Sei sulla pagina 1di 2

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FK UNPAD/RSHS BANDUNG

Subdivisi
: Infeksi Dan Penyakit Tropis
Oleh
: Yoga Yandika
Pembimbing
: Prof. dr. Azhali SpA(K)
Prof. dr Herry Garna, SpA(K)
Prof. dr. Alex Chairul Fatah, SpA(K)
Dr. dr. Djatnika Setiabudi, SpA(K).MCTM
dr. Anggraini Alam, SpA(K)
dr. Riyadi, SpA, M.Kes
Tanggal
: 15 Januari 2014

Clinical risk-scoring algorithm to forecast scrub typhus severity


Pamornsri Sriwongpan, Pornsuda Krittigamas, Hutsaya Tantipong, Jayanton Patumanond, Chamaiporn
Tawichasri, Sirianong Namwongprom
Clinical Epidemiology Program, Chiang Mai University, Chiang Mai, Thailand; Department of Social Medicine,
Chiangrai Prachanukroh Hospital, Chiang Rai, Thailand; Department of General Pediatrics, Nakornping
Hospital, Chiang Mai, Thailand; Department of Medicine, Chonburi Hospital, Chonburi, Thailand; Clinical
Epidemiology Program, Thammasat University, Bangkok, Thailand; Clinical Epidemiology Society at Chiang
Mai, Chiang Mai, Thailand; Department of Radiology, Chiang Mai University, Chiang Mai, Thailand
Purpose: To develop a simple risk-scoring system to forecast scrub typhus severity.
Patients and methods: Seven years retrospective data of patients diagnosed with scrub typhus from two
university-affiliated hospitals in the north of Thailand were analyzed. Patients were categorized into three
severity groups: nonsevere, severe, and dead. Predictors for severity were analyzed under multivariable ordinal
continuation ratio logistic regression. Significant coefficients were transformed into item score and summed to
total scores.
Results: Predictors of scrub typhus severity were age >15 years, (odds ratio [OR] =4.09), pulse rate
>100/minute (OR 3.19), crepitation (OR 2.97), serum aspartate aminotransferase >160 IU/L (OR 2.89), serum
albumin <3.0 g/dL (OR 4.69), and serum creatinine >1.4 mg/dL (OR 8.19). The scores which ranged from 0 to
16, classified patients into three risk levels: non-severe (score <5, n=278, 52.8%), severe (score 69, n=143,
27.2%), and fatal (score >10, n=105, 20.0%). Exact severity classification was obtained in 68.3% of cases.
Underestimations of 5.9% and overestimations of 25.8% were clinically acceptable.
Conclusion: The derived scrub typhus severity score classified patients into their severity levels with high levels
of prediction, with clinically acceptable under- and overestimations. This classification may assist clinicians in
patient prognostication, investigation, and management. The scoring algorithm should be validated by
independent data before adoption into routine clinical practice.
Keywords: severe scrub typhus, risk-scoring system, clinical prediction rule, prognostic predictors
Pendahuluan
Scrub typus adalah satu dari demam akut yang umum terjadi di negara tropis, seperti Thailand. Infeksi scrub
typhus sering menyebabkan vaskulitis dan gagal organ multipel. Pasien dengan komplikasi tersebut biasanya
memiliki prognosis yang buruk yang dapat berakhir dengan kematian, terutama pada pasien dengan diagnosis
dan pengobatan yang tertunda. Komplikasi sistemik biasanya dilaporkan sebagai penyebab kematian, seperti
keterlibatan saluran napas (1536%), kardiovaskular (234%), ginjal (920%), hati (431%), sistem saraf pusat
(423%), atau organ multipel (11,9%). Mortalitas dilaporkan meningkat sampai 30% kasus.
Aturan prediksi klinis untuk memperkirakan keparahan penyakit telah dikembangkan untuk beberapa
penyakit menular, seperti pneumonia komunitas. Bagaimanapun, tidak ada penelitian yang dilakukan untuk
mengembangkan sistem penilaian risiko klinis untuk mempekirakan keparahan scrub typhus.
Penelitian ini dilakukan untuk mengembangkan algoritma penilaian risiko klinis untuk memprediksi
keparahan scrub typhus pada pasien yang dicurigai infeksi tersebut. Sistem skoring dapat membantu pedoman
klinis rutin untuk memperbaikin tatalaksana pasien.
Pasien dan metode
Penelitian ini disetujui oleh Komite Etik Penelitian dua rumah sakit di Chiang Mai dan Chiang Rai, serta dari
Fakultas Kedokteran Universitas Chiang Mai.
Pasien
Analisis data retrospektif dilakukan pada rumah sakit pendidikan di utara Thailand selama tahun 2004 dan 2010.
Pasien yang didiagnosis secara profesional sebagai scrub typhus, berdasarkan riwayat paparan penyakit, demam
akut, dan paling tidak tanda dan gejala berikut: mialgia, nyeri kepala, injeksi konjungtiva, batuk, keringat yang
berlebihan, bercak merah makulopapular, dan limfadenopati, disertai dengan eskar dan/atau positif pada uji
imunokromatografik untuk scrub typhus. Pasien dibedakan menjadi tiga grup: 1) tidak parah pasien tanpa
komplikasi apapun, 2) parah pasien dengan komplikasi berat, dan 3) meninggal, pada mereka yang meninggal

di rumah sakit karena scrub typhus. Pasien yang menjalani percobaan intervensi selama periode yang sama
dieksklusi dari analisis data.
Definisi dari scrub typhus parah
Scrub typhus yang parah secara operasional dibatasi sebagai pasien yang datang dengan keterlibatan pada paling
tidak satu dari sistem organ berikut.
Sistem kardiovaskular ada salah satu dari:
Tekanan sistol kurang dari 90 mmHg
Aritmia jantung abnormal dengan tanpa riwayat
o Fibrilasi atrium
o Supravetrikular takikardia (SVT)
o Prematur ventricular kontraksi (PVC) yang sering
Miokarditis: peningkatan keratin kinase MB di atas nilai dasar
Sistem pernapasan: ada sindrom distres pernapasan akut yang dibatasi dengan PaO 2/FiO2 <200 mmHg, dengan
infiltrasi interstitium bilateral pada foto toraks dengan rasio jantung/toraks yang normal, atau tanpa kelebihan
volume tekanan vena sentral dari kateter vena sentral.
Sistem saraf pusat ada satu dari tanda berikut:
Glasgow Coma Scale 12 tanpa penyebab lain
Kejang tanpa penyebab lain, atau
Meningoensefalitis.
Hematologi: hitung platelet 20.000/mm3.
Traktus urinaria: terdapat gagal ginjal akut yang dibatasi dengan kreatinin 2 mg/dL atau perubahan kreatinin
>0,5 mg/dL/hari.
Traktus gastrointestinal dan hepatobilier: terdapat hepatitis yang dibatasi dengan peningkatan AST atau ALT
lebih dari lima kali lipat.
Analisis Data
Karakteristik klinis pasien dibandingkan dengan tiga grup keparahan penyakit dengan uji tren nonparametric
dibandingkan dengan grup terdaftar. Prediktor yang berpotensi kuat ditelaah dengan regresi logistik ordinal
dengan skala kontinu (<0,001). Koefisien prediktor signifikan lalu diubah menjadi nilai skor dan dijumlah
sebagaimana skor keparahan scrub typhus. Skor kemudian diklasifikasi menjadi tingkatan risiko berdasarkan
peningkatan risiko actual. Tingkat risiko yang dikategorikan dengan skor kemudian dibandingkan dengan
kriteria tingkat risiko untuk indikasi performa skor.
Hasil
Prediktor keparahan scrub thypus adalah usia >15 tahun, (odds ratio [OR] =4,09), denyut jantung > 100/menit
(OR 3,19), krepitasi (OR 2,97), aspartat aminotransferase serum >160 IU/L (OR 2,89), albumin serum 3,0 g/dL
(OR 4,69), dan kreatinin serum >1,4 mg/dL (OR 8,19). Skor yang berkisar dari 0 sampai 16, membedakan
pasien menjadi tiga tingkat risiko: tidak parah (skor 5, n=278, 52,8%), parah (skor 69, n=143, 27,2%), and
fatal (skor 10, n=105, 20,0%). Klasifikasi keparahan yang tepat diperoleh pada 68,3% kasus. Estimasi yang
terlalu rendah (underestimations) sejumlah 5,9% dan terlalu tinggi (overestimations) sejumlah 25,8%, masih
diterima secara klinis.
Diskusi
Skor keparahan tifus yang berkisar 016 dapat diklasifikasikan menjadi tiga level untuk mensimulasikan tiga
level keparahan penyakit. Kami mengajukan interpretasi dan acuan tersebut.
Pasien dengan skor 05 dikategorikan sebagai tifus tidak berat. Pasien ini dapat ditangani di klinik.
Pemberian agen antiriketsia seperti doksisiklin, kloramfenikol, atau azitromisin harus diresepkan dan
dijadwalkan untuk kontrol.
Pasien dengan skor 69 dikategorikan sebagai tifus berat. Pasien ini dalam risiko tinggi komplikasi dan
harus diadmisi ke rumah sakit untuk observasi tertutup. Investigasi lebih lanjut dan intervensi tambahan
mungkin dibutuhkan. Pasien yang masuk ke rumah sakit tingkat rendah dapat dirujuk ke rumah sakit dengan
fasilitas yang lebih baik.
Pasien dengan skor 10 atau lebih dikategorikan sebagai tifus fatal. Pasien ini mengalami risiko paling
tinggi terhadap kematian dan harus diinvestigasi penuh untuk abnormalitas sistem atau risiko klinis yang
mengancam hidup, dan harus diadmisi ke unit perawatan intensif untuk monitoring tertutup.
Sistem skoring sekarang ini, seperti pada aturan prediksi klinis, harus divalidasi dengan data
independen sebelum diaplikasikan pada praktik klinis rutin.
Kesimpulan
Skor keparahan tifus mengklasifikasikan pasien menjadi level keparahan dengan level prediksi yang tinggi,
yang secara klinis dpaat diterima dengan estimasi berlebih atau kurang. Klasifikasi ini dapat membantu dokter
dalam prognosis pasien, investigasi, dan manajemen. Seperti aturan prediksi lainnya, algoritma skoring harus
divalidasi dengan data independen sebelum diadopsi ke praktik klinis rutin.

Potrebbero piacerti anche