Sei sulla pagina 1di 19

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tidak dapat dipungkiri bahwa pemerintahan di dalam suatu negara
merupakan unsur yang sangat penting. Pemerintahan merupakan sebuah
unsur yang digunakan sebagai suatu syarat berdirinya suatu negara. Tanpa
pemerintahan, maka suatu negara tidak akan dapat terbentuk. Pemerintah
memiliki peran dan fungsi yang sangat vital terutama di dalam mengayomi
dan melayani masyarakat.
Untuk mewujudkan fungsi dan peran pemerintah maka pemerintahan
tersebut haruslah bersih dan memiliki etika yang baik. Etika merupakan
sesuatu yang sangat pokok di dalam penyelenggaraan suatu pemerintahan.
Berbicara tentang etika penyelenggara Pemerintahan tidak terlepas dari etika
Birokrasi atau Pegawai Negeri Sipil Sipil (PNS) yang merupakan tombak
utama dalam penyelenggara pemerintahan itu sendiri.
Etika

Pegawai

Negeri

Sipil

(PNS)

dalam

penyelenggaraan

pemerintahan sangat terkait dengan moralitas dan mentalitas aparat itu


sendiri dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintahan yang tercermin lewat
fungsi pokok pemerintahan, yaitu fungsi pelayanan, fungsi pengaturan atau
regulasi dan fungsi pemberdayaan masyarakat. Jadi berbicara tentang Etika
PNS berarti kita berbicara tentang bagaimana aparat PNS tersebut dalam
melaksanakan fungsi tugasnya sesuai dengan ketentuan aturan yang
seharusnya dan semestinya, pantas untuk dilakukan dan sewajarnya dimana
telah ditentukan atau diatur untuk ditaati dan dilaksanakan.
B. Rumusan Masalah
Dalam penulisan ini penulisakan mencoba membahas tentang:
1. Apa yang dimaksud dengan Pegawai Negeri Sipil (PNS)
2. Apa yang dimaksudkan dengan Etika Pegawai Negeri Sipil (PNS)
3. Bagaimana mengimplementasikan Etika PNS dalam penyelenggaraan
pemerintahan.
C. Tujuan Penulisan

1. Dapat mengetahui tentang Pegawai Negeri Sipil dan jenis-jenisnya


2. Dapat mengetahui tentang etika Pegawai Negeri Sipil
3. Dapat mengetahui implementasi etika PNS dalam penyelenggaraan
pemerintahan

BAB II
PEMBAHASAN
2

A. Pengertian Pegawai Negeri Sipil


Pegawai Negeri Sipil (PNS) Menurut Kamus Umum Bahasa
Indonesia, Pegawai berarti orang yang bekerja pada pemerintah
(perusahaan dan sebagainya) sedangkan Negeri berarti negara atau
pemerintah. Jadi PNS adalah orang yang bekerja pada pemerintah atau
Negara.
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 memberikan
pengertian PNS adalah mereka yang setelah memenuhi syarat-syarat yang
ditentukan dalam peraturan dalam peraturan perundang-undangan yang
berlaku, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam
suatu jabatan Negeri atau diserahi tugas Negara lainnya yang ditetapkan
berdasarkan sesuatu peraturan perundang-undangan dan digaji menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
B. Jenis-Jenis Pegawai Negeri Sipil
Mengenai jenis PNS didasarkan pada Pasal 2 ayat (1) UU No. 43
Tahun 1999 Pegawai Negeri dibagi menjadi:
1. Pegawai Negeri Sipil,
2. Anggota Tentara Nasional Indonesia, dan
3. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tidak
menyebutkan apa yang dimaksud dengan pengertian masing-masing
bagiannya, namun disini dapat diambil suatu kesimpulan bahwa yang
dimaksud dengan PNS adalah pegawai negeri bukan Tentara Nasional
Indonesia, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Berdasarkan penjabaran diatas, PNS merupakan bagian dari pegawai
negeri yang merupakan aparatur negara. Menurut UU No. 43 Tahun 1999
Pasal 2 ayat (2) Pegawai Negeri dibagi menjadi:
1. Pegawai Negeri Sipil Pusat

Yang dimaksud dengan Pegawai Negeri Sipil pusat adalah Pegawai


Negeri Sipil yang gajinya dibebankan pada Anggaran Pendapatan
Belanja Negara dan bekerja pada Departemen, Lembaga Pemerintahan
Nondepartemen, Kesekertariat Lembaga Negara, Instansi Vertikal di
Daerah

Provinsi

Kabupaten/Kota,

Kepaniteraan

Pengadilan,

atau

dipekerjakan untuk menyelenggarakan tugas Negara lainnya.


2. Pegawai Negeri Sipil Daerah
Yang dimaksudkan dengan Pegawai Negeri Sipil Daerah adalah Pegawai
Negeri Sipil daerah Provinsi/Kabupaten/Kota yang gajinya dibebankan
pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan bekerja pada
Pemerintah Daerah, atau dipekerjakan diluar instansi induknya. Pegawai
Negeri Sipil Pusat dan Pegawai Negeri Sipil Daerah yang diperbantukan
diluar instansi induk, gajinya dibebankan pada instansi yang menerima
perbantuan.
Di samping pegawai negeri sebagaimana yang disebutkan pada Pasal 2
ayat (1), pejabat yang berwenang dapat pengangkat pegawai tidak tetap.
Yang dimaksud dengan pegawai tidak tetap adalah pegawai yang
diangkat dalam jangka waktu tertentu guna melaksanakan tugas
pemerintahan dan pembangunan yang bersifat teknis professional dan
administrasi sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan organisasi.
Pegawai tidak tetap tidak berkedudukan sebagai Pegawai Negeri.
Penamaan pegawai tidak tetap mempunyai arti sebagai pegawai luar
PNS dan pegawai lainnya (tenaga kerja). Penamaan pegawai tidak tetap
merupakan salah satu bentuk antisipasi pemerintah terhadap banyaknya
kebutuhan pegawai namun dibatasi oleh dana APBD/APBN dalam
penggajiannya
C. Pengertian Etika
Etika berasal dari bahasa Yunani yaitu Ethes berarti kesediaan jiwa
akan kesusilaan, atau secara bebas dapat diartikan kumpulan dari peraturanperaturan kesusilaan. Dalam pengertian kumpulan dari peraturan-peraturan

kesusilaan sebetulnya tercakup juga adanya kesediaan karena kesusilaan


dalam dirinya minta ditaati pula oleh orang lain.
Aristoteles juga memberikan istilah Ethica yang meliputi dua
pengertian yaitu etika meliputi Kesediaan dan Kumpulan peraturan, yang
mana dalam bahasa Latin dikenal dengan kata Mores yang berati
kesusilaan, tingkat salah saru perbuatan (lahir, tingkah laku), Kemudian kata
Mores tumbuh dan berkembang menjadi Moralitas yang mengandung arti
kesediaan jiwa akan kesusilaan. Dengan demikian maka Moralitas
mempunyai pengertian yang sama dengan Etika atau sebaliknya, dimana
kita berbicara tentang Etika Pegawai Negeri Sipil (PNS) tidak terlepas dari
moralitas aparat PNS penyelenggara pemerintahan itu sendiri.
Etika dan moralitas secara teoritis berawal dari ilmu pengetahuan
(cognitive) bukan pada afektif. Moralitas berkaitan pula dengan jiwa dan
semangat kelompok masyarakat. Moral terjadi bila dikaitkan dengan
masyarakat, tidak ada moral bila tidak ada masyarakat dan seyogyanya tidak
ada masyarakat tanpa moral, dan berkaitan dengan kesadaran kolektif dalam
masyarakat. Immanuel Kant, teori moralitas tidak hanya mengenai hal yang
baik dan yang buruk, tetapi menyangkut masalah yang ada dalam kontak
sosial dengan masyarakat. Ini berarti Etika tidak hanya sebatas moralitas
individu tersebut dalam artian aparat birokrasi tetapi lebih dari itu
menyangkut

perilaku

di

tengah-tengah

masyarakat

dalam

melayani

masyarakat apakah sudah sesuai dengan aturan main atau tidak, apakah
etis atau tidak.
Menurut

Drs.Haryanto,

MA, Etika

merupakan

instrumen

dalam

masyarakat untuk menuntun tindakan (perilaku) agar mampu menjalankan


fungsi dengan baik dan dapat lebih bermoral. Ini berarti Etika merupakan
norma dan aturan yang turut mengatur perilaku seseorang dalam bertindak
dan

memainkan

perannya

sesuai

dengan

aturan

ada dimasyarakat agar dapat dikatakan tindakannya bermoral.

main

yang

Dari beberapa pendapat yang menegaskan tentang pengertian Etika


di atas jelaslah bagi kita bahwa Etika terkait dengan moralitas dan sangat
tergantung dari penilaian masyarakat setempat. Dapat dikatakan bahwa
moral merupakan landasan normatif yang didalamnya mengandung nilai-nilai
moralitas itu sendiri dan landasan normatif tersebut dapat pula dinyatakan
sebagai Etika yang dalam Organisasi Birokrasi disebut Etika Birokrasi.
D. Etika Pegawai Negeri Sipil (PNS)
Ketika kenyataan yang kita inginkan jauh dari harapkan kita, pasti
akan timbul kekecewaan, begitulah yang terjadi ketika kita mengharapkan
agar para aparatur Birokrasi atau Pegawai Negeri Sipil (PNS) bekerja
dengan penuh rasa tanggungjawab, kejujuran dan keadilan dijunjung,
sementara kenyataan yang terjadi mereka sama sekali tidak bermoral atau
beretika, maka disitulah kita mengharapkan adanya aturan yang dapat
ditegakkan yang menjadi norma atau rambu-rambu dalam melaksanakan
tugasnya. Sesuatu yang kita inginkan itu adalah Etika yang perlu
diperhatikan oleh aparat PNS tadi.
Ada beberapa alasan mengapa Etika PNS penting diperhatikan dalam
pengembangan pemerintahan yang efisien, tanggap dan akuntabel. Menurut
Agus Dwiyanto, alasan pertama adalah masalah-masalah yang dihadapi
oleh PNS dimasa mendatang akan semakin kompleks. Modernitas
masyarakat yang semakin meningkat telah melahirkaan berbagai masalahmasalah publik yang semakin banyak dan kompleks dan harus diselesaikan
oleh birokrasi pemerintah. Dalam memecahkan masalah yang berkembang
birokrasi seringkali tidak dihadapkan pada pilihan-pilihan yang jelas seperti
baik dan buruk. Para PNS seringkali tidak dihadapkan pada pilihan yang
sulit, antara baik dan baik, yang masing-masing memiliki implikasi yang
saling berbenturan satu sama lain.
Kedua, keberhasilan

pembangunan

yang

telah

meningkatkan

dinamika dan kecepatan perubahan dalam lingkungan birokrasi. Dinamika


yang terjadi dalam lingkungan tentunya menuntut kemampuan birokrasi

untuk melakukan adjustments agar tetap tanggap terhadap perubahan yang


terjadi

dalam

lingkungannya.

Kemampuan

untuk

bias

melakukan

adjustments itu menurut discretionary power yang besar. Penggunaan


kekuasaan direksi ini hanya akan dapat dilakukan dengan baik kalau
birokrasi memiliki kesadaran dan pemahaman yang tinggi mengenai
besarnya kekuasaan yang dimiliki dan implikasi dari penggunaan kekuasaan
itu bagi kepentingan masyarakatnya. Kesadaran dan pemahaman yang
tinggi mengenai kekuasaan dan implikasi penggunaan kekuasaan itu hanya
dapat dilakukan melalui pengembangan etika birokrasi.
Walaupun

pengembangan

etika

PNS

sangat

penting

bagi

pengembangan birokrasi namun belum banyak usaha dilakukan untuk


mengembangkannya. Sejauh ini baru lembaga peradilan dan kesehatan
yang telah maju dalam pengembangan etika ,seperti terefleksikan dalam
etika kedokteran dan peradilan. Etika ini bisa jadi salah satu sumber
tuntunan bagi para professional dalam pelaksanaan pekerjaan mereka.
Pengembangan etika birokrasi ini tentunya menjadi satu tantangan bagi para
sarjana dan praktisi administrasi publik dan semua pihak yang menginginkan
perbaikan kualitas birokrasi dan pelayanan publik di Indonesia.
Dari alasan yang dikemukakan di atas ada sedikit gambaran bagi kita
mengapa Etika PNS menjadi suatu tuntutan yang harus sesegera mungkin
dilakukan sekarang ini, hal tersebut sangat terkait dengan tuntutan tugas dari
aparat birokrasi itu sendiri yang seiring dengan semakin kompleksnya
permasalahan yang ada dalam masyarakat dan seiring dengan fungsi
pelayanan dari Birokrat itu sendiri agar dapat diterima dan dipercaya oleh
masyarakat yang dilayani, diatur dan diberdayakan.
Untuk itu para PNS harus merubah sikap perilaku agar dapat
dikatakan lebih beretika atau bermoral di dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya, dengan demikian harus ada aturan main yang jelas dan tegas
yang perlu ditaati yang menjadi landasan dalam bertindak dan berperilaku di
tengah-tengah masyarakat.

E. Nilai-Nilai Masyarakat
Terbentuknya Etika PNS tidak terlepas dari kondisi yang ada di dalam
masyarakat yang bersangkutan, sesuai dengan aturan, norma, kebiasaan
atau budaya di tengah-tengah masyarakat dalam suatu komunitas tertentu.
Nilai-nilai yang ada dan berkembang di dalam masyarakat mewarnai sikap
dan perilaku yang nantinya dipandang etis atau tidak etis dalam
penyelenggaraan fungsi-fungsi pemerintahan yang merupakan bagian dari
fungsi aparat birokrasi itu sendiri.
Di negara kita yang masih kental budaya paternalistik atau tunduk dan
taat kepada Bapak atau pemimpin pemerintahan yang juga merupakan
pemimpin birokrasi, sehingga sangat sulit bagi masyarakat untuk menegur
para aparat Birokrasi bahwa yang dilakukannya itu tidak etis atau tidak
bermoral, mereka lebih banyak diam dan malah manut saja melihat perilaku
yang adan dalam jajaran aparat birokrasi.
Dalam kondisi seperti di atas, inisiatif penetapan Etika bagi aparat
PNS atau penyelenggara pemerintahan hampir sepenuhnya berada di
tangan pemerintah. Dimana pemerintah atau organisasi yang disebut
birokrasi merasa paling berkuasa dan merasa dialah yang mempunyai
kewenangan untuk menentukan sesuatu itu etis atau tidak bagi dirinya
menurut versi atau pandangannya sendiri, tanpa mempedulikan aturan main
di masyarakat. Permasalahan ini sangat rumit karena Etika PNSi cenderung
diseragamkan

melalui

peraturan

Kepegawaian

yang

telah

diatur oleh Birokrasi tingkat atas atau pemerintah pusat, sementara dalam
pelaksanaan

tugasnya

dia

berada

di

tengah-tengah

masyarakat.

Pertanyaannya sekarang apakah yang dikatakan Etis menurut peraturan


kepegawaian yang mengatur Aparat Birokrasi dapat dikatakan etis pula
dalam masyarakat ataupun sebaliknya.
Dalam menyikapi pelaksanaan Etika PNS di Indonesia telah
diformalkan lewat ketentuan dan peraturan Kepegawaian di negara kita,
sehingga terkadang tidak menyentuh permasalahan Etika dalam masyarakat

yang lebih jauh lagi disebut moral. Di sini tidak akan dipermasalahkan Etika
PNS itu diformalkan atau tidak tetapi yang terpenting adalah bagaimana
penerapannya serta sanksi yang jelas dan tegas, ini semua membutuhkan
kemauan baik dari Aparat PNS itu sendiri untuk menaatinya.
Pelaksanaan Etika PNS dalam penyelenggaraan pemerintahan di
Indonesia, sebagaimana telah disinggung di atas perlu diperhatikan perihal
sanksi yang menyertainya, karena Etika pada umumnya tidak ada sanksi
fisik atau hukuman tetapi berupa sanksi sosial, seperti dikucilkan, dihujat dan
yang paling keras disingkirkan dari lingkungan masyarakat tersebut.
Sementara bagi Aparat PNS sangat sulit, karena masyarakat enggan dan
sungkan (budaya Patron yang melekat).
Begitu rumit dan kompleksnya permasalahan pemerintahan dewasa
ini membuat para aparat PNS (birokrasi) mudah tergelincir atau terjerumus
kedalam perilaku yang menyimpang. Kondisi lain, tuntutan atau kebutuhan
hidupnya sendiri turut menentukan perilaku tersebut. Untuk itu perlu adanya
penegasan payung hukum atau norma aturan yang perlu disepakati
bersama untuk dilakukan. Perlu juga diayomi dengan aturan hukum yang
jelas dan sanksi yang tegas bagi siapa saja pelanggarnya tanpa pandang
bulu di dalam jajaran Birokrasi di Indonesia. Seiring dengan itu Paul H.
Douglas dalam bukunya Ethics in Government yang dikutip oleh oleh Drs.
Haryanto, MA, terdapat tindakan-tindakan yang hendaknya dihindari oleh
seorang pejabat pemerintah yang juga merupakan aparat PNS yaitu :
1. Ikut serta dalam transaksi bisnis pribadi atau perusahaan swasta
untuk

keuntungan

pribadi

dengan

mengatasnamakan

jabatan kedinasan.
2. Menerima segala sesuatu hadiah dari pihak swasta pada saat ia
melaksanakan transaksi untuk kepentinagn dinas.
3. Membicarakan masa depan peluang kerja diluar instansi pada
saat ia berada dalam tugas-tugas sebagai pejabat pemerintah.
4. Membocorkan informasi komersial atau ekonomis yang bersifat
rahasia kepada pihak-pihak yang tidak berhak.

5. Terlalu erat berurusan dengan orang-orang diluar instansi pemerintah


yang dalam menjalankan bisnis pokoknya tergantung dari izin
pemerintah.
Dengan demikian jelas bahwa Etika PNS sangat terkait dengan
perilaku dan tindakan oleh PNS tersebut dalam melaksanakan fungsi dan
kerjanya, apakah ia menyimpang dari aturan dan ketentuan atau tidak. Untuk
itu perlu aturan yang tegas dan nyata, sebab berbicara tentang Etika
biasanya tidak tertulis dan sanksinya berupa sanksi sosial yang situasional
dan kondisional tergantung tradisi dan kebiasaan masyarakat tersebut.
F. Implementasi Etika PNS dalam Pemerintahan
Berbicara Etika Birokrasi Pemerintahan tidak dapat dipisahkan dari
Etika PNS itu karena secara eksplisit Etika Birokrasi telah termuat dalam
peraturan Kepegawaian yang mengatur para aparat Birokrasi (Pegawai
negeri) itu sendiri. Birokrasi merupakan sebuah organisasi penyelenggara
pemerintahan yang terstruktur dari pusat sampai ke daerah dan memiliki
jenjang atau tingkatan yang disebut hierarki. Jadi Etika PNS sangat terkait
dengan tingkah laku para aparat PNS itu sendiri dalam melaksanakan tugas
dan fungsinya.
Etika PNS merupakan bagian dari aturan main organisasi Birokrasi
atau Pegawai Negeri yang kita kenal sebagai Kode Etik Pegawai Negeri,
diatur oleh Undang-undang Kepegawaian. Kode Etik yang berlaku bagi
Pegawai Negeri Sipil (PNS) disebut Sapta Prasetya Korps Pegawai Republik
Indonesia (Sapta Prasetya KORPRI) dan di kalangan Tentara Nasional
Indonesia (TNI) disebut Sapta Marga. Kode Etik itu dibaca secara bersama
sama pada kesempatan tertentu yang kadang-kadang diikuti oleh wejangan
dari seorang pimpinanupacara yang disebut inspektur upacara (IRUP). Hal
ini

dimaksudkan untuk

menciptakan

kondisikondisi

moril

yang

menguntungkan dalam organisasi yang berpengalaman dan menumbuhkan


sikap mental dan moral yang baik. Kode Etik tersebut biasanya dibaca dalam

10

upacara bendera, upacara bulanan atau upacara ulang tahun organisasi


yang bersangkutan dan upacaraupacara nasional.
Setiap organisasi, misalnya PNS atau TNI ada usaha untuk
membentuk Kode Etik yang lebih mengikat atau mengatur anggotanya agar
lebih beretika dan bermoral. Namun sampai sekarang belum diketahui
sampai

seberapa

jauh

dan

juga

belum

dapat

dipantau

secara

jelas apakah perbuatan seseorang melanggar Etika atau Kode Etik atau
tidak, karena belum jelas batasannya dan apa sanksinya. Dengan demikian
Kode Etik dapat benar-benar dipergunakan sebagai ukuran atau kriteria
untuk menilai perilaku atau tingkah laku aparat Birokrasi sehingga disebut
beretika atau tidak. Namun demikian, apapun maksud yang hendak dicapai
dengan membentuk dan ,menanamkan Kode Etik tersebut adalah demi
terciptanya Aparat Birokrasi (Pegawai Negeri Sipil) lebih jujur, lebih
bertanggung jawab, lebih berdisiplin, dan lebih rajin serta yang terpenting
lebih memiliki moral yang baik serta terhindar dari perbuatan tercela seperti
korupsi, kolusi, nepotisme dan sebagainya.
Agar tercipta Aparat PNS yang lebih beretika sesuai harapan di atas,
maka perlu usaha dan latihan ke arah itu serta penegakkan sangsi yang
tegas dan jelas kepada mereka yang melanggar kode Etik atau aturan yang
telah ditetapkan. Dalam hubungannya dengan Kode Etik Pegawai Negeri
yaitu dengan betul-betul menjiwai, menghayati dan melaksanakan Sapta Pra
Setya Korpri, serta aturan-aturan kepegawaian yang telah ditentukan atau
ditetapkan sebagai aturan main para aparat Birokrasi.
Adapun aturan-aturan pokok yang melekat pada seorang Pegawai
Negeri atau Aparat Birokrasi yang dapat dijadikan acuan Kode Etiknya dapat
dilihat sebagai berikut :

1. Aturan mengenai Pembinaan Pegawai Negeri Sipil

11

Untuk menjamin terselenggaranya tugas-tugas umum pemerintahan


secara

berdayaguna

dan

berhasilguna

dalam

rangka

usaha

mewujutkan masyarakat adil dan makmur baik material maupun


spiritual, diperlukan adanya Pegawai Negeri sebagai unsur aparatur
negara yang penuh kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila dan
Undang-undang Dasar 1945, bersih, berwibawa bermutu tinggi dan
sadar akan tugas serta tanggungjawabnya. Dalam hubungan ini
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 telah meletakkan dasar yang
kokoh untuk mewujudkan Aparat Birokrasi atau PNS seperti dimaksud
di atas dengan cara mengatur kedudukan dan kewajiban bagi Aparat
Birokrasi

sebagai

salah

satu

kewajiban

dan

langkah

usaha

penyempurnaan aparatur negara di bidang kepegawaian.


2. Aturan mengenai kedudukan Pegawai Negeri sipil
Pegawai Negeri sipil adalah unsur aparatur negara, abdi negara dan
abdi masyarakat yang dengan kesetiaan dan ketaatan kepada
pancasila, UUD 1945, Negara dan Pemerintah, menyelenggarakan
tugas

pemerintahan

dan

pembangunan,

pelayanan

kepada

masyarakat, mengatur masyarakat atau regulasi dan memberdayakan


masyarakat. Kesetiaan dan ketaatan penuh tersebut mengandung
pengertian bahwa pegawai negeri berada sepenuhnya dibawah aturan
yang telah ditentukan.
3. Penghargaan Pegawai Negeri sipil
Kepada Pegawai negeri dapat diberikan penghargaan apabila telah
menunjukkan kesetiaan dan prestasi kerja dan memiliki etika kerja
yang

baik,

dianggap

berjasa

bagi

negara

dan

masyarakat.

Bentukpenghargaan kepada Pegawai Negeri yang bersangkutan


berupa tanda jasa, kenaikan pangkat istimewa yang secara otomatis
kenaikkan

gajinya

diharapkan agar

sesuai

menjadi

pangkat.
contoh

melaksanakan tugas.

12

Tujuan

kepada

penghargaan
yang

lain

ini

dalam

4. Keanggotaan Pegawai Negeri dalam Partai Politik


Untuk menjaga netralitas dalam melaksanakan tugas dan fungsinya
agar lebih beretika dan bermoral dan agar terhindar dari kepentingan
partai politik, maka sebaiknya Pegawai Negeri tidak masuk dalam
politik praktis demi menjaga moralitas yang merupakan etika aparat
birokrasi.
5. Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil
Ketentuan

tentang

Disiplin

Pegawai

Negeri Sipil

diatur

dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980. Dalam Peraturan


Pemerintah

tersebut

antara

lain

diatur

hal-hal

sebagai

berikut : kewajiban, larangan, sanksi, tata cara pemeriksaan, tata cara


pengajuan keberatan terhadap hukuman disiplin yang kesemuanya
dapat menjadi acuan dalam beretika bagi seorang aparat Birokrasi
atau Pegawai Negeri. Peraturan Disiplin Pegawai Negeri yang menjadi
kewajiban dan harus ditaati sesuai Pasal 2 Peraturan Pemerintah
Nomor 30 Tahun 1980, antara lain mengatur tentang :
Kesetiaan terhadap Pancasila dan UUD 1945, Negara dan
Pemerintah.
Mengangkat dan mentaati sumpah/ janji Pegawai Negeri Sipil dan
sumpah/ janji jabatan berdasarkan peraturan yang berlaku serta
siap menerima sanksinya.
Menyimpan rahasia negara dan atau rahasia jabatan dengan
sebaik-baiknya.
Bekerja dengan

jujur,

tertib,

cermat,

bersemangat

untuk

kepentingan negara.
Segera melaporkan kepada atasannya, apabila mengetahui ada
hal

yang

dapat membahayakan

atau

merugikan

negara/

pemerintah, terutama di bidang keamanan, keuangan, dan

material.
Mentaati ketentuan jam kerja.
Memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat.
Bersikap adil dan bijaksana terhadap bawahannya.
Menjadi atau memberikan contoh teladan terhadap bawahannya.
13

Memberikan

kesempatan

kepada

bawahannya

untuk

meningkatkan kariernya.
Berpakaian rapi dan sopan serta bersikap dan bertingkah laku
sopan santun terhadap masyarakat, sesama pegawai dan
atasannya.
Sementara larangan bagi aparat

Birokrasi

atau

pegawai

Negeri

menurut Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun1980, yang


juga dapat dijadikan sebagai Kode Etik Birokrasi, yaitu larangan
seperti :
Melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan atau
martabat Negara, Pemerintah atau Pegawai Negeri sipil.
Menyalahgunakan wewenangnya.
Menyalahgunakan barang-barang, uang atau surat-surat berharga
milik negara.
Menerima hadiah atau sesuatu pemberian berupa apa saja dari
siapapun

yang

diketahui

atau patut

dapat

diduga

bahwa

pemberian itu bersangkutan dengan jabatan atau pekerjaan


Pegawai Negeri yang bersangkutan.
Memasuki tempat-tempat yang dapat mencemarkan kehormatan
atau martabat pegawai negeri sipil, kecuali kepentingan jabatan.
Bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya.
Bertindak selaku perantara bagi sesuatu pengusaha atau
golongan untuk mendapat pekerjaan atau peranan dari kantor/
instansi pemerintah.
Melakukan pungutan tidak sah dalam bentuk apapun juga dalam
melaksanakan tugasnya untukkepentingan pribadi, golongan atau
pihak lain.
Semua kewajiban dan larangan yang diuraikan diatas kiranya dapat
dipahami oleh Pegawai Negeri sipil selaku aparat birokrasi sebagai pagar
atau norma dan aturan yang merupakan bagian dari Etika atau kode etik
Pegawai Negeri.

14

Selain Kewajiban dan Larangan yang harus ditaati oleh Pegawai


Negeri, juga yang tidak kalah penting dalam pembentukan Etika Birokrasi
adalah sanksi atau hukuman yang setimpal dengan pelanggaran atas
ketentuan tersebut di atas. Jenis sanksi atau hukuman yang dapat dijatuhkan
kepada Pagawai Negeri sangatlah bervariasi sesuai tingkat pelanggaran,
adapun jenis sanksi tersebut menurut Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun
1980 terdiri dari :
1. Hukuman

disiplin

ringan

antara

lain

teguran

lisan, teguran

tertulis dan pernyataan tidak puas secara tertulis.


2. Jenis hukuman disiplin sedang, antara lain penundaan kenaikkan gaji
berkala untuk paling lama satu tahun, penurunan gaji sebesar satu
kali gaji berkala untuk paling lama satu tahun dan Penundaan
kenaikan pangkat untuk paling lama satu tahun.
3. Jenis hukuman disiplin berat, terdiri dari penurunan pangkat pada
pangkat

yang

setingkat

lebih

rendah

paling

lama

satu

tahun, Pembebasan dari jabatan, Pemberhentian dengan hormat tidak


atas

permintaan

sendiri

selaku

pegawai

negeri

sipil dan Pemberhentian dengan tidak hormat sebagai pegawai negeri


sipil.
Dari sanksi hukuman yang diberikan dan patut diterima bagi siapa
saja pelanggar Etika atau peraturan yang turut mengatur moralitas para
aparat birokrasi di atas, jelaslah bagi kita beratnya sanksi atau hukuman
yang telah ditentukan. Permasalahan sekarang kembali lagi kepada
penegakkan

sanksi

atas

pelanggaran

Etika

tersebut,

betul-betul

dilaksanakan atau ditegakkan kepada mereka yang melanggar atau hanya


sebatas retorika ataupun sanksi sosial saja. Sanksi sosial hanya efektif
apabila aparat PNS itu berada di tengah-tengah masyarakat, sementara
apabila dalam organisasi Birokrasi harus tegas berupa sanksi hukuman
sesuai peraturan perundang-undangan tersebut di atas.

15

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Uraian-uraian dari makalah yang disajikan di atas, hanya merupakan
konsep ideal yang diharapkan dari aparat pelaksana pemerintahan di
Indonesia yang merupakan aparat birokrasi di negara kita dengan tugas dan
fungsi pokok untuk melayani masyarakat, mengatur masyarakat dan
memberdayakan masyarakat. Fungsi-fungsi ini dapat dilaksanakan dengan
16

baik apabila Aparat Birokrasi pemerintahan dalam hal ini Pegawai Negeri
Sipil (PNS) memiliki Etika dalam bekerja.
Etika Birokrasi (Pegawai Negeri Sipil) bukan hanya sekedar retorika
yang didengungkan baik lewat Sapta Pra Setya Korpri maupun Sapta Marga
dan sederetan

Undang-undang

atau

Peraturan

Pemerintah Tentang

kepegawaian. Yang lebih penting bagaimana ketentuan-ketentuan tersebut


dapat dihayati dan diamalkan dalam berperilaku sebagai Aparat Birokrasi
dan yang tidak kalah penting yaitu bagaimana penegakkan hukum atau
sanksi yang tegas bagi para pelanggar aturan yang telah disepakati dan
ditentukan tersebut. Hukuman atau sanksi perlu ditegakkan secara merata
tanpa pandang bulu apakah dia atasan atau bawahan.
B. Saran
1. Perhatian dan pengawasan yang kurang dari atasan meminimalkan etika
yang ada dalam lingkungan kerja, karena hal itu dapat membuat para
pegawai merasa bebas melakukan apa saja tanpa takut ada teguran
maupun sanksi dari atasan, disarankan pihak yang berwewenang lebih
mengoptimalkan pengawasan agar etika tetap terjaga.
2. Dilihat dari segi kemajuan Teknologi, penggunaan CCTV sangat
diperlukan untuk menekan pelanggaran etika para PNS dalam
menjalankan pelenggaraan pemerintahan.
3. Disiplin sedapat mungkin harus dioptimalkan karena secara tidak
langsung akan pengaruhnya moral dan etika birokrasi pemerintahan.
DAFTAR PUSTAKA

Fernanda, M.Soc.Sc, Drs.Desi. 2006.Etika Organisasi Pemerintah:Modul


Pendidikan

Dan

Pelatihan

Prajabatan

Golongan

III.Jakarta.Lembaga

Administrasi Negara.
Kencana, Inu. 1991, Sistem Pemerintahan Indonesia:Jakarta.Gema Insane
Press.

17

http://aiardian.wordpress.com/2009/07/22/contoh-makalah-etikapemerintahan/
http://politikana.com/baca/2011/03/05/etika-pemerintahan.html
http://makalainet.blogspot.com/2014/01/etika-pemerintahan-2.html

18

http://bima-san.blogspot.com/2013/07/pelanggaran-atas-hak-merekjenang.html

19

Potrebbero piacerti anche