Sei sulla pagina 1di 5

KEJANG DEMAM

1. DEFINISI
Seizures that occur in febrile children between the ages of 6 and 60 months who do
not have an intracranial infection, metabolic disturbance, or history of afebrile
seizures (AAP, 2008)
Bangkitan kejang yg terjadi pd kenaikan suhu tubuh (rektal > 38 oC) tanpa adanya
infeksi SSP, gangguan elektrolit atau metabolik lain, kejang disertai demam pd bayi berusia <
1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam (IDAI, 2010)
2. EPIDEMIOLOGI
Febrile seizures are the most common seizure disorder in childhood, affecting 2% to
5% of children between the ages of 6 and 60 months
Di negara Asia dilaporkan lebih tinggi, sebanyak 80%-90% dari seluruh Kejang demam
adalah Kejang Demam Sederhana (KDS). Umumnya kejang demam timbul pd tahun ke-2
kehidupan (17-23 bulan). Kejang demam sedikit lebih sering pd anak (Laki-laki)
dibandingkan anak perempuan.
3. KLASIFIKASI
Kejang demam dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :
1) Kejang Demam Sederhana (KDS)
Jika kejang berlangsung kurang dari 15 menit( < 15 menit) bersifat umum (kejang seluruh
tubuh) dan tidak berulang dalam 24 jam
2) Kejang Demam Kompleks (KDK)
Jika kejang berlangsung lebih dari > 15 menit, atau fokal, & atau multipel ( 2 x kejang dlm
24 jam)
4. FAKTOR RISIKO
Faktor risiko dapat dikelompokkan menjadi, yaitu :
1. Faktor Risiko Kejang Demam Pertama
( 2 faktor risiko Risiko kejang demam sebanyak 30%)
- Riwayat keluarga dengan kejang demam (orang tua atau saudara kandung
- Pemulangan neonatus > 28 hari
- Perkembangan terlambat
- Anak dengan pengawasan
- Kadar Na (natrium) dalam serum darah rendah
- Temperatur yang tinggi
2. Faktor Risiko Kejang Demam Berulang
- Usia muda < 1 tahun
Makin muda usia anak ketika kejang pertama, maka makin besar kemungkinan
rekurensinya. Rekurensi bila serangan pertama pada anak usia < 1 tahun adalah 50% dan
usia > 1 tahun adalah 28%
- Riwayat keluarga kejang demam
- Cepatnya timbul kejang setelah demam
- Temperatur yang rendah saat kejang (< 38 0C)
- Riwayat keluarga epilepsi
- Setelah kejang demam pertama, 33% anak mengalami 1 kali rekurensi atau lebih, dan 9 %
anak mengalami 3 kali rekurensi atau lebih

Usia dini saat kejang demam dan riwayat kejang dalam keluarga merupakan faktor risiko
yang kuat untuk timbulnya rekurensi
Sebanyak 50% rekurensi terjadi dalam 6 bulan pertama
Sebanyak 75% berulang pada tahun pertama
Sebanyak 90% rekurensi terjadi pada tahun kedua

3.
-

Faktor Risiko Menjadi Epilepsi


Perkembangan abnormal sebelum kejang demam petama
Riwayat keluarga dengan epilepsy
Kejang demam kompleks (KDK)
Sebanyak 2-7% penderita kejang demam akan mengalami epilepsi di kemudian hari.
Sebaliknya 10-15% penderita epilepsi pernah mengalami kejang demam sebelumnya
- Seluruh jenis epilepsi, termasuk absens, tonik-klonik umum, dan parsial kompleks dapat
terlihat pada pasien dengan riwayat kejang demam
- National Institute of Neurologic Disorder and Stroke (NINDS) Perinatal Collaborative
Project (NCPP) melaporkan tingginya risiko epilepsi di antara anak-anak dengan
perkembangan abnormal sebelum kejang demam pertama, adanya riwayat orang tua atau
saudara kandung dengan epilepsi dan anak dengan kejang demam kompleks
- Sebanyak 60% anak dengan kejang demam tidak memiliki satupun faktor risiko di
atas, sebanyak 2 % akan berkembang menjadi epilepsi sebelum usia 7 tahun
- Dari 34% anak dengan satu faktor risiko, sebanyak 3 % akan menjadi epilepsi, dan jika
mempunyai 2 atau 3 faktor risiko, maka kejadian epilepsi menjadi 13 %
4. Faktor genetik
Faktor genetik diduga sangat kuat secara autosomal dominan sederhana. Kejang
demam cenderung terjadi dalam keluarga, meskipun belum jelas diketahui cara
diturunkannya. Pada anak dengan kejang deman sering dijumai keluarganya mempunyai
riwayat kejang demam. Tingginya kejadian epilepsi dalam keluarga yang mempunyai anak
dengan kejang demam tidak sepenuhnya terbukti. Risiko epilepsi juga tinggi pada saudara
kandung yang mempunyai kejang demam, tetapi tidak untuk saudara yang lain. Orang tua
mungkin menanyakan kemungkinan risiko kejang demam untuk anak yang lainnya dan ini
kira-kira 10-20%, akan lebih tinggi jika orang tuanya mempunyai riwayat kejang demam.
5. ETIOPATOFISIOLOGI
Berbagai hipotesis telah diajukan, antara lain secara genetika ambang kejang pada
anak berbeda dan akan turun pada kenaikan suhu tubuh. Terdapat interaksi 3 faktor sabagai
penyebab kejang demam :
1. Imaturitas otak dan termoregulator
2. Demam, dimana kebutuhan 02 meningkat
3. Predisposisi genetik : > 7 lokus kromosom (poligenik, autosomal dominan)
Demam pada kejang demam sering disebabkan oleh infeksi yang umum pada anak
seperti tonsillitis, infeksi traktus respiratorius (38-40%), otitis media (15-23%) dan
gasrtroenteritis akut (7-9%). Pada anak usia prasekolah sering mendapat infeksi tersebut dan
disertai demam, yang bila dikombinasikan dengan ambang kejang yang rendah mudah
mendapatkan kejang. Hanya 11% anak dengan kejang demam mengalami kejang terjadi pada
suhu <37,9C, 14-40% kejang terjadi pada 38-38,9C dan 40-56% pada 39-39,9C.
6. MANIFESTASI KLINIS

Kejang demam biasanya terjadi pada awal demam. Sering diperkirakan bahwa
cepatnya peningkatan temperatur merupakan pencetus untuk terjadinya kejang. Umumnya
serangan kejang tonik-klonik, awalnya dapat berupa menangis, kemudian tidak sadar dan
timbul kekakuan otot. Semua fase tonik, mungkin disertai henti napas dan inkontinensia.
Kemudian diikuti fase klonik berulang, ritmik dan akhirnya setelah kejang letargi atau tidur .
Bentuk kejang lain adalah mata terbalik ke atas dengan kekakuan atau kelemahan
otot, gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekakuan, atau hanya sentakan atau
kekakuan fokal. Serangan pada bentuk absens atau mioklonik sangat jarang. Sebagian besar
berlangsung < 5 menit, < 8% berlangsung > 15 menit dan 4% kejang > 30 menitt. Bila anak
kejang lagi perlu diindentifikasi apakah ada penyakit lain yang memerlukan pengobatan
tersendiri. Perlu juga diketahui mengenai pengobatan sebelumnya, ada tidakknya trauma,
perkembangan psikomotor dan riwayat keluarga dengan epilepsi atau kejang demam.
7. PEMERIKSAAN FISIK DAN PENUNJANG
Pemeriksaan fisik, kesadaran, adanya meningismus, UUB yang tegang atau
membonjol, tanda Kerning atau Brudzinski, kekuatan & tonus harus diperiksa dengan teliti
dan dinilai ulang secara periodik. Sebanyak 6% anak akan mengalami rekurensi dalam 24
jam pertama, namun belum diketahui kasus yg mana akan cepat mengalami kejang kembali.
Penyebab lain dari kejang yang disertai demam harus disingkirkan, khususnya ensefalitis atau
meningitis. Pungsi lumbal terindikasi bila ada kecurigaan klinis meningitis. Adanya sumber
infeksi seperti otitis media tdk menyingkirkan meningitis jika pasien telah mendapat
antibiotik maka perlu pertimbangan lumbal pungsi
Penyebab lain kejang yang disertai demam selain meningitis & ensefalitis adalah :
gastroenteritis shigella, obat-obat tertentu seperti difenhidramin, antidepresan trisiklik,
amfetamin, kokain dan dehidrasi yang mengakibatkan gangguan keseimbangan air-elektrolit.
Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan & dikerjakan untuk mengevaluasi
sumber infeksi. Foto X-ray kepala & neuropencitraan (CT atau MRI) jarang dikerjakan &
tidak rutin. Untuk pemeriksaan ElektroEncephalografi (EEG) tidak memperlihatkan
kegunaan dalam mengevaluiasi kejang demam, EEG yang dikerjakan satu miggu setelah
kejang demam dapat abnormal, biasanya berupa perlambatan di posterior. Sebanyak 95%
kasus kejang demam menunjukkan gambaran EEG abnormal bila dikerjakan segera setelah
kejang demam, sekitar 30% penderita akan memperlihatkan perlambatan di posterior dan
akan menghilang 7-10 hari kemudian. Walaupun ada abormalitas gambaran EEG yang tinggi
pada anak dengan kejang demam, namun EEG tidak dapat memprediksi rekurensi atau risiko
terjadinya epilepsi di kemudian hari. American Association of Pediatric (AAP) tidak
menganjurkan melakukan EEG pada penderita kejang demam sederhana atau kejang demam
kompleks.

1.

8. TATALAKSANA
Tiga hal yg perlu dikerjakan, yaitu:
pengobatan pada fase akut
mencari dan mengobati penyebab
pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam
Pengobatan Fase Akut
Sebagian besar kasus kejang demam, akan berhenti sendiri tindakan yang perlu
dilakukan adalah : mencari penyebab demam dan memberikan pengobatan yang adekuat
terhadap penyebab tersebut. Untuk mencegah agar kejang tidak berulang kembali sebaiknya
diberikan profilaksis antikonvulsan, karena kejang masih dapat kambuh selama anak masih
demam. Kejang harus segera dihentikan untuk mencegah agar tidak terjadi kerusakan otak,
meninggalkan gejala sisa atau (meninggal)

Obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan
i.v. atau intrarektal. Dosis i.v. 0,3-0,5 mg/kg diberikan perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2
mg/mnt (dosis maksimal 20 mg). Apabila sukar mencari vena dapat diberikan diazepam
rektal dosis 0,5 mg/kg (5 mg utk bb < 10 kg & 10 mg bila bb >10 kg). Apabila kejang belum
berhenti, 5 menit kemudian dapat diulangi lagi pemberian diazepam dengan dosis dan cara
yang sama. Bila kejang tidak berhenti, diberikan fenitoin dosis awal 10-20 mg/kgbb per drip
selama 20 menit setelah dilarutkan dalam cairan NaCl 0,9%. Dosis selanjutnya 4-8
mg/kgbb/hari, 12-24 jam stlh dosis awal Setelah kejang berhenti harus ditentukan apakah
perlu pengobatan profilaksis atau tidak, tergantung jenis kejang demam dan faktor risiko
yang ada pada anak tersebut.
KEJANG
Diazepam i.v. 0,3 - 0,5 mg/kgBB (maks 20 mg) perlahan-lahan, atau rektal: 5 mg (BB
<10 kg), 10 mg (BB>10 kg)
Tunggu 5 menit+oksigenasi
MASIH KEJANG
Diazepam iv atau rektal (dosis sama)
Tunggu 5 menit+oksigenasi
MASIH KEJANG
Fenitoin iv 10-20 mg/kgBB (maks 200 mg) dlm NaCl 0,9% drip selama 20 mnt
Tunggu 10 menit + oksigenasi
MASIH KEJANG
Masuk ICU - anestesi umum
Midazolam
2. Pengobatan Profilaksis
Dikenal 2 cara profilaksis, yaitu:
a. profilaksis intermiten pd waktu demam berupa:
- Antipiretik, parasetamol 10-15 mg/kgbb/kali diberikan 4 kali sehari & tdk lebih dari 5 kali
atau ibuprofen 5-10 mg/kgbb/kali, 3-4 kali sehari
- Anti kejang, diazepam oral dgn dosis 0,3 mg/kgbb/kali atau diazepam rektal0,5 mg/kgbb tiap
8 jam pd suhu tubuh >38,5C. Terdpt efek samping (25-39%): ataksia, mengantuk, iritabel &
hipotonia
Although antipyretics may improve the comfort of the child, they will not prevent febrile
seizures (AAP, 2008), AAP merekomendasikan untuk tidak memberikan profilaksis
intermiten apalagi profilaksis terus-menerus pada kejang demam sederhana pertama atau
yang berulang tanpa faktor risiko.
2. Profilaksis terus menerus
Pemberian profilaksis terus menerus pada anak dengan kejang demam merupakan
sebuah kontroversi. Sebagian besar penderita kejang demam prognosis baik dan sangat
rendahnya komplikasi yang diakibatkan oleh kejang demam serta pertimbangan akan
efektivitas dan efek samping obat anti konvulsan, pemberian profilaksis terus menerus hanya
diberikan secara individual atau pada kasus tertentu saja.
Pengobatan jangka panjang HANYA diberikan jika kejang demam menunjukkan ciri
sebagai berikut (salah satu):
1. Kejang lama >15 menit
2. Kelainan neurologi yg nyata sebelum/sesudah kejang: hemiparesis, palsi serebral, retardasi
mental, hidrosefalus
3. Kejang fokal
(IDAI, 2010)

1.
2.
3.
1.
2.

Pengobatan jangka panjang DIPERTIMBANGKAN jika:


Kejang berulang 2 kali dalam 24 jam
KD terjadi pada bayi < 12 bulan
KD 4 kali per tahun
(IDAI, 2010)
Jenis obat untuk pengobatan jangka panjang:
Fenobarbital (dosis 3-4 mg/kgbb/hari dibagi 1-2 dosis) ATAU
Asam valproat (dosis 15-40 mg/kgbb/hari dibagi 2-3 dosis)
Efektif dlm menurunkan risiko berulangnya kejang
Pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap
selama 1-2 bulan

Potrebbero piacerti anche