Sei sulla pagina 1di 11

HUBUNGAN OSTEOPOROSIS DENGAN KEJADIANNYA PADA WANITA

The Relations Between Osteoporosis and Its Occurence on Women


Fadhilah Dwi Ningrum1 Nisa Amira2 Hanifa Fatmaningtyas3 Cendy Agustin Yudhistias4 Dwi Pandrya
Dhaneswara5 Regina Kurniasari6 Nessia Racma Dianti7

ABSTRACT
Background: Osteoporosis is a disease characterized by decreased bone mass and density as well as the
disruption of normal bone architecture. Osteoporosis is caused by a lack of calcium intake is important
for bone density. Many factors can influence the occurrence of osteoporosis are age, lifestyle, and so
forth. However, besides this, a lot of research that suggests that osteoporosis can also be influenced by
gender. Osteoporosis experienced by women more than men because it is caused by hormonal influences.
Objective: To determine the epidemiology of osteoporosis, the natural history of osteoporosis,
osteoporosis risk factors, and preventive aspects of primary, secondary, and tertiary osteoporosis in
women. Methods: This study uses a method that is based on a literature review of theory, findings and the
results of the studies that the authors have collected to produce a thinking and analysis of osteoporosis in
women who made up the distribution of epidemiology, natural history, risk factors, and prevention and
treatment. Results: Menopause achieved faster Indonesian women at the age of 48 years compared to
western women are age 60 year 3. This is because when a woman experiences menopause, bone mass
increased discharge in the absence of the hormone estrogen. In most women, removal of more bone mass
than bone formation. As a result, there was osteoporosis or bone loss. Conclusion: Women have the
significantly higher risk for developing osteoporosis. When a woman experiences menopause, bone mass
increased discharge in the absence of estrogen presence of calcium minerals in the body of a woman was
heavily influenced by the hormone estrogen. Osteoporosis can be prevented through primary prevention
is to run a healthy lifestyle as well as pay attention to calcium intake, eating a nutritious diet and regular
exercise. As for post-menopausal women, osteoporosis can be prevented by performing secondary
prevention through estrogen therapy.
Keywords: osteoporosis, osteoporosis epidemiology, risk factors for osteoporosis, the natural history of
osteoporosis, prevention of osteoporosis.
ABSTRAK
Latar belakang: Osteoporosis adalah sebuah penyakit yang ditandai dengan penurunan massa dan
densitas tulang serta gangguan arsitektur tulang normal. Osteoporosis ini disebabkan oleh kurangnya
konsumsi kalsium yang penting untuk kepadatan tulang. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi
terjadinya osteoporosis yaitu usia, gaya hidup, dan lain sebagainya. Namun, selain hal tersebut, banyak
penelitian yang mengemukakan bahwa osteoporosis dapat pula dipengaruhi oleh jenis kelamin.
Osteoporosis lebih banyak dialami oleh wanita ketimbang pria karena disebabkan oleh pengaruh
hormonal. Tujuan: Mengetahui epidemiologi osteoporosis, riwayat alamiah osteoporosis, faktor resiko
osteoporosis, serta aspek pencegahan primer, sekunder, dan tersier osteoporosis pada wanita. Metode:
Studi ini menggunakan metode literature review yang berlandaskan pada teori, temuan dan hasil dari
penelitian-penelitian yang penulis kumpulkan untuk menghasilkan sebuah pemikiran dan analisa tentang
osteoporosis pada wanita yang terdiri atas sebaran epidemiologi, riwayat alamiah, faktor resiko, dan juga
pencegahan dan penanganannya. Hasil: Menopause lebih cepat dicapai wanita Indonesia pada usia
48 tahun dibandingkan wanita barat yaitu usia 60 tahun 3. Hal ini disebabkan karena pada waktu
seorang wanita mengalami menopause, pembuangan massa tulang meningkat karena tidak adanya
hormon estrogen. Pada kebanyakan wanita, pembuangan massa tulang lebih banyak dibandingkan
dengan pembentukan tulang. Akibatnya, terjadilah osteoporosis atau keropos tulang. Kesimpulan:
Wanita secara signifikan memilki risiko yang lebih tinggi untuk terjadinya osteoporosis. Saat
seorang wanita mengalami menopause, pembuangan massa tulang meningkat karena tidak adanya
hormon estrogen Keberadaan mineral kalsium dalam tubuh seorang wanita sangat dipengaruhi oleh

hormon esterogen. Osteoporosis dapat dicegah melalui pencegahan primer yaitu dengan menjalankan
pola hidup sehat serta memperhatikan asupan kalsium, makan makanan bergizi, dan olahraga teratur.
Sedangkan untuk wanita yang sudah menopause, osteoporosis dapat dicegah dengan melakukan
pencegahan sekunder melalui terapi estrogen.
Kata kunci: osteoporosis, epidemiologi osteoporosis, faktor resiko osteoporosis, riwayat alamiah
osteoporosis, pencegahan osteoporosis.

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

101211131033 Student of Public Health, Airlangga University


101211131045 Student of Public Health, Airlangga University
101211132008 Student of Public Health, Airlangga University
101211132011 Student of Public Health, Airlangga University
101211131012 Student of Public Health, Airlangga University
101211132014 Student of Public Health, Airlangga University
101211133043 Student of Public Health, Airlangga University

METODE
Studi ini menggunakan metode literature review yang berlandaskan pada teori, temuan dan hasil dari
penelitian-penelitian yang penulis kumpulkan untuk menghasilkan sebuah pemikiran dan analisa tentang
osteoporosis pada wanita yang terdiri atas sebaran epidemiologi, riwayat alamiah, faktor resiko, dan juga
pencegahan dan penanganannya. Dari studi ini akhirnya didapatkan sebuah analisa dari identifikasi
kejadian osteoporosis pada wanita.
HASIL
Studi ini merupakan hasil dari penelitian-penilitian sebelumnya yang menghasilkan sebuah pemikiran
yang dapat menjawab permasalahan osteoporosis yang dapat berhubungan dengan salah satu faktor risiko
gender yaitu pada wanita.
PENDAHULUAN
Saat ini, di beberapa negara berkembang mengalami isu kesehatan yang kompleks. Di satu sisi, penyakit
menular masih menjadi masalah, namun di sisi lain penyakit degeneratif seperti jantung koroner, stroke,
kanker, dan osteoporosis justru meningkat. Osteoporosis merupakan pengeroposan tulang yang
merupakan masalah kesehatan dunia. Osteoporosis adalah sebuah penyakit yang ditandai dengan
penurunan massa dan densitas tulang serta gangguan arsitektur tulang normal. Berkurangnya kekuatan
tulang tadi akhirnya mengakibatkan risiko terjadinya fraktur akan meningkat. World Health
Organization (WHO) memasukkan osteoporosis dalam daftar 10 penyakit degeneratif utama di
dunia1.
Osteoporosis ini disebabkan oleh kurangnya konsumsi kalsium yang penting untuk kepadatan tulang.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya osteoporosis yaitu usia, gaya hidup, dan lain
sebagainya. Namun, selain hal tersebut, banyak penelitian yang mengemukakan bahwa osteoporosis dapat
pula dipengaruhi oleh jenis kelamin. Osteoporosis lebih banyak dialami oleh wanita ketimbang pria
karena disebabkan oleh pengaruh hormonal. Wanita secara signifikan memilki risiko yang lebih
tinggi untuk terjadinya osteoporosis. Pada osteoporosis primer, perbandingan antara wanita dan pria
adalah 5 : 1. Pria memiliki prevalensi yang lebih tinggi untuk terjadinya osteoporosis sekunder, yaitu
sekitar 40-60%, karena akibat dari hipogonadisme, konsumsi alkohol, atau pemakaian kortikosteroid

yang berlebihan2. Osteoporosis di Indonesia dihubungkan dengan masalah hormonal pada


menopause. Menopause lebih cepat dicapai wanita Indonesia pada usia 48 tahun dibandingkan
wanita barat yaitu usia 60 tahun 3. Berdasarkan data Perosi (2006) menyatakan bahwa prevalensi
osteoporosis pada wanita Indonesia, terjadi peningkatan dari 23% pada usia 50 hingga 80 tahun, menjadi
53% pada usia 70 hingga 80 tahun 4. Hal ini disebabkan karena pada waktu seorang wanita mengalami
menopause, pembuangan massa tulang meningkat karena tidak adanya hormon estrogen. Pada
kebanyakan wanita, pembuangan massa tulang lebih banyak dibandingkan dengan pembentukan
tulang. Akibatnya, terjadilah osteoporosis atau keropos tulang. Dan pada usia 50-an tahun,
kemungkinan untuk mengalami patah tulang karena osteoporosis menjadi lebih besar dengan
perbandingan lebih kurang 1 orang pada setiap 2 orang5.
Pada dewasa muda, pengeroposan tulang akan diganti dengan jaringan tulang yang baru apabila konsumsi
kalsium mencukupi kebutuhan, namun hal ini berbeda ketika mencapai usia 30-45 tahun yang mengalami
ketidakseimbangan proses resorpsi dan formasi tulang, proses reasorbsi dan formasi menjadi tidak
seimbang karena resorpsi melebih formasi. Ketidakseimbangan ini dapat dimulai pada usia yang
berbeda dan bervariasi pada lokasi tulang rangka yang berbeda; ketidakseimbangan ini terlebihlebih pada wanita setelah menopause. Kehilangan massa tulang yang berlebih dapat disebabkan
peningkatan aktivitas osteoklas dan atau suatu penurunan aktivitas osteoblas. Peningkatan
rekrutmen lokasi remodeling tulang membuat pengurangan reversibel pada jaringan tulang tetapi
dapat juga menghasilkan kehilangan jaringan tulang dan kekuatan biomekanik tulang panjang6.
Akibat dari ketidakseimbangan inilah yang akhirnya menyebabkan osteoporosis Dengan begitu, dapat
diketahui adanya hubungan antara jenis kelamin wanita dengan kejadian osteoporosis. Faktor risiko lain
yang dapat mengakibatkan terjadinya osteoporosis terbagi menjadi dua, yaitu faktor yang dapat
dikombinasi dan faktor yang tidak dapat dikombinasi. Faktor yang dapat dikombinasi meliputi indeks
massa tubuh, konsumsi alkohol, merokok, hormon endogen seperti estrogen, menopause dini,
aktifitas fisik, penyakit sistemik, dan penggunaan steroid jangka panjang. Sementara faktor yang
tidak dapat dikombinasi yaitu usia, jenis kelamin, riwayat keluarga dan riwayat fraktur 7. Masalah yang
dihadapi ketika seseorang mengalami osteoporosis tidak hanya penurunan kualitas dan fungsi hidup
individu, tetapi juga masalah biaya kesehatan ketika terjadi fraktur dan meningkatnya mortalitas 8.
Oleh karena itu, perlu dilakukan pencegahan baik pencegahan primer, sekunder, dan tersier yang
diharapkan dapat menurunkan kejadian osteoporosis yang akan dibahas lebih lanjut dalam studi ini.
Peneliti tertarik memilih judul osteoporosis pada wanita karena semakin tingginya angka kejadian
osteoporosis di dunia, terutama pada wanita. Selain itu banyak juga ditemukan angka kejadian fraktur
akibat osteoporosis.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini sebagai berikut:
1. Mengetahui epidemiologi osteoporosis pada wanita
2. Mengetahui riwayat alamiah osteoporosis pada wanita
3. Mengenal faktor resiko osteoporosis
4. Mengetahui aspek pencegahan primer, sekunder, dan tersier pada osteoporosis
Adapun manfaat dalam penulisan makalah ini adalah:
1. Bagi Penulis
Mendapatkan pengetahuan tentang epidemiologi penyakit tidak menular, khusunya osteoporosis
pada wanita
2. Institusi Kesehatan
Mengetahui informasi perkembangan osteoporosis pada wanita
Meningkatkan serta mengembangkan program pencegahan primer, sekunder dan tersier pada
osteoporosis

Mengupayakan pengendalian faktor resiko osteoporosis


3. Masyarakat
Meningkatkan kesadaran untuk tindakan pencegahan osteoporosis
EPIDEMIOLOGI OSTEOPOROSIS
Osteoporosis adalah sebuah penyakit di mana tulang menjadi kehilangan kepadatan, sangat berpori,
mudah patah, dan pulih dengan lambat yang terjadi terutama pada wanita menopause. Pada sekitar usia
40, tingkat resorpsi tulang pada manusia mulai melebihi tingkat pembentukan tulang. Wanita mengalami
pengeroposan tulang yang lebih cepat setelah menopause, ketika tingkat estrogen menurun. Ketika massa
tulang turun di bawah ambang batas tertentu, patah tulang terjadi dengan sedikit atau tanpa trauma 9.
Osteoporosis adalah kondisi atau penyakit dimana tulang menjadi rapuh dan mudah retak atau patah.
Osteoporosis sering menyerang mereka yang telah berusialanjut. Menurut Departemen Kesehatan RI,
wanita memiliki resiko osteoporosis lebih tinggi yaitu 21,7%, dibandingkan dengan laki-laki yang hanya
berisiko terkena osteoporosis sebanyak 14,8%. Hal ini dikarenakan wanita mengalami proses kehamilan
dan menyusui serta terjadinya penurunan hormon estrogen pada saat pre menopause, menopause, dan
pasca menopause10. Kerapuhan tulang menyebabkan fraktur yang mewakili aspek klinis utama dari
penyakit ini. Ada tiga patah tulang osteoporosis utama dalam: dari tulang, pinggul dan radius distal 11.
Osteoporosis adalah suatu penyakit degeneratif pada tulang yang ditandai dengan menurunnya massa
tulang, dikarenakan berkurangnya matriks dan mineral yang disertai dengan kerusakan mikro arsitektur
dari jaringan tulang, sehingga terjadi penurunan kekuatan tulang 12.
World Health Organization (WHO) secara operasional mendefinisikan osteoporosis berdasarkan Bone
Mineral Density (BMD), yaitu jika BMD mengalami penurunan lebih dari -2,5 SD dari nilai rata-rata
BMD pada orang dewasa muda sehat (Bone Mineral Density T-score< -2,5 SD). Osteopenia adalah nilai
BMD -1 sampai -2,5 SD dari orang dewasa muda sehat 13.
Catatan pada tahun 2013 di Amerika, patah tulang belakang setiap tahun mencapai 1.200.000 kasus. Ini
jauh melebihi jumlah serangan jantung (410.000), stroke (371.000), dan kanker payudara (239.300).
bahkan dikatakan bahwa tiap 20 detik, osteoporosis menimbulkan patah tulang 14.
Di negara maju seperti Amerika Serikat, kira-kira 10 juta orang usia diatas 50 tahun menderita
osteoporosis dan hampir 34 juta dengan penurunan massa tulang yang selanjutnya berkembang menjadi
osteoporosis. Empat dari 5 orang penderita osteoporosis adalah wanita, tapi kira-kira 2 juta pria di
Amerika Serikat menderita osteoporosis, 14 juta mengalami penurunan massa tulang yang menjadi risiko
untuk osteoporosis. Satu dari 2 wanita dan satu dari 4 pria diatas usia 50 tahun akan menjadi fraktur yang
berhubungan dengan fraktur selama hidup mereka. Di negara berkembang seperti Cina, osteoporosis
mencapai proporsi epidemik, terjadi peningkatan 300% dalam waktu 30 tahun15.
Pada tahun 2002 angka prevalensi osteoporosis adalah 16,1%. Prevalensi di antara pria adalah 11,5%,
sedangkan wanita sebesar 19,9% 16. Data di Asia menunjukkan bahwa insiden fraktur lebih rendah
dibanding populasi Kaukasian. Studi juga mendapatkan bahwa massa tulang orang Asia lebih rendah
dibandingkan massa tulang orang kulit putih Amerika, akan tetapi fraktur pada orang Asia didapatkan
lebih sedikit17.
Ada variasi geografis pada insiden fraktur osteoporosis. Osteoporosis paling sering terjadi pada populasi
Asia dan Kaukasia tetapi jarang di Afrika dan Amerika populasi kulit hitam 18.

Menurut hasil analisa data yang dilakukan oleh Puslitbang Gizi Depkes pada 14 provinsi menunjukkan
bahwa masalah osteoporosis di Indonesia telah mencapai pada tingkat yang perlu diwaspadai yaitu
19,7%. Itulah sebabnya angka osteoporosis di Indonesia 6 kali lebih besar dari pada negara Belanda.
Lima provinsi dengan resiko osteoporosis lebih tinggi adalah Sumatera Selatan (27,7%), Jawa Tengah
(24,02%), Yogyakarta (23,5%), Sumatera Utara (22,82%), Jawa Timur (21,42%) dan Kalimantan Timur
(10,5%)19.
RIWAYAT ALAMIAH OSTEOPOROSIS
Massa tulang pada orang dewasa yang lebih tua setara dengan puncak massa tulang puncak yang dicapai
pada usia 18-25 tahun dikurangi jumlah tulang yang hilang. Puncak massa tulang sebagian besar
ditentukan oleh faktor genetik, dengan kontribusi dari gizi, status endokrin, aktivitas fisik dan kesehatan
selama pertumbuhan. Proses remodeling tulang yang terjadi bertujuan untuk mempertahankan tulang
yang sehat dapat dianggap sebagai program pemeliharaan, yaitu dengan menghilangkan tulang tua dan
menggantikannya dengan tulang baru. Kehilangan tulang terjadi ketika keseimbangan ini berubah,
sehingga pemindahan tulang berjumlah lebih besar daripada penggantian tulang. Ketidakseimbangan ini
dapat terjadi karena adanya menopause dan bertambahnya usia 20.
Penyebab utama osteoporosis adalah gangguan dalam remodeling tulang sehingga mengakibatkan
kerapuhan tulang. Terjadinya osteoporosis secara seluler disebabkan oleh karena jumlah dan aktivitas sel
osteoklas melebihi dari jumlah dan aktivitas sel osteoblas (sel pembentukan tulang). Keadaan ini
mengakibatkan penurunan massa tulang21,22.
Selama pertumbuhan, rangka tubuh meningkat dalam ukuran dengan pertumbuhan linier dan dengan
aposisi dari jaringan tulang baru pada permukaan luar korteks. 3 Remodeling tulang mempunyai dua
fungsi utama : (1) untuk memperbaiki kerusakan mikro di dalam tulang rangka untuk mempertahankan
kekuatan tulang rangka, dan (2) untuk mensuplai kalsium dari tulang rangka untuk mempertahankan
kalsium serum. Remodeling dapat diaktifkan oleh kerusakan mikro pada tulang sebagai hasil dari
kelebihan atau akumulasi stress. Kebutuhan akut kalsium melibatkan resorpsi yang dimediasi-osteoklas
sebagaimana juga transpor kalsium oleh osteosit. Kebutuhan kronik kalsium menyebabkan
hiperparatiroidisme sekunder, peningkatan remodeling tulang, dan kehilangan jaringan tulang secara
keseluruhan.
Remodeling tulang juga diatur oleh beberapa hormon yang bersirkulasi, termasuk estrogen, androgen,
vitamin D, dan hormon paratiroid (PTH), demikian juga faktor pertumbuhan yang diproduksi lokal seperti
IGF-I dan IGFII, transforming growth factor (TGF), parathyroid hormone-related peptide (PTHrP), ILs,
prostaglandin, dan anggota superfamili tumor necrosis factor (TNF). Faktor-faktor ini secara primer
memodulasi kecepatan dimana tempat remodeling baru teraktivasi, suatu proses yang menghasilkan
resorpsi tulang oleh osteoklas, diikuti oleh suatu periode perbaikan selama jaringan tulang baru disintesis
oleh osteoblas. Sitokin bertanggung jawab untuk komunikasi di antara osteoblas, sel-sel sumsum tulang
lain, dan osteoklas telah diidentifikasi sebagai RANK ligan (reseptor aktivator dari NF-kappa-B;
RANKL). RANKL, anggota dari keluarga TNF, disekresikan oleh oesteoblas dan sel-sel tertentu dari
system imun. Reseptor osteoklas untuk protein ini disebut sebagai RANK. Aktivasi RANK oleh RANKL
merupakan suatu jalur final umum dalam perkembangan dan aktivasi osteoklas. Umpan humoral untuk
RANKL, juga disekresikan oleh osteoblas, disebut sebagai osteoprotegerin. Modulasi perekrutan dan
aktivitas osteoklas tampaknya berkaitan dengan interaksi antara tiga faktor ini. Pengaruh tambahan
termasuk gizi (khususnya asupan kalsium) dan tingkat aktivitas fisik. Ekspresi RANKL diinduksi di
osteoblas, sel-T teraktivasi, fibroblas sinovial, dan sel-sel stroma sumsum tulang. Ia terikat ke reseptor
ikatan-membran RANK untuk memicu diferensiasi, aktivasi, dan survival osteoklas. Sebaliknya ekspresi
osteoproteregin (OPG) diinduksi oleh faktor-faktor yang menghambat katabolisme tulang dan memicu
efek anabolik. OPG mengikat dan menetralisir RANKL, memicu hambatan osteoklastogenesis dan

menurunkan survival osteoklas yang sebelumnya sudah ada. RANKL, aktivator reseptor faktor inti NBF;
PTH, hormon paratiroid; PGE2, prostaglandin E2; TNF, tumor necrosis factor; LIF, leukemia inhibitory
factor; TP, thrombospondin; PDGF, platelet-derived growth factor; OPG-L, osteoprotegerin-ligand; IL,
interleukin; TGF-, transforming growth factor.
Pada dewasa muda tulang yang diresorpsi digantikan oleh jumlah yang seimbang jaringan tulang baru.
Massa tulang rangka tetap konstan setelah massa puncak tulang sudah tercapai pada masa dewasa. Setelah
usia 30 - 45 tahun, proses resorpsi dan formasi menjadi tidak seimbang, dan resorpsi melebih formasi.
Ketidakseimbangan ini dapat dimulai pada usia yang berbeda dan bervariasi pada lokasi tulang rangka
yang berbeda; ketidakseimbangan ini terlebih-lebih pada wanita setelah menopause. Kehilangan massa
tulang yang berlebih dapat disebabkan peningkatan aktivitas osteoklas dan atau suatu penurunan aktivitas
osteoblas. Peningkatan rekrutmen lokasi remodeling tulang membuat pengurangan reversibel pada
jaringan tulang tetapi dapat juga menghasilkan kehilangan jaringan tulang dan kekuatan biomekanik
tulang panjang23.
FAKTOR RESIKO OSTEOPOROSIS PADA WANITA
Faktor resiko pada penderita Osteoporosis wanita terdiri dari beberapa hal, diantaranya:
a. Usia
Usia juga memiliki hubungan yang signifikan dengan terjadinya osteoporosis. Pernyataan ini juga
sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Fatmah yang menjelaskan bahwa semakin tinggi
usia lansia, proporsi osteoporosis juga semakin besar. Secara teori juga disebutkan bahwa setelah
usia 30 tahun, massa tulang yang hilang akan lebih banyak daripada massa tulang yang dibentuk,
sehingga dengan meningkatnya usia, massa tulang akan semakin berkurang.
b. Riwayat Fraktur
Secara teori orang yang memiliki riwayat fraktur cenderung mempunyai massa tulang yang lebih
rendah daripada orang yang tidak pernah mengalami fraktur, sehingga akan lebih berisiko mengalami
osteoporosis. Terjadinya fraktur itu sendiri tidak hanya dipengaruhi oleh rendahnya massa tulang,
tetapi juga dipengaruhi oleh penyebab dari terjadinya fraktur.
c. Menopause
Teori menyebutkan bahwa periode menopause berpengaruh terhadap massa tulang karena adanya
penurunan jumlah hormon estrogen dan progesteron. Dengan adanya penurunan estrogen sebagai
pelindung massa tulang, maka massa tulang akan lebih cepat berkurang. Terjadinya menopause yang
lebih awal akan mengakibatkan penurunan massa tulang yang lebih awal pula. 24
d. Indeks Masa Tubuh dibawah Normal
Indeks massa tubuh memiliki peranan dalam terjadinya osteoporosis. Estrogen sebagai pelindung
tulang yang dapat mempertahankan struktur remodeling tulang tidak hanya diproduksi oleh ovarium
tetapi juga dihasilkan oleh kelenjar adrenal dan jaringan lemak. Semakin banyak jaringan lemak
yang dimiliki, maka akan semakin banyak hormon estrogen yang akan diproduksi dan adanya
penumpukan jaringan lunak dapat melindungi tubuh dari adanya trauma dan patah tulang.
e. Konsumsi obat-obat tertentu (steroid, fenobarbital, fenitonin)
Estrogen berpengaruh positif terhadap mineralisasi tulang. Kecepatan resorpsi dan deposisi tulang
baru untuk menggantikan yang hilang dipengaruhi oleh sirkulasi kadar estrogen. Pada saat kadar
estrogen rendah yang biasanya terjadi pada wanita pascamenopause, atlit dan yang mengkonsumsi
obat-obat tertentu seperti steroid, fenobarbital, fenitonin maka kemampuan pembentukan tulang akan
menurun sedangkan resorpsi tulang akan meningkat.
f. Aktifitas fisik kurang
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas fisik seperti berjalan kaki, berenang dan naik
sepeda pada dasarnya memberikan pengaruh melindungi tulang dan menurunkan demineralisasi
tulang karena pertambahan umur. Hasil penelitian Recker et.al, membuktikan pada mahasiswa

g.

h.

i.

j.

k.

l.

m.

n.

wanita aktivitas fisik berhubungan dengan penambahan kepadatan mineral tulang belakang (Groff
and Groppe, 2000).
Asupan Kalsium kurang
Kalsium merupakan mineral terbanyak dalam tubuh yaitu kurang lebih 1000 gram. Kalisum
dibutuhkan untuk mineralisasi tulang dan penting untuk pengaturan proses fisiologik dan biokimia.
Kalsium diperlukan untuk memaksimalkan puncak massa tulang dan mempertahankan densitas
tulang yang normal (Groff and Gropper, 2000).
Asupan Vitamin D kurang
Vitamin D mempercepat penyerapan kalsium dalam system pencernaan. Secara khusus vitamin dan
hormon berinteraksi dengan reseptor dalam enterocyte dan masuk ke dalam inti sel, meningkatkan
transkripsi gen berkode calbindin. Fungsi calbindin sebagai suatu kalsium binding protein dan
meningkatkan absorpsi kalsium (Katz, 2000).
Asupan Fosfor kurang
Secara nyata beberapa penelitian memperlihatkan bahwa asupan fosfat (fosfor) yang tinggi akan
menurunkan mineralisasi tulang. Selain itu fosfat (fosfor) juga mendorong sekresi hormon paratiroid
yang secara langsung dapat meningkatkan resorpsi kalsium oleh renal tubules sehingga kalsium akan
keluar bersama urin.
Asupan protein
Protein dan beberapa jenis asam amino terutama yang mengandung sulfur seperti metionin dan
sistein dapat meningkatkan eksresi kalsium dalam urin. Peningkatan asupanprotein sebanyak dua kali
lipat tanpa mengubah asupan zat gizi lain akan meningkatkan kalsium urin sebanyak 50%. Suatu
hubungan positif yang signifikan antara asupan protein dan ekskresi kalsium urin ditemukan pada
orang dewasa yang berumur 20 79 tahun. Protein dan asam amino pada umumnya dalam makanan
alami berkombinasi dengan zat yang mempunyai efek terhadap ekskresi kalsium, karena makanan
yang mengandung protein juga biasanya mengandung fosfor.
Konsumsi alkohol berlebihan
Menurut Laitinen dan Valimiki (1991) menemukan bahwa orangorang yang meminum alkohol
secara berlebihan pada umumnya akan mempunyai massa tulang yang rendah dan menurunnya
aktivitas osteoblas . Selain itu juga akan meningkatkan risiko fraktur pada tulang panggul. Kadar
hormon paratiroid (HPT) yang tinggi juga berhubungan dengan asupan alkohol
Kebiasaan minum kopi
Kafein berhubungan dengan kerusakan keseimbangan kalsium. Kafein dapat mengurangi penyerapan
kembali kalsium ginjal, yang mana akan meningkatkan kehilangan kalsium lewat urin. Diperkirakan
satu cangkir kopi mengandung cukup kafein yang dapat menyebabkan hilangnya 6 mg kalsium
dalam urin (Hemandez, Coldizt, Stanipfer, Rosner, 1991) . Maseey dan Whiting (1993) mengatakan
bahwa 300 - 400 mg kafein akan meningkatkan urin kalsium sebanyak 0,25 mmol atau 10 mg/hari
dan meningkatkan sekresi kalsium ke dalam usus . Asupan kafein juga berhubungan positif dengan
risiko patah tulang pinggul pada wanita paruh baya.
Kebiasaan merokok
Merokok berhubungan dengan massa tulang yang rendah, mempercepat masa menopause dan
meningkatkan kehilangan massa tulang pada pascamenopause. Selain itu pada wanita, merokok juga
dapat menurunkan sirkulasi konsentrasi estrogen yang dapat meningkatkan kerja osteoklas dalam
meresorpsi tulang sehingga menyebabkan tulang kehilangan massanya (Massey and Whiting 1993)
Paritas tinggi
Paritas (jumlah anak yang dilahirkan) merupakan faktor risiko osteoporosis, karena pembentukan
kerangka tulang janin akan mengambil 3% kalsium tulang ibu. Selama kehamilan trimester pertama
kurang lebih 5 mmol/hari (200 mg/hari) kalsium diperlukan untuk pertumbuhan janin. Kebutuhan
kalsium ibu meningkat dimulai pada kehamilan trimester kedua untuk memenuhi kebutuhan janin
dan sebagai simpanan untuk dikeluarkan dalam ASI. Jika asupan kalsium ibu kurang, maka kalsium
untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan janin diambil dari tulang ibu (Weaver and Henaey, 2000).

o. Sirosis hati
Pada penderita sirosis Hati fungsi hepar akan mengalami penurunan sehingga kemampuan
metabolisme vitamin D akan mengalami gangguan. Hal ini akan berpengaruh pada massa tulang
karena vitamin D berguna dalam proses mineralisasi tulang. Selain itu kekurangan vitamin D juga
akan mengurangi penyerapan kalsium di usus sehingga massa tulang juga akan berkurang. 25
ASPEK PENCEGAHAN OSTEOPOROSIS PADA WANITA
Osteoporosis adalah penyakit yang sering menyerang para lansia, terutama wanita. Tetapi hal itu tidak
harus selalu terjadi. Itulah mengapa osteoporosis sebenarnya dapat dicegah. Sebelum terlambat,
sebaiknya wanita ketika usianya masih muda sudah dianjurkan untuk dapat menjaga kepadatan tulang
mereka. Dan apabila hal itu dapat diaplikasikan, maka di usia tua mereka tidak akan mudah terserang
osteoporosis.
Saat ini kita sering melihat iklan di televisi tentang produk susu berkalsium tinggi untuk wanita tua post
menopause. Akan tetapi kita harus tahu bahwa keberadaan mineral kalsium dalam tubuh seorang wanita
sangat dipengaruhi oleh hormon esterogen. Sedangkan kadar hormon esterogen setelah menopause sangat
jauh menurun. Jadi walaupun kita mengkonsumsi kalsium dalam jumlah yang sangat banyak, tidak akan
memperbaiki kondisi osteoporosis secara bermakna, bahkan akan memberikan efek negatif lain seperti
batu ginjal. Oleh karena itu merupakan kabar baik bahwa osteoporosis pada usia tua bisa dicegah dengan
mempunyai densitas mineral tulang yang baik saat usia puncak pertumbuhan tulang pada wanita yaitu
ketika berumur 15-25 tahun 26.
Inilah beberapa hal yang dapat dilakukan untuk pencegahan osteoporosis (menjaga kepadatan tulang):
1. Kontrol berat badan
Obesitas sering dikaitkan dengan osteoporosis. Mengontrol berat badan agar tetap normal adalah
hal yang sebaiknya anda lakukan sehingga tulang anda tidak mengalami terlalu banyak tekanan
yang pada akhirnya dapat mencegah terjadinya osteoporosis.
2. Penuhi kebutuhan kalsium
Salah satu penyebab terjadinya osteoporosis adalah kurangnya asupan kalsium. Wanita memiliki
kecenderungan kehilangan kalsium dari tubuh mereka dengan mudah, sehingga mereka diharapkan
untuk selalu memenuhi kebutuhan kalsiumnya dengan mengonsumsi susu, produk susu, bayam,
brokoli, makanan laut, dan sebagainya.
3. Penuhi kebutuhan vitamin D
Tanpa vitamin D, tubuh anda tidak dapat memproses kalsium. Maka dari itu, penuhilah kebutuhan
vitamin D setiap harinya dengan mengonsumsi suplemen atau dengan membiarkan tubuh anda
untuk terkena sinar matahari beberapa menit saja di pagi hari.
4. Jangan abaikan nyeri tulang
Osteoporosis terjadi karena kepadatan tulang yang berkurang, membuat tulang menjadi hancur atau
kolaps. Hal ini biasanya akan menimbulkan nyeri tulang pada tubuh dan bahkan kelainan bentuk.
Oleh karena itu, apabila anda merasakan sesuatu yang aneh pada tulang di bagian tubuh anda
seperti terasa nyeri, segeralah kunjungi dokter.
5. Jangan melakukan diet ekstrim
Menurunkan berat badan dengan melakukan diet yang sangat ekstrim adalah salah satu hal terburuk
yang anda lakukan bagi tubuh anda. Melakukan diet ekstrim berisiko membuat tubuh anda
kehilangan nutrisi yang penting bagi tubuh, salah satunya adalah kalsium.
6. Olahraga teratur
Berolahraga secara rutin dapat menjaga kesehatan tulang anda. Pisau yang tidak pernah diasah bisa
menjadi tumpul. Hal ini juga berlaku bagi tulang anda.
7. Konsumsi suplemen kalsium setelah menopause

Pasca-menopause, hormon estrogen pada wanita akan berkurang sebagian besarnya. Oleh sebab itu,
para wanita dianjurkan untuk mengonsumsi suplemen kalsium segera setelah berhenti menstruasi.
8. Hindari merokok dan minum alkohol
Untuk pencegahan sekunder (biasanya terjadi pada wanita yang sudah menopause) bisa dilakukan melalui
Terapi Estrogen atau Terapi estrogen dengan progesteron. Salah satu manfaat dari terapi ini adalah dapat
mencegah kehilangan tulang (kepadatan tulang berkurang). Namun terapi ini ada kalanya dapat
mengandung efek samping yaitu terjadinya kanker payudara, strokes, dan serangan jantung. Oleh karena
itu sangat penting bagi pasien untuk berkonsultasi terlebih dahulu sebelum melakukan tindakan terapi
tersebut.
Selain itu ada beberapa diagnosa dini untuk osteoporosis yaitu 27:
a. Histori kesehatan
b. Penilaian fisik
c. Tes kepadatan tulang
d. Tes laboratorium
e. X-Ray
Ada dua penilaian untuk tes kepadatan tulang yaitu nilai T dan nilai Z. Nilai T digunakan untuk mereka
yang postmenopausal (50 keatas). Sedangkan nilai Z digunakan untuk membandingkan kepadatan tulang
seseorang dengan kepadatan tulang normal seseorang tersebut sesuai umur. Dibawah ini ditunjukkan
beberapa indikator untuk penilaian Z 27:
a. Apabila nilai Z seseorang menunjukkan diatas -2.0, maka kepadatan tulang seseorang tersebut
masih dalam angka harapan normal berdasarkan International Society for Clinical Densitometry
(ISCD)
b. Apabila nilai Z seseorang sama dengan -2.0 atau kurang dari tersebut, maka kepadatan tulang
seseorang tersebut dibawah angka harapan normal (akan diselidiki penyebab osteoporosis)
KESIMPULAN
1. Osteoporosis adalah kondisi atau penyakit dimana tulang menjadi rapuh dan mudah retak atau patah
2. Osteoporosis paling sering terjadi pada populasi Asia dan Kaukasia tetapi jarang di Afrika dan
Amerika populasi kulit hitam
3. Wanita secara signifikan memilki risiko yang lebih tinggi untuk terjadinya osteoporosis.
4. Saat seorang wanita mengalami menopause, pembuangan massa tulang meningkat karena tidak
adanya hormon estrogen
5. Keberadaan mineral kalsium dalam tubuh seorang wanita sangat dipengaruhi oleh hormon esterogen.
6. Masalah yang dihadapi ketika seseorang mengalami osteoporosis tidak hanya penurunan kualitas
dan fungsi hidup individu, tetapi juga masalah biaya kesehatan ketika terjadi fraktur dan
meningkatnya mortalitas
7. Semakin tinggi usia lansia, proporsi osteoporosis juga semakin besar.
8. Osteoporosis dapat dicegah melalui pencegahan primer yaitu dengan menjalankan pola hidup sehat
serta memperhatikan asupan kalsium, makan makanan bergizi, dan olahraga teratur
9. Sedangkan untuk wanita yang sudah menopause, osteoporosis dapat dicegah dengan melakukan
pencegahan sekunder melalui terapi estrogen.
SARAN
Untuk wanita:

1. Selagi muda mulai menjaga tabungan kalsium dalam tubuh dengan menerapkan gaya hidup sehat,
yaitu makan makanan bergizi dan teratur, olahraga teratur, dan memperhatikan asupan kalsium
harian.
2. Menjelang usia menopause tetap aktif bergerak serta rutin memeriksa kepadatan tulang serta
konsultasi dengan tenaga kesehatan terkait dengan osteoporosis
Untuk masyarakat, baik pria maupun wanita:
1. Pola hidup sehat merupakan kunci utama untuk mencegah osteoporosis
2. Kenali gejala dini osteoporosis dengan aktif mencari informasi terkait osteoporosis
3. Mengajak keluarga dan kerabat untuk memilih gaya hidup sehat
Untuk tenaga kesehatan:
1. Menggencarkan sosialisasi mengenai osteoporosis sehingga masyarakat mengerti bagaimana cara
pencegahan dan dapat mengenali gejalanya sedini mungkin
2. Melakukan deteksi dini osteoporosis terutama pada kelompok beresiko seperti wanita premenopause, wanita menopause serta lansia.
3. Mengoptimalkan fasilitas kesehatan dalam penanganan kasus osteoporosis.
Untuk pemerintah dan pemangku kebijakan:
1. Mengontrol distribusi dan harga makanan yang mengandung kalsium seperti susu, ikan dan telur
supaya mudah diakses oleh berbagai kalangan.
2. Menggalakkan program rutin olahraga di setiap daerah meliputi institusi pemerintah maupun swasta
bahkan di pemukiman warga untuk mencegah osteoporosis
3. Menyediakan fasilitas olahraga yang dapat diakses oleh berbagai kalangan.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
1. Wardhana, W 2012, Faktor faktor Risiko Osteoporosis pada Pasien dengan Usia Di Atas 50 Tahun,
Universitas Diponegoro, Semarang
2. Wardhana, W 2012, Faktor faktor Risiko Osteoporosis pada Pasien dengan Usia Di Atas 50 Tahun,
Universitas Diponegoro, Semarang
3. HTA Indonesia 2005, Penggunaan Bone Densitometry pada Osteoporosis, 1-2
4. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia 2012, Kemenkes RI Ajak Masyarakat Lakukan
Pencegahan Osteoporosis, diakses tanggal 24 mei 2014, <http://www.depkes.go.id/index.php?
vw=2&id=2083>
5. Mulyaningsih, F 2008, Mencegah dan Mengatasi Osteoporosis dengan Berolahraga, Universitas
Negeri Yogyakarta, Yogyakarta
6. Wardhana, W 2012, Faktor faktor Risiko Osteoporosis pada Pasien dengan Usia Di Atas 50 Tahun,
Universitas Diponegoro, Semarang
7. Ross PD. Osteoporosis frequency, consequences and risk factors: Arch. Internal Med.; 1996;
156(13):1399-411
8. Johnell. Advances in osteoporosis: Better identification of risk factors can reduce morbidity
and mortality: J. Internal Med.; 1996. 239(4): 299304
9. Kamus
Kesehatan.
2012.
Arti
Osteoporosis
[online].
http://kamuskesehatan.com/arti/osteoporosis/. (diakses 20 Mei 2014)
10. Depkes. 2001. Pedoman Penyuluhan Cara Menyusui yang Baik [Online].www.depkes.go.id .
(diakses 20Mei 2014)
11. WHO. 1999. osteoporosis [online]. http://www.who.int/inf-pr-1999/en/pr99-58.html [online].
(diakses 25 Maret 2013)
12. Lindsay R CFOIFA, Braunwald e, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL. Osteoporosis. In:
Fauci AS Be, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, et al., editor. Harrisons principle of
internal medicine 17 ed: Mc Grow-Hill USA; 2008. p. 2397-408.
13. Cyrus Cooper SG, Robert Lindsay. Prevention and Treatment of Osteoporosis: a Clinicians Guide.
New York: Taylor and Francis; 2005.

14. Tandra, Hans. 2009. Segala Sesuatu yang Harus Anda Ketahui Tentang Osteoporsis, Mengenal,
Mengatasi, dan Mencegah Tulang Keropos. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
15. Age Venture News Service. 2004; Available from: http://www.demko.com.
16. Journal CM. Prevalence rate of osteoporosis in the mid- aged and elderly in selected parts of China.
2002; 115: 773-5.
17. H M. Osteoporosis pada usia lanjut tinjauan dari segi geriatri. Rachmatullah P GM, Hirlan,
Soemanto, Hadi S, Tobing ML, editor. Semarang (Indonesia): Badan Penerbit Universitas
Diponegoro; 2007. p. 126.
18. Juliet C. Disease of Skeleton: Osteoporosis. Oxford Text Book of Medicine; 2003. P. 36-41.
19. Depkes. 2004. Kecendrungan Osteoporosis di Indonesia 6 Kali Lebih Tinggi Dibanding Negeri
Belanda [Online]. www.depkes.go.id. (diakses 20 Mei 2014)
20. Ethel S. Clinicians Guide to Prevention and Treatment of Osteoporosis: National Osteoporosis
Foundation; 2008. P. 4-5 (1)
21. Association AM. Pathophisiology of Osteoporosis. 2004 [cited 2004]; Available from:
http://www.stg.centrax.com/ama/osteo/part4/module03/pdf/osteo_mgmt_o3.pdf.
22. L S. Kontrol Endokrin terhadap pertumbuhan. In: BI S, editor. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. 2
ed. Jakarta: EGC; 2001. p. 632-88.
23. 23 Lindsay R CFOIFA, Braunwald e, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL. Osteoporosis.
In: Fauci AS Be, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, et al., editor. Harrisons principle
of internal medicine 17 ed: Mc Grow-Hill USA; 2008. p. 2397-408.
24. Wardhana, W 2012, Faktor faktor Risiko Osteoporosis pada Pasien dengan Usia Di Atas 50 Tahun,
Universitas Diponegoro, Semarang
25. Sri, Ai Kosnayani. 2007. Tesis Hubungan Asupan Kalsium, Aktivitas Fisik, Paritas, Indeks Massa
Tubuh dan Kepadatan Tulang pada wanita Pascamenopause. Universitas Diponegoro
26. Krisna, S 2012, Cegah Osteoporosis pada Wanita dari Usia Muda, diakses pada 20 Mei 2014,
<http://home.spotdokter.com/230/cegah-osteoporosis-pada-wanita-dari-usia-muda>
27. National Osteoporosis Foundation, 2013, What Woman Need to Know, diakses pada 20 Mei 2014,
<http://nof.org/articles/235>

Potrebbero piacerti anche