Sei sulla pagina 1di 17

Rangkuman Mailing List

How conservative Mechanical Engineering was?


Cahyo Hardo To cover uncertainity in the real world, design engineer always add factor to cover it. We call "safety factor". Adding 20% capacity for dehydration tower is make sense, to cover uncertainity in gas feed condition. Water content, which is the target to be reduced is really function of gas feed temp. & pressure. Higher temp. & lower pressure are condition that should be anticipated. That's why, gas in saturated condition with water, always be an assumption during design the dehydration system. Adding 20% excess area in heat exchanger (HE) is also still make sense since what we calculated in HE, is just a prediction, eventhough sophisticated process calculation was used. Another argumentation was, adding excess area will safe your heat transfer performance, eventhough fouling occurs inside of HE. For gas turbine engineer, specify inlet air temperature at average condition is a not-make sense assumption, since the performance of the machine is strongly function of inlet air temp. So, to cover uncertainity, the engineer always assumed inlet air at highest temp. condition, which give us a bigger size unit (in energy term). But, when you buy a pressure vessel, a repeat question always come back again in my foolish brain. ASME (American Society of Mechanical Engineer) Section VIII define thickness of the cylindrical pressure vessel under internal pressure as: t = P Di/(2SE-1.2P) + C For Div I, ASME applied S as 1/3.5 of Tensile Strength (TS) For Div II, applied 1/3 of TS British Standard (BS) 5500 define thickness for the same vessel as t = PDi/(2SE-P) + C, when S = (2/3) of specific minimum yield strength (SYMS)

MECHANICAL

Rangkuman Mailing List


note: P = design pressure Di = inside design pressure S = max. allowable stress C = corrosion allowance F = joint efficiency (1 for fully radiograph, 0.65 for no radiograph). TS, according to the stress vs elongation diagram is the point when the vessel start to broken. The question are, why both standards applied different value? The next question probably more interesting, why ASME applied safety factor for S only 1/3.5 or 1/3 of TS value. These values cause thickness of the vessel is thicker. If we compare with 100% of TS, the reduction of wall thickness could be 3 times. Meanwhile for BS, choosing 3/3 rather than 2/3 of SYMS will saving wall thickness by 1.5 times. I try to correlate this with hidrotest pressure, which is usually equal with 1.5 times of design pressure. By re-calculate the S factor use the same thickness but use 1.5 times of design pressure, give us S about 50% of TS. And for BS, give us 100% of SYMS. Therefore, both of them are not make sense to me. I just think, if we can bargain the design, probably cost will be decrease significantly, because cost of vessel is linear with weight (linear with wall thickness). For existing vessel, probably we can take out PSV block discharge-type forever without diluting safety. And probably, we can alco take out our existing HIPPS system. Why? because our vessel inherently self protected. Our vessel met "passive protection" concept. But, wait the minute, those just my opinion. Why mechanical engineering is very conservative? Are there any correlation with welding of accessories attached to the vessel? I really do not know. Let's expert to explain these...! A. Jamal

MECHANICAL

Rangkuman Mailing List


I'd like to start this discussion with my thesis "The most sincere proffesion is engineer, because engineer use safety factor simply because he admits his lack of knowledge" To explain this problem, we should ask a material specialist rather than mechanical engineer likes me. However I hope, with my lack of knowledge about material, I can release a little bit curriosity why mechanical engineer so conservative. BTW, ASME Section VIII div 1, pre-1999 edition use Safety factor 4 instead of 3.5, This SF against tensile strength (TS). The allowable stress S according to Div. 1 pre 99, is minimum value of 1/3 TS or 0.63 YS (Yield Strength) After 1999, the American Mechanical Engineer became less conservative by lowering SF 4 to 3, so this may cheer up Mr Cahyo, that even mechanical engineer are getting smarter. Another interesting point is actually why the American (ASME) has two standards for presuure vessel( i.e. ASME VIII DIv 1 for conservative design and Div. 2 for less conservative design). Although I know the Yankee always has double standard in everything. :), It is up to end users which design code they want to use. In general, British (and most other European) are less conservative than american. Now stop talking about other people, talking more technically, not intending to teach expert in this milist. material (especially metal) has two weak points, namely, yield strength (maximum stress for metal to behave elastically) and Tensile Strength (maximum stress for metal not to break). There are another limit stresses like fatigue strength (dealing with repetitive loading), and Creep strength (dealing with high temperature and time). These last two weak points are seldom reffered by ASME, because it is more difficult to be understood. In short, ASME Code is a "simple rule" to make mechanical engineer's live "easy" and "happy" and most important thing IF they follow the code, their design will be "SAFE". But I agree with Mr. Cahyo this code is far from "ECONOMIST", but we will be faced with a question whether we build a space shuttle, where one extra kilogram means many time payload (dollars), or a pressure vessel, where price and weight has linear relation. FYI, SF less than two is very common in aerospace engineering. On more thing about hydrotest, the rule said, no permanent deformation may be detected after test, so, 1.5 times 2/3 YS is 100% yield strength, the maximum stress you may apply on the vessel, unless you prefer a nice-bass-guitar form for your column after a test....

MECHANICAL

Rangkuman Mailing List


Back to my thesis in the begining, if Indonesian engineers have sufficient knowledge about their work, why we stilll use foreign code in stead of develop our own code and rule and use it in our country as mandatory rule??? Sukandar, Erman H. Saya tertarik dengan pernyataan pak Abu Kamil: "...yield stress bukan harga mati yang tidak boleh dilampaui...padahal ada di ASME/ANSI B31". Sudikah anda memberitahukan tepatnya di pasal berapa dari ASME B31 yang mendukung pernyataan anda. Hari, Suprayitno Pak Cahyo ini sudah jadi orang "Londo" rupanya. Sepengetahuan saya koefisien, allowance, safety factor atau konstanta2 yang lainnya itu adalah empiris jadi berdasarkan experimen2. Nanti mungkin akan tambah banyak lagi kalau ditambah dari JIS atau DIN misalnya. Nah karena lembaga penelitian kita belum diberdayakan untuk tujuan2 seperti itu, ya sampai sekarang kita akan ngikut terus apa yang sudah ada. Entah sampai kapan. Kulukussabiri, Priyadi Dear members, Saya mau ikutan nimbrung juga ttg masalah ini. Memang sih seorang Mech.Eng. umumnya menggunakan safety factor yang cukup besar bisa tiga atau bahkan lebih. Jika dibandingkan dengan pekerjaan struktural yang umumnya mengambil safety factor satu setengah atau dua. Saya setuju juga dgn pendapat Pak Abu Kamil, soal keterbatasan pengetahuan engineer sendiri. Karena di alam ini masih banyak sekali faktor yang belum terbayangkan oleh seorang engineer. Memang beban2 akibat alam sudah tercakup dalam ASME Sec. VIII, seperti wind, snow, dan earthquake. Lalu beban2 thermal sendiri sudah tercakup didalamnya, dan tentunya beban tekanan apakah itu diatas atau dibawah 1 atm sudah tercakup didalamnya. Kalau masalah pernak pernik seperti nozle juga sudah diperhitungkan di ASME sec VIII, bahkan ada perhitungan reinforcement-nya segala. Tapi selain keadaan yang sudah dapat diduga

MECHANICAL

Rangkuman Mailing List


tersebut, masihkah ada beban yang lain? Saya sendiri mempunyai pendapat, hal itu sangat mungkin. Lalu apakah data kecepatan angin yg diperoleh dari tabel statistik tersebut sangat akurat? Menurut saya, mungkin saja sewaktu-waktu angin bertiup lebih kencang dari perkiraan yg telah ditabelkan. Begitu juga dgn beban earthquake. Dan masih banyak lagi dynamic loading yg menjadi beban thd vessel tsb. Pengambilan factor of safety yang cukup besar adalah untuk mengatasi hal-hal yang tidak terduga tersebut. Disamping itu ada masalah material. Siapa yang bisa menjamin bahwa keseluruhan dinding vessel materialnya homogen? Dari satu titik ke titik yang lain dari suatu material mempunyai spec yang sama. Hal ini sulit sekali dilakukan, org2 krakatau steel tentu sangat2 mengerti ttg permasalahan ini. Banyak sekali faktor yang terlibat dalam menentukan kekuatan material. Belum lagi perubahan sifat material akibat kita melakukan pekerjaan panas alias melakukan welding di dinding vessel tsb. Untuk menentukan tegangan pada suatu benda, ada lagi faktor konsentrasi tegangan, akibat ada perubahan bentuk geometri, spt adanya lubang, tekukan, dsb. Bicara soal tegangan, untuk material ulet, biasanya menggunakan kriteria kegagalannya Mr. Von Mises, tapi bisa kita perhatikan kurva teoritik kriteria Von Mises dgn hasil pengujian, memang sih hampir hampir sama, atau kekuatan logam2 ulet yang diuji berada di sekitar kurva Von Mises, tapi kan gak persis berimpit dgn garis kurva tsb. Jadi ada faktor lain (entah apa itu) yang bekerja juga. Menurut saya, kita sebagai seorang engineer tugasnya adalah membuat semua masalah yg kompleks itu menjadi mudah, dgn membuat asumsiasumsi dsb. Konsekuensi nya kita harus membuat margin yg cukup aman jika hal yg tidak diprediksikan terjadi, maka diambilah safety factor yang cukup membuat seorang engineer tenang dgn rancangannya. Jika dibandingkan dengan desain pesawat, yang umumnya mengambil safety factor 1.x saja, vessel yang mengambil safety factor 4 kok jauh ya? Kita lihat prosesnya, kenapa seorang engineer yg ngerancang pesawat cukup berani dgn safety factor yang kecil tsb. Pertama material, setahu saya semua material yang akan digunakan untuk komponen pesawat diperiksa ulang, dgn non destructive test dan destructive test, sehingga jika ada keretakan kecil saja material tsb tidak akan digunakan. Lalu selain itu dari segi komposisi kandungan campuran logam juga dipastikan kembali sesuai dgn sertifikatnya. Dan setahu saya jika membuat vessel, kita cukup percaya pada sertifikat material tsb saja, tidak ada pengujian lagi. Lalu soal loading, model pesawat juga diuji di wind tunnel, sedangkan vessel saat hidro test tidak sekalian diuji di wind tunnel. Lalu

MECHANICAL

Rangkuman Mailing List


masih banyak lagi kriteria kenapa seorang engineer yg mendesain pesawat berani mengambil safety factor kecil, tentunya org2 IPTN lebih berkompeten menjelaskan hal ini. Lalu pendapat kalau "harga lebih murah jika berat lebih ringan", menurut saya pribadi kurang tepat diterapkan di dunia mechanical engineering. Sebuah crank shaft untuk mobil2 formula satu terbuat dari paduan Ti-AlV6 jauh lebih ringan dari sebuah crank shaft untuk mobil2 konvensional, tapi harganya jauh lebih mahal. hehehehehe........ Rovicky Dwi Putrohari Ringan ~murah ....-->Hal ini mungkin berlaku kalao anda akan membuat sebuah konstruksi baja yang guedhe utk ultra deep well, yang akan towing dari galangan ke lokasi saja sudah akan terlihat bedanya. Juga seandainya ada pipa bor yang lebih ringan maka akan memerlukan Rig yg lebih kecil untuk mengebor sumur dalam kedalaman yg sama. Dalam skala energy total ... tentunya 'ringan' akan lebih "hemat" ... Kalo saja formula 1 dibuat dengan besi berat namun dengan "kecepatan" yang sama maka momen gaya yang dibutuhkannya akan sangat jauh berbeda ... Shumy ndak akan menang dengan F2002 nya. Yallbert Kudus Saya rasa bukan bukan "ringan dan murah" saja yang harus kita focuskan tetapi masih banyak variable lain yang harus diconsider, yang salah satunya adalah strength of materials. Mungkin ada tambahan dari temanteman yang lin. Pudji Untoro, GFE RWTH-Aachen, Salam kenal untuk semua anggota! Memang banyak sekali variabel yang jadi pertimbangan dan saat ini banyak juga penelitian kearah sana khususnya Gamma TiAl dan paduannya, misalnya saja oxidation resistance dan burning resistance. Mungkin kalau ada yang tertarik lebih lanjut tentang perkembangan material tersebut, saya ada banyak artikel tentang masalah tersebut dan bisa menghubungi melalui japri. Cahyo Hardo Saya ingin cuap2 sedikit. Ini bukan upaya untuk mengkritik, tapi cuma mengungkapkan apa yang menurut saya "interesting". Karena jika

MECHANICAL

Rangkuman Mailing List


seandainya bisa ditawar, efeknya bukan cuma ke tebal vessel itu sendiri, tapi juga instrumentasi untuk safetynya bisa dikurangi....atau mungkin malah bisa dicabut sekalian... Saya juga setuju bahwa tidak semua yang ringan jadi murah. Tapi tentunya konteksnya harus proporsional. Jadi yach, tidak bisa membandingkan pressure vessel dengan ferrari, crank shaft atau uji wind tunnel, yach itu tidak aci dong...he..he... Yang interesting justru untuk safety yang ketat (dunia penerbangan), safety factornya malah dikurangi???? dan menurut mas priyadi, ada faktor lain selain yang bersifat teknis di vessel itu sendiri seperti wind load, gempa bumi, salju, etc yang sudah tercakup di ASME. Wah, justru saya melihat tantangannya di sini karena indonesia, umumnya tidak punya salju, faktor gempa bumi bisa dipilih disesuaikan ukuran, dst. Itu challange yang bagus khan? Lalu buat mas Jamal, kalau saya punya pressure vessel yang dibangun di tahun sebelum 1999, kondisi mekanikal integritinya joos, berarti boleh dong saya operate di atas tekanan yang sekarang. Tentunya kudu dihidrotest lagi kali yach (saya lupa code-nya bilang apa, ada info mas??)

Kulukussabiri, Priyadi Setahu saya, kalu design vessel beban2 yang dimasukkan akan disesuaikan dgn daerah operasi vessel tsb ditempatkan. Jadi kalau platform-nya di Indonesia, ya beban salju gak akan dimasukkan dalam perhitungan vessel tsb. Memang gak "aci" sih ngebandingin vessel sama f1 atau pesawat. Hehehe Memang benar risk-nya lebih tinggi buat pesawat tapi dalam design pesawat code-nya lebih ketat, mulai dari pemilihan material, NDT setiap komponen tiap2 akhir proses pemesinan atau pembentukan, dsb dsb. Sedang pada design vessel NDT umumnya hanya pada las-an, apakah perubahan sifat material akibat proses panas (pengelasan) di cek kembali??? Padahal untuk plain carbon steel temp 80 deg celcius sudah termasuk temperatur temper tahap satu. Semestinya org material eng bisa menjelaskan proses ini dgn lebih baik. Jadi menurut saya ada kemungkinan kekuatan steel yg digunakan bisa turun. Bukan pada jointnya karena filler metal lasan harus mempunyai grade yg lebih tinggi, tapi pada bagian steel plate yg digunakan untuk dindingnya. Sedangkan

MECHANICAL

Rangkuman Mailing List


dalam pembuatan komponen pesawat proses perlakuan panas adalah proses yang paling akhir pada umumnya, shg sifat materialnya ditentukan dari proses tersebut. Oleh karena itu gak ada proses pengelasan dalam pembuatan pesawat, yang ada di lem alias pakai glue, hehehe. Apakah teknologi lem ini sudah dipakai di dunia migas? Saya belum tahu. :-) Sebenarnya bisa saja kita di Indonsia buat code sendiri yg less conservative, cuman bakal timbul permasalahan baru. Siapa yang mau beli atau pakai vessel tersebut? Sebenernya itu tantangan supaya code made in Indonesia diterima banyak pihak. Tapi engineer biasanya memang bermain-main dgn code, misal dari DNV gak masuk, kita coba pakai API, kalau ternyata masuk ya udah, selesai lah persoalan, hehehe. Kalo masih gak masuk2 lagi biasanya metoda pendekatannya yg diutak atik, hehehehe. Hmmmmmmmm saya blom pernah coba ngebandingin design vessel pakai FEM, jadi lebih rumit sih, tapi kalau memang bisa jauh lebih tipis kan bagus juga. Ntar deh kalau ada kesempatan saya coba utak atik di FEM. Nanti biaya buat material jadi berkurang, tapi buat engineernya naik berkali lipat, karena rumitnya FEM, hehehehehe. Atau ada yang sudah pernah ngebandingin design pakai FEM dgn pakai ASME code?? Cerita donk! "Haryono, Suharyo Design dengan FEM pun belum tetntu bisa ngehasilin solusi yang lebih baik. Metode ini mungkin bisa melihat berapa tegangan dan regangan yang mungkin terjadi dengan material tertentu yang dipakai. Selama Kekuatan yield bahan masih di atas tegangan maksimum yang bekerja pada kondisi maksimum, maka aman bukan?... Mungkin rekan-rekan pernah mendengar suatu teknik design dengan pendekatan "fracture mechanics"?... Ilmu ini masih jarang diaplikasikan dalam fabrikasi mechanical equipment. Dalam metode design ini, kita tidak hanya menekankan sifat kekuatan tarik dan yield tapi juga menekankan sifat "fracture toughness". Mengganti material dengan yang lebih kuat belum tentu merupakan solusi yang baik untuk mengeliminasi kegagalan pada pressure vessel, misalnya. Saya masih menympan beberapa jurnal yang bercerita tentang hal ini dalam format PDF berisi beberapa "failure analysis" dan solusinya dengan metode ini. Mungkin di posting saya berikutnya, saya akan bercerita sedikit tentang hal ini. Atau ada rekan-rekan yang mau menambahkan?...

MECHANICAL

Rangkuman Mailing List

Tahzudin Noor Bukankah sekarang sudah memasukkan fracture mechanics dalam pembuatan-pembuatan vessel dll? Haryono, Suharyo I'm not sure, Sir. Mungkin sudah ada beberapa designer yang melakukannya. Mungkinkah sudah diakomodir oleh ASME dalam revisi terbaru Section VIII nya?... Saya belum check lagi. Selama ini designer pressure vessel hampir selalu menjadi ASME sebagai reference. Jadi, kalau memang ASME sudah memasukkan fracture mechanics dalam formulanya maka akan sangat baik sekali. Mungkin Pak Tahzudin bisa memberikan referensi Standar yang telah menggunakan metode ini. Atau mungkin, syukur-syukur, Pak Tahzudin bisa memberikan nama designer yang telah menggunakannya. Seingat saya, metode ini masih diajarkan untuk anak tingkat 4. Di Jurusan Teknik Mesin ITB mata kuliah ini dijadikan mata kuliah pilihan, belum wajib. Kenapa ya?...apa dianggap terlalu advance?... Andromeda, Yan Salam kenal, Jadi pingin ikutan nimbrung nih..menarik sekali membaca bahasan mas cahyo ini.. kayaknya mas cahyo ini sangat ekomomist sekali jadi sedikit penambahan ketebalan vessel karena safety factor menjadi issue yg sangat dipertimbangkan.. (bukannya memang begitu??) * Lalu buat mas Jamal, kalau saya punya pressure vessel yang dibangun di tahun sebelum 1999, kondisi mekanikal integritinya joos, berarti boleh dong saya operate di atas tekanan yang sekarang. Tentunya kudu dihidrotest lagi kali yach (saya lupa code-nya bilang apa, ada info mas??) kalo mas cahyo sempat melihat name plate atau data sheet dari vessel itu disana tentu tertulis antara lain : - Design pressure - Operating pressure - MAWP (Max. allowable working press)

MECHANICAL

Rangkuman Mailing List


- Design press. : biasanya diambil sekitar 30 psi atau 10% lebih tinggi dari operating press. yg ditentukan oleh client (process eng.) - Operating press. : press. operating dari vessel dalam keadaan normal - MAWP : Press. tertinggi yg diperbolehkan, yang cara penghitunganya didasarkan dari actual thickness pada saat corroded condition (carbon steel), dengan beban(loading2)yg pernah dibahas sebelumnya. Jadi kalo mas cahyo ingin meningkatkan operating press. asal tidak melebihi MAWP, boleh2 saja, karena vessel itu sendiri dari awal perancangannya telah dilengkapi dengan safety factor yg cukup jauh diatas operating press.nya sendiri. Tapi yg harus diingat disini yg perlu kita lakukan adalah mengecek ulang thickness vessel dan merekalkulasi ulang berapa MAWPnya karena mungkin saja corrosion allowance yg diberikan tidak cukup dan vessel terkorosi lebih dari allowance yg diberikan.. pada keadaan tersebut tentu MAWPnya akan turun. Hal yg perlu diingat lagi data yg tercetak di name plate vessel itu pada umumnya telah di approve oleh AI (authorized inspector) dari insurance company seperti Lloyd register, Hartford, dsb. ataupun dari depnaker sendiri. Jadi kalo ada mis operating dan meledak merekalah yg juga harus bertanggung jawab, saya tidak tahu apakah perlu juga mereka diundang untuk inspect di vessel itu dan memberikan stampnya approvenya. Pudji Untoro Wah maaf sebelumnya karena saya sebelumnya salah nimbrungpokok diskusinya. Mungkin kalau masalah pressure vessel yang terkait dengan safety, barangkali ada yang bisa menjelaskan konsep "master curve", karena disitu dibahas masalah yang terkait dengan "failure probabilities" dan fracture mechanic. Dan barangkali ada yang tertarik bisa menghubungi penulisnya langsung untuk minta makalahnya yang telah dipublikasikan di majalah Nuclear Engineering and Design Volume 212 Issues 1-3, Tahun 2002. Alamat Penulisnya: H.-W. Viehrig Institut for Safety Research P.O. Box 510119, D-01314 Dresden, Germany Email: h.w.viehrig@... Mudah-mudahan bisa makin jelas untuk menjawabnya.

MECHANICAL

Rangkuman Mailing List


Ananto Wardono Pak Haryo, Saya ada File dalam bentuk PDF, Judulnya "Casti Guide Book for ASME B31.3" pada salah satu babnya bercerita tentang "High Pressure Design" untuk "Piping & Vessel" pada bagian itu juga dijelaskan mengenai design untuk piping berdasarkan Operating Pressure & Temperature. Dan pada salah satu bagiannya juga ada factor design berdasarkan "Fracture Mechanics Methode (Fracture Toughness) & Creep (Untuk high temperature)." aris Boleh khan saya ikut nimbrung dalam hal ini.....?? Safety factor dalam mecahnical engineering, memang terlalu banyak yang perlu dipertimbangkan, baik secar kualitas maupun kuantitasnya. Saya setuju dengan Pak Priyadi, bahwa dalam ilmu mecahnical harus berani mengambil asumsi-asumsi guna menyelamatkan design yang ada, khan semua di bumi ini gak ada yang abadi... Idealnya, kita biasa pakai angka 3, bahkan dalam situasi tertentu yang tidak bisa diprediksikan atau diasumsikan bisa pakai angka 5, Tentunya kita punya alasan kuat yang didukung dengan ilmu dan tuntutan yang berkembang. Konsekuansi dalam menentukan safety faktor khan ke duit juga, Dalam hal ini tidak boleh kita melupakan hal tersebut, yaitu efisiensi, bahkan berkat tujuan satu itu khan, engineer itu ada di bumi ciptaan-Nya ini?? Percuma dong kalau kita bisa buat berbagai macam design dengan teknologi canggih, namun masih sangat mahal dibandingkan dengan harga pasar ataupun dengan cost produksinya yang tidak sesuai dengan output produksi... Khan gak bisa bersaing.??? Abu Kamil Ternyata diskusi mekanik juga hangat di milist ini. Sebelum berbicara teknis, saya mau bicara sedikit filosofis tentang safety factor. Saya quote tulisan ilmuwan (engineer) yang hidup sebelum abad 20 (abad industri): (kurang lebih perkataanya) " Bila seorang designer membuat bangunan (dalam diskusi kita pressure vessel /pabrik), lalu bangunan

MECHANICAL

Rangkuman Mailing List


itu rusak akibat kesalahan desain, dan mengakibatkan kerugian materi (uang), maka designer itu harus membayar sejumlah kerugian tersebut." " Bila seorang designer membuat bangunan, lalu bangunan itu rusak akibat kesalahan desain, dan mengakibatkan kerugian materi dan mencelakakan manusia, maka designer itu harus membayar sejumlah kerugian tersebut dan membayar pengobatan korban yang terkena samapi sembuh" " Bila seorang designer membuat bangunan, lalu bangunan itu rusak akibat kesalahan desain, dan mengakibatkan korban jiwa manusia, maka designer itu harus dihukum mati..." Mudah-mudahan yang berwenang membuat hukum dan UU tidak mengikuti perkataan orang bijak tersebut (ma'af saya tidak ingat nama orang bijak tsb). Jika perkataan ini dibuat hukum, mungkin sedikit yang berani menjadi designer pabrik. Safety Factor, setahu saya dikenalkan didunia desain mekanis betul-betul karena kata SAFETY, AMAN... Kalau kemudian Pak Cahyo menggunakan istilah safety factor untuk process perfomance dari suatu equipment, for the sake of perfomance , itu sebenarnya salahkaprah yang sering dipergunakan karena memang istilah safety factor yang pertama kali diperkenalkan, dan juga diajarkan di universitas. Lalu rancu dengan efisiensi , margin kesalahan dan yang lainnya yang intinya sama yaitu pernyataan bahwa engineer punya keterbatasan ilmu. Atau biasanya perbandingan antara dunia ideal (teoritis) dgn dunia riil (praktis). Menurut saya kita harus mulai membedakan perfomance factor dgn safety factor dan sebagainya. Untuk orang teknik sipil, malah ada saudara angkat Saftey Factoryaitu Load Factor dan Resistance Factor yang menerapkan ilmu statistik lebih jauh. Kalau boleh saya bercerita lebih banyak, (kalau tidak bosen membaca email ini), saya mau sedikit mengingatkan rekan-rekan milist ttg konsep dasar dari safety factor: Secara umum ada dua konsep filosofi SF, yaitu: 1. Safe Life ( seumur hidup aman...SF= tinggi) 2. Fail safe ( boleh fail asal aman?... SF=rendah) Kalau ada yang bertanya kenapa dan kapan bisa menerapkan safe life or fail safe, maka baru kita bicara jenis/tipe beban dan jenis/tipe kegagalan yang sudah para pakar singgung diemail-email sebelumnya. Fracture mechanic, metal fatigue biasanya menerapkankonsep Fail Safe, (10 thn terakhir ini, ada konsep baru ynag berdasarkan konsep ini yang disebut Damage Tolerance, dan belakangan saya pernah dengar konsep Risk Based Approach untuk inspeksi dan Maintenance, saya duga juga berangkat dari konsep ini yang diperbaiki..) Nah, Pak Cahyo, kalau bicara dunia aerospace tidak aci dibandingkan dengan pressure vessel, sebenarnya tidak betul juga. Di pesawat juga ada

MECHANICAL

Rangkuman Mailing List


yng SF nya > 3, misalnya sambungan sayap dgn badan, yg hanya tergantung oleh 4 titik sambungan karena konsep Safe Life dipergunakan disini. Sebaliknya didunia perpipan juga ada yang menggunakan konsep Fail Safe, yaitu Tegangan pipa pada sambungan, elbow, tee, disini bahkan diperbolehkan tegangan lokal yang melebihi Yield Stress. Hal ini berkalikali menjadi problem buat saya untuk menerangkan kepada mechanical/piping engineer, bahwa yield stress bukan harga mati yang tidak boleh dilampaui. Saya berdiskusi ttg ini dengan engineer yang punya pengalaman lebih 10 tahun tapi dia tidak bisa terima hal ini yang padahal ada di ASME/ANSI B31. Sekali lagi saya katakan hal ini sebenarnya tidak lah sulit untuk spesialis material, sayangnya kebanyakan mechanical dan piping engineer kurang dibekali ilmu material yang cukup, karena itu saya tidak heran kalau Fracture Thoughness di ITB hanya mata kuliah pilihan untuk tingkat 4. Padahal Fracture Mechanics salah satu ilmu yang seharusnya mechanical engineer setidaknya mengerti. Tentang overdesign gara2 asme code sebelum 99, memang dampak positifnya, adalah umur itu vessel jadi lebih panjang setelah dilakukan inspeksi bagaimana corroded MAWP-nya seperti yang telah dijelaskan dengan lengkap oleh Pak Yan. Jadi untuk jangka panjang bisa jadi lebih ekonomis walau diawali dengan investasi yang "mahal"....(common sense...lah) Umur pabrik umumnya didesain ekonomis untuk umur 20 s/d 40 thn (tergantung jenis pabriknya), dan umur desain ini bisa diperpanjang dgn maintenance thank's to overdesign by purpose... Pesawat DC-3 berumur lebih dari 50 thn masih diterbangkan dengan alasan yg sama...efisiensi atau pemborosan?...ahli finance musti kita tanya ttg ini... Untuk mechanical engineer prioritasnya adalah: 1. safety 2. manufacturable 3. maintenability. 4. economically. Untuk Process engineer: 1. performance 2. ..? Cahyo Hardo

MECHANICAL

Rangkuman Mailing List


waduh, makin menghangat ini ceritanya.... sayangnya jawaban kenapa safety factor itu keluar jadi 3 atau 3.5 koq saya tidak dapet2 yach.....mungkin emang engga nyampe ilmu saya kali yach yang terlalu berpikir ekonomis ini.... eh, ngomong2 prioritas kerja yang katanya process engineer itu nomor satu adalah performance yach juga salah kaprah ding...wong yang nentuin overpressure protection,spec break, PSV setting beserta kapasitasnya, pun sampai inherently safer design itu khan process engineer dan bukannya mechanical engineer. Saya bukan bermaksud mengadu-adu, tapi inithe real world.... Bukan maksud menawar safety, tapi kalau ada teknologi yang bisa membuat jadi lebih mudah dan murah tapi tetap aman, kenapa tidak? Lalu fail safe SF= 1, apa pula maksudnya yach. Setahu saya, di dunia instrumentasi ada elemen pengendali akhir yang biasanya berbentuk control valve yang juga pake istilah ini loooh. Tapi tidak disebut SF = 1. Fail safe di sini menggambarkan kerja kontrol valve jika terjadi kegagalan proses, dia harus nutup atau harus buka (biasanya control valve model spring return) atau boleh fail in last position (biasanya sih double acting). Balik lagi, siapa sih yang nentuinnya, yach process engineer.... Sekali lagi, saya tidak bermaksud mengadu2 dan mengada2 tetapi jika ditulis bahwa prioritas process engineer adalah performance, itu justru yang mengada2..(maaf yach..) Anyway, saya coba cuplikan tulisan lain ttg engineer, yang mungkin lebih netral, yang saya contek dari majalah AIChE : The ideal engineer is a composite, He is not a scientist, he is not a mathematician,he is not a sociologist or a writer; but, he may use the knowledge and techniques of any or all of these disciplines in solving engineering problem. By N.W. Dougherty, 1955. Kulukussabiri, Priyadi saya mau coba memberikan sedikit kesimpulan dari yg pernah saya tulis terdahulu, safety factor muncul karena: 1. banyaknya unknown variable di dunia nyata, karena keterbatasan pengetahuan engineer,

MECHANICAL

Rangkuman Mailing List


2. adanya asumsi2 yang diambil saat design, misalnya idealisasi, 3. sifat material, sulit membuat material yg benar2 homogen. mungkin yang lain mau menambahkan? tapi menurut saya semuanya bisa di-break down dari ketiga hal diatas. jadi safety factor dapat dikurangi jika, 1. unknown variable sedikit, dgn melakukan test load untuk mengetahui faktor konsentrasi tegangan, dsb, 2. asumsi atau pendekatan yg dilakukan lebih baik, menurut saya untuk memperkirakan besarnya tegangan pada suatu bentuk yang rumit dgn beban yang tidak sederhana, dapat dgn baik dilakukan dgn FEM, setidaknya untuk saat ini. 3. menjamin sifat material homogen, termasuk kontrol perubahan sifat material akibat perlakuan panas. biasanya org mendesain dgn memberikan semua beban terjadi pada saat yang sama, tidak satu satu. jadi jika saat operasi pada 10% diatas tekanan maksimum dan tidak terjadi apa2 ya itu sih gak aneh. coba aja saat itu angin bertiup kencang, operasi pada 110%, ada gempa bumi, ada salju, dll dll, pokoknya semua beban tumplek deh ke si vessel, gak tau deh apa yang bakal terjadi, hehehehe. pengertian ttg penggunaan safety factor ini memang sulit kok, jadi yah wajar2 saya menurut saya kalo ada yang menganggap sf 3.0 terlalu besar, tapi ada juga yang menganggap terlalu kecil. :-) fyi, mesin2 perkakas safety factornya bisa lebih dari 20.0 lho, dan menurut saya ini bukan pemborosan. :-) lalu ttg pengertian 'fail safe' menurut saya berbeda beda lho untuk setiap bidang. jadi kalo ada perbedaan pengertian ttg hal ini dari dua org dgn latar engineering yang berbeda yah wajar saja. :-) Abu Kamil Terima kasih Pak Priyadi atas penjelasan yang wise ini... definisi Fail Safe dalam perancangan konstruksi: Rancangan konstruksi (bisa pesawat terbang, maupun vessel) dibuat sedemikian rupa sehingga jika ada kegagalan/kerusakan tertentu akibat beban operasi, masih bisa ditolerir dengan aman dan terkontrol dengan inspeksi. Saya memberi contoh ttg stress di pipa yg diperbolehkan melebihi yield stress. (Sekalian menjawab pertanyaan Bapak Erman ttg ini) ANSI/ASME B31.3 Process Piping 1999 Edition: Page 37. Para.319.2.3. Displacement Stress Range: "In contrast with stresses from sustained loads, such as pressure or weight, displacement stresses may be permitted to attain sufficient magnitude to cause

MECHANICAL

Rangkuman Mailing List


local yielding in various portion of a piping system...." Bahasa matematiknya di Para 302.3.5. Limits of Calculated Stresses Due to Sustained Loads and Displacement Strains 302.3.5. (d) Eq (1b) SA=f(1.25(Sc+Sh) - SL) Sc= Cold Allow. Stress Sh= Hot Allow stress 1.25*(Sc+Sh) -SL bisa lebih besar dari Yield Strength. Pak Erman bekerja di McDermott ya?, mungkin kenal Pak Heru Pramono, salam untuk dia dan tanyakan ttg Liberal Allow. Stress dan buku training pipe stress waktu dia di PT KVaerner...disitu diuraikan sedikit ttg ANSI B31.3 ini. ROSMANA EKO S Walau dunia ME tidak melulu SF, tetapi menarik sekali diskusi ini........... Karena dalam desain, selain kemampuan alat yang perlu diperhitungkan adalah faktor hidup manusia (Operator, Penumpang, Mekanik, dsb)........ waduh, makin menghangat ini ceritanya.... sayangnya jawaban kenapa safety factor itu keluar jadi 3 atau 3.5 koq saya tidak dapet2 yach.....mungkin emang engga nyampe ilmu saya kali yach yang terlalu berpikir ekonomis ini.... = SAFETY FACTOR di dunia penerbangan mempunyai rumusan tersendiri, tetapi tidak lebih dari 2.5, namun ada perhitungan load limit yang memungkinkan SF (sebenarnya) lebih dari 3.5. Saya lupa rumusnya, namun di referensi buku penerbangan ada di antaranya Airplane Design IVIII karangan DR. Roskam Atau Bukunya Aircraft Design TOreenbek. Mungkin Bapak2 dari IPTN bisa membantu............. Perhitungan SF ini gak rumit kan, cuma asumsi tegangan tertinggi itu yang menentukan berapa SF yang kita harapkan/tentukan. Saya rasa prinsip dasar ini sama untuk semua rancangan = Bukan maksud menawar safety, tapi kalau ada teknologi yang bisa membuat jadi lebih mudah dan murah tapi tetap aman, kenapa tidak? = Bagaimanapun SF tidak bisa ditawar, karena taruhannya adalah NYAWA MANUSIA.... Berapapun biaya yang dihemat (produksi makin murah), tapi kalau taruhannya nyawa siapa yang mau. Yang terjadi adalah KOMPROMI dalam memenuhi syarat desain.... SF tetap tinggi, yang dicari adalah material yang lebih murah. Ya, ini sesuai dengan pernyatan Pak Cahyo Kan? Teknologi yang membuat murah... Bukannya mengurangi SF. Sistem kendali pesawat saja menerapkan berlapis2 back-up system (FBW sampai Mechanical) agar pesawat dinyatakan SAFE.

MECHANICAL

Rangkuman Mailing List


= Mudah2-an penjelasan saya tidak membuat tambah bingung...... (dan sesuai).... Itulah indahnya Mechanical Engineering, bidangnya terlalu luas........dan walaupun sudah modern, ke-konservatif-an desain tetap dipertahankan. Wallahu'alam bishawab......... Cahyo Hardo Just a shortcut question to Mas saputra Jika SF tidak bisa ditawar, kenapa ASME berani merubah SF faktor untuk desain pressure vessel dari 4 ke 3.5? Lalaikah ASME? atau ada sesuatu dibaliknya? Cost driven? advance technology? nyawa manusia?? conservative atau progressive? Hari, Suprayitno Perkenankan saya juga ikut urun rembug. Menurut saya namanya SF itu seperti yang saya pernah sebutkan sebelumnya bahwa 'binatang' ini adalah salah satu dari bilangan2 yang dihasilkan dari penelitian atau pengalaman yang bahkan mungkin 'berdarah-darah' sebelumnya (empiris). Nah dengan berjalannya waktu ASME yang saya yakin secara terus menerus melakukan penelitian atau pemantauan terhadap alat2 yang sudah dipasang, atau terhadap perbaikan2 yang sudah dilakukan selama fabrikasi (atau alat fabrikasinya) atau terhadap metode material manufacturing dari upstream sampai downstream maka ASME 'berani' menurunkan SF bukan SL-nya (Safety Level). Jadi pendekatan yang dilakukan memang seharusnya bukan hanya analitis tapi juga empiris. Itu saja barangkali bermanfaat.

MECHANICAL

Potrebbero piacerti anche