Sei sulla pagina 1di 7

Ju r n al S a i n s Farm asi & Kl in is , 2(1), 104-110

Jurnal Sains Farmasi & Klinis


(p- ISSN: 2407-7062 | e-ISSN: 2442-5435)

diterbitkan oleh Ikatan Apoteker Indonesia - Sumatera Barat


homepage: http://jsfkonline.org

Evaluasi Penggunaan Obat Antidiabetik pada Pasien Diabetes Melitus


Tipe-2 di Suatu Rumah Sakit Pemerintah Kota Padang - Sumatera Barat

(Antidiabetic Use Evaluation in Type-2 Diabetes Mellitus Patients


on a Public Hospital at Padang City West Sumatra)

Dedy Almasdy1, Dita Permata Sari1, Suharti1, Deswinar Darwin2, & Nina Kurniasih3
Fakultas Farmasi Universitas Andalas
1

2
RSUP Dr. M. Djamil Padang
3
RSUD Dr. Rasyidin Padang

Keywords: ABSTRACT: The appropriateness of antidiabetic usege on a public hospital in Padang - West Sumatra
antidiabetic; drug use has been studied. This study was a descriptive study with prospective data collection on type-2 diabetes
evaluation; hospital mellitus patients medical record. Evaluation of the appropriateness based on criteria established earlier,
pharmacy. such as appropriate of indication, appropriate of patient, appropriate of medication, appropriate of
regiment, and appropriate of drug administration. Evaluation also has been done to the drug interaction.
The results showed that antidiabetic usage on that hospital ware 100% appropriate in term of appropriate
of indication, appropriate of medication, and appropriate of drug administration. While evaluation to
appropriate of patient and appropriate of regiment were 95.59% and 40.82% respectively.

Kata kunci: ABSTRAK: Kajian terhadap ketepatan penggunaan antidiabetik pada suatu rumah sakit
antidiabetik; evaluasi pemerintah di Padang, Sumatera Barat telah dilakukan. Penelitian ini berupa kajian deskriptif,
penggunaan obat; menggunakan rekam medis sebagai sumber data. Ketepatan penggunaan obat didasarkan pada
farmasi rumah sakit. kriteria yang telah ditetapkan terlebih dahulu, meliputi beberapa indikator, yaitu; ketepatan
indikasi, ketepatan penderita, ketepatan regimen dosis dan ketepatan rute pemberian. Kajian
juga dilakukan terhadap potensi terjadinya interaski obat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
penggunaan obat antidiabetik pada rumah sakit tersebut 100% tepat indikasi dan tepat rute
pemberian. Sedangkan kajian terhadap ketepatan penderita dan regimen dosis masing-masingnya
hanya sebesar 95.59% dan 40.82%. Selain itu juga ditemukan potensi interaksi obat.

PENDAHULUAN angka ini diperkirakan akan meningkat hingga


4.4% pada tahun 2030. Dengan kata lain, jumlah
Diabetes Melitus (DM) adalah suatu penyakit penderita diabetes diperkirakan akan meningkat
atau gangguan metabolisme kronis dengan multi dari 171 juta di tahun 2000 hingga 366 juta pada
etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar tahun 2030 [2]. Di Indonesia, prevalensi DM
gula darah disertai dengan gangguan metabolisme adalah sebesar 5.7%, tetapi hanya 1.5% responden
karbohidrat, lipid dan protein serta menghasilkan yang mengetahui dirinya menderita penyakit ini.
komplikasi kronik seperti mikrovaskular, Sedangkan berdasarkan jenis kelamin, DM lebih
makrovaskular, dan gangguan neuropati sebagai banyak dijumpai pada perempuan dibanding laki-
akibat insufisiensi fungsi insulin [1]. laki [3].
Pada tahun 2000 diperkirakan prevalensi Berdasarkan patologinya, DM dibedakan
diabetes untuk semua kelompok usia adalah 2.8%, kepada emapat golongan, yaitu; DM tipe-1

*Corresponding Author: Sylvi Irawati (Pusat Informasi Obat dan Layanan Article History:
Kefarmasian (PIOLK) Universitas Surabaya) Received: 5 Sep 2015 Accepted: 21 Sep 2015
email: dedyalmasdy@ffarmasi.unand.ac.id Published: 1 Nov 2015 Available online: 13 Jan 2016

104 Jurnal Sains Farmasi & Klinis | Vol. 02 No. 01 | November 2015
Evaluasi Penggunaan Obat Antidiabetik pada Pasien Diabetes Melitus... Almasdy, dkk.

disebabkan oleh kerusakan sel pankreas, DM dan nefropati [8]. Salah satu factor yang sangat
tipe-2 disebabkan oleh gangguan pada reseptor sel berperan dalam timbulnya komplikasi pada
pankreas sehingga sel tidak mampu memproduksi penyakit DM ini adalah penggunaan obat yang
insulin dalam jumlah dan kualitas mencukupi, tidak tepat [5,7,8].
DM tipe-3 disebabkan oleh intoleransi glukosa Di Indonesia, berbagai penelitian telah
yang timbul selama masa kehamilan (diabetes dilakukan untuk menilai ketepatan penggunan
gestasional), dan DM tipe lain disebabkan oleh obat pada pasien DM tipe-2 [9,10,11,12,13].
berbagai faktor yang menyebabkan jumlah atau Akan tetapi sejauh ini belum ada laporan tentang
kualitas insulin tidak mencukupi. DM tipe lain ini penggunaan obat anti diabetes pada pada pasien
antara lain disebabkan oleh defek genetik fungsi sel DM tipe-2 di Kota Padang, Sumatera Barat. Karena
beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pankreas, endokrinopati, akibat kerja obat atau zat ketepatan penggunaan obat antidiabetik pada
kimia, infeksi, imunologi dan sindroma genetik pada penderita DM tipe-2 pada suatu rumah
lain [4,5,6]. sakit pemerintah di Kota Padang Sumatera Barat.
Tujuan penatalaksaan pasien DM dalam Melalui penelitian ini diharapkan dapat menjadi
jangka pendek adalah agar tercapainya target masukan bagi berbagai pihak dalam meningkatkan
pengendalian glukosa darah pada kadar normal pelayanan pada penderita DM, sehingga dapat
serta hilangnya gejala-gejala klinik yang meningkatkan pengendalian terhadap penyakit
menyertainya. Sedangkan pada jangka panjang DM.
adalah dapat mencegah atau mengurangi
komplikasi [1,7]. Untuk mencapai tujuan METODE PENELITIAN
ini, pada dasarnya ada dua pendekatan dalam
penatalaksanaan DM, yaitu pendekatan tanpa obat Penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Data
(diet dan modifikasi gaya hidup) dan pendekatan dikumpulkan secara prospektif, pada bulan Mei
dengan obat (farmakoterapi). Meskipun demikian Juli 2012 pada suatu rumah sakit pemerintah di
kenyataannya pada penanganan penyakit DM Kota Padang Sumatera Barat. Kriteria inklusi pada
seringkali tidak terkontrol sebagaimana mestinya penelitian ini adalah pasien DM tipe-2 rawat inap,
[4]. dengan atau tanpa komplikasi, serta mendapatkan
Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik terapi obat antidiabetik.
dapat menimbulkan komplikasi. Pada tahap akut, Sumber data yang digunakan adalah catatan
komplikasi diabetes terjadi akibat gangguan medis pasien, kemudian dianalisa secara kualitatif
metabolik seperti hipoglikemia atau hiperglikemia untuk melihat ketepatan penggunaan obat dengan
sedangkan pada tahap lanjut, gangguan ini terjadi menggunakan beberapa indikator, yaitu; tepat
akibat kerusakan mikrovaskular dan makrovaskular indikasi, tepat penderita, tepat obat, tepat regimen
[5]. Komplikasi mikrovaskular berupa retinopati, dosis dan tepat rute pemberian.
neuropati dan nefropati sedangkan komplikasi Ketepatan penggunaan obat ditetapkan
makrovaskular berupa penyakit jantung koroner, berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan
strok dan penyakit vaskular periferal [7]. terlebih dahulu. Kriteria ini dikembangkan
Sedangkan komplikasi DM di Indonesia menurut berdasarkan Pedoman Diagnosa dan Terapi (PDT)
laporan umumnya berupa neuropati, penyakit SMF Penyakit Dalam di rumah sakit tersebut
jantung koroner, ulkus diabetikum, retinopati (khususnya untuk penanganan penyakit DM) dan

Jurnal Sains Farmasi & Klinis | Vol. 02 No. 01 | November 2015 105
Evaluasi Penggunaan Obat Antidiabetik pada Pasien Diabetes Melitus... Almasdy, dkk.

literatur-literatur resmi lainnya yang terpercaya Penelitian ini juga mendapatkan bahwa
(Lampiran). Kriteria ini kemudian divalidasi hipertensi dan ulkus diabetikum merupakan
melalui sebuah seminar ilmiah yang dihadiri oleh penyakit penyerta terbanyak pada pasien yang
para akademisi dan praktisi. menegalami DM tipe-2. Sedangkan penyakit
penyerta lain adalah bronkopneumonia, TB paru,
HASIL DAN DISKUSI gagal ginjal kronis, anemia, ketoasidosis diabetikum,
sepsis, selulitis, urosepsis, dan hiponatremia. Hasil
penelitian ini mengkonfirmasi penelitian lain yang
Jumlah pasien DM tipe-2 yang medapatkan
dilakukan terlebih dahulu. Mutmainah melaporkan
perawatan selama waktu penelitian adalah sebayak
bahwa penyakit penyerta terbanyak pada tahun
59 orang, sedangkan yang memenuhi kriteria
2007 di Rumah Sakit X adalah hipertensi dan ulkus
inklusi adalah sebanyak 40 orang. Gambaran
diabetikum [16]. Hastuti menambahkan bahwa
umum pasien-pasien yang memenuhi kriteria
faktor resiko terhadap ulkus diabetika adalah lama
inklusi tersebut sebagaimana pada Tabel 1 DM 10 tahun, kadar kolesterol 200 mg/dl,
Mayoritas pasien adalah perempuan. Temuan kadar HDL 45 mg/dl, ketidakpatuhan terhadap
ini mengkonfirmasi informasi dari literatur yang diet DM, kurangnya latihan fisik, perawatan kaki
mengatakan bahwa wanita memiliki faktor resiko tidak teratur dan penggunaan alas kaki tidak tepat
yang lebih besar terhadap DM daripada laki-laki,
khususnya mereka yang memiliki riwayat diabetes
gestasional atau riwayat melahirkan bayi dengan Tabel 1. Gambaran umum pasien yang memenuhi
berat 4 kg atau lebih. Secara umum diketahui bahwa kriteria inklusi (n = 40 orang)
pasien dengan diabetes gestasional memiliki resiko Parameter Nilai
untuk berkembang menjadi DM tipe-2. Selain Jenis Kelamin (orang)
Laki-laki 17
itu, riwayat melahirkan bayi dengan berat badan Perempuan 23
melebihi 4 kg berisiko untuk menderita DM tipe-2
pada suatu saat kelak [1,14]. Umur (tahun)
Rataan (SD) 49,5 18,7
Rata-rata usia pasien adalah 49,5 18,7 tahun, Rentang (min s.d. maks) 27 s.d. 72
dengan rentang usia 27-72 tahun, sedangkan
Komplikasi (jumlah)
jumlah pasien terbanyak pada rentang umur 50- 0 komplikasi 2
59 tahun. Temuan ini sesuai dengan literatur yang 1 komplikasi 18
2 komplikasi 14
menyatakan bahwa penyakit diabetes cenderung
3 komplikasi 4
timbul pada usia lanjut. Hal ini disebabkan karena 4 komplikasi 1
5 komplikasi 1
penurunan kondisi fisiologis manusia, yaitu berupa
proses penuaan yang diiringi oleh perubahan Riwayat DM (tahun)
komposisi tubuh, perubahan neuro-hormonal <1 8
1-5 12
khususnya penurunan Insulin-like growth factor-1 6-10 9
(IGF-1) dan dehydroepandrosteron (DHEAS) 11-15 4
> 15 2
plasma. Penurunan IGF-1 akan mengakibatkan Tidak ada keterangan 5
penurunan ambilan glukosa karena menurunnya
sensitivitas reseptor dan aksi insulin. Sedangkan Lama Rawat Inap (hari)
<5 3
penurunan konsentrasi DHEAS ada kaitannya 5-9 11
dengan kenaikan lemak tubuh serta turunnya 10-19 15
20-29 8
aktivitas fisik. Kondisi ini diperparah oleh 30 2
perubahan gaya hidup pasien [15]. Tidak diketahui (pindah ruangan) 1

106 Jurnal Sains Farmasi & Klinis | Vol. 02 No. 01 | November 2015
Evaluasi Penggunaan Obat Antidiabetik pada Pasien Diabetes Melitus... Almasdy, dkk.

[17]. Sedangkan menurut Waspadji, penderita yang digunakan adalah obat hipoglikemik oral
DM dibandingkan dengan penderita non DM (OHO) dan insulin, baik secara tunggal maupun
mempunyai kecenderungan 2 kali lebih mudah kombinasi. OHO yang digunakan adalah
mengalami trombosis serebral, 25 kali terjadi buta, Metformin, Glikazid, dan Akarbose. Sedangkan
2 kali terjadi penyakit jantung koroner, 17 kali insulin yang digunakan pada umumnya adalah
terjadi gagal ginjal kronik, dan 50 kali menderita Novorapid dan Levemir. Selain itu juga ada
ulkus diabetikum [8]. Selain itu DM adalah Humulin R, Humulin N dan Novomix pada
kontributor terbesar penyebab gagal ginjal kronis sejumlah kecil pasien. Pemilihan obat untuk pasien
[18]. DM bergantung pada tingkat keparahan penyakit
Pada penelitian ini juga didapatkan dan kondisi pasien. Penggunaan obat hipoglikemik
kebanyakan pasien mempunyai riwayat DM lebih oral dapat dilakukan secara tunggal atau kombinasi
dari satu tahun dan lama rawat lebih dari 10 dari dua atau tiga jenis obat. Pemilihan obat yang
hari. Pasien yang masuk dalam rentang ini pada tepat sangat menentukan keberhasilan terapi.
umumnya mengalami komplikasi dengan ulkus Penentuan regimen obat yang digunakan harus
diabetikum dan TB Paru. Temuan ini dikonfirmasi mempertimbangkan tingkat keparahan diabetes
oleh data nasional yang menunjukkan bahwa (tingkat glikemia) serta kondisi kesehatan pasien
rata-rata lama tinggal di rumah sakit pada pasien secara umum termasuk penyakit-penyakit lain dan
diabetes dengan komplikasi ulkus diabetikum komplikasi yang ada [4]. Secara umum, obat ini
adalah 59% lebih lama dari pada mereka yang bekerja meningkatkan sekresi insulin dan hanya
tanpa ulkus diabetikum [19]. Sedangkan TB paru efektif pada DM tipe-2 yang tidak kelebihan
memerlukan diagnosis yang lebih kompleks dan berat badan. Metformin yang termasuk golongan
hasil data laboratorium yang lengkap sebelum biguanid bekerja memperbaiki sensitivitas-
menetapkan terapi definifnya. Oleh karena itu, insulin, menghambat pembentukan glukosa dalam
pasien yang komplikasi dengan TB Paru rata-rata hati, dapat menurunkan kolesterol Low Density
akan memiliki masa rawatan yang lebih lama [4]. Lipoprotein (LDL) dan trigliserida serta berdaya
Pengelolaan pasien DM tipe-2 secara menekan nafsu makan sehingga menjadi obat
umum dapat berupa terapi non farmakologi dan pilihan utama. Akarbose bekerja menghambat
farmakologi. Terapi non farmakologi meliputi enzim glucosidase dengan demikian pembentukan
perubahan gaya hidup dengan melakukan dan penyerapan glukosa diperlambat, sehingga
pengaturan pola makan (diet), meningkatkan fluktuasi gula darah menjadi kecil [20,21,22].
aktivitas jasmani dan edukasi berbagai masalah Ketika upaya diet dan obat hipoglikemik oral
yang berkaitan dengan penyakit diabetes gagal mengendalikan kadar gula darah hingga
melitus. Sedangkan terapi farmakologi dilakukan mendekati normal, insulin dapat digunakan.
dengan pemberian obat antidiabetik, baik berupa Penggunaan insulin ini ditujukan untuk mencapai
obat antidiabetik oral maupun insulin. Terapi dan mempertahankan kadar gula darah mendekati
farmakologi pada prinsipnya diberikan jika terapi batas normal untuk mencegah dan menunda
non farmakologi yang telah dilakukan tidak dapat komplikasi jangka panjang. Selain itu juga
mengendalikan kadar gula darah hingga mendekati diberikan jika pasien mengalami ketoasidosis,
batas kadar normal. Akan tetapi pemberian mendapatkan nutrisi parenteral atau memerlukan
terapi ini tetap tidak meninggalkan terapi non suplemen tinggi kalori untuk memenuhi
farmakologis yang telah diterapkan sebelumnya kebutuhan energi yang meningkat, mengalami
[20]. gangguan fungsi ginjal dan hati yang berat atau
Pada penelitian ini, obat anti diabetik mengalami kontraindikasi atau alergi terhadap
obat antidiabetik oral. Insulin yang digunakan

Jurnal Sains Farmasi & Klinis | Vol. 02 No. 01 | November 2015 107
Evaluasi Penggunaan Obat Antidiabetik pada Pasien Diabetes Melitus... Almasdy, dkk.

dapat berupa insulin dengan masa kerja cepat kkal. Jika dengan pengaturan diet diabetes saja
(rapid-acting) atau yang mempunyai masa kerja belum bisa menurunkan kadar gula darah hingga
panjang (long-acting), baik secara tunggal atau batas normal, maka diperlukan pemberian obat
kombinasi. Selain terapi insulin dengan dosis hipoglikemik oral sebagai terapi awal [25].
yang memadai, mengurangi semua faktor risiko Pada analisa regimen dosis, diperoleh
kardiovaskular sangat perlu pada penangan pasien 59,18 % pasien yang tidak tepat regimen dosis.
DM tipe-2 [4,22,23]. Dikatakan tidak tepat regimen dosis bila dosis
Pada analisa kualitatif dilakukan evaluasi dan frekuensi pemberian tidak tepat, atau salah
terhadap tepat indikasi, tepat penderita, tepat satunya tidak tepat. Pemberian obat dengan dosis
regimen dosis dan tepat rute pemberian. Secara kurang mengakibatkan ketidakefektifan terapi
oprasional dalam penelitian ini tepat indikasi adalah obat sedangkan dosis berlebih mengakibatkan
bila obat digunakan sesuai dengan indikasinya, hipoglikemia dan kemungkinan munculnya
sedangkan tepat penderita bila obat yang diberikan toksisitas [4]. Penggunaan OHO dimulai dengan
tidak kontraindikasi dengan kondisi individual dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap
penderita [24]. sesuai respon kadar gula darah, dapat diberikan
Pada analisa ketepatan indikasi ditemukan sampai dosis hampir maksimal. Terapi insulin
100% tepat indikasi, hal ini karena pada penelitian tunggal atau kombinasi disesuaikan dengan
ini kriteria inklusinya adalah pasien DM Tipe kebutuhan pasien dan respon individu terhadap
2 yang sedang mengalami rawat inap, tentunya insulin, yang dinilai dari hasil pemeriksaan kadar
dengan kadar gula darahnya tidak terkontrol dan/ gula darah harian. Penyesuaian dosis insulin
atau mengalami komplikasi. Sedangkan pada analisa dapat dilakukan dengan menambahkan 2-4 unit
ketepatan penderita, ditemukan penggunaan obat setiap 3-4 hari bila sasaran terapi belum tercapai.
antidiabetik yang tidak tepat penderita sebesar Bila dengan terapi kombinasi OHO dan insulin,
4,41%. Sebagai contoh yang tidak tepat penderita kadar gula darah masih tidak terkendali, maka
adalah pasien P40 dengan keluhan klasik DM obat OHO dihentikan dan diberikan insulin saja
ditambah mual yang meningkat, perut kembung [26]. Glucodex diberikan dengan dosis awal 40
dan gatal-gatal dibadan. Pasien didiagnosa mg/hari dapat diberikan 1-2 kali sehari. Dosis
menderita DM tipe-2 dan kolestatis dengan kadar tunggal 160 mg/hari dan dosis maksimal 320
gula darah puasa 115 mg/dl dan kadar gula darah mg/hari. Dosis awal Metformin adalah 500 mg/
postprandial (2 jam) 130 mg/dl, diberikan terapi hari 2 kali sehari, dapat ditingkatkan setelah 1
diet diabetes 1700 kkal, Metformin 3x500 mg, minggu menjadi 500 mg 3 kali sehari dengan
Glucodex 2x50 mg dan Glucobay 1x50 mg. maksimal penggunaan 2550 mg. Untuk pasien
Pada kasus ini, pasien tidak tepat diberikan ketiga belum lanjut usia dapat di berikan 500 mg 2 kali
obat tersebut karena dapat memperparah keluhan sehari, sedangkan pasien lanjut usia disesuaikan
saluran cerna. Hal ini karena efek samping dari dengan fungsi ginjal. Glucobay diberikan 25 mg
ketiga obat adalah gangguan saluran cerna seperti 3 kali sehari sebelum makan sebagai dosis awal,
kembung, mual, muntah dan diare [22]. Pasien dapat ditingkatkan menjadi 50 mg 3 kali sehari.
memiliki kadar gula darah yang dikategorikan Setelah 6-8 minggu jika dibutuhkan tingkatkan
untuk kadar gula darah puasa sedang (110-125 menjadi 100 mg 3 kali sehari, maksimal 200 mg
mg/dl) dan kadar gula darah postprandial (2 jam) 3 kali sehari [1,23,24,27]. Untuk penggunaan
baik yakni 80-144 mg/dl. Setelah didapatkan Novorapid dan Humulin R berdasarkan kadar
hasil pemeriksaan klinik, hal yang dilakukan gula darah menggunakan Sliding Scale seperti pada
pertama kali adalah pengaturan diet diabetes 1700 tabel VIII. Untuk indikasi hiperkalemia, diberikan

108 Jurnal Sains Farmasi & Klinis | Vol. 02 No. 01 | November 2015
Evaluasi Penggunaan Obat Antidiabetik pada Pasien Diabetes Melitus... Almasdy, dkk.

dekstrosa 0,5-1 g/kg dengan 1 IU insulin untuk dalam kulit [4].


setiap 4-5 g dekstrosa yang diberikan. Humulin Interaksi obat dikatakan terjadi ketika efek
N pada pasien DM tipe 2 diberikan dengan dosis dari satu obat yang berubah dengan adanya obat
0,2-0,6 IU/kgBB/hari dalam 1 atau 2 dosis. Dosis lain, obat herbal, makanan, minuman atau oleh
penggunaan Levemir pada pasien DM tipe 2 beberapa
diberikan 10 IU/hari atau 0,1-0,2 IU/kgBB/hari, lingkungan kimia. Mekanisme interaksi dapat
diberikan 1 kali sehari. Novomix diberikan 2 kali dibagi menjadi interaksi farmasetik, farmakokinetik
sehari saat makan pagi dan makan malam dengan dan farmakodinamik. Interaksi farmasetik adalah
dosis 0,4-0,6 IU/kgBB/hari. Ketika digunakan interaksi fisiko-kimia yang terjadi pada saat obat
bersama OHO dosisnya 0,2-0,3 IU/kgBB/hari diformulasikan/disiapkan sebelum obat digunakan
[24,27]. oleh penderita [28]. Interaksi farmakokinetik
Glucodex digunakan 15-30 menit sebelum adalah yang dapat mempengaruhi proses obat yang
makan, Metformin diberikan sebelum/pada saat/ diabsorbsi, didistribusikan, dimetabolisme dan
sesudah makan, Glucobay digunakan sebelum diekskresikan yang bisa disebut interaksi ADME
makan atau bersama makan suapan pertama. Untuk sedangkan interaksi farmakodinamik adalah efek
Novorapid diberikan 15 menit sebelum atau segera dari satu obat yang diubah oleh kehadiran obat lain
sesudah makan. Pasien DM tipe 2 dengan terapi di tempat kerjanya. kadang-kadang obat secara
insulin, sebelum mendapatkan makan pagi, makan langsung bersaing pada reseptor tertentu [29].
siang, dan makan sore, pasien akan disuntikkan Insulin dan antidiabetik oral seringkali
insulin untuk membantu dalam pengendalian berinteraksi dengan obat-obatan lain yang
metabolisme glukosa dan transpor glukosa dari diberikan secara bersamaan. Interasi ini dapat
darah ke dalam sel, sehingga dapat mengendalikan mengakibatkan terjadinya efek potensiasi atau efek
kadar gula darah pasien. Namun, dari data yang inhibisi. Pada penelitian ini ditemukan interaksi
didapat, beberapa pasien tidak mendapatkan suntik farmakokinetik dan interaksi farmakodinamik,
insulin apabila pasien telah makan sebelumnya. sedangkan interaksi farmasetik tidak ditemukan.
Seharusnya pasien tetap mendapatkan insulin Interaksi farmakodinamik antara lain terjadi
dengan segera sesudah makan, agar insulin tetap antara insulin dengan ACE-inhibitor (ramipril
dapat mengendalikan glukosa sehingga kadar gula dan katopril), yang akan meningkatkan efek
darah tetap mendekati batas normal [23,27]. hipoglikemik insulin, insulin dengan deksametason
Pada analisa rute pemberian, tidak ditemukan (kortikosteroid) yang akan menurunkan efek
ketidaktepatan rute pemberian. Insulin pada hipoglikemik insulin, insulin dengan beta-
umumnya diberikan secara subkutan (di bawah bloker (propanolol) yang akan meningkatkan
kulit), karena absorpsi biasanya terjadi lambat dan efek hipoglikemik insulin. Sedangkan interaksi
konstan sehingga efeknya bertahan lama. Tetapi, farmakokinetik terjadi antara metformin dengan
pada keadaan tertentu misalnya pada pasien akarbose (Glucobay), dimana akarbose dapat
kritis/akut seperti hiperglikemia gawat darurat, menunda absorpsi metformin sehingga akibatnya
atau saat pre-operasi diberikan secara intravena terjadi penurunan onset metformin [21,28,29,30].
(iv), ini bertujuan agar obat tidak mengalami
tahap absorpsi sehingga kadar obat dalam darah KESIMPULAN
diperoleh secara cepat. Selain dalam bentuk obat
suntik, saat ini juga tersedia insulin dalam bentuk Penggunaan obat antidiabetik pada suatu
pompa (insulin pomp) atau jet injector, sebuah rumah sakit pemerintah di Kota Padang telah
alat yang akan menyemprotkan larutan insulin ke tepat indikasi dan tepat rute pemberian. Meskipun

Jurnal Sains Farmasi & Klinis | Vol. 02 No. 01 | November 2015 109
Evaluasi Penggunaan Obat Antidiabetik pada Pasien Diabetes Melitus... Almasdy, dkk.

demikian evelauasi terhadap ketepatan penderita 13. Suyono, S. (2006). Diabetes Melitus di Indonesia. Dalam : Aru
W, dkk, Editors, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, edisi keempat.
dan regimen dosis belum sepenuhnya sesuai
Jakarta: Penerbit FK UI.
dengan yang diharapkan. Hal lain adalah adanya 14. Rochmah, W. (2006). Diabetes Melitus pada Usia Lanjut. Dalam
interaksi obat berupa interaksi farmakodinamik Aru W, dkk (Editors), Ilmu Penyakit Dalam Jilid III edisi keempat.
Jakarta: Penerbit FK UI.
dan farmakokinetik. Oleh karena itu diharapkan
15. Mutmainah, N., Ernawati, S., & Sutrisna, E. (2008). Identifikasi
kepada rumah sakit untuk menerapkan pelayan Drug Related Problems Potensial Kategori Ketidaktepatan
farmasi klinik, khususnya asuhan kefarmasian Pemilihan Obat Pada Pasien Hipertensi Dengan Diabetes
Mellitus Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit X Jepara Tahun
(pharmaceutical care), sehingga pencapaian hasil
2007. Pharmacon, 9(1), 14-20.
terapi obat serta keaman pasien menjadi lebih 16. Thakar, C.V. (2011). Christianson A, Himmelfarb J, Leonard CA.
optimal. Acute Kidney Injury Episodes and Chronic Kidney Disease Risk
in Diabetes Melitus. Clin. J.Am.Soc.Nephrol., 6, 2567-2572.
17. Yunir, E., & Soebardi, S. (2006). Terapi Non Farmakologi pada
Diabetes Melitus. Dalam Aru W, dkk (Editor). Ilmu Penyakit
Dalam, Jilid III, edisi keempat. Jakarta: Penerbit FK UI
DAFTAR PUSTAKA 18. Rahardja. K., & Tjay, T.H. (2007). Obat-obat Penting, Edisi
keenam. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
1. DiPiro, J.T., Talbert, R. L., Yee, G.C., Matzke, G. R., Wells, B.G., 19. Martin, J. (2011). British National Formulary, 61 edition. London:
& Posey, L.M. (2008). Pharmacotherapy: A Pathophysiologic BMJ Group and the Royal Pharmaceutical Society of Great
Approach (7th Edition). USA: McGraw-Hill. Britain.
2. Wild, S., Roglic, G., Green, A., Sicree, R., & King, H. (2004). 20. Inzucchi, S., Porte, D., Sherwin, R.S., Baron, A. (2005). The
Global Prevalence of Diabetes: Estimates for the year 2000 and Diabetes Mellitus Manual, Sixth Edition. USA: McGraw-Hill
projections for 2030. Diabetes Care, 27, 1047-1053. 21. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. (2007). Farmakologi
3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2008). Laporan dan Terapi (ed. 5). Jakarta: Gaya Baru: Jakarta.
Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007. Jakarta: Badan 22. Siregar, C.J.P. (2005). Farmasi Klinik: Teori dan Penerapan.
Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta: EGC.
4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2005). 23. RSUP. Dr. M. Djamil. (2007). Pedoman Diagnosa dan Terapi,
Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Diabetes Mellitus. Jakarta: Edisi II. Padang
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 24. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI). (2006).
5. Davey, P. (2005). At a Glance Medicine. Ahli bahasa: Annisa Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus di Indonesia, Jakarta:
Rahmalia, Cut Novianty. Jakarta: Erlangga PB. PERKENI.
6. American Diabetes Association (ADA). (2007). Diagnosis and 25. Anderson, P.O., Knoben, J.E., & Troutman, W.G. (2002).
Classification of Diabetes Melitus. Diabetes Care, 30, 42-47. Handbook Clinical Drug Data 10th ed. USA: McGraw-Hill
7. World Health Organization (WHO). (2006). Definition and 26. Schull, P.D. (2008). Nursing Spectrum Drug Handbook. USA:
diagnosis of diabetes mellitus and intermediate hyperglycaemia: McGraw-Hill
report of a WHO/IDF consultation. Geneva: WHO Press. 27. Tejani, S., & Sanoski, C.A. (2009). Daviss Pocket Clinical Drug
8. Waspadji, S. (2006). Komplikasi Kronik Diabetes: Mekanisme Reference. Philadelphia: F.A. Davis Company.
Terjadinya, Diagnosis dan Strategi pengelolaan. Dalam Aru 28. Samanoe, Y. (2012, Oktober 15) Interaksi Obat. http://
W, dkk (Editors). Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, edisi keempat. pharmacyrspuriindah.blogspot.com/2009/02/interaksi-obat-drug-
Jakarta: Penerbit FK UI interaction.html.
9. Arifin, I., Prasetyaningrum, E., & Andayani, T.M. (2007). Evaluasi 29. Baxter, K. (2008). Stockleys Drug Interactions 7th ed. London:
Kerasionalan Penggunaan Obat DM tipe-2 Pada Pasien Rawat Pharmaceutical Press.
Inap di Rumah Sakit Bakti Wiratama Semarang Pada Tahun 30. Elvina, R. (2012). Kajian Aspek Farmakokinetik Klinik Obat
2006. Jurnal Ilmu Farmasi dan Farmasi Klinik, 4(1). Antidiabetik Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Dengan
10. Setiawan, D., & Andayani, T.M. (2007). Distribusi Penggunaan Gangguan Fungsi Ginjal Di Poliklinik Khusus RSUP. DR. M.
Antidiabetik Oral di Rumah Sakit. Pharmacy, 5(1). Djamil Padang (Tesis Magister Farmasi). Available at http://
11. Primadianti, A., & Andayani, T.M. (2009). Analisis Efektif Biaya Pasca.Unand.Ac.Id/Id/Wp-Content/Uploads/2011/09/Kajian-
Penggunaan Insulin vs Insulin-Metformin Pada Pasien DM Tipe- Aspek-Farmakokinetik-Klinik-Obat-Antidiabetik-Pada-Pasien-
2. Jurnal Farmasi Indonesia, 4(3). Diabetes-Mellitus-Tipe-2-Dengan-Gangguan-Fungsi-Ginjal-Di-
12. Fitriyani, & Supadmi, W. (2012). Evaluasi ADR Antidiabetes Poliklinik-Khusus-Rsup.-Dr.-M.-Djamil-Padang.Pdf. Diakses 17
Berdasarkan Algoritma Naronjo di Bangsal Rawat Inap RS PKU Oktober 2012.
Muhammadiyah Yogyakarta. Jurnal Ilmiah Kefarmasian. 2(2).

110 Jurnal Sains Farmasi & Klinis | Vol. 02 No. 01 | November 2015

Potrebbero piacerti anche