisma
aorta, karena sifat antihipertensi dan proteksi ginjalnya. Obat ini juga diindikasikan
untuk pasien-pasien dengan hipertensi berat, khususnya dengan gangguan ginjal.
Fenoldopam tersedia dalam ampul 1ml, 2ml dan 5ml, 10 mg/ml. Dimulai
dengan infus kontinue 0,1 g/kg/mnt, meningkat secara bertahap menjadi 0,1
g/kg/mnt pada interval 15-20 menit sampai target tekanan darah tercapai. Dosis
rendah diasosiasikan dengan berkurangnya refleks takikardi.

ANTAGONIS ADRENERGIK
Antagonis adrenergik mengikat tapi tidak mengaktifkan adrenoseptor. Mereka
bekerja dengan mencegah aktivitas agonis adrenergik. Seperti agonis, antagonis
berbeda pada spektrum dari interaksi reseptornya.

Bloker - Fentolamin
Fentolamin memproduksi blokade kompetitif dari reseptor-reseptor yang
bersifat reversible. Antagonis 1 dan relaksasi langsung otot polos bertanggung jawab
terhadap vasodilatasi perifer dan penurunan tekanan darah arteri. Turunnya tekanan
darah memprovokasi terjadinya refleks takikardia. Takikardia ini diperkuat oleh
antagonis reseptor 2 di jantung karena blokade 2 memacu pelepasan norepinefrin
dengan mengeliminasi umpan balik yang negatif. Efek kardiovaskuler ini biasanya
timbul dalam waktu 2 15 menit. Pada antagonis adrenergik, timbulnya respon
terhadap blokade reseptor itu tergantung pada derajat munculnya tonus simpatis.
Refleks takikardi dan hipotensi postural membatasi penggunaan fentolamin untuk
pengobatan hipertensi yang disebabkan oleh stimulasi yang berlebihan (contoh,
feokromositoma, penarikan klonidin).
Fentolamin diberikan intra vena secara bolus intermiten (1-5 mg untuk
dewasa) atau infus kontinue (10 mg dalam 100 ml D5W [100 g/ml]). Untuk
mencegah nekrosis jaringan yang mengikuti ekstravasase dari cairan intra vena yang
berisi agonis , seperti norepinefrin, 5-10 mg fentolamin dalam 10 ml NaCl dapat
diberikan. Fentolamin dikemas dalam bubuk lyophilized (5 mg).

Antagonis Campuran - Labetalol


Labetalol memblok reseptor-reseptor 1, 1 dan 2. Rasio dari blokade dan
blokade telah diukur sebesar 1 : 7 setelah pemberian intra vena. Blokade campuran
ini mengurangi resistensi pembuluh darah perifer dan tekanan darah arteri. Denyut
jantung dan curah jantung biasanya menurun tajam atau tidak berubah. Kemudian,
labetalol menurunkan tekanan darah tanpa refleks takikardi, karena kombinasi dari
efek dan . Efek puncak biasanya muncul dalam 5 menit setelah dosis intra vena.
Gagal ventrikel kiri, hipertensi paradoksi dan bronkospasme telah dilaporkan.
Dosis awal labetalol yang direkomendasikan adalah 0,1 0,25 mg/kg
diberikan secara intra vena setiap 2 menit. Dua kali jumlah ini dapat diberikan dalam
interval 10 menit sampai respon tekanan darah yang diinginkan tercapai. Labetalol
juga dapat diberikan dalam infus kontinue perlahan (200 mg dalam 250 ml D5W)
dengan kecepatan 2 mg/mnt. Walau bagaimanapun, meski obat ini memiliki waktu
paruh eliminasi yang panjang (> 5 jam), perpanjangan infus tidak dianjurkan.
Labetalol (5 mg/ml) tersedia dalam bentuk 20 ml dan 40 ml dengan kemasan yang
multidosis, 4 ml dan 8 ml single dosis dalam prefilled syringes.

BLOKER
Reseptor bloker memiliki derajat selektivitas yang bervariasi untuk reseptor
1. Banyak obat yang memiliki selektif 1 kurang berpengaruh terhadap
bronkopulmoner dan vaskularisasi reseptor 2. Teorinya, selektif 1 bloker kurang
memiliki efek inhibitor terhadap reseptor 2, sehingga lebih cocok digunakan pada
pasien-pasien dengan PPOK atau penyakit pembuluh darah perifer. Pasien dengan
penyakit pembuluh darah perifer secara potensial dapat menurunkan aliran darah jika
reseptor 2 diblok, yang mengakibatkan dilatasi arteriol-arteriol.
bloker juga diklasifikasikan berdasarkan jumlah dari ISA (Intrinsic
Sympathomimetic Activity / Aktivitas Intrinsik dari Simpatomimetik) yang mereka
miliki. Banyak dari bloker yang memiliki aktivitas agonis, meskipun mereka tidak
menghasilkan efek yang serupa dengan agonis, seperti epinefrin, bloker dengan ISA
tidak sebaik bloker tanpa ISA dalam mengobati pasien-pasien dengan penyakit
kardiovaskuler.
bloker lebih jauh lagi dapat diklasifikasi oleh obat-obat yang dieliminasi
oleh metabolisme hati (seperti atenolol atau metoprolol), oleh obat yang disekresi di
ginjal (seperti atenolol) atau oleh obat yang dihidrolisa di darah (seperti esmolol).

Esmolol
Esmolol merupakan antagonis 1 selektif bersifat ultra short acting yang
mengurangi denyut jantung dan terutama tekanan darah. Obat ini telah berhasil
digunakan untuk mencegah takikardi dan hipertensi dalam responnya terhadap
stimulus perioperatif, seperti intubasi, rangsangan karena operasi dan keadaan
darurat. Seperti contoh, esmolol (1mg/kg) menyebabkan peningkatan tekanan darah
dan denyut jantung yang biasanya menyertai terapi elektrokonvulsif, tanpa durasi
kejang. Esmolol seefektif propanolol dalam mengontrol kecepatan ventrikel pada
pasien-pasien dengan atrial fibrilasi atau flutter. Meskipun esmolol dipertimbangkan
sebagai kardioselektif, pada dosis tinggi dapat menghambat reseptor 2 di bronkial
dan vaskularisasi otot polos. Obat ini memiliki durasi kerja yang pendek pada
keadaan redistribusi cepat (waktu paruh eliminasi 9 menit). Efek samping dapat
dihilangkan dalam beberapa menit dengan menghentikan infus. Seperti seluruh
antagonis 1, esmolol tidak boleh diberikan pada pasien-pasien dengan sinus
bradikardi, blokade jantung lebih besar dari derajat I, shock kardiogenik atau gagal
jantung.
Esmolol diberikan secara bolus (0,2 0,5 mg/kg) untuk terapi jangka pendek,
seperti lemahnya respon kardiovaskuler terhadap laringoskopi dan intubasi.
Pengobatan jangka panjang umumnya diawali dengan dosis loading sebesar 0,5
mg/kg diberikan lebih dari 1 menit, diikuti dengan infus kontinue sebesar 50
g/kg/mnt untuk memelihara efek terapeutik. Jika terapi ini gagal dalam
menghasilkan respon yang diinginkan dalam waktu 5 menit, dosis loading dapat
diulang dan infus ditambah secara bertahap sebesar 50 g/kg/mnt setiap 5 menit
hingga maksimal 200 g/kg/mnt.
Esmolol tersedia dalam vial multidosis untuk pemberian bolus berisi 10 ml
obat (10 mg/ml). Ampul untuk infus kontinue (2,5 g dalam 10 ml) juga tersedia tetapi
harus diencerkan terlebih dahulu hingga konsentrasinya menjadi 10 mg/ml.

Propanolol
Propanolol merupakan blokade non selektif dari reseptor-reseptor 1 dan 2.
Tekanan darah arteri menjadi rendah oleh beberapa mekanisme, termasuk penurunan
kontraktilitas myocard, penurunan denyut jantung dan menghilangnya pelepasan
renin. Curah jantung dan kebutuhan oksigen myocardial menjadi berkurang.
Propanolol terutama digunakan selama iskemia myocardial yang berhubungan
dengan peningkatan tekanan darah dan denyut jantung. Impedansi dari ejeksi
ventrikel sangat berguna bagi pasien-pasien dengan kardiomyopati obstruksi dan
aneurisma aorta. Propanolol memperlambat konduksi atrioventrikuler dan
menstabilisasikan membran myocardial, meskipun efek berikutnya tidak signifikan
pada dosis klinis. Propanolol sangat efektif dalam memperlambat respon ventrikel
menjadi takikardi supraventrikel dan sewaktu-waktu bisa mengontrol takikardi
ventrikel rekuren atau fibrilasi yang disebabkan oleh iskemik myocardial. Propanolol
memblok efek adrenergik dari tirotoksikosis dan feokromositoma.
Efek samping mencakup bronkospasme (antagonis 2), gagal jantung
kongestif, bradikardi dan AV blok (antagonis 10. Propanolol dapat memperburuk
depresi myocardial karena anestesi volatile (contoh, enflurane) atau karakteristik
inotropik negatif dari stimulasi jantung indirek (contoh, isoflurane). Pemberian
konkomitan propanolol dan verapamil (bloker kalsium channel) secara sinergis dapat
mendepresi denyut jantung, kontraktilitas dan konduksi AV node. Diskontinuitas dari
terapi propanolol untuk 24 48 jam dapat mencetuskan terjadinya sindrom
withdrawal yang ditunjukkan dengan hipertensi, takikardi dan angina pectoris. Efek
ini timbul disebabkan karena peningkatan jumlah reseptor adrenergik (up-
regulation). Propanolol berikatan kuat dengan protein melalui metabolisme hepar.
Waktu paruh eliminasinya lebih lama bila dibandingkan dengan esmolol.
Dosis individu dari propanolol tergantung dari tonus simpatis. Umumnya,
propanolol dititrasi hingga mencapai efek yang diinginkan, dimulai dengan 0,5 mg
dan bertambah secara bertahap 0,5 mg setiap 3-5 menit. Dosis total mencapai 0,15
mg/kg. Propanolol tersedia dalam ampul 1 ml berisi 1 mg obat
TERAPI BLOKER PERIOPERATIF
Terapi bloker pada periode perioperatif berpotensi untuk meminimalisasi
komplikasi vaskular (iskemia miokardium, stroke, gagal jantung) akibat aksi balik
dari takikardia dan hipertensi yang diinduksi katekolamin. Akan tetapi, manfaat ini
belum dilakukan di banyak uji-uji klinis. AHA merekomendasikan dilanjutkannya
penggunaan bloker pada periode perioperatif pada pasien yang mendapatkannya
untuk pengobatan angina, aritmia simtomatik, gagal jantung, dan hipertensi.
Penghentian terapi bloker selama 24 48 jam bisa memicu adanya sindroma
withdrawal dikarakteristikan dengan hipertensi, takikardia, dan angina pectoris.

SIMPULAN
Sistem saraf otonom mengontrol aktivasi volunter badan di luar kesadaran dan
merupakan sisten kontrol yang paling primitif tetapi paling esensial. Yang paling
berperan dalam sistem saraf ini adalah suatu sistem yang disebut adrenergic agonis
dan antagonis beserta reseptornya masing-masing yang kemudian akan membuat
tubuh berada dalam keadaan seimbang / homeostasis.

DAFTAR PUSTAKA
1. Butterworth J. F, Mackey D. C, Wasnick J. D.Morgan & Mikhails Clinical
Anesthesiology. McGrawHill Education. 2013.

Potrebbero piacerti anche