Sei sulla pagina 1di 95

PERKEMBANGAN PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

DI PONDOK PESANTREN KHOZINATUL ULUM BLORA




SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Tugas dan Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam
Ilmu Pendidikan Islam












Oleh :

IMAM MASYHURI
NIM : 073111060


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2011



PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Imam Masyhuri
NIM : 073111060
Jurusan/Program Studi : Pendidikan Agama Islam
menyatakan bahwa skripsi ini secara keseluruhan adalah hasil penelitian/karya
saya sendiri, kecuali bagian tertentu yang dirujuk sumbernya.



























KEMENTERIAN AGAMA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
FAKULTAS TARBIYAH
Jl. Prof. Dr. Hamka (Kampus II) Ngaliyan Telp. 024 - 7601295 Semarang 50185

PENGESAHAN
Naskah skripsi dengan:

Judul : Perkembangan Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di
Pondok Pesantren Khozinatul Ulum Blora
Nama : Imam Masyhuri
NIM : 073111060
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Program Studi : Pendidikan Agama Islam
telah diujikan dalam sidang munaqasah oleh Dewan Penguji Fakultas Tarbiyah
IAIN Walisongo dan dapat diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
sarjana dalam Ilmu Pendidikan Islam.

Semarang, 15 Desember 2011

DEWAN PENGUJI






KEMENTERIAN AGAMA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
FAKULTAS TARBIYAH
Jl. Prof. Dr. Hamka (Kampus II) Ngaliyan Telp. 024 - 7601295 Semarang 50185

NOTA PEMBIMBING Semarang, 28 November 2011
Kepada
Yth. Dekan Fakultas Taarbiyah
IAIN Walisongo
Di Semarang
Assalamualaikum wr. wb.
Dengan ini diberitahukan bahwa saya telah melakukan bimbingan, arahan dan
koreksi naskah skripsi dengan:
Judul : Perkembangan Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di
Pondok Pesantren Khozinatul Ulum Blora
Nama : Imam Masyhuri
NIM : 073111060
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Program Studi : Pendidikan Agama Islam
Saya memandang bahwa naskah skripsi tersebut sudah dapat diajukan kepada
Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo untuk diujikan dalam sidang Munaqasah.
Wassalamualaikum wr. wb.


















KEMENTERIAN AGAMA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
FAKULTAS TARBIYAH
Jl. Prof. Dr. Hamka (Kampus II) Ngaliyan Telp. 024 - 7601295 Semarang 50185

NOTA PEMBIMBING Semarang, 28 November 2011
Kepada
Yth. Dekan Fakultas Tarbiyah
IAIN Walisongo
Di Semarang
Assalamualaikum wr. wb.
Dengan ini diberitahukan bahwa saya telah melakukan bimbingan, arahan dan
koreksi naskah skripsi dengan:
Judul : Perkembangan Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di
Pondok Pesantren Khozinatul Ulum Blora
Nama : Imam Masyhuri
NIM : 073111060
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Program Studi : Pendidikan Agama Islam
Saya memandang bahwa naskah skripsi tersebut sudah dapat diajukan kepada
Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo untuk diujikan dalam siding Munaqasah.
Wassalamualaikum wr. wb.

















ABSTRAK
Judul : Perkembangan Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di Pondok
Pesantren Khozinatul Ulum Blora
Nama : Imam Masyhuri
NIM : 073111060

Skripsi ini membahas tentang perkembangan pelaksanaan pendidikan
agama Islam yang dikategorisasikan dalam perkembangan lembaga, kurikulum,
dan sarana prasarana di pondok pesantren Khozinatul Ulum Blora, serta faktor-
faktor terjadinya perkembangan dalam satu dekade terakhir, yaitu mulai tahun
2000 sampai tahun 2010. Kajian ini dilatar belakangi oleh maraknya pembaharuan
atau perkembangan pendidikan di pesantren dengan mengacu pada profil
pendidikan pesantren ideal. Penelitian ini dimaksudkan untuk menjawab
permasalahan : (1) Bagaimanakah perkembangan pelaksanaan pendidikan agama
Islam di pondok pesantren Khozinatul Ulum Blora? (2) Apa faktor perkembangan
pelaksanaan pendidikan agama Islam di pondok pesantren Khozinatul Ulum
Blora? Permasalahan tersebut dibahas melalui studi lapangan yang dilaksanakan
di Pondok Pesantren Khozinatul Ulum Blora. Pesantren tersebut dijadikan sebagai
obyek penelitian untuk mendapatkan informasi tentang perkembangan lembaga,
kurikulum, dan sarana prasarana serta faktor-faktor terjadinya perkembangan.
Datanya diperoleh dari hasil wawancara bebas terpimpin, observasi partisipan,
dan studi dokumentasi. Semua data dianalisis dengan analisis deskriptif, data
tersebut dideskripsikan sehingga dapat memberikan kejelasan sesuai kenyataan
realita yang ada di lapangan. Hasil analisa berupa pemaparan gambaran mengenai
situasi yang diteliti dalam bentuk uraian naratif. Uraian pemaparan harus
sistematik dan menyeluruh sebagai satu kesatuan dalam konteks lingkungannya
juga sistematik dalam penggunaannya sehingga urutan pemaparannya logis dan
mudah diikuti maknanya. Adapun langkah-langkah analisis yang peneliti lakukan
selama di lapangan adalah sebagai berikut: (1) Mereduksi atau merangkum data,
memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting. (2) Setelah
data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data, sehingga
data dapat terorganisasikan dan dapat semakin mudah dipahami. (3) Conclution
atau penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang ditemukan
masih bersifat sementara dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang
kuat mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya.
Kajian ini menunjukkan bahwa: (1) Pelaksanaan pendidikan agama di
pondok pesantren Khozinatul Ulum Blora dalam satu dekade terakhir secara garis
besar dapat dikatakan berkembang. Hal ini dapat dilihat dari lembaga pendidikan,
kurikulum, dan sarana prasarannya yang hampir semuanya mengalami
perkembangan. Pertama, Perkembangan lembaga pendidikan dalam satu dekade
terakhir adalah munculnya Madrasah Ibtidaiyyah sebagai pelengkap lembaga
pendidikan yang lebih dulu ada dan Sekolah tinggi Ilmu Ushuluddin (STIU)
sebagai lanjutan dari lembaga pendidikan sebelumnya (MTs dan MA). Kedua,
kurikulum pendidikan agama Islam dalam satu dekade terakhir juga mengalami
perkembangan, seperti penguasaan komputer atau internet, tataboga, bordir atau



menjahid, pelatihan-pelatihan kepemimpinan dan jurnalistik, kursus bahasa Arab
dan Inggris. Ketiga, Sarana prasarana sebagai salah satu sumber daya yang
menjadi tolok ukur mutu pendidikan dalam satu dekade terakhir juga mengalami
perkembangan yang tergolong baru. Hal ini terlihat dari hampir seluruh sarana
prasarana yang ada di pondok pesantren Khozinatul Ulum ini banyak yang mulai
dikembangkan setelah tahun 2001 sampai sekarang. (2) Perkembangan-
perkembangan di atas hampir seluruhnya terjadi karena faktor-faktor internal,
seperti halnya: (1) Keinginan dari pengasuh pribadi untuk mengembangkan
pesantren agar pesantren tersebut dapat dijangkau oleh semua kalangan. Sebab
embrio pondok pesantren Khozinatul Ulum tersebut adalah pondok pesantren
Quran. (2) Agar dapat menyesuaikan dengan zaman, dalam arti kebutuhan santri
dalam hal pengetahuan - menurut pengasuh - di era globalisasi ini tidak sama
dengan kebutuhan santri 50 tahun yang lalu. (3) Mengembangkan bakat dan minat
santri agar setidaknya nantinya alumni pondok pesantren Khozinatul Ulum ini
bisa ikut serta berperan di masyarakat, sebab menurut pengasuh tidak semua yang
nyantri di pondok pesantren tersebut bercita-cita ingin menjadi seorang kyai. (4)
Banyaknya santri kecil yang masih se-usia SD juga menjadi salah satu faktor
terjadinya perkembangan. (5) Ingin menciptakan lembaga pendidikan yang dapat
memberikan berbagai bidang ilmu agama maupun umum untuk semua usia.






























TRANSLITERASI ARAB LATIN
Penelitian transliterasi huruf-huruf Arab Latin dalam skripsi ini berpedoman pada
SKB Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan R.I Nomor:
158/1987 dan Nomor: 0543b/Untuk1987. Penyimpangan penelitian kata sandang
(al-) disengaja secara konsisten agar sesuai teks Arabnya.

a t}
b z}
t
s| gh
j f
h} q
kh k
d l
z| m
r n
z w
s h
sy
s} y
d}

Bacaan madd: Bacaan diftong:
a> = a panjang

= au
i> = I panjang

= a
u> = u panjang







KATA PENGANTAR
O) *.- ^}4uOO-
1gOO-
Alhamdulillhi rabbill aalamiin. Segenap puji syukur peneliti panjatkan
ke hadirat Allah swt, yang telah melimpahkan petunjuk, bimbingan dan kekuatan
lahir batin kepada peneliti, sehingga penelitian hasil dari sebuah usaha ilmiah
yang sederhana ini guna menyelesaikan tugas akhir kesarjanaan terselesaikan
dengan sebagaimana mestinya.
Sholawat dan salam semoga dilimpahkan oleh-Nya kepada junjungan kita
Nabi Besar Muhammad saw, sosok historis yang membawa proses transformasi
dari masa yang gelap gulita ke zaman yang penuh peradaban ini, juga kepada para
keluarga, sahabat serta semua pengikutnya yang setia disepanjang zaman.
Penelitian yang berjudul Perkembangan Pelaksanaan Pendidikan
Agama Islam di Pondok Pesantren Khozinatul Ulum Blora ini pada dasarnya
disusun untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Islam pada Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang. Karya ini merupakan
salah satu sudut pandang bagi kita dalam melihat suatu fenomena yang ada dalam
dunia pendidikan, Karena dengan ini peneliti telah banyak belajar, berfikir,
berimajinasi, mencurahkan segenap kemampuan dalam hal pemikiran, kreativitas
dan ketelitian untuk memenuhi kebutuhan curiosity (rasa ingin tahu) peneliti.
Usaha dalam menyelesaikan skripsi ini memang tidak bisa lepas dari
berbagai kendala dan hambatan, tetapi dapat peneliti selesaikan juga walaupun
masih banyak kekurangan yang ada. Oleh karena itu izinkan peneliti
mengucapkan terima kasih kepada hamba-hamba Allah yang membantu peneliti
sehingga karya sederhana ini bisa menjadi kenyataan, bukan hanya angan dan
keinginan semata, diantaranya kepada:
1. Prof. Dr. H. Muhibbin, M.Ag. Rektor IAIN Walisongo Semarang.
2. Dr. Sudja`i, M.Ag. Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang.
3. Nasirudin, M.Ag. Ketua Jurusan dan H. Mursid, M.Ag. selaku Sekretaris
Jurusan Pendidikan Agama Islam IAIN Walisongo yang telah membantu
dalam kelancaran pembuatan skripsi ini.



4. Ismail SM, M.Ag. selaku Dosen Pembimbing I dan Dr. Musthofa, M.Ag.
selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, pengarahan
dan motivasi kepada peneliti sampai skripsi ini selesai.
5. Ani Hidayati, M.Pd. dosen wali studi peneliti dan seluruh Bapak/Ibu Dosen,
karyawan, pegawai IAIN Walisongo, yang telah memberikan ilmunya kepada
peneliti, serta kepada seluruh civitas akademika Fakultas Tarbiyah IAIN
Walisongo Semarang.
6. KH. Muharror Ali, selaku pengasuh pondok pesantren Khozinatul Ulum
Blora yang telah memberikan izin dan informasi kepada peneliti atas
selesainya skripsi ini.
7. Bapak/ibuku tercinta (Bpk. Nur Sholihin dan Ibu Mursyidah) yang telah
berjuang dan tiada henti-hentinya selalu mendoakan dengan tulus selama
peneliti studi.
8. Istriku tercinta Hj. Umroh Abdul Wachid yang tak henti-hentinya selalu
mendoakan dan memberikan dukungan dengan ikhlas.
9. Adek-adekku (Masyruhatun, Mustaqim, Hamdan Adib, Rohmah Arofah)
yang aku sayangi dan aku banggakan, semoga kalian menjadi anak yang
sholeh dan solehah sehingga menjadi generasi bangsa yang berguna bagi
agama, orang tua, bangsa dan Negara.
10. Keluarga Besarku (mertua, kakak, dan adik-adikku) yang ada di Bandungsari,
yang selalu mendoakan dan memberikan dukungan dengan ikhlas.
11. Seluruh teman-temanku paket B Fakultas Tarbiyah Jurusan PAI angkatan
tahun 2007 dan khususnya kepada Dzannurain, Ahmad Sholihin, dan Gendut,
yang tak henti-hentinya selalu memberikan masukan-masukan atas penelitian
skripsi ini, semoga Allah membalas kebaikan kalian dengan balasan yang
setimpal.
12. Serta berbagai pihak yang tidak mungkin peneliti sebutkan satu persatu hanya
ucapan terima kasih dari lubuk hati yang terdalam peneliti haturkan dan
semoga amal dan jasa baik sahabat-sahabat akan dicatat sebagai amal
kebajikan dan dibalas sesuai amal perbuatan oleh Allah SWT.



Akhirnya, peneliti sadar bahwa dalam penelitian skripsi ini masih terdapat
banyak kekurangan. Namun, terlepas dari kekurangan yang ada, kritik dan saran
yang konstruktif sangat peneliti harapkan untuk perbaikan di masa yang akan
datang. Besar harapan peneliti, skripsi ini dapat bermanfaat bagi diri sendiri
maupun orang lain.



























DAFTAR ISI




Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................................. i
PERNYATAAN KEASLIAN ..................................................................... ii
PENGESAHAN .......................................................................................... iv
NOTA PEMBIMBING .............................................................................. v
ABSTRAK ................................................................................................... vii
TRANSLITERASI ARAB LATIN ............................................................. viii
KATA PENGANTAR ................................................................................ ix
DAFTAR ISI .............................................................................................. xii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................. 9
C. Manfaat Penelitian ................................................................ 9
BAB II : LANDASAN TEORI
A. Kajian Pustaka ...................................................................... 11
B. Kerangka Teoritik : Profil Pendidikan Pesantren Ideal ........... 13
1. Hasil Pendidikan Pesantren ............................................... 28
2. Urgensi Pendidikan Pesantren ........................................... 31
BAB III : METODE PENITIAN
A. Jenis Penelitian ...................................................................... 39
B. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................ 39
C. Sumber Data .......................................................................... 40
D. Fokus Penelitian .................................................................... 40
E. Teknik Pengumpulan Data ..................................................... 41
F. Teknik Analisis Data ............................................................. 43
BAB IV : Analisis Perkembangan Pelaksanaan Pendidikan Agama
Islam Di Pondok Pesantren Khozinatul Ulum Blora
A. Profil Pondok Pesantren Khozinatul Ulum Blora ................... 45
1. Sejarah Singkat Berdirinya ............................................. 45
2. Letak Geografis .............................................................. 48
3. Struktur Kepengurusan ................................................... 49



4. Keadaan Santri dan Tenaga Pengajar ............................... 53
5. Kegiatan Santri ............................................................... 55
6. Metode Pembelajaran ..................................................... 57
B. Perkembangan Lembaga Pendidikan Agama Islam di Pondok
Pesantren Khozinatul Ulum Blora .......................................... 60
C. Perkembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di
Pondok Pesantren Khozinatul Ulum Blora ............................. 63
D. Perkembangan Sarana Prasarana Pendidikan Agama Islam di
Pondok Pesantren Khozinatul Ulum Blora ............................. 67
E. Faktor-faktor Terjadinya Perkembangan Pelaksanaan
Pendidikan Agama Islam di Pondok Pesantren Khozinatul
Ulum Blora ............................................................................ 70
BAB V : PENUTUP
A. Simpulan .............................................................................. 72
B. Saran-saran ........................................................................... 73
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP




















BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lembaga pendidikan yang memainkan perannya di Indonesia jika dilihat
dari struktur internal pendidikan Islam serta praktek-praktek pendidikan yang
dilaksanakan, ada empat kategori.
1

Pertama, pendidikan pondok pesantren,
2
yaitu pendidikan Islam yang
diselenggarakan secara tradisional, bertolak dari pengajaran secara Quran dan
Hadis dan merancang segenap kegiatan pendidikannya. Kedua, pendidikan
madrasah, yakni pendidikan Islam yang diselenggarakan di lembaga-lembaga
model Barat yang mempergunakan metode pengajaran klasikal, dan berusaha
menanamkan Islam sebagai landasan hidup ke dalam diri para siswa. Ketiga,
pendidikan umum yang bernafaskan Islam, yaitu pendidikan Islam yang dilakukan
melalui pengembangan suasana pendidikan yang bernafaskan Islam dilembaga-
lembaga pendidikan yang menyelenggarakan program pendidikan yang bersifat
umum. Keempat, pelajaran agama Islam yang diselenggarakan di lembaga-
lembaga pendidikan umum sebagai suatu mata pelajaran atau mata kuliah saja.
Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia, akhir-akhir ini
menarik untuk dicermati kembali.
3

M. Dian Nafi dkk, dalam bukunya yang berjudul Praksis Pembelajaran
Pasantren, menjelaskan bahwa sejumlah pesantren ada yang mengambil model
kembali perawatan tradisi dan ada pula yang memilih ke pembaruan. Dan di
antara dua kutub itu ada beberapa pesantren yang mengambil jalan tengah.

1
Yasmadi, Modernisasi Pesantren (Kritik Nurcholish Madjid Terhadap Pendidikan
Islam Tradisional), (Jakarta: Quantum Teaching, 2005), hlm. 58.

2
Selain istilah pesantren (Jawa, Sunda, dan Madura), ditemukan juga istilah lain
dengan makna yang sama, yakni dayah atau rangkang (Aceh), dan surau (Minangkabau).
Lihat Dawam Raharjo (ed), dalam Pesantren dan Pembaruan, cet, ke-V, (Jakarta : Penerbit
LP3ES, 1995), hlm. 2.

3
Yasmadi, Modernisasi Pesantren (Kritik Nurcholish Madjid Terhadap Pendidikan
Islam Tradisional), hlm. 59.



Masing-masing dengan pertimbangan dan konsekuensinya. Jika dilihat dari segi
kurikulum, maka penyesuaian yang ditempuh pesantren adalah:
1. Melengkapi diri dengan madrasah/sekolah berkurikulum pemerintah.
Konsekuensinya adalah kekhasan pesantren sebagai lembaga pendidikan
agama Islam yang mencetak mutafaqqih fi ad-din berkurang intensitasnya.
2. Mengembangkan kurikulum sendiri dan tidak mengadopsi kurikulum
pemerintah.
3. Menggabungkan kurikulum pesantren dengan kurikulum pemerintah.
4. Menyelenggarakan dua jalur pendidikan yang masing-masing dirancang
untuk melayani kelompok santri yang berbeda. Satu jalur dengan kurikulum
pesantren, dan satu jalur lainnya dengan kurikulum pemerintah.
Konsekuensinya, pesantren harus rela mengelola segi-segi menejerial yang
lebih rumit.
4

Pada awal perkembangannya dan bahkan hingga awal era 70-an,
5

pesantren pada umumnya dipahami sebagai lembaga pendidikan agama yang
bersifat tradisional yang tumbuh dan berkembang di masyarakat pedesaan melalui
suatu proses sosial yang unik. Saat itu, dan bahkan hingga sekarang, selain
sebagai lembaga pendidikan, pesantren juga berperan sebagai lembaga sosial yang
berpengaruh, keberadaannya memberikan pengaruh dan warna keberagamaan
dalam kehidupan masyarakat sekitarnya; tidak hanya di wilayah administrasi
pedesaan, tetapi tidak jarang hingga melintasi daerah kabupaten di mana pesantren
itu berada.
6


4
M. Dian Nafi, dkk, Praksis Pembelajaran Pesantren, (Jogjakarta: Instite For Trining
and Development (ITD) Amhers MA, Forum Pesantren Yayasan Salasih, 2007), hlm. 1-2.

5
Seiring dengan maraknya gejala responsibilitas-reaksionis masyarkat pesantren
terhadap Keputusan Presiden (Keppres) NO 34 Tahun 1972 dan Intruksi Presiden (Inpres) No. 15
Tahun 1974 yang ditindaklanjuti dengan lahirnya Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri;
Mendigbud, Menag, dan Mendagri, yang pada intinya mempertahankan eksisitensi madrasah dan
pesantren, walau dengan ketentuan mengikuti kurikulum nasional, era 70-an kemudian dipahami
sebagai awal maraknya pergerakan santri urban. Sejak itu, diakuinya eksistensi madrasah dan
pesantren, secara tidak langsung telah memberikan pengaruh kepada pelaku pendidikan pesantren
untuk meninggalkan sumberdaya manusiannya dengan cara melanjutkan pendidikan ke bangku
kuliah, di samping urbanisasi juga diorientasikan untuk meningkatkan taraf hidup mereka.

6
HM. Amin Haedari, dkk, Masa Depan Pesantren dalam Tantangan Modernitas dan
Tantangan Komplesitas Global, (Jakarta: Ird Press, 2004), hlm. 80-81.



Untuk itu terlihat beberapa model pengembangan pesantren. Pertama,
mengembangkan keanekaragaman pendidikan, sesuai dengan pilihan, minat dan
bakat santri yang beraneka ragam. Ini kelebihan sistem pesantren, yang perlu
dikembangkan secara kreatif. Kedua mengembangkan pendidikan yang bukan
menghasilkan tamatan yang siap pakai (ready for use), yang pada dasarnya tidak
ada, karena lembaga pendidikan bukan sebuah pabrik, atau siap belajar lagi (ready
to learn) saja; melainkan pendidikan yang menyiapkan tamatan yang siap untuk
dilatih kembali dengan keahlian yang berbeda (re-trainable). Ketiga,
mengembangkan pendidikan yang berorientasi pada pengembangan keilmuan. Di
sini pendidikan bahasa, pengembangan metodologi, dan penelitian menjadi sangat
penting. Keempat, mengembangkan pendidikan yang beraspek pelayanan dan
bimbingan sosial keagamaan, termasuk menyiapkan dai dan guru agama yang
mumpuni sesuai dengan kebutuhan umat.
7

Suyoto juga menegaskan bahwa semula pondok pesantren lebih dikenal
sebagai lembaga pendidikan Islam, lembaga yang dipergunakan untuk penyebaran
agama dan tempat mempelajari agama Islam. Selanjutnya lembaga ini selain
sebagai pusat penyebaran dan belajar agama mengusahakan tenaga-tenaga bagi
pengembangan agama. Agama Islam mengatur bukan saja amalan-amalan
peribadatan, apalagi sekedar hubungan orang dengan tuhannya, melainkan juga
kelakuan orang dalam berhubungan dengan sesama dan duniannya. Hal-hal ini
segera pula berpengaruh terhadap usaha-usaha pondok pesantren untuk
menghasilkan pemuka-pemuka dalam kehidupan kemasyarakatan. Gerakan bagi
penyebaran agama, gerakan bagi pemahaman kehidupan keagamaan dan gerakan-
gerakan sosial, terpadu dalam pekerjaan pondok pesantren. Kemampuan pondok
bukan saja dalam pembinaan pribadi Muslim, melainkan bagi usaha mengadakan
perubahan dan perbaikan sosial dan kemasyarakatan. Pengaruh pondok pesantren

7
M. Habib Chirzin, Pesantren Selalu Tumbuh dan Berkembang, dalam Kata Pengantar
M. Dian Nafi, dkk, Praksis Pembelajaran Pesantren, (Yogyakarta: Instite For Trining and
Development (ITD) Amhers MA, Forum Pesantren Yayasan Salasih, 2007), hlm. ix.



tidak saja terlihat pada kehidupan santri dan alumninya, melainkan juga meliputi
kehidupan masyarakat sekitarnya.
8

Meskipun setiap pesantren mempunyai ciri-ciri dan penekanan tersendiri,
hal itu tidaklah berarti bahwa lembaga-lembaga pesantren tersebut benar-benar
berbeda satu sama lain, sebab antara yang satu dengan yang lain masih saling kait
mengait. Sistem yang digunakan pada suatu pesantren juga diterapkan di
pesantren lain.
9

Salah satu komponen penting pada lembaga pendidikan yang digunakan
sebagai acuan untuk menentukan isi pengajaran, mengarahkan proses mekanisme
pendidikan, tolak ukur keberhasilan dan kualitas hasil pendidikan, adalah
kurikulum.
10
Namun demikian, kurikulum seringkali tidak mampu mengikuti
kecepatan laju perkembangan masyarakat. Oleh karena itu, pengembangan dan
pembenahan kurikulum harus senantiasa dilakukan secara berkesinambungan.
Pembaharuan suatu kurikulum perlu dilakukan mengingat kurikulum
sebagai alat untuk mencapai tujuan, harus menyesuaikan diri dengan
perkembangan masyarakat yang senantiasa berubah dan terus berkembang. Nilai-
nilai sosial, kebutuhan dan tuntutan masyarakat cenderung mengalami perubahan
akibat kemajuan di lapangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
11

Setiap anak harus dilayani dengan cara yang berbeda-beda sesuai dengan
kemampuannya. Kurikulum juga mengalami perubahan dalam memandang
kebutuhan dan tuntutan individu pada suatu masyarakat. Anak yang tadinya
makhluk individual harus dipandang juga sebagai makhluk sosial. Sebagai

8
Suyoto, Pondok Pesantren dalam Alam Pendidikan Nasional, dalam M. Dawam
Rahardjo, Pesantren dan Pembaharuan, cet. V, (Jakarta: LP3ES, 1995), hlm. 61.

9
Wahjoetomo, Perguruan Tinggi Pesantren (Pendidikan Alternatif Masa Depan), Cet. I,
(Jakarta: Gema Insani Press, 1997), hlm. 82.

10
S. Nasution, Kurikulum dan Pengajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hlm. 13.

11
Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, (Bandung: Sinar
Baru Algesindo, 1996), Cet.3, hlm. 145.




makhluk sosial ia harus mampu mewujudkan pribadinya di masyarakat, sehingga
ia siap menghadapi kehidupan masyarakat yang serba kompleks.
12

Menurut M. Habib Chirzin, istilah kurikulum tidak ditemukan dalam
kamus sebagian pesantren terutama pada masa sebelum perang walaupun
materinya ada di dalam praktek pengajaran. Bimbingan rohani dan latihan
kecakapan dalam kehidupan sehari-hari di pesantren yang merupakan kesatuan
dalam proses pendidikan dalam pesantren. Ini disebabkan karena pondok
pesantren lama mempunyai kebiasaan untuk tidak merumuskan dasar dan tujuan
pendidikannya secara eksplisit, ataupun meruncingkan secara tajam dalam bentuk
kurikulum dengan rencana pengajarannya dan masa belajarnya, hal itu terbawa
oleh sifat kesederhanaan pesantren yang sesuai dengan dorongan berdirinya di
mana kyainya mengajar dan santrinya belajar, semata-mata untuk ibadah lillahi
taala dan tidak pernah dihubungkan dengan tujuan tertentu dalam lapangan
penghidupan atau tingkat dan jabatan tertentu dalam hirarki sosial atau birokrasi
kepegawaian. Kalaupun ada target yang akan dicapai maka satu-satunya adalah
tercapainya titel MMAS (Mukmin, Muslim, Alim dan Sholeh).
13

Adapun mata pelajaran sebagian besar pesantren menurut M. Habib
Chirzin, terbatas pada pemberian ilmu yang secara langsung membahas masalah
aqidah, syariah dan bahasa arab, antara lain: al-Quran dengan tajwid dan
tafsirnya; aqaid dan ilmu kalam; fiqih, dengan ushul fiqh; hadits dengan musthlah
hadits; bahasa arab dengan ilmu alatnya seperti nahwu, sharaf, bayan, maani,
badi dan arudl; tirikh; manthiq dan tasawuf.
14

Mencermati hal di atas, bentuk pendidikan pesantren yang hanya
mendasarkan pada kurikulum salafi dan mempunyai ketergantungan yang
berlebihan pada kyai tampaknya merupakan persoalan tersendiri, jika dikaitkan
dengan tuntutan perubahan zaman yang senantiasa melaju dengan cepat ini.

12
Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, hlm. 146.

13
M. Habib Chirzin, Agama dan Ilmu dalam Pesantren, dalam M. Dawam Rahardjo,
Pesantren dan Pembaharuan, cet. V, (Jakarta: LP3ES, 1995), hlm. 86.

14
M. Habib Chirzin, Agama dan Ilmu dalam Pesantren, dalam M. Dawam Rahardjo,
Pesantren dan Pembaharuan, hlm. 86.



Bentuk pesantren yang demikian akan mengarah pada pemahaman Islam
yang parsial karena Islam hanya dipahami dengan pendekatan normatif semata.
Belum lagi output (alumni) yang tidak dipersiapkan untuk menghadapi
problematika modern, mereka cenderung mengambil jarak dengan proses
perkembangan zaman yang serba cepat ini.
Dewasa ini pesantren dihadapkan pada banyak tantangan, termasuk di
dalamnya modernisasi pendidikan Islam. Dalam banyak hal, sistem dan
kelembagaan pesantren telah dimodernisasi dan disesuaikan dengan tuntutan
pembangunan, terutama dalam aspek kelembagaan yang secara otomatis akan
mempengaruhi penetapan kurikulum yang mengacu pada tujuan institusional
lembaga tersebut. Selanjutnya, persoalan yang muncul adalah apakah pesantren
dalam menentukan kurikulum harus melebur pada tuntutan zaman sekarang, atau
justru ia harus mampu mempertahankannya sebagai ciri khas pesantren yang
banyak hal justru lebih mampu mengaktualisasikan eksistensinya di tengah-tengah
tuntutan masyarakat. Format kurikulum pesantren bagaimanakah yang
memungkinkan bisa menjadi alternatif tawaran untuk masa yang akan datang?
Adapun karakteristik kurikulum yang ada pada pondok pesantren modern
mulai diadaptasikan dengan kurikulum pendidikan Islam yang disponsori oleh
Departemen Agama melalui sekolah formal (madrasah). Kurikulum khusus
pesantren dialokasikan dalam muatan lokal atau diterapkan melalui kebijaksanaan
sendiri. Gambaran kurikulum lainnya adalah pada pembagian waktu belajar, yaitu
mereka belajar keilmuan sesuai dengan kurikulum yang ada di perguruan tinggi
(sekolah) pada waktu-waktu kuliah. Waktu selebihnya dengan jam pelajaran yang
padat dari pagi sampai malam untuk mengkaji ilmu Islam khas pesantren
(pengajian kitab klasik).
Sebagaimana disinggung di depan bahwa kurikulum merupakan salah satu
instrumen dari suatu lembaga pendidikan, termasuk pendidikan pesantren. Untuk
mendapatkan gambaran tentang pengertian kurikulum, akan disinggung terlebih
dahulu definisi tentang kurikulum. Seperti halnya dengan istilah-istilah lain yang
banyak digunakan, kurikulum juga mengalami perkembangan dan tafsiran yang
berbagai ragam. Hampir setiap ahli kurikulum mempunyai rumusan sendiri,



walaupun di antara berbagai definisi itu terdapat aspek-aspek persamaan. Menurut
S. Nasution secara tradisional kurikulum diartikan sebagai matapelajaran yang
diajarkan di sekolah. Pengertian kurikulum yang dianggap tradisional ini masih
banyak dianut sampai sekarang, juga di Indonesia.
15

Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa kurikulum pada dasarnya
merupakan seperangkat perencanaan dan media untuk mengantarkan lembaga
pendidikan untuk mewujudkan lembaga pendidikan yang diidamkan. Pesantren
dalam kelembagaannya, mulai mengembangkan diri dengan jenis dan corak
pendidikannya yang bermacam-macam.
Pesantren Khozinatul Ulum misalnya, di dalamnya telah berkembang
madrasah, sampai perguruan tinggi yang dalam proses pencapaian tujuan
institusional selalu menggunakan kurikulum. Tetapi, pesantren yang mengikuti
pola salafi (tradisional), mungkin kurikulum belum dirumuskan secara baik.
Sebagai lembaga pendidikan berbasis agama, pesantren pada mulanya
merupakan pusat pengembangan nilai-nilai dan penyiaran agama Islam, dengan
menyediakan kurikulum yang berbasis agama, pesantren diharapkan mampu
melahirkan alumni yang kelak diharapkan mampu menjadi figur agamawan yang
demikian tangguh dan mampu memainkan dan membiasakan peran propetiknya
pada masyarakat secara umum, artinya ekselarasi mobilitas vertikal dengan
penjejalan materi keagamaan menjadi prioritas untuk tidak mengatakan satu-
satunya prioritas dalam pendidikan pesantren.
16

Kelembagaan pesantren menemukan polanya yang tidak berbeda jauh
sejak akhir abad ke-15 hingga dewasa ini. Pembaruan yang ada menemukan
bentuknya pada replikasi Madrasah Nidhamiyah yang berkembang di Baghdad
sejak 459 H/1067 M. Keberhasilan model Nidhamiyah di pesantren ditujukan oleh
pesantren Tebu Ireng Jombang yang sudah mapan pada tahun 1934. Bedanya
adalah bahwa yang di Baghdad itu didirikan untuk memasok pegawai dan hakim

15
S. Nasution, Pengembangan Kurikilum, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1993), hlm.
9.

16
HM. Amin Haedari, dkk, Masa Depan Pesantren dalam Tantangan Modernitas dan
Tantangan Komplesitas Global, hlm. 127.



dalam pemerintahan Nidham al-Mulk, sementara yang ada di Indonesia didirikan
sebagai bentuk alternasi pesantren terhadap sekolah model Barat yang didirikan
oleh Hindia Belanda. Sejak Indonesia merdeka berangsur-angsur berdiri
universitas dan perguruan tinggi Islam yang dapat dikatakan justru sebagai
kelanjutan Madrasah Nidhamiyah di Baghdad. Dalam situasi itu, peran apakah
yang masih dapat dilaksanakan oleh pesantren tanpa menghilangkan ciri khas
kelembagaannya yang berbasis komunitas?.
17

Namun demikian dengan perjalanan waktu, watak mandiri yang menjadi
ciri pembeda pesantren itu lambat laun tergerus. Orientasi meraih ijazah sebagai
simbol keberhasilan dan prasyarat mengisi lowongan kerja mulai menggejala.
Belum lagi pesantren melalui madrasah yang didirikannya juga memburu
akreditasi pemerintah sebagai wujud pengakuan pemerintah terhadap madrasah
bersangkutan. Dengan pengakuan pemerintah, ijazah yang dikeluarkan madrasah
menjadi layak jual dalam kompetisi mencari kerja. Seiring dengan gagap
gempita dan kompetisi sistem pendidikan yang ada, disamping orientasi mencari
kerja dikalangan alumni pesantren, pesantren pun mulai berfikir untuk merespon
proyeksi mencari kerja dikalangan alumninya.
18

Pengembangan apapun yang dilakukan dan dijalani oleh pesantren tidak
mengubah ciri pokoknya sebagai lembaga pendidikan dalam arti luas. Ciri inilah
yang menjadikannya tetap dibutuhkan oleh masyarakat. Disebut dalam arti luas,
karena tidak semua pesantren menyelenggarakan madrasah, sekolah, dan kursus
seperti yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan di luarnya. Keteraturan
pendidikan di dalamnya terbentuk karena pengajian yang bahannya diatur sesuai
urutan penjenjangan kitab. Penjenjangan itu diterapkan secara turun menurun
membentuk tradisi kurikuler yang terlihat dari segi standar-standar isi, kualifikasi
pengajar, dan santri lulusannya.
19


17
M. Dian Nafi, dkk, Praksis Pembelajaran Pesantren, hlm. 6.

18
HM. Amin Haedari, dkk, Masa Depan Pesantren dalam Tantangan Modernitas dan
Tantangan Komplesitas Global, hlm. 129.

19
M. Dian Nafi, dkk, Praksis Pembelajaran Pesantren, hlm. 12.



Sebagai lembaga pendidikan agama, pesantren menghadapi persoalan
komposisi muatan kurikulum; biasanya yang dipilih adalah 70%:30% untuk
muatan keagamaan dan non-keagamaan atau 50%:50%. Persoalan komposisi ini
juga terjadi pada pesantren yang sudah membuka jalur kejuruan ditingkat
menengah, antara lain adalah Pesantren Khozinatul Ulum Blora, dan Pesantren
An-Najah Gondang Sragen, Pesantren Al-Asyariyah Kalibeber Mojotengah
Wonosobo, mendirikan jalur kejuruan sejak jenjang menengah sampai perguruan
tinggi. Ketiganya dapat mengatur terselenggaranya madrasah berkurikulum
pemerintah, madrasah diniyyah berkurikulum pesantren, dan pembelajaran
pesantren sebagaimana mestinya. Segmentasi masyarakat tampak sudah mulai
terbentuk dengan kehadiran jalur yang beragam di pesantren.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah merupakan bentuk pertanyaan yang dapat memandu
peneliti untuk mengumpulkan data di lapangan
20
. Uraian latar belakang masalah
tersebut dapat penulis rumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah perkembangan pelaksanaan pendidikan agama Islam di
pondok pesantren Khozinatul Ulum Blora?
2. Apa faktor perkembangan pelaksanaan pendidikan agama Islam di pondok
pesantren Khozinatul Ulum Blora?

C. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Manfaat praktis, yaitu hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan
terhadap lembaga pendidikan khususnya pondok pesantren, bahwa
perkembangan pelaksanaan pendidikan perlu dilakukan jika dirasa akan
membawa dampak keberhasilan dengan meninggalkan kurikulum lama


20
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan
R&D), (Bandung: Alfabeta, 2008), hlm. 228.



dengan mengganti kurikulum baru yang lebih menunjang keberhasilan proses
belajar mengajar.
2. Manfaat teoritis, yaitu hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan
informasi dan telaah khususnya pada peneliti sendiri dan umumnya kepada
para pendidik, untuk meningkatkan dedikasi dan loyalitas terhadap tugas dan
tanggungjawab sebagai pendidik, terutama di pondok pesantren Khozinatul
Ulum Blora.



























BAB II
PERKEMBANGAN PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
DI PONDOK PESANTREN KHOZINATUL ULUM BLORA

A. Kajian Pustaka
Di antara alasan kenapa dunia pesantren selalu menarik untuk diteliti yaitu:
Pertama, pesantren dinilai tetap eksis sejak ratusan tahun di Indonesia
meskipun tergerus oleh arus modernisme. Kedua, pesantren mempunyai keunikan
tersendiri di mana antara satu pesantren dengan pesantren yang lain mempunyai
kekhasan masing-masing serta sama-sama dapat mempertahankan karakter
khasnya. Ketiga, definisi tentang tradisional dan modern yang ditujukan pada
pesantren kurang komprehensif sehingga menarik untuk terus diteliti. Keempat,
perkembangan pesantren semakin kompleks dan multidimensi.
21

Alasan di atas menunjukkan bahwa penelitian yang dimaksud merupakan
tantangan tersendiri karena bahan kajiannya selalu berkembang dinamis
mengikuti deras laju kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, studi yang peneliti
lakukan ini tak lepas dari jasa-jasa peneliti terdahulu yang telah memberikan
berbagai informasi yang dibutuhkan. Berkaitan dengan fokus kajian penelitian ini,
maka berikut ini peneliti paparkan hasil studi tentang pesantren khususnya sebagai
acuan dalam penelitian ini, antara lain :
Studi Analisis Tentang Proses Pembaharuan Pendidikan di Pondok
Pesantren Darul Falah Jekulo Kudus, penelitian tersebut dilakukan oleh Siti
Malikatun pada tahun 2004, yang menjelaskan bahwa dengan berputar majunya
zaman, ilmu pengetahuan, teknologi dan kebutuhan manusia pada umumnya,
maka pendidikan dituntut untuk bisa menjawab hal tersebut secara nyata dan
tuntas, demi eksistensi pendidikan itu sendiri bagi kehidupan manusia sepanjang
masa. Sebagai konsekuensi logis dari hal tersebut, maka setiap lembaga
pendidikan harus membaharui sistem pendidikannya dan diterapkan secara nyata

21
Ahmad Muthohar, AR., Ideologi Pendidikan Pesantren; Pesantren Di Tengah Arus
Ideologi-Ideologi Pendidikan, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2007), hlm. 5.



dalam segala faktor dalam proses belajar mengajar dan termasuk pula dalam kubu
pesantren.
22

Kemudian penelitian dengan judul Profil Pondok Pesantren Pendidikan
Islam (PPPI) Miftahussalam Banyumas (Analisis Relevansi Kurikulum Pesantren
dengan Kebutuhan Masyarakat), penelitian tersebut dilakukan oleh Sri Yanto
pada tahun 2002, yang menjelaskan bahwa pesantren adalah salah satu bentuk
pendidikan Islam yang bertujuan untuk membentuk manusia-manusia yang baik
dalam hubungannya dengan Allah maupun dalam hubungannya dengan manusia.
Untuk itu pesantren memberikan bekal yang dibutuhkan untuk bisa berhubungan
baik dengan Allah dalam bentuk pelaksanaan ibadah-ibadah ritual seperti shalat,
zakat, puasa, haji, dan ibadah sunah yang lainnya.
Di samping itu pesantren harus dapat mengembangkan pengetahuan dan
ketrampilan (sains dan teknologi) yang diperlukan oleh santri agar mampu
mengatasi persoalan dan kendala keduniaan dalam berhubungan dengan sesama
manusia. Dalam kaitan itu maka pendidikan agama di pesantren berpadu dengan
pendidikan-pendidikan lainnya dalam rangka pembentukan manusia yang
sempurna.
23

Dari beberapa penelitian tersebut di atas sekilas memang ada persamaan
dengan permasalahan yang peneliti kaji, yaitu sama-sama mengkaji tentang
perkembangan atau pembaruan sistem pendidikan khususnya yang ada di pondok
pesantren agar nantinya kubu pesantren dapat memenuhi kebutuhan manusia
dalam mengatasi persoalan dan kendala-kendala yang berhubungan dengan
sesama manusia dan tuhannya, namun dalam skripsi ini peneliti lebih menekankan
pada perkembangan pelaksanaan Pendidikan Agama Islam, yang tidak hanya
fokus mengkaji tentang perkembangan kurikulumnya saja, akan tetapi juga
mengkaji tentang perkembangan lembaga pendidikan, sarana prasarana dan
faktor-faktor terjadinya perkembangan.

22
Malikatun, Studi Analisis Tentang Proses Pembaharuan Pendidikan di Pondok
Pesantren Darul Falah Jekulo Kudus, Skripsi ( Kudus: Jurusan Tarbiyah STAIN, 2000), hlm. 28.

23
Sri Yanto, Profil Pondok Pesantren Pendidikan Islam (PPPI) Miftahussalam
Banyumas (Analisis Relevansi Kurikulum Pesantren dengan Kebutuhan Masyarakat), Skripsi,
(Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, 2002), hlm. 80.



B. Kerangka Teoritik : Profil Pendidikan Pesantren Ideal
Dalam pepatah Arab disebutkan bahwa al-insanu aduw-un maa jahilahu
(manusia menjadi musuh dari apa yang tidak diketahuinya) berkaitan dengan hal
ini banyak sekali kasus yang dapat dijadikan contoh: seorang kyai yang kebetulan
tidak dapat membaca-menulis huruf Latin mempunyai kecenderungan lebih besar
untuk menolak atau menghambat dimasukkannya pengetahuan baca-tulis Latin ke
dalam kurikulum pengajaran pesantrennya. Itu adalah kasus kecil dan sederhana,
sehingga mudah terlihat. Kasus lain yang lebih kompleks: seorang tokoh
pesantren yang tidak mampu lagi mengikuti dan menguasai perkembangan zaman
mutakhir tentu cenderung untuk menolak mengubah pesantrennya mengikuti
zaman tersebut, meskipun dengan begitu pesantrennya akan lebih berjasa kepada
masyarakat.
Kurangnya kemampuan pesantren dalam meresponi dan mengimbangi
perkembangan zaman tersebut, ditambah dengan faktor lain yang sangat beragam,
membuat produk-produk pesantren dianggap kurang siap untuk lebur dan
mewarnai kehidupan modern.
24

Menurut Nurcholis Madjid, pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam
tradisional yang bertahan dengan konsentrasi keilmuan tradisional, saat sekarang
sedang menghadapi dua pilihan dilematis. Menurut Nurcholis Madjid
sebagaimana yang dikutip oleh Yasmadi, pesantren harus mengambil sikap
apakah akan tetap mempertahankan tradisinya, yang mungkin dapat menjaga
nilai-nilai agama; ataukah mengikuti perkembangan dengan resiko kehilangan
asetnya. Tetapi, sebenarnya ada jalan ketiga, hanya saja menuntut kreativitas dan
kemampuan rekayasa pendidikan yang tinggi melalui pengenalan aset-asetnya
atau identitasnya terlebih dahulu, kemudian melakukan pengembangan secara
modern.
25


24
Nurcholish Madjid, Bilik-bilik Pesantren Sebuah Potret Perjalanan, (Jakarta:
Paramadina, 2007), hlm. 7.

25
Yasmadi, Modernisasi Pesantren, Kritik Nur Cholis Madjid Terhadap Pendidikan
Islam Tradisional, ( Jakarta: Ciputat Press, 2002), hlm. 99.



Menurut KH. Abdullah Syafiie seperti yang di jelaskan oleh Hasbi Indra,
dalam pendidikan pesantren yang ideal setidaknya harus ada beberapa komponen:
1. Tujuan Pendidikan
Tujuan yaitu sasaran yang akan dicapai oleh seseorang atau sekelompok
orang yang melakukan kegiatan.
26
Tujuan pendidikan pesantren yang akan
menentukan kearah mana pasantren tetap dapat relevan dan memperkuat akar
sosialnya di masyarakat menjadi hal yang harus diperhatikan oleh pesantren
dalam proses modernisasi. Hal ini penting karena tujuan ini berasal dari
pandangan hidup yang secara kontekstual berkembang sesuai dengan realitas
sosial.
27

Lahirnya ulama tetap menjadi tujuan pesantren hingga sekarang, tetapi
ulama dalam pengertian yang luas; ulama yang menguasai ilmu-ilmu agama
sekaligus memahami pengetahuan umum sehingga mereka tidak terisolasi dalam
dunianya sendiri. Jadi secara esensial, tujuan pesantren relatif konstan.
28

Dalam merumuskan tujuan pendidikan Islam, seperti para pakar
pendidikan lainnya, tampaknya Abdullah Syafiie dipengaruhi oleh bagaimana
pemahamannya terhadap esensi penciptaan manusia dan proses kehidupannya
menurut ajaran Islam, di mana manusia diciptakan dari segumpal darah, kemudian
ia diberi ruh oleh Allah SWT.
29
Dan juga manusia diciptakan oleh Allah hanya
untuk mengabdi kepadanya.

26
Nur Uhbiyati dan Abu Ahmadi, Ilmu Pendidikan Islam I (IPI), Bandung: Pustaka Setia,
1997), hlm. 33.

27
Ahmad Muthohar, AR., Ideologi Pendidikan Pesantren ; Pesantren Di Tengah Arus
Ideologi-Ideologi Pendidikan, hlm. 110.

28
Mujamil Qomar, Pesantren Dari Tranformasi Metodologi Menuju Demokratisasi
Institusi, (Jakarta: Erlangga, 2002), hlm. 6.

29
Dalam merumuskan tujuan pendidikan hendaklah diambil dari falsafah hidup.
Penyusunan tujuan pendidikan menurut ajaran Islam harus berorientasi pada hakikat pendidikan
yang meliputi empat aspek. Pertama, aspek tujuan dan tugas hidup manusia dimana manusia
diciptakan hanya untuk mengabdi kepada Allah SWT. Kedua, memperhatikan sifat dasar manusia,
bahwa manusia diciptakan sebagai kholifah Allah dimuka bumi. Ketiga, tuntutan masyarakat, baik
berupa pelestarian nilai budaya yang telah melembaga dalam kehidupan masyarakat maupun
pemenuhan terhadap tuntutan kebutuhan hidupnya dalam mengantisipasi perkembangan dan
tuntutan dunia modern. Keempat, memperhatikan kehidupan ideal Islam yang mengandung nilai



Dari rumusan yang bersifat global itu, Abdullah Syafiie membuat
rumusan tujuan pendidikan dalam bentuk yang lebih operasional. Pada
pendidikan pesantren misalnya, Abdullah Syafiie membuat rumusan tujuan
pendidikan yaitu: ingin membentuk siswa siswi yang menguasai ilmu
pengetahuan agama setingkat Tsanawiyah dan Aliyah, dan pengetahuan umum
setingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA).
Lebih jauh lagi pesantren putra putri ingin menciptakan kader ulama' dan zuama'
Islam, pewaris bumi tercinta dimasa mendatang. Dengan kata lain, ia bermaksud
membentuk manusia yang memilki kualifikasi ulama' plus, yaitu seseorang yang
benar-benar menguasai ilmu agama juga sekaligus menguasai ilmu umum.
30

Menurut S. Nasution seperti yang dikutip oleh Mujamil Qomar, bahwa
tujuan institusional pesantren yang lebih luas dengan tetap mempertahankan
hakikatnya dan diharapkan menjadi tujuan pesantren secara nasional pernah
diputuskan dalam Musyawarah/Lokakarya Intensifikasi Pengembangan Pondok
Pesantrten di Jakarta yang berlangsung pada 2-6 Mei 1978:
Tujuan umum pesantren adalah membina warga negara agar
berkepribadian Muslim sesuai dengan ajaran-ajaran agama Islam dan
menanamkan rasa keagamaan tersebut pada semua segi kehidupan serta
menjadikannya sebagai orang yang berguna bagi agama, masyarakat, dan negara.
Adapun tujuan khusus pesantren adalah sebagai berikut :
a) Mendidik siswa/santri anggota masyarakat untuk menjadi seorang Muslim
yang taqwa kepada Allah SWT, berakhlak mulia, memiliki kecerdasan,
keterampilan dan sehat lahir batin sebagai warga negara yang berpancasila;
b) Mendidik siswa/santri untuk menjadikan manusia Muslim selaku kader-kader
ulama dan mubaligh yang berjiwa ikhlas, tabah, tangguh, wiraswasta dalam
mengamalkan sejarah Islam secara utuh dan dinamis;

untuk meningkatkan kesejahteraan hidup manusia serta mendorong manusia untuk berusaha keras
meraih kehidupan di dunia maupun di akhirat serta berusaha memberantas kemiskinan.

30
Hasbi Indra, Pesantren dan Transformasi Sosial, (Jakarta: Penamadani, 2003), hlm.
166-170.



c) Mendidik siswa/santri untuk memperoleh kepribadian dan mempertebal
semangat kebangsaan agar dapat menumbuhkan manusia-manusia
pembangunan yang dapat membangun dirinya dan bertanggungjawab kepada
pembangunan bangsa dan negara;
d) Mendidik tenaga-tenaga penyuluh pembangunan mikro (keluarga) dan
regional (pedesaan/masyarakat lingkungannya);
e) Mendidik siswa/santri agar menjadi tenaga-tenaga yang cakap dalam berbagai
sektor pembangunan, khususnya pembangunan mental-spiritual;
f) Mendidik siswa/santri untuk membantu meningkatkan kesejahteraan sosial
masyarakat lingkungan dalam rangka usaha pembangunan masyarakat
bangsa.
31

Pendidikan seharusnya bertujuan mencapai pertumbuhan yang seimbang
dalam kepribadian manusia secara total melalui pelatihan spiritual, kecerdasan,
perasaan dan panca indera.
Oleh karena itu pendidikan harus memberikan pelayanan bagi
pertumbuhan masyarakat dalam segala aspeknya yang meliputi : fisik, ilmiah,
linguistik, baik secara individual maupun secara kolektif. Di samping memotivasi
semua aspek tersebut ke arah kebaikan dan pencapaian kesempurnaan
terealisasinya ketundukan kepada Allah SWT, baik dalam level individu,
komunitas dan manusia secara luas.
Dalam dunia pendidikan, baik formal maupun non formal tujuan adalah
salah satu hal pokok dan penting. Dari penjelasan di atas bisa diketahui bahwa
pada tataran ideal tujuan pesantren sangat komprehensif. Pesantren tidak hanya
menciptakan manusia yang cerdas secara intelektual, tetapi juga membentuk
manusia yang beriman, bertakwa, beretika, berestetika, dan juga mengikuti
perkembangan masyarakat dan budaya, berpengetahuan serta berketerampilan
sehingga menjadi manusia yang paripurna dan berguna bagi masyarakatnya, atau
sering disebut juga cerdas secara moral dan spiritual, menyebarkan agama dan
menegakkan Islam dan kejayaan umat Islam, mencintai ilmu dalam rangka

31
Mujamil Qomar, Pesantren Dari Tranformasi Metodologi Menuju Demokratisasi
Institusi, hlm. 6-7.



mengembangkan kepribadian Indonesia. Idealnya yaitu kepribadian yang muhsin,
bukan sekedar Muslim
2. Materi Pendidikan
Dalam konteks ilmu pengetahuan, Abdullah Syafiie memandang semua
ilmu dapat dipelajari baik ilmu agama maupun ilmu umum seperti ilmu
kedokteran. Oleh karena itu, dalam kaitannya dengan materi pendidikan Islam, ia
melihat luas atau mencakup disiplin ilmu agama maupun disiplin ilmu umum.
Pendidikan Islam tidak cukup hanya mengajarkan satu bidang ilmu agama saja,
tetapi juga hendaklah mengajarkan bidang ilmu umum pula, bahkan diajarkan
pula hal-hal yang bersifat seni dan keterampilan.
32

Pandangan Abdullah Syafiie tentang materi pendidikan Islam mencakup materi
pendidikan yang luas yang tampaknya telah mencakup semua kebutuhan bagi
kehidupan manusia baik di dunia maupun di akhirat. Hal tersebut sangat sejalan
dengan pandangan Al-Quran yang tidak pernah meletakkan batas atau
penghalang jalan bagi manusia untuk menuntut ilmu pengetahuan. Dalam al-
Quran surat Fushilat ayat 53 Allah bersabda:
)_C)ON6Ec 4Lg4C-47 O)
-E- EO)4 jgO^
_/4EO 4E-4lE4C _ +O^^
O-O4^- 4 -'4C
El)4O) +O^^ _O>4N ]7
7/E* NOjgE+ ^)@
Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di
segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka
bahwa Al Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa Sesungguhnya
Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu? (QS. Fushilat: 53).
33

Ayat ini menerangkan bahwa orang musyrik yang ragu-ragu kepada Al-
Qur'an dan Rasulullah itu akan melihat dengan mata kepala mereka bukti-bukti
kebenaran ayat-ayat Allah di segenap penjuru dunia dan pada diri mereka sendiri.

32
Hasbi Indra, Pesantren dan Transformasi Sosial, hlm. 175.

33
Khadim Al Haramain Asy Syarifain, Al-Quran dan Terjemah, (Madinah Al-
Munawwarah : Li Tiba'at Al Mush-haf Asy Syarif), hlm. 781



Banyak orang mengatakan bahwa dengan mempelajari alam, termasuk diri kita
sendiri dapat membawa dalam pemahaman tentang adanya Tuhan. Alam adalah
buku yang menanti untuk dipelajari. Akan tetapi, harapan Tuhan dalam
menurunkan ayat di atas tidak selalu dipahami manusia. Surah Yunus/ 10: 101
adalah salah satu di antara banyak ayat yang memberitahu kita bahwa hanya
ilmuan yang memiliki keimananlah yang dapat memahami Tuhan dengan
memahami alam.
34

~ W-NOO^- -O4` O)
V4OEOO- ^O-4 _
4`4 /j_^> e4CE-
+O7O4-4 }4N lO~
4pONLg`uNC ^
Katakanlah: "Perhatikanlah apa yaag ada di langit dan di bumi. tidaklah
bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan Rasul-rasul yang memberi peringatan
bagi orang-orang yang tidak beriman". (QS. Yunus : 101).
35


Dalam ayat ini Allah menjelaskan perintah-Nya kepada Rasul-Nya, agar
dia menyeru kaumnya untuk memperhatikan dengan mata kepala dan akal mereka
segala kejadian di langit dan di bumi. Mereka diperintahkan agar merenungkan
keajaiban langit yang penuh dengan bintang-bintang, matahari, dan bulan,
kehidupan pergantian malam dan siang, air hujan yang turun ke bumi,
menghidupkan bumi yang mati dan menumbuhkan tanaman-tanaman dan pohon-
pohonan dan buah-buahan yang beraneka warna rasanya.
36

Mulai separuh pertengahan abad ke 20, beberapa pesantren mulai
menambah materi subjek-subjek sekuler kedalam kurikulum mereka sebagai
sebuah cara untuk melakukan negosiasi terhadap modernitas. Penambahan
kurikulum-kurikulum yang diakui negara telah mempengaruhi pesantren
tradisional dalam banyak hal. Hal itu telah mengakibatkan adanya kontrol yang
lebih besar dari pemerintah dan membatasi jumlah jam yang ada bagi subjek

34
Kementerian Agama RI, Al-Qur'an dan Tafsirnya Jilid IX, (Jakarta : Lentera Abadi,
2010), hlm 14-15.

35
Khadim Al Haramain Asy Syarifain, Al-Quran dan Terjemah, hlm. 322.

36
Kementerian Agama RI, Al-Qur'an dan Tafsirnya Jilid IV, hlm. 369.



tradisional yang membuat keputusan-keputusan sulit. Banyak pemimpin-
pemimpin pesantren memutuskan bahwa pelatihan pemimpin agama adalah tidak
murni tujuan mereka dan sekarang sudah cukup untuk meluluskan santri dan
santriwati yang memiliki moralitas kyai.
Menurut Nur Cholis Madjid, yang paling penting untuk direvisi adalah
kurikulum pesantren yang biasanya mengalami penyempitan orientasi kurikulum.
Maksudnya, dalam pesantren terlihat materinya hanya khusus yang disajikan
dalam bahasa Arab. Mata pelajarannya meliputi fiqh, aqaid, nahwu-sharf, dan
lain-lain. Sedangkan tasawuf dan semangat keagamaan yang merupakan inti dari
kurikulum keagamaan cenderung terabaikan. Tasawuf hanya dipelajari sambil lalu
saja, tidak secara sungguh-sungguh. Padahal justru inilah yang lebih berfungsi
dalam masyarakat zaman modern. Disisi lain, pengetahuan umum nampaknya
masih dilaksanakan secara setengah-setengah, sehingga kemampuan santri
biasanya sangat terbatas dan kurang mendapat pengakuan dari masyarakat umum.
Maka dari itu, Cak Nur menawarkan kurikulum pesantren modern Gontor sebagai
model modernisasi pendidikan pesantren.
37

Dari materi pelajaran dan kitab-kitab yang dibaca di pesantren, jelas
terlihat bahwa orientasi keilmuan yang dikembangkan adalah terpusat pada
pengembangan ilmu-ilmu agama lewat pengajaran kitab-kitab klasik. Dekotomi
kurikulum, inilah yang harus dihilangkan dan anggapan ilmu agama lebih penting
dari ilmu umum juga harus dibuang jauh-jauh. Akhir-akhir ini semakin banyak
pondok pesantren yang menyadari akan hal itu, pentingnya membekali santri
dengan ilmu umum memaksa pondok pesantren untuk merevisi kurikulum yang
telah ada. Pandangan Abdullah Syafiie tentang semua ilmu dapat dipelajari baik
ilmu agama maupun ilmu umum dan pendapatnya tentang pendidikan Islam tidak
cukup hanya dengan mengajarkan satu bidang ilmu agama saja, dapat menjadi
acuan dari perlunya merevisi kurikulum pesantren yang hanya mengajarkan ilmu
agama saja. Kemudian tawaran Cak Nur tentang kurikulum pesantren modern
Gontor - yang lebih dulu memadukan antara ilmu agama dan ilmu umum - sebagai

37
Yasmadi, Modernisasi Pesantren, Kritik Nur Cholis Madjid Terhadap Pendidikan
Islam Tradisional, hlm. 7.



model modernisasi pendidikan pesantren cukup memberikan kesimpulan bahwa
ilmu agama dan ilmu umum sama-sama diperlukan.
3. Metode Pendidikan/Pengajaran
Dalam rangkaian sistem pengajaran, metode menempati urutan setelah
materi (kurikulum). Penyampaian materi tidak berarti apapun tanpa melibatkan
metode. Metode selalu mengikuti materi, dalam arti menyesuaikan dalam bentuk
dan coraknya, sehingga metode mengalami transformasi bila materi yang
disampaikan berubah. Akan tetapi, materi yang sama bisa dipakai metode yang
berbeda-beda.
Seperti halnya materi, hakikat metode hanya sebagai alat, bukan tujuan.
Untuk merealisir tujuan sangat dibutuhkan alat. Bahkan alat merupakan syarat
mutlak bagi setiap kegiatan pendidikan dan pengajaran. Bila kyai maupun ustadz
mampu memilih metode dengan tepat dan mampu menggunakannya dengan baik,
maka mereka memiliki harapan besar terhadap hasil pendidikan dan pengajaran
yang dilakukan. Proses belajar mengajar bisa berlangsung secara efektif dan
efisien, yang menjadi pusat perhatian pendidikan modern sekarang ini.
Seperti halnya yang dikutip oleh Ismail SM, metode adalah cara kerja yang
bersistem untuk memudahkan pelaksanaan kegiatan guna mencapai apa yang telah
ditentukan. Dengan kata lain metode adalah suatu cara yang sistematis untuk
mencapai tujuan tertentu.
38

Dalam pandangan kyai Zarkasyi, pendiri PP. Gontor, metode pembalajaran
di pesantren merupakan hal yang setiap kali mengalami pengembangan dan
perubahan sesuai dengan penemuan metode yang lebih efektif dan efisien untuk
mengajarkan masing-masing cabang ilmu pengetahuan.
Sebagai seorang pendidik dan sekaligus dai, Abdullah Syafiie tentu saja
menggunakan metode pendidikan yang tidak jauh dari semangat ayat al-Quran
yang mengajak umat manusia dengan cara bil al-hikmati wal mauizhatil al-

38
Ismail SM, Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis Paikem, (Semarang: RaSAIL
Media Group, 2008), hlm. 8.




hasanah (QS. al-Nahl, 125). Pada tingkat penerapan, metode yang digunakannya
adalah metode talqin, diskusi, penugasan, bimbingan, dll.
39

a. Metode talqin, metode ini dilakukan dengan terlebih dahulu
memperdengarkan bacaan oleh salah seorang murid yang agak pandai baru
diikuti oleh yang lainnya.
b. Metode diskusi, diskusi pada dasarnya adalah saling menukar informasi,
pendapat dan unsur-unsur pengalaman secara teratur dengan maksud untuk
mendapatkan pengertian bersama yang lebih jelas dan lebih teliti tentang
sesuatu, atau untuk mempersiapkan dan merampungkan keputusan
bersama.
40
Metode ini sering digunakan oleh Abdullah Syafiie pada
siswa siswi tingkat akhir di kelas, untuk mendiskusikan suatu masalah
yang sedang dibaca disuatu kitab.
c. Metode penugasan, yang dimaksud dengan metode ini adalah suatu cara
dalam proses pembalajaran bilamana guru memberi tugas tertentu dan
murid mengerjakannya, kemudian tugas tersebut dipertanggungjawabkan
kepada guru.
41
Abdullah Syafiie terkadang menggunakan metode ini
kepada anak didik. Dengan melakukan metode ini, dia sangat
mengharapkan anak didiknya benar-benar menguasai materi-materi yang
sudah dipelajarinya.
d. Metode bimbingan dan teladan, metode ini sangat melekat dalam dirinya
sebagai seorang ulama, yang senantiasa memberi bimbingan dan teladan
bagi anak didik dan umat sekitarnya.
Metode yang digunakan Abdullah Syafiie terkesan humanis, demokratis
dan penuh kebijaksanaan. Dengan berbagai metode yang digunakan itu seorang
guru tidak akan bertindak otoriter atau diktator atau memaksakan kehendak dan
kemauannya terhadap anak didik. Dengan metode itu pula seorang guru tidak
melihat muridnya seperti majikan melihat pembantunya, tidak juga melihat murid
sebagai obyek sekaligus menjadi subyek. Hal tersebut sangat sejalan dengan visi

39
Hasbi Indra, Pesantren dan Transformasi Sosial, hlm. 186.
40
Ismail SM, Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis Paikem, hlm. 20.

41
Ismail SM, Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis Paikem, hlm. 21.



pendidikan dunia modern yang melihat guru tidak lagi sepenuhnya mempunyai
tanggungjawab dalam belajar mengajar, tetapi tanggungjawab itu diserahkan pula
kepada si murid.
42

Selama ini, metodologi pembelajaran agama Islam yang diterapkan di
pondok pesantren masih mempertahankan cara-cara lama (tradisional). Cara-cara
tradisional ini diakui atau tidak sering membuat santri tampak bosan, jenuh, dan
kurang bersemangat dalam belajar. Dipilihnya beberapa metode tertentu dalam
suatu pembelajaran bertujuan untuk memberi jalan atau cara sebaik mungkin bagi
pelaksanaan dan kesuksesan operasional pembelajaran. Pada intinya metode harus
bertujuan mengantarkan sebuah pembelajaran ke arah tujuan tertentu yang ideal
sesuai dengan apa yang diinginkan. Dalam proses belajar mengajar, para pendidik
selalu berpijak pada satu hikmah yang berbunyi At-toriqotu ahammu min al-
maadati (metode itu lebih penting daripada materi).
Dengan demikian, jelaslah bahwa pembelajaran di pondok pesantren juga
harus menggunakan beberapa metode seperti halnya yang diterapkan oleh
Abdullah Syafiie yang sangat berfungsi untuk menyampaikan materi
pembelajaran. Banyaknya metode yang ditawarkan oleh para ahli sebagaimana
disebutkan dalam buku-buku kependidikan merupakan satu usaha untuk
mempermudah yang paling sesuai dengan perkembangan jiwa santri dalam proses
pembelajaran.
4. Karakteristik Pendidik
Istilah lain yang lazim dipergunakan untuk pendidik ialah guru. Kedua
istilah tersebut berhampiran artinya. Bedanya ialah istilah guru seringkali dipakai
di lingkungan pendidikan formal, sedangkan pendidik dipakai di lingkungan
formal, informal maupun nonformal.
43

Guru atau ustadz merupakan komponen yang sangat penting dan
menentukan dalam proses pendidikan Islam. Menurut Abdullah Syafiie guru
bukan hanya mentransfer ilmu, tetapi juga membentuk watak, karakter dan
kepribadian anak didik. Selain itu, untuk dapat mencapai tujuan pendidikan di

42
Hasbi Indra, Pesantren dan Transformasi Sosial, hlm. 186-191.

43
Nur Uhbiyati dan Abu Ahmadi, Ilmu Pendidikan Islam I (IPI), hlm.71.



perguruannya, menurutnya sangat dibutuhkan guru-guru yang berpaham agama,
beraqidah yang jelas, berilmu serta senantiasa meningkatkan ilmunya, memiliki
jiwa yang ikhlas, dan bersikap bijak.
44

Dalam pendidikan Islam, pendidik memiliki arti dan peranan yang sangat
penting. Hal ini disebabkan ia memiliki tanggungjawab dan menentukan arah
pendidikan. Itulah sebabnya pula Islam menghargai dan menghormati orang-orang
yang berilmu pengetahuan dan bertugas sebagai pendidik. Islam mengangkat
derajat mereka dan memulyakan mereka melebihi dari orang Islam lainnya yang
tidak berilmu pengetahuan dan bukan pendidik.
45

Allah berfirman :
;7O4C +.- 4g~-.-
W-ONL4`-47 7Lg` 4g~-.-4
W-O>q =Ug^- eE_4OE1
_
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-
orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. (QS. Al-Mujadalah :
11).
46

Ayat ini menerangkan bahwa Allah akan mengangkat derajat orang yang
beriman, taat dan patuh kepada-Nya, melaksanakan perintah-Nya, menjauhi
larangan-Nya, berusaha menciptakan suasana damai, aman, dan tentram dalam
masyarakat, demikian pula orang-orang berilmu yang menggunakan ilmunya
untuk menegakkan kalimat Allah. Dari ayat ini dipahami bahwa orang-orang yang
mempunyai derajat yang paling tinggi di sisi Allah ialah orang yang beriman dan
berilmu. Ilmunya itu diamalkan sesuai dengan yang diperintahkan Allah dan
Rasul-Nya.
Kemudian Allah menegaskan bahwa Dia Maha Mengetahui semua yang
dilakukan manusia, tidak ada yang tersembunyi bagi-Nya. Dia akan memberi
balasan yang adil sesuai dengan perbuatan yang telah dilakukannya. Perbuatan

44
Hasbi Indra, Pesantren dan Transformasi Sosial, hlm. 192.

45
Nur Uhbiyati dan Abu Ahmadi, Ilmu Pendidikan Islam I (IPI), hlm.91.

46
Khadim Al Haramain Asy Syarifain, Al-Quran dan Terjemah, hlm. 910-911




baik akan dibalas dengan surga dan perbuatan jahat dan terlarang akan dibalas
dengan azab neraka.
47

Abdurrahman An Nahlawi, seperti yang dikutip oleh Nur Uhbiyati
menyarankan agar guru dapat melaksanakan tugasnya dengan baik supaya
memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
a. Tingkahlaku dan pola pikir guru harus bersifat Robbani;
b. Guru seorang yang ikhlas, sifat ini termasuk kesempurnaan sifat Rabbaniyah;
c. Guru bersabar dalam mengajarkan berbagai pengetahuan kepada anak-anak;
d. Guru jujur dalam menyampaikan apa yang diserukannya;
e. Guru senantiasa membekali diri dengan ilmu dan kesediaan membiasakan
untuk terus mengkajinya;
f. Guru mampu menggunakan berbagai metode mengajar secara bervariasi
menguasainya dengan baik serta mampu menentukan dan memilih metode
mengajar yang selaras bagi materi pengajaran serta situasi belajar
mengajarnya;
g. Guru mampu mengelola siswa, tegas dalam bertindak serta meletakkan
berbagai perkara secara proporsional;
h. Guru bersikap adil di antara para pelajarnya.
48

Selain dari yang telah disebutkan di atas, pendidik juga harus pula
memiliki pengetahuan-pengetahuan yang diperlukan, pengetahuan-pengetahuan
keagamaan dan lain-lainnya. Pengetahuan ini jangan sekedar diketahui tetapi juga
diamalkan dan diyakininya sendiri. Dan yang perlu diingat bahwa kedudukan
pendidik adalah pihak yang lebih dalam situasi pendidikan. Dan harus pula diingat
bahwa pendidik adalah manusia dengan sifat-sifatnya yang tidak sempurna. Oleh
karena itu maka menjadi tugas pula bagi pendidik untuk selalau meninjau diri
sendiri.
5. Perilaku Anak Didik
Dalam membentuk potensi yang ada di dalam diri anak didik, Abdullah
Syafiie pada tingkat operasionalnya menginginkan anak didik yang memiliki

47
Kementerian Agama RI, Al-Qur'an dan Tafsirnya Jilid X, hlm. 25
48
Nur Uhbiyati dan Abu Ahmadi, Ilmu Pendidikan Islam I (IPI), hlm. 88-90.



paham keagamaan ahl al-sunnah wa al-jamaah, berakidah Islam yang kuat,
memiliki niat yang ikhlas, memiliki keberanian, memiliki etos keilmuan, memiliki
keterampilan, dan berakhlak.
49

Bagi Abdullah Syafiie anak didik merupakan amanah yang harus dibina
potensi-potensinya. Sebagaimana yang ia pahami bahwa di dalam diri manusia
ada dua unsur yaitu unsur jasmani dan unsur ruh atau rohani. Pandangan ini
sangat berbeda dengan pandangan Barat yang sangat menekankan kepada unsur
jasmani manusia.
6. Lembaga Pendidikan
Pendidikan Islam termasuk masalah sosial, sehingga dalam
perkembangannya tidak lepas dari lembaga sosial yang ada. Lembaga, disebut
juga dengan institusi atau paranata, sedangkan lembaga sosial adalah suatu
bentuk organisasi yang tersusun relatif tetap atas pola-pola tingkah laku, peranan-
peranan yang terarah dalam mengikat individu yang mempunyai otoritas formal
dan sanksi hukum, guna tercapainya kebutuhan-kebutuhan sosial dasar.
Sebagai suatu proses, pendidikan membutuhkan lembaga (institusi), yang
salah satu artinya adalah badan (organisasi) yang tujuannya melakukan
penyelidikan keilmuan atau melakukan suatu usaha. Oleh karena itu lembaga
pendidikan merupakan organisasi yang bertugas menyelenggarakan kegiatan
proses belajar mengajar.
Penularan ilmu atau pemindahan pengalaman kepada orang lain tanpa
melalui suatu organisasi dalam pengertian yang luas termasuk pendidikan, tetapi
sebagai suatu proses yang berlangsung secara kontinyuitas, eksistensi pendidikan
memerlukan kelembagaan. Lebih lanjut, kemajuan pendidikan juga ditentukan
oleh kualitas suatu konstitusi. Oleh karena itu, institusi menempati posisi penentu
terhadap kelangsungan dan kemajuan pendidikan, sehingga memiliki fungsi yang
sangat penting.
Seperti bentuk pendidikan lain, pendidikan santri mengenai ajaran-ajaran
Islam juga membutuhkan lembaga yang terkenal dengan nama pesantren.
Pesantren telah mengalami perubahan dan pengembangan format yang bermacam-

49
Hasbi Indra, Pesantren dan Transformasi Sosial, hlm. 202.



macam mulai dari surau (langgar) atau masjid hingga pesantren yang makin
lengkap. Lembaga ini telah bergumul selama enam abad (mulai abad ke-15
sampai sekarang).
50

Sejak kemerdekaan Indonesia tahun 1945, tidak sedikit pesantren yang
menerapkan pendidikan dengan sistem madrasah, dan kini terus berkembang
sejalan dengan perkembangan sosial yang ada. Sejak dasawarsa 1970-an sejumlah
pesantren bahkan membuka sekolah-sekolah umum (SD, SLTP, SMU dan SMK).
Hal ini terjadi karena adanya kesadaran di lingkungan pengasuh pesantren, bahwa
tidak semua alumni pesantren ingin menjadi ulama, ustadz maupun dai. Banyak
dari mereka justru menjadi warga biasa yang tidak terlepas dari kebutuhan
mencari pekerjaan yang tentu saja memerlukan pengetahuan dan ketrampilan
tertentu. Bahkan sejak dasawarsa 1970-an banyak pesantren memberikan
pembekalan dan ketrampilan ekonomi bagi santrinya, serta terlibat dalam upaya
pemberdayaan ekonomi bagi rakyat di lingkungannya.
51

Menurut Zamakhsyari Dhofir tradisi pesantren berupaya memberdayakan
dan meningkatkan kualitas lembaga pendidikan di pesantrennya dengan
mendirikan berbagai sekolah, madrasah dan perguruan tinggi pada semua jenjang
dan jenis (SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK dan PTAI/PTS) dalam lingkungan
pesantren. Kecepatannya menambah jumlah pesantren dan fasilitas gedung-
gedung bagi murid mencapai lebih dari 4.000 pada tahun 2008.
52

Dewasa ini hampir setiap pesantren terdapat jenis-jenis pendidikan: (1) pesantren,
yang hanya mempelajari agama dan kitab-kitab keagamaan klisik atau kitab
kuning dan berbentuk non-formal, (2) madrasah (sekolah agama), (3) sekolah

50
Mujamil Qomar, Pesantren Dari Tranformasi Metodologi Menuju Demokratisasi
Institusi, hlm. 86.

51
Ahmad Qodri Abdillah Azizy, Memberdayakan Pesantren dan Madrasah, dalam
Pengantar Dinamika Pesantren dan Madrasah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), hlm. viii.

52
Zamakhsyari Dhofir, Tradisi Pesantren Memadu Modernitas Untuk Kemajuan Bangsa,
hlm. 17.




umum, dan beberapa diantaranya, (4) perguruan tinggi, baik agama maupun
umum.
53

Banyak hal-hal positif yang dapat ditarik dari perkembangan pondok
pesantren bagi pendidikan bangsa kita. Pondok telah membuka kesempatan
belajar bagi kalangan luas rakyat, dikala pendidikan mengabdi kepada kelompok
elit. Hal ini tetap dilaksanakan sekarang. Pendidikan bangsa perlu mempelajari
lebih banyak tentang lembaga pendidikan ini, baik sumbangannya bagi dunia
pendidikan maupun bagi pembangunan masyarakat bangsa.
54

Eksistensi masdrasah di dalam pesantren makin mempertegas keterlibatan
lembaga pendidikan Islam tertua ini dalam memperbaiki sistem pendidikannya,
dan menunjukkan adanya persaingan menghadapi model pendidikan yang
dikembangkan Belanda. Berbeda dengan pesantren, madrasah merupakan
lembaga pendidikan yang lebih modern dari sudut metodologi dan kurikulum
pengajarannya. Dengan keberadaan madrasah di pesantren diharapkan mampu
menunjukkan gambaran baru tentang bentuk lembaga pendidikan yang lebih
modern. Selanjutnya lembaga ini dapat diadaptasi oleh pesantren dalam
memajukan lembaga pendidikan yang dikendalikan kyai ini.
Dengan tetap mempertahankan lembaga yang lama, selanjutnya pesantren
mengembangkan institusi pendidikan dengan mendirikan perguruan tinggi.
Keberadaan perguruan tinggi makin memperkaya lembaga pendidikan pesantren
sehingga lembaga pendidikan yang cikal bakalnya dirintis Syaikh Maulana Malik
Ibrahim ini menyajikan berbagai model pendidikan.

1. Hasil Pendidikan Pesantren
Tujuan pokok pesantren tidak lain adalah mencetak ulama, yaitu orang
yang mutafaqqih fi ad-din atau mendalam ilmu agamanya.
55
Namun saat ini

53
Mujamil Qomar, Pesantren Dari Tranformasi Metodologi Menuju Demokratisasi
Institusi, hlm. 101.
54
Suyoto, Pondok Pesantren dalam Alam Pendidikan Nasional, dalam M. Dawam
Rahardjo, Pesantren dan Pembaharuan, (Jakarta: LP3ES, 1995), hlm. 76.

55
M. Dian Nafi, dkk, Praksis Pembelajaran Pesantren, (Jogjakarta: Instite For Trining
and Development (ITD) Amhers MA, Forum Pesantren Yayasan Salasih, 2007), hlm. 5.



bangsa Indonesia sedang mengembangkan demokrasi sebagai tata pemerintahan
bangsa. Untuk itu, masyarakat pesantren sebenarnya sangat diuntungkan oleh tata
kehidupan demokrasi. Pemimpin-pemimpin dipilih atas dasar hak setiap pemilih
sama nilainya, nilai pemilih yang bergelar profesor sama dengan tukang becak
atau nelayan atau petani yang tidak memiliki sawah sekalipun.
Oleh karena itu, format subtansi pendidikan ideal pesantren adalah format
yang memungkinkan lulusannya untuk terus dapat menjalankan perannya di atas
pada masa-masa mendatang, peran tersebut selama 600 tahun telah berjalan
dengan baik. Kalau selama beberapa (puluh) tahun terakhir ini terseok-seok, maka
hal itu disebabkan karena dua hal. Pertama, perubahan masyarakat Indonesia dan
masyarakat dunia dalam berbagai kehidupan berjalan terlalu cepat, yang sulit
dipahami oleh pimpinan pesantren. Kedua, pedoman penting yang diajarkan oleh
para pendahulu kurang dipahami juga. Pedoman yang dimaksud ialah: al-
muhafadzah alal qadimis sholeh wal ahdzu min jadidil ashlah. Namun
demikian, pada kenyataannya para pimpinan pesantren terus menerus terlambat
dalam upaya memadu tradisi pesantren dengan modernisasi pendidikan.
Sebenarnya, ambisi untuk memodernisir lembaga-lembaga pendidikannya cukup
kuat, tetapi educational resources yang mereka miliki sangat minim.
56

Djohan Effendi mengemukakan bahwa gejala pesantren sebagai kampung
peradaban mulai terasa sejak beberapa alumninya mampu menjadi pioner
intlektual di tanah air. Mereka telah memberikan godaan cerdas terhadap publik
Indonesia bahwa dunia pesantren - dengan segala kesederhanaan dan
kekurangannya - justru menyimpan potensi besar untuk melakukan transformasi
peradaban Islam yang lebih kosmopolit. Caranya, bisa melalui jalur politik, dunia
bisnis, lembaga pendidikan, apalagi terjun ke dunia dakwah (jurnalis).
57

Pesantren Sunan Drajat adalah contoh sebuah pesantren yang berkembang
dengan pesat, meskipun pada awal berdirinya tidak memiliki modal fasilitas

56
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren Memadu Modernitas Untuk Kemajuan
Bangsa, (Yogyakarta: Pesantren Nawesea Press, 2009), hlm. 260-261.

57
Djohan Effendi, Pesantren dan Kampung Peradaban, dalam Pengantar Hasbi Indra,
Pesantren dan Transformasi Sosial, (Jakarta: PT. Permadani, 2003), hlm. xviii-xix.



apapun kecuali semangat dan keyakinan diri serta potensi kepemimpinan
pendirinya. Pesantren ini didirikan oleh KH. Abdul Ghofur pada tanggal 7
September 1977 di Dusun Banjar Anyar, Kecamatan Paciran, Kabupaten
Lamongan, Jawa Timur. Sebagai seorang pemuda lulusan pesantren dan memiliki
garis keturunan dengan Sunan Drajat.
58
Berbekal wibawa nama leluhur yang
sangat berpengaruh dalam dunia kepasantrenan, kyai yang lahir 12 Februari 1949
ini berhasil mengembangkan pesantrennya. Dalam rentang waktu 31 tahun
pesantrennya telah memiliki santri sebanyak 10.000.
59

Kawasan pondok yang semula gersang dan tidak produktif, kini ditanami
mengkudu sabagai sumber penghasilan. Selain itu, juga memproduksi pupuk
majemuk, pupuk organik, mengembangkan koperasi dan industri bordir. Lahan
yang dimiliki 40 hektar dimanfaatkan untuk budidaya mengkudu. Kegiatan ini
tidak hanya dilakukan oleh santri pesantren, tetapi juga oleh masyarakat.
Perubahan secara sosial dan ekonomi pada masyarakat sekitar dan dampaknya
yang positif mengantarkan KH. Abdul Ghofur mendapat kalpataru 2006. Sebagai
Ketua Forum Komunikasi Pondok Pesantren Agrebisnis se - Indonesia. KH.
Abdul Ghofur mempunyai cita-cita untuk mengembangkan pertanian, industri dan
perikanan. Pondok pesantren yang dipimpinnya tidak hanya memberikan ilmu
agama ngaji, mikir akhirat, tetapi juga memikirkan dunia sebagai wujud
pelaksanaan perintah Al-Quran dan Hadis. Cita-cita yang hendak diraih
berikutnya ialah membangun universitas di pesantren.
Banyak alumni dari pondok pesantren Sunan Drajat ini yang telah sukses
manjadi anggota legislatif maupun eksekutif yang tersebar baik di dalam maupun
luar negeri. Bahkan, tidak sedikit yang mampu mendirikan pondok pesantren di
Bali, Lampung, Kalimantan Timur, sampai Malaysia. Institut Tegnologi
Surabaya, bekerjasama dengan pondok pesantren Sunan Drajat, mendirikan

58
Sunan Drajat adalah nama kehormatan salah seorang wali dari 9 wali yang dalam
tradisi pesantren dan Sejarah Jawa dikenal dengan sebutan Walisongo (Sembilan Wali). Mereka
memegang peranan penting dalam proses awal Islamisasi diseluruh pulau Jawa. Rentang waktu
hidup mereka diperhitungkan (dari yang paling senior sampai dengan yang terakhir) antara tahun
1410 sampai tahun 1570.

59
Zamakhsyari Dhofir, Tradisi Pesantren Memadu Modernitas Untuk Kemajuan Bangsa,
hlm, 245.



politeknik yang terdiri dari lima jurusan yang berhubungan dengan kekapalan dan
industri perikanan. Pengaruh pondok pesantren Sunan Drajat memiliki obsesi
untuk mewujudkan pesantren multidimensi dan bersifat universal. Diharapkan
pesantren dapat membentuk pribadi yang tangguh, berbudi luhur dan berwawasan
agama yang baik. Harapannya agar generasi penerus pondok mampu berkiprah
dan berperan aktif dalam berbagai lapangan kehidupan yang Islami.
60

Pondok pesantren Sunan Drajat di atas dapat dijadikan sebagai contoh
pondok pesantren lain yang ada diseluruh Indonesia untuk mengembangkan
sumber daya alam dan sumber daya manusianya. Ketrampilan, kreatifitas, potensi
yang ada harus dikembangkang dan dibina semaksimal mungkin, pesantren
setidaknya harus mampu membuat terobosan baru agar tidak terkesan monoton.
Pada saat-saat seperti sekarang ini setidaknya pondok pesantren tidak hanya
menjadi lembaga pendidikan agama saja, akan tetapi juga mampu memanfaatkan
situasi agar dapat bersaing dengan dunia luar. Dengan demikian image pesantren -
yang hanya mengotak atik fiqh dan nahwu saja - cepat atau lambat akan sirna.
Sebagai langkah awal pemanfaatan teknologi dirasa dapat dijadikan salah
satu bahan masukan bagi pondok pesantren untuk merealisasikan pemberdayaaan
sumber daya alam atau manusia tersebut. Dengan demikian diharapkan nantinya
alumni-alumni pondok pesantren tidak hanya mahir dalam hal agama akan tetapi
juga mampu berkiprah dan mengaktualisasikan dirinya dalam dunia bisnis dan
politik.

2. Urgensi Pendidikan Pesantren
Pendidikan bagi umat manusia adalah merupakan kebutuhan yang hakiki,
sedangkan bagi suatu bangsa, pendidikan bermakna strategis bagi kemajuan dan
perkembangan. Dengan kata lain pendidikan sangat erat kaitannya dengan
kemajuan dan keterbelakangan dari suatu bangsa. Bangsa yang maju biasanya
ditandai dengan hebatnya sistem pendidikan yang dimilikinya, demikian

60
Zamakhsyari Dhofir, Tradisi Pesantren Memadu Modernitas Untuk Kemajuan Bangsa,
hlm. 248.



sebaliknya, bangsa yang terbelakang dibarengi dengan rendahnya kualitas
pendidikan yang dikelolanya.
Sebagaimana diketahui, dunia pesantren adalah institusi sosial yang
berjuang keras melakukan transformasi nilai-nilai transeden maupun imanen yang
menjadi kompetensi masyarakat modern. Pesantren adalah wadah anak-anak
bangsa untuk menuntut ilmu, kemudian mengamalkan ilmunya pada masyarakat.
Di tangan merekalah terletak nasib transformasi sosial. Mereka adalah simbol
dari kekuatan cultural yang akan melesat ke masa depan. Mereka bukanlah bara
api yang siap memanggang siapa pun, melainkan mata air yang siap
menghidupi dunia.
61

Berapa banyak orang yang berubah jalan hidup dan keyakinannya dalam
waktu yang sangat pendek, dari seorang penjahat besar, tiba-tiba menjadi seorang
yang baik, rajin, dan tekun beribadah. Seolah-olah ia dalam waktu singkat dapat
berubah menjadi orang lain. Dan sebaliknya juga ada yang terjadi, orang yang
berubah dari patuh dan tunduk kepada agama, menjadi orang yang lalai atau suka
menentang agama.
Sesungguhnya pertumbuhan kesadaran moral pada anak menyebabkan
anak mendapat pencerahan baru sehingga menambah perhatiannya terhadap
nasehat-nasehat agama, dan kitab suci baginya tidak lagi merupakan kumpulan
undang-undang yang dengan itu Allah menghukum dan mengatur dunia guna
menunjukkan kita kepada kebaikan.
62

Di tengah-tengah meningkatnya kesadaran keagamaan dewasa ini
pesantren tetap menjadi tujuan orang tua untuk memenuhi tuntutan kependidikan
bagi anak-anaknya. Kesungguhan dan ketulusan orang tua itu bisa ditangkap
sebagai suara hati nurani akan masa depan umat Islam Indonesia. Respons yang
memadai atas suara hati nurani itu menjadi tanggugjawab yang sangat besar bagi

61
Djohan Effendi, Pesantren dan Kampung Peradaban, dalam Pengantar Hasbi Indra,
Pesantren dan Transformasi Sosial, hlm. xx.

62
Abdul Madjid, dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi,
(Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004), (Bandung: PT. Rosda Karya, 2006), Cet. III, hlm.
129.




kalangan pesantren untuk meningkatkan kualitas perkhidmatannya dibidang
pendidikan.
63

Dalam Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa
pembangunan nasional dibidang pendidikan adalah upaya mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia, dalam
mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur serta memungkinkan para
warganya mengembangkan diri baik berkenaan dengan aspek jasmaniah maupun
rohaniah berdasarkan pancasila dan UUD 1945.
Dalam uraian tersebut dapat dipahami dengan jelas bahwa pendidikan
nasional yang sedang dijalankan oleh bangsa Indonesia adalah merupakan salah
satu upaya untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia baik jasmaniah
maupun rohaniahnya. Pendidikan pondok pesantren sebagai bagian integral dari
sistem pendidikan bangsa memiliki posisi strategis untuk mendukung tercapainya
tujuan pendidikan nasional, yaitu meningkatkan kualitas manusia Indonesia,
manusia Indonesia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berbudi pekerti luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif,
berdisiplin, trampil, beretos kerja, profesional, bertanggungjawab, dan produktif
serta sehat jasmani dan rohani.
Potensi yang dimiliki pondok pesantren dalam hal ini adalah keunggulan
pendidikan keimanan dan akhlaq, di samping aspek yang lain seperti kemandirian,
kedisiplinan, dan lain sebagainya yang tercakup dalam lingkup pendidikan
pesantren. Dengan memperhatikan tujuan pendidikan nasional, menunjukkan
bahwa pendidikan pondok pesantren menempati posisi yang sangat penting dan
tak dapat dipisahkan dalam membangun manusia Indonesia seutuhnya.
64

Kurikulum pesantren sebenarnya meliputi seluruh kegiatan yang dilakukan
di pesantren selama sehari semalam. Di luar pelajaran banyak kegiatan yang
bernilai pendidikan dilakukan di pondok berupa latihan hidup sederhana,
mengatur kepentingan bersama, mengurusi kebutuhan sendiri, latihan bela diri,
ibadah dengan tertib dan riyadlah. Di pondok lama, para santri sendiri yang

63
M. Dian Nafi, dkk, Praksis Pembelajaran Pesantren, hlm. 7.
64
Mahfud Junaedi, Ilmu Pendidikan Islam: Filsafat dan Pengembangan, (Semarang:
RaSAIL Media Group, 2010), hlm. 198-200.



mendirikan pondok baik dalam pembiayaan dan penukangannya (meskipun
dibantu oleh tukang ahli), menanak nasi sendiri, mencuci pakaian dan mengatur
kamar sendiri, mengatur keuangan sendiri, bahkan ada santri yang membiayai diri
sendiri dengan mengambil upah membantu masyarakat bertani atau membantu
kyai dan kawan sepesantrennya. Kehidupan di pesantren diatur oleh santri sendiri
dengan aturan yang dibuat sendiri dan iuran yang ditetapkan sendiri. Hal lain yang
penting, di pesanren biasanya para santri melakukan ibadah dengan tertib dan
khusyu bahkan tidak sedikit yang melakukan riyadlah atas kehendak sendiri.
65

Dasar ideal pendidikan pesantren adalah falsafah Negara Pancasila, yakni
sila pertama yang berbunyi: ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini mengandung
pengertian bahwa seluruh bangsa Indonesia percaya kepada Tuhan Yang Maha
Esa, atau tegasnya harus beragama.
Dasar konstitusional pendidikan pesantren adalah pasal 26 ayat 1 dan ayat
4 Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Pada ayat 1 disebutkan bahwa pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga
masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai
pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka
mendukung pendidikan sepanjang hayat. Selanjutnya, pada pasal 26 ayat 4
dinyatakan, Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga
pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majlis talim,
serta satuan pendidikan yang sejenis.
66

Sedangkan dasar teologis pesantren adalah ajaran Islam, yakni bahwa
melaksanakan pendidikan agama merupakan perintah dari Tuhan dan merupakan
ibadah kepada-Nya. Sebagaimana disebutkan dalam surat an-Nahl ayat 125:
7vu1- _O) O):Ec El)4O
gOE'g4^)
gOgNOE^-4 gO4L=OO4^- W
_^gE_4 /-) "Og-

65
M. Habib Chirzin, Agama dan Ilmu dalam Pesantren, dalam M. Dawam Rahardjo,
Pesantren dan Pembaharuan, cet. V, (Jakarta: LP3ES, 1995), hlm. 76.

66
Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, hlm. 8-9.




}=O;O _ Ep) El+4O 4O-
OU;N }E) E= }4N
g)-O):Ec W 4O-4 OU;N
4g4-;_^) ^g)
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang
baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu
Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan
Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. An-
Nahl: 125).
67

Dalam ayat ini, Allah swt memberikan pedoman kepada Rasul-Nya
tentang cara mengajak manusia (dakwah) ke jalan Allah. Jalan Allah di sini
maksudnya ialah agama Allah yakni syariat Islam yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad saw. Allah meletakkan dasar-dasar dakwah untuk pegangan bagi
umatnya di kemudian hari dalam mengemban tugas dakwah.
Pertama, Allah saw menjelaskan kepada Rasul-Nya bahwa sesungguhnya
dakwah ini adalah dakwah untuk agama Allah sebagai jalan menuju rida-Nya,
bukan dakwah untuk pribadi dai (yang berdakwah) ataupun untuk golongan dan
kaumnya. Rasul saw diperintahkan untuk membawa manusia ke jalan Allah dan
untuk agama Allah semata.
Kedua, Allah menjelaskan kepada Rasul saw agar berdakwah dengan
hikmah. Hikmah itu mengandung beberapa arti:
a. Pengetahuan tentang rahasia dan faedah segala sesuatu. Dengan pengetahuan
itu sesuatu dapat diyakini keberadaannya.
b. Perkataan yang tepat dan benar yang menjadi dalil (argumen) untuk
menjelaskan mana yang hak dan mana yang batil atau syubhat (meragukan).
c. Mengetahui hukum-hukum Al-Quran, paham Al-Quran, paham agama,
takut kepada Allah, serta benar perkataan dan perbuatan.
Ketiga, Allah swt menjelaskan kepada Rasul agar dakwah itu dijalankan
dengan pengajaran yang baik, lemah lembut, dan menyejukkan, sehingga dapat
diterima dengan baik.

67
Khadim Al Haramain Asy Syarifain, Al-Quran dan Terjemah, hlm. 421



Keempat, Allah swt menjelaskan bahwa bila terjadi perdebatan dengan
kaum musyrikin atau ahli kitab, hendaklah Rasul membantah mereka dengan cara
yang baik.
Kelima, akhir dari segala usaha dan perjuangan itu adalah iman kepada
Allah swt, karena hanya Dialah yang menganugerahkan iman kepada jiwa
manusia, bukan orang lain ataupun dai itu sendiri. Dialah Tuhan Yang Maha
Mengetahui siapa di antara hamba-Nya yang tidak dapat mempertahankan fitrah
insaniahnya (iman kepada Allah) dari pengaruh-pengaruh yang menyesatkan,
hingga dia menjadi sesat, dan siapa pula di antara hamba yang fitrah insaniahnya
tetap terpelihara sehingga dia terbuka menerima petunjuk (hidayah) Allah swt.
68

Disamping itu, pendidikan pesantren didirikan atas dasar tafaqquh fi al-
din, yaitu kepentingan umat untuk memperdalam ilmu pengetahuan agama, dasar
pemikiran ini relevan dengan firman Allah SWT:
4`4 ]~E 4pONLg`u^-
W-NOg441g LO-. _ OU
4OE4^ }g` ]7 lO~Og
gu+g)` OEj*.C
W-O_OE4-41g O)
^}Cg].- W-+OO4N1g4
_4`O~ -O) W-EONE_4O
jgO) _^UE ]+OEO^4
^gg
Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa
tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk
memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi
peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya
mereka itu dapat menjaga dirinya. (QS. At-Taubah: 122).
69

Dalam ayat ini, Allah menerangkan bahwa tidak semua orang mukmin
harus berangkat ke medan perang, bila peperangan itu dapat dilakukan oleh
sebagian kaum Muslimin saja. Tetapi harus ada pembagian tugas dalam
masyarakat, sebagian berangkat ke medan perang, dan sebagian lagi harus

68
Kementerian Agama RI, Al-Qur'an dan Tafsirnya Jilid V, hlm. 418-419.

69
Khadim Al Haramain Asy Syarifain, Al-Quran dan Terjemah, hlm. 301-302.




menuntut ilmu dan mendalami agama Islam, supaya ajaran-ajaran agama itu dapat
diajarkan secara merata, dan dakwah dapat dilakukan dengan cara yang lebih
efektif dan bermanfaat sehingga kecerdasan umat Islam dapat ditingkatkan.
Perang bertujuan untuk mengalahkan musuh-musuh Islam serta
mengamankan jalan dakwah Islamiah. Sedang menuntut ilmu dan mendalami
ilmu-ilmu agama bertujuan untuk mencerdaskan umat dan mengembangkan
agama Islam, agar dapat disebarluaskan dan dipahami oleh semua macam lapisan
masyarakat.
70

Menurut Zamakhsyari Dhofir seperti yang dikutip oleh Ahmad Muthohar
AR., menyebutkan bahwa ayat tersebut di atas menjiwai dan mendasari
pendidikan pesantren, sehingga seluruh aktifitas keilmuan di dalam pesantren
pada dasarnya ditujukan untuk mempertahankan dan menyebarkan agama Islam.
71

Pesantren mengemban beberapa peran, utamanya sebagai lembaga pendidikan.
Jika ada lembaga pendidikan Islam yang sekaligus juga memainkan peran sebagai
lembaga bimbingan keagamaan, keilmuan, kepelatihan, pengembangan
masyarakat, dan sekaligus menjadi simpul budaya, maka itulah pondok pesantren.
Biasanya peran-peran itu tidak langsung terbentuk, melainkan melewati tahap
demi tahap. Setelah sukses sebagai lembaga pendidikan pesantren bisa pula
menjadi lembaga keilmuan, kepelatihan, dan pemberdayaan masyarakat.
Keberhasilannya membangun integrasi dengan masyarakat barulah memberinya
mandat sebagai lembaga bimbingan keagamaan dan simpul budaya.
72

Muhtarom HM, pengantarnya dalam buku Dinamika Pesantren dan
Madrasah, yang ditulis oleh Abdurrahman Masud, dkk., menegaskan tentang
urgensi pesantren dalam pembentukan kepribadian Muslim. Melalui pendidikan
pesantren, dapat disiapkan pribadi Muslim yang tangguh, harmonis, mampu
mengatur kehidupan pribadinya, mengatasi persoalan-persoalannya, mencukupi
kebutuhan-kebutuhannya dan mengendalikan serta mengarahkan tujuan hidupnya.

70
Kementerian Agama RI, Al-Qur'an dan Tafsirnya Jilid IV, hlm. 232.
71
Ahmad Muthohar, AR., Ideologi Pendidikan Pesantren ; Pesantren Di Tengah Arus
Ideologi-Ideologi Pendidikan, hlm. 14-15.

72
M. Dian Nafi, dkk, Praksis Pembelajaran Pesantren, hlm. 11.




Hal itu menurutnya, karena pesantren memiliki multifungsi dan multidimensi
dalam proses pendidiknnya, seperti dimensi psikologis, filosofis, relijius,
ekonomis, politis, dan sebagainya.
73

Pesantren adalah lembaga pendidikan yang sistemik, di dalamnya memuat
tujuan, nilai dan berbagai unsur yang bekerja secara terpadu satu sama lain dan
tak terpisahkan. Istilah sistem berasal dari bahasa Yunani sistema, yang berarti
sehimpunan kegiatan atau komponen yang saling berhubungan secara teratur dan
merupakan suatu keseluruhan. Dengan demikian, sistem pendidikan adalah
totalitas interaksi seperangkat unsur-unsur pendidikan yang bekerja sama secara
terpadu dan saling melengkapi satu sama lain menuju tercapainya tujuan
pendidikan yang dicita-citakan.
Begitu halnya dengan pesantren sebagai suatu lembaga pendidikan Islam
Indonesia yang bertujuan untuk mendalami ilmu agama Islam (tafaqquh fi al-din)
dengan menekankan pentingnya moral dan pengamalan ajaran Islam dalam hidup
bermasyarakat, maka harus ada sinkronisasi antara beberapa unsur pesantren. Ini
dilakukan dalam rangka mewujudkan nilai-nilai luhur yang mendasari, menjiwai,
menggerakkan, dan mengarahkan kerja sama antar unsur yang ada di dalam
pesantren.
74

Saat ini pondok pesantren mulai menampakkan eksistensinya sebagai
lembaga pendidikan Islam yang mumpuni, yaitu di dalamnya didirikan sekolah
baik secara formal maupun nonformal. Akhir-akhir ini pondok pesantren
mempunyai kecenderungan-kecenderungan baru dalam rangka renovasi terhadap
sistem yang selama ini dipergunakan, yaitu :
1. Mulai akrab dengan metodologi ilmiah modern.
2. Semakin berorientasi pada pendidikan dan fungsional, artinya terbuka atas
perkembangan di luar dirinya.
3. Program dan kegiatan yang dilakukan makin terbuka, dan ketergantungannya
pun absolut dengan kyai, dan sekaligus dapat membekali para santri dengan

73
Ismail SM, dkk, Mengurai Anatomi Pesantren dan Madrasah, dalam Pengantar Editor
Dinamika Pesantren dan Madrasah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), hlm. xiii-xiv.
74
Ahmad Muthohar, AR., Ideologi Pendidikan Pesantren ; Pesantren Di Tengah Arus
Ideologi-Ideologi Pendidikan, hlm. 16.



berbagai pengetahuan di luar mata pelajaran agama maupun ketrampilan yang
diperlukan di lapangan kerja.
4. Dapat berfungsi sebagai pusat pengembangan masyarakat.
Karena pondok pesantren merupakan salah satu sub sistem pendidikan di
Indoensia, maka gerak dan usaha serta arah pengembangannya berada di dalam
ruang lingkup tujuan pendidikan nasional itu.




BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini digunakan jenis penelitian lapangan (field
research), yaitu riset yang dilakukan dikancah atau medan terjadinya gejala-
gejala.
75
Di sini peneliti mengumpulkan data dari lapangan dengan mengadakan
penyelidikan secara langsung di lapangan untuk mencari berbagai masalah yang
ada relevansinya dengan penelitian ini. Pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan kualitatif, disebut kualitatif karena data yang terkumpul dan
analisisnya lebih bersifat kualitatif.
76
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang
bermaksud untuk memahami tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian.
77

Penelitian kualitatif tidak mengandalkan bukti berdasarkan logika matematis,
prinsip angka, atau metode statistik. Pembicaraan yang sebenarnya, isyarat dan

75
Sutrisno Hadi, Metodologi Research I, (Yogyakarta: Yayasan Penerbit Fak. Psikologi
UGM, 1997), hlm. 10.

76
Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif Kualitatif dan R&D),
hlm. 8.

77
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Cet. XXII, (Bandung : PT. Pemaja
Rosdakarya, 2006), hlm. 6.




tindakan sosial lainnya adalah bahan mental untuk analisis kualitatif.
78
Oleh
karena itu penelitian ini tidak melibatkan perhitungan, maka hasil yang diperoleh
berupa data yang berwujud kata-kata tertulis atau lisan orang yang diamati.

B. Waktu dan tempat Penelitian
Penelitian dengan judul Perkembangan Pelaksanaan Pendidikan Agama
Islam di Pondok Pesantren Khozinatul Ulum Blora ini dilaksanakan dari tanggal
01 Oktober 2011 sampai dengan tanggal 10 Oktober 2011 bertempat di pondok
pesantren Khozinatul Ulum Blora. Namun sebelum penelitian ini dilakukan
peneliti telah lebih dulu melaksanakan pengamatan-pengamatan dan mencari
informasi tentang seputar perkembangan yang terjadi (pra riset), tepatnya pada
bulan Agustus dan September 2011.

C. Sumber Data
Sumber data adalah subyek di mana data dapat diperoleh.
79
Data yang
dipergunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua sumber data yaitu primer dan
skunder.
1. Sumber Data Primer
Sumber data primer adalah sumber data yang langsung memberikan
data kepada pengumpul data.
80
Sumber data yang akan dijadikan bahan
penulisan skripsi diantaranya adalah orang-orang kunci (key person) yang
meliputi: pengasuh pesantren, dewan pengurus, dan masyarakat setempat.
Peneliti beranggapan bahwa orang-orang kunci tersebut di atas adalah orang-
orang yang dirasa lebih mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan penelitian
yang peneliti lakukan.
2. Sumber Data Skunder

78
Deddy Mulyana, Metode Penelitian Kualitatif, Cet. VII, (Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya, 2010), hlm. 150.
79
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Cet 12, (Jakarta:
PT. Rineka Cipta, 2002), hlm. 213.

80
Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif Kualitatif dan R&D),
hlm. 225.




Sumber data skunder adalah sumber data yang didapat tidak langsung,
yang biasanya berupa data dokumentasi dan arsip atau arsip resmi maupun
buku-buku yang ditulis orang lain yang berkaitan dengan judul yang penulis
teliti.
81
Yang peneliti maksud dalam penelitian ini adalah data yang
mendukung baik berasal dari buku, dokumentasi, arsip, maupun informasi lain
yang relevan dengan penelitian ini.

D. Fokus Penelitian
Dalam penelitian ini yang akan diteliti adalah seputar perkembangan
pelaksanaan pendidikan agama Islam di pondok pesantren Khozinatul Ulum
Blora, yang berdiri pada tahun 1981, didirikan oleh KH. Muharror Ali.
Perkembangan yang akan peneliti kaji adalah seputar perkembangan yang terjadi
di pesantren tersebut dalam satu dekade terakhir. Yaitu antara tahun 2000 sampai
tahun 2010, yang meliputi:
1. Perkembangan lembaga pendidikan;
2. Perkembangan kurikulum;
3. Sarana prasarana; serta
4. Faktor terjadinya perkembangan
Kemudian untuk alasan dikhususkannya penelitian ini pada satu dekade
terakhir adalah mempertimbangkan banyaknya perkembangan-perkembangan
yang terjadi di pondok pesantren dalam kurun waktu 10 tahun terakhir.

E. Teknik Pengumpulan Data
Proses pengumpulan data yang peneliti gunakan dalam penelitian ini
adalah dengan teknik atau cara sebagai berikut:
a) Metode Observasi Partisipatif
Dalam observasi ini, peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang
yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian.
Sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan

81
Azwar Saifuddin, M.A., Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset
IKAPI, 1998), hlm. 91.



oleh sumber data, dan ikut merasakan suka dukanya. Dengan observasi
partisipan ini, maka data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam, dan sampai
mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang nampak.
82
Dalam hal
ini peneliti menggunakan teknik observasi partisipan, dan yang diterapkan
untuk memperoleh data-data tentang perkembangan kurikulum yang
digunakan, salah satunya dengan cara mengikuti proses belajar mengajar
(PBM) yang dilaksanakan di pondok pesantren tersebut, kemudian
perkembangan sarana prasarana dan perkembangan lembaga pendidikan
dengan mengamati.

b) Metode Wawancara (Interview)
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu
dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan
pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang membarikan jawaban atas
pertanyaan itu.
83
Dalam hal ini peneliti menggunakan bentuk bebas terpimpin,
dan ditujukan kepada informan untuk meminta keterangan tentang seputar
perkembangan lembaga, kurikulum, dan sarana prasarana, serta faktor-faktor
terjadinya perkembangan di pondok pesantren tersebut. Informan yang peneliti
maksud adalah orang-orang kunci (key person) yang meliputi: pengasuh
pondok pesantren, dewan pengurus, dan masyarakat setempat. Langkah-
langkah yang peneliti lakukan dalam metode wawancara ini adalah sebagai
berikut:
1. Menetapkan kepada siapa wawancara ini dilakukan;
2. Menyiapkan pokok-pokok masalah yang menjadi bahan pembicaraan;
3. Mengawali atau membuka alur wawancara;
4. Melangsungkan alur wawancara;
5. Mengkonfirmasikan ikhtisar hasil wawancara dan mengakhirinya;
6. Menuliskan hasil wawancara kedalam catatan lapangan;

82
Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif Kualitatif dan R&D),
hlm. 227.
83
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, hlm. 186.




7. Mengidentifikasi tindak lanjut hasil wawancara yang telah diperoleh.
c) Metode Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah lalu. Dokumen bisa
berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang.
Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan
ceritera, biografi, peraturan, kebijakan. Dokumen yang berbentuk gambar,
misalnya foto, gambar hidup, sketsa, dan lain-lain. Studi dokumen merupakan
pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian
kualitatif.
84
Hasil penelitian akan lebih kredibel/dapat dipercaya apabila
didukung oleh foto-foto atau karya tulis akademik dan seni yang telah ada.
Data-data dokumentasi tersebut dapat berupa arsip-arsip yang digunakan
peneliti untuk mendapatkan data tentang sejarah dan memperjelas
perkembangan pondok pesantren yang meliputi perkembangan lembaga,
kurikulum, dan sarana prasarana, mulai dari tahun 2000 sampai dengan tahun
2010.

F. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data
yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi dengan
cara mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan kedalam unit-unit,
menyusun kedalam pola, memilih yang penting dan yang akan dipelajari, dan
membuat kesimpulan sehingga mudah difahami oleh diri sendiri maupun orang
lain.
85
Dalam menganalisa data, peneliti menggunakan teknik deskriptif analitik,
yaitu data yang diperoleh tidak dianalisa menggunakan rumusan statistika, namun
data tersebut dideskripsikan sehingga dapat memberikan kejelasan sesuai
kenyataan realita yang ada di lapangan. Hasil analisa berupa pemaparan gambaran
mengenai situasi yang diteliti dalam bentuk uraian naratif. Uraian pemaparan
harus sistematik dan menyeluruh sebagai satu kesatuan dalam konteks

84
Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif Kualitatif dan R&D),
hlm. 240.
85
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif Kualitatif dan R&D),
hlm. 244.



lingkungannya juga sistematik dalam penggunaannya sehingga urutan
pemaparannya logis dan mudah diikuti maknanya. Jadi analisis ini peneliti
gunakan untuk menganalisa tentang perkembangan pelaksanaan pendidikan
agama Islam di pondok pesantren Khozinatul Ulum Blora khususnya
perkembangan dalam lembaga, kurikulum, dan sarana prasarananya serta faktor-
faktor terjadinya perkembangan.
Adapun langkah-langkah analisis yang peneliti lakukan selama di
lapangan adalah:
a) Data Reduction (Reduksi Data)
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan
membuang yang tidak perlu.
86
Dengan demikian data yang telah direduksi
akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti
untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya bila
diperlukan.
b) Data Display (Penyajian Data)
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah
mendisplaykan data, sehingga data dapat terorganisasikan dan dapat semakin
mudah dipahami. Dengan mendisplay data, maka akan memudahlan untuk
memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa
yang yang telah difahami tersebut.
87

c) Kesimpulan (Conclution)
Langkah ketiga adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi.
Kesimpulan awal yang ditemukan masih bersifat sementara dan akan berubah
bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat mendukung pada tahap
pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan
pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat

86
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif Kualitatif dan R&D),
hlm. 247.

87
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif Kualitatif dan R&D),
hlm. 249.




peneliti kembali kelapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang
dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.
88
Jadi setelah peneliti
mencari, mereduksi dan mendisplay data tentang perkembagan pelaksanaan
pendidikan agama Islam di pondok pesantren Khozinatul Ulum Blora yang
dikategorikan dalam perkembangan lembaga, kurikulum, dan sarana
prasarana, kemudian langkah selanjutnya adalah memberikan kesimpulan dari
data-data yang sudah didisplay tersebut, yang setidaknya dapat menjawab
rumusan masalah di atas mulai dari mendapatkan gambaran tentang
perkembangan-perkembangan yang terjadi sampai menemukan faktor-faktor
yang menyebabkan perkembangan itu terjadi.
BAB IV
ANALISIS TENTANG PERKEMBANGAN PELAKSANAAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI PONDOK PESANTREN
KHOZINATUL ULUM BLORA

A. Profil Pondok Pesantren Khozinatul Ulum
1. Sejarah Singkat Berdirinya
Sejarah berdirinya pondok pesantren Khozinatul Ulum ini bermula dari
keprihatinan yang sangat serta kepedulian sosial dari usahawan H. Muhammad
Jais yang melihat kanan kiri ternyata belum ada satupun lembaga pendidikan
pondok pesantren yang berdiri di tengah kota yang dikelilingi hutan jati ini.
Keprihatinan dan kepedulian bapak H. Muhammad Jais tersebut dengan seiring
keinginan putrinya yang bernama Ummi Hani yang baru saja menyelesaikan
studinya menghafal Al-Quran 30 juz di pesantren Al-Muayyad Surakarta yang
diasuh oleh KH. Umar bin Abdul Mannan, untuk dibuatkan sebuah pesantren
walaupun hanya sangat sederhana. Selanjutnya bapak H. Muhammad Jais dengan
penuh semangat berusaha mencari calon suami yang sesuai dengan putrinya
tersebut, agar kelak dapat mengelola serta me-menage pondok pesantren yang
dicita-citakan.

88
Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif Kualitatif dan R&D),
hlm. 252.



Alhamdulillah berkat pertolongan dan izin Allah SWT serta doa restu tiga
orang ulama yaitu, KH. M. Arwani Amin dari Kudus, KH. Abdullah Salam dari
Pati, KH. MA. Sahal Mahfudz dari Kajen, keinginan tersebut terpenuhi dengan
mendapatkan seorang menantu dari Jepara yang bernama Muharror Ali dan
kebetulan beliau juga baru saja menyelesaikan studi non formalnya dari pesantren
Yanbaul Quran Kudus di bawah asuhan KH. M. Arwani Amin.
Setelah itu, pada tahun 1981 beliau nawaitu membangun dan mendirikan
pesantren dengan memilih Khozinatul Ulum sebagai nama dari pesantren ini.
Nama Khozinatul Ulum itu sendiri dipilih berdasarkan pemberian dari seorang
ulama ahlul Quran KH. M. Arwani Amin. Kata khozin berarti tempat
penyimpanan, dan kata ulum sendiri berarti beberapa ilmu. Pemberian nama
tersebut terkandung maksud tafaulan (mengharap) supaya pesantren ini menjadi
gudang dan tempat penyimpanan beberapa ilmu yang dirasakan manfaatnya oleh
umat.
Pada sejarah perkembangan awal pesantren Khozinatul Ulum ini, sistem
yang digunakan hanya bersifat tradisional dengan mengacu pada sistem sorogan
dan pengajaran wetonan. Dalam perkembangan selanjutnya pondok pesantren
mengadopsi sistem klasikal dengan membuka pendidikan formal maupun non
formal. Namun dalam menyesuaikan perkembangan ini pondok pesantren
Khozinatul Ulum mempunyai prinsip yang sangat mendasar, yaitu:

Memelihara unsur-unsur lama yang baik dan mengambil hal-hal baru yang lebih
baik.
Prinsip pondok pesantren Khozinatul Ulum Blora adalah mengupayakan
dan berusaha semaksimal mungkin untuk merealisasikan beberapa tujuan luhur
yang menjadi cita-cita pondok pesantren dengan cara yang sehat dan dengan cara
sebaik-baiknya. Di sini peneliti menganggap perlu menegaskan beberapa hal yang
dianggap sebagai tujuan pokok pondok pesantren Khozinatul Ulum Blora.
a. Menyiapkan manusia Muslim yang As-Sholih dan Al-Akrom sebagaimana
yang termaktub dalam Al-Quran:



Ep) 74`4O- E4gN *.-
7^> _ Ep) -.- N7)U4N
OO)lE=
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah
orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. Al-Hujarat : 13).
89


Dalam ayat ini, dijelaskan bahwa Allah menciptakan manusia dari
seorang laki-laki (Adam) dan seorang perempuan (Hawa) dan menjadikannya
berbangsa-bangsa, bersuku-suku, dan berbeda-beda warna kulit bukan untuk
saling mencemooh, tetapi supaya saling mengenal dan menolong. Allah tidak
menyukai orang-orang yang memperlihatkan kesombongan dengan
keturunan, kepangkatan, atau kekayaannya karena yang paling mulia di antara
manusia pada sisi Allah hanyalah orang yang paling bertakwa kepada-Nya.
Kebiasaan manusia memandang kemuliaan itu selalu ada sangkut
pautnya dengan kebangsaan dan kekayaan. Padahal menurut pandangan
Allah orang yang paling mulia itu adalah orang yang paling takwa kepada-
Nya.
90

Takwa dalam arti menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi
segala larangan-Nya. Kemudian sholih dalam arti baik di sisi Allah SWT, dan
yang baik di sisi masyarakat, baik dalam kehidupan agamanya dan kehidupan
dunianya, dan sholih dengan pengertian patut dan pantas sebagai kholifatullah
di bumi, begitu pula sholih dalam pengertian mampu mewarisi apa saja yang
ada di bumi. Sebagaimana firman Allah:
;4 E44 O)
jOO+EO- }g` gu4
@O^g]~.- ] 4O-
E_@O4C EOg14:gN
]O)UO-

89
Khadim Al Haramain Asy Syarifain, Al-Quran dan Terjemah, hlm. 847
90
Kementerian Agama RI, Al-Qur'an dan Tafsirnya Jilid IX, hlm. 420.




Dan sungguh telah Kami tulis di dalam Zabur sesudah (kami tulis dalam)
Lauh Mahfuzh, bahwasanya bumi ini dipusakai hamba-hambaKu yang saleh.
(QS. Al-Anbiya : 105).
91

Ayat ini menerangkan bahwa jika diperhatikan sejarah dunia dan
sejarah umat manusia, maka orang-orang yang dijadikan Allah sebagai
penguasa di bumi ini, ialah orang-orang yang sanggup mengatur dan
memimpin masyarakat, mengolah bumi ini untuk kepentingan umat manusia,
sanggup mempertahankan diri dari serangan luar dan dapat mengokohkan
persatuan rakyat yang ada di negaranya. Pemberian kekuasaan oleh Allah
kepada orang-orang tersebut bukanlah berarti Allah telah meridai tindakan-
tindakan mereka; karena kehidupan duniawi lain halnya dengan kehidupan
ukhrawi. Ada orang yang hidup bahagia di akhirat saja, dan ada pula yang
bahagia hidup di dunia saja. Sedangkan yang dicita-citakan seorang Muslim
ialah bahagia hidup di dunia dan di akhirat.
Apabila orang muslim ingin hidup bahagia di dunia dan akhirat,
mereka harus mungikuti Sunnatullah di atas, yaitu taat beribadah kepada
Allah, sanggup memimpin umat manusia dengan baik, sanggup mengolah
bumi ini untuk kepentingan umat manusia, menggalang persatuan dan
kesatuan yang kuat di antara mereka sehingga tidak mudah dipecah belah
oleh musuh.
92

b. Pondok pesantren berpandangan perlunya mengatur dan merealisasikan
keseimbangan antara beberapa ilmu tentang ajaran syariat agama Islam
dengan ilmu pengetahuan umum dan tegnologi modern. Untuk tujuan ini,
pondok pesantren berupaya memberikan bekal kepada santri dengan berbagai
ilmu pengetahuan baik agama maupun umum, sehingga mereka dapat
menyiapkan diri sebagai dai-dai Muslim yang tangguh yang dapat
menyesuaikan dengan masyarakat dengan corak tertentu dan dapat

91
Khadim Al Haramain Asy Syarifain, Al-Quran dan Terjemah, hlm. 508.
92
Kementerian Agama RI, Al-Qur'an dan Tafsirnya Jilid VI, hlm, 335.




menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan dan tegnologi modern yang
bersifat umum.
c. Pesantren merasa perlu memberikan bekal ilmu Al-Quran, mulai bacaan,
hafalan, ilmu qiraah, dan tafsir, latar belakang turunnya ayat Al-Quran
(asbabun nuzul) kepada santri dan pengalamannya dalam kehidupan sehari-
hari sehingga mereka layak dikatakan seorang Muslim yang ahlul quran
dengan pengertian yang sesengguhnya.
93


2. Letak Geografis
Pondok pesantren Khozinatul Ulum yang menjadi obyek penelitian ini
adalah lembaga pendidikan non formal. Adapun letak pesantren tersebut di dukuh
Mlangsen kecamatan Blora kota atau tepatnya di jalan Mr. Iskandar gang XII No.
02. Letak pondok pesantren Khozinatul Ulum ini cukup strategis karena melalui
jalan raya jurusan Blora Randublatung dan Blora Banjarrejo kurang lebih
hanya 700 M ke arah selatan, di situ terpampang papan identitas yang
menunjukkan lokasi pondok pesantren.
Ditinjau dari kenyamanan belajar mengajar (KBM) pondok pesantren
Khozinatul Ulum Kaliwangan Blora ini cukup memberikan ketenangan dan
kesejukan. Hal itu disebabkan karena letaknya yang agak masuk kurang lebih 50
M dari jalan raya. Pondok pesantren Khozinatul Ulum ini dibangun di atas tanah
seluas kurang lebih 3215 M
2
, berada dalam lingkungan Madrasah Aliyah dan
Madrasah Tsanawiyah yang menjadi satu lingkungan yang masing-masing gedung
untuk dua gedung tiga lantai.
Adapun batas wilayah pondok pesantren Khozinatul Ulum Blora adalah
sebagai berikut:
94

a. Sebelah Barat berbatasan dengan dukuh Karkaran Jetis dan desa Sasak;
b. Sebelah Utara berbatasan dengan dukuh Ndukuan;

93
Hasil Dokumentasi Pondok pesantren Khozinatul Ulum Blora, dikutip tgl 4 Oktober
2011.
94
Hasil Observasi di Pondok Pesantren Khozinatul Ulum Blora, dikutip pada tgl 2
Oktober 2011



c. Sebelah Timur berbatasan dengan desa Jenar;
d. Sebelah Selatan persawahan yang berbatasan dengan desa Kamolan.

3. Struktur Kepengurusan
Struktur kepengurusan pondok pesantren adalah suatu tatanan dalam satu
kelompok yang sesuai dengan hak dan tanggung jawab masing-masing yang telah
ditentukan bersama. Sebagaimana pondok pesantren lain, pondok pesantren
Khozinatul Ulum Blora yang merupakan lembaga pendidikan non formal, juga
mempunyai kepengurusan pondok pesantren. Dengan kepengurusan tersebut
dimaksudkan agar dalam pembagian tugas, hak dan tanggungjawab dapat merata
kepada semua personal, sesuai dengan kecakapan dan fungsinya masing-masing.
Struktur kepengurusan dapat disusun setelah terbentuknyanya keputusan-
keputusan yang dihasilkan dari musyawarah bersama.
Surat keputusan dan format struktur kepengurusan yang dihasilkan bukan
semata-mata sebuah kebijakan individu dari pengasuh pondok pesantren, untuk
menetapkan dan memutuskan serta memformat struktur kepengurusan harus
melibatkan semua kepala di lembaga-lembaga yang ada. Mulai dari pengasuh
Pondok Pesantren, ketua Pondok Pesantren, ketua Diniyyah (Awwaliyah, Wustho,
Ulya), ketua Madrasah Ibtidaiyyah (MI), ketua Madrasah Tsanawiyah (MTs),
ketua Madraasah Aliyah (MA).
95

Adapun struktur kepengurusan pondok pesantren Khozinatul Ulum Blora
tahun ajaran 1432-1433 H/2011-2012 M untuk santri putra
96
dan putri
97
adalah
sebagai berikut:



95
Hasil Dokumentasi Pondok pesantren Khozinatul Ulum Blora, dikutip tgl 4 Oktober
2011.

96
Hasil Dokumentasi Pondok pesantren Khozinatul Ulum Blora Tentang Surat Keputusan
dan Stuktur Kepengurusan Santri Putra, dikutip tgl 5 Oktober 2011.

97
Hasil Dokumentasi Pondok pesantren Khozinatul Ulum Blora Tentang Surat Keputusan
dan Stuktur Kepengurusan Santri Putra, dikutip tgl 6 Oktober 2011.













Bagan 4.1
SUSUNAN KEPENGURUSAN SANTRI PUTRA
PONDOK PESANTREN KHOZINATUL ULUM BLORA
Masa Khidmat 1432-1433 H/2011-2012 M











Pengasuh
KH. Muharror Ali
Wakil Pengasuh
H. Ahmad Zakky Fuad
H. Ahmad Labib Hilmy
H. Ahmad Fahim Mulabby
Pembina
KH. Muhtadi Nur
K. Abdul Khobir
K. Nur Rohim, S.Pd.I
H. Nur Salim Kasmani, Lc.,
M.Sy
H. M. Nur Ihsan, Lc
Ketua Umum
Tri Sugiyanto
Ketua I
Kamil Khoiri
Ketua II
A. Sholihin
Bendahara Umum
Qithfirul Azis











Lebih lengkap tentang surat keputusan dan struktur kepengurusan pondok
pesantren Khozinatul Ulum Blora santri putra dapat dilihat sebagaimana
terlampir.
Bagan 4.2
SUSUNAN KEPENGURUSAN SANTRI PUTRI
PONDOK PESANTREN KHOZINATUL ULUM BLORA
Masa Khidmat 1432-1433 H/2011-2012 M











Sekretaris Umum
M. Abd. Karim
Sekretaris I
Matori
SekretarisII
Alfian Rohim
Bendahara II
Shoim Daiman
Bendahara I
M. Amin
Pengasuh
KH. Muharror Ali
Ibu Nyai Hj. Umi Hani SM
Pembina
K. Muhtarom AM, S.Pd.I
K. Nur Rohim, S.Pd.I
Gus H. A. Zakky Fuad
Gus H. A. Labib Hilmy
Gus H. A. Fahim M
Gus H. A. Nur Ihsan, Lc
Neng Masul Aini
Neng Hj. Nurul Inayah
Neng Hj. Nur Hilwa Layyina

Pembimbing
Elly Masruroh
Afifatul Musyafaah










Lebih lengkap tentang surat keputusan dan struktur kepengurusan pondok
pesantren Khozinatul Ulum Blora santri putri dapat dilihat sebagaimana terlampir.


4. Keadaan Santri dan Tenaga Pengajar
Santri merupakan elemen penting dalam pesantren. Jika didasarkan pada
konsep manusia menurut Islam yaitu fitrah, maka pendidikan pesantren dalam
memandang santri masuk dalam semua ideologi karena santri tetap dipandang
mempunyai daya kelebihan dan kelemahan yang perlu diperbaiki dalam
pendidikan, yang dalam hal ini adalah pendidikan pesantren. Kalaupun ada
perbedaan kecenderungan pandangan antar ideologi, hal ini lebih disebabkan cara
pandang yang berbeda.
Para santri yang menetap di pondok pesantren Khozinatul Ulum Blora ini
berasal dari berbagai daerah, seperti: Jepara, Pati, Purwodadi, Demak, Kendal,
Jawa Barat, Jawa Timur dan ada juga yang berasal dari luar jawa seperti Sumatra
dan Kalimantan. Dengan masuk menjadi santri Khozinatul Ulum Blora, maka
mereka berarti harus taat dan patuh kepada peraturan-peraturan yang ditetapkan di
pesantren ini. Baik peraturan itu berupa kewajiban ataupun peraturan-peraturan
Ketua
Naili Syifa
Dwi Mahmudah
Sekretaris
Nurul Ida Fitriana
Ida Khoirotun Naimah
Nurul Layli Mukarromah
Bendahara
Mita Zain
Zahrotun Nafiah
Sri Miyati



yang berupa larangan. Lebih jelasnya tentang peraturan yang berupa kewajiban
dan larangan dapat dilihat sebagaimana terlampir.
98

Pondok pesantren Khozinatul Ulum yang berada di dukuh Mlangsen
kecamatan Blora kota atau tepatnya di jalan Mr. Iskandar gang XII No. 02 ini
merupakan satu-satunya pondok pesantren yang ada di kota Blora. Adanya santri
atau siswa pondok pesantren Khozinatul Ulum Blora berjumlah sekitar 878 santri,
dengan perincian sebagai berikut :
99





Tabel 4.1
Keadaan Santri Pondok Pesantren Khozinatul Ulum Blora
Tahun Ajaran 2011/2012
No Status L P Jumlah
1 Santri Tahfidz 43 46 89
2 Santri Non Tahfidz 225 475 700
3 Santri Anak-anak 15 12 27
4 Mahasiswa 37 25 62
Jumlah 320 558 878

Para santri yang belajar di pondok pesantren Khozinatul Ulum Blora ini
hampir seluruhnya mukim di asrama pondok pesantren, hanya ada beberapa santri
saja yang tidak menetap di asrama. Lain halnya santri yang belajar di sekolah-

98
Hasil Wawancara Dengan Tri Sugiyanto Sebagai Ketua di Pondok Pesantern
Khozinatul Ulum Blora, dikutip tgl 8 Oktober 2011.

99
Hasil Dokumentasi Pondok Pesantren Khozinatul Ulum Blora, dikutip tgl 5 Oktober
2011.



sekolah formal yang ada di bawah naungan pondok pesantren, yang belajar di
sekolah-sekolah tersebut didominasi oleh pelajar-pelajar dari luar pesantren.
Santri yang ada di pondok pesantren Khozinatul Ulum ini terbagi menjadi
beberapa jenis:
a. Santri yang menghafal Al-Quran 30 juz, sekolah formal (MI, MTs, MA), dan
mengkaji kitab-kitab salaf di Diniyyah dan di luar Diniyyah;
b. Santri yang menghafal Al-Quran 30 juz, kuliah dan mengkaji kitab-kitab
salaf diluar jam kuliah;
c. Santri yang menghafal Al-Quran 30 juz dan mengkaji kitab-kitab salaf saja;
d. Santri yang hanya sekolah formal (MI, MTs, MA), dan mengkaji kitab-kitab
salaf; dan
e. Santri yang hanya mengkaji kitab-kitab salaf saja.
Akan tetapi untuk jenis yang ketiga dan kelima ini biasanya dilakukan
oleh para santri yang telah menamatkan sekoahnya di Madrasah (MI, MTs, MA),
atau di Diniyyah.
100

Tenaga pengajar di pondok pesantren Khozinatul Ulum Blora ini kurang
lebih berjumlah 45 orang dan hampir semuanya alumni dari pondok pesantren.
Namun ada juga sebagian dari mereka yang telah menamatkan studinya di Al-
Azhar Kairo Mesir. Lebih jelasnya tentang perincian tenaga pengajar dapat dilihat
sebagaimana terlampir.
5. Kegiatan Santri
Kegiatan santri khususnya dalam hal pendidikan di pondok pesantren
Khozinatul Ulum Blora ini dilaksanakan dalam beberapa pendidikan baik formal
maupun non formal dengan menggunakan kurikulum yang bervariasi pula :
101

Pertama, Madrasah Diniyyah yang meliputi, (1) Madrasah Diniyyah
Awwaliyah (MDA), setingkat dengan SD. Dengan menggunakan sistem

100
Hasil Observasi di Pondok Pesantren Khozinatul Ulum Blora, dikutip pada tgl 3
Oktober 2011.

101
Hasil Dokumentasi Pondok Pesantren Khozinatul Ulum Blora, dikutip tgl 5 Oktober
2011.



kholafiyah dan kurikulum LP Maarif. Dilaksanakan pada malam hari mulai pukul
18.00 s/d 20.30 WIB dan dapat ditempuh selama 6 tahun. (2) Madrasah Diniyyah
Wustho (MDW), setingkat dengan SMP. Dengan menggunakan sistem kholafiyah
dan kurikulum LP Maarif. Dilaksanakan pada siang hari mulai pukul 14.00 s/d
16.30 WIB, dan dapat ditempuh selama 3 tahun. (3) Madrasah Diniyyah Ulya
(MDU), setingkat SMA. Dengan menggunakan sistem kholafiyah dan kurikulum
LP Maarif. Dilaksanakan pada siang hari mulai pukul 14.00 s/d 16.30 WIB, dan
dapat ditempuh selama 3 tahun.
Kedua, Madrasah yang meliputi (1) Madrasah Ibtidaiyyah, (2) Madrasah
Tsanawiyyah, (3) Madrasah Aliyah, yang memakai standar kurikulum
Depertemen Agama yang ditambah dengan muatan lokal dan dengan sistem
pengajaran ala pesantren. Masuk pada siang hari mulai jam 07.00 s/d 13.00 WIB,
dan dapat ditempuh selama 6 tahun untuk (MI), 3 tahun untuk (MTs), dan 3 tahun
untuk (MA).
Ketiga, Pendidikan Al-Quran yang meliputi (1) Taman Pendidikan Al-
Quran, masuk pada pukul 15.00 s/d 17.00 WIB, dengan menggunakan sistem
metode yambua ditambah dengan tajwid dan bacaan-bacaan yang ghorib,
ditargetkan dalam waktu 1,5 tahun siswa dapat membaca Al-Quran dengan fasih
dan benar. (2) Hafalan juz amma, santri baru diwajibkan hafalan juz amma dan
mengikuti hataman bersama-sama sebelum melanjutkan pengajian bin nazdri. (3)
Pengajian Al-Quran bin nadzri 30 juz, dengan menggunakan sistem sorogan dan
waktu yang dibutuhkan tergantung dari kefasihan dan kelancaran santri dalam
membaca Al-Quran. (4) Tahfidzul Quran 30 juz, dengan menggunakan sistem
sorogan dengan ketentuan setiap tahunnya santri wajib mengikuti tes hafalan, dan
setiap santri wajib ikut ujian setelah mendapatkan minimal 1/3 juz dari Al-Quran
untuk dapat melanjutkan hafalan juz seterusnya, kemudian setelah hatam hafalan
30 juz santri wajib ikut ujian hafalan 30 juz untuk diwisuda.
Keempat, pengajian kitab-kitab salaf, dan inilah yang menjadi ciri khas
dari semua pondok pesantren di seluruh Indonesia. Pengajian-pengajian kitab ini



ada yang bersifat harian dan bersifat mingguan, dilaksanakan pada jam-jam
tertentu, yaitu pada jam:
102

a. 09.00 s/d 10.00 WIB
b. 10.00 s/d 11.00 WIB
c. 19.00 s/d 21.00 WIB
Adapun pengajian kitab-kitab salaf yang diajarkan di pondok pesantren
Khozinatul Ulum Blora ini terbatas pada pemberian ilmu yang secara langsung
membahas masalah aqidah, syariah dan bahasa arab, antara lain: al-Quran
dengan tajwid dan tafsirnya; aqaid dan ilmu kalam; fiqih, dengan ushul fiqh;
hadits dengan musthlah hadits; bahasa arab dengan ilmu alatnya seperti nahwu,
sharaf, bayan, maani, badi dan arudl; tirikh; manthiq dan tasawuf. Hal ini senada
dengan apa yang di contohkan oleh M. Habib Chirzin dalam dalam M. Dawam
Rahardjo, Pesantren dan Pembaharuan.
Adapun daftar kitab-kitab salaf yang diajarkan di pondok pesantren
Khozinatul Ulum Blora ini adalah sebagai berikut:
103















102
Hasil Dokumentasi Pondok Pesantren Khozinatul Ulum Blora, dikutip tgl 6 Oktober
2011
103
Hasil Observasi di Pondok Pesantren Khozinatul Ulum Blora, pada tgl 1-3 Oktober
2011















Tabel 4.2
Daftar Kitab-kitab Salaf Yang Diajarkan di Pondok Pesantren
Khozinatul Ulum Blora
Proses Sasaran Target Waktu

Semua Santri. Pengajian bisa
terlaksana dengan
baik dan bisa
menambah refrensi
serta wawasan
santri.
Ahad Pagi ba'da
Shubuh.

Semua santri
Wustho dan Ulya.
Malam Sabtu
pukul 20.00 WIB.

Malam Ahad
pukul 19.30 WIB.

Malam Senin
pukul 20.00 WIB.

Malam Selasa
pukul 20.00 WIB.

Malam Rabu
pukul 20.00 WIB.

Malam Kamis
pukul 20.00 WIB.

Semua Santri
Madin yang tidak
sekolah formal
atau santri yang
sekolah formal
pada hari libur.
Sabtu pukul 09.00
WIB.

Ahad pukul 09.00
WIB.

Senin pukul 09.00
WIB.

Selasa pukul
09.00 WIB.




Rabu pukul 09.00
WIB.

Kamis pukul
09.00 WIB.

Semua Santri
Wustho dan Ulya
yang tidak sekolah
formal atau santri
yang sekolah
formal pada hari
libur.
Sabtu pukul 10.00
WIB.

Ahad & Senin
pukul 10.00 WIB.

Selasa & Rabu
pukul 10.00 WIB.

Kamis pukul
10.00 WIB.

6. Metode Pembelajaran
Kegiatan belajar mengajar yang melahirkan interaksi unsur-unsur
manusiawi adalah sebagai suatu proses dalam rangka mencapai tujuan pengajaran.
Pendidik dengan sadar berusaha mengatur lingkungan belajar agar bergairah bagi
peserta didik. Dengan seperangkat teori dan pengalamannya pendidik gunakan
untuk bagaimana mempersiapkan program pengajaran dengan baik dan sistematis.
Salah satu usaha yang tidak pernah pendidik tinggalkan adalah bagaimana
memahami kedudukan metode sebagai salah satu komponen yang ikut ambil
bagian bagi keberhasilan kegiatan belajar mengajar. Kerangka berfikir yang
demikian bukanlah suatu hal yang aneh, tapi nyata dan memang betul dipikirkan
oleh seorang pendidik
Dalam penggunaan metode terkadang pendidik harus menyesuaikan
dengan kondisi dan suasana kelas. Jumlah anak mempengaruhi penggunaan
metode. Tujuan instruksional adalah pedoman yang mutlak dalam pemilihan
metode. Dalam perumusan tujuan, pendidik perlu merumuskan dan menentukan
metode yang bagaimana dipilih guna menunjang pencapaian tujuan yang telah
dirumuskan tersebut.
Adapun metode pengajaran yang diterapkan di Pondok Pesantren
Khozinatul Ulum secara umum meliputi 4 metode, yaitu :
104


104
Hasil Observasi di Pondok Pesantren Khozinatul Ulum Blora, pada tgl 1-3 Oktober
2011.



a. Metode Ceramah
Metode ceramah ini adalah salah satu metode yang digunakan di
pondok pesantren tersebut. Penggunaan metode ini adalah dengan penuturan
bahan pelajaran secara lisan. Metode ini tidak senantiasa jelek bila
penggunaanya betul-betul disiapkan dengan baik, didukung dengan alat dan
media, serta memperhatikan batas-batas kemungkinan penggunaannya.
b. Metode Tanya Jawab
Metode tanya jawab adalah metode mengajar yang memungkinkan
terjadinya komunikasi langsung yang bersifat two way traffic sebab pada saat
yang sama terjadi dialog antara pendidik dan peserta didik. Pendidik bertanya
peserta didik menjawab atau peserta didik bertanya dan pendidik menjawab.
c. Metode Resitasi (tugas belajar)
Tugas atau resitasi tidak sama dengan pekerjaan rumah, tetapi jauh
lebih luas dari itu. Tugas bisa dilaksanakan di rumah, sekolah, perpustakaan,
dan di tempat lainnya. Tugas dan resitasi merangsang peserta didik untuk
aktif belajar baik secara individual maupun secara kelompok.
d. Metode Kerja Kelompok
Metode kerja kelompok atau bekerja dalam situasi kelompok
mengandung pengertian bahwa peserta didik dalam satu kelas dipandang
sebagai satu kesatuan (kelompok) tersendiri ataupun dibagi atas kelompok-
kelompok kecil (sub-sub kelompok)
Metode-metode di atas adalah metode yang hampir sering digunakan
dalam proses pembelajaran khususnya di Madrasah (MI, MTs, MA) dan
Madrasah Diniyyah (Awwaliyah, Wustho, Ulya).
Selain metode umum di atas, pembelajaran yang digunakan di pondok
pesantren Khozinatul Ulum Blora ini adalah sebagaimana pembelajaran yang ada
di pondok pesantren lain, yaitu meliputi sebagai berikut :
105

a. Metode Wetonan

105
Hasil Observasi di Pondok Pesantren Khozinatul Ulum Blora, pada tgl 1-3 Oktober
2011.



Metode ini sampai sekarang masih digunakan di lembaga di mana
penelitian ini dilakukan, namun biasanya dalam pelaksanaannya
dikombinasikan dengan metode-metode lain. Gambaran pelaksanaan metode
ini adalah dengan cara seorang ustadz/ustadzah duduk dilingkari santri-santri,
kemudian ustadz/ustadzah terebut membaca dan kemudian santri mendengar
dan menyimak bacaan ustadz/ustadzah tersebut.
b. Metode Sorogan
Selain metode wetonan di atas, metode sorogan di lembaga ini juga
masih eksis sampai sekarang. Dalam pelaksanaanya juga hampir sama dengan
metode wetonan, yaitu dikombinasikan dengan motode-metode lain seperti
metode tanya jawab dan resitasi. Dalam pelaksanaan metode ini santri
mengajukan sebuah kitab kepada ustadz/ustadzah untuk dibaca dihadapan
ustadz/ustadzah. Dan kalau dalam membaca kitab tersebut terdapat kesalahan,
maka santri akan langsung ditegur dan dibenarkan oleh ustadz/ustadzah.
Seluruh sistem pengajaran yang ada di pondok pesantren Khozinatul Ulum
ini tidak lepas dari Tri Darma yang ada di pensantren tersebut. Adapun Tri Darma
tersebut adalah :
a. Keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt.
b. Pengembangan keilmuan yang bermanfaat.
c. Pengabdian terhadap agama, masyarakat dan negara.
Dengan memperhatikan fungsi dan peranan pondok pesantren yang sangat
penting dalam pembangunan, maka pondok pesantren sebagai lembaga
pendidikan agama Islam akan lebih mampu berperan apabila sistem dan metode
pembelajarannya dapat dikaitkan dengan tuntutan perkembangan ilmu
pengetahuan/teknologi modern serta tuntutan dinamika masyarakat. Untuk itu
perlu diintrodusir sistem dan metode yang efektif dan efisien diukur menurut
lamanya waktu tempat atau lingkungan, pengembangan sikap dan kemampuan
kreativitas serta budi luhur dengan ajaran agama dan sesuai aspirasi nasional.

B. Perkembangan Lembaga Pendidikan Agama Islam di Pondok Pesantren
Khozinatul Ulum



1. Perkembangan Lembaga Pendidikan Mulai Tahun 1981-1999
Bila dilihat dari awal berdirinya hingga perkembangannya sampai saat ini
pondok pesantren Khozinatul Ulum Blora telah melengkapinya dengan berbagai
macam lembaga pendidikan formal maupun nonformal yang diharapkan dapat
memenuhi kebutuhan agama, masyarakat dan sekaligus sesuai dengan tuntutan
zaman.
Lembaga-lembaga pendidikan tersebut adalah:
a. Pendidikan Al-Quran yang meliputi:
1) Taman Pendidikan Al-Quran;
2) Hafalan Al-Quran Bin Nadlri 30 juz;
3) Pengajian Al-Quran 30 juz.

b. Madrasah Diniyyah yang meliputi:
1) Madrasah Diniyyah Awwaliyah (MDA);
2) Madrasah Diniyyah Wustho (MDW);
3) Madrasah Diniyyah Ulya (MDU);
c. Madrasah Tsanawiyyah (MTs);
d. Madrasah Aliiyyah (MA);
e. Pengkajian Kitab Salaf .
106

Dilihat dari lembaga pendidikan yang telah didirikan oleh pondok
pesantren Khozinatul Ulum Blora ini dapat dikatakan lengkap, karena pondok
pesantren tersebut telah mendirikan lembaga pendidikan mulai dari MI sampai
Perguruan Tinggi (STIU), walaupun perguruan tinggi yang ada baru membuka
satu jurusan yaitu tafsir hadis (TH). Namun pihak pondok pesantren sampai saat
ini masih berupaya untuk membuka jurusan lain selain Tafsir Hadis yaitu
Tarbiyah dan Syariah dengan mengganti nama STIU menjadi STAIKHU
(Sekolah Tinggi Agama Islam Khozinatul Ulum).
107


106
Hasil Dekumentasi Pondok Pesantren Khozinatul Ulum Blora, dikutip tgl 6 Oktober
2011.

107
Hasi Wawancara Dengan H. A. Zakky Fuad Sebagai Wakil Pengasuh Pondok
Pesantren Khozinatul Ulum Blora, dikutip tgl 7 Oktober 2011.



Terkait dengan perkembangan lembaga pendidikan agama Islam yang ada,
pondok pesantren Khozinatul Ulum Blora ini dilihat dari hasil penelitian dapat
dianalisis bahwa perkembangan yang sudah ada mengarah pada pola
perkembangan profil lembaga pendidikan agama yang ideal sebagaimana
Zamakhsari Dhofir dalam menggambarkan profil pondok pesantren ideal yang
sesuai dengan tuntutan kekinian.
Profil pondok pesantren ideal bisa dilihat dari profil pondok pesantren
Sunan Drajat yang berupaya memberdayakan dan meningkatkan kualitas lembaga
pendidikan di pesantrennya dengan mendirikan berbagai sekolah, madrasah dan
perguruan tinggi pada semua jenjang dan jenis (SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA,
SMK dan PTAI/PTS) dalam lingkungan pondok pesantren.

2. Perkembangan Lembaga Pendidikan Mulai Tahun 2000-2010
Seperti halnya pondok pesantren lain (pesantren An-Najah Gondang
Sragen, pesantren Al-Asyariyah Kalibeber Mojotengah Wonosobo), yang telah
lebih dulu mengembangkan dan meningkatkan kualitas lembaga pendidikan di
pesantrennya dengan mendirikan madrasah dan perguruan tinggi pada semua
jenjang dan jenis, demikian pula dengan pondok pesantren Khozinatul Ulum
Blora. Pondok pesantren ini dalam satu dekade terakhir (2000-2010) telah
mendirikan dua lembaga pendidikan baru, yaitu :
108

a) Perguruan Tinggi Agama yaitu Sekolah Tinggi Islam Ushuluddin (STIU)
berdiri pada tahun 2008; dan
b) Lembaga Pendidikan Madrasah Ibtidaiyah (MI) berdiri pada tahun 2009.
Untuk melengkapi lembaga pendidikan yang telah ada, dan memenuhi
kebutuhan santri yang telah menamatkan studinya dilembaga-lembaga yang ada di
bawah naungan pondok pesantren di atas, maka dianggap perlu bagi pondok
pesantren untuk mendirikan lembaga pendidikan lanjutan dengan membuka
jurusan yang dianggap sesuai dengan apa yang telah didapatkan oleh santri
sebelumnaya. Sekolah Tinggi Ilmu Ushuludin (STIU) adalah sebuah lembaga

108
Hasil Wawancara Dengan KH. Muharror Ali Sebagai Pengasuh Pondok Pesantern
Khozinatul Ulum Blora, dikutip tgl 7 Oktober 2011.




lanjutan yang diharapkan mampu menjadi terobosan baru bagi pondok pesantren
untuk menjawab sebuah perkembangan.
109

Untuk saat ini STIU baru membuka satu jurusan saja yaitu Tafsir Hadis
(TH), namun masih ada sebuah keinginan yang belum tercapai, menurut
keterangan yang peneliti dapatkan dari wakil pengasuh pondok pesantren, STIU
masih akan membuka jurusan-jurusan lain seperti syariah dan tarbiyah, hal ini
dimaksudkan agar nantinya lulusan-lulusan dari STIU bisa ikut serta menjadi
tenaga-tenaga pengajar di lembaga-lembaga pendidikan yang ada di bawah
naungan pondok pesantren tersebut. Sebab tegasnya tenaga-tenaga pengajar yang
ada sampai saat ini masih mengambil dari luar, khususnya tenaga pengajar
Madrasah Aliyah.
110

Kemudian Madrasah Ibtidaiyah yang berdiri pada tahun 2009 ini berawal
dari keinginan salah satu putra KH. Muharror Ali yaitu H. Ahmad Zakky Fuad
yang baru saja menyelesaikan studinya dari Al-Azhar Kairo Mesir. Beliau
menganggap perlu adanya lembaga tersebut karena semakin banyaknya santri
yang masih anak-anak (masa-masa SD). Alhamdulillah pada tahun 2009
berdirilah Madrasah Ibtidaiyyah yang sekaligus menjadi pelengkap lembaga-
lembaga yang telah ada, dengan mengacu pada kurikulum Depertemen Agama.
Sampai saat ini siswa yang ada di MI tersebut sudah mencapai kurang lebih 70
siswa/siswi dan sudah mencapai jenjang kelas tiga.
111


C. Perkembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Pondok
Pesantren Khozinatul Ulum
1. Perkembangan Kurikulum Pendidikan Mulai Tahun 1981-1999
Kurikulum pendidikan yang diajarkan di pondok pesantren di mana
penelitian ini dilakukan mulai awal berdirinya yaitu mulai tahun 1981 sampai

109
Hasil Wawancara Dengan KH. Muharror Ali Sebagai Pengasuh Pondok Pesantern
Khozinatul Ulum Blora, dikutip tgl 7 Oktober 2011.
110
Hasi Wawancara Dengan H. A. Zakky Fuad Sebagai Wakil Pengasuh Pondok
Pesantren Khozinatul Ulum Blora, dikutip tgl 7 Oktober 2011.

111
Hasi Wawancara Dengan H. A. Zakky Fuad Sebagai Wakil Pengasuh Pondok
Pesantren Khozinatul Ulum Blora, dikutip tgl 7 Oktober 2011.




tahun 1999 telah mengalami beragam macam variasi, karena - seperti halnya
yang dijelaskan oleh pengasuh - bahwa emberio pondok pesantren Khozinatul
Ulum Blora ini adalah pondok pesantren Qur'an.
112
Materi-materi yang di ajarkan
ialah seputar pembahasan tentang Al-Quran dan sedikit membahas tentang fiqh
dan nahwu.
Namun dalam perkembangan selanjutnya, pondok pesantren yang telah
berdiri kurang lebih 30 tahun ini melebarkan sayapnya dengan mendirikan
lembaga-lembaga baru baik formal maupun nonformal, yaitu MTs, MA,
Awwaliyah, Wustho, dan Ulya, hal ini dengan mempertimbangankan bahwa
semakin banyaknya santri yang mondok di pondok pesantren ini.
Dengan penambahan lambaga-lembaga di atas, menuntut pihak pondok
pesantren untuk menambah/mengembangkan kurikulumnya, seperti MTs dan MA
yang mengikuti kurikulum yang dikembangkan oleh Depertemen Agama yang
sekarang menjadi Kementrian Agama, kemudian Awwaliyah, Wustho, dan Ulya
yang mengikuti kurikulum dari LP. Maarif.
Dengan penambahan-penambahan kurikulum di atas, pondok pesantren di
mana penelitian ini dilakukan sampai sekarang masih eksis mempertahankan ciri
khas yang dimilikinya, yaitu dengan mempertahankan kurikulum lama yang ada
lebih dulu yaitu pengkajian materi-materi yang berhubungan dengan Al-Quran.
2. Perkembangan Kurikulum Pendidikan Mulai Tahun 2000-2010
Untuk merealisir tujuan pondok pesantren, maka tidak lain harus melalui
suatu tindakan yang baik. Dalam arti harus menerapkan suatu konsep dan langkah
kebijaksanaan dengan penuh pertimbangan, perhitungan, dan perencanaan serta
langkah yang sangat tepat. Menurut Eisner, seperti yang dikutip oleh S. Nasution
kurikulum dapat dipandang sebagai :
113

a) Pengembangan proses kognitif;
b) Teknologi;
c) Humanistis atau aktualisasi diri anak;

112
Hasil Wawancara Dengan KH. Muharror Ali Sebagai Pengasuh Pondok Pesantern
Khozinatul Ulum Blora, dikutip tgl 7 Oktober 2011.
113
S. Nasution, Pengembangan Kurikulum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1993), Cet
V, Hlm. 15.



d) Rekontruksi sosial;
e) Akademik.
Berbicara tentang kurikulum memang tidak pernah ada henti-hentinya
karena ia merupakan segenap pengalaman belajar yang harus dilalui dalam proses
pendidikan. Sedangkan pengalaman belajar itu sendiri senantiasa mengalami
penyempurnaan selaras dengan perkembangan zaman serta tantangan-tantangan
yang bakal dihadapi di masa depan.
Kurikulum yang digunakan di pondok pesantren Khozinatul Ulum Blora
ini tidak jauh beda dari kurikulum yang digunakan di pondok pesantren pada
umumnya. Akan tetapi dalam perkembangan yang terjadi dalam satu dekade
terakhir (2000-2010) memunculkan kurikulum baru yang menjadi salah satu
kebutuhan bagi santri-santri Khozinatul Ulum dan yang bertujuan agar nantinya
setelah keluar dari pondok pesantren santri-santri tersebut mempunyai tidak hanya
kemampuan dalam hal agama saja akan tetapi juga ketrampilan-ketrampilan yang
sesuai dengan skill dan bakat masing-masing.
114

Dalam satu dekade terakhir pondok pesantren Khozinatul Ulum Blora ini
telah melengkapi kurikulumnya sebagai berikut:
a) Seni baca Al-Quran, ada pada tahun 2001;
b) Menjahid/Bordir, ada pada tahun 2005;
c) Tataboga ada pada tahun 2005;
d) Kursus Elektronik, ada pada 2008;
e) Kursus Bahasa Arab, ada pada tahun 2008;
f) Kursus Bahasa Inggris ada pada tahun 2008.
g) Computer dan Internet, ada pada tahun 2009;
h) Pelatihan Kepemimpinan, Jurnalistik dan Pelatihan-pelatihan lain, ada pada
tahun 2010.
Sebelumnya, pondok pesantren ini juga telah melengkapi lembaganya
dengan penyuluhan-penyuluhan tentang peternakan dan mengadakan seni hadroh.
Seni baca Al-Quran atau qiroah yang biasanya dilaksanakan setelah santri

114
Hasil Wawancara Dengan Moh. Mashum Aly Sebagai Seksi Pendidikan, di Pondok
Pesantren Khozinatul Ulum Blora, dikutip tgl 8 Oktober 2011.




melaksanakan shalat jumah dalam rangka mengisi waktu luang, sebab pada hari
itu umumnya pondok pesantren diliburkan. Kemudian pembelajaran komputer dan
internet dilaksanakan sesuai jadwal yang telah ditentukan, pembalajaran komputer
ini diprioritaskan pada santri Khozinatul Ulum yang masih sekolah dijenjang MTs
atau MA. Menjahid, bordir dan tataboga ini khusus diberikan pada santri putri.
Pelatihan kepemimpinan, jurnalistik, dan pelatihan-pelatihan lain ini biasanya
dilaksanakan pada hari libur semesteran atau peringatan hari besar Islam.
115

Kursus elektronik, kursus bahasa Arab dan Inggris juga menjadi pelengkap
lembaga pendidikan yang sudah berdiri kurang lebih 30 tahun ini, kursus
dilakukan di luar jam sekolah dan waktu yang telah ditentukan, tujuannya agar
santri yang mempunyai bakat dalam bidang tersebut dapat mengembangkan dan
memaksikalkan kemampuannya semaksimal mungkin dan tentu saja nantinya agar
dapat menjadi orang yang benar-benar mahir dalam bidang yang ditekuninya.
Tenaga-tenaga pendidiknya juga diambil dari sebagian santri senior yang ada di
pondok pesantren tersebut yang dulunya pernah dikirim ke Pare Kediri untuk
mendalami bahasa Arab dan Inggris tentunya.
116

Kurikulum yang ada di pondok pesantren Khozinatul Ulum Blora secara
menyeluruh dapat dikatakan berkembang, karena tidak hanya materi tentang ilmu
agama saja yang diajarkan akan tetapi juga menganggap perlu adanya materi
tentang ilmu umum, bahkan ketrampilan-ketrampilan serta pengembangan bakat
dan minat. Semua ini tidak lain adalah untuk membekali santri bila kelak mereka
di masyarakat.
Namun waktu pelaksanaan proses pembelajaran yang disediakan di
pondok pesantren ini masih kurang seimbang antara ilmu-ilmu keislaman (kajian
kitab-kitab salaf, Al-Quran, dsb.) dengan ilmu-ilmu umum, ini terlihat dari
pelaksanaan pembelajaran - komputer dan internet, menjahid/bordir, tataboga,
pelatihan kepemimpinan, jurnalistik dan pelatihan-pelatihan lain, kursus
elektronik, kursus bahasa Arab dan Inggris - yang hanya dilaksanakan pada

115
Hasil Wawancara Dengan Moh. Mashum Aly Sebagai Seksi Pendidikan, di Pondok
Pesantren Khozinatul Ulum Blora, dikutip tgl 8 Oktober 2011.
116
Hasil Wawancara Dengan Tri Sugiyanto Sebagai Ketua di Pondok Pesantern
Khozinatul Ulum Blora, dikutip tgl 8 Oktober 2011.



waktu-waktu tertentu saja. Seperti contoh pelatihan kepemimpinan, jurnalistik dan
pelatihan-pelatihan lain hanya dilaksanakan pada hari libur semesteran dan hari
besar Islam saja.
Sedangkan untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang sehat, mandiri,
beriman, bertakwa, cinta tanah air, berkesadaran hukum dan lingkungan,
menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki etos kerja yang tinggi serta
berdisiplin, menurut M. Sulthon Masyhud, dkk. kurikulum pendidikan agama
Islam harus seimbang antara ilmu agama dan ilmu umum.
117


D. Perkembangan Sarana Prasarana Pendidikan Agama Islam di Pondok
Pesantren Khozinatul Ulum
1. Perkembangan Sarana Prasarana Pendidikan Mulai Tahun 1981-1999
Pada awal berdirinya pondok pesantren Khozinatul Ulum Blora ini yaitu
pada tahun 1981 sarana prasarana yang ada hanyalah kediaman pengasuh pondok
pesantren (ndalem), masjid, dua asrama yaitu satu untuk santri putra dan satu lagi
untuk santri putri dan satu kamar mandi. Masjid adalah satu-satunya tempat untuk
melaksanakan semua kegiatan pendidikan.
Seperti halnya aula/auditorium, gedung-gedung pendidikan, pelebaran
masjid, penambahan asrama, ikut berkembang seiring dengan adanya lembaga-
lembaga pendidikan yang berdiri di bawah naungan pondok pesantren Khozinatul
Ulum Blora ini.
Sarana prasarana yang ada di pondok pesantren Khozinatul Ulum Blora ini
secara keseluruhan mulai dari awal berdiri yaitu tahun 1981 sampai tahun 1999
mencerminkan suatu tatanan lembaga pendidikan yang ideal, perkembangannya
sangat pesat sekali, hal ini terlihat dari semua sarana prasarana yang ada sudah
dapat dikatakan lengkap seiring dengan berdirinya lembaga-lembaga baru seperti
tersebut di atas. Dalam rentang kurun waktu kurang lebih 3 tahun dari awal
berdirinya, pondok pesantren ini telah melengkapi lembaga-lembaga

117
M. Shulthon Masyhud, dkk., Manajemen Pondok Pesantren, Cet. II, (Jakarta : Diva
Pustaka, 2004), hlm. 73



pendidikannya dengan sarana prasarana yang dapat dianggap cukup lengkap dan
memadahi.
2. Perkembangan Sarana Prasarana Pendidikan Mulai Tahun 2000-2010
Sarana dan prasarana pendidikan adalah salah satu sumber daya yang
menjadi tolok ukur mutu pendidikan dan perlu peningkatan terus menerus seiring
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang cukup canggih.
Manajemen prasarana dan sarana sangat diperlukan dalam menunjang tujuan
pendidikan yang sekaligus menunjang pembangunan nasional, oleh karena itu
diperlukan pengetahuan dan pemahaman konseptual yang jelas agar dalam
implementasinya tidak salah arah dan dapat menunjang proses belajar mengajar.
Sarana dan prasarana diibaratkan sebagai motor penggerak yang dapat
berjalan dengan kecepatan sesuai dengan keinginan oleh penggeraknya. Begitu
pula dengan pendidikan, sarana dan prasarana sangat penting karena dibutuhkan.
Sarana dan prasarana pendidikan dapat berguna untuk menunjang
penyelenggaraan proses belajar.
Sarana prasarana yang ada di pondok pesantren Khozinatul Ulum ini dapat
dikatakan hampir semuanya berkembang dan hanya sebagian kecil saja yang
belum. Di sini peneliti hanya menganalisis sarana prasarana yang peneliti anggap
perlu saja, seperti halnya masjid, asrama santri, perpustakaan, gedung-gedung,
dan lain sebagainya. Untuk lebih jelasnya dalam tabel sebagai berikut:
118











118
Hasil Observasi di Pondok Pesantren Khozinatul Ulum Blora, dikutip pada tgl 3
Oktober 2011.










Tabel 4. 3
Sarana Prasarana Pendidikan Agama Islam di Pondok Pesantren
Khozinatul Ulum Blora
No Uraian
Berkembang
Pada Tahun
1 Masjid 2010
2 Asrama Santri Putra Non Tahfidz 2009
3 Aula Santri Putra 2006
4 Aula Santri Putri 2002
5 Perpustakaan Multimedia 2001
6 Perpustakaan Non Multimedia (Umum) 2001
7 Koperasi Santri Putra 2008
8 Koperasi Santri Putri 2001
9 Asrama Santri Putra Tahfidz 2010
10 Asrama Santri Putri Tahfidz 2004
11 Asrama Mahasiswa Putra 2010
12 Asrama Mahasiswa Putri 2010
13 Asrama Anak-anak Purta/Putri 2010
14 Gudang Penyimpanan 2009
15 Gedung MI 2011
16 Gedung MTs 2005
17 Gedung MA 2005
18 Gedung Sekolah Tinggi Agama 2010
19 Kantor MI 2011
20 Kantor MTs 2005
21 Kantor MA 2005
22 Laboratorium Bahasa 2011
23 Laboratorium Komputer 2011
24 Poskestren 2008
25 Kandang Ternak 2006
26 Pabrik Tahu 2008




Namun dengan adanya perkembangan tersebut di atas tidak serta merta di
barengi dengan perawatan dan perhatian khusus. Hal ini dapat dilihat dari
banyaknya gedung yang rusak ringan, banyaknya coratan di dinding-dinding
gedung, bangku dan meja sekolah yang tak terawat serta masih banyak lagi,
khususnya yang berkaitan dengan perawatan.
Pemanfaatan wifi selain untuk mengakses informasi-informasi dari luar,
juga untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar di sekolah, karena LKS yang
digunakan di sekolah tersebut untuk saat ini sudah memakai LKS yang sebagian
materinya mengharuskan menggunakan wifi. Namun pemanfaatan wifi tersebut
belum bisa dimaksimalkan. Salah satu faktornya adalah tidak semua tenaga
pengajar di sekolah memiliki kemampuan untuk mengoprasikannya.

E. Faktor-faktor Terjadinya Perkembangan Pelaksanaan Pendidikan
Agama Islam di Pondok Pesantren Khozinatul Ulum
Hasil wawancara peneliti dengan beberapa informan menghasilkan sebuah
kesimpulan bahwa perkembangan-perkembangan yang terjadi mulai dari
perkembangan lembaga, kurikulum, dan sarana prasarana tidak terjadi begitu saja,
akan tetapi perkembangan tersebut didasari oleh beberapa faktor :
119

1. Keinginan dari pengasuh pribadi untuk mengembangkan pesantren agar
pesantren tersebut dapat dijangkau oleh semua kalangan. Sebab embrio
pondok pesantren Khozinatul Ulum Blora ini adalah pondok pesantren
Quran.
2. Agar dapat menyesuaikan dengan zaman, dalam arti kebutuhan santri dalam
hal pengetahuan - menurut pengasuh - di era globalisasi ini tidak sama
dengan kebutuhan santri 50 tahun yang lalu.
3. Mengembangkan bakat dan minat santri agar setidaknya nantinya alumni
pondok pesantren Khozinatul Ulum ini bisa ikut serta berperan di masyarakat,
sebab menurut pengasuh tidak semua santri yang nyantri di pondok pesantren
tersebut bercita-cita ingin menjadi seorang kyai.

119
Hasil Wawancara Dengan Beberapa Informan di Pondok Pesantren Khozinatul Ulum
Blora dan Masyarakat Setempat, dikutip tgl 7, 8, dan 9 Oktober 2011.



4. Desakan masyarakat setempat agar pondok pesantren Khozinatul Ulum
tersebut untuk melengkapi lembaga pendidikannya sampai ke perguruan
tinggi.
5. Belum adanya lembaga pendidikan agama Islam yang setingkat dengan SD di
sekitar pondok pesantren.
6. Banyaknya santri kecil yang masih se-usia SD juga menjadi salah satu faktor
terjadinya perkembangan.
7. Ingin menciptakan lembaga pendidikan yang dapat memberikan berbagai
bidang ilmu agama maupun umum untuk semua usia.
8. Mengingat banyaknya santri yang telah menamatkan studinya dan ingin
meneruskan ke perguruan tinggi.
9. Ingin memberikan bekal kepada santri, yaitu bekal ijasah agar nantinya para
alumni bisa ikut serta berperan dan tentunya berguna bagi agama bangsa dan
Negara.
10. Kenyamanan dalam melaksanakan pendidikan agama juga menjadi salah satu
faktor terjadinya perkembangan. Karena nyaman dan tidaknya proses belajar
mengajar juga menjadi faktor tercapainya tujuan pendidikan.
Dari hasil wawancara yang peneliti lakukan faktor terjadinya
perkembangan tersebut di atas lebih didominasi oleh faktor internal saja, sebab
menurut pengasuh, masyarakat di sekitar pondok pesantren masih belum banyak
yang ikut serta menyumbangkan pikiran-pikiran mereka dalam memajukan
pendidikan di pondok pesantren, masyarakat di sekitar pondok pesantren lebih
banyak yang sekedar ikut saja dalam hal tersebut, namun hampir semua anak-anak
mereka bertholabul ilmi di pondok pesantren ini.
Kurangnya ikut serta masyarakat dalam perkembangan-perkembangan di
atas dapat menjadikan keterlambatan pondok pesantren dalam pengembangan-
pengembangan lebih lanjut, dalam hal ini setidaknya pondok pesantren harus
dapat menampung aspirasi masyarakat untuk memajukan pendidikan agama di
pondok pesantren Khozinatul Ulum ini.



Pondok pesantren Khozinatul Ulum Blora sebagai lembaga pendidikan
Islam memiliki peranan penting untuk mencetak kader-kader mendatang para
pemuda yang benar-benar ahli dalam bidang agama dan umum. Untuk itu, di
pesantren ini sebagian besar mengajarkan ilmu-ilmu agama dan umum kepada
santri untuk membekali santri bila kelak mereka di masyarakat.


BAB V
PENUTUP

A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah peneliti laksanakan di lapangan,
maka peneliti dapat menyimpulkan tentang Perkembangan Pelaksanaan
Pendidikan Agama Islam di Pondok Pesantren Khozinatul Ulum Blora sebagai
berikut:
1. Perkembangan lembaga pendidikan agama Islam di pondok pesatren
Khozinatul Ulum Blora ini bisa dakatakan sangat pesat dan hampir mendekati
kesempurnaan. Dalam satu dekade terakhir ada dua lembaga pendidikan yang
berdiri yaitu MI (madrasah ibtidaiyyah) dan STIU (sekolah tinggi ilmu
ushuluddin). Dalam jangka waktu kurang lebih tiga dekade 1981-2011
pondok pesantren tersebut telah dilengkapi dengan beberapa lembaga
pendidikan agama, mulai dari Madrasah Diniyyah (awwaliyah, wustha, ulya),
Madrasah (MI, MTs, MA), sampai jenjang perguruan tinggi agama. Namun.
2. Pondok pesantren Khozinatul Ulum Blora tersebut tidak hanya berkembangan
dalam hal lembaga saja, akan tetapi kurikulum dan sarana prasarana juga ikut
berkembang. Saat ini pendidikan yang disuguhkan tidak hanya seputar
pendidikan agama saja akan tetapi juga pendidikan umum, ketrampilan,
pelatihan-pelatihan dan kursus-kursus. Sarana prasarana pun ikut berkembang
untuk menunjang tercapainya tujuan pendidikan yang diinginkan.



3. Perkembangan yang ada di pondok pesantren Khozinatul Ulum Blora ini
tidak semata-mata terjadi dengan sendirinya, akan tetapi semua itu terjadi
karena adanya beberapa faktor :
a. Keinginan dari pengasuh pribadi untuk mengembangkan pesantren agar
pesantren tersebut dapat dijangkau oleh semua kalangan. Sebab embrio
pondok pesantren Khozinatul Ulum tersebut adalah pondok pesantren
Quran.
b. Mengembangkan bakat dan minat santri agar nantinya setidaknya alumni
pondok pesantren Khozinatul Ulum ini bisa ikut serta berperan di
masyarakat, sebab menurut pengasuh tidak semua santri yang nyantri di
pondok pesantren tersebut bercita-cita ingin menjadi seorang kyai.
c. Belum adanya lembaga pendidikan agama setingkat SD di sekitar pondok
pesantren.
d. Banyaknya santri kecil yang masih se-usia SD juga menjadi salah satu
faktor terjadinya perkembangan.
e. Ingin menciptakan lembaga pendidikan yang dapat memberikan berbagai
bidang ilmu agama maupun umum untuk semua usia.
Pondok pesantren seperti di atas menurut peneliti berorientasi pada
pendidikan sepanjang waktu (full day learning), berkomitmen tafaqquh fi al-din,
menerapkan metode-metode transformatif, dan pendidikan yang berbasis pada
masyarakat (community based education). Demikian, format ini ditemukan pada
pondok pesantren yang menyeimbangkan antara pendidikan agama dan
pendidikan umum serta dilengkapi dengan berbagai pendidikan ketrampilan di
dalamnya. Pondok pesantren demikian yang menggunakan pendekatan integratif
akan mampu memenuhi tuntutan dan permintaan masyarakat berkembang
sekarang ini karena hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan Islam yang
menekankan keseimbangan dan keselarasan antara aspek dunia dan akhirat.

B. Saran-saran
Setelah selesai dari penyusunan skripsi ini, berdasarkan hasil dari
observasi di lapangan, berikut ini akan peneliti cantumkan beberapa saran dalam



rangka untuk meningkatkan mutu pendidikan yang lebih baik pada pondok
pesantren Khozinatul Ulum Blora.
Adapun saran-saran dari penulis adalah sebagai berikut:
1. Melihat berbagai faktor yang memotivasi lahirnya ide-ide perkembangan
sekarang ini, hendaknya pihak pesantren mampu menyerap secara positif dan
mampu mengambil keputusan secara bijak hal-hal apa saja yang menuntut
harus diperbaharui dan hal-hal apa-apa saja pula yang mesti di pertahankan.
Semangat

harus terus digelorakan


supaya nilai-nilai dan tradisi pesantren yang sudah ada tidak tergerus oleh
arus perubahan.
2. Pondok pesantren merupakan lembaga pusat penyebaran dan pendidikan
Islam, serta sebagai lembaga sosial kemayarakatan, sangat diharapkan agar
senantiasa memperbarui sistem pendidikannya yang diterapkan secara praktis
dalam proses belajar mengajarnya, sesuai dengan kemajuan jaman, ilmu
pengetahuan, teknologi dan kebutuhan manusia pada umumnya. Agar tetap
mampu melaksanakan tugas, fungsi dan peranannya sesuai dengan
kedudukannya dan eksistensinya untuk sepanjang masa.
3. Di dalam pesantren banyak mengandung nilai-nilai positif dan potensial. Oleh
karena itu sangat perlu untuk diteruskembangkan agar lebih berdaya dan
berhasil guna. Dengan demikian, maka akan lebih mencerminkan
kedudukannya baik sebagai sistem pendidikan Islam maupun sebagai mata
rantai sistem pendidikan nasional, secara utuh dan menyeluruh.
4. Dalam melaksanakan perkembangan pendidikan di pesantren hendaknya
selalu mendasarkan pada konsep-konsep serta amanat yang telah digariskan
oleh para ahli maupun pemerintah. Dan harus memperhatikan pula nilai dan
kultus pesantren itu sendiri, sehingga dengan keberhasilan yang dicapai tidak
akan memusnahkan ciri kepesantrenannya.
5. Melihat parameter tujuan setiap santri berbeda-beda, meskipun mereka semua
awal niatnya adalah tholabul ilmi, maka sebenarnya faktor ini juga
membawa pengaruh terhadap maju atau mundurnya sebuah pesantren. Para
santri yang kukuh dalam niatnya, berdisiplin tinggi, ikhlas, mandiri, dan aktif



dalam kegiatan pesantren akan mudah untuk diajak kearah pembaharuan,
namun sebaliknya jika para santri yang tidak jelas niat mondok-nya, tidak
disiplin, pamrih, tidak mandiri dan malas mengikuti kegiatan pesantren akan
menjadi penghambat pesantren menuju pembaharuan. Oleh sebab itu langkah
taktisnya adalah lebih menekankan pada aspek kedisiplinan, misalnya tata
tertib yang efektif dan lain sebagainya.
6. Mengingat cara pandang masyarakat sekarang ini yang belum sepenuhnya
percaya pada pendidikan pesantren, maka perlu diupayakan sebuah pola
komunikasi interaktif yang mengatur hubungan pesantren dan masyarakat
pada umumnya. Demikian, akan terjalin hubungan yang harmonis diantara
keduanya yang diharapkan pendidikan pesantren akan mendapatkan
dukungan penuh dari mereka.






























DAFTAR KEPUSTAKAAN
Abdul Madjid, dan Dian Andayani, S.Pd, Pendidikan Agama Islam Berbasis
Kompetensi, (Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004), (Bandung :
PT. Rosda Karya, 2006)
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Cet 12,
(Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2002)
Chirzin, M. Habib, Pesantren Selalu Tumbuh dan Berkembang, dalam Kata
Pengantar M. Dian Nafi, dkk, Praksis Pembelajaran Pesantren,
(Yogyakarta : Instite For Trining and Development (ITD) Amhers MA,
Forum Pesantren Yayasan Salasih, 2007)
________, Agama dan Ilmu dalam Pesantren, dalam M. Dawam Rahardjo,
Pesantren dan Pembaharuan, cet. V, (Jakarta : LP3ES, 1995)
Dhofier, Zamakhsyari, Tradisi Pesantren Memadu Modernitas Untuk Kemajuan
Bangsa, (Yogyakarta : Pesantren Nawesea Press, 2009)
Khodim Al-Haramain Asy Syarifain, Al-Qur'an dan Terjemahnya, (Madinah Al-
Munawwarah : Lit Tiba't Al-Mush-haf Asy Syarif, 1990)
Kementerian Agama RI, Al-Qur'an dan Tafsirnya Jilid IV, (Jakarta : Lentera
Abadi, 2010)
___________, Al-Qur'an dan Tafsirnya Jilid V, (Jakarta : Lentera Abadi, 2010)
___________, Al-Qur'an dan Tafsirnya Jilid VI, (Jakarta : Lentera Abadi, 2010)
___________, Al-Qur'an dan Tafsirnya Jilid IX, (Jakarta : Lentera Abadi, 2010)
___________, Al-Qur'an dan Tafsirnya Jilid X, (Jakarta : Lentera Abadi, 2010)



Effendi, Djohan, Pesantren dan Kampung Peradaban, dalam Pengantar Hasbi
Indra, Pesantren dan Transformasi Sosial, (Jakarta : PT. Permadani,
2003)
Haedari, HM. Amin, dkk, Masa Depan Pesantren dalam Tantangan Modernitas
dan Tantangan Komplesitas Global, (Jakarta : Ird Press, 2004)
Hadi, Sutrisno, Metodologi Research I, (Yogyakarta : Yayasan Penerbit Fak.
Psikologi UGM, 1997)
Indra, Hasbi, Pesantren dan Transformasi Sosial, (Jakarta : Penamadani, 2003)
Ismail SM, Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis Paikem, (Semarang :
RaSAIL Media Group, 2008)
__________, dkk, Mengurai Anatomi Pesantren dan Madrasah, dalam
Pengantar Editor Dinamika Pesantren dan Madrasah, (Yogyakarta :
Pustaka Pelajar, 2002)
J. Moleong, Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif, Cet. XXII, (Bandung : PT.
Pemaja Rosdakarya, 2006)
Junaedi, Mahfud, Ilmu Pendidikan Islam: Filsafat dan Pengembangan,
(Semarang : RaSAIL Media Group, 2010)
Madjid, Nurcholish, Bilik-bilik Pesantren Sebuah Potret Perjalanan, (Jakarta :
Paramadina, 2007)
Malikatun, Studi Analisis Tentang Proses Pembaharuan Pendidikan di Pondok
Pesantren Darul Falah Jekulo Kudus, Skripsi ( Kudus: Jurusan Tarbiyah
STAIN, 2000)
Muthohar, AR. Ahmad, Ideologi Pendidikan Pesantren; Pesantren di Tengah
Arus Ideologi-Ideologi Pendidikan, (Semarang : Pustaka Rizki Putra,
2007)
Masyhud, M. Shulthon, dkk., Manajemen Pondok Pesantren, Cet. II, (Jakarta :
Diva Pustaka, 2004)
Mulyana, Deddy, Metode Penelitian Kualitatif, Cet. VII, (Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya, 2010)
Nafi, M. Dian, dkk, Praksis Pembelajaran Pesantren, (Jogjakarta : Instite For
Trining and Development (ITD) Amhers MA, Forum Pesantren Yayasan
Salasih, 2007)



Nur Uhbiyati dan Abu Ahmadi, Ilmu Pendidikan Islam I (IPI), (Bandung :
Pustaka Setia, 1997)
Qodri Abdillah Azizy, Ahmad, Memberdayakan Pesantren dan Madrasah,
dalam Pengantar Dinamika Pesantren dan Madrasah, (Yogyakarta :
Pustaka Pelajar, 2002)
Qomar, Mujamil, Pesantren Dari Tranformasi Metodologi Menuju Demokratisasi
Institusi, (Jakarta : Erlangga, 2002)
Saifuddin, Azwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset
IKAPI, 1998)
Suyoto, Pondok Pesantren dalam Alam Pendidikan Nasional, dalam M. Dawam
Rahardjo, Pesantren dan Pembaharuan, cet. V, (Jakarta : LP3ES, 1995)
Sudjana, Nana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, Cet. III,
(Bandung : Sinar Baru Algesindo, 1996)
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan
R&D), (Bandung : Alfabeta, 2008)
S. Nasution, Kurikulum dan Pengajaran, (Jakarta : Bumi Aksara, 1995)
__________, Pengembangan Kurikilum, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti,
1993)
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Wahjoetomo, Perguruan Tinggi Pesantren, (Pendidikan Alternatif Masa Depan),
Cet. I, (Jakarta : Gema Insani Press, 1997)
Yanto, Sri, Profil Pondok Pesantren Pendidikan Islam (PPPI) Miftahussalam
Banyumas (Analisis Relevansi Kurikulum Pesantren dengan Kebutuhan
Masyarakat), Skripsi, (Semarang : Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo,
2002)
Yasmadi, Modernisasi Pesantren (Kritik Nurcholish Madjid Terhadap Pendidikan
Islam Tradisional), (Jakarta : Quantum Teaching, 2005)
Dokumentasi Pondok pesantren Khozinatul Ulum Blora.
Observasi di Pondok Pesantren Khozinatul Ulum Blora.
Wawancara Dengan KH. Muharror Ali, Sebagai Pengasuh Pondok Pesantren
Khozinatul Ulum Blora.



Wawancara Dengan H. A. Zakky Fuad, Sebagai Wakil Pengasuh Pondok
Pesantren Khozinatul Ulum Blora.
Wawancara Dengan Tri Sugiyanto, Sebagai Ketua Pondok Pesantren Khozinatul
Ulum Blora.
Wawancara Dengan Moh. Mashum Aly, Sebagai Seksi Pendidikan Pondok
Pesantren Khozinatul Ulum Blora.
Wawancara Dengan Bp. Lilik Mahzun dan Bp. M. Ali Mamun, Sebagai
Masyarakat Sekitar Pondok Pesantren Khozinatul Ulum Blora.

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 : Keadaan Santri di Pondok Pesantren Khozinatul Ulum
Blora.
Table 4.2 : Daftar Kitab-kitab Salaf Yang Diajarkan di Pondok
Pesantren Khozinatul Ulum Blora.
Table 4.3 : Sarana Prasarana Pendidikan Agama Islam di Pondok
Pesantren Khozinatul Ulum Blora.






















DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Surat Keputusan dan Susunan Kepengurusan Santri Putra
Pondok Pesantren Khozinatul Ulum Blora Masa Khidmat 1432-
1433 H/2011-2012 M.
Lampiran 2 : Surat Keputusan dan Susunan Kepengurusan Santri Putri
Pondok Pesantren Khozinatul Ulum Blora Masa Khidmat 1432-
1433 H/2011-2012 M.
Lampiran 3 : Undang-undang (tata tertib) Pondok Pesantren khozinatul Ulum
Blora.
Lampiran 4 : Daftar Tenaga Pengajar di Pondok Pesantren Khozinatul Ulum
Blora.
Lampiran 5 : Chek List Observasi Lembaga Pendidikan Agama di Pondok
Pesantren Khozinatul Ulum Blora.
Lampiran 6 : Chek List Observasi Kurikulum Pendidikan Agama di Pondok
Pesantren Khozinatul Ulum Blora.
Lampiran 7 : Chek List Observasi Sarana Prasarana Pendidikan Agama di
Pondok Pesantren Khozinatul Ulum Blora.
Lampiran 8 : Bukti dan Hasil Wawancara di Pondok Pesantren Khozinatul
Ulum Blora.
Lampiran 9 : Surat Penunjukan Pembimbing
Lampiran 10 : Surat Izin Riset
Lampiran 11 : Surat Keterangan Riset
Lampiran 12 : Sertifikat PASSKA Institut
Lampiran 13 : Sertifikat PASSKA Fakultas
Lampiran 14 : Sertifikat KKN
Lampiran 15 : Sertifikat Kursus Bahasa Inggris





















RIWAYAT HIDUP

A. Identitas Diri
1. Nama Lengkap : Imam Masyhuri
2. Tempat & Tgl. Lahir : Grobogan, 02 Mei 1985
3. NIM : 073111060
4. Alamat Rumah :


Hp : 0858 6555 5556 / 082 133 135 135
E-mail : imam_masyhurie@yahoo.com

B. Riwayat Pendidikan
1. Pendidikan Formal
a. SD Negeri No. 445/VI Durian Luncuk III Jambi Lulus Tahun 1997
b. MTs Manbaul Ulum Grobogan Lulus Tahun 2001
c. MA Manbaul Ulum Grobogan Lulus Tahun 2004
d. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo Semarang
Angkatan Tahun 2007
2. Pendidikan Non-Formal
a. PP. Al-Maruf Bandungsari Ngaringan Grobogan (1997-2004)
b. PP. Al-Anwar Karangmangu Sarang Rembang (2004-2007)



Semarang, 25 Desember 2011

Petiduran Baru Rt 01 Rw 01 Kadus I
Mandiangin Sarolangun Jambi





Imam Masyhuri
0 7 3 1 1 1 0 6 0

Potrebbero piacerti anche