Sei sulla pagina 1di 17

Hidrodinamika

Gelombang

Dr. Ir. Haryo Dwito Armono, M.Eng


1

Definition
Daerah Pantai (Coastal Area)

Pesisir Pantai (Beach/Shore) Daerah Perairan Pantai


(Daerah Arus Pantai)
Depan
Belakang Pantai Panta Inshore or shoreface
Daerah puncak gelombang pecah
BACKSHORE FORESHORE Daerah perairan
laut dalam
Tebing Daerah Gelombang Pecah
Sempadan OFFSHORE
Swash Zone Surf Zone

Turunan Gelombang
Pecah
Muka Air Tinggi
Puncak Sempadan
Muka Air Rendah

Titik Gelombang Pecah


(plunge point)
Dasar Laut

Shore Protection Manual, 1984


2
Waves
¾ Waves are driven primarily by wind.

¾ Waves may also be generated by earthquakes,


submarine landslides and meteorites.

¾ Wave height is the vertical distance between crest and


trough

¾ Wave length is the horizontal distance between crests.

¾ Period is the time between crests.

Wave Size (Wind)


¾ Wave height
z Ocean wave heights range from 0.3 to about 5m.
z Maximum recorded ocean wave height is 34m.

¾ Wavelength:
z Ocean wave lengths range from 40 to about 400m.
z Ocean waves travel at speeds of 25 to about 90 km/h

¾ Wavebase
z The depth at which wave motion ceases
z Equals about 1/2 wavelength

4
Wave Motion
¾ Wave motion of the water extends to about one-
half the wavelength (20 to 200m) (wave base).

¾ When a wave enters shallow water


(<1/2 wavelength), it is slowed by drag.

¾ Slowing causes bending of wave parallel to


coast (refraction).

¾ Breakers are caused by the crest overtaking the


trough.

Wave Motion

Wavelenght

Crest
Wave height

Trough

Wave base

6
Deformasi Gelombang
¾ Breaking
¾ Refraction
¾ Diffraction
¾ Reflection

Tipe Gelombang Pecah

Plunging

Spilling

Surging
8
Refraction
¾ Waves travel more slowly in shallow water
(shallower than the wave base).

¾ This is called refraction

¾ This causes the wave front to bend so it is more


parallel to shore.

¾ It focuses wave energy on headlands.


9

Wave Refraction
r
Orthogonal wate
eper
r in d
faste
avel
es tr
Wav

er
w wat
l y i n shallo
slow
more
s travel
W av e
Surf / Breaker Zone
European Coast, 1996

Beach
10
Wave Refraction
Path of crests diverge
Seabed contour and minimize impact
of waves on shore
Wave Crest

Path of crests converge and maximize


impact of waves on shore
Seabed contour
Wave crest

Shallow
Deep

11

Long shore Transport

12
Wave Motion and Sediment Sorting
¾ Waves sort sediment particles by size.

¾ Fine
particles (silt and clay) are kept
suspended if water is moving.

¾ Sand accumulates at the beach, and fine


particles can only settle out in depths
below wave motion (1/2 wavelength).
13

Wave Diffraction

14
Wave Diffraction
Hd
r
β
Breakwater
Hi
θ L

Wave Diffraction
Shadow Zone

Diffraction Coeficient
( K’
K’ )
Energy Transfer K’ = Hd / Hi
K’ = φ (r/L, β, θ)

Orthogonal Wave Crest


Orthogonal
15

Refleksi Gelombang
European Coast, 1996

16
Refleksi Gelombang
‰ Untuk dinding vertikal, kedap air, dgn elevasi
diatas muka air, hampir seluruh energi akan
dipantulkan kembali ke laut.

‰ Hanya sebagian saja energi yang dipantulkan


jika gelombang menjalar di pantai yang agak
landai

‰ Refleksi tergantung pada kelandaian pantai,


kekasaran dasar laut, porositas dinding, dan
Angka Irribarren (Ir) :
tan α
Ir =
Kr = Hr / Hi Hi
Kr = fungsi (a, n, P, Lo
Ir)
Ir)

17

Perbedaan Gelombang

18
Mitigasi Pesisir
‰ Upaya struktur. ‰ Kendala upaya struktur.
• Metode perlindungan Buatan z Terbatasnya anggaran
(Breakwater, Seawall, Groin)

• Metode Perlindungan Alami z Belum tentu sesuai untuk


(Mangrove, sand dune, terumbu daerah rawan BENCANA
karang,tumbuhan pantai)
pantai)

‰ Upaya non struktur. ‰ Kendala upaya non struktur


• Peta Daerah rawan Bencana z Sosial budaya masyarakat
• Relokasi daerah rawan z Lemahnya penegakan hukum
bencana z Singkatnya waktu datang
• Tata ruang / tata guna lahan banjir dan tsunami (arrival
• Informasi Publik / penyuluhan time)
• Penegakan hukum

19

Program Mitigasi Bencana


(Dept. Kelautan dan Perikanan)

z Identifikasi daerah rawan bencana


z Menyusun kebijakan mitigasi bencana di
wilayah pesisir
z Menyusun prosedur penanggulangan
bencana
z Mengurangi dan mengantisipasi dampak
kerusakan akibat bencana
z Pembuatan basis data dan peta kerusakan
akibat bencana

20
Mitigasi Bencana

‰ Di Laut
z Pengembangan Daerah Perlindungan Laut

z Perbaikan ekosistem terumbu karang melalui terumbu


buatan

z Pengembangan Silvofishery

z Rehabilitasi sempadan pantai melalui penanaman


mangrove

‰ Di Darat
z Penataan Ruang / Zonasi

21

Pengembangan Daerah Perlindungan


Laut (DPL) Berbasis Masyarakat

Daerah Perlindungan Laut


adalah upaya masyarakat untuk
Mempertahankan dan
memperbaiki kualitas ekosistem
pesisir (terumbu karang) dan
sekaligus mempertahankan
kualitas sumberdaya lainnya
yang ada di terumbu karang.

22
Perbaikan Ekosistem Terumbu Karang
Melalui Terumbu Buatan

Terumbu buatan adalah


struktur atau kerangka
yang sengaja
dipasangkan ke dalam
laut yang ditujukan
sebagai tempat
berlindung dan habitat
bagi organisme laut atau
sebagai pelindung
pantai.
23

Arti Penting Terumbu Buatan

• Menarik dan mengumpulkan organisme sehingga


lebih mudah dan efisien upaya penangkapannya
• Melindungi organisme kecil, anak ikan dan ikan
muda terhadap pemanenan dan penangkapan
yang lebih dini;
• Melindungi kawasan asuhan terhadap cara-cara
pemanfaatan dan penangkapan yang bersifat
merusak; dan
• Dalam jangka panjang, meningkatkan produktivitas
alami melalui cara suplai habitat baru bagi ikan dan
organisme yang menempel permanen;
• Perlindungan ekosistem pesisir. 24
Pengembangan Silvofishery
(Wanamina)

Empang (20%) dan Mangrove (80 %)

Laut
Sungai

Zona Penyangga
Zona Penyangga

Mangrove
0,5 ha tambak

0,5 ha tambak

0,5 ha tambak
Mangrove

Mangrove
Mangrove
25

Pengembangan Silvofishery
(Wanamina)

Pola Wanamina Empang Parit

26
Pengembangan Silvofishery
(Wanamina)
Pola Wanamina Empang Parit Yang
Disempurnakan

Empang Tempat pememelihaan Ikan

Mangrove

27

Pengembangan Silvofishery
(Wanamina)
Pola Wanamina Komplangan

28
Rehabilitasi Sempadan Pantai

S a lu ra n
L aut
A ir L a u t

GREEN BELT GREEN BELT


300 m M ANGROVE 300 m M ANGROVE
300 m

… …
P e ta k … P e ta k … P e ta k P eta k P e ta k P e ta k
T am bak … T am bak … T am bak T am bak T am bak T am bak
… …

i
Sunga
… … s e m p a d a n s u n g a i m a n g ro v e
… … …
P e ta k … P e ta k … P e ta k P eta k … P e ta k 100 M P e ta k
T am bak … T am bak … T am bak T am bak … T am bak 100 M T am bak
… … …
…
… … …
… … P eta k
P e ta k
…
P eta k
…
P e ta k P eta k … P e ta k T am bak
T am bak T am bak T am bak T am bak T am bak
… … …
… …
… se m p a d a n
… … … su n g a i
n o n -m an g ro v e
P e ta k … … P eta k
T am bak P e ta k P e ta k P eta k … T am bak
… T am bak … T am bak T am bak 100 M
… 100 M
… …
… … … S a lu r a n A ir T a w a r
… … P eta k
P e ta k … P e ta k P e ta l P e rc a m p u r a n T am bak
T am bak T am bak A ir A s in d a n T a w a r
…
29
V e g e ta si m a n g r o v e

PRINSIP-PRINSIP PENENTUAN FUNGSI KEGIATAN DI MASING-


MASING ZONA

Zona I (zona konservasi)


‰ Fungsi kegiatan langsung berhubungan dengan laut atau ekosistem
pesisir dan laut, contoh : hutan mangrove, pertambakan, prasarana
kelautan dan perikanan, wisata bahari.

‰ Kegiatan tidak menciptakan munculnya perkembangan penduduk


secara besar-besaran, contoh : tempat latihan militer, pos keamanan,
jalan dan perkebunan.

‰ Kegiatan tidak berperanan berperanan vital bagi wilayah yang lebih


luas, artinya jika terjadi kehancuran akan menyebabkan kelumpuhan
total. Misalnya tidak menempatkan fasilitas ; kelistrikan,
telekomunikasi, pemerintahan, keuangan, logistik, dan lain-lain.

30
Zona II (zona penyangga)
‰ Fungsi kegiatan tidak langsung berhubungan dengan laut tetapi
berkaitan dengan produksi hasil laut dan perikanan, contoh :
permukiman nelayan, industri hasil perikanan.

‰ Kegiatan tidak menciptakan munculnya pemusatan penduduk secara


besar-besaran dalam 24 jam, contoh : perkebunan, perhotelan, pasar
iakan, fasilitas lingkungan.

‰ Kegiatan tidak berperanan vital bagi wilayah yang lebih luas, artinya
jika terjadi kehancuran akan menyebabkan kelumpuhan total.
Misalnya tidak menempatkan fasilitas ; kelistrikan, telekomunikasi,
pemerintahan, keuangan, logistik, dan lain-lain.

31

Zona III (zona bebas)


‰ Fungsi kegiatan tidak langsung berhubungan dengan laut. Contoh :
perkotaan, perindustrian, pemerintahan, perdagangan dan jasa.

‰ Kegiatan yang merupakan pusat kegiatan penduduk perkotaan,


contoh : fasilitas pendidikan, perdagangan dan jasa.

‰ Kegiatan berperanan vital bagi wilayah yang lebih luas, contoh ;


kelistrikan, telekomunikasi, pemerintahan, keuangan, logistik, dan
lain-lain.

32
Konsep Penataan Ruang
Jalan Lokal

Tambak

Mangrove
Kota

Desa Nelayan
Terumbu Karang
Terumbu Karang/Padang Lamun

Perairan Kebun
Campuran Kota
Besar
Wisata Bahari
Pasir Putih

Kota

Jalan Arteri
Jalan Kolektor 33

PELABUHAN GARIS BATAS


PADANG WILAYAH
UMUM
LAMUN BAHAYA TSUNAMI
KEBUN
CAMPURAN

TERUMBU
KARANG
KOTA
PELABUHAN KECAMATAN
PERIKANAN

MANGROVE

DESA
NELAYAN
KOTA
KEBUN
CAMPURAN

KOTA
KECAMATAN
KAWASAN
WISATA

PADANG
LAMUN

TERUMBU
KARANG KEBUN KONSEP
CAMPURAN
PENATAAN RUANG KOTA PESISIR
KAWASAN DI WILAYAH BAHAYA TSUNAMI
WISATA

DIT TATA RUANG LAUT P3K DITJEN P3K DKP


34

Potrebbero piacerti anche