Documenti di Didattica
Documenti di Professioni
Documenti di Cultura
Pendahuluan
Sambiloto (Andrographis paniculata) merupakan salah satu tanaman obat
yang banyak digunakan di Indonesia.1 Di dalamnya terkandung beberapa senyawa
aktif, yaitu andrographolide, flavonoid, saponin, tannin, dan alkaloid yang telah
diteliti dan terbukti memiliki berbagai efek farmakologis, di antaranya sebagai
antijamur. Penelitian membuktikan infusa herba sambiloto memiliki efek antijamur
1
2
Jamur yang digunakan sebagai bahan uji dalam penelitian ini adalah
C. albicans, yang secara normal hidup pada manusia sehat namun dapat bersifat
sebagai patogen jika keseimbangannya terganggu, misalnya pada pasien yang
mengkonsumsi obat imunosupresif. Pada kondisi tersebut C. albicans dapat
bermultiplikasi secara cepat menyebabkan suatu kondisi yang dinamakan kandidiasis.
Predileksi kandidiasis beragam, mulai dari mukokutan hingga sistemik.7,8 Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kandidiasis mulut-esofagus adalah infeksi
9
oportunistik yang tersering di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta (80,8%) , di Klinik
Teratai RS Hasan Sadikin Bandung kandidiasis oral menempati posisi ke-2 terbanyak
(27%)10 dan 43,2% pasien HIV positif pengguna narkoba suntik di India menderita
kandidiasis oral.11 Berdasarkan hal tersebut, ditambah luasnya lingkup predileksi
infeksi kandida menjadi alasan bagi peneliti menggunakan C. albicans sebagai bahan
uji.
Tujuan penelitian
Untuk mengetahui efek ekstrak etanol daun sambiloto terhadap pertumbuhan
C. albicans.
3
Metode
Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik secara in vitro menggunakan
rancangan acak lengkap (RAL) dengan melakukan tiga kali pengulangan. Sebagai
faktor pertama (A) adalah C. albicans dan faktor kedua (B) adalah konsentrasi
ekstrak etanol daun sambiloto (B1 = 1 gr/ml, B2 = 0,5 gr/ml, B3 = 0,25 gr/ml, B4 =
0,125 gr/ml) serta kontrol negatif (B5) yaitu etanol 96%. Kombinasi perlakuan adalah
AB1, AB2, AB3, AB4, dan AB5.
Semua alat yang terbuat dari kaca terlebih dulu dicuci dan dikeringkan serta
dibungkus dengan kertas perkamen. Sterilisasi dilakukan dengan otoklaf pada suhu
121oC dan tekanan 1 atm selama 15 menit, sedangkan jarum ose dan pinset
disterilkan dengan pemijaran dan didinginkan sebelum digunakan.12
Sambiloto yang telah dipanen setelah berumur 2-3 bulan dicuci dengan air
mengalir kemudian dilakukan penyortiran, diambil daun yang utuh dan berwarna
hijau segar, dengan berat 825 gram. Daun dipotong-potong sepanjang 3-5 cm, dan
dilakukan pengeringan dengan cara dikeringkan di oven selama 2 hari hingga menjadi
simplisia (berat 200 gram). Simplisia kemudian diremas sampai hancur. Bubuk
simplisia sambiloto diekstraksi dengan penyari etanol dengan perbandingan 200:4000
(b/v) menggunakan metode maserasi dengan tiga kali perendaman. Perendaman
pertama dengan 2 liter etanol, sedangkan perendaman kedua dan ketiga masing-
masing dengan 1 liter etanol. Penyari diuapkan pada suhu 50o C dengan rotary
evaporator sampai diperoleh ekstrak pasta.13,14,15 Ekstrak pasta diencerkan menjadi
empat konsentrasi. Pertama, konsentrasi 1 gr/ml, diperoleh dengan melarutkan 2 gr
ekstrak pasta dalam 2 ml etanol 96%. Kedua, konsentrasi 0,5 gr/ml diperoleh dengan
mengambil 1 ml ekstrak konsentrasi 1 gr/ml lalu ditambahkan 1 ml etanol 96%.
Ketiga, konsentrasi 0,25 gr/ml diperoleh dengan mengambil 1 ml konsentrasi 0,5
gr/ml lalu ditambahkan 1 ml etanol 96%. Terakhir, konsentrasi 0,125 gr/ml diperoleh
dengan mengambil 1 ml ekstrak konsentrasi 0,25 gr/ml lalu ditambahkan 1 ml etanol
96%. Hasil pengenceran masing-masing diteteskan pada cakram kosong dengan
menggunakan spuit steril.
4
Cakram yang digunakan adalah cakram yang siap pakai, diameter 6 mm,
diproduksi oleh Mecherey-Nagel, Jerman. Cakram diletakkan dalam cawan petri dan
disterilkan dengan otoklaf pada suhu 121oC dan tekanan 1 atm selama 15 menit.16
Bahan uji berupa ekstrak etanol daun sambiloto diinokulasikan pada agar
darah dan agar Sabouraud, diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC. Bahan uji
dinyatakan steril jika tidak terdapat pertumbuhan bakteri pada agar darah dan tidak
terdapat koloni jamur pada agar Sabouraud.12
Tes germ tube dilakukan untuk memastikan bahwa jamur yang disubkultur
adalah benar C. albicans. Buat suspensi ringan dengan cara melarutkan isolat jamur
(ambil sejumlah kecil dari subkultur menggunakan ose) ke dalam tabung reaksi yang
telah berisi 0,5 ml serum manusia steril. Inkubasikan dalam air bersuhu 35 oC atau
dalam inkubator selama 2-2,5 jam, dan setelahnya dilakukan pemeriksaan
mikroskopis untuk melihat produksi germ tube dengan menggunakan mikroskop
cahaya perbesaran 100x.17 Suspensi jamur dibuat dari hasil subkultur sehingga
terbentuk koloni jamur. Koloni jamur tersebut diambil dengan jarum ose berdiameter
5 mm dan dimasukkan ke dalam 1 ml larutan NaCl 0,9% sampai kekeruhannya sama
dengan larutan McFarland 0,5 hingga konsentrasi 1 x 108 cfu/ml. Larutan McFarland
adalah kombinasi larutan BaCl 1% dan H2SO4 1%.12
Celupkan lidi kapas steril pada suspensi jamur, oleskan pada permukaan agar
Sabouraud hingga merata, kemudian dibiarkan 3-5 menit dalam suhu kamar. Setelah
itu cakram yang sudah diteteskan ekstrak etanol daun sambiloto dengan konsentrasi 1
gr/ml, 0,5 gr/ml, 0,25 gr/ml, dan 0,125 gr/ml serta cakram berisi etanol 96% sebagai
kontrol negatif diletakkan secara aseptis pada medium Sabouraud lalu diinkubasi
selama 24 jam pada suhu 37oC.12,17 Efek antijamur ekstrak etanol daun sambiloto
terhadap C.albicans dikatakan positif apabila terdapat hambatan pertumbuhan jamur
berupa daerah bening (clear zone) di sekitar cakram. Kemudian dilakukan
pengukuran terhadap diameter clear zone dengan menggunakan penggaris.
5
Hasil
Ekstrak etanol daun sambiloto pada penelitian ini dibuat dari daun sambiloto
segar dengan berat basah 825 gr, kemudian dikeringkan hingga menjadi simplisia
dengan berat 200 gr. Setelah melalui proses maserasi dan diuapkan di rotary
evaporator, diperoleh ekstrak pasta sebanyak 29,5 gr (15% dari berat kering).
Tabel 1 Diameter daerah hambat berbagai perlakuan ekstrak etanol daun sambiloto
pada kultur C. albicans
Ulangan Perlakuan
1 0,5 0,25 0,125 Etanol
gr/ml gr/ml gr/ml gr/ml 96%
I 14 12 9 8 6*
II 14 12 10 8 6*
III 15 13 10 9 6*
Total 43 37 29 25 18
Rata-rata 14,33 12,33 9,67 8,33 6
konsentrasi 0,125 gr/ml yaitu 8,33 mm, sedangkan etanol 96% sebagai kontrol negatif
tidak membentuk daerah hambat jamur (diameter tetap 6 mm sesuai diameter
cakram). Diameter daerah bening yang dibentuk oleh ekstrak etanol daun sambiloto
pada penelitian ini menunjukkan kenaikan sesuai dengan kenaikan konsentrasi.
Pembahasan
dilakukan saat tanaman akan berbunga (umur sambiloto 2-3 bulan) karena pada saat
inilah kandungan bahan aktif sambiloto mencapai jumlah optimal.31 Bagian tanaman
yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun karena daun sambiloto mengandung
andrographolide tertinggi dibandingkan bagian tumbuhan lain.19,32 Faktor kedua
adalah faktor kimia antara lain faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal
meliputi jenis, komposisi kualitatif, komposisi kuantitatif, dan kadar rata-rata
senyawa aktif yang terkandung dalam daun sambiloto. Ketiga hal ini akan
mempengaruhi mutu ekstrak sambiloto yang digunakan sebagai antijamur terhadap C.
albicans. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi meliputi metode ekstraksi,
kekeringan dan ukuran bahan, penyari yang digunakan dalam ekstraksi, kandungan
logam berat dan pestisida. Metode ekstraksi yang digunakan dalam penelitian ini
adalah cara dingin dengan maserasi mengingat ketersediaan alat dan kestabilan
kandungan senyawa aktif.30
sambiloto seperti polyphenol, alkaloid, tannin, dan terpenoid yang diketahui memiliki
aktivitas antimikroba yang baik.4,35
Kesimpulan
Saran
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Ira Safitri, M.Kes selaku dosen
pembimbing I dan dr. Maya Savira, M.Kes selaku dosen pembimbing II yang
bersedia memberikan masukan, nasihat, bimbingan, serta meluangkan waktu dan
pikirannya demi kesempurnaan tulisan ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu tugas akhir ini.
Daftar rujukan
4. Singh Sunity, Joshi Himanshu. Screening of some Indian medicinal plants for
antifungal activity. Journal of Pharmacy Research; 2010; 3(2): 379-381.
8. K.M. Lemar, M.P. Turner and D. Lloyd. Garlic (Allium sativum) as an anti-
Candida agent : a comparison of the efficacy of fresh garlic and freeze-dried
extracts. Journal of Applied Microbiology; 2002; 398-405.
13
10. Sudjana Primal. Infeksi jamur pada penderita infeksi HIV. 1st Annual Bandung
Infectious Disease Symposium; 2008 November 21-22.
13. Sembiring B. Status teknologi pasca panen sambiloto. Jakarta: Balai Penelitian
Tanaman Obat dan Aromatik; 2007
15. De RK. Diagnostic microbiology. 1 st ed. New Delhi: Jaypee Brothers Medical
Publishers; 2007
16. Dignani MC, Solomkin JS, Anaisseie EJ, et al. Clinical mycology. New York:
Elsevier Science; 2003: 195-225
17. Kwon-Chung KJ, Bennett JE. Medical mycology. Philadelphia: Lea & Febiger;
1992: 61
18. Fabricant S, and NR Fransworth. Value of plant used in traditional medicine for
drug discovery. Enviromental Health Perspective 1999; 109: 69-75.
21. Lüning HU, Waiyaki BG, Schlösser E. May 2008. Role of saponins in antifungal
resistance. Journal of Phytopathology 2008; 92: 338-345.
22. Watson RR, Preedy VR. Botanical medicine in clinical practice. Cambridge:
Cromwell Press; 2007: 146.
23. Gunawan D, Mulyani S. Ilmu obat alam (farmakognosi). Jilid1. Jakarta: Penebar
Swadaya; 2004: 88-9
24. Cowan MM. Plant product as antimicrobial agent. Clinical Microbiology Review
1999;12: 564-582.
25. Ganiswarna, Sulistia G.et al. Farmakologi dan terapi. Edisi 4. Jakarta : Bagian
Farmakologi FKUI; 1995: 562,565-573.
27. Bourne HR, Von Zastrow M. Farmakologi dasar dan klinik, Buku 1. Jakarta:
Salemba Medika, 2001
28. Katzung BG. Farmakologi dasar dan klinik. Edisi VI. Jakarta: EGC; 1998
29. Clinical and Laboratory Standards Institute. Method for antifungal disk diffusion
susceptibility testing yeasts; approved guideline. Vol. 24 No. 15.
31. Mishra SK, Sangwan NS, Sangwan RS. Andrographis paniculata (kalmegh): a
review. Pharmacognosy Reviews; 2007; 1: 283-97.
33. Rahayu SM. Uji banding efektivitas air rebusan daun sambiloto (Andrographis
paniculata) 100% dengan ketokonazol 2% secara in vitro terhadap pertumbuhan
Candida albicans pada kandidiasis vaginalis [skripsi]. Semarang: Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro; 2006
15
34. Wiryowidagdo S. Kimia dan farmakologi bahan alam. Jilid 1. Jakarta: EGC;
2008: 21
35. Parekh Jigna, Chanda Sumitra. In vitro antifungal activity of methanol extracts of
some Indian medicinal plants against pathogenic yeast and moulds. African
Journal of Biotechnology; 2008; 7: 4349-4353.