Documenti di Didattica
Documenti di Professioni
Documenti di Cultura
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bagi seorang muslim, ilmu pengetahuan merupakan bagian yang
paling dasar dari kemajuan dan pandangan dunianya. Oleh karean itu,
tidaklah mengherankan jika ilmu memiliki arti yang demikian penting
bagi kaum muslim. Menggali dan mengembangkan ilmu pengetahuan
bagi umat Islam memang sudah menjadi dasar dan landasan yang
dituntutkan oleh ajaran-ajarannya (nash al-Qur’an maupun al-Hadits).
Bahkan semangat berpikir kritis untuk menemukan hakikat segala
sesuatu merupakan peringatan dalam al-Qur’an dan al-Hadits.
Namun demikian bukan lantas umat Islam melakukan penafsiran
semaunya sendiri tanpa landasan yang jelas. Hal inilah yang kini
melanda umat Islam. Membuat penafsiran dari perspektif masing-
masing dan mengklaim bahwasanya penafsirannyalah yang paling
benar. Oleh karena itu, kami rasa perlu untuk melakukan pembahasan
dan reorientasi keilmuan Islam guna koreksi atas apa yang tengah terjadi
di tengah-tengah keilmuan Islam masa kini.
B. Rumusan Masalah
Mengingat pembahasan mengenai keilmuan Islam sangatlah luas,
maka dalam hal ini kami hanya akan membahas tentang:
a. sejarah singkat keilmuan Islam
b. keilmuan Islam masa kini
c. islamisasi ilmu pengetahuan
C. Tujuan
Adapun tujuan penyusunan makalah ini adalah:
a. Menjelaskan sejarah singkat keilmuan Islam, keilmuan Islam
masa kini, dan islamisasi ilmu pengetahuan.
b. Sebagai upaya instrospeksi dan refleksi atas perjalanan panjang
keilmuan Islam.
c. Memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah singkat keilmuan islam
Ilmu pengetahuan berkembang seiring dengan perkembangan
kebudayaan manusia yang berlangsung secara bertahap, evolutif.
Sejarah perkembangan ilmu merupakan suatu tahapan yang terjadi
secara periodik. Setiap periode menampilkan ciri khas tertentu dalam
perkembangan ilmu pengetahuan. Sejarah perkembangan ilmu penting
untuk diketahui sebagai upaya reflektif. Orang bisa belajar banyak pada
sejarah. Selain itu, orang tidak akan mengulangi kesalahan yang sama,
terutama dalam kaitannya dengan ilmu-ilmu terapan.1
Begitu juga dalam ilmu pengetahuan Islam. Ilmu pengetahuan
Islam berkembang seiring dengan perkembangan kebudayaan Islam.
Perkembangannya berlangsung secara periodik.
Periodisasi kelahiran ilmu dalam Islam adalah sebagai berikut:
a. Masa turunnya wahyu dan lahirnya pandangan hidup Islam
b. Struktur ilmu pengetahuan dalam Al-Qur’an dan Hadits
c. Lahir tradisi keilmuan Islam
d. Lahir disiplin ilmu-ilmu Islam
Ketika lahirnya tradisi keilmuan Islam, banyak terjadi penerjemahan
buku-buku ke dalam bahasa Arab. Pada masa perburuan buku-buku ini,
orang-orang Romawi tidak menghargai keilmuan karya orang-orang
Yunani. Sehingga buku-buku kilmuan karya orang-orang Yunani
tersebut dibuang oleh orang Romawi. Atas perintah khalifah, buku-buku
tersebut diambil lalu diterjemahkan ke dalam bahasa Arab.
Perkembangan selanjutnya, lahir disiplin ilmu-ilmu islam.
Kemudian mulai awal abad 19 M, mulai ada dikotomi ilmu atau
dualisme keilmuan. Mulai ada pembedaan antara ilmu Islam dengan
ilmu umum. Sebagian Ulama menyatakan bahwasanya tidak pernah ada
dikotomi ilmu. Buktinya ulama’-ulama’ terdahulu selain menguasai
1
Rizal Mustansyir & Misnal Munir, Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), hlm. 121
2
ilmu-ilmu agama, mereka juga menguasai ilmu astronomi, geografi,
kedokteran, dan lain sebagainya. Yang membedakan hanyalah hukum
dalam menuntut keduanya. Menuntut ilmu agama hukumnya fardlu ‘ain.
Sedangkan menuntut ilmu umum hukumnya fardlu kifayah.
3
rasio, dampaknya kepada nilai dan etika, penafsiran historisitas, dan
teori ilmunya.
Untuk kondisi di Indonesia, saat ini tengah dirundung masa-masa
krisis multidimensi, salah satunya krisis ekonomi. Hal ini sangat
berpengaruh terhadap keilmuan Islam. Karena kontrol intelegensia
secara de facto atas modus produksi kapitalis swasta lemah, mentalitas
elitisme ini mendorong intelegensia untuk tenggelam dalam dunia
politik. Individu-individu dan kelompok-kelompok intelegensia saling
bersaing untuk menguasai kendali atas ekonomi dan birokrasi negara.2
2
Yudi latif, Inteligensia Muslim dan Kuasa, (Bandung: Mizan, 2005), hlm. 651
3
Moh. Shofan, Jalan Ketiga Pemikiran Islam, (Jogjakarta: IRCiSoD, 2006), hlm. 263
4
Zainuddin, Filsafat Ilmu Perspektif Pemikiran Islam, (Jakarta: Lintas Pustaka, 2006), hlm. 120-121
4
basis ilmu pengetahuan, yakni konsepsi atau asumsi tentang realitas
yang dualistis, sekularistis, evolusioneristis, dan karena itu pada
dasarnya bersifat relatifitas dan nihilitas. Islamisasi ilmu pengetahuan
adalah suatu upaya pembebasan pengetahuan dari asumsi-asumsi atau
penafsiran-penafsiran Barat terhadap realitas, dan kemudian
menggantikannya dengan pandangan dunia Islam. Namun kendati sudah
berjalan lebih satu dasawarsa, hasil konkrit dari upaya ini belum dapat
dirasakan. Bahkan upaya islamisasi ilmu pengetahuan ini telah ditentang
oleh sebagian tokoh pemikir Islam.
Proyek islamisasi ilmu pengetahuan oleh kalangan ilmuwan
tertentu, secara tidak langsung telah menempatkan ilmu pengetahuan
sebagai ideologi yang selalu tertutup untuk dilakukan pengkritisan
ulang. Padahal ilmu pengetahuan adalah ruang yang terbuka yang
senantiasa harus diuji secara kritis, terutama ketika dihadapkan pada
realitas modern yang selalu cenderung untuk mencari jawab dari
berbagai persoalan-persoalan kontemporer yang berkembang di tengah-
tengah masyarakat global.
Gagasan islamisasi ilmu adalah gagasan yang tentu saja absurd dan
sulit untuk direalisasikan. Menurut Drs. M. Zainuddin M. A. dalam
bukunya Filsafat Ilmu Perspektif Islam, ilmu-ilmu modern Barat tentu
masih bisa dipakai meskipun itu dipakai dalam lingkup keislaman.
Karena dalam semua keadaan, ilmu sebagai ilmu tidak pernah menjadi
muslim atau kafir. Ini berlaku bagi bidang keilmuan apa saja, semuanya
netral, tidak mengandung nilai kebaikan atau kejahatan pada dirinya.
Nilainya diberikan oleh manusia yang menguasainya. Manusia akan
menjadikannya bermanfaat atau tidak.5
Yang perlu ditinjau ulang adalah landasan falsafahnya yang
menyangkut tujuan dan kegunaannya. Apakah ilmu-ilmu tersebut sesuai
dengan ruh wahyu (Islam). Kalau tidak, disinilah tugas kita untuk
5
Ibid, hlm. 130-131
5
mengarahkannya, meluruskannya sesuai dengan tujuan dan nilai-nilai
Islam.
Tanpa kata “islamisasi” seharusnya ilmu itu inheren dengan Islam
jika ia berada di genggaman umat Islam. Tinggal siapa yang berada di
balik ilmu itu dan digunakan untuk apa ilmu itu. Jadi iptek (ilmu
pengetahuan dan teknologi) merupakan fenomena yang independen,
yang berada di luar diri manusia. Sehingga hal ini sama sekali tidak ada
relevansinya dengan keislaman.
6
BAB III
KESIMPULAN