Sei sulla pagina 1di 20

Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 1 No 1, Juni 2013); halaman 39-58 39

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS KARET


PERKEBUNAN RAKYAT
(Kasus Perkebunan Rakyat di Kecamatan Tulang Bawang Tengah
Kabupaten Tulang Bawang, Lampung)

Wiyanto, dan Nunung Kusnadi


Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen - Institut Pertanian Bogor

ABSTRACT
This research compared rubber quality between smallholder rubber farmers in rubber development program
village and non-program village. The objectives of the research were to identify cause of low-quality rubber,
identify farmers efforts to increase rubber quality, to describe and to test relationship between
socioeconomic characteristics of the farmers, technical factors, and rubber quality among them, and to
analyze farmer benefit after use of rubber quality technology. Data for the research were generated from 64
respondents randomly from three villages. Descriptive statistics, qualitative analysis, binary logistic
regression model, and partial budgets analysis were used in analysing the data. The result of analysis
showed that farmers in program village produced lower grade rubber (average 6.13) than farmers in non-
program village (average 6.98). The identification result suggest that the causes of low-quality rubber were
the use of coagulant other than formic acid, use of additive coagulant and existence of contaminants in
coagulump. The empirical result revealed that majority of farmers did efforts to increase rubber quality
such as cleaning of collecting pans periodic, keeping of coagulump from contaminants, but just minority of
farmer used trained tappers, cleaning of collecting cups before tapping, dissociating types of coagulump
and there were no farmers using of formic acid as coagulant. The qualitative analysis and binary logistic
regression model indicated relationship between education, family size, membership of farmer institution,
participation in social activities and rubber quality at 20% probability level. The partial budgets analysis
proved that use of formic acid as coagulant was profitable in program village and non-program village.

Keywords: rubber quality, smallholder rubber farmers, partial budgets analysis

PENDAHULUAN
Karet alam (Hevea brasiliensis) Sekarang ini, karet alam telah menjadi
merupakan komoditas yang banyak komoditas perdagangan internasional, karena
dikembangkan di dunia terutama oleh tidak semua negara di dunia mampu
negara-negara produsen karet alam terbesar menghasilkan lateks dan bekuannya akan
diantaranya Thailand, Indonesia, dan tetapi semua negara membutuhkan produk
Malaysia. Tujuan utama dari pengembangan berbahan dasar karet. Dijadikannya karet
karet alam adalah memroduksi lateks dan sebagai komoditas internasional dapat
bekuannya. Lateks dan bekuannya mendatangkan keuntungan bagi negara
merupakan bahan baku utama bagi industri pengekspor seperti Indonesia, dan membuka
berbasis pertanian untuk memroduksi lapangan pekerjaan bagi masyarakat desa
produk berbahan dasar karet seperti ban, penghasil karet alam. Namun, perdagangan
sepatu karet, sarung tangan karet, balon, dan internasional karet juga memunculkan
produk-produk karet lainnya (Nazaruddin persaingan antarnegara pengekspor.
dan Paimin, 1992). Persaingan tersebut dapat terlihat dari ekspor
negara-negara produsen karet alam (Tabel 1).

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Wiyanto, dan Nunung Kusnadi


40 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 1 No 1, Juni 2013); halaman 39-58

Tabel 1. Gross Ekspor Karet Alam Tahun 2005-2008 (000 ton)


No Negara 2005 2006 2007 2008
1 Thailand 2.632,00 2.772,00 2.704,00 2.675,00
2 Indonesia 2.024,00 2.287,00 2.407,00 2.296,00
3 Malaysia 1.128,00 1.134,00 1.018,00 917,00
4 Vietnam 566,50 673,40 681,90 619,00
5 India 60,00 71,00 29,00 77,00
Sumber: ANRPC Monthly Bulletin of Rubber Statistics June 2009

Persaingan menjadi lebih ketat ketika terdapat keuntungan dari peningkatan


negara konsumen menetapkan standar mutu kualitas yang dilakukan petani berupa
yang tinggi bagi karet alam yang masuk ke tambahan pendapatan.
negaranya. Untuk dapat bertahan di pasar Penelitian ini terfokus pada kajian
internasional dan terus memroduksi karet tentang kualitas karet di tingkat petani (on
dengan menguntungkan, negara produsen farm) yang menghasilkan bahan olah karet
karet harus meningkatkan daya saing dengan berupa lump atau koagulump. Berkaitan
meningkatkan kualitas bahan olah karetnya dengan hal tersebut, dalam penelitian ini
terutama bagi negara yang menghasilkan dilakukan identifikasi kondisi usahatani dan
bahan olah karet bermutu rendah seperti sosial ekonomi petani karet, analisis faktor-
Indonesia. Rendahnya mutu bahan olah karet faktor yang memengaruhi kualitas bahan olah
Indonesia terlihat dari mutu karet remah karet di tingkat usahatani, mengidentifikasi
(crumb rubber) yang diekspor. Ekspor karet penyebab rendahnya kualitas karet di tingkat
remah Indonesia dalam bentuk tahun 2007 petani dan upaya-upaya yang telah dilakukan
sebesar 2.121.863,00 ton atau 88,16% dari total oleh petani karet untuk meningkatkan
ekpor karet Indonesia. Dari jumlah karet kualitas karet, serta menganalisis apakah
remah tersebut 97,20% merupakan SIR 20 peningkatan kualitas menguntungkan bagi
(Standard Indonesian Rubber), sedangkan SIR petani karet.
10 hanya 1,60% (Gapkindo, 2008). Rendahnya
mutu karet remah tersebut disebabkan bahan
METODE
baku karet remah biasanya berupa
koagulump yang biasanya bermutu rendah Penelitian ini dilakukan di tiga desa di
(Nazaruddin dan Paimin, 1992). Kecamatan Tulang Bawang Tengah,
Rendahnya mutu bahan olah karet Kabupaten Tulang Bawang, Lampung.
menunjukkan bahwa peningkatan kualitas Kecamatan Tulang Bawang Tengah dipilih
karet di Indonesia harus dimulai dari tingkat karena areal perkebunan dan produksi karet
petani (smallholder rubber farmers). Menurut yang dimiliki terbesar di Kabupaten Tulang
catatan Ditjen Perkebunan (2007), 78,97% Bawang. Tiga desa terpilih terdiri atas satu
produksi karet nasional dihasilkan oleh desa transmigrasi dengan program
perkebunan rakyat, dan 84,66% lahan karet pengembangan karet1 yakni Desa Tirta
Indonesia merupakan perkebunan rakyat. Kencana dan dua desa non program
Besarnya peran petani dalam menentukan pengembangan karet yaitu Desa Pulung
kualitas karet nasional, maka penting untuk Kencana dan Bandar Dewa. Desa Tirta
mempelajari upaya-upaya petani dalam Kencana merupakan salah satu desa program
meningkatkan kualias dan faktor-faktor yang pengembangan karet bentukan pemerintah
menentukan. Peningkatan kualitas karet di dari empat desa program di Tulang Bawang
tingkat petani hanya akan berhasil jika Tengah. Desa Tirta Kencana dipilih secara

1 Desa program pengembangan karet adalah desa yang pernah mendapatkan program berupa pengadaan bibit, bantuan
teknis, dan pengelolaan perkebunan oleh dinas pertanian. Saat ini program tersebut telah berhenti dan
penyelenggaraan telah diserahkan sepenuhnya kepada petani pemilik lahan.

Wiyanto, dan Nunung Kusnadi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi


Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 1 No 1, Juni 2013); halaman 39-58 41

purposive dengan pertimbangan lamanya pengukuran kualitas yang digunakan di


petani mengelola perkebunan karet (paling lembaga-lembaga penelitian karet. Keter-
lama dibandingkan dengan desa lainnya) dan batasan metode pengukuran kualitas dalam
dukungan penyalur/penangkar benih penelitian ini meliputi dua aspek yaitu:
(terbanyak di Tulang Bawang). Tirta Kencana a) Parameter kualitas karet yang
terdiri atas 1.569 kepala keluarga pemilik sesungguhnya adalah parameter fisik
kebun karet (80,00% dari kepala keluarga dan kimia yang meliputi kadar kotoran,
yang ada). Dua desa non program warna, kadar abu, kadar karet kering,
pengembangan karet yakni Pulung Kencana plastisitas awal (P0), indeks katahanan
dan Bandar Dewa dengan cara random plastisitas (PRI), kadar kotoran, dan
sampling dari sembilan desa non program viskositas mooney (VR). Dalam penelitian
lainnya. Desa Pulung Kencana dan Bandar ini parameter kualitas hanya dilihat dari
Dewa masing-masing terdiri atas 73 dan 35 aspek fisik yaitu kekenyalan, kadar air,
kepala keluarga pemilik perkebunan karet warna, bau, dan kadar kotoran yang
yang telah berproduksi2. semuanya diukur secara visual.
Random sampling digunakan untuk b) Dalam penelitian ini, penilaian kualitas
mengambil 64 petani (32 dan 32) dari desa diserahkan sepenuhnya kepada petani
program pengembangan karet dan desa non pemilik produk, bukan tengkulak atau
program. Untuk lebih dapat menggambarkan lembaga penelitian.
keadaan populasi, random sampling yang
Meskipun memiliki keterbatasan metode
digunakan adalah proporsional random
ini tetap digunakan dengan empat
sampling setelah sebelumnya di-cluster
pertimbangan yaitu:
berdasarkan kelompok tani untuk desa non
a) Pengukuran kualitas dengan parameter
program dan wilayah administratif di bawah
yang sesungguhnya sangat sulit
desa (RW) untuk desa program. Wawancara
dilakukan terkait keterbatasan peralatan
langsung yang dipandu kuesioner terstruktur
yang ada di lapang.
digunakan untuk mengumpulkan data yang
b) Pengukuran kualitas yang dilakukan
diperlukan seperti jenis, jumlah, dan kualitas
oleh tengkulak sebelum pembelian
produksi, kondisi sosial ekonomi petani,
hanya menggunakan parameter fisik
struktur biaya usahatani, dan kegiatan
secara visual.
penyelenggaraan usahatani karet lainnya.
c) Meskipun pengukuran kualitas di
Pengukuran kualitas karet di tingkat
lapangan (kondisi aktual) dilakukan oleh
petani tidak mudah dilakukan, karena secara
tengkulak, pada penelitian ini penilaian
teknis tidak tersedia alat yang memadai. Oleh
diserahkan kepada petani dengan alasan
karena itu dalam penelitian ini kualitas karet
tengkulak yang datang kepada satu
diukur berdasarkan penilaian petani sendiri
petani berbeda-beda, dan petani lebih
terhadap karet yang dihasilkannya. Penilaian
mengetahui ada tidaknya kotoran di
dilakukan dengan cara membandingkan karet
dalam koagulumpnya karena petani
yang dihasilkan petani dengan contoh karet
sendiri yang mengolahnya.
berkualitas standar. Contoh karet berkualitas
d) Tidak adanya lembaga penelitian atau
standar diberi nilai 10, kemudian petani
ahli kualitas karet di sekitar wilayah
diminta menentukan nilai minimum 1
penelitian.
maksimum 10 untuk kualitas karet yang
Data yang diperoleh dari hasil
dihasilkannya.
wawancara di analisis menggunakan statistik
Kami menyadari bahwa metode
deskriptif, analisis domain, analisis
pengukuran kualitas yang digunakan ini
taksonomik, model regresi logistik biner, dan
memiliki keterbatasan dibandingkan metode

2 Data Monografi, Profil, keterangan aparat desa dan ketua kelompok tani desa terkait.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Wiyanto, dan Nunung Kusnadi


42 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 1 No 1, Juni 2013); halaman 39-58

analisis anggaran parsial. Dalam uji ASK = ask to PPL = pernah bertanya PPL (1
signifikansi, selang kepercayaan minimal = pernah dan 0 = tidak pernah).
yang digunakan adalah 80%(dengan nilai UOC = use of coagulant = Penggunaan TSP
sebagai koagulan (1 = menggunakan
maksimal sebesar 20%).
TSP dan 0 = jika tidak).
0 = konstanta
MODEL REGRESI KUALITAS KARET 1, 2,.. 13 = koefisien dugaan dari variabel
independen.
Berdasarkan kajian literatur dan kondisi
lapang, terdapat 13 variabel bebas yang
diduga memengaruhi kualitas karet Varibel tak bebas pada model regresi
perkebunan rakyat. Model regresi logistik logisitk biner memiliki dua kemungkinan
biner yang dibangun dari faktor-faktor nilai yakni 1 dan 0. Pada penelitian ini, nilai 1
tersebut adalah: menunjukan kualitas karet lebih tinggi dan 0
menunjukan kualitas karet lebih rendah. Nilai
( )= + + + biner 1 dan 0 merupakan transformasi
+ + + + kualitas dari skala 1 hingga 10 dengan titik
+ + + +
potong adalah rata-rata kualitas seluruh
+ +
responden. Kualitas karet yang di bawah rata-
dimana rata kualitas seluruh responden dimasukan
( ) ( )
( )= dan ( )= kedalam kelompok kualitas lebih rendah
( ) ( )

( ) = ( = 1| ) merupakan peluang dan diberi simbol 0, sedangkan kualitas karet


bersyarat kejadian Y=1 yaitu peluang kualitas yang di atas rata-rata dimasukan kedalam
lebih tinggi. kelompok kualitas lebih tinggi dengan
simbol 1.
Keterangan:
AGE = age = Usia petani (tahun)
EDU = education = pendidikan formal petani HASIL DAN PEMBAHASAN
(tahun)
EXP = experience = pengalaman bertanam KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI
RESPONDEN
karet (tahun)
TRD = transmigrant of rubber development = Lampiran 1 menunjukkan bahwa
transmigran pengembangan karet (1 mayoritas responden berada pada kelompok
= jika transmigran dan 0 = bukan usia dewasa madya. Dengan rata-rata usia
transmigran pengembangan karet)
keseluruhan 51,94 tahun. Data ini mendukung
FS = family size = jumlah anggota keluarga
(orang) hasil penelitian yang dilakukan oleh Giroh et
FI = family income = pengahasilan rumah al. (2006) terhadap petani karet di Mbiri dan
tangga per bulan (rupiah) Utagba-Uno, Delta State, Nigeria. Data ini
FOF = frequency of fertilization = frekuensi juga mengarah kepada pernyataan Abolagba
pemupukan (kali per tahun) et al. (2003) yang dikutip oleh Giroh et.al.
RFS = rubber farm size = luas lahan tanaman
(2006). Menurutnya, tenaga kerja atau petani
karet produktif (hektar)
perkebunan karet rakyat sebagian besar
SA = social activity = partisipasi dalam
kegiatan Sosial (1 = jika adalah orang yang telah tua. Jumlah orang tua
berpartisipasi dalam kegiatan sosial yang lebih banyak memiliki dampak bahwa
dan 0 = jika tidak). adopsi sebuah inovasi mungkin akan sulit
MFI = membership of farmer institution = dilakukan. Jika membandingkan dua
keanggotan kelompok tani (1 = jika kelompok responden, komposisi petani tua
anggota kelompok tani dan 0 = jika
lebih banyak di desa program daripada desa
tidak).
PPL = keberadaan PPL di Desa (1 = ada PPL non program pengembangan karet. Hal ini
yang berdomisili di desa tempat memberikan pengertian bahwa upaya-upaya
tinggal petani dan 0 = jika tidak ada). peningkatan kualitas akan lebih dominan

Wiyanto, dan Nunung Kusnadi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi


Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 1 No 1, Juni 2013); halaman 39-58 43

dilakukan petani di desa non program tersebar merata di kalangan petani. Data
pengembangan karet daripada di desa tersebut juga memperlihatkan kegiatan sosial
program pengembangan karet. Keadaan ini kemasyarakatan merupakan sumber
memberikan kesan bahwa kualitas karet yang informasi paling efektif untuk mengalirkan
diproduksi petani di desa program informasi kualitas karena mayoritas petani
pengembangangan karet bisa jadi lebih buruk mampu mengakses sumber informasi
dibandingkan dengan kualitas karet di desa tersebut. Data lapang ini berbeda dengan
non program pengembangan karet. kondisi di dua desa program karet di Delta
Petani responden rata-rata mengikuti State, Nigeria. Petani karet di Nigeria
pendidikan formal selama 6,63 tahun. memiliki lebih banyak akses informasi yaitu
Sebagian besar mereka (95,31%) dapat PPL, radio atau televisi, kegiatan sosial
membaca3 dengan rincian 43,75% telah (teman/tetangga), perusahaan pengolahan
menamatkan pendidikan dasar, dan sisanya karet (Michelin) dan lembaga riset karet.
menamatkan SMP, SMA dan sampai sarjana Lebih dari separuh (57,81%) responden
masing-masing 10,94%, 17,19% dan 1,56% memiliki jumlah anggota keluarga 2-4 orang
(satu orang). Hanya 4,69% yang tidak yang tinggal satu rumah dengan kepala
mengikuti pendidikan formal. Hasil ini juga keluarga dengan modus di jumlah anggiota
mendukung penelitian Giroh et.al. (2006). keluarga empat orang. Responden yang
Perbandingan antara desa program memiliki jumlah anggota keluarga 5-7 orang
pengembangan karet dan desa non program sebesar 39,06%. Data ini memperikan
pengembangan karet menunjukkan bahwa pengertian bahwa upaya peningkatan
rata-rata petani responden di desa program kualitas diduga mampu dilakukan oleh petani
mengikuti pendidikan selama 5,37 tahun, responden. Jika dikaitkan dengan
sedangkan desa non program 7,87 tahun. Hal ketersediaan tanaga kerja dalam keluarga,
ini dapat memberikan dampak bahwa petani diduga petani karet yang memiliki jumlah
di desa non-program pengembangan karet anggota keluarga yang lebih banyak akan
lebih banyak melakukan upaya-upaya memiliki kualitas yang lebih baik.
peningkatan kualitas karet dan lebih mudah Pengalaman petani karet didekati
menerima teknologi peningkatan kualitas dengan menggunakan variabel lamanya
dibandingkan petani di desa program mengusahakan tanaman karet, pernah
pengembangan karet meski keduanya tetap tidaknya bekerja di perusahaan atau KUD
mampu melakukan dan menerima upaya- perkebunan karet dan keikutsertaan petani
upaya peningkatan kualitas karet rakyat. sebagai transmigran program pengembangan
Terdapat tiga sumber informasi yang karet. Secara berurutan, rata-rata lamanya
digunakan petani karet untuk mengakses menanam karet petani di desa program dan
informasi perkaretan yaitu kelompok tani, non program adalah 14,31 tahun dan 13,34
kegiatan sosial kemasyarakatan (misalnya tahun. Pengalaman yang lebih banyak, baik
pengajian) dan PPL. Petani yang lebih lama mengusahakan karet, penah
menggunakan kelompok tani, kegiatan sosial bekerja di perusahaan perkebunan karet atau
kemasyarakatan dan PPL masing-masing KUD, maupun peserta transmigrasi
sebesar 17,19%, 53,12%, dan 20,31%. Dari diharapkan memberikan tambahan
jumlah petani pengakses informasi pengetahuan, teknologi dan informasi
perkaretan, hanya 27 petani (42,19%) yang mengenai pengusahaan karet lebih banyak
mengakses informasi mengenai kualitas karet. daripada yang berpengalaman lebih sedikit.
Dari data empiris tersebut, terlihat bahwa Data pada lampiran 1 menunjukkan
aliran informasi tentang kualitas karet tidak bahwa mayoritas petani (67,19%) memiliki

3 Dengan Asumsi bahwa petani dapat membaca jika pernah mengikuti pendidikan formal, sehingga yang tidak
mengikuti pendidikan formal sama sekali tidak dapat membaca.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Wiyanto, dan Nunung Kusnadi


44 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 1 No 1, Juni 2013); halaman 39-58

pendapatan keluarga diatas tiga juta rupiah. dari separuh (56,25%) menyadap karetnya
Kondisi ini memberikan pengertian bahwa setiap hari, dan hanya 9,38% menyadap
adopsi teknologi peningkatan kualitas yang karetnya dengan frekuensi yang benar sesuai
membutuhkan biaya tunai akan relatif mudah dengan teori penyadapan yakni dua hari
dilakukan terlebih lagi di desa non program. sekali.
Petani di desa non program yang memiliki Mayoritas petani menjual hasil
pendapatan lebih dari 3 juta per bulan lebih produksinya dalam bentuk bahan olah karet
banyak dibandingkan petani di desa program. berupa koagulump atau coagulump (CL) yakni
Luas kebun produktif yang diusahakan getah karet (lateks) yang telah dibeku dengan
mayoritas petani karet (59,38%) adalah 0,25 menggunakan zat pembeku (koagulan).
hingga 1,25 hektar. Petani lainya memiliki Terdapat berbagai jenis CL yang diproduksi
luas lahan karet masing-masing 1,26 hingga petani. Lebih sari separuh petani (56,25%)
2,25 hektar (26,56%) dan diatas 2,26 hektar menjual dalam bentuk CL dua harian.
(19,06%). Alasananya adalah harga relatif tinggi, bobot
tidak terlalu susut, dan penjualan sudah
KARAKTERISTIK USAHATANI relatif banyak karena telah terkumpul hasil
RESPONDEN selama dua hari. Untuk mendapatkan
koagulump, petani menggunakan pupuk air
Lampiran 2 menunjukkan kondisi
rendaman TSP dan tawas sebagai pembeku.
usahatani petani karet di kecamatan Tulang
Sebagain petani menambahkan air ekstrak
Bawang Tengah. Moyoritas petani (93,75%)
umbi Gadung (Dioscorea hispida Dennst) untuk
menanam karetnya dengan sistem tumpang
membeku lateks dengan alasan bobot
sari selama tiga tahun pertama penanaman.
koagulump menjadi lebih besar dan mampu
Hal ini disebabkan oleh kondisi ekonomi
mengikat/memenjarakan air.
petani karet, dimana selama karet belum
Sebagian besar petani sangat menjaga
menghasilkan mereka harus tetap
kondisi bahan olah karet yang diproduksinya,
berpenghasilan. Cara yang ditempuh adalah
terutama dari kotoran berupa ranting, tatal,
menumpang sari tanaman karetnya. Dampak
dan daun. Sebanyak 42,19% petani
dari sistem tumpang sari adalah kurang
menyatakan terdapat tatal, ranting atau daun
optimalnya perawatan tanaman karet belum
di Cl-nya, bahkan tiga responden diantaranya
menghasilkan dikarenakan pemupukan dan
menyatakan dengan sengaja memasukan tatal
penyiangan tanaman karet dilakukan
kedalam koagulumpnya untuk menambah
bersamaan dan dengan fokus tanaman
bobot karena tatal di dalam koagulump
tumpang sarinya.
mampu memenjarakan air.
Dalam hal pemupukan, 37,5% petani
tidak benar dalam melakukan pemupukan
tanaman karet menghasilkan. Mereka hanya FAKTOR-FAKTOR YANG
memupuk satu kali setahun atau tidak MEMENGARUHI KUALITAS KARET
PERKEBUNAN RAKYAT
melakukan pemupukan minimal dalam satu
tahun analisis penelitian ini. Alasan tidak Analisis Taksonomik
benarnya pemupukan petani adalah tidak Tabel analisis domain pada lampiran 3
terjangkaunya harga pupuk bagi sebagian menunjukkan bahwa terdapat sepuluh faktor
besar petani terutama TSP dan KCl, terlebih yang diduga memengaruhi kualitas karet
lagi setelah penurunan harga karet lebih dari perkebunan rakyat. Dari sepuluh faktor
50% pada akhir tahun 2008. terdapat empat faktor yang memiliki
Dalam hal penyadapan, hanya 32,81% pengaruh positif dan tiga faktor yang
petani yang menggunakan penyadap terlatih. memiliki pengaruh negatif terhadap kualitas
Sedangkan petani lainya bukanlah penyadap karet yang diproduksi petani. Sedangkan tiga
terlatih. Salah satu dampaknya adalah lebih faktor lainnya berpengaruh secara tidak

Wiyanto, dan Nunung Kusnadi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi


Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 1 No 1, Juni 2013); halaman 39-58 45

konsisten di kedua kelompok desa. Terdapat peningkatan kualitas, pengaruh ketiga faktor
tiga bentuk hubungan semantik antara faktor tersebut mendukung pernyataan Rogers
dan kualitas yakni alasan/rasional, cara (1983) dan Giroh et.al. (2006). Ketiga faktor
ketujuan, dan sebab akibat. tersebut menjadikan petani lebih mudah
Lampiran 4 menunjukkan analisis menerima atau melakukan upaya
taksonomik ketujuh faktor yang peningkatan kualitas sehingga kualitas karet
memengaruhi kualitas. Tujuh faktor tersebut petani yang memiliki ketiga faktor tersebut
merupakan faktor yang hanya diambil dari lebih baik dibandingkan yang tidak
kelompok faktor pengaruh positif dan negatif, memilikinya. Namun, hasil analisis faktor
karena kedua kelompok faktor tersebut pendapatan rumah tangga, pendidikan, dan
adalah domain yang superior yaitu domain luas lahan memberikan pengaruh yang
yang amat penting dan mendominasi berbeda bahkan berkebalikan dari pernyataan
deskripsi tujuan penelitian (Bungin, 2003). Rogers (1983) tentang adopsi.
Dalam penelitian ini, kesuperioran domain Petani yang berpenghasilan rumah
dilihat konsistensi pengaruh terhadap tangga lebih rendah atau memiliki lahan lebih
kualitas. Penggunaan teknik analisis sempit memiliki keinginan lebih besar untuk
taksonomik diharapkan mampu memberikan meningkatkan penghasilan keluarga melalui
gambaran lebih jelas mengenai pengaruh jalur peningkatan kualitas. Hal ini
masing-masing faktor terhadap kualitas. memberikan dorongan bagi petani yang
Sebagian besar faktor memiliki pengaruh berpenghasilan lebih rendah atau berlahan
yang tidak langsung terhadap kualitas. Faktor sempit untuk melakukan upaya peningkatan
tersebut hanya memberikan dorongan kepada lebih banyak yang berdampak pada lebih
petani untuk melakukan atau tidak tinginya kualitas karet yang dimilikinya.
melakukan aktivitas yang memengaruhi Untuk faktor pendidikan, petani yang
kualitas karet, baik pengaruh positif atau berpendidikan lebih tinggi lebih memiliki
negatif. Hanya penggunaan pupuk TSP perhitungan yang lebih baik mengenai usaha
sebagai koagulan yang memberikan peningkatan pendapatan. Peningkatan
pengaruh langsung terhadap kualitas karet pendapatan dapat diperoleh melalui
perkebunan rakyat. Pengaruh langsung peningkatan bobot karet yang diproduksinya
penggunaan pupuk TSP adalah cepat atau peningkatan harga. Petani yang
membeku dan kenyal. Sehingga petani berpendidikan lebih tinggi lebih mampu
pengguna pupuk TSP untuk koagulan membandingkan dan memperkirakan
menjadikan kualitas karetnya lebih baik perubahan pendapatan antara penurunanan
dibandingkan kualitas karet petani yang harga karena penurunan kualitas dengan
menggunakan tawas sebagai pembeku. Bagi peningkatan bobot karet yang mereka
petani, selain alasan cepat membeku dan hasilkan. Pendidikan lebih tinggi juga
kental, penggunaan pupuk TSP sebagai memberikan dampak pada akses informasi
koagulan adalah mudah didapat. Bagi petani yang lebih banyak dari pada petani
pengguna tawas, digunakannya tawas berpendidikan lebih rendah. Hal tersebut
sebagai bahan pembeku karena relatif murah memberikan kemungkinan yang lebih besar
dibandingkan pupuk TSP. bagi petani berpendidikan lebih tinggi untuk
Tiga faktor lain yang memengaruhi melakukan upaya peningkatan pendapatan
kualitas adalah keanggotaan dalam suatu meskipun terkadang upaya peningkatan
kelompok tani, partisipasi petani dalam pendapatan tersebut dapat menurunkan
kegiatan sosial dan jumlah anggta keluarga. kualitas karet yang diproduksinya.
Jika dikaitkan dengan proses adopsi upaya

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Wiyanto, dan Nunung Kusnadi


46 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 1 No 1, Juni 2013); halaman 39-58

Tabel 2. Perbandingan Kualitas Karet Rata-Rata Petani


Kelompok Responden Kualitas karet rata-rata* Harga Rata-Rata (Rp)**
Desa Program 6,13 2.950,00
Desa Non Program 6,98 3.233,00
Sumber: Survei Lapang (2009)
*) berbeda nyata secara statistik hingga tingkat kepercayaan sebesar 95%
**) Harga rata-rata dari petani yang menyadap karetnya setiap hari dan menjualnya dua hari sekali

Faktor-faktor tersebut berakumulasi pemupukan, luas lahan, keberadaan PPL di


dalam memengaruhi kualitas karet desa, dan penggunaan TSP sebagai koagulan
perkebunan rakyat di kedua kelompok desa, memiliki pengaruh negatif. Faktor-faktor
namun besarnya pengaruh faktor-faktor tersebut memengaruhi secara bersama-sama
tersebut berbeda. Hal ini dapat dilihat dari dengan signifikan terlihat dari nilai G-statistic
lebih rendahnya kualitas karet rata-rata di sebesar 24,791 dan P-Value=0,025. Secara
desa program pengembangan karet parsial, variabel usia (AGE), pendidikan
dibandingkan kualitas karet rata-rata di desa (EDU), jumlah anggota keluarga (FS),
non program pengembangan karet. keanggotaan kelompok tani (MFI),
Perbedaan kualitas karet tersebut dibuktikan transmigran pengembangan karet(TRD),
dengan adanya perbedaan harga karet rata- partisipasi dalam kegiatan sosial (SA),
rata di kedua kelompok desa. Desa program keberadaan PPL di desa (PPL), dan pernahnya
pengembangan karet dengan kualitas karet bertanya kepada PPL (ASK) memengaruhi
lebih rendah menerima harga rata-rata yang kualitas karet secara signifikan pada taraf
lebih kecil dibandingkan harga karet di desa nyata hingga 20%. Sedangkan pengalaman
non program yang memiliki kualitas karet (EXP), pengahasilan rumah tangga (FI),
lebih tinggi. Adanya perbedaan harga karet frekuensi pemupukan (FOF), luas lahan karet
berdasarkan kualitas dalam penelitian ini produktif (RFS) dan penggunaan TSP sebagai
mendukung pendapat Tomek dan Robinson koagulan (UOC) tidak signifikan dalam
(1972) yang menyatakan bahwa harga memengaruhi kualitas karet yang diproduksi
berdasarkan kualitas terkadang dibedakan petani di Kecamatan Tulang Bawang Tengah
dengan harga premi atau diskon. (Tabel 3).
Perbandingan kualitas karet dan harga rata- Tabel 3 menunjukkan variabel usia
rata di desa program dan non program memiliki nilai koefisien bertanda negatif dan
pengembangan karet dapat dilihat pada odds ratio sebesar 0,90. Hasil statistik ini
Tabel 2. memiliki makna bahwa jika usia petani
bertambah satu tahun peluang petani
Analisis Regresi Logistik Biner memiliki kualitas lebih rendah meningkat 0,90
kali semula. Pengaruh negatif umur terhadap
Hasil pendugaan koefisien model regresi
kualitas dapat dijelaskan bahwa melalui
kualitas karet didapatkan bahwa
hubungan usia dan produktivitas kerja. Giroh
pengalaman, peserta transmigran, jumlah
et al. (2006) mencatat bahwa output per tenaga
anggota keluarga, partisipasi dalam kegiatan
kerja petani yang lebih tua bisa jadi lebih
sosial, keanggotaan kelompok tani, dan
rendah seiring dengan penurunan
pernahnya bertanya kepada PPL memiliki
produktivitasnya. Dari pernyataan tersebut
pengaruh positif terhadap kualitas4.
tersirat bahwa semakin tua petani semakin
Sedangkan variabel usia, pendidikan,
rendah produktivitas kerjanya.
penghasilan rumah tangga, frekuensi

4 Kualitas karet ditransformasi menjadi variabel dikotomous yaitu kualitas di bawah rata-rata (6,56 dengan skala 1
hingga 10) dikelompokan dalam kualitas lebih rendah (dengan simbol 0) dan kualitas di atas rata-rata dikelompokan
dalam kualitas lebih tinggi (dengan simbol 1)

Wiyanto, dan Nunung Kusnadi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi


Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 1 No 1, Juni 2013); halaman 39-58 47

Tabel 3. Koefisien dan Uji Signifikansi Model Regresi Logistik Biner Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Kualitas Karet Perkebunan Rakyat
Predictor Coef SE Coef Z P Odds Ratio
Constant 6,32556 3,90741 1,62 0,105
Usia (tahun) -0,10598 0,04432 -2,39 0,017 0,90
Pendidikan (tahun) -0,42746 0,17344 -2,46 0,014 0,65
Pengalaman (tahun) 0,02627 0,05736 0,46 0,647 1,03
Transmigran pengembangan karet 1,53532 1,02964 1,49 0,136 4,64
Jumlah anggota keluarga 0,59857 0,27402 2,18 0,029 1,82
Pendapatan rumah tangga per
-0,0000001 0,0000002 -0,56 0,578 1,00
bulan
Frekuensi pemupukan -0,02964 0,38383 -0,08 0,938 0,97
Luas lahan -0,45551 0,43136 -1,06 0,291 0,63
Partisipasi dalam keg. Sosial 1,73943 1,16907 1,49 0,137 5,69
Keanggotan Kelompok Tani 3,91364 1,19047 3,29 0,001 50,08
Keberadaan PPL di Desa -2,50652 1,54517 -1,62 0,105 0,08
Tanya PPL 1,38891 0,96826 1,43 0,151 4,01
Penggunaan TSP sebagai koagulan -1,05742 1,52101 -0,70 0,487 0,35
Kriteria Uji Serentak (Model): G=24,791, DF=13, P-Value=0,025

Adanya faktor penurunan produktivitas meskipun terkadang upaya peningkatan


mengakibatkan orang yang usianya lebih tua pendapatan tersebut dapat menurunkan
akan memiliki kemungkinan lebih kecil untuk kualitas karet yang diproduksinya.
melakukan upaya peningkatan kualitas Sebagaimana telah dijelaskan dalam analisis
daripada petani yang lebih muda. Sebaliknya, taksonomik.
petani yang usianya lebih muda lebih besar Faktor pengalaman memiliki koefisien
kemungkinannya untuk melakukan upaya positif (0,0262696) namun tidak signifikan.
peningkatan kualitas yang lebih banyak dan Hal ini menunjukkan bahwa untuk
beragam. memroduksi lateks berkualitas lebih tinggi
Variabel pendidikan memiliki nilai odds tidak membutuhkan pengalaman bertani
ratio sebesar 0,65. Nilai ini bermakna, apabila karet yang lama. Hal ini juga memberi
petani karet memiliki pendidikan satu tahun pengertian bahwa upaya-upaya yang
lebih tinggi maka peluang petani tersebut membuat kualitas menjadi lebih baik
memroduksi kualitas karet lebih tinggi turun bukanlah suatu kegiatan yang membutuhkan
atau lebih lebih kecil 0,65 kali petani yang pengasahan dan pengalaman yang lama
memiliki tingkat pendidikan satu tahun lebih dalam penerapannya. Setiap petani berapa
rendah. lama pun ia telah bertani karet mampu
Petani berpendidikan lebih tinggi lebih meningkatkan kualitasnya. Lebih jauh hal ini
mampu membandingkan dan memper- memberi sinyal positif bahwa apabila
kirakan perubahan pendapatan antara terdapat program peningkatan kualitas karet
penurunanan harga karena penurunan diharapkan setiap petani dari berbagai jenjang
kualitas dengan peningkatan bobot karet pengalaman mampu menyerap dengan baik.
yang mereka hasilkan. Pendidikan lebih Variabel transmigran pengembangan
tinggi juga memberikan dampak pada akses karet memiliki nilai odds ratio 4,64. Dengan
informasi yang lebih banyak dari pada petani nilai ini, diperkirakan bahwa petani yang
berpendidikan lebih rendah. Hal tersebut dulunya merupakan transmigran
memberikan kemungkinan yang lebih besar pengembangan karet di wilayah Kecamatan
bagi petani berpendidikan lebih tinggi untuk Tulang Bawang Tengah berkemungkinan
melakukan upaya peningkatan pendapatan memproduksi karet dengan kualitas lebih

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Wiyanto, dan Nunung Kusnadi


48 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 1 No 1, Juni 2013); halaman 39-58

tinggi dengan peluang 4,64 kali lebih besar karet untuk meningkatkan kualitas tidak
dari pada petani bukan merupakan membutuhkan pengeluaran atau biaya tunai.
transmigran pengembangan karet di wilayah Sehingga baik petani yang berpenghasilan
Kecamatan Tulang Bawang Tengah. Lebih besar maupun kecil mampu melakukan
besarnya peluang untuk memroduksi karet upaya peningkatan kualitas.
kualitas lebih tinggi yang dimiliki oleh petani Variabel lain yang pengaruhnya tidak
yang dulunya merupakan transmigran signifikan memengaruhi kulitas karet
pengembangan karet di wilayah Kecamatan perkebunan rakyat di Kecamatan Tulang
Tulang Bawang Tengah dikarenakan pada Bawang Tengah adalah frekuensi
saat program pengembangan karet pemupukan. Tidak signifikannya frekuensi
berlangsung, petani transmigran terlibat pemupukan terhadap kualitas karet
langsung dalam proses penyelenggaraan dikarenakan pemupukan memengaruhi
usahatani yang meliputi penanaman, produksi karet ketika di dalam pohon dan
pemeliharaan, dan penyadapan. Sehingga ketika produksi masih berbentuk getah
informasi perkaretan lebih banyak diketahui (lateks) terutama terkait dengan jumlah dan
oleh petani desa transmigran. Setelah kadar karet kering. Karena bentuk produksi
penyelenggaraan usahatani karet diserahkan petani reponden adalah koagulump,
secara total kepada petani, informasi sedangkan setelah membeku, kadar karet
perkaretan tersebut digunakan dalam kering lateks hanya akan memengaruhi
penyelenggaraan usahatani tersebut. jumlah koagulump yang dihasilkan. Kualitas
Pengaruh positif jumlah anggota CL diukur dari kekenyalan, warna, dan
keluarga terhadap kualitas karet dengan odds proporsi kotoran yang semuanya terkait
ratio yang sebesar 1,82 menunjukkan bahwa dengan aktivitas di luar pohon karet dan
petani karet yang memiliki jumlah anggota proses perubahan getah menjadi koagulump.
keluarga yang mampu membantu Karena itu, pengaruh frekuensi pemupukan
penyelenggaraan usahatani satu orang lebih terhadap kualitas koagulump dalam
banyak maka peluang petani tersebut penelitian ini tidak signifikan. Selain itu,
memproduksi kualitas karet lebih tinggi petani di Kecamatan Tulang Bawang Tengah
meningkat atau lebih besar 1,82 kali petani melakukan pemupukkan dengan
yang memiliki jumlah anggota keluarga satu penyesuaian dosis dan frekuensi. Pemupukan
orang di bawahnya. dengan frekuensi satu kali menggunakan
Ukuran keluarga yang lebih besar dan dosis per aplikasi lebih banyak dari pada
terdiri atas anggota keluarga yang mampu pemupukan yang frekuensinya dua kali per
melakukan dan membantu penyelenggaraan tahun. Namun, untuk memasukan jumlah
usahatani, menjadikan keluarga petani dan jenis pupuk yang digunakan dalam
tersebut mampu melakukan kegiatan- model relatif sulit dilakukan, mengingat
kegiatan yang dapat meningkatkan kualitas kandungan unsur hara di dalam pupuk
dengan jumlah yang lebih banyak. Lebih berbeda-beda untuk jenis pupuk yang sama.
banyaknya upaya peningkatan kualitas Luas lahan karet yang telah berproduksi
menjadikan lebih baiknya kualitas karet menunjukkan bahwa variabel tersebut tidak
petani dengan jumlah anggota keluarga lebih signifikan pengaruhnya terhadap kualitas
banyak dibandingkan petani dengan jumlah karet. Hal ini menunjukkan bahwa luas kebun
keluarga lebih sedikit. karet produksi tidak memotivasi petani untuk
Penghasilan rumah tangga (family meningkatkan kualitas karetnya sebagaimana
income) merupakan variabel yang tidak dugaan sebelumnya. Kenyataan ini
signifikan dalam memengaruhi kualitas karet. memberikan pandangan positif bahwa
Tidak signifikannya pengaruh penghasilan peningkatan kualitas dapat dilakukan oleh
rumah tangga terhadap kualitas dikarenakan petani, baik petani berlahan relatif luas
sebagian besar upaya yang dilakukan petani ataupun yang relatif sempit.

Wiyanto, dan Nunung Kusnadi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi


Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 1 No 1, Juni 2013); halaman 39-58 49

Partisipasi dalam kegiatan sosial dan karet sebagaimana mestinya. Kualitas karet
keanggotaan dalam kelompok tani petani di desa tempat PPL berdomisili masih
merupakan dua variabel yang berpengaruh rendah karena usahatani karetnya masih
positif terhadap kualitas karet dan signifikan dijalankan dengan metode konvensional
di dalam model. Besarnya nolai odds ratio (perkiraan petani sendiri) tanpa referensi dari
partisipasi dalam kegiatan sosial dan buku atau PPL. Diharapkan dengan
keanggotaan dalam kelompok tani berturut berubahnya sifat PPL (menjadi multi bidang
turut adalah 5,69 dan 50,08. Nilai odds ratio pertanian) di Kecamatan Tulang Bawang
sebesar 5,69 pada variabel partisipasi dalam Tengah, pengaruh PPL dapat menjadi lebih
kegiatan sosial memberikan arti bahwa baik bagi kualitas karet di wilayah tersebut.
apabila petani yang semula tidak Meskipun keberdaan PPL yang
berpartisipasi dalam kegiatan sosial berdomisili di desa petani responden
kemudian berpertisipasi maka peluang memiliki pengaruh negatif, tapi pernahnya
kualitas karet petani menjadi lebih tinggi dari petani bertanya kepada PPL secara sengaja
rata-rata responden meningkat 5,69 kali mengenai perkaretan memiliki pengaruh
semula. Cara intepretasi serupa dapat positif dan signifikan terhadap kualitas. Nilai
digunakan untuk variabel keanggotaan koefisien variabel pernahnya bertanya kepada
kelompok tani. Nilai odds ratio sebesar 50,08 PPL adalah 1,38891 dengan odds ratio sebesar
pada variabel keanggotaan kelompok tani 4,01. Hal ini mengindikasikan bahwa apabila
memberikan arti bahwa apabila petani yang petani pernah bertanya kepada PPL mengenai
semula tidak bergabung dengan kelompok perkaretan, maka peluang petani tersebut
tani kemudian bergabung maka peluang memroduksi karet berkualitas lebih tinggi
kualitas karet petani menjadi lebih tinggi dari lebih besar 4,01 kali dari pada petani yang
rata-rata responden meningkat 50,08 kali tidak pernah bertanya kepada PPL tentang
semula. Peningkatan peluang ini dikarenakan perkaretan. Pengaruh positif pernahnya
kelompok tani dan kegiatan sosial dapat petani bertanya kepada PPL menunjukkan
menjadi sarana petani untuk berinteraksi bahwa keaktifan petani untuk mendapatkan
sesama petani karet dan melakukan transfer informasi memberikan nilai lebih dalam
informasi perkaretan termasuk informasi kualitas karet dan sangat diperlukan dalam
mengenai kualitas karet. Petani yang proses adopsi teknologi tidak hanya dalam
bergabung dalam kelompok tani dan kegiatan peningkatan kualitas. Program pemerintah
sosial lebih memungkinkan untuk dalam meningkatkan jumlah PPL diharapkan
mengetahui hal-hal yang dapat meningkatkan mampu memberikan lebih banyak tempat
kualitas dan meningkatkan harga jual karet bertanya bagi petani.
yang diproduksinya sehingga dapat Variabel terakhir adalah penggunaan
melakukannya. Selain itu, petani juga lebih pupuk TSP sebagai koagulan. Varibel ini tidak
memungkinkan untuk mengetahui hal-hal signifikan pada taraf nyata 20%. Dari
yang dapat menurunkan kualitas dan indikator statistik ini dapat diketahui bahwa
menurunkan harga jual karet produksinya penggunaan pupuk TSP ataupun tawas
sehingga dapat menghindarinya. bukan merupakan faktor yang memengaruhi
Keberadaan PPL yang berdomisili di kualitas, sehingga apapun pembeku yang
desa petani responden memiliki pengaruh digunakan, baik TSP ataupun tawas, kualitas
negatif dan signifikan. Pengaruh negatif karet tidak akan berbeda signifikan.
keberadaan PPL tidak langsung memberi Penggunaan pupuk TSP maupun tawas
makna bahwa PPL memberi dampak buruk sebgai koagulan dapat menurunkan kualitas
bagi kualitas karet yang diproduksi petani, karet karena meningkatkan kadar abu pada
namun keberadaan PPL belum memberikan bahan olah karet.
fungsi atau pengaruh terhadap usahatani

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Wiyanto, dan Nunung Kusnadi


50 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 1 No 1, Juni 2013); halaman 39-58

PERBANDINGAN HASIL TEKNIK logistik biner seperti jumlah anggota


TAKSONOMIK DAN ANALISIS MODEL keluarga, partisipasi dalam kegiatan sosial,
REGRESI LOGISTIK BINER dan keanggotaan kelompok tani sebagaimana
Hasil analisis kualitatif dan kuantitatif tampak pada Tabel 4.
sebagian besar saling menguatkan satu sama Variabel usia pada analisis kualitatif
lainnya. Variabel pendidikan misalnya, pada tidak konsisten pengaruhnya. Sedangkan
analisis kualitatif pendidikan berpengaruh pada analisis kuantitatif usia memiliki
negatif. Hal ini dikuatkan oleh hasil analisis pengaruh negatif dan signifikan.
kuantitatif yang membuktikan bahwa Perbandingan ini mengindikasikan bahwa
pendidikan memiliki pengaruh negatif dan terhadap kualitas karet petani di Kecamatan
signifikan secara statistik. Artinya bahwa Tulang Bawang Tengah, usia memberikan
apabila terdapat program atau upaya dampak negatif, atau sekurang-kurangnya
peningkatan kualitas karet faktor pendidikan tidak berpengarh. Usia tidak dapat memiliki
akan menjadi tantangan dalam kesuksesan pengaruh positif terhadap kualitas karet
program tersebut. Hal ini juga mengharuskan petani di Kecamatan Tulang Bawang Tengah.
bahwa setiap perubahan yang terjadi pada Variabel penglaman dan frekuensi
aktivitas atau struktur biaya usahatani harus pemupukan, memang benar-benar variabel
memiliki alasan peningkatan pendapatan tidak signifikan dalam memengaruhi kualitas
karena pendidikan petani yang lebih tinggi karet. Hal tersebut dibuktikan adanya
memungkinkan petani untuk memiliki kesepakatan dan saling menguatkannya hasil
perhitungan yang lebih cermat mengenai analisis kualitatif dan kuantitatif. Pada
biaya, dan pendapatan sebagaimana telah analisis kualitatif variabel penglaman dan
dijelaskan di atas. Saling menguatkannya frekuensi pemupukan memiliki pengaruh
analisis kualitatif dan kuantitatif juga terjadi yang tidak konsisten sedangkan pada analisis
pada beberapa variabel lain terutama variabel kuantitatif kedua variabel tersebut tidak
yang signifikan di dalam model regresi signifikan pada statistik yang ditetapkan.

Tabel 4. Perbandingan Analisis Taksonomik dan Analisis Regresi Logistik Biner


Pengaruh pada
Pengaruh pada
Faktor yang Memengaruhi Kualitas Analisis Regresi
Analisis Taksonomik
Logistik Biner
Usia Tidak konsisten Negatif, signifikan
Pendidikan Negatif Negatif, signifikan
Pengalaman Tidak konsisten Positif, tidak signifikan
Transmigran pengembangan karet Positif, signifikan
Jumlah anggota keluarga Positif Positif, signifikan
Negatif, tidak
Penghasilan rumah tangga per bulan Negatif
signifikan
Negatif, tidak
Frekuensi pemupukan Tidak konsisten
signifikan
Negatif, tidak
Luas lahan Negatif
signifikan
Partisipasi dalam kegiatan sosial Positif Positif, signifikan
Keanggotan kelompok tani Positif Positif, signifikan
Keberadaan ppl di desa Negatif, signifikan
Tanya ppl Positif, signifikan
Negatif, tidak
Penggunaan tsp sebagai koagulan Positif
signifikan

Wiyanto, dan Nunung Kusnadi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi


Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 1 No 1, Juni 2013); halaman 39-58 51

Tabel 5. Upaya-Upaya Peningkatan Kualitas Karet


Persentase dari
Jumlah Responden yang
Upaya Peningkatan Kualitas seluruh
melakukan (orang)
responden
Pembersihan mangkuk setiap menyadap 18 28,12 %
Membersihkan ember penampung 37 57,81 %
Penggunaan penyadap terlatih 21 32,81 %
Menjaga getah dari kotoran berupa tatal,
37 57,81 %
daun dan ranting
Pemisahan jenis produksi 6 9,38 %
Penggunaan asam semut 0 0,00 %

Hasil analisis perbandingan menun- kotoran berupa tatal, daun dan ranting, dan
jukkan bahwa jumlah anggota keluarga, pemisahan jenis produksi, bahkan tidak ada
partisipasi dalam kegiatan sosial, dan petani yang menggunakan asam semut
keanggotaan kelompok tani benar-benar sebagai koagulan (Tabel 5). Fakta ini
berpengaruh positif. Pengaruh positif ini menunjukan masih relatif kecilnya upaya
terlihat pada kedua analisis. Hal ini peningkatan kualitas di tingkat petani. Hal ini
memberikan indikasi bahwa pemanfaatan berdampak pada rendahnya kualitas karet
institusi sosial dan kelompok tani dalam yang di produksi oleh perkebunan rakyat.
penyebaran informasi kualitas akan efektif Dalam analisis anggaran parsial peningkatan
mengingat positifnya pengaruh variabel kualitas karet, upaya yang digunakan
tersebut. hanyalah penggunaan asam semut sebagai
Penghasilan rumah tangga, luas lahan koagulan. Hal ini karena penggunaan asam
dan penggunaan pupuk TSP sebagai semut adalah satu-satunya upaya
koagulan tidak signifikan di dalam model. peningkatan kualiats karet yang
Hal ini mengindikasikan bahwa kualitas karet mengharuskan perubahan struktur biaya
dapat ditingkatkan oleh semua petani baik tunai usahatani karet.
yang berpenghasilan tinggi atau rendah,
maupun petani yang berlahan sempit atau
ANALISIS ANGGARAN
luas.
PARSIAL UPAYA
PENINGKATAN KUALITAS
UPAYA-UPAYA YANG DILAKUKAN
PETANI UNTUK MENINGKATKAN KARET
KUALITAS PENERIMAAN TAMBAHAN DENGAN
Terdapat beberapa upaya yang dapat ADANYA PENINGKATAN KUALITAS
dilakukan petani dan termasuk upaya Pada kondisi aktual (pembeku
peningkatan kualitas karet. Upaya-upaya konvensional yakni pupuk TSP dan tawas),
tersebut adalah pembersihan mangkuk setiap produksi karet rata-rata petani desa non
menyadap, membersihkan ember program dan program masing-masing sebesar
penampung, penggunaan penyadap terlatih, 8.670,00 kg dan 8.369,80 kg. Berdasarkan
menjaga getah dari kotoran berupa tatal, daun informasi yang diperoleh dari pedagang
dan ranting, pemisahan jenis produksi, dan karet, bobot (massa) koagulump karet berusia
penggunaan asam semut. Namun tidak dua hari yang menggunakan koagulan asam
semua petani melakukan upaya tersebut. semut adalah 90% dari koagulump karet
Hanya sebagian kecil petani (kurang dari dengan koagulan pupuk TSP. Sehingga
separuh responden) melakukan pembersihan apabila pembeku yang digunakan oleh petani
mangkuk setiap menyadap, penggunaan adalah asam semut maka petani di kedua desa
penyadap terlatih, Menjaga getah dari mampu memroduksi koagulump dua harian

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Wiyanto, dan Nunung Kusnadi


52 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 1 No 1, Juni 2013); halaman 39-58

masing-masing sebesar 7.803,00 kg dan penerimaan usahatani akan mengubah biaya


7.532,80 kg per hektar per tahun setelah tenaga kerja penyadap. Sebelum adanya
terkoreksi hari hujan sebesar 10% dari hari upaya peningkatan kualitas berupa
sadap (sehingga petani tidak menyadap). penggunaan asam semut biaya tenaga kerja
Selain produksi koagulump berubah, penyadap desa program dan non program
upaya peningkatan kualitas berupa masing-masing sebesar Rp8.261.735,00 dan
penggunaan asam semut dan penjagaan Rp9.469.750,00, setelah adanya upaya
koagulump dari kotoran akan meningkatkan peningkatan kualitas biaya tenaga kerja
harga karet di tingkat petani hingga mencapai penyadap meningkat menjadi sebesar
Rp500,00 per kg. Informasi kenaikan harga ini Rp9.290.470,00 untuk desa program dan
diperoleh dari perkumpulan petani karet desa Rp9.623.697,00 untuk desa non program.
Mulyakencana (salah satu desa program
pengembangan karet di Kecamatan Tulang PENURUNAN BIAYA KOAGULAN
Bawang Tengah) saat bertemu dengan AKIBAT PENGGUNAAN ASAM SEMUT
pelaksana program peningkatan mutu karet
Upaya peningkatan kualitas berupa
Dinas Pertanian Kabupaten Tulang Bawang
penggunaan asam semut sebagai koagulan
Barat dan PT Komering Jaya (sebuah
menggantikan pupuk TSP atau tawas
perusahaan pengolah bahan olah karet
menyebabkan terjadinya perubahan biaya
menjadi sheet yang terdapat di Kecamatan
pengadaan koagulan. Untuk pengadaan TSP
Tulang Bawang Tengah). Dengan asumsi
atau tawas sebagai koagulan, petani desa
bahwa kualitas karet setelah penggunaan
program dan non program mengeluarkan
asam semut sebagai koagulan di desa
biaya masing-masing sebesar Rp1.016.493,00
program dan non program adalah sama, maka
dan Rp897.267,00. Dengan penggunaan asam
harga koagulump dua harian yang dapat
semut sebagai koagulan, biaya pengadaan
terjadi adalah Rp500,00 lebih tinggi dari harga
koagulan mengalami penurunan menjadi
di desa non program, sehingga harga
Rp223.600,00 untuk desa program
koagulump yang pembekunya asam semut
Rp232.375,00 untuk desa non program.
adalah Rp3.700,00. Semula, harga koagulump
Lampiran 5 menunjukkan bahwa upaya
dua harian petani desa program dan non
peningkatan kualitas berupa penggunaan
program masing-masing adalah Rp2.950,00
asam semut sebagai koagulan
dan Rp3.233,00. Berubahnya jumlah produksi
menguntungkan bagi petani di desa program
dan harga akan mengubah penerimaan
maupun non program. Keuntungan diperoleh
petani. Sebelum adanya upaya peningkatan
karena adanya peningkatan penerimaan dan
kualitas berupa penggunaan asam semut
penurunan biaya koagulan. Meskipun terjadi
penerimaan petani desa program dan non
peningkatan biaya penyadapan, namun biaya
program masing-masing sebesar
tersebut masih tertutupi oleh peningkatan
Rp24.785.206,00 dan Rp28.409.250,00, setelah
penerimaan.
adanya upaya peningkatan kualitas
penerimaan meningkat menjadi sebesar
Rp27.871.411,00 untuk desa program dan KESIMPULAN DAN SARAN
Rp28.871.090,00 untuk desa non program. Penelitian ini menyatakan bahwa petani
di desa program maupun non program
PENINGKATAN BIAYA PENYADAPAN pengembangan karet mayoritas berusia
Pada analisis ini, digunakan sistem yang dewasa madya dan mampu membaca,
sama antara sebelum dan setelah upaya sehingga proses adopsi teknologi
peningkatan kualitas dalam pengupahan peningkatan kualitas karet sangat mungkin
penyadap yakni mertelu (sepertiga dari dilakukan. Petani karet menanam karetnya
penerimaan). Terjadinya perubahan dengan sistem sisipan selama tiga tahun

Wiyanto, dan Nunung Kusnadi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi


Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 1 No 1, Juni 2013); halaman 39-58 53

pertama. Tanaman sisipan yang digunakan dibandingkan desa program baik sebelum
mayoritas petani adalah singkong. maupun setelah upaya peningkatan kualitas.
Penyelenggaraan usahatani dilakukan tanpa Dari penelitian ini, disarankan kepada
referensi baku baik dari PPL maupun buku. petani karet agar menggunakan koagulan
Sebagian besar kegiatan budidaya seperti asam semut jika harga koagulump mencapai
pemupukan dan penyadapan berbeda-beda Rp500,00. Pelaksana program peningkatan
dalam jumlah maupun frekuensi sesuai kualitas karet agar memberikan sosialisasi
dengan perkiraan petani sendiri. peningkatan kualitas dari sisi teknis dan
Penyebab rendahnya kualitas karet peningkatan pendapatan melalui kegiata-
perkebunan rakyat di daerah penelitian kegiatan sosial petani serta memperbanyak
adalah penggunaan pembeku selain asam pengadaan asam semut di tempat-tempat
semut yang menyebabkan tinginya kadar abu yang mudah dijangkau petani.
dan rendahnya plastisitas awal, terdapatnya
kontaminan di dalam koagulump, dan tidak
adanya pemisahan jenis produksi sehingga DAFTAR PUSTAKA
tercampur antara karet kualitas rendah (yang [ANRPC] Association of Natural Rubber
berwarna hitam dan kering) dengan karet Producins Countries. 2009. ANRPC
baru. Penyebab lainya adalah penggunaan Monthly Bulletin of Rubber Statistics, Vol.
koagulan aditif seperti air ekstrak umbi 1 No. 4: June 2009.
gadung. Bungin B. 2003. Teknik-teknik analisis dalam
Faktor-faktor yang memengaruhi penelitian sosial. Di dalam: Bungin B.
kualitas karet di daerah penelitian secara Analisis Data Penelitian Kualitatif.
kualitatif dan kuantitatif adalah usia, jumlah Jakarta: Rajawali Pers
anggota keluarga, keanggotaan dan
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2007.
partisipasi dalam kelompok tani, dan kegiatan Statistik perkebunan Indonesia 2006-
sosial, pendidikan, peseta transmigran, 2008: karet (rubber). Jakarta: Sekretariat
keberadaan PPL dan pernahnya bertanya Direktorat Jenderal Perkebunan
kepada PPL tentang perkaretan. Kementrian Pertanian.
Berdasarkan analisis anggaran parsial, Giroh DY, Abubakar M, Balogun FE, Wuranti
upaya peningkatan kualitas karet berupa V, Ogbebor OJ. 2006. Adoption of rubber
penjagaan dari kotoran dan penggunaan asam quality innovations among smallholder
semut sebagai koagulan meguntungkan bagi rubber farmers in two farm settlements of
petani dan mampu memberikan tambahan delta State, Nigeria. Journal of Sustainable
Development in Agriculture and
pendapatan. Meski menguntungkan, tidak
Environment, Vol. 2 No. 1: april 2009.
ada petani responden yang menggunakan
asam semut sebagai koagulan. Hal itu karena Nazaruddin, Paimin FB. 1992. Karet: budi
sedikitnya jumlah asam semut yang tersedia daya dan pengolahan, strategi
pemasaran. Jakarta: Penebar Swadaya.
di toko-toko sarana pertanian dan kurangnya
pengetahuan petani tentang penggunaan Rogers EM. 1983. Diffusion of Innovations 3rd
asam semut sebagai koagulan, sehingga Edition. New York: The Free Press.
petani lebih memilih pembeku TSP dan tawas. Suratiyah K. 2006. Ilmu Usahatani. Jakarta:
Jika membandingkan kelompok petani desa Penebar Swadaya
program dan non program, pendapatan
Tomek WG, Robinson KL. 1972. Agricultural
petani di desa non program lebih tinggi
Product Prices. New York: Cornell
University.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Wiyanto, dan Nunung Kusnadi


54 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 1 No 1, Juni 2013); halaman 39-58

Lampiran 1. Karakteristik Sosial-Ekonomi Responden


Desa program Desa Non-Program
Variabel Total (orang)
(orang) (orang)
Usia
Dewasa Awal (20-40 tahun) 4 5 9
Dewasa Madya (40-60 15 20 35
tahun)
Dewasa Akhir 13 7 20
(diatas 60 tahun)
Rata-rata 53,25 tahun 50,62 tahun 51,94 tahun
Pendidikan
Tidak Sekolah 3 0 3
Tidak Lulus SD (< 6 tahun) 5 9 14
SD (6 tahun) 21 7 28
SMP (9 Tahun) 2 5 7
SMA 1 10 11
Sarjana 0 1 1
Rata-rata 5,375 tahun 7,875 tahun 6,625 tahun
Pengalaman (tahun)
6-16 tahun 20 27 47
17-27 tahun 10 3 13
28-39 tahun 2 2 4
Pernah Bekerja di
perkebuanan karet 13 5 18
Transmigran
pengembangan karet 13 0 13
Akses Informasi
Akses Informasi Kualitas 17 10 27
Kelompok tani 1 10 11
Kegiatan Sosial 17 17 34
PPL 7 6 13
Jumlah Anggota Keluarga
Dua orang 5 1 6
Tiga orang 4 5 9
Empat orang 12 10 22
Lima orang 8 7 15
Enam orang 0 5 5
Tujuh orang 2 3 5
Delapan orang 1 1 2
Pendapatan
di bawah 1.000.000 5 2 7
1 juta hingga 3 juta 14 10 24
3 juta hingga 5 juta 12 9 31
Lebih dari 5 juta 1 11 12
Luas Kebun Produksi
0,25 sampai 1,25 23 15 38
1,26 sampai 2,25 7 10 17
2,26 sampai 3,25 2 3 5
4,00 sampai 6,25 0 4 4
Sumber: Suvei Lapang (2009)

Wiyanto, dan Nunung Kusnadi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi


Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 1 No 1, Juni 2013); halaman 39-58 55

Lampiran 2. Kondisi Usahatani Karet di Wilayah Penelitian


Desa program Desa Non-Program
Variabel Total (orang)
(orang) (orang)
Sistem Penanaman
Tumpang sari 30 30 60
Monokultur 1 2 3
Pemupukan
Tidak melakukan 8
5 3
pemupukan
Sekali setahun 9 7 16
Dua kali setahun 11 16 27
Tiga kali setahun 7 6 13
Penyadap
Terlatih 12 9 21
Tidak terlatih 20 23 43
Frekuensi Penyadapan
Dua hari sekali 4 2 6
Dua kali dalam tiga hari 0 7 7
Tiga kali dalam empat hari 0 2 2
Empat kali dalam lima hari 0 1 1
Enam kali dalam tujuh hari 7 5 12
Setiap hari 21 15 36
Jenis Bahan Olah Karet
Lateks 1 0 1
CL harian 10 2 12
CL dua harian 18 18 36
CL tiga harian 2 7 9
CL mingguan 0 5 5
CL dwi mingguan 1 0 1
Pembeku (koagulan)
Pupuk TSP 31 18 49
Tawas 0 13 13
Tanpa Pembeku 0 1 1
Umbi Gadung (additive) 12 0 12
Kotoran (ranting, daun,
tatal)
Ada 14 13 27
Tidak ada 17 19 36
Sengaja memasukanya 3 0 3
Sumber: Survei Lapang (2009)

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Wiyanto, dan Nunung Kusnadi


56 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 1 No 1, Juni 2013); halaman 39-58

Lampiran 3. Pola Hubungan Semantik Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kualitas Karet


Daftar kelompok Jenis Hubungan
Domain Bentuk Hubungan
Domain Semantik
Kelompok Faktor Penggunaan pupuk Sebab Akibat Penggunaan pupuk TSP
Berpengaruh Positif TSP sebagai sebagai koagulan
koagulan merupakan sebab
kualitas bahan olah karet
menjadi lebih baik
dibanding koagulan lain
yang digunakan petani
karet
Keanggotaan Cara ke tujuan Kenaggotaan kelompok
Kelompok Tani tani merupakan sarana
untuk medapatkan
informasi mengenai
kualitas
Pertisipasi kegiatan Cara ke Tujuan Partisipasi sosial
Sosial merupakan sarana untuk
medapatkan informasi
mengenai kualitas
Jumlah Anggota Alasan/Rasional Jumlah anggota keluarga
Keluarga yang lebih besar menjadi
alasan dapat
dilakukannya upaya
peningkatan kualitas
Kelompok Faktor Pendapatan Rumah Alasan/Rasional Pendapatan rumah
Berpengaruh Negatif Tangga tangga yang relatif lebih
rendah menjadi alasan
petani untuk melakukan
perbaikan kualitas unuk
meningkatkan
pendapatan
usahataninya
Pendidikan Cara ke tujuan Pendidikan yang lebih
tinggi merupakan cara
untuk dapat mengakses
informasi teknik
mempertahankan bobot.
Luas Lahan Kebun Alasan/Rasional Lahan yang sempit
Karet menjadi alasan petani
untuk memperbaiki
kualitas agar harga yang
diterimanya menjadi
lebih baik.
Kelompok Faktor Usia Tidak memiliki -
Berpengaruh Tidak Pengalaman bentuk -
Konsisten Frekuensi hubungan -
Pemupukan semantik

Wiyanto, dan Nunung Kusnadi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi


Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 1 No 1, Juni 2013); halaman 39-58 57

Lampiran 4. Bagan Analisis Taksonomik Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kualitas Karet


Jenis
Analisis Taksonomik
Hubungan

Penggunaan Petani Pengguna Kualitas Lebih


TSP TSP TInggi
Sebab
Akibat
Petani Pengguna Kualitas Lebih
Tawas Rendah

Jumlah Anggota Besar Upaya Peningkatan


Kualitas Lebih Tinggi
Keluarga Kualitas Lebih Banyak
Kecil
Upaya Peningkatan
Kualitas Lebih Rendah
Kualitas Lebih Sedikit

Pendapatan Kecil Upaya Peningkatan


Kualitas Lebih Tinggi
Rumah Tangga Kualitas Lebih Banyak
Alasan
Atau Besar
Rasional Upaya Peningkatan
Kualitas Lebih Rendah
Kualitas Lebih Sedikit

Luas Lahan Sempit Upaya Peningkatan


Kualitas Lebih Tinggi
Karet Kualitas Lebih Banyak
Luas
Upaya Peningkatan
Kualitas Lebih Rendah
Kualitas Lebih Sedikit

Keanggotaan Transfer informasi Upaya Peningkatan Kualitas Lebih


Anggota
sesama anggota Kualitas Lebih Banyak Tinggi
Kelompok
Tani
Non Anggota
Sedikit transfer Upaya Peningkatan Kualitas Lebih
informasi Kualitas Lebih Sedikit Rendah

Transfer informasi Upaya Peningkatan Kualitas Lebih


Kegiatan Bergabung
sesama anggota Kualitas Lebih Banyak Tinggi
Sosial
Cara ke Tidak
bergabung Sedikit transfer Upaya Peningkatan Kualitas Lebih
Tujuan Kualitas Lebih Sedikit
informasi Rendah

Akses informasi Upaya Peningkatan Kualitas Lebih


Lebih tinggi
Pendidikan lebih banyak pendapatan yang Tinggi
mengurangi mutu karet

Lebih rendah
Akses informasi Upaya Peningkatan Kualitas Lebih
lebih sedikit pendapatan yang Rendah
dapat mengurangi
kualitas lebih sedikit

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Wiyanto, dan Nunung Kusnadi


58 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 1 No 1, Juni 2013); halaman 39-58

Lampiran 5. Anggaran Parsial Upaya Peningkatan Kualitas Karet Seluas Satu Hektar Petani
Kecamatan Tulang Bawang Tengah Tahun 2009
Tambahan Biaya (Rp) Tambahan Pendapatan (Rp)
Biaya penyadapan
Desa Non Program Rp153.947,00 Desa Non Program Rp461.840,01
Desa program Rp1.028.735,00 Desa program Rp3.086.204,62
Berkurangnya Pendapatan (Rp) Berkurangnya biaya (Rp)
Biaya koagulan
Desa Non Program Rp 0,00 Desa Non Program Rp664.892,86
Desa program Rp 0,00 Desa program Rp792.893,75
Total tambahan biaya dan berkurangnya Total tambahan Pendapatan dan
pendapatan per tahun (A) berkurangnya Biaya per tahun (B)
Desa Non Program Rp153.947,00 Desa Non Program Rp1.126.732,87
Desa program Rp1.028.735,00 Desa program Rp3.879.098,37
Perubahan Bersih = (B) (A)
Desa Non Program Rp972.785,87
Desa program Rp2.850.363,37
Menguntungkan

Wiyanto, dan Nunung Kusnadi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Potrebbero piacerti anche