Sei sulla pagina 1di 5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.5 Penatalaksanaan
Berdasarkan Panduan Praktik Klinis (PPK) dan Clinical Pathway (CP) Perhimpunan
Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) tahun 2016, penatalaksanaan VSD secara
umum dibagi menjadi dua yaitu VSD dengan adanya gagal jantung kongestif (GJK) dan VSD
tanpa GJK atau GJK dengan medika mentosa yang berhasil.14
1. Gagal jantung kongestif (GJK) 14
Pada kasus VSD usia <1 tahun perlu dievaluasi sebulan sekali selama setahun, mengingat
besarnya aliran pirau dapat berubah akibat resistensi paru yang menurun saat terjadi
pematangan vaskuler paru. Bila terjadi GJK, diberikan obat-obat anti gagal jantung. Bila
medika mentosa gagal (tanda GJK berlanjut) dilakukan tindakan operasi penutupan VSD.
Operasi paliatif Pulmonary Artery Banding (PAB) dengan tujuan mengurangi aliran ke
paru hanya dilakukan pada bayi dengan VSD multiple atau bayi dengan berat badan yang
belum mengijinkan untuk tindakan operasi jantung terbuka. Enam bulan setelah PAB
perlu dievaluasi untuk menentukan kemungkinan operasi definitif yaitu penutupan lubang
VSD.
2. Tanpa GJK atau GJK dengan medika mentosa yang berhasil14
Pada kasus VSD tanpa GJK atau GJK yang teratasi dengan medika mentosa dan anak
tumbuh dengan baik, maka harus dipantau perjalanan alami VSD, yaitu kemungkinan
terjadinya prolapse katup aorta, stenosis infundibulum ventrikel kanan, hipertensi
pulmonal dan lubang VSD mengecil atau menutup spontan.14
a. Prolaps katup aorta
Sering terjadi pada VSD subarterial doubly commited dan kadang-kadang pada tipe
peri membranus yang kecil. Bila ada prolaps katup aorta, walaupun lubang VSD kecil
tetap harus ditutup untuk mencegah berlanjut menjadi AI yang mungkin memerlukan
reparasi atau penggantian katup.14
b. Stenosis infundibulum ventrikel kanan
Terjadi akibat reaksi hipertrofi otot infundibulum, ventrikel kanan, aliran pirau dari
kiri ke kanan melalui VSD akan berkurang dan pasien tampak membaik. Operasi
penutupan VSD dan reseksi infundibulum diperlukan untuk menghindari beban
tekanan pada ventrikel kanan.14
c. Hipertensi Pulmonal (HP)
Ventricular septal defect (VSD) yang besar menimbulkan HP yang meningkatkan
risiko operasi. Bila HP disertai tanda-tanda aliran paru yang deras dan diduga belum
terjadi penyakit vascular paru (PVP), maka penutupan VSD dapat dilakukan tanpa
didahului pemeriksaan sadap jantung. Bila tidak ada tanda-tanda aliran ke paru yang
deras atau diduga sudah terjadi PVP, maka perlu dilakukan pemeriksaan sadap
jantung dahulu untuk menilai reaktifitas vaskular paru. Bila Pulmonary Vascular
Resistance Index (PARi) <8 U/m2, maka risiko operasi penutupan VSD kecil, dan bila
PARi 8 U/m2, dengan pemberian O2 100% PARi dapat menjadi <8 U/m2, operasi
penutupan VSD dapat dilakukan dengan risiko tinggi dan perlu manajemen HP. Pari
masih 8 U/m2, tidak dianjurkan untuk menutup VSD.14
d. Ventricular Septal Defect (VSD) mengecil/menutup spontan
Ventricular Septal Defect (VSD) tipe perimembranus dapat mengecil/menutup
spontan antara lain dengan terbentuknya Membranous Septum Aneurysm (MSA).
Penutupan spontan sering terjadi pada VSD tipe muskuler dan peri-membranus;
kemungkinan sangat kecil pada pasien >5 tahun. Pada usia pra-sekolah (4-5 tahun)
bila secara ekokardiografis ternyata aliran pirau masih terlihat besar maka sebaiknya
besaran Flow Ratio (FR) dipastikan dengan pemeriksaan sadap jantung. Operasi
penutupan VSD dianjurkan bila FR1,5.14
e. Endokarditis
Setiap pasien VSD dapat mengalami komplikasi endokarditis, menjaga kesehatan
mulut dan gigi penting dianjurkan, demikian halnya pemberian antibiotik profilaksis
pada setiap tindakan gigi.14
Sementara, penatalaksanaan gagal jantung berdasarkan PPK dan CP PERKI 2016 secara umum
dibagi menjadi 2 garis besar, yaitu tatalaksana umum dan khusus. 14
1. Umum14,15,16
a. Istirahat : tirah baring, sebaiknya dengan posisi setengah duduk.
b. Berikan oksigen 30-50% dengan kelembaban tinggi
c. Sedasi ringan
d. Pengaturan diet
Pemberian diet pada penyakit jantung anak disesuaikan dengan kebutuhan pasien,
dimana menurut Persatuan Ahli Gizi Indonesia persyaratan yang harus dipenuhi yaitu
pemberian energi sesuai kebutuhan berdasarkan berat badan, protein 3-4 gr/kgBB
yang diperlukan pada pembentukan otot jantung. Pada gagal jantung, protein yang
dianjurkan 1-2 gr/kgBB sehingga dapat meringankan beban ginjal. Pemberian lemak
sedang, vitamin dan mineral cukup; natrium dan cairan dikurangi bila ada sembab
atau hipertensi. Formula yang dianjurkan adalah yang kadar natriumnya 7-8 mEq
sehari dan susu dengan protein dengan susunan whey-casein 60:40. Makanan yang
diberikan yang mudah diserap cukup mengandung serat sehingga memudahkan buang
air besar. Perlu diperhatikan juga penyajian makanan, rasa dan suasana makan yang
menyenangkan.15,16
Jenis diet pada pasien jantung dibagi menjadi tiga, yatu diet jantung I, II dan III. Diet
jantung I diindikasikan bagi pasien dengan gagal jantung, dengan tujuan mengurangi
beban ginjal, dan mengurangi atau mencegah retensi cairan. Syarat diet ini adalah
cukup kalori (sesuai dengan kecukupan normal), karbohidrat sedang, lemak rendah,
air dibatasi, mineral dan vitamin cukup (kalsium dibatasi), protein rendah 1-2
gram/kgBB, konsumsi natrium dibatasi 150-180 mg/hari pada bayi, 400 mg/hari pada
anak. 15,16
Diet jantung II diberikan pada pasien dengan kemampuan kerja jantung yang
menurun, namun belum tampak adanya gejala gagal jantung, dengan tujuan
pemberian makanan secukupnya agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara
normal serta mencegah terjadinya oedem. Syarat diet ini adalah tinggi kalori (175-180
kkal/kgBB/hari), tinggi protein (3-4 gr/kgBB/hari), cukup karbohidrat, lemak sedang,
garam dibatasi (pada bayi 200-400 mg/hari, pada anak 600-800 mg/hari), air dibatasi
dan cukup vitamin dan mineral. 15,16
Diet jantung III diberikan bagi pasien tanpa gagal jantung dan kemampuan kerja
jantung tidak menurun seperti pada demam rematik dan penyakit jantung rematik,
dengan tujuan memberikan makanan secukupnya agar anak dapat tumbuh dan
berkembang secara normal tanpa memberatkan kerja jantung serta menyiapkan
penderita GJK dalam keadaan baik untuk operasi. Adapun syarat diet ini yaitu tinggi
kalori (175-180 kkal/kgBB/hari), tinggi protein (3-4 gr/kgBB/hari), karbohidrat
sedang, lemak cukup dan garam tanpa dibatasi (seperti pada makanan biasa), air tanpa
dibatasi serta cukup vitamin dan mineral. 15,16
e. Batasi cairan dan garam
Cairan diberikan sekitar 80% dari kebutuhan normal sehari. Apabila pasien sangat
sesak, maka asien dipuasakan untuk mencegah regurgitasi dan aspirasi. Konsumsi
garam juga dibatasi menjadi 0,5 gram/hari pada anak yang lebih besar. 15,16
f. Menghindari predisposisi : demam, anemia, infeksi, hipoglikemia, hipokalsemia15,16
g. Atasi penyebab dasar : hipertensi, aritmia, tirotoksikosis15,16
h. Dilakukan pemantauan terhadap berat badan, kesadaran, nadi, tekanan darah,
pernapasan, keseimbangan cairan dan asam basa15,16

2. Khusus14
a. Medikamentosa14
Golongan Contoh
Digitalis Digoksin oral: 0,01 mg/kg/hari
Digoksin IV: digitalisasi cepat (dosis awal 0,015 mg/kg).
Enam jam kemudian 0,005 mg/kg dan selanjutnya 2 x 0,005
mg/kg/hari
Inotropik lain Isoproterenol IV: 0,05 0,1 ug/kg/menit
Dopamin IV: 3-10 ug/kg/menit
Dobutamin IV: 5-10 ug/kg/menit
Adrenalin IV: 0,1-1 ug/kg/menit (larutan 1:50.000)
Diuretika Furosemide IV: 1 mg/kg/kali; oral: 1-2 mg/kg/hari
Spironolakton oral: 2-3 mg/kg/hari
Hidroklortiazid oral: 2-4 mg/kg/hari
Vasodilator Nitroprusid IV: 0,5 2 ug/kg/hari
Isosorbid dinitrat oral : 5 mg/6 jam
Nitrogliserin IV: 0,5 20 ug/kg/hari
Kaptopril oral: 0,5-1 mg/kg/8 jam
Hidralasin IV: 1,5 ug/kg/menit; oral: 0,5 mg/kg/hari

b. Intervensi
Tatalaksana intervensi umumnya dilakukan setelah kondisi pasien tenang dan stabil.
Intervensi emergensi bila medikamentosa tak memuaskan. Tatalaksana bedah
meliputi paliatif yaitu Pulmonary Arterial Banding (PAB) pada bayi dengan
pirau/shunt trans septum ventrikel besar dan korektif yaitu penutupan VSD, ligase
PDA, arterial switch pada TGA, reparasi koarktasio aorta atau aorta stenosis.
Tatalaksana non-bedah yaitu embolisasi kolateral/Major Aortopulmonary Collateral
Arteries (MAPCA) atau fistula arteriovenosus, balloon atrial septostomy dan balloon
angioplasty/valvuloplasti.14
Berdasarkan tatalaksana tersebut, dilakukan edukasi kepada pihak keluarga pasien terkait edukasi
kondisi penyakit, penyebab, perjalanan klinis penyakit dan tatalaksana yang akan dikerjakan.
Dilakukan juga edukasi terkait pemeriksaan penunjang yang diperlukan, obat-obatan, penyulit
yang dapat terjadi, juga edukasi perawatan seperti pembatasan cairan dan garam serta
pencegahan infeksi, dan edukasi tindakan intervensi non bedah/bedah yang mungkin diperlukan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI). Panduan praktik
klinis (ppk) dan clinical pathway (cp) penyakit jantung dan pembuluh darah. Edisi
pertama. PERKI: 2016. P155-158, 233-236.
2. Arif, Mansjoer. Kapita selekta kedokteran: diet pada kelainan jantung. Media
Aesculapius, Jakarta: 2002.
3. Tandyo. Gizi anak. Buku Pegangan Kuliah Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas
Maret, Surakarta: 1997.

BAB IV
PEMBAHASAN
4.2 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan gagal jantung menurut teori yaitu meliputi farmakologis, non
farmakologis dan edukasi. Terapi non farmakologis pada kasus gagal jantung ini berupa
penyesuaian aktivitas dan pengaturan diet. Sedangkan terapi farmakologis meliputi pemberian
inotropik, diuretika dan vasodilator, serta pemberian oksigen.
Terapi non farmakologis seperti yang telah disebutkan diatas meliputi pengaturan diet
dengan penyesuaian aktivitas. Pengaturan diet pada pasien gagal jantung bertujuan untuk
memberikan makanan secukupnya tanpa memberatkan kerja jantung dan mencegah atau
menghilangkan penimbunan garam dan air. Diet jantung harus cukup kalori, rendah protein (3-4
gram/kgBB untuk pembentukan otot jantung, sedangkan 1-2 gr/kgBB untuk anak dengan gagal
jantung agar dapat meringankan beban ginjal), rendah lemak, rendah garam, serta vitamin dan
mineral yang cukup. Kebutuhan cairan juga diawasi agar tidak berlebih sehingga tidak
memberatkan kerja jantung. Diet jantung sendiri dibagi menjadi tiga sesuai dengan jenis dari
kelainan jantung yang diderita pasien. Diet jantung I diberikan pada pasien dengan gagal
jantung, diet jantung II diberikan pada pasien dengan kemampuan kerja jantung yang menurun
namun belum tampak adanya gejala gagal jantung, diet jantung III diberikan pada pasien dengan
demam rematik dan penyakit jantung rematik yang tidak memiliki gagal jantung dan juga
kemampuan kerja jantung menurun.2,3
Sesuai dengan ketentuan diatas, maka pada pasien ini seharusnya diberikan diet jantung I.
Diet jantung I ini memiliki syarat harus cukup kalori, karbohidrat sedang, rendah lemak (25-30%
dari kebutuhan energi total), rendah garam (150-180 mg/hr pada bayi dan 400 mg/hari pada
anak), mineral dan vitamin yang cukup (kalsium dibatasi), rendah protein (1-2 gr/kgBB), dan
cairan yang dibatasi. Bentuk makanannya sendiri harus dalam bentuk makanan cair agar lebih
mudah dicerna. Pada saat pemeriksaan, pasien ini memiliki berat badan 3,3 kg, panjang badan 52
cm, dan berat badan ideal 3,8 kg. Indeks gizi Waterlow yaitu 86,8% tergolong dalam gizi kurang,
sehingga pemberian nutrisi disesuaikan dengan berat badan ideal, dimana pada usia 0 hingga 6
bulan kebutuhan kalori adalah 120 kkal/kgBBI/hari dan protein 2,5 gram/kgBBI/hari. Pemberian
nutrisi pada pasien ini sudah sesuai dengan teori, dimana diberikan kalori sejumlah 456 kkal/hari
dan protein 9,5 gram/hari. Karena usia pasien <6 bulan, seluruh kebutuhan nutrisi dipenuhi
dengan ASI sebanyak 226,5 ml/hari, dengan jumlah menyusu kira-kira 20 ml tiap 2 jam.
Kebutuhan cairan menurut rumus Holiday-segarr sesuai berat badan bayi 2,5-10 kg diberikan
100 cc/kgBB/hari, sehingga kebutuhan cairan menjadi 330 ml/hari, seluruhnya dipenuhi dengan
pemberian ASI.
Pasien dengan gagal jantung diberikan terapi farmakologis berupa Angiotensin
Converting Enzyme (ACE) Inhibitor dan diuretik. ACE Inhibitor yang biasanya diberikan pada
pasien gagal jantung, yaitu captopril dengan dosis 0,5 1 mg/kgBB/8 jam untuk mengurangi
beban kerja jantung. Mekanisme kerja dari ACE Inhibitor ini sendiri yaitu menghambat system
renin-angiotensin-aldosteron dengan menghambat perubahan Angiotensin I menjadi Angiotensin
II sehingga menyebabkan vasodilatasi dan mengurangi retensi sodium dengan mengurangi
sekresi aldosterone. Efek vasodilatasi akan mengurangi tahanan perifer sehingga beban kerja
jantung akan berkurang. Terapi ACE Inhibitor diberikan pada anak dengan gagal jantung dan
gangguan hemodinamik termasuk disfungsi miokard penyakit jantung bawaan, hipertensi pulmo,
dan regurgitasi aorta atau mitral. Diuretik yang diberikan pada kasus gagal jantung adalah
furosemide dengan dosis 1 mg/kgBB/kali. Furosemide berfungsi mengurangi edema namun tidak
mengurangi kerja dari miokard. Furosemide ini dapat menyebabkan ekskresi kalium bertambah
sehingga pada pemberian jangka panjang dibutuhkan pemberian kalium tambahan. Untuk
menghindari efek hipokalemia pada penggunaan furosemide perlu diberikan bersamaan dengan
spironolakton (diuretika hemat kalium) dengan dosis 3 mg/kgBB/hari; oral, 1-3 kali/hari.1
Pada pasien ini diberikan dobutamin 7,5 mcg/kg/menit IV, furosemide 3 mg tiap 12 jam
IV, kaptopril 1 mg tiap 12 jam per oral dan spironolakton 3,125 mg tiap 12 jam per oral.
Dobutamin merupakan inotropik positif golongan adrenergik yang berfungsi meningkatkan
kontraktilitas miokard dengan menstimulasi reseptor 1 adrenergic. Sedangkan Spironolakton
merupakan obat golongan diuretik yang bekerja pada tubulus renal distal sebagai antagonis
kompetitif aldosterone. Obat ini meningkatkan eksresi dari NaCl dan air tapi tidak mengeksresi
kalium sehingga biasa dikombinasikan dengan Furosemide agar tidak terjadi hipokalemia.

Potrebbero piacerti anche