Sei sulla pagina 1di 13

Jurnal

EKONOMI
PEMBANGUNAN
Kajian Ekonomi Negara Berkembang
Hal: 61 – 70

ANALISIS DAYA SAING INDUSTRI PARIWISATA UNTUK


MENINGKATKAN EKONOMI DAERAH:
(Kajian Perbandingan Daya Saing Pariwisata antara
Surakarta dengan Yogyakarta)
Rina Trisnawati
Wiyadi
Edy Priyono
Universitas Muhammadiyah Surakarta
E-mail:

Abstract

The purpose of this study are measuring tourism competitiveness in Surakarta


region and determining the contribution of tourism for economic region. This cases are
compared with Yogyakarta region as benchmark region for tourism in Indonesia. The study
is important because it contributes to PAD (Pendapatan Asli Daerah) and gives impact on
related industries such as: travel agent, hotel, restaurant, and small industries. The analysis
of this study used Competitiveness Monitor (CM), that is the popular measurement to
determine tourism competitiveness. It was used more than 200 countries and it is developed
by World Travel and Tourism Council (WWTC). The indicators of CM are Human Tourism
Indicator, Price Competitiveness Indicator, Infrastructure Development Indicator,
Environment indicator, Technology Advancement Indicator, Human Resources Indicator,
Openess Indicator, dan Social Development Indicator. From these indicators, we measure
tourism competitiveness index and classify the region in green, grey or red area of tourism
competitiveness. The result of analysis indicates the Surakarta region is classified in grey
area region of tourism competitiveness. The result also indicates the position of tourism
competitiveness of Surakarta region with Yogyakarta region. The government have to
develop the tourism sector by analysis the indicators which determine the tourism
competitiveness because the tourism sector gives the added revenues for the region. It is very
important, which ever Adisumarmo airport (Surakarta) is one of the international airport in
Indonesia.

Keywords:??????????

LATAR BELAKANG MASALAH daerah berlomba-lomba untuk memper-


Pada peringkat global, Industri kenalkan potensi pariwisata yang dimiliki-
pariwisata kini merupakan industri penting nya sehingga dapat menarik kunjungan
sebagai penyumbang Gross Domestic wisata (turis) baik lokal maupun manca
Product (GDP) suatu negara dan bagi daerah negara. Berkembangnya sektor ini akan
industri ini sebagai penyokong dari membawa dampak yang cukup besar pada
Pendapatan Asli Daerah (PAD). Industri ini industri-industri yang terkait seperti hotel,
mampu memberikan kontribusi lebih dari rumah makan, biro travel dan UKM di
10% dari PAD. Hal inilah yang meyebabkan daerah-daerah kunjungan wisata karena
2

dapat memproduksi dan menjual barang- sebesar 8.78% dan angka ini meningkat
barang cenderamata. menjadi 10.16% pada tahun 2004 (Biro
Berdasarkan data dari World Trade Pusat Statistik Jawa Tengah 2005). Di
Organization (WTO tahun 2004), Yogyakarta, sumbangan sektor ini terhadap
kedatangan turis lokal dan mancanegara PDRB Yogyakarta cukup tinggi karena
memberi sumbangan pada GDP lebih dari industri pariwisata digarap dengan baik.
15% dan angka ini lebih besar lagi pada Pada tahun 2003, sektor ini memberi
negara-negara yang mencanangkan negara kontribusi kepada PDRB sebesar 19.06%
kunjungan wisata seperti negara Malaysia dan pertengahan tahun 2004 meningkat
dengan slogan `Malaysia–Truly of Asia`. menjadi 19. 64% (Biro Pusat Statistik
Berdasarkan Laporan Kajian Fasa Pertama Yogyakarta 2005).
Rancangan Malaysia Kelapan (tahun 2003), Kawasan Joglosemar (Yogyakarta,
pendapatan yang diperoleh oleh negara ini Solo dan Semarang) merupakan kawasan
dari kunjungan turis mencapai lebih dari segitiga emas yang merupakan pusat per-
US$476 billion dan memberi kontribusi tumbuhan ekonomi. Di Jawa Tengah, Kota
pada Keluaran Dalam Negara Kasar Solo atau kota Surakarta merupakan kota
(KDNK) sebesar 18.7%. Pada tahun 2000 yang berpotensi untuk dikembangkan men-
Indonesia pernah mencanangkan Visit jadi daerah tujuan wisata. Kawasan ini
Indonesian Year yang menjadikan pari- sebagai pusat pertumbuhan ekonomi dan
wisata sebagai tulang punggung per- perdagangan dan diharapkan memberikan
ekonomian negara dan pada saat itu, sektor efek pertumbuhan bagi daerah-daerah
pariwisata dapat memberi sumbangan sekitarnya. Berdasarkan teori pusat per-
sebesar 19.84% terhadap GDP negara tahun tumbuhan bahwa pusat kota dianggap
2001 (Biro Pusat Statistik 2002) Saat ini sebagai pusat sentral bagi pertumbuhan
sektor pariwisata juga menjadi perhatian daerah dan menentukan tingkat ekonomi
pemerintah untuk dikembangkan. Sektor secara keseluruhan karena terjadi inter-
pariwisata merupakan pencipta lapangan dependensi antara pusat kota dengan daerah-
kerja karena lebih dari 100 juta orang per daerah sekitarnya. Berdasarkan hubungan
tahun melakukan perjalanan baik untuk pusat-daerah ini, Surakarta (sebagai pusat
bisnis maupun wisata. Industri pariwisata pertumbuhan) maka daerah-daerah sekitar-
juga memberikan pendapatan bagi nya yaitu Surakarta, Boyolali, Sukoharjo,
pemerintah melalui pajak akomodasi dan Wonogiri, Sragen dan Klaten (Subo-
rumah makan, pajak bandara, pajak sukowonosraten) akan melakukan aglo-
penjualan, pajak penghasilan dan pajak- merasi ekonomi baik internal maupun
pajak lainnya. Disamping itu, industri eksternal. Mengembangkan wilayah tertentu
pariwisata juga mendorong investasi pada sebagai pusat pertumbuhan akan memberi-
infrastruktur di daerah kunjungan wisata kan dampak pertumbuhan (trickle down
seperti penyempurnaan bandara, jalan, effect) pada daerah-daerah sekitarnya
sistem drainase, pemeliharaan museum, sehingga pengembangan pariwisata di
monumen, kawasan wisata dan berkem- Surakarta juga diharapkan dapat mendorong
bangnya pusat-pusat perbelanjaan. industri pariwisata di daerah-daerah
Bagi Jawa Tengah, industri sekitarnya.
pariwisata merupakan salah satu sektor jasa Kajian tentang industri pariwisata
yang sangat penting untuk dikembangkan. penting dilakukan khususnya pada daerah-
Pada tahun 2000, sektor ini dapat memberi daerah yang merupakan daerah kunjungan
kontribusi kepada PDRB Jawa Tengah wisata. Tahun 2006 kota Surakarta

2
membuka lembaran baru terutama di sektor memperhatikan indikator-indikator penentu
pariwisata dengan dibukanya Adisumarmo daya saing pariwisata dapat dikaji kelebihan
sebagai bandara internasional. Dengan dan kekurangan daerah tersebut dalam
adanya pembukaan rute penerbangan Air mengembangkan industri pariwisata sebagai
Asia (Kualalumpur-Solo) pada tanggal 1 salah satu sumber PAD yang potensial,
Februari 2006 dan Silk Air (Singapura– apalagi bandara Adisumarmo (Solo) sudah
Solo), diharapkan sektor pariwisata lebih menjadi bandara internasional.
bergairah dengan masuknya turis-turis asing
ke daerah ini. Dengan dukungan kemudahan TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
transportasi, infrastruktur dan sarana Tujuan penelitian ini adalah
penunjang lainnya akan menyebabkan per- mengukur daya saing industri pariwisata di
tumbuhan ekonomi pada pusat pertumbuhan Surakarta yang merupakan jendela wisata di
(kota Surakarta) dan dapat memberikan efek Jawa Tengah, menentukan posisi daya saing
pertumbuhan ekonomi bagi daerah-daerah industri pariwisata Surakarta dibandingkan
atau kabupaten-kabupaten lain disekitarnya. dengan Yogyakarta sebagai analisis
Penelitian ini memperluas dari pembanding dalam lingkup kajian ini.
penelitian sebelumnya dengan memasukkan Disamping itu juga mendeskripsikan
seluruh indikator daya saing dari WWTC sumbangan industri ini terhadap Pendapatan
yaitu Human Tourism Indicator, Price Asli Daerah (PAD) serta menganalisis
Competitiveness Indicator, Infrastructure faktor-faktor yang dapat meningkatkan daya
Development Indicator, Environment indi- saing industri pariwisata di kawasan ini.
cator, Technology Advancement Indicator, Manfaat yang diharapkan dari
Human Resources Indicator, Openess penelitian mengenai daya saing pariwisata
Indicator, dan Social Development Indica- ini adalah dapat memberi gambaran posisi
tor. Selanjutnya dilakukan penghitungan daya saing pariwisata di Surakarta dan
index daya saing pariwisata dengan perbandingan daya saing daerah tersebut
mengkhususkan pada destinasi Surakarta. dengan daerah Yogyakarta. Disamping itu
Pemilihan destinasi tersebut dengan alasan hasil analisis ini diharapkan dapat memberi
bahwa pada tahun 2006 daerah tersebut implikasi pada kebijakan yang harus
memiliki bandara internasional. Selain itu dilakukan oleh pemerintah daerah kota
penelitian ini juga membandingkan daya Surakarta untuk mengembangkan sektor
saing destinasi tersebut dengan daerah pariwisata dengan memperhatikan indikator-
Yogyakarta yang merupakan benchmark indikator penentu daya saing. Hal ini
daerah wisata di Indonesia. penting dilakukan karena dengan
Analisis penentuan daya saing ini memperhatikan indikator-indikator penentu
penting dilakukan untuk memberikan daya saing pariwisata dapat dikaji kelebihan
gambaran posisi daya saing pariwisata di dan kekurangan daerah tersebut dalam
daerah Surakarta dan perbandingan daya mengembangkan industri pariwisata sebagai
saing daerah tersebut dengan daerah salah satu sumber PAD yang potensial.
Yogyakarta. Hasil analisis ini memberi
implikasi pada kebijakan yang harus TINJAUAN PUSTAKA
dilakukan oleh pemerintah daerah kota Berdasarkan literatur tourism,
Surakarta untuk mengembangkan sektor pengukuran daya saing menarik perhatian
pariwisata dengan memperhatikan indikator- untuk dikaji karena merupakan faktor
indikator penentu daya saing. Hal ini krusial bagi keberhasilan industri pariwisata
penting dilakukan karena dengan (Rozak dan Remmington, 1999; Go dan

3
4

Gowers, 2000; Mihalic, 200; Crouch and Studi yang dilakukan Dwyer (2000)
Richie, 1994, 1995, 1999; Dwyer et all, menggunakan Price Competitiveness
2000). Daya saing merupakan konsep yang Indicator untuk mengukur daya saing tourist
kompleks dan terdiri dari beberapa elemen destination. Studi ini membedakan dua
baik observed maupun unobserved. Dan katagori harga yaitu travel cost dan ground
konsep ini sulit untuk diukur. Studi yang cost. Travel cost berkaitan dengan cost yang
dilakukan oleh Kozak dan Remington dikeluarkan dari dan ke suatu destinasi dan
(1999) dan Haahti dan Yavas (1983) ground cost berkaitan dengan cost komoditi
menggunakan data survey untuk mengetahui pada suatu tujuan destinasi.
persepsi dan opini turis terhadap Studi lain dilakukan oleh Inskeep
daerah/negara kunjungan untuk mengukur (1991) dan Middleton (1997) menyatakan
daya saing pariwisata. Berdasarkan bahwa Quality Environment sebagai
opini/persepsi turis tersebut dibuat indikator indikator yang penting dalam pengukuran
daya saing yaitu kualitas pantai, keramahan daya saing. Studi ini juga konsisten dengan
penduduk, fasilitas berbelanja dan studi yang dilakukan Ritchie dan Crough
sebagainya. Indikator-indikator ini sangat (1993) dan Mihalic (2000) yang
subyektif dan sukar untuk diukur dan memasukkan faktor lingkungan sebagai
indikator ini bersifat intrinsik. indikator penentu daya saing pariwisata.
Studi lain dilakukan oleh Dwyer Ritchie dan Crough (1999) memper-
(2000) mengukur daya saing tourist destina- luas penelitian sebelumnya dengan men-
tions (daerah kunjungan turis) dengan dasarkan pada teori Comparative Advantage
membandingkan 19 destinasi. Data yang yang menyatakan bahwa kepemilikan dan
digunakan adalah adalah data publikasi yang penggunaan sumber-sumber daya yanng
dikeluarkan oleh masing-masing destinasi. dimiliki oleh suatu negara (destinasi) akan
Analisis Competitiveness Monitor mengakibatkan destinasi tersebut unggul
(CM) diperkenalkan pada tahun 2001 bersaing dibandingkan dengan destinasi
sebagai alat ukur penentuan daya saing lainnya. Peneliti memasukkan katagori yang
pariwisata. CM diperbaharui pada tahun lebih luas yaitu human resources, knowledge
2002 sebagai hasil kerjasama antara WWTC resources, physical resources, infrastruc-
dan Christel DeHaan Tourism and Travel ture, dan cultural resources.
Research Institute (TTRI), University of
Nottingham. CM ini juga dikembangkan METODE PENELITIAN
pada area riset yang berbeda seperti hasil Desain Penelitian
dari World Bank Global Competitiveness Desain Penelitian ini adalah
report, UK Regional Competitiveness exploratory research dengan melakukan
Indicators dan IMD World Competitiveness mengukuran daya saing industri pariwisata
Yearbook. Analisis CM menggunakan 8 di Surakarta. Selanjutnya dilakukan analisis
(delapan) Indikator-indikator yang diguna- perbandingan daya saing industri pariwisata
kan untuk membentuk daya saing. Indikator- daerah kajian dengan Yogyakarta sebagai
indikator tersebut adalah Human Tourism benchmark. Periode waktu analisis adalah
Indicator, Price Competitiveness Indicator, tahun 2005 sampai dengan tahun 2007.
Infrastructure Development Indicator, Dipilihnya periode tersebut karena tahun
Environment indicator, Technology Ad- 2005, Surakarta belum menjadi bandara
vancement Indicator, Human Resources internasional dan tahun 2006 sudah menjadi
Indicator, Openess Indicator, dan Social bandara internasional sehingga
Development Indicator. perbandingan antara periode “sebelum dan

4
sesudah” dapat memberikan gambaran lebih gunakan data dari hotel Quality,
lengkap mengenai keadaan pariwisata di Novotel dan Sheraton. PPP dihitung
kawasan tersebut. Obyek penelitian adalah dari jumlah turis suatu daerah x rata-
kota Surakarta dengan daerah Yogyakarta rata tarif hotel x rata-rata masa tinggal.
sebagai analisis pembanding. Penelitian 3. Infrastructure Development Indicator
menggunakan data sekunder yang (IDI)  indikator ini menunjukkan
bersumber dari dinas pariwisata, Biro pusat perkembangan jalan raya, perbaikan
statistik daerah, bagian perekonomian fasilitas sanitasi dan peningkatan akses
daerah dan dinas-dinas lain yang terkait. penduduk terhadap fasilitas air bersih.
Data primer diperlukan jika data sekunder Untuk mengukur IDI terdapat kesulitan
untuk pengukuran indikator daya saing tidak sehingga CM memproksikan IDI
diperoleh. Data ini bersumber dari hotel, dengan income perkapita penduduk.
restaurant dan biro travel maupun dari turis 4. Environment Indicator (EI) 
yang datang ke kota Surakarta. Data ini indikator ini menunjukkan kualitas
diperlukan untuk mengeksplorasi faktor- lingkungan dan kesadaran penduduk
faktor yang menjadi keunggulan atau dalam memelihara lingkungannnya.
kelemahan industri pariwisata di Surakarta. Pengukuran yang digunakan adalah
indeks kepadatan penduduk (rasio
Variabel dan Pengukuran antara jumlah penduduk dengan luas
Variabel yang digunakan dalam penelitian daerah) dan indeks emisi CO2. Data
ini adalah index daya saing pariwisata yang Indeks emisi CO2 dapat diperoleh dari
dibentuk dari 8 indikator penentu daya saing informasi tingkat pencemaran udara
pariwisata. Kedelapan indikator tersebut pada jalan-jalan utama.
adalah: 5. Technology Advancement Indicator
1. Human Tourism Indicator (HTI)  (TAI)  indikator ini menunjukkan
indikator ini menunjukkan pencapaian perkembangan infrastruktur dan
perkembangan ekonomi daerah akibat teknologi modern yang ditujukkan
kedatangan turis pada daerah tersebut. dengan meluasnya penggunaan internet,
Pengukuran yang digunakan adalah mobile telephone dan ekpor produk-
Tourism Impact Index (TII) yaitu rasio produk berteknologi tinggi. Pengukuran
antara penerimaan pariwisata dengan yang digunakan adalah telephone index
GDP. Ukuran lainnya adalah Tourism (rasio penggunaan line telephone
Paricipation Index yaitu rasio antara dengan jumlah penduduk) dan Index
jumlah aktivitas turis (datang dan pergi) export (rasio ekspor produk-produk
dengan jumlah penduduk daerah berteknologi tinggi: komputer, produk
destinasi. farmasi, mesin-mesin industri dan
2. Price Competitiveness Indicator (PCI) elektronik dengan jumlah ekpor
 indikator ini menunjukkan harga keseluruhan)
komoditi yang dikonsumsi oleh turis 6. Human Resources Indicator (HRI) 
selama berwisata seperti biaya akomo- indikator ini menunjukkan kualitas
dasi, travel, sewa kendaraan dan se- sumber daya manusia daerah tersebut
bagainya. Pengukuran yang digunakan sehingga dapat memberikan pelayanan
adalah Purchasing Power Parity (PPP) yang lebih baik kepada turis.
sebagai proksi dari harga adalah rata- Pengukuran HRI menggunakan indek
rata tarif minimum hotel yang merup- pendidikan yang terdiri dari rasio
akan hotel worldwide. Peneliti meng- penduduk yang bebas buta huruf dan

5
6

rasio penduduk yang berpendidikan SD, menyebabkan industri pariwisata


SMP, SMU, Diploma dan Sarjana. Surakarta lebih unggul atau kurang
7. Openess Indicator (OI)  indikator ini unggul sehingga perlu dikembangkan.
menunjukkan tingkat keterbukaan
destinasi terhadap perdagangan inter- HASIL PENELITIAN DAN
nasional dan turis internasional. Peng- PEMBAHASAN
ukurannya menggunakan rasio jumlah Penelitian ini melakukan peng-
penerimaan dari turis internasional hitungan index daya saing pariwisata dengan
dengan total PAD dan rasio penerimaan memasukkan seluruh indikator daya saing
pajak ekspor-impor dengan jumlah dari WWTC sebanyak 8 indikator dan
seluruh penerimaan. mengkhususkan pada destinasi Surakarta.
8. Social Development Indicator (SDI)  Pemilihan destinasi tersebut dengan alasan
indikator ini menunjukkan kenyamanan bahwa pada tahun 2006 daerah tersebut
dan keamanan turis untuk berwisata di memiliki bandara internasional. Selain itu
daerah destinasi. Ukuran SDI adalah penelitian ini juga membandingkan daya
lama rata-rata masa tinggal turis di saing destinasi tersebut dengan daerah
daerah destinasi. Yogyakarta yang merupakan benchmark
daerah wisata di Indonesia.
Analisis Data Analisis penentuan daya saing ini
Tahapan analisis yang dilakukan adalah: penting dilakukan untuk memberikan
1. Menghitung indeks pariwisata dari gambaran posisi daya saing pariwisata di
kedelapan indikator-indikator pem- daerah Surakarta dan perbandingan daya
bentuk indeks daya saing yang telah saing daerah tersebut dengan daerah
dikemukakan di atas dengan formula: Yogyakarta. Hasil analisis ini memberi
Xc i = Xc i _ min (Xc i ) implikasi pada kebijakan yang harus
Max (Xc i )- Min (Xc i ) dilakukan oleh pemerintah daerah kota
2. Melakukan penghitungan index Surakarta untuk mengembangkan sektor
composite dari kedelapan indikator pariwisata karena dengan memperhatikan
yang menentukan daya saing pariwisata indikator-indikator penentu daya saing dapat
Yc k = 1/n ∑ Xc i dikaji kelebihan dan kekurangan daerah
3. Menghitung index daya saing tersebut dalam mengembangkan industri
pariwisata pariwisata sebagai salah satu sumber PAD
Zc = ∑ W k Yc k yang potensial. Hasil analisis mengenai
4. Membandingkan daya saing industri kedudukan atau posisi daya saing pariwisata
pariwisata Surakarta dengan di kota Surakarta dapat dijelaskan secara
Yogyakarta. Hasil perbandingan ini ringkas dalam Tabel 1 berikut ini:
dapat dideskripsikan faktor-faktor yang

6
Tabel 1: Indeks Daya Saing Pariwisata
INDIKATOR SURAKARTA YOGYAKARTA
Human Tourism Indicator. (HTI)
- Tourism Impact Index (TII) 0,0046 0,0237
- Tourism Paricipation Index 0,026 0,156
Price Competitiveness Indicator (PCI)
- Purchasing Power Parity (PPP) Rp 7.714.077 Rp 10.845.347
Infrastructure Development Indicator (IDI) Rp 10.463.000 Rp 10.470.649
Environment Indicator (EI) 12.246,28 12,897
Technology Advancement Indicator (TAI) 0.0087 0,017
Human Resources Indicator (HRI) 0,656 0.774
Openess Indicator (OI) 0,00143 0.0268
Social Development Indicator (SDI) 1,1 hari 2,4 hari
Sumber: data diolah

Berdasarkan tabel diatas maka dapat dan barang. Bidang kepariwisataan juga
dikemukakan bahwa indeks daya saing telah menyumbangkan Pendapatan Asli
pariwisata di Yogyakarta lebih tinggi Daerah (PAD) yang cukup besar bagi Kota
dibandingkan dengan Surakarta. Beberapa Yogyakarta yaitu sebesar 5.6%. Dibanding-
penyebab hal ini dapat dijelaskan pada kan dengan kota Surakarta, sumbangan
setiap indikator yang membentuk indeks sektor ini terhadap PAD hanya sebesar 2,
daya saing di sektor pariwisata di bawah ini. 35. Usaha sungguh-sungguh harus dilakukan
oleh pemerintah kota Surakarta untuk
Human Tourism Indicator (HTI) meningkatkan kehadiran turis baik domestik
Indikator ini menunjukkan pen- maupun mancanegara. Usaha yang sudah
capaian perkembangan ekonomi daerah dilakukan seperti kirab budaya, SIEM, dan
akibat kedatangan turis pada daerah tersebut. wisata kuliner dikemas secara menarik
Pengukuran yang digunakan adalah Tourism sehingga solo sebagai kota budaya dan
Impact Index (TII) yaitu rasio antara pene- pariwisata mampu menarik wisatawan baik
rimaan pariwisata dengan GDP. Ukuran domestik maupun mancanegara.
lainnya adalah Tourism Partipation Index
yaitu rasio antara jumlah aktivitas turis Price Competitiveness Indicator (PCI)
(datang dan pergi) dengan jumlah penduduk Indikator ini menunjukkan harga
daerah destinasi. Hasil analisisnya menun- komoditi yang dikonsumsi oleh turis selama
jukkan bahwa jumlah turis baik domestik berwisata seperti biaya akomodasi, travel,
maupun mancanegara lebih banyak di sewa kendaraan dan sebagainya.
Yogyakarta. Pada tahun 2005 menunjukkan Pengukuran yang digunakan adalah
angka 769.744 turis dan tahun 2006 Purchasing Power Parity (PPP) sebagai
meningkat menjadi 915.610 turis atau naik proksi dari harga adalah rata-rata tarif
sebesar 18,9%. Kehadiran turis ini mem- minimum hotel yang merupakan hotel
bawa dampak dampak berganda (multiplier worldwide. Peneliti menggunakan data dari
effect) yang sangat besar di masyarakat. hotel Quality, Novotel dan Sheraton. PPP
Industri ini telah menggairahkan kehidupan dihitung dari jumlah turis suatu daerah x
perekonomian masyarakat Kota Yogyakarta, rata-rata tarif hotel x rata-rata masa tinggal.
baik yang sifatnya industri rumah tangga Besaran tarif ketiga hotel tersebut adalah Rp
(home industry) maupun perusahaan jasa 525.000 untuk kamar deluxe. Besarnya tarip
2

ini sama antara hotel yang berlokasi di kota ini perlu dikelola dengan baik maka tingkat
Surakarta maupun kota Yogyakarta. kenyamanan turis di destinasi tersebut dapat
Hasil indeks PPP ini juga menunjuk- terjaga. Selain itu faktor keamanan juga
kan bahwa indeks PPP lebih tinggi di kota perlu diperhatikan untuk melindungi turis
Yogyakarta dibandingkan dengan kota dari tindakan kejahatan maupun kriminalitas
Surakarta. Hal ini disebabkan oleh lebih lainnya. Dengan memperhatikan faktor-
banyaknya jumlah turis yang datang ke kota faktor tersebut maka turis akan merasa
Yogyakarta dibandingkan ke kota Surakarta. nyaman didaerah destinasi dan akan tinggal
Selain faktor jumlah turis, faktor rata-rata lebih lama di daerah tersebut.
masa tinggal turis di daerah destinasi juga
merupakan indikator untuk menentukan Infrastructure Development Indicator (IDI)
indeks PPP ini. Rata-rata masa tinggal turis Indikator ini menunjukkan per-
di destinasi Yogyakarta adalah 2,4 hari kembangan jalan raya, perbaikan fasilitas
sedangkan di destinasi Surakarta adalah 1,1 sanitasi dan peningkatan akses penduduk
hari. Perbedaan rata-rata masa tinggal ini terhadap fasilitas lainnya yang disebabkan
sangat ditentukan oleh kenyamanan turis di trickledown effect dari kedatangan turis
daerah destinasi tersebut dan daya tarik domestik maupun mancanegara. Kedatangan
pariwisata yang ditawarkan destinasi ter- mereka diharapkan akan memberikan
sebut. Pemerintah kota Surakarta perlu kesejahteraan pada penduduk daerah desti-
menjual daya tarik Kota Surakarta dan nasi. Untuk mengukur indeks ini mengguna-
daerah sekitarnya seperti Sukoharjo, kan pendapatan perkapita penduduk. Pada
Boyolali, Wonogiri, Sragen, Karanganyar, tahun 2005 pendapatan perkapita di daerah
dan Sragen. Di daerah ini banyak sekali destinasi Surakarta adalah 10.463.000
potensi pariwisata yang perlu dikembangkan sedangkan kota Yogyakarta adalah
dan digarap secara serius sehingga Surakarta 10.470.647. Dilihat dari angka tersebut ter-
yang dikenal dengan kota Budaya dapat lihat bahwa pendapatan perkapita di kedua
berkembang potensi pariwisatanya sebagai- destinasi tersebut adalah tidak berbeda
mana kota Yogyakarta. secara nyata. Tetapi dilihat dari per-
Masa tinggal turis juga sangat tumbuhan ekonomi dibandingkan tahun
ditentukan oleh kenyamanan hotel dan sebelumnya, destinasi Yogyakarta mening-
keramahan penduduk di daerah destinasi. kat pendapatan perkapita ini sebesar 5,83%
Secara kualitas pelayanan, hotel dan rumah sedangkan destinasi Surakarta mengalami
tinggal (homestay) di destinasi Surakarta peningkatan sebesar 4,31%. Peningkatan
maupun Yogyakarta tidak berbeda secara pendapatan perkapita ini salah satunya
signifikan. Pada tahun 2005 jumlah hotel/ disebabkan oleh kenaikan di sektor pari-
penginapan di kota Yogyakarta sebanyak wisata.
329 hotel terdiri dari 23 hotel bintang dan
306 hotel non-bintang. Dan tingkat hunian Environment Indicator (EI)
kamar mencapai 43,13% dan mengalami Indikator ini menunjukkan kualitas
6,68% dibandingkan tahun 2004. Sedangkan lingkungan dan kesadaran penduduk dalam
di Surakarta hotel berbintang dengan memelihara lingkungannya. Pengukuran
kualifikasi worldwide juga terdapat di yang digunakan adalah indeks kepadatan
destinasi ini seperti Quality hotel, Novotel penduduk (rasio antara jumlah penduduk
hotel, Sahid raya hotel, Sahid Kusuma dan dengan luas daerah) dan indek emisi CO2.
Lor-in hotel dan hotel-hotel lainnya yang Data Indeks emisi CO2 dapat diperoleh dari
juga berbintang. Sumber daya yang dimiliki

2
informasi tingkat pencemaran udara pada Human Resources Indicator (HRI)
jalan-jalan utama. Indikator ini menunjukkan kualitas
Indeks ini memberi implikasi bahwa sumber daya manusia daerah tersebut
jika suatu daerah destinasi tingkat kepadatan sehingga dapat memberikan pelayanan yang
penduduk sangat tinggi maka diasumsikan lebih baik kepada turis. Pengukuran HRI
kualitas lingkungan di destinasi tersebut menggunakan indek pendidikan yang terdiri
akan rendah. Kualitas lingkungan akan dari rasio penduduk yang bebas buta huruf
mempengaruhi kenyamanan turis yangd atan dan rasio penduduk yang berpendidikan SD,
ke destinasi tersebut. Secara umum mereka SMP, SMU, Diploma dan Sarjana. Indeks
menginginkan destinasi yang bersih, ini memberi implikasi bahwa semakin tinggi
nyaman dan aman maupun suasana alam tingkat pendidikan penduduk di daerah
yang menyegarkan. Tingkat kepadatan destinasi maka diasumsikan akan
penduduk di kedua destinasi tersebut tidak memberikan pelayanan yang lebih baik
berbeda secara nyata. Maka hal yanng perlu kepada turis di daerah destinasi tersebut.
dilakukan adalah kesadaran penduduk untuk Mereka mengerti dan memahami bahwa
menjaga lingkungannya sehingga ling- semakin banyak turis yang datang dan
kungan menjadi bersih dan indah akan semakin lama turis tinggal di daerah
membuat turis akan betah di daerah destinasi destinasi tersebut akan memberikan banyak
tersebut. manfaat bagi daerah destinasi. Salah satu
manfaat yang diperoleh adalah pendapatan
Technology Advancement Indicator (TAI) daerah yang berasal dari sektor pariwisata.
Indikator ini menunjukkan per- Tingginya pendapatan daerah diasumsikan
kembangan infrastruktur dan teknologi bahwa akan menyebabkan kesejahteraan
modern yang ditunjukkan dengan meluasnya penduduk di daerah detinasi semakin
penggunaan internet, mobile telephone dan meningkat dan laju pembangunan ekonomi
ekpor produk-produk berteknologi tinggi. di daerah destinasi juga semakin tinggi.
Pengukuran yang digunakan adalah tele-
phone index (rasio penggunaan line tele- Openess Indicator (OI)
phone dengan jumlah penduduk) dan Index Indikator ini menunjukkan tingkat
export (rasio ekspor produk-produk keterbukaan destinasi terhadap perdagangan
berteknologi tinggi: komputer, produk internasional dan turis internasional.
farmasi, mesin-mesin industri dan elektronik Pengukurannya menggunakan rasio jumlah
dengan jumlah ekpor keseluruhan). Hasil penerimaan dari turis internasional dengan
analisis menunjukkan bahwa indeks total Pendapatan Asli Daerah (PAD).
tehnologi di daerah destinasi Yogyakarta Indikator ini memberi implikasi bahwa
lebih tinggi dibandingkan destinasi dengan kedatangan turis mancanegara atau
Surakarta yaitu 0,017: 0,0087. internasional menyebabkan terjadinya
Indeks ini memberi implikasi bahwa perdagangan antara kedua negara yaitu
kedatangan turis akan meningkatkan negara asal turis dan negara destinasi tujuan
penggunaan produk-produk bertehnologi wisata. Perlu disadari bahwa tujuan
tinggi di daerah destinasi. Diasumsikan kedatangan turis ke suatu daerah destinasi
bahwa turis-turis terutama dari mancanegara adalah berlibur, melakukan perdagangan dan
akan membawa perubahan tehnologi kepada tujuan lainnya seperti seminar, pendidikan
daerah destinasi. dan kesehatan. Dengan beragamnya turis
dari berbagai negara yang datang ke daerah
destinasi menyebabkan perdagangan

3
4

terutama produk-produk lokal dapat sangat dimungkinkan terjadi karena


dipasarkan di pasar internasional. Sebagai destinasi Yogyakarta yang dijadikan
contohnya batik Solo di destinasi Surakarta benchmark dalam kajian ini merupakan
dan kerajinan perak Kotagede di destinasi daerah tujuan wisata kedua di Indonesia
Yogyakarta. Kedua produk lokal ini setelah pulau Bali, (Dinas Pariwisata
sekarang dikenal di berbagai negara sebagai Yogyakarta tahun 2003).
dampak dari kedatangan turis di destinasi Sesuai dengan motivasi penelitian ini
tersebut. bahwa analisis penentuan daya saing sangat
penting dilakukan untuk memberikan
Social Development Indicator (SDI) gambaran posisi daya saing pariwisata di
Indikator ini menunjukkan daerah Surakarta dan perbandingan daya
kenyamanan dan keamanan turis untuk saing daerah tersebut dengan daerah
berwisata di daerah destinasi. Ukuran SDI Yogyakarta. Hasil analisis ini memberi
adalah lama rata-rata masa tinggal turis di implikasi pada kebijakan yang harus
daerah destinasi. Indeks ini memberi dilakukan oleh pemerintah daerah kota
implikasi bahwa semakin lama turis tinggal Surakarta untuk mengembangkan sektor
di daerah destinasi maka akan lebih banyak pariwisata dengan memperhatikan indikator-
perbelanjaan atau konsumsi yang dikeluar- indikator penentu daya saing. Hal ini
kan di daerah tersebut. Dipandang dari segi penting dilakukan karena dengan mem-
ekonomi makro maka semakin banyak perhatikan indikator-indikator penentu daya
konsumsi atau pengeluaran yang dilakukan saing pariwisata dapat dikaji kelebihan dan
oleh turis di daerah destinasi akan kekurangan daerah tersebut dalam
menyebabkan pendapatan di daerah mengembangkan industri pariwisata sebagai
destinasi semakin meningkat. Berdasarkan salah satu sumber PAD yang potensial,
indeks ini rata-rata masa tinggal turis di apalagi bandara Adisumarmo (Solo) sudah
Yogyakarta lebih lama dibandingkan di menjadi bandara internasional.
Surakarta. Dan hal ini memang memberikan
implikasi bahwa sumbangan sektor KESIMPULAN
pariwisata terhadap PAD di destinasi Berdasarkan analisis yang telah dilakukan
Yogyakarta lebih tinggi dibandingkan maka kesimpulan yang diperoleh pada
dengan destinasi Surakarta. Bidang penelitian ini dapat dikemukakan sebagai
kepariwisataan ini telah menyumbangkan berikut:
Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang cukup 1. Indeks daya saing pariwisata di
besar bagi destinasi Yogyakarta yaitu Yogyakarta lebih tinggi dibandingkan
sebesar 5.6% dan dibandingkan dengan dengan Surakarta. Beberapa penyebab
destinasi Surakarta, sumbangan sektor ini hal ini dapat dijelaskan pada setiap
terhadap PAD adalah sebesar 2, 35% indikator yang membentuk indeks daya
Ke-delapan indeks yang telah saing di sektor pariwisata.
dijelaskan diatas dapat memberikan 2. Berdasarkan human tourism indicator,
informasi bagaimana kedudukan daya saing hasil analisis menunjukkan bahwa
pariwisata di Kota Surakarta dan jumlah turis baik domestik maupun
Yogyakarta sebagai pembanding. Berdasar- mancanegara lebih banyak di Yogya-
kan nilai indeks yang diperoleh dari tabel karta. Pada tahun 2005 menunjukkan
5.1 maka dapat dijelaskan bahwa daya saing angka 769.744 turis dan tahun 2006
pariwisata di destinasi Surakarta lebih meningkat menjadi 915.610 turis atau
rendah dibandingkan Yogyakarta. Hal ini naik sebesar 18,9%. Bidang kepari-

4
wisataan juga telah menyumbangkan implikasi bahwa sumbangan sektor
Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang pariwisata terhadap PAD di destinasi
cukup besar bagi Kota Yogyakarta yaitu Yogyakarta lebih tinggi dibandingkan
sebesar 5.6%. Dibandingkan dengan dengan destinasi Surakarta. Bidang
kota Surakarta, sumbangan sektor ini kepariwisataan ini telah menyumbang-
terhadap PAD hanya sebesar 2, 35. kan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
3. Berdasarkan Price Competitiveness yang cukup besar bagi destinasi Yogya-
Indicator (PCI) menunjukkan bahwa karta yaitu sebesar 5.6% dan diban-
indeks PPP lebih tinggi di kota dingkan dengan destinasi Surakarta,
Yogyakarta dibandingkan dengan kota sumbangan sektor ini terhadap PAD
Surakarta dimana rata-rata masa tinggal adalah sebesar 2, 35%.
turis adalah 2,4 hari: 1,1 hari.
4. Berdasarkan Infrastructure Development KETERBATASAN PENELITIAN
Indicator IDI) menunjukkan bahwa 1. Penelitian ini memfokuskan kepada
pendapatan perkapita di kedua destinasi kedudukan daya saing pariwisata di
tersebut adalah tidak berbeda secara Kota Surakarta dengan melakukan
nyata. Tetapi dilihat dari pertumbuhan perbandingan dengan destinasi
ekonomi dibandingkan tahun sebelum- Yogyakarta sebagai benchmark.
nya, destinasi Yogyakarta meningkat Perluasan kawasan kajian perlu
pendapatan perkapita ini sebesar 5,83% dilakukan sehingga dapat dilakukan
sedangkan destinasi Surakarta meng- pembandingan secara komprehensif.
alami peningkatan sebesar 4,31%. 2. Penentuan indeks daya saing
5. Berdasarkan Environment Indicator menggunakan 8 indikator versi WWTC.
(EI) menunjukkan bahwa tingkat Kajian daya saing secara makro
kepadatan penduduk di kedua destinasi ekonomi dapat dianalisis mengenai
tersebut tidak berbeda secara nyata. sumbangan sektor pariwisata terhadap
6. Berdasarkan Technology Advancement PDRB. Jika sektor ini memberikan
Indicator (TAI) menunjukkan bahwa sumbangan yang cukup signifikan bagi
indeks tehnologi di daerah destinasi PDRB maka analisis ini pula dapat
Yogyakarta lebih tinggi dibandingkan dilakukan sebagai faktor peenentu
destinasi Surakarta yaitu 0,017: 0,0087 utama daya saing suatu destinasi.
7. Berdasarkan Human Resources 3. Data yang digunakan dalam penelitian
Indicator (HRI) menunjukkan bahwa ini adalah tahun 2005. Akan
indeks pendidikan di destinasi memberikan gambaran yang
Yogyakarta lebih tinggi dibandingkan menyeluruh jika data yang diperoleh
Surakarta yaitu 0,774 berbanding 0,656. berupa data time series sehingga dapat
8. Berdasarkan Openess Indicator (OI), dilakukan analisis perkembangan
daya saing pariwisata destinasi ekonomi daerah.
Yogyakarta juga menunjukkan angka
lebih tinggi yaitu 0,0268 berbanding SARAN
0,00143. Pengembangan sektor pariwisata di
9. Berdasarkan Social Development Indi- kota Surakarta membutuhkan lebih banyak
cator (SDI) menunjukkan bahwa rata- promosi. Selain dukungan lembaga promosi,
rata masa tinggal turis di Yogyakarta brosur, situs, promosi ke luar negeri, dan
lebih lama dibandingkan di Surakarta. fam trips, fasilitas pariwisata termasuk
Dan hal ini memang memberikan infrastruktur merupakan faktor pendukung

5
6

untuk meningkatkan pariwisata di daerah untungkan untuk mendorong investor masuk


yang dapat memberikan kontribusi ke kota Surakarta sehingga kota Surakarta
signifikan kepada pertumbuhan ekonomi sebagai ‘spirit of Java’ dapat terwujud. Di
daerah. masa depan, kota Surakarta sangat ber-
Pemerintah juga harus berperanan peluang menjadi seperti Yogyakarta.
dalam penngembangan pariwisata. Selain Yogyakarta dan Surakarta memiliki
lebih banyak berkonsultasi dengan sektor kemiripan nuansa budaya dan budaya
swasta sebelum merumuskan kebijakan keraton, kedekatan dan kemiripan akses,
baru, pemerintah juga dituntut membangun serta atraksi yang hampir sama. Hal ini ber-
kemitraan dengan sektor swasta, mening- arti apa yang dapat dilakukan Yogyakarta
katkan keamanan di jalan dan pelayanan dapat juga dilakukan Solo. Dengan
kesehatan, serta berbagai hal pendukung dukungan dari masyarakat dan kebijakan
pariwisata. pembangunan pariwisata yang tepat dilaku-
Pemerintah Surakarta perlu melaku- kan oleh pemerintah Kota Surakarta akan
kan kebijakan dan strategi yang tepat dalam mempercepat proses perkembangan pari-
mengembangkan kota Surakarta menjadi wisata di kota Surakarta apalagi bandara
daerah tujuan wisatawan. Selain itu juga Adisumarmo sudah menjadi bandara inter-
diperlukan adanya kemudahan dalam per- nasional.
ijinan dan fasilitas–fasilitas yang meng-

DAFTAR PUSTAKA
Crouch.G.I, and Ritchie B.J.R. (1994), `Destination competitive–exploring foundations for a
long term research program,` Proceedings of Administrative Sciences Association
of canada 1994 Annual Conference, Halifax, Nova Scotia pp.79-88
_______, (1999), ourism, competitiveness, and social prosperity, Jurnal Of Business
research`, Vol 44 No 3 pp.137-152.
Dwyer, L., Forsyth, P. and Rao, R. (1999).`A sectoral analysis of price competitivenessof
Australian Tourism`, Working Paper, Ninth Australian tourist and hospitality
research conference, Adelaide, February.
______, (2000), `The price of competitiveness of travel and tourism: A comparison 0f 19
destination`, Tourism Management Vol 21 No 1 pp.1-22.
Go, F. and Govers, R. (2000) `Integrated quality management for tourist destinations, a
European perspective on achieving competitiveness`, Tourism Management Vol 21
No 1 pp.79-88.
Haahti, A.J., and Yavas U (1983), `Tourist perspections of Finland and selected European
countries as travel destinations`, European Journal of Marketing Vol 17 no 2.
Inskeep, E. (1991) Tourism Planning: An integrated and sustainable development approach,
New york.
Kozak, M. and Rimmington, M. (1998),`Benchmarking: destination attractivenessand small
hospitaly business performance`, International Journal of Contemporary Hospitaly
Management Vol 10 no 5.

6
2

_______, (1999) `Measuring tourist destination competitiveness: conceptual consideretions


,and empirical findings,` International Journal of Hospitaly Management, Vol 18
no3 pp 273-283.
Mihalic (2000), `Environmental management of tourist destinations; a factors of tourist
competitiveness`, Tourism Management Vol 21 no 1 pp 65-78.
Porter (1990), The Competitive Advantage of Nations, The Free Press, New York.
Laporan Kajian Fasa Pertama Rancangan Malaysia Kelapan tahun 2003: 376
Biro Pusat Statistik, Jawa Tengah dalam Angka tahun 2005
Biro Pusat Statistik, Yogyakarta dalam Angka tahun 2005

Potrebbero piacerti anche