Sei sulla pagina 1di 11

1

Meningitis Tuberkulosa
Adnan Firdaus Bin Husin/102012105/B7
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Terusan Arjuna No. 6 Kebon Jeruk Jakarta Barat - Indonesia
Email: adnan.2012FK105@civitas.ukrida.ac.id/firdauz_4g@yahoo.com

Pendahuluan
Penyakit infeksi sistem saraf pusat (SSP) mencangkup seluruh struktur yang terdapat di
SSP, seperti ensefalitis, meningitis, abses otak, maupun vaskulitis. Tanda-tanda umum infeksi
SSP ialah demam, nyeri kepala, penurunan kesadaran, atau terdapat gejala neurologi fokal yang
bersifat progresif.1
Diagnosis meningitis tuberkulosis (MTB) didasarkan pada isolasi Mycobacterium
tuberculosis dan cairan serebrospinal. Namun, pemeriksaan ini membutuhkan waktu yang lama
dan tidak sensitif. Pemeriksaan pewarnaan Ziehl-Neelsen untuk basil tahan asam merupakan
pilihan pemeriksaan yang cepat namun tidak sensitif.2
Skenario Kasus
Seorang laki-laki usia 68 tahun datang ke rumah sakit diantar keluarganya dengan
keluhan sakit kepala yang semakin berat dan demam sejak 2 minggu yang lalu. Keluarga pasien
juga mengeluh pasien menjadi sering mengantuk dan tidak nafsu makan. Pasien mempunyai
riwayat batuk selama 3 bulan dan tidak rutin minum obat. Hasil pemeriksaan fisik adalah,
tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 90 x/menit, pernapasan 20 x/menit, suhu 37,4 oC. GCS 12 (E3,
M6, V3), kaku kuduk positif, pemeriksaan penunjang tidak ada.
Anamnesis
1.

Keluhan Utama3
a. Apakah pasien mengalami sakit kepala?? Jika ya, kapan mulai merasakannya?? Nyeri
seperti apa?? Apakah mulainya mendadak atau bertahap??
b. Adakah gejala penyerta seperti fotofobia, kaku leher, mual, muntah, demam, mengantuk,
atau bingung??

Fakultas Kedokteran Ukrida

2
c. Pernakah pasien mengalami nyeri kepala sebelumnya??
d. Adakah tanda-tanda neurologis seperti diplopia, kelemahan fokal, atau gejala sensoris??
e. Gejala sistemik lain seperti mual, muntah, demam, atau menggigil??
2.

Riwayat Penyakit Dahulu3


a. Adakah riwayat meningitis, kebocoran atau pirau LCS, trauma kepala berat yang baru
terjadi, infeksi telinga yang baru terjadi, atau sinusitis??
b. Apakah pasien mengalami imunosupresi??
c. Adakah riwayat vaksinasi??

3.

Riwayat Keluarga dan Sosial3


a. Adakah riwayat meningitis dalam keluarga atau kontak dengan pasien yang diduga
meningitis??
b. Apakah baru-baru ini pasien berpergian ke luar negeri??

4.

Riwayat Obat3
a. Apakah baru-baru ini pasien mendapat terapi antibiotika??
b. Apakah pasien memiliki alergi antibiotik??

Pemeriksaan Fisik3
1.

Apakah pasien sakit ringan atau sakit berat?? Apakah pasien waspada, mengantuk, atau tidak
sadar??

2.

Berapa suhu pasien??

3.

Periksa denyut nadi, tekanan darah, dan laju pernapasan??

4.

Adakah ruam, khususnya akibat septikimia meningokokal, kaku leher, atau fotofobia??

5.

Adakah tanda kernig??

6.

Adakah kelainan pada pemeriksaan fisik neurologis??

7.

Periksa tenggorokan, hidung, telinga, atau mulut.

8.

Lakukan pemeriksaan fisik umum secara lengkap terutama untuk mencari tanda fokus septik
lain.

Pemeriksaan Penunjang
1.

LCS: yaitu peningkatan kadar protein, penurunan kadar glukosa, dan adanya
pleositosis

dengan

sel

mononuclear

predominant.

Peningkatan

protein

Fakultas Kedokteran Ukrida

3
didefinisikan dengan ada atau tidaknya peningkatan protein >45 mgdL.
Penurunan glukosa didefinisikan ada atau tidaknya penurunan >50% glukosa
LCS

dibandingkan

glukosa

serum.

Pleositosis

dengan

sel

mononuclear

predominat didefinisikan ada atau tidak peningkatan kadar lekosit total LCS
lebih dari 50 lekosit/mm3, dengan rasio sel mononuclear lebih tinggi dari sel
polimorfonuclear. Pleositosis dengan sel mononuclear predominan merupakan
patognomonis untuk meningitis TB, disebutkan pada beberapa penelitian. Suatu
penelitian menyebutkan bahwa keterlambatan pemrosesan sampel > 30 menit
menyebabkan perbedaan signifikan atas hasil yang didapat.4

2.

CT-Scan: kepala yang khas untuk meningitis TB yaitu adanya basal meningeal
enhancement dan atau infark dan atau hydrocephalus communicans.4

3.

Pemeriksaan Mikrobiologi: LCS secara konvensional adalah dengan pengecatan


Ziehl Neelsen (ZN) dan kultur TB. Hasil pengecatan ZN dari material LCS
seringkali memberikan hasil negatif palsu, disebabkan karena sedikitnya
konsentrasi bakteri di dalam LCS. Konsentrasi bakteri dalam LCS pada kasus
infeksi susunan saraf pusat biasanya dibawah 10 3/ml. Penelitian membuktikan
bahwa pada konsentrasi tersebut, nilai kepositipan pengecatan hanya sekitar
25%, sedangkan bila konsentrasi bakteri didalam LCS lebih dari 10 5/ml,
kepositipan bisa mencapai 97%. Penelitian lain menyatakan nilai kepositipan
pengecatan untuk konsentrasi bakteri < 103/ml berkisar 0-20%.4

4.

Kultur: membutuhkan waktu yang lama sekitar 5-8 minggu.4

5.

Polimerase Chain Reaction (PCR): merupakan teknik yang cepat, spesifik, dan
sensitif untuk mendeteksi meningitis tuberkulosa. Keberhasilan PCR tergantung
dari amplifikasi DNA dengan primer yang sensitif dan spesifik. Keberhasilan
deteksi dengan menggunakan PCR juga bergantung dari kondisi sebelum isolasi
(penyimpanan sampel klinis, tranportasi) dan cara ekstraksi.4

Diagnosis
Working Diagnosis: Meningitis Tuberkulosis.
Diffrential Diagnosis: Meningitis Bakterilialis, Meningitis Virus, Meningitis Fungal.

Fakultas Kedokteran Ukrida

Tabel 1. Diagnosa Banding1,8,9

Penyebab

Tanda & Gejala

Meningitis Bakteri

Meningitis Virus

Streptococcus pneumoniae,

Enterovirus:

Meningitis Fungal

Neisseria meningitidis,

coxsackievirus, echovirus,

Streptococcus grup B, Listeria

human anteroviruses. Virus

monocytogenes, H. Influenzae,

herpes simpleks 2,

Treponema pallidum.

Arthropod-borne viruses.
Nyeri kepala, demam, tanda

Demam, nyeri kepala, kaku

iritasi meningens, fotofobia,

Sakit kepala, vertigo,

kuduk, penurunan kesadaran,

lemas, mialgia, anoreksia,

diplopia, strabismus,

mual, muntah, fotofobia, kejang,

mual muntah, nyeri perut,

muntah.

Cryptococcus
neoformans

diare.

Tatalaksana

Penunjang

Gol. Sefalosporin generasi 3,

Cairan IV, asiklovir,

antiemetik, antikonvulsan,

gansiklovir, antiemetik,

kortikosteroid.

istirahat.

Lumbal punksi, CT-Scan, MRI,

Usap hidung, CSS,

kultur.

serologi, PCR.

Flukonazol 200-400 mg,


amfoterisin B 0,5-1
mg/KgBB, flusitosin
100 mg/hari.
Sputum, bilasan
bronkus, CSS, urin,
darah, serologi.

Epidemiologi
TB adalah penyebab utama kematian nomor tujuh dan kecacatan di seluruh dunia. Pada
tahun 1997, MTB adalah bentuk paling umum kelima TB paru. MTB menyumbang 5,2% (186)
dari semua kasus penyakit paru eksklusif dan 0,7% dari semua kasus yang dilaporkan TB.5
Menurut data statistik Amerika Serikat antara 1969 sampai 1973, MTB menyumbang
sekitar 4,5% dari total morbiditas TB paru di Amerika Serikat. Antara tahun 1975 sampai 1990,
3,083 kasus MTB dilaporkan oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC), rata-rata
193 kasus per tahun, terhitung 4,7% dari total kasus TB paru selama 16 tahun. Pada tahun 1990,
284 kasus MTB, merupakan 6,2% dari morbiditas yang dikaitkan dengan TB paru. Peningkatan
MTB kemungkinan besar karena meningkatnya CNS TB di antara pasien dengan HIV/AIDS dan
meningkatnya insiden TB pada bayi, anak-anak, dan orang dewasa muda pada populasi
minoritas.5
WHO (2003) memperkirakan bahwa sepertiga dari populasi dunia terinfeksi oleh M.
Tuberkulosis. Laporan menyatakan bahwa 8 juta kasus baru TB dilaporkan setiap tahun dan 2

Fakultas Kedokteran Ukrida

5
juta kematian terjadi setiap tahun. Diperkirakan 8,8 juta kasus TB baru tercatat pada tahun 2005
di seluruh dunia, 7,4 juta di Asia dan sub Sahara Afrika. Sebanyak 1,6 juta orang meninggal
akibat TB, termasuk 195.000 pasien yang terinfeksi HIV. Pada tahun 2005, tingkat kejadian TB
stabil atau menurun di seluruh wilayah 6. Namun, jumlah kasus TB baru masih meningkat
perlahan, kasus-beban terus berkembang di Afrika, Mediterania timur, dan wilayah Asia
Tenggara. Di banyak daerah di Afrika dan Asia, kejadian tahunan infeksi TB untuk segala usia
sekitar 2%, yang akan menghasilkan sekitar 200 kasus TB per 10.000 penduduk per tahun.
Sekitar 15-20% dari kasus-kasus ini terjadi pada anak yang lebih muda dari 15 tahun.5
Di negara berkembang memiliki 1,3 juta kasus TB dan 40.000 kematian terkait TB
setiap tahun di antara anak muda dari usia 15 tahun. Di negara berkembang, 10-20% orang yang
meninggal karena TB adalah anak-anak. MTB mempersulit sekitar 1 dari setiap 300 infeksi TB
primer yang tidak diobati.5
Sebelum munculnya HIV, penentu paling penting bagi pengembangan MTB adalah usia.
Data yang diterbitkan pada tahun 2000 mengungkapkan bahwa risiko meningkat dengan usia di
kelompok ras dan etnis. Dalam populasi dengan prevalensi rendah TB, sebagian besar kasus
MTB terjadi pada orang dewasa. Di Amerika Serikat pada tahun 1996, tingkat kasus yang rendah
pada masa bayi dan menurun sedikit pada anak usia dini. Setelah usia pubertas, mereka
menunjukkan peningkatan yang stabil dengan usia.5
Secara umum, MTB lebih sering terjadi pada anak-anak daripada pada orang dewasa,
terutama dalam 5 tahun pertama kehidupan. Bahkan, anak-anak usia 0-5 tahun yang rentan lebih
sering terserang MTB daripada kelompok usia lainnya. TBM jarang pada anak pada usia 6 bulan
dan hampir tidak pernah terdengar pada bayi berusia kurang dari 3 bulan, karena urutan patologis
penyebab memakan waktu setidaknya 3 bulan untuk berkembang.5
Pada orang yang lebih muda dari 20 tahun, tingkat infeksi TB yang sama untuk kedua
jenis kelamin; tingkat terendah yang diamati pada anak usia 5-14 tahun. Selama masa dewasa,
tingkat infeksi TB secara konsisten lebih tinggi untuk laki-laki daripada perempuan; pria-wanita
rasio adalah sekitar 2:1.5
Pada tahun 2000, sekitar 75% dari semua kasus TB yang dilaporkan terjadi di ras dan
etnis minoritas, termasuk 32% pada orang kulit hitam non-Hispanik, 23% di Hispanik, 21% di
Asia dan Kepulauan Pasifik, dan 1% di penduduk asli Amerika dan Alaska Pribumi. Sekitar 22%
dari semua kasus yang dilaporkan terjadi di kulit putih non-Hispanik.5

Fakultas Kedokteran Ukrida

6
Meningitis tuberkulosis biasanya terjadi sekunder dari infeksi tuberkulosis di tempat lain
di dalam tubuh, terutama dari paru-paru. Menurut Dye (1999) Indonesia menduduki peringkat
ketiga dari 22 negara dengan insidensi kasus tuberkulosis tertinggi di dunia.6
Di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung angka kejadian meningitis tuberkulosis dari
tahun ke tahun terus meningkat. Pada tahun 1991 terdapat 40 pasien meningitis tuberkulosis dari
total 141 pasien infeksi SSP dan saraf tepi, tahun 1993 terdapat 45 pasien dari total 167 pasien.
Tampak bahwa meningitis tuberkulosis menduduki tempat utama dibandingkan dengan seluruh
infeksi SSP.6
Definisi
Meningitis ialah inflamasi pada selaput araknoid, piamater, maupun yang melibatkan
cairan serebrospinal. Meningitis dapat disebabkan oleh infeksi (bakteri, virus, jamur, atau
parasit) maupun proses non infeksi (penyakit sistemik, keganasan, atau reaksi hipersensitivitas).1
Etiologi
Tabel 1. Penyebab Lazim Bakteri
Sumber: Jawetz, Melnick & Adelberg. Medical Microbiology 23 th Ed. 2008.7

Organisme

Kelompok Usia

Keterangan
Sebanyak 25% ibu pembawa (di vagina)

Streptokokus serogrup B
(Streprococcus
agalactiae)
Escherichia coli
Haemophilus influenzae
Neisseria meningitidis
Streptococcus
pneumoniae

Streptokokus serogrup B. Profilaksis ampisilin

Neonatus sampai usia 3

selama persalinan perempuan yang berisiko tinggi

bulan

(ruptur membran yang lama, demam, dll) atau


carrier yang diketahui, menurunkan insidens

Neonatus
Anak-anak 6 bulan
sampai 3 tahun
Bayi sampai 5 tahun dan
dewasa muda
Semua kelompok usia;
insiden paling tinggi
pada orang tua

infeksi pada bayi


Sering mempunyai antigen K1
Penggunaan vaksin yang luas sangat menurunkan
insiden meningitis H. influenzae pada anak-anak
Vaksin polisakarida terhadap serogrup A, C,Y, dan
W135 digunakan di daerah epidemi dan
berhubungan dengan wabah
Sering terjadi dengan pneumonia, juga dengan
mastoiditis, sinusitis, dan fraktur basis cranii

Fakultas Kedokteran Ukrida

7
Cryptococcus
neoformans

Pasien AIDS

Sering menyebabkan meningitis pada penderita


AIDS

Tabel 2. Jenis Meningitis Infektif beserta Etiologi dan Faktor Risikonya


Sumber: Liwang F, Estiasari. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 4. 2014.1

Spesies
Meningitis Purulenta

Faktor Risiko
Infeksi pneumonia pneumokokus
Infeksi pneumokokus lainnya (sinusitis, otitis media
Alkoholisme

Streptococcus pneumoniae (50%)

Diabetes
Splenektomi
Hipogammaglobulinemia

Neisseria meningitidis (25%)


Streptococcus grup B (15%)
Listeria monocytogenes (10%)
H. influenzae
Meningitis Subakut
Meningitis fungal: C. neoformans

Trauma kepala dengan fraktur basis cranii dan rinorhea CSF


Tidak vaksinasi meningitis
Otitis, mastoiditis, atau sinusitis akibat streptococcus sp.
Usia neonatus (<1 bulan)
Perempuan hamil
Dewasa usia >60 tahun
Individu dengan imunokompromais
Usia anak-anak
Terdapat infeksi jamur pada paru sebelumnya, penularan spora jamur
melalui udara

Penyebaran hematogen dari infeksi TB primer


Mycobacterium tuberculosis
Terdapat infeksi menular seksual sifilis
Treponema pallidum
Meningitis Viral
Enterovirus: coxsackievirus, echovirus, human anteroviruses
Virus herpes simpleks 2
Arthropod-borne viruses
Patofisiologi & Patogenesis

Invasi bakteri pada meningen, seperti S. pneumonia dan N. meningitidis , awalnya


bermula dari kolonisasi pada epitel nasofaringeal. Koloni bakteri kemudian masuk ke peredaran
darah hingga mencapai pleksus koroid intraventrikular dan cairan serebrospinal (CSS). Bakteri
dapat bermulitiplikasi pada CSS karena tidak adanya pertahanan imun yang efektif di CSS. CSS
normal hanya mengandung sedikit leukosit, serta relative sedikit protein komplemen dan
imunoglobulin.1

Fakultas Kedokteran Ukrida

8
Secara garis besar, patofisologi meningitis bakteri merupakan akibat langsung dari
peningkatan sitokin dan kemokin pada CSS. Koloni bakteri akan melepaskan komponen dinding
sel (endotoksin, asam teikoat) yang memicu pelepasan berbagai sitokin inflamasi. Berbagai
mediator tersebut kemudian menyebabkan perubahan permeabilitas sawar darah otak, rekruitmen
dan migrasi leukosit ke kapiler endotel, mengubah aliran darah otak, serta memproduksi asam
amino dan radikal bebas. Mekanisme itulah yang mendasari terjadinya edema otak (vasogenik
atau sitotoksik), stroke, kejang, peningkatan tekanan intrakranial, hingga koma pada pasien
meningitis bakterialis akut.1
Meningitis tuberkulosis terjadi akibat penyebaran tuberkel miliar ke SSP sewaktu infeksi
primer. Tuberkel akan membesar dan membentuk sel kaseosa hingga mencapai ruang
subarachnoid dan menyebabkan meningitis. Infeksi meningitis bisa terjadi di sekitar basis otak
sehingga terjadi gangguan saraf kranial. Peningkatan tekanan intracranial dan hidrosefalus sering
terjadi pada meningitis TB. Proses inflamasi yang terjadi dapat melibatkan pembuluh darah otak
dan mengakibatkan vaskulitis dan berakhir dengan proses iskemik/infark.1
Manifestasi Klinis
Ditemukannya tanda-tanda meningitis subakut seperti demam, letargi, nyeri kepala, kaku
kuduk selama beberapa hari sampai minggu. Dapat pula ditemukan kelainan saraf kranial, gejala
keringat malam, serta syndrom of inappropriate secretion of antidiuretic hormone (SIADH).1
Derajat
British Medical Research Council (1948) mengembangkan metode untuk pemetaan
tingkat keparahan penyakit, sebagai berikut:2
1.

Derajat I, pasien sadar dan orientasinya baik tanpa adanya defisit neurologis fokal.

2.

Derajat II, pasien dengan GCS 10-14, dengan atau tanpa defisit neurologis fokal.

3.

Derajat III, GCS kurang dari 10 dengan atau tanpa defisit neurologis fokal.

Penatalaksaan
1.

The British Thoracic Society (BTS) merekomendasikan pengobatan MTB mengikuti model
kemoterapi TB paru fase intensif dengan pemberian 4 obat diikuti dengan 2 obat pada fase
lanjutan. Jika diagnosis MTB meragukan, dapat diberikan antibiotik spektrum luas misalnya

Fakultas Kedokteran Ukrida

9
seftriakson 2x2 gram. Regimen obat antituberkulosis (OAT) 2RHZE/7-12RH. Dapat
ditambahkan piridoksin (Vitamin B6) 25-50 mg/Kg/hari untuk mencegah efek samping
neuritis primer. Untuk kasus putus obat bisa digunakan OAT kategori II (2RHZES/712RH).1,2
2.

Penggunaan steroid masih kontroversial namun beberapa penelitian terakhir menunjukkan


peranan yang positif. Pemberian deksametason pada MTB derajat 2 dan 3 tanpa infeksi HIV
mengurangi risiko kematian namun tidak mengurangi disabilitas berat pada pasien yang
masih bertahan hidup. Cara pemberian deksametason adalah: Minggu I (0,4 mg/Kg/hari),
Minggu II (0,3 mg/Kg/hari), Minggu III (0,2 mg/Kg/hari), Minggu IV (0,1 mg/Kg/hari).
Dilanjutkan dengan terapi deksametason oral selama 4 minggu, dimulai dengan dosis 4
mg/hari dan kemudian diturunkan 1 mg/minggu.2
Tabel 3. Panduan Terapi Meningitis Tuberkulosa
Sumber: British Thoracic Society Guidelines. 1998.2

Obat

Dosis Harian

Isoniazid

Anak
5 mg/kg

Rifampisin

20 mg/kg

Pirazinamid

35 mg/kg

Etambutol

15 mg/kg

Streptomisin

15 mg/kg

Dewasa
300 mg
450 mg (<50 kg)

Lama Pemberian

600 mg (>50 kg)


1500 mg (<50 kg)
2000 mg (>50 kg)
15 mg/kg
15 mg/kg
(maksimal 1 gram)

9-12 bulan
9-12 bulan
2 bulan
2 bulan
2 bulan

Komplikasi
87% pasien disertai satu atau lebih komplikasi neurologis selama perawatan di rumah
sakit yaitu: gangguan mental, hemiplegi, paraplegi, gerakan involunter atau kelumpuhan saraf
otak. 32 % pasien yang bertahan hidup disertai gejala sisa gangguan neurologis.6
Pencegahan
Upaya pendidikan kesehatan harus diarahkan pada pasien untuk membuat mereka lebih
tepat dan menyadari semua aspek dari penyakit dan pengobatannya. Pasien harus diberitahu
tentang aturan dasar untuk mencegah penyebaran infeksi kepada orang lain dalam keluarga atau

Fakultas Kedokteran Ukrida

10
masyarakat. Sedangkan salah satu tujuannya agar pendidikan diarahkan pada perilaku yang
berhubungan dengan kesehatan masyarakat umum, yang lainnya harus diarahkan untuk
mendapatkan dukungan dari orang-orang yang mempunyai kebijakan kesehatan dan dana dari
pemerintah atau lembaga. Untuk mencapai hal ini, informasi, pendidikan, dan komunikasi (KIE)
kampanye harus dirancang sebagai bentuk pelaksanaan. Strategi ini mencakup pemasaran sosial,
promosi kesehatan, mobilisasi sosial, dan program advokasi.5
Prognosis
Prognosis pasien meningitis tuberkulosis yang disertai dengan penyakit penyerta adalah
tanpa penyakit penyerta 10% meninggal, dengan satu penyakit penyerta 12% meninggal, dengan
dua penyakit penyerta 26% meninggal dan dengan lebih dari dua penyerta meninggal 34%
meninggal.6
Kesimpulan
Meningitis tuberkulosis terjadi akibat penyebaran tuberkel miliar ke SSP sewaktu infeksi
primer. PCR merupakan teknik yang cepat, spesifik, dan sensitif untuk mendeteksi meningitis
tuberkulosa. Prognosis pasien meningitis tuberkulosis bergantung disertai dengan penyakit
penyerta atau tidak.

Daftar Pustaka
1.

Liwang F, Estiasari. Infeksi sistem saraf pusat. Dalam: Tanto C, Liwang F, Hanifati S,
Pradipta EA. Kapita selekta kedokteran. Edisi 4. Jakarta: Media Aesculapius; 2014. hal. 993-

2.

4.
Dewanto G dkk. Panduan praktis diagnosis & tatalaksana penyakit saraf. Jakarta: EGC;

3.

2009. Hal.65-9.
Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Annisa R, penerjemah. Jakarta:
Penerbit Erlangga; 2007. hal. 78.

4.

Masyifah, Bintoro AC, Hadi P. Gambaran definitif meningitis tuberkulosa di RSUP


dr. Kariadi Semarang studi deskriptif pada pasien dewasa dengan menggunakan

Fakultas Kedokteran Ukrida

11
real

time

PCR

dengan

target

amplifikasi

pada

IS6110

Mycobacterium

tuberculosis complex. Sains Medika 2013; 5 (2): 62-7.

5.

Ramachandran TS, Singh NN, Kark PR, Talavera F, Thomas FP, Vincent FM. Tuberculous
meningitis.

11

Desember

2014.

Diunduh

15/01/2015

Pukul

10.18

WIB.

6.
7.

http://emedicine.medscape.com/article/1166190-overview#a0156.
Gamayani U. Pengaruh penyakit penyerta pada pasien meningitis tuberkulosis.
Brook GF, Butel JS, Morse SA. Mikrobiologi kedokteran jawetz, melnick, & adelberg. Edisi

8.

23. Huriawati H, penerjemah. Jakarta: EGC; 2008. hal. 750.


Wahyuningsih R, Mulyati, Susilo J. Kriptokokois. Dalam: Susanto I, Ismid IS, Sjarifuddin
PK, Sungkar S. Buku ajar parasitologi kedokteran. Edisi 4. Jakarta: Badan Penerbit FKUI;

9.

2013. hal. 363-4.


Mandal A. Meningitis diagnosis. 14 Oktober 2012. Diunduh 21/01/15 Pukul 15.53 WIB.
http://www.news-medical-net/health/Meningitis-Diagnosis-(indonesian).aspx.

Fakultas Kedokteran Ukrida

Potrebbero piacerti anche