Sei sulla pagina 1di 11

Makalah Farmakologi

Hipnotika Sedativa dan Analgesika

Oleh :

Hafiz Mustafa Harras 3311071121

Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Jenderal Achmad Yani 2009

1. Hipnotika
Hipnotika atau obat-obat tidur (bahasa Yunani: hypnos = tidur) adalah zat-zat yang diberikan pada malam hari dalam dosis terapi, dapat mempertinggi keinginan faal dan normal untuk tidur, mempermudah atau menyebabkan tidur (Tjay dan Rahardja, 2002). Hipnotika bekerja dengan cara mendepresi susunan saraf pusat (SSP) sehingga menyebabkan tidur, menambah keinginan tidur atau mempermudah tidur (Anonim, 1994) yang realtif tidak selektif, mulai dari yang ringan yaitu menyebabkan tenang atau kantuk, menidurkan, hingga yang berat (kecuali benzodiazepin) yaitu hilangnya kesadaran, keadaan anestesi, koma dan mati, bergantung pada dosis. Hipnotik efektif dalam mempercepat waktu menidurkan, memperpanjang waktu tidur dengan mengurangi frekuensi bangun, serta memperbaiki kualitas (dalamnya) tidur. Akan tetapi mempersingkat periode tidur REM (Rapid Eye Movement) (Tjay dan Rahardja, 2002).Kebutuhan tidur dapat dianggap sebagai suatu perlindungan dari organisme untuk menghindari pengaruh yang merugikan tubuh karena kurang tidur. Tidur yang baik, cukup dalam dan lama. Efek terpenting yang mempengaruhi kualitas tidur adalah penyingkatan waktu peniduran, perpanjangan masa tidur dan pengurangan jumlah periode bangun.

Insomnia atau kesulitan tidur dapat diakibatkan oleh banyak gangguan fisik, misalnya batuk, rasa nyeri, atau sesak nafas. Yang sangat penting pula adalah gangguan jiwa, seperti emosi, ketegangan, kecemasan atau depresi. Di samping faktor-faktor itu perlu juga diperbaiki cara hidup yang salah, misalnya melakukan kegiatan psikis yang melelahkan sebelum tidur. Dianjurkan untuk melakukan gerak badan secara teratur, jangan merokok dan minum kopi atau alkohol sebelum tidur. Gerak-jalan, melakukan kegiatan yang rileks, mandi air panas, minum susu hangat sebelum tidur, ternyata dapat mempermudah dan memperdalam tidur yang normal. Obat-obat tertentu, kualitas kasur yang dan bantal yang buruk, ruangan yang berisik, cahaya yang terang benderang, ventilasi yang jelek, serta suhu kamar yang tidak menunjang juga dapat menyulitkan tidur.

2. Sedativa
Sedangkan Obat-obat sedatif/sedativa pada dasarnya segolongan dengan hipnotik, yaitu obat-obat yang bekerja menekan reaksi terhadap perangsangan terutama rangsangan emosi tanpa menimbulkan kantuk yang berat.Jadi, bila obat-obat hipnotik menyebabkan kantuk dan tidur yang sulit dibangunkan disertai penurunan refleks hingga kadang-kadang kehilangan tonus otot (Djamhuri, 1995), obat-obat sedatif hanya menekan reaksi terhadap perangsangan emosi tanpa menimbulkan kantuk yang berat. Golongan obat hipnotik-sedatif dapat dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu benzodiazepin, contohnya: flurazepam, lorazepam, temazepam, triazolam; barbiturat, contohnya: fenobarbital, tiopental, butobarbital; hipnotik sedatif lain, contohnya: kloralhidrat, etklorvinol, glutetimid, metiprilon, meprobamat; dan alkohol (Ganiswarna dkk, 1995).

Obat-obat Hipnotik Sedatif yang beredar di Indonesia :


1. Flurazepam Flurazepam diindikasikan sebagai obat untuk mengatasi insomnia. Hasil dari uji klinik terkontrol telah menunjukkan bahwa Flurazepam menguarangi secara bermakna waktu induksi tidur, jumlah dan lama terbangun selama tidur , maupun lamanya tidur. Mula efek hipnotik rata-rata 17 menit setelah pemberian obat secara oral dan berakhir hingga 8 jam. Efek residu sedasi di siang hari terjadi pada sebagian besar penderita,oleh metabolit aktifnya yang masa kerjanya panjang, karena itu obat Fluarazepam cocok untuk pengobatan insomia jangka panjang dan insomnia jangka pendek yang disertai gejala ansietas di siang hari.

2. Midazolam Midazolam digunakan agar pemakai menjadi mengantuk atau tidur dan menghilangkan kecemasan sebelum pasien melakukan operasi atau untuk tujuan lainnya Midazolam kadang-kadang digunakan pada pasien di ruang ICU agar pasien menjadi pingsan. Hal ini dilakukan agar pasien yang stres menjadi kooperatif dan mempermudahkan kerja alat medis yang membantu pernafasan. Midazolam diberikan atas permintaan dokter dan penggunaannya sesuai dengan resep dokter. 3. Nitrazepam Nitrazepam juga termasuk golongan Benzodiazepine. Nitrazepam bekerja pada reseptor di otak (reseptor GABA) yang menyebabkan pelepasan senyawa kimia GABA (gamma amino butyric acid). GABA adalah suatu senyawa kimia penghambat utama di otak yang menyebabkan rasa kantuk dan mengontrol kecemasan. Nitrazepam bekerja dengan meningkatkan aktivitas GABA, sehingga mengurangi fungsi otak pada area tertentu. Dimana menimbulkan rasa kantuk, menghilangka rasa cemas, dan membuat otot relaksasi. Nitrazepam biasanya digunakan untuk mengobati insomnia. Nitrazepam mengurangi waktu terjaga sebelum tidur dan terbangun di malam hari, juga meningkatkan panjangnnya waktu tidur. Seperti Nitrazepam ada dalam tubuh beberapa jam, rasa kantuk bisa tetap terjadi sehari kemudian. 4. Estazolam Estazolam digunakan jangka pendek untuk membantu agar mudah tidur dan tetap tidur sepanjang malam. Estazolam tersedia dalam bentuk tablet digunakan secara oral diminum sebelum atau sesudah makan. Estazolam biasanya digunakan sebelum tidur bila diperlukan. Penggunaannya harus sesuai dengan resep yang dibuat oleh dokter anda. Estazolam dapat menyebabkan kecanduan. Jangan minum lebih dari dosis yang diberikan, lebih sering, atau untuk waktu yang lebih lama daripada petunjuk resep. Toleransi bisa terjad pada pemakaian jangka panjang dan berlebihan. Jangan gunakan lebih dari 12 minggu atau berhenti menggunakannnya tanpa konsultasi dengan dokter. Dokter anda akan mengurangi dosis secara bertahap. Anda akan mengalami sulit tidur satu atau dua hari setelah berhenti menggunakan obat ini.

5. Zolpidem Tartrate Zolpidem Tartrate bukan Hipnotika dari golongan Benzodiazepin tetapi merupakan turunan dari Imidazopyridine. Obat ini tersedia dalam bentuk tablet 10 mg. Zolpidem disetujui untuk penggunaan jangka pendek (biasanya dua minggu) untuk mengobati insomnia. Pengurangan waktu jaga dan peningkatan waktu tidur hingga 5 minggu telah dilakukan melalui uji klinik yang terkontrol. Insomnia yang bertahan setelah 7 hingga 10 hari pengobatan menandakan adanya gangguan jiwa atau penyakit. Insomnia bertambah buruk atau tingkah laku dan pikiran yang tidak normal secara tiba-tiba merupakan konsekwensi pada penderita dengan gangguan kejiwaan yang tidak diketahui atau gangguan fisik. Semua obat di atas pembelian harus menggunakan resep dan pengawasan dokter.

Efek Secara Umum & Metabolisme


Sedativa-hipnotika mempengaruhi bagian-bagian tertentu pusat sistem syaraf secara spesifik. Hipnotika seperti barbiturat bekerja pada batang otak, menyebabkan penggunanya tidur dan menurunkan fungsi tubuh seperti pernafasan dan koordinasi otot. Sedativa seperti Valium adalah obat yang menenangkan. Obat-obatan macam ini bekerja di beberapa tempat di otak dan digunakan sebagai obat tidur atau sebagai agen/zat anti-kecemasan. Benzodiazepin, contohnya, bekerja pada transmisi syaraf GABA untuk membantu mengndalikan kecemasan dan kegelisahan. Sedativa mampu membantu relaksasi, menurunkan inhibisi, mengurangi intensitas dari sensasi-sensasi tubuh, hilangnya panas tubuh, mengurangi koordinasi otot dalam kemampuan/cara berbicara, gerakan, serta ketangkasan manual. Beberapa sedativa digunakan sebagai hipnotika, dan beberapa hipnotika digunakan sebagai sedativa, sehingga sulit untuk membedakan fungsi keduanya.Efek samping umum hipnotika mirip dengan efek samping morfin, yaitu: a) depresi pernafasan, terutama pada dosis tinggi. Sifat ini paling ringan pada flurazepam dan zat-zat benzodiazepin lainnya, demikian pula pada kloralhidrat dan paraldehida; b) tekanan darah menurun, terutama oleh barbiturat; c) sembelit pada penggunaan lama, terutama barbiturat; d) hang over, yaitu efek sisa pada keesokan harinya berupa mual, perasaan ringan di kepala dan termangu. Hal ini disebabkan karena banyak hipnotika bekerja panjang (plasma-t-nya panjang), termasuk juga zat-zat benzodiazepin dan barbiturat yang disebut short-acting.

Kebanyakan obat tidur bersifat lipofil, mudag melarut dan berkumulasi di jaringan lemak (Tjay, 2002). Efek benzodiazepin hampir semua merupakan hasil kerja golongan ini pada SSP dengan efek utama: sedasi, hipnosis, pengurangan terhadap rangsangan emosi/ansietas, relaksasi otot dan anti konvulsi. Hanya dua efek saja yang merupakan kerja golongan ini pada jaringan perifer: vasodilatasi koroner setelah pemberian dosis terapi benzodiazepin tertentu secara IV dan blokade neorumuskular yang hanya terjadi pada pemberian dosis sangat tinggi (Ganiswarna dkk, 1995).Pada umumnya, semua senyawa benzodiazepin memiliki daya kerja yaitu khasiat anksiolitis, sedatif hipnotis, antikonvulsif dan daya relaksasi otot. Keuntungan obat ini dibandingkan dengan barbital dan obat tidur lainnya adalah tidak atau hampir tidak merintangi tidur. Dulu, obat ini diduga tidak menimbulkan toleransi, tetapi ternyata bahwa efek hipnotisnya semakin berkurang setelah pemakaian 1-2 minggu, seperti cepatnya menidurkan, serta memperpanjang dan memperdalam tidur (Tjay, 2002). Efek utama barbiturat adalah depresi SSP. Semua tingkat depresi dapat dicapai, mulai dari sedasi, hipnosis, berbagai tingkat anestesia, koma sampai dengan kematian. Efek hipnotiknya dapat dicapai dalam waktu 20-60 menit dengan dosis hipnotik. Tidurnya menyerupai tidur fisiologis, tidak disertai mimpi yang mengganggu. Fase tidur REM dipersingkat. Barbiturat sedikit menyebabkan sikap masa bodoh terhadap rangsangan luar (Ganiswarna dkk, 1995).Barbiturat tidak dapat mengurangi nyeri tanpa disertai hilangnya kesadaran. Pemberian obat barbiturat yang hampir menyebabkan tidur, dapat meningkatkan 20% ambang nyeri, sedangkan ambang rasa lainnya (raba, vibrasi dan sebagainya) tidak dipengaruhi. Pada beberapa individu dan dalam keadaan tertentu, misalnya adanya rasa nyeri, barbiturat tidak menyebabkan sedasi melainkan malah menimbulkan eksitasi (kegelisahan dan delirium). Hal ini mungkin disebabkan adanya depresi pusat penghambatan (Ganiswarna dkk, 1995).

Gangguan yang akan dialami bila memakai sedativa :

Emosi labil (mudah tersinggung). Merasa dirinya lebih hebat dan lebih kuat. Banyak bicara dan arah pembicaraan tidak terarah. Tidak mampu berkonsentrasi dan daya ingat menurun drastis.

Bila pecandu sedativa menghentikan pemakaian sedativa secara tiba tiba maka akan menyebabkan gejala sindrom putus sedativa atau gejala ketagihan dan ketergantungan.

Ciri ciri orang yang terkena gejala sindrom putus sedativa :


Merasa gelisah dan bersifat hiperaktif. Retardaksi psikomotor (kehilangan tenaga) atau menjadi pemalas. Timbul perilaku maladaptive ( sifat curiga dan merasa terancam dari orang lain). Tubuh bergetar (tremor kasar).

Pasien lanjut usia terbukti paling rentan terhadap zat penenang atau sedatif. Usai mengonsumsi sedatif yang biasanya tercampur dalam obat tidur, demikian hasil riset terbaru, para pasien lanjut usia berisiko memanen gejala yang disebut delirium. Gejala tersebut antara lain susah bicara, kurang konsentrasi, dan mengalami kebingungan. Adalah Joseph Agostini, ahli penyakit dalam dari Universitas Yale, di Connecticut, Amerika Serikat, yang menggelar riset mengenai efek sedatif. Agostini menganalisis kondisi kesehatan 470 pasien rawat inap yang berusia di atas 70 tahun. Sebagian pasien, sekitar 120 orang, mendapatkan obat sedatif jenis difenilhidramin. Kemudian, Agostini mendapati bahwa lebih dari 70 persen pasien yang mengonsumsi sedatif menunjukkan gejala delirium. Daya konsentrasi mereka merosot sampai sepertiga, dan kemampuan berbicara melorot hingga tinggal seperlima. Seperti dilaporkan Agostini dalam Archives of Internal Medicine edisi terbaru, obat sedatif juga melambatkan proses pemulihan sehingga pasien harus tinggal di rumah sakit lebih lama. Karena itu Agostini menyarankan agar para dokter berhati-hati meresepkan difenilhidramin bagi pasien lanjut usia. Mengingat efek sampingnya, gangguan tidur pada pasien sebaiknya diatasi dengan cara yang lebih aman. Misalnya, mengupayakan konseling psikologis dan menyediakan lingkungan yang tenang.

3. Analgesik
Analgesik ialah istilah yang digunakan untuk mewakili sekelompok obat yang digunakan sebagai penahan sakit, seperti sakit kepala atau sendi. Obat analgesik termasuk obat antiradang non-steroid (NSAID) seperti salisilat, obat narkotika seperti morfin dan obat sintesis bersifat narkotik seperti tramadol.NSAID seperti aspirin, naproksen, dan ibuprofen bukan saja melegakan sakit, malah obat ini juga bisa mengurangi demam dan kepanasan. Analgesik bersifat narkotik seperti opioid dan opidium bisa menekan sistem saraf utama dan mengubah persepsi terhadap kesakitan (noisepsi). Obat jenis ini lebih berkesan mengurangi rasa sakit dibandingkan NSAID. Kondisi inilah yang menyebabkan beberapa obat analgesik disebut sebagai analgesikantiperitik, seperti; aspirin, parasetamol, dan antalgin.

Analgesik seringkali digunakan secara gabungan serentak, misalnya bersama parasetamol dan kodein dijumpai di dalam obat penahan sakit (tanpa resep). Gabungan obat ini juga turut dijumpai bersama obat pemvasocerut seperti pseudoefedrin untuk obat sinus, atau obat antihistamin untuk alergi. Analgesik-antiperitik biasanya digunakan untuk mengobati penyakit dengan gejala demam (suhu tubuh meningkat) dan nyeri, seperti influenza dan salesma. Karena mempunyai efek samping yang ringan, obat golongan analgesik-antiperitik dijual bebas di pasaran. Saat dikonsumsi, obat analgesik ini bekerja di pusat pengatur suhu yang terletak pada batang otak. Selain itu mampu melebarkan pembuluh darah kulit dan memicu produksi keringat sehingga semakin banyak panas yang dibuang. Selain bekerja pada susunan syaraf pusat, analgesik-antiperitik dapat mencegah pembentukan prostaglandin, yakni zat yang menimbulkan rasa nyeri dan peningkatan suhu tubuh.

Analgesik-antipiretik terdiri dari empat golongan, yaitu;

1. Salisilat Salisilat di pasaran dikenal sebagai aspirin. Dalam dosis tinggi, aspirin

mempunyai khasiat antiradang sehingga sering digunakan untuk mengobati radang sendi (rematik). Obat ini juga bersifat mengurangi daya ikat sel-sel pembeku darah sehingga penting untuk segera diberikan pada penderita angina (serangan jantung), untuk mencegah penyumbatan pembuluh darah jantung karena penggumpalan/pembekuan darah. Aspirin dapat menimbulkan nyeri dan perdarahan lambung, karena itu sebaiknya dikonsumsi setelah makan. Dosis yang berlebihan dapat menyebabkan telinga berdenging, tuli, penglihatan kabur, bahkan kematian.

2. Asetaminofen Asetaminofen di pasaran dikenal sebagai parasetamol. Obat ini mempunyai khasiat antiradang yang jauh lebih lemah dari aspirin sehingga tidak bisa digunakan untuk mengobati rematik. Asetaminofen tidak merangsang lambung sehingga dapat digunakan oleh penderita sakit lambung. 3. Piralozon Di pasaran piralozon terdapat dalam antalgin, neuralgin, dan novalgin. Obat ini amat manjur sebagai penurun panas dan penghilang rasa nyeri. Namun piralozon diketahui menimbulkan efek berbahaya yakni agranulositosis (berkurangnya sel darah putih), karena itu penggunaan analgesik yang mengandung piralozon perlu disertai resep dokter. 4. Asam-mefenamat Asam mefenamat termasuk obat pereda nyeri yang digolongkan sebagai NSAID (Non Steroidal Antiinflammatory Drugs). Asam mefenamat digunakan untuk mengatasi berbagai jenis rasa nyeri, namun lebih sering diresepkan untuk mengatasi sakit gigi, nyeri otot, nyeri sendi dan sakit ketika atau menjelang haid. Seperti juga obat lain, asam mefenamat dapat menyebabkan efek samping. Salah satu efek samping asam mefenamat yang paling menonjol adalah merangsang dan merusak lambung. Sebab itu, asam mefenamat sebaiknya tidak diberikan pada pasien yang mengidap gangguan lambung.

DAFTAR PUSTAKA
Tjay, Tan Hoan dan kirana Rahardja. 2008. Obat-Obat Penting. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo. http://www.Contique.com/Health/Mengenal Analgesik.htm
http://www.Google.com

http://www.Wikipedia.com http://etd.eprints.ums.ac.id/1001/1/K100040076.pdf. http://www.PustakaOke.web.id

Potrebbero piacerti anche