Sei sulla pagina 1di 22

Laporan Kasus

RETINOBLASTOMA PADA SEORANG ANAK

Oleh:
Prisilia D.D Sumoked
15014101316

Supervisor Pembimbing:
dr. Stefanus Gunawan, Sp.A (K), MSi, Med

PERIODE KKM:
23 Mei 2016 31 Juli 2016

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SAM RATULANGI
RSUP PROF. DR. R.D. KANDOU
MANADO
2016

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Kasus dengan judul Retinoblastoma pada Seorang Anak telah


dikoreksi, dibacakan, dan disetujui
Pada tanggal Juli 2016

Mengetahui,
Residen Pembimbing

dr. Stefan A. Suharto

Mengetahui,
Supervisor Pembimbing

dr. Stefanus Gunawan, Sp.A(K), MSi, Med

Kepala Bagian Ilmu Kesehatan Anak


FK UNSRAT/BLU RSUP. Prof. R. D. Kandou Manado

Dr. dr. Rocky Wilar, Sp.A (K)

BAB I
PENDAHULUAN

BAB II
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama

: MY

Umur

: 11 tahun 10 bulan

Tanggal lahir

: 13 September 2004

Jenis kelamin

: Laki-laki

Tanggal masuk R.S

: 15 Juli 2016

No. RM

: 47.81.91

Ditolong oleh/Partus di

: Dokter/Rumah sakit

BBL

: gram

Kebangsaan

: Indonesia

Suku

: Sangihe

Alamat

: Beo Barat

Identitas Orang Tua


Nama Ibu

: SB

Umur Ibu

: 31 tahun

Pendidikan Ibu

: SD

Pekerjaan Ibu

: IRT

Status Perkawinan Ibu

: 1 kali

Nama Ayah

: PM

Umur Ayah

: 39 tahun

Pendidikan Ayah

: SMA

Pekerjaan Ayah

: Petani

Status Perkawinan Ayah

: 1 kali

Family Tree

11 tahun 10 bulan
Anggota Keluarga
N

ANGGOTA KELUARGA

USIA

KETERANGAN

O
1
2
3
4

Ayah
Ibu
Anak laki-laki
Penderita

39 tahun
31 tahun
15 tahun
11 tahun

Sehat
Sehat
Sehat
Sehat

Penderita masuk rumah sakit tanggal 15 Juli 2016. Pasien diperiksa dan dijadikan
laporan kasus pada tanggal Juli 2016.
Anamnesis:
Anamnesis diberikan oleh : Ibu penderita
Keluhan utama:
Perut membesar sejak 1 tahun SMRS
Demam sejak 1 bulan SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien dibawa berobat ke RSUP Prof Kandou oleh orang tua dengan keluhan
utama perut membesar. Keluhan muncul sejak 1 tahun yang lalu. Perut
membesar perlahan lahan namun sejak 2 bulan terakhir, perut tampak semakin
membesar. Keluhan dialami pasien tanpa disertai rasa nyeri dan muntah. Pasien
juga mengalami demam sejak 1 bulan yang lalu. Demam bersifat naik turun,

tidak menggigil, keringat malam tidak ada. Riwayat batuk lama disangkal.
Riwayat bepergian ke luar daerah disangkal. Makan dan minum pasien normal.
BAB dan BAK normal. Pasien merupakan rujukan dari RS. Siloam dengan
diagnosis kerja suspek leukimia mieloblastik kronik.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sudah pernah mengalami keluhan yang sama pada bulan September 2015.
Pasien dirawat di RS. Siloam selama 2 minggu dengan keluhan perut membesar.
Riwayat Penyakit Keluarga
Hanya penderita yang sakit seperti ini dalam keluarga.
Riwayat Kehamilan dan Persalinan
BBL: gram lahir secara spontan pervaginam oleh dokter, lahir dari ibu P2A0
hamil aterm. Selama hamil ibu kontrol teratur sebanyak 9 kali di Puskesmas.
Mendapat suntikan TT sebanyak 2 kali. Selama hamil ibu dalam keadaan sehat.
Penyakit yang pernah dialami
Morbili

: -

Varicella

: -

Pertusis

: -

Diarrhea

: +

Cacing

: -

Batuk/pilek

:+

Kepandaian / kemajuan bayi


-

Pertama kali membalik


Pertama kali tengkurap
Pertama kali duduk
Pertama kali merangkak
Pertama kali berdiri
Pertama kali berjalan
Pertama kali tertawa
Pertama kali berceloteh
Pertama kali memanggil mama

: 3 bulan
: 4 bulan
: 6 bulan
: 7 bulan
: 10 bulan
: 10 bulan
: 3 bulan
: 5 bulan
: 9 bulan

Pertama kali memanggil papa

: 10 bulan

Anamnesis makanan terperinci sejak bayi sampai sekarang


-

ASI
PASI
Bubur susu
Bubur saring
Bubur halus
Nasi lembek

: lahir 2 tahun
: 6 bulan 1 tahun
: 6 bulan 2 tahun
::: 2 tahun 3 tahun

Riwayat Imunisasi
Jenis
Imunisasi
BCG
Polio
DTP
Campak
Hepatitis B

Dasar
II
III

I
+
+
+
+
+

+
+

+
+

IV

Ulangan
II

III

Keadaan sosial, ekonomi, kebiasaan dan lingkungan:


-

Sosio-ekonomi
Ibu bekerja sebagai ibu rumah tangga. Ayah bekerja sebagai petani.
Lingkungan
Penderita tinggal di rumah permanen beratap seng, berdinding beton, berlantai
tegel, jumlah kamar tidur 2 buah, dihuni oleh 5 orang, 3 orang dewasa dan 2
orang anak-anak. WC dan kamar mandi di dalam rumah. Sumber air minum
menggunakan air mineral isi ulang. Sumber penerangan listrik menggunakan
PLN. Penanganan sampah di bakar dan dibuang di tempat pembuangan
sampah.

Ringkasan catatan medis sebelum dijadikan kasus


Pemeriksaan Laboratorium
PARAMETER
Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit

2/5/2016
6.400 /UL
2.77x106/uL
7.6 g/dL
23.2%

HASIL
9/5/2016
2.145 /UL
3.20x106/UL
9.79 g/dL
26.2%

31/5/2016
7400 /UL
2.09x106/UL
5,9 g/dL
17.0%

Trombosit
MCH
MCHC
Eosinofil
Basofil
Netrofil Batang
Netrofil Segmen
Limfosit
Monosit
MCV
SGOT
SGPT
Ureum Darah
Creatinin Darah
Protein Total
Albumin
Globulin
Chlorida Darah
Kalium Darah
Natrium Darah
Calsium

205x103/UL
27.4 pg
32.8 g/dL
4%
0%
1%
51%
39%
5%
83.8 fL
125 U/L
14 U/L
14 mg/dL
0.3 mg/dL
7.35 g/dL
3.81 g/dL
3.54 g/dL
90.8 mEq/L
3.75 mEq/L
136 mEq/L
9.74 mg/dL

47x103/UL
30.2 pg
36.8 g/dL
0%
1%
18%
17%
60%
4%
166 U/L
9 U/L
13 mg/dL
0.2 mg/dL
91.2 mEq/L
4.33 mEq/L
136 mEq/L
9.12 mg/dL

Pemeriksaan Fisik Pada Waktu Dijadikan Kasus (03/06/2016)

105 x103/UL
28.2 pg
34.7 g/dL
0%
0%
3%
49%
44%
4%
81.3 fL
56 U/L
6 U/L
15 mg/dL
0.2 mg/dL
-

Keadaan Umum

: Tampak sakit

Kesadaran

: Compos mentis

Berat Badan

: 13,5 kg

Tinggi Badan

: 95 cm

Body Surface Area

(BSA)

( tinggi badan X berat badan ) :3600


=

(133 cm x 29,6 Kg ) :3600

= 0,5046 m2
Status Gizi

Tensi

: 90/60 mmHg

Nadi

: 120x/menit, regular, isi cukup, dan kuat angkat

Respirasi

: 24x/menit, reguler

Suhu

: 37,0C

Kulit

: Sawo matang, pucat (-), sianosis (-), turgor kembali


cepat, ikterus (-)

Kepala

Bentuk

kepala

mesochepal,

UUB

tertutup,

pembesaran KGB (+)


Mata

: Exophtalmus (-), Enophtalmus (-), TIO normal


pada perabaan, konjungtiva anemis (+), Sklera
ikterik (+), Pupil bulat isokor, Refleks cahaya (+/
+), lensa jernih, gerakan normal.

Hidung

: Bentuk normal, PCH (-), deformitas (-), sekret (-/-)

Mulut

: Sianosis (-), lidah beslag (-), gigi karies (-), mukosa


basah, perdarahan gusi (-)

Telinga

: Bentuk normal, sekret -/-

Tenggorokan

: Tonsil T1-T1 hiperemis (-), faring hiperemis (-)

Leher

: Trakea letak tengah, kaku kuduk (-), pembesaran


KGB (-)

Thoraks

: Simetris, ruang intercostal normal, precordial


bulging (-),

Harrison groove (-), pernapasan

paradoksal (-), retraksi (-)

Paru-paru

: Simetris kanan dan kiri, stem fremitus kanan =


kiri, perkusi sonor kedua lapang paru, suara
pernafasan bronkovesikuler, rhonki (-/-), wheezing
(-/-)

Jantung

: Denyut jantung 120x/menit, regular, iktus cordis


tidak tampak, batas kiri linea midklavikularis
sinistra, batas kanan linea parasternalis dextra,
batas atas ICS II-III

Abdomen

: Cembung, lemas, bising usus (+) normal, hepar


dan lien sulit dievaluasi

Genitalia

: Laki-laki normal

Kelenjar

: tidak ada pembesaran KGB

Anggota gerak

: Akral hangat, CRT 2 detik

Tulang belakang

: Deformitas (-)

Otot-otot

: Eutoni

Refleks

: Refleks fisiologis + + normal


+

Refleks patologis (-)

Asuhan Nutrisi Pediatrik:


1

Assessment (Penilaian)
Penilaian status gizi: laki-laki, 3 tahun 4 bulan, BB= 12,7 kg, TB = 95 cm,
menurut kurva WHO BB/TB penderita ini terdapat di antara -2SD dan

2SD dengan status gizi baik.


Penentuan Kebutuhan
Kebutuhan Kalori untuk anak 3 tahun dengan berat badan 12,7 kg menurut
Recommended Dietary Allowances adalah 102 kkal/kgBB/hari = 1295,4
kkal

3
4

Kebutuhan protein : 1,23 gr/kgBB/ hari = 15,621 gr/hari


Kebutuhan lemak : 30% dari energi total = 388.62 kkal/hari
Kebutuhan cairan : 115-125 ml/kgBB/hari = 1460,5-1587,5 ml/hari
Penentuan Cara Pemberian
Pemberian nutrisi melalui oral.
Penentuan Jenis Makanan

Pada pemberian makan melalui oral bentuk makanan disesuaikan dengan


usia dan kemampuan oromotor pasien. Pasien di atas 2 tahun dapat
diberikan makanan keluarga.
Pemantauan dan Evaluasi
Pemantauan dan evaluasi meliputi pemantauan terhadap akseptabilitas atau

penerimaan makanan, dan toleransi (reaksi simpang makanan). Reaksi


simpang yang dapat terjadi antara lain adalah mual/muntah, konstipasi dan
diare. Selain itu, diperlukan pemantauan efektivitas berupa monitoring
pertumbuhan. Pada pasien rawat inap, evaluasi dan monitoring dilakukan
setiap hari, dengan membedakan antara pemberian jalur oral/enteral dan
parenteral.

Resume
Anak laki-laki umur 11 tahun 10 bulan, BB 27 kg, TB 137 cm, MRS
15/07/2016 dengan keluhan utama perut membesar sejak 1 tahun yang lalu,
tanpa disertai nyeri dan muntah. Demam sejak 1 bulan yang lalu bersifat naik
turun. BAB dan BAK normal. Pasien sudah pernah dirawat di rumah sakit 1
tahun yang lalu dengan keluhan yang sama.
Keadaan umum: Tampak sakit, kesadaran compos mentis.
TD: 90/60 mmHg, N: 120x/menit, respirasi: 24x/menit, suhu: 37,0C
Kepala

: Konj anemis (+), sklera ikterik (-), RC (+/+)

Thoraks

: Simetris, retraksi (-), bising jantung (-), suara pernapasan


bronkovesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen

: Cembung, lemas, bising usus normal, hepar dan lien sulit


dievaluasi

Ekstremitas

: Akral hangat, CRT 2 detik

Diagnosis
Retinoblastoma ekstra okuli sinsitra stadium 4
Penatalaksanaan
-

Amoxicillin syr 3 x 1 1/2 cth

Etoposide 80 mg
Premed ondansentron 3 x 20 mg iv

Follow Up
03/06/2016
S: Demam (-), perdarahan sedikit-sedikit di luka kepala, nafsu makan , mata
kiri mengeluh nyeri, sulit tidur, gelisah
O: KU: Tampak sakit Kes: CM
T: 90/60 mmHg, N: 128x/menit, R: 28x/menit, S: 37,0C
Kepala

: PCH (-), proptosis OS, pembesaran KGB di daerah


preaurikular dekstra, mandibular dekstra & sinistra, parotis
dekstra dengan ukuran 2-3cm, konsistensi keras berbatas
tegas, tepi rata dan tidak ada kemerahan.

Thoraks

: Simetris, retraksi (-), cor dan pulmo dalam batas normal

Abdomen

Datar, lemas, bising usus normal, hepar dan lien tidak

teraba
Ekstremitas : Akral hangat, CRT 2 detik
A: Retinoblastoma OS dengan metastase (stadium IV) siklus 5 M1H3
P:
-

Amoxicillin syr 3 x 1 1/2 cth


Etoposide 80 mg
Premed ondansentron 3 x 20 mg iv

04/06/2016
S: Demam (-), gelisah (+), mata kiri mengeluh nyeri, intake (+)
O: KU: Tampak sakit Kes: CM
T: 90/60 mmHg, N: 130x/menit, R: 28x/menit, S: 36,7C
Kepala

: PCH (-), proptosis OS, pembesaran KGB di daerah


preaurikular dekstra, mandibular dekstra & sinistra, parotis
dekstra dengan ukuran 2-3cm, konsistensi keras berbatas
tegas, tepi rata dan tidak ada kemerahan.

Thoraks

: Simetris, retraksi (-), cor dan pulmo dalam batas normal

Abdomen : Datar, lemas, bising usus normal, hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas : Akral hangat, CRT 2 detik
A: Retinoblastoma OS dengan metastase (stadium IV) siklus 5 M1H4
P:
-

O2 1-2 l/m (k/p)


Amoxicillin syr 3 x 1 1/2 cth
Fentanyl patch

05/06/2016
S: Demam (-), gelisah (+), mata kiri mengeluh nyeri, intake (+), kemarin
muntah 5x sekarang tidak muntah
O: KU: Tampak sakit Kes: CM
T: 100/70 mmHg, N: 104x/menit, R: 26x/menit, S: 36,0C
Kepala

: PCH (-), proptosis OS, pembesaran KGB di daerah


preaurikular dekstra, mandibular dekstra & sinistra, parotis
dekstra dengan ukuran 2-3cm, konsistensi keras berbatas
tegas, tepi rata dan tidak ada kemerahan.

Thoraks

: Simetris, retraksi (-), cor dan pulmo dalam batas normal

Abdomen : Datar, lemas, bising usus normal, hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas : Akral hangat, CRT 2 detik
A: Retinoblastoma OS dengan metastase (stadium IV) siklus 5 M1H5
P: -

O2 1-2 L/menit (k/p)


Fentanyl Patch
Ondansentron 3x2mg
Oralit 100ml (1/2 gelas)/muntah

06/06/2016
S: Demam (-), gelisah (+), mata kiri mengeluh nyeri, intake (+), muntah (-)
O: KU: Tampak sakit Kes: CM
T: 100/70 mmHg, N: 120x/menit, R: 26x/menit, S: 36,2C
Kepala

: PCH (-), proptosis OS, pembesaran KGB di daerah


preaurikular dekstra, mandibular dekstra & sinistra, parotis
dekstra dengan ukuran 2-3cm, konsistensi keras berbatas
tegas, tepi rata dan tidak ada kemerahan.

Thoraks

: Simetris, retraksi (-), cor dan pulmo dalam batas normal

Abdomen : Datar, lemas, bising usus normal, hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas : Akral hangat, CRT 2 detik
A: Retinoblastoma OS dengan metastase (stadium IV) siklus 5 M1H6
P:
-

O2 1-2 L/menit (k/p)


Amoxicillin syr 3 x 1 1/2 cth
Fentanyl patch
Ondansentron 3x2mg
Oralit 100ml (1/2 gelas)/muntah

BAB III
PEMBAHASAN
Retinoblastoma merupakan hasil dari transformasi keganasan sel-sel retina
primitif sebelum mencapai diferensiasi tahap akhir. Keganasan ini terjadi karena

adanya mutasi pada gen RB1 yang terletak pada lengan panjang kromosom 13
pada lokus 14 (13q14). Gen retinoblastoma (RB1), yang terdapat pada semua
orang adalah suatu gen supresor atau anti-onkogen.

Gen ini berperan

menghasilkan suatu fosfoprotein inti dengan aktivitas pengikat DNA. Selain itu,
gen ini membuat protein (pRb) yang membantu menghentikan sel-sel untuk
tumbuh terlalu cepat. Setiap sel biasanya memiliki 2 gen RB1. Selama sel retina
memiliki setidaknya satu gen RB1 yang bekerja sebagaimana mestinya, maka
tidak akan terjadi retinoblastoma. Tapi ketika kedua gen RB1 bermutasi atau
hilang, sel dapat tumbuh menjadi tak terkendali. Hal ini dapat menyebabkan
perubahan gen lebih lanjut, yang pada gilirannya dapat menyebabkan sel menjadi
kanker. Hilangnya alel yang disebabkan oleh mutasi dapat terjadi pada sel-sel
somatik saja (retinoblastoma non-herediter) atau juga di sel-sel germinativum
(retinoblastoma herediter). Individu dengan bentuk penyakit yang herediter
memiliki satu alel yang terganggu di setiap sel tubuhnya, apabila alel pasangannya
di sel retina yang sedang tumbuh mengalami mutasi spontan maka terbentuklah
tumor. Pada bentuk yang nonherediter, kedua alel gen retinoblastoma normal di
sel retina yang sedang tumbuh di nonaktifkan oleh mutasi spontan.8,9
Usia median pasien saat datang adalah 2 tahun, walaupun tumor mungkin
sudah ada sejak lahir. Gambaran awal adalah gangguan penglihatan, strabismus,
rona keputihan di pupil (pantulan mata kucing), dan nyeri spontan atau tekan di
mata. Tumor dapat menyebar melalui invasi saraf optikus hingga ke otak, atau
melalui koroid ke jaringan lunak orbita dan tulang. Metastasis jauh dapat terjadi
pada paru-paru, tulang, serta otak. 10,11
Pada kasus, dari anamnesis awalnya didapatkan keluhan nyeri pada mata
sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit (pada tahun 2015), mata bengkak dan
merah. Dijelaskan oleh orang tua bahwa penderita mempunyai riwayat mata
bengkak, dan nyeri sejak 6 bulan sebelum masuk rumah sakit. Dan juga terdapat
keluhan mata kanan penderita seperti terdapat selaput warna putih, namun setelah
3 hari kemudian selaput tersebut menghilang.
Pemeriksaan yang sangat penting untuk diagnosis adalah pemeriksaan mata
di bawah anastesi pada keadaan pupil dilatasi maksimal, dengan oftalmoskopi
indirek dan penekanan sklera oleh dokter ahli mata yang sudah berpengalaman. 12

Ultrasonografi dapat membantu untuk membuat diagnosis banding dari anak-anak


dengan leukokoria. Pemeriksaan USG orbita dapat mengetahui ukuran tumor dan
dapat mendeteksi adanya kalsifikasi dalam tumor. CT scan dan MRI sangat
berguna untuk mengevaluasi nervus optikus, orbital, keterlibatan sistem saraf
pusat dan adanya kalsifikasi intraokular. Aspirasi dan biopsi sumsum tulang serta
pungsi lumbal untuk pemeriksaan sitologi sangat dianjurkan apabila ada bukti
penyebaran ekstraokuler. Saat pasien mengeluh nyeri tulang (kemungkinan
metastasis ke tulang) scan tulang diindikasikan.11,12
Pada kasus, dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit,
kesadaran compos mentis, pada inspeksi penderita terlihat pucat dan proptosis OS.
Hepar dan lien dalam batas normal. Terdapat pembesaran KGB di daerah
preaurikular dekstra, mandibula dekstra & sinistra, dan parotis dekstra. Dari
pemeriksaan laboratorium tanggal 06/06/2016, didapatkan hemoglobin 6,9 g/dL,
leukosit 3800/uL, eritrosit 2,55x106/uL, hematokrit 21,2%, trombosit 44x103/uL,
MCH 27,1 pg, MCHC 32,5 g/dL, MCV 83,0 fL, SGOT 121 U/L, SGPT 10 U/L,
ureum darah 38 mg/dL, creatinin darah 0,2 mg/dL.
Retinoblastoma adalah tumor yang berasal dari neuroepithelial yang dapat
diklasifikasikan sebagai salah satu dari primitive neuroectodermal tumours anakanak. Secara histologi terdiri dari sel-sel yang kecil, undifferentiated, dan
anaplastik dengan sitoplasma sangat sedikit, nucleus besar dan akan tercat secara
jelas dengan hematoksilin, berasal dari dinding inti. Kalsifikasi terjadi pada
daerah nekrotik dan ini adalah gambaran umum dari tumor yang besar.
Retinoblastoma dapat meluas keluar bola mata, menuju sepanjang nervus optikus
dan atau subarachnoid ke kiasma, otak dan meningen. Metastatik retinoblastoma
biasanya mengenai sistem saraf pusat berupa masa solid atau lesi multipel atau
merata dengan leptomeningeal. Tumor ini dapat juga meluas ke muka, limfonodi
preaurikular dan tulang kepala. Selain itu penyebaran hematogen termasuk ke
tulang, sumsum tulang, dan jarang ke hati, paru-paru atau beberapa organ lain.7
Klasifikasi berdasarkan International Staging System for Retinoblastoma (ISSRB)
:13,14
Stadium 0

: Pasien diterapi secara konservatif

Stadium I

: Enukleasi mata, reseksi komplit secara histopatologik

Stadium II

: Enukleasi mata, terdapat residu tumor mikroskopik

Stadium III

: Ekstensi regional

a. melebihi orbita
b. terdapat pembesaran KGB preaurikular atau KGB servikal
Stadium IV

: Terdapat metastasis

a. metastasis hematogen : 1) lesi tunggal, 2) lesi multipel


b. perluasan ke SSP : 1) lesi prechiasma, 2) massa intrakranial/SSP, 3) tumor
mencapai leptomeningeal
Dua aspek penatalaksanaan retinoblastoma harus diperhatikan, pertama
adalah pengobatan lokal untuk jenis intraokular, dan kedua adalah pengobatan
sistemik untuk jenis ekstraokular, regional dan metastatik. Di negara berkembang,
retinoblastoma biasanya didiagnosis setelah menyebar ke ekstraokular. Pada kasus
seperti ini, tujuan terapi adalah untuk menjaga kehidupan pasien, karena kematian
sangat mungkin akan terjadi karena metastasis.12
Jenis terapi :
-Pembedahan
Enukleasi adalah terapi yang paling sederhana dan aman untuk retinoblastoma.
Pemasangan bola mata palsu dilakukan beberapa minggu setelah prosedur ini,
untuk meminimalkan efek kosmetik. Apabila enukleasi dilakukan pada dua
tahun pertama kehidupan, asimetri wajah akan terjadi karena hambatan
pertumbuhan orbita. Enukleasi dianjurkan apabila terjadi glaukoma, invasi ke
rongga anterior atau terjadi rubeosis iridis, dan apabila terapi lokal tidak dapat
di evaluasi karena katarak atau gagal untuk mengikuti pasien secara lengkap
atau teratur. Enukleasi dapat ditunda atau ditangguhkan apabila pada saat
diagnosis tumor sudah menyebar ke ekstraokular. 12,15
- External beam radiotherapy (EBRT)
Retinoblastoma

merupakan

tumor

yang

radiosensitif

dan

radioterapi

merupakan terapi elektif lokal untuk kasus ini. Keberhasilan EBRT tidak hanya
ukuran tumor, tetapi tergantung teknik dan lokasi. Gambaran regresi setelah
radiasi akan terlihat dengan oftalmoskopi. Sebagian besar kasus rekurensi
setelah radiasi dapat diterapi lagi dengan cryo atau fotokoagulasi. Efek
samping jangka panjang dari radioterapi harus diperhatikan. Seperti enukleasi,
dapat terjadi komplikasi hambatan pertumbuhan tulang orbita, yang akhirnya

akan menyebabkan gangguan kosmetik. Hal yang lebih penting adalah


terjadinya malignansi sekunder. 12,15
- Radioterapi plaque
Radioaktif episkeral plaque menggunakan

60

Co,

106

Ru, atau

125

I makin sering

digunakan untuk mengobati retinoblastoma. Cara ini biasanya digunakan untuk


tumor yang ukurannya kecil sampai sedang yang tidak setuju dengan kryo atau
fotokoagulasi, pada kasus yang residif setelah EBRT, tetapi akhir-akhir ini juga
digunakan pada terapi awal, khususnya setelah kemoterapi. Belum ada bukti
bahwa cara ini akan menimbulkan malignansi sekunder. 12,15
- Kryo dan fotokoagulasi
Cara ini digunakan untuk mengobati tumor kecil (kurang dari 5 mm) dan dapat
diambil. Cara ini sudah luas digunakan dan dapat diulang beberapa kali sampai
kontrol lokal tercapai. Kryoterapi biasanya ditujukan untuk tumor bagian depan
dan dilakukan dengan petanda kecil yang diletakkan di konjungtiva. Sementara
fotokoagulasi secara umum digunakan untuk tumor bagian belakang baik
menggunakan laser argon atau xenon. Fotokoagulasi tidak boleh diberikan pada
tumor dekat macula atau diskus optikus, karena bisa meninggalkan jaringan
parut yang nantinya akan menyebabkan ambliopi. Kedua cara ini sedikit
menyebabkan komplikasi jangka panjang. 12,15
- Kemoterapi
Pendekatan ini digunakan pada kasus-kasus yang tidak dilakukan EBRT atau
enukleasi, khususnya kasus yang telah lanjut. Carboplatin baik sendiri atau
dikombinasi dengan vincristine dan VP16 atau VM26 sudah digunakan. 12,15
Penentuan stadium secara histopatologi setelah enukleasi sangat penting untuk
menentukan risiko relaps. Banyak peneliti memberikan kemoterapi adjuvant
untuk pasien-pasien retinoblastoma intraokular dan memiliki faktor risiko
potensial seperti nervus optikus yang pendek (<5mm), tumor undifferentiated,
atau invasi ke nervus optikus prelaminar. Kemoterapi intratekal dan radiasi
intracranial untuk mencegah penyebaran ke otak tidak dianjurkan. 12,15
Apabila penyakitnya sudah menyebar ke ekstraokular, kemoterapi awal
dianjurkan. Obat yang digunakan adalah carboplatin, cisplatin, etoposid,
teniposid, siklofosfamid, ifosfamid, vinkristin, adriamisin, dan akhir-akhir ini

adalah dikombinasi dengan idarubisin. Meskipun laporan terakhir menemukan


bahwa invasi keluar orbita dan limfonodi preauricular dihubungkan dengan
keluaran yang buruk, sebagian besar pasien ini akan mencapai harapan hidup
yang panjang dengan pendekatan kombinasi kemoterapi, pembedahan, dan
radiasi. Meskipun remisi bisa dicapai oleh pasien dengan metastasis, biasanya
mempunyai kehidupan pendek. Hal ini biasanya dikaitkan dengan ekspresi
yang berlebihan p 170 glikoprotein pada sel retinoblastoma, yang dihubungkan
dengan multidrug resistance terhadap kemoterapi. 12,15
Pada kasus, penderita sudah mendapatkan pengobatan kemoterapi
vincristine, carboplatin, dan etoposid. Juga sudah dilakukan enukleasi pada
mata kanan dan mendapatkan terapi paliatif.
Pasien dengan retinoblastoma unilateral, memiliki prognosis baik untuk
visual pada mata yang tidak terlibat. Sementara itu, pasien dengan
retinoblastoma bilateral, prognosis untuk visualnya tergantung pada lokasi dan
tingkat keterlibatan serta pengobatan yang efektif. Suatu studi melaporkan
bahwa di antara pasien dengan retinoblastoma bilateral yang diterapi secara
konservatif, 50 persen mencapai penglihatan 20/40 atau lebih baik pada satu
mata saat berusia 8 tahun. Angka harapan hidup meningkat dari pasien
retinoblastoma berkaitan dengan diagnosis dini dan metode pengobatan yang
dilakukan.16
Pada kasus, prognosis ad vitam adalah dubia ad malam karena mata kanan
penderita telah dilakukan enukleasi dan mata kiri penderita telah didiagnosa
dengan retinoblastoma okuli sinstra dengan metastase (stadium IV) dan
terdapat proptosis. Prognosis ad functionam adalah dubia ad malam oleh
karena fungsi dari mata kanan dan kiri penderita sudah tidak dapat digunakan
lagi sehingga mempengaruhi aktivitas hidup setiap hari, sedangkan prognosis
ad sanationam adalah dubia ad malam oleh karena retinoblastoma telah
melakukan ekstensi keluar dari mata dan terdapat pembesaran kelenjar getah
bening antara lain di daerah preaurikular dekstra, mandibular dekstra dan
sinistra, serta parotis dekstra.
Secara keseluruhan prognosis pada kasus ini adalah dubia ad malam
karena sel-sel kanker telah menyebar keluar dari orbita, keadaan

umum

penderita nampak

lemah, dan penderita merupakan pasien retinoblastoma

okuli sinistra dengan metastase (stadium IV).

Lampiran

DAFTAR PUSTAKA
1

Sah KP, Saiju R, Roy P, Kayle S. Retinoblastoma: Ten Years Experience at

Kanti Childerns Hospital. JNMA J Nepal Med Assoc. 2013;52:576-9.


Rangamani S, SathisKumar K, Manoharan N, Julka PK, Rath GK, dkk.
Paediatric Retinoblastoma in India: Evidence From the National Cancer

Registry Programme. Asian Pac J Cancer Prev. 2015;16:4193-8.


Batra A, Kumari M, Paul R, Patekar M, Dhawan D, dkk. Quality of Life
Assesment in Retinoblastoma: A Cross-Sectional Study of 122 Survivors

from India. Pediatr Blood Cancer. 2016;63:313-17.


Subramaniam S, Rahmat J, Rahman NA, Ramasamy S, Bhoo-Pathy N,
dkk. Presentation of Retinoblastoma Patiens in Malaysia. Asian Pac. J.

Cancer Prev. 2014;15:7863-7.


Elzomor H, Taha H, Aleieldin A, Nour R, Zaghloul M.S. High Risk
Retinoblastoma: Prevalence and Success of Treatment in Developing

Countries. Ophthalmic Genetics. 2015;36:287-9.


Dharmawidiarini D, Prijanto, Soebagjo HD. Ocular Survival Rate
Penderita Retinoblastoma Yang Telah Dilakukan Enukleasi Atau
Eksenterasi di RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Jurnal Oftalmologi

Indonesia. 2010;7:94-102.
Rosdiana N. Gambaran Klinis dan Laboratorium Retinoblastoma. Sari

Pediatri. 2011; 12:31-21.


Sachdapul H. Karakteristik Pasien Retinoblastoma di RSUP H. Adam
Malik Medan tahun 2008-2011 [skripsi]. [Medan]: Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara; 2012.

American Cancer Society. Retinoblastoma. 3 Desember 2015 [dikunjungi


tanggal 3 Juli 2016]. Tersedia dalam :
http://www.cancer.org/acs/groups/cid/documents/webcontent/003135-

pdf.pdf
10 Maitra A, Kumar V. Penyakit Genetik dan Anak. Dalam: Kumar V, Cotran
RS, Robbins SL, editor. Buku Ajar Patologi Robbins. Edisi 7. Jakarta:
EGC; 2007. h. 238-296.
11 Suprapto N, Irawati Y. Retinoblastoma. Dalam: Tanto C, Liwang F,
Hanifati S, Pradipta EA, editor. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi IV.
Jakarta: Media Aesculapius;2014. h. 406.
12 Sutaryo, Hagung P. Retinoblastoma. Dalam : Permono HB, Sutaryo,
Ugrasena IDG, Windiastuti E, Abdulsalam M, Editor. Buku Ajar
Hematologi Onkologi Anak. Cetakan Keempat. Jakarta : Badan Penerbit
IDAI; 2012. h. 302-09.
13 Bakti Husada, 2011. Pedoman Penemuan Dini Kanker Pada Anak.
Kementerian Kesehatan RI Direktorat Jendral PP & PL Direktorat
Pengendalian Penyakit Tidak Menular. Tersedia dalam :
http://pptm.depkes.go.id/cms/frontend/ebook/Buku_Pedoman_ca_anak__
20-2-2012.pdf. [dikunjungi tanggal 3 Juli 2016].
14 Komite Penanggulangan Kanker Nasional.

Panduan

Nasional Penanganan Kanker Retinoblastoma. Kementerian


Kesehatan Republik Indonesia. 2015;1:1-7.
15 Pandey

AN.

Retinoblastoma

An

Overview.

Saudi

Journal

of

Ophthalmology. 2014;28:31015.
16 Kaiser PK, Scott IU, O'Brien JM, Murray TG. Retinoblastoma. 13 Januari
2003 [dikunjungi tanggal 2 Juli 2016]. Tersedia dalam:
http://www.djo.harvard.edu/site.php?url=/patients/pi/436

Potrebbero piacerti anche