Documenti di Didattica
Documenti di Professioni
Documenti di Cultura
in keeping with modern conditions, based on the qur’an and the true sunnah in
bringing Muslim to the new era of the 20th century.
I IFTITAH
II RIWAYAT HIDUP
Suatu penelusuran yang agak teoritis yang mungkin dapat dianggap tepat untuk
mengetahui riwayat hidup Abduh dilakukan oleh Charles C. Adams. Ia menggunakan
pendekatan periodeisasi. Ia membagi riwayat hidup Abduh kepada tiga periode: periode
pertumbuhan; periode pemunculan di depan publik; dan periode berada di puncak karir.3
Kelemahan pendekatan Adams tentu saja ada, misalnya ia menganggap riwayat hidup
Abduh sudah terpisah-pisah secara ketat antara satu masa dengan masa berikutnya,
padahal menentukan batas masa itu sangatlah riskan karena hidup itu berjalan secara
alamiah bagai air mengalir begitu saja tanpa terputus-putus. Oleh karena itu sulit
membatasi penggalan kehidupan seseorang secara ketat, pasti dan tanpa pengaruh
sebelum dan sesudah masa tertentu. Akan tetapi, karena Adams membuat pembagian
periode itu bukan semata-mata melalui pendekatan kualitatif, juga melalui pendekatan
kuantitatif dengan menetapkan tahun dan peristiwa-peristiwa yang dilalui Abduh, maka
cara pembagian Adams dapat diterima dalam rangka memudahkan pemahaman yang
kontekstual menurut masa, kondisi, tempat dan lingkungan kehidupan seseorang. Uraian
berikut mengikuti pembagian periode menurut Adams tersebut.
Abduh, menurut pendapat umum lahir pada tahun 1265 H/1849 M.4 Ada
pendapat lain yang mengatakan ia lahir pada tahun 1262 H/1845 M.5 Perbedaan itu
mungkin disebabkan oleh perbedaan sumber tulisan. Boleh jadi pula, mencatat kelahiran
belum biasa dilakukan oleh masyarakat di tempat orang tua Abduh yang bernama
Mahallat Nasr, di Hilir Mesir, Kabupaten al-Buhaerah di wilayah al-Gharbiyah, pada
masa itu. Alasan lain penyebab perbedaan waktu kelahiran itu boleh jadi karena situasi
politik yang tidak menentu, orang tua Abduh berpindah-pindah 6 dan tidak
memperhatikan tanggal dan tempat kelahiran putra-putrinya secara serius.7
Ayah Abduh bernama Abduh ibn Hasan Khair Allah. Dengan begitu nama
lengkapnya adalah Muhammad Abduh Ibn Hasan Khair Allah . 8 Keluarganya hidup dari
hasil pertanian, namun mempunyai jiwa kegamaan yang teguh, taat, dan berpandangan
terbuka terhadap ilmu pengetahuan. Ayahnya menganjurkan Abduh untuk menuntut ilmu
pengetahuan. Masa pendidikan Abduh dimulai dengan pelajaran dasar membaca dan
menulis melalui orang tuanya sendiri. Ia selanjutnya belajar al-Qur’an kepada seorang
hafiz . 9
Dalam waktu dua tahun ia sendiri menjadi seorang hafiz pula.10 Berikutnya ia
belajar di Mesjid Ahmadi, di Thantha. Metode pengajaran yang menitikberatkan hafalan
tanpa pengertian bagi murid-muridnya di sekolah itu, membuat Abduh merasa tidak
puas. Ia kembali ke Mahallat Nashr dan bertekad melanjutkan usaha orang tuanya di
lapangan pertanian. Kala itu ia diperkirakan berusia 16 tahun, di usia itu pula ia
menikah.11
Khadr yang sering melawat ke luar Mesir belajar berbagai ilmu agama Islam, dan
pengikut tarikat al-Syaziliah.12
dari Al-Afghani sedangkan tulisan yang mengungkapkan jiwa dan pemikiran itu berasal
dari Abduh. 18
Masa-masa di luar negeri itu bagi Abduh dipergunakannya untik menulis dan
mengunjungi berbagai tempat serta mengajar. Ia berkunjung ke Inggris, ke Tunis, dan
negara lainnya, dan akhir 1884 M ia kembali ke Beirut. Di sini Ia menghentikan
aktifitas politiknya dan banyak mengajar, menulis dan menerjemahkan kitab-kitab ilmu
pengetahuan berbagai bidang ke dalam Bahasa Arab.19 Ia kembali ke Mesir pada tahun
1888 M. dengan berbagai pengalaman dan tambahan khazanah intelektual yang luas dan
dalam setelah berkunjung ke bebagai tempat dan orang –orang terkemuka di bidang
ilmu pengetahuan. Ia masuk ke babak baru kehidupannya.
puncak karirnya. Ia tidak saja melakukan pembaruan di bidang peradilan sesuai dengan
jabatannyan, tetapi juga di bidang pendidikan yang menjadi pokok pehatiannya. Ia
mewakili pemerintah duduk dalam Komite Administratif Universitas Al-Azhar pada
tahun 1895 M. bersama syeikh atau profesor-profesor terkemuka lainnya yang banyak
melakukkan prebaikan untuk perguruan tinggi paling terkenal di dunia Islam ketika itu 21
Banyak rencana Abduh yang masih terbengkalai yang ingin ia lakukan, namun maut
merenggutnya pada tanggal 11 Juli 1905 M. dengan didahului oleh sakit beberapa hari.22
Walaupun Abduh telah meninggal, tetapi pemikiran dan ide-ide pembaruannya tetap
bergema di dunia islam, bukan saja di Mesir dan Timur Tengah, bahkan sampai ke Asia
Tenggara. Beberapa karya tulisnya yang menonjol adalah Risalah Tauhid, (1897); Islam
wa-lnashraniya ma’a al’ilm wa al-madaniya; Sharh Kitab al-basair al-Nasiriya, tasnif
al-Kadi Zain Din (1898). Lalu kumpulan ceramahnya dan artikel-artikelnya dalam
translatasi ke Bahasa Perancis oleh Muhammad Tal’at Harb Bey (1905) berjudul Europe
et al-Islam. Ketika ia bersama-sama Al-Afghani Abduh sempat menerjemahkan karya
tokoh ini dari Bahasa Pesia ke Bahasa Arab : Risalat al-Radd ‘ala al-dahriyin (1886) dan
karya lainya Sharh Nahj al-balagha dan Sharh Maqamat Badi’ al-zaman al-Hamadhani
(1889). Yang lain adalah Taqrir fi Ishlah al-Mahakim al-Shar’iya (1900). Berikut ini
akan dikaji beberapa ide-ide pembaruannya.
A. Pembaruan Pemikiran
Abduh berpendapat bahwa sebab-sebab kemunduran umat islam adalah faham jumud,
keadaan membeku, statis, tak ada perubahan. Umat islam hanya berpegang teguh kepada
tradisi dan tidak mau menerima hal-hal baru.24 Abduh, sebagaimana Muhammad Abd al-
Wahab dan Jamal al-Din al-Afghani menganggap bid’ah yang masuk ke ajaan islam
adalah menyesetakan. Oleh karena itu harus dibasmi. Bagi Abduh perubahan itu tidak
hanyakembali ke ajaran salaf seperti dianjrukan Abd al-Wahab, tetapi harus disesuaikan
dengan keadaan moderen. Bila ibadat sudah jelas pedomannya di dalam Qur’an dan
Hadist, maka soal-soal kemasyarakatan yang hanya garis besarnya dapat disesuaikan
Untuk mengikuti perkembangan zaman, uamat Islam tidak boleh takdil. Umat
mesti mempergunakan akal dan fikiranhya. Al-Qur’an sendiri banyak menyatakan
pentingnya akal-pikiran itu: afala dengan pekembangan zaman.25yatadabbarun, afala
ta’qilun, afala tatafakarun dan sebagainya. Kedudukan akal bagi Abduh sangat tinggi.
Wahyu tidak akan bertentangan dengan akal. Bila zahir ayat bertentangan dengan akal,
maka ayat itu dapat ditafsirkan sesuai dengan prinsip-prinsip akal. Ini berkaitan dengan
dasar-dasar ilmu pengetahuan moderen yang banyak berdasrkan hukum alam (sunnat al-
allah), dan hal itu sesuai dengan prinsip-prinsip Islam seperti disebutkan oleh Qur’an
yang menempatkan posisi akal di tempat paling tinggi. 26
Tuhan dan berbuat baik, sedang kesengsaraannya bergantung pada tidak mengenal
Tuhan dan pada perbuatan jahat;
4. Mengetahui wajibnya manusia mengenal Tuhan;
5. Mengetahui wajibnya manusia berbuat baik dan wajibnya ia menjauhi perbuatan
jahat untuk kebahagiaannya di akhirat;
Dilihat dari sisi menempatkan kekuatan yang tinggi kepada akal dalam teologi,
maka Abduh malah melebihi . Kecuali itu Abduh tidak menerima konsepsi manzilat bain
manzilatain (منزلة بين منزلتين ) oleh Mu’tazilah. Selanjutnya bila dirinci lebih
dalam, Abduh , menempatkan posisi akal jauh lebih tinggi dari Mu’tazilah. Bagi Abduh
akal beperan terhadap enam hal di atas. Sementara bagi Mu’tazilah hanya empat saja
peranan akal dalam teologi, yaitu :
Penempatan akal di posisi yang penting itu bukan bearti Abduh merendahkan
posisi wahyu. Wahyu lebih tinggi lagi daripada akal, karena wahyulah yang menjelaskan
kepada akal bagaimana cara beribadat dan berterimakasih kepada Tuhan. Wahyu
menentukan baik buruknya suatu ketetapan Tuhan melalui suruhan dan larangannya pada
hal-hal yang berlaku saat akal tak mampu memberi kualifikasi terhadap baik dan
buruknya suatu perbuatan. Akal diperkuat pula oleh wahyu melalui sifat sakral dan
kekuatan absolutnya untuk memaksa manusia untuk tunduk kepada hukum dan
peraturan.30
Ijtihad harus langsung kepada al-Qur’an dan Hadist, karena itu mujtahid haruslah orang-
orang yang mempunyai syarat-syarat yang dipelukan. Orang yang tidak mempunyai
syarat itu haru mengikut kepada pendapat yang ia setujui fahamnya di kalangan mujtahid
yang ada. Bagi Abduh, ijtihad tidak diperlukan untuk lapangan ibadat yang mengatur
hubungan manusia dengan Tuhan, karena itu tidak diperlukan penyesuaiannya dengan
perkembangan zaman. Ijtihad hanyalah di lapangan yang berhubungan dengan masalah
manusia dengan manusia. 31
B. Pembaruan Pendidikan
Mengubah pola befikir, berarti harus mengubah kualitas manusia dari bodoh dan
tidak mengetahui apa-apa menjadi pandai dan mengetahui berbagai ilmu pengetahuan
agama dalam arti sempit, maupun pengetahuan umum yang luas, ilmu pasti, sosial,
sastra, falsafat, dan ilmu pengetahuan moderen lainnya. Abduh melakukan pembaruan
di bidang pendidikan melalui pemikiran pendidikan dan praktik pendidikan. Pemikiran
pendidikannya tertuang pada tiga bentuk: pertama, pentingnya Bahasa Arab; kedua,
pengetahuan agama, sains modern, sejarah dan pengetahuan umum sama-sama penting;
dan ketiga metode pengajaran tidak dititikberatkan kepada menghafal dan membaca
komentar-komentar dari teks pelajaran, akan tetapi memahami dan mengerti apa yang
terdapat di dalam ilmu itu dengan penekanan metode diskusi. 32
Pemikiran pendidikan itu diterapkan oleh Abduh, di samping di masa-masa ia
aktif mengajar di Dar al-Ulum, Al-Azhar, dan Perguruan Tinggi Bahasa Khedewi.
Keadaan itu semakin meningkatkan ketika ia diangkat menjadi anggota Dewan Pimpinan
al-Azhar oleh Khedewi Abbas pada tanggal 15 Januari 1895. Ia duduk di dalam Komite
Adiministratis itu bersama-sama dengan ulama-ulama terkemuka dari mazhab Hanafi,
Maliki, Syafii, dan Hanbali yang sezaman dengannya itu. Ia bahkan menjadi penggerak
dari dewan itu. 33
Ia melakukan pembaruan Al-Azhar antara lain meliputi administrasi, keuangan
dan fasilitas bagi pengajar dan mahasiswa. Ia memperpanjang masa belajar dan
memperpendek masa libur. Ia mengemukakanb betapa apentingnya pelajaran bahasa
pada empat tahun pertama sebagai ganti dari pembacaan hasyiyah (komentar) dan syarh
(penjelasan panjang lebar dari teks), dan pokok-pokok pelajaran diterangkan dengan cara
mudah dan dimengerti. Mata pelajaran umum seperti matematika, aljabar, ilmu ukur, dan
D. Pembaruan Politik
Sebenarnya, jasa Abduh dalam pembaruan di bidang politik tidaklah seluas dan
sebesar di bidang pemikiran dan lebih-lebih lagi tidak sedalam dan seluas di bidang
pendidikan. Akan tetapi, mengingat dinamika keadaan politik waktu itu, Abduh juga
memberikan sahamnya dalam bidang ini.
Pada tahun 1899 M. ia diangkat menjadi anggota Majelis Syura, semacam dewan
legilatif Mesir. Ia aktif di dalam dewan ini. Upaya Abduh adalah mengusahakan
kerjasama yang baik antara Majelis Syura dan pemerintah Mesir. Pada mulanya, Majelis
Syura tidak diperhatikan oleh Pemerintah. Akan tetapi setelah usaha Abduh
memperlihatkan bahwa kedua lembaga Majelis Syura dan Pemerintah bertujuan sama
untuk kepentingan rakyat Mesir secara keseluruhan, maka pemerintah mengirimkan
rencana-rencanaya untuk dibahas Majelis. Nampaknya, upaya yang ia lakukan di Majelis
itu, juga merupakan kesatuan konsepnya dalam memajukan rakyat Mesir untuk dapat
memasuki kehidupan poltik demokratis yang didasarkan atas musyawarah. 40 Jadi secara
hakiki tidak terlepas juga dari usahanya dalam lapangan dalam lapangan pendidikan
dalam makna yang lebih luas.
IV. Ikhtitam
Ide-ide pembaruan Abduh memberi pengaruh terhadap dunia Islam pada
umumnya, tidak saja di dunia Arab bahkan sampai ke Indonesia dan Malaysia. Pengaruh
itu terjadi melalui karangan-karangannya dan karangan murid-muridnya, baik yang
berupa buku, majalah maupun tulisan dan artikel. 41 Di Indonesia banyak tokoh
mengaku telah mendapatkan pemahaman tentang pembaruan pemikiran Islam dari
Abduh. Pada awalnya pemikiran Abduh ini masuk ke negeri ini melalui Syekh Taher
Jalaluddin yang pada waktu belajar di Mesir 1892. 42
Ketika itu Abduh sedang populer
setelah dirinya dibolehkan masuk kembali ke Mesir dari pengasingannya ke Beirut.
Pengaruh Abduh juga dapat dilacak dari beredarnya majalah Al-Urwat al-Wustqa dan al-
Manar di Indonesia dan Malaysia.43 Kelahiran, gerakan dan kiprah organisasi
Muhammadiyah dianggap pula merupakan bagian dari pengaruh Abduh di negeri ini. 43
Abduh sebagai tokoh pembaru tidak terlepas dari pengaruh al-Afghani namun
keduanya mempunyai perbedaan yang mendasar. Al-Afghani menghendaki perubahan
ummat melalui perubahan politik revolusioner, sedangkan Abduh melalui kekuatan
rakyat dengan mencerdaskan rakyat melalui pendidikan, dan karena itu bersifat
2
Lihat, Jurji Zaidan, Mashahir al-Shark, Vol.I (Cairo: Dar al-Hilal, t.t.), h. 281 sebagai dikutip oleh
Sami Abdullah Kaloti, The Reformation of Islam and the Impact of Jamal al-Din and Muhammad
Abduh on Islamic Education, Ph. D., Dissertation, (Wisconsin: Marquette University,1974), h. 94.
3
Charles C. Adams, Islam and Modernism in Egypt (New York: Russell&Russell, 1933), h. 18.
4
Harun Nasution, op.cit., h. 11, P.K. Hitti, loc.cit.
5
Nurcholish Madjid, Ed., Khazanah Intelektual Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), h. 363
berdasarkan Trevor J. Le Gassik, Ed., Major Themes in Modern Arabic Thought: an Anthology (Ann
Arbor: The University of Michigan Press, 1979), h. 61. Lihat juga, Abd Al-Muta’al al-Sha’idy, al-
Mujaddidun fi al-Islam min al-Qarn al-Awwal ila Al-Rabi’ ‘Asyar (Mesir: Mathba’ah al-
Namudzajiyyah, t.t.), h. 530.
6
Harun Nasution, Pembaruan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan (Jakarta: Bulan Bintang,
1975), h. 58.
7
Ibid.
8
Ibid.
9
Ibid.
10
Ibid.
11
Lihat, Tahir Al-Tanahi, Ed., Muzakkirat al-Imam Muhammad abduh (Kairo: Dar al-Hilal, t.t.), h. 29.
Harun Nasution, Pembaharaun..., op.cit. h. 11
12
Harun nasution, Pembaharuan ..., Ibid., h. 60
13
Lihat, Al-Manar, Vol. VIII, h. 399 sebagaimana dikutip oleh Arbiyah Lubis, Pemikiran
Muhammadiyah dan Muhammad Abduh : Suatu Studi Perbandingan, Disertasi S.3., Pascasrjana IAIN
Jakarta, 1989.
14
Ia lulus dengan yudicium cum laude, lihat, Muhammad Rasyid Ridha, Tarikh al-Ustaz al-Imam al-
Syaikh Muhammad Abduh (Mesir: al-Manar, 1931(, I, h. 143.
15
Ibid.
16
Harun Nasution, Muhammad Abduh ...op. cit., h. 16.
17
I bid.
18
Ibid.
19
Di Beirut ia meneyelesaikan bukunya Risalat al-Tauhid, dan menerjemahkan buku al-Raddu ‘ala
al’Dahriyyin, karangan Jamal al-Din al-Afghani. Lihat, Muhammad Rasyid Ridha, op. cit., h. 392 dan
398.
20
Harun Nasution, Muhammad Abduh..., op.cit., h. 19.
21
Sami Abdullah Kaloti, op. cit., h.134
22
Ibid.
23
Harun Nasution, Muhammad Abduh... op. cit., h. 23 . Lihat pula H.A.R. Gibb dan J.H. Kramers,
Shorter Encyclopaedia of Islam, (New York: Cornell Univ. Press, 1953),h.406.
24
------------ Pembaharuan ... op. cit.’ h. 62.
25
Ibid. h. 64.
26
Ibid., h. 65.
27
Ibid., h. 66.
28
Harun Nasution, Muhammad Abduh... op. cit., h. 53.
29
Ibid., h. 56-57.
30
Ibid’. h. 67.
31
Harun Nasution , Pembaharaun ... op.cit., h.64.
32
Ibid., h. 67. lihat juga, H.A.R. Gibb, Aliran-Aliran Moderen dalam Islam, (Jakarta: Rajawali Press,
1978), h. 70.
33
Harun Nasution, Muhammad Abduh ... op. cit., h. 20
34
Ibid.
35
Ibid., h. 21
36
Muhammad Rasyid Ridha, op.cit., h. 429.
37
Ibid.
38
Harun Nasution, Muhammad Abduh... op. cit h. 19 dan 22.
39
Muhammad Rasyid Ridha, op. cit., h. 19 dan 22
40
Harun Nasution, Muhammad Abduh ... loc. cit.
41
Lihat Harun Nasution, Pembaharuan , op, cit., h.68.
42
Hamka, Pengaruh Muhammad Abduh di Indonesia, (Jakarta: Tinta Mas, 1961) h. 16.
43
Abdul Rahman Haji Abdullah, Pemikiran Islam di Malaysia: Sejarah dan Aliran, (Jakarta: Gema
Insani Press, 1997),h. 135.