Sei sulla pagina 1di 11

KAJIAN PARAMETER VEGETATIF DAN GENERATIF PADA BEBERAPA GENOTIPE

KEDELAI (Glycine max L Merril) TERHADAP KEKERINGAN


DENGAN MENGGUNAKAN LARUTAN PEG
STUDY of VEGETATIVE AND GENERATIVE ON SAME of SOYBEAN
(Glycine max L Merril) GENOTYPES TO WATER STRESS
BY PEG TREATMENTS
Oleh:
Gatot Subroto dan Setiyono *
Abstract

The aims of research were to find: (1) the soybean variety having the best vegetative
and generative growth. (2) drought stress treatment having the best effect on the best
vegetative and generative growth. (3) interaction between varieties and drought stress
treatment. The research had been undertaken in August to Nopember 2012 by using
Randomized Complete Block Design with three replications. The varieties were: galunggung,
leuser, willis and lokon. The drought stresses were C0, C1, C2 and C3. The result showed that
there was no interaction between varieties and drought stress on the vegetative growth
stage. Drought stress treatment (C3) affected significantly on root dry weight and shoot ratio
and number of root nodules. Drought stress treatment (C3) also significantly affected on
plant high, plant dry weight, relatively growth rate and stress index. The drought stress
treatment had significant effect on C2 treatment level. Leuser was the variety having the
highest growth among the other varieties. Interaction between V factor and C factor had
significant effect on number of productive branch with the best result was V4C1 combination.
Variety affected generative growth, especially leuser (V2) having the best result compared
with the other varieties particularly on number of productive branch, number of pods, number
of pod fertile, total seed weight, number of seed per plant, total of dry weight and harvest
index.

Ringkasan
Produksi kedelai di Indonesia tergolong rendah, sehingga tidak dapat mencukupi
kebutuhan dalam negeri. Rendahnya produktivitas kedelai di Indonesia disebabkan kedelai
diusahakan dalam lingkungan tumbuh yang kurang sesuai. Dengan pengujian beberapa
genotipe kedelai pada fase vegetatif dan generatif dengan cekaman kekeringan diharapkan
diperoleh varietas kedelai yang tahan kering atau dapat berproduksi baik pada lahan kering.
Percobaan dilakukan di Green House Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Jember mulai Agustus Nopember 2012 dengan menggunakan Rancangan Acak
Kelompok Faktorial 2 faktor dengan ulangan sebanyak 3 kali. Faktor Varietas terdiri dari :
Galunggung, Leuser, Willis dan Lokon. Faktor Cekaman Kekeringan terdiri dari : C0, C1, C2
dan C3. Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, berat kering tanaman, rasio berat
kering akar dan tajuk, laju pertumbuhan relatif, indeks cekaman, jumlah bintil akar dan
jumlah bintil akar efektif. Hasil peneltian menunjukkan Tidak terjadi interaksi antara varietas
dan cekaman kekeringan terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman kedelai, Pada parameter
rasio berat kering akar tajuk dan jumlah bintil akar, perlakuan cekaman baru berpengaruh
nyata pada perlakuan cekaman C3. Pada parameter tinggi tanaman, berat kering tanaman,
laju pertumbuhan relatif dan indeks cekaman, perlakuan cekaman berpengaruh nyata pada
perlakuan cekaman C1,Leuser merupakan varietas yang memiliki pertumbuhan vegetatif
(tinggi tanaman) paling baik dari empat varietas kedelai yang diuji.Interaksi faktor V dengan
faktor C memberikan pengaruh nyata pada parameter jumlah cabang produktif, hasil terbaik
diperoleh kombinasi perlakuan V4C1, Varietas memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan
generatif, varietas Leuser (V2) memberikan hasil terbaik pada parameter jumlah cabang
produktif, jumlah polong, jumlah polong isi, berat seluruh biji, jumlah biji pertanaman, berat

kering total dan indeks panen, Perlakuan cekaman memberikan hasil yang berbeda nyata
pada tingkat cekaman C2.
* : Dosen PS. Agronomi Fakultas Pertanian Univ. Jember
PENDAHULUAN
Indonesia memiliki iklim tropis yang sangat cocok untuk pertumbuhan kedelai, karena kedelai
menghendaki hawa yang cukup panas. Pada umumnya pertumbuhan kedelai sangat
ditentukan oleh ketinggian tempat dan biasanya akan tumbuh baik pada ketinggian yang
tidak lebih dari 500 m di atas permukaan air laut.
Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) telah lama dikenal di Indonesia, yaitu sejak
tahun 1750 terutama di pulau Jawa dan Bali. Penggunaan kedelai sebagai makanan seharihari misalnya tempe, tahu, kecap dan bentuk lainnya telah lama dilakukan masyarakat
Indonesia, sehingga pemasaran kedelai di dalam negeri tidak mendapat hambatan. Hasil
olahan kedelai secara umum merupakan makanan yang bernilai gizi dan murah, sehingga
kedelai berperan besar di dalam peningkatan kesehatah dan gizi masyarakat (Yusuf, 1996).
Kedelai merupakan komoditas pertanian yang sangat dibutuhkan di Indonesia, baik
sebagai bahan makanan manusia, pakan ternak, bahan baku industri maupun bahan
penyegar. Bahkan dalam tatanan perdagangan pasar internasional, kedelai merupakan
komoditas ekspor berupa minyak nabati, pakan ternak dan lain-lain di berbagai negara di
dunia. Kebutuhan kedelai di dalam negeri tiap tahun cenderung terus meningkat, sedangkan
persediaan produksi belum mampu mengimbangi permintaan (Rukmana,1996).
Departemen Pertanian mengungkapkan produksi kedelai nasional selama 10 tahun
yakni sejak 1992-2003 cenderung mengalami penurunan sehingga angka impor komoditas
pangan tersebut masih tinggi untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri. Kebutuhan kedelai
dalam negeri mencapai 2 juta ton oleh karena itu untuk memenuhi kekurangan tersebut
harus diimpor lebih kurang 1,2 juta ton per tahun atau senilai Rp 3 triliun (Departemen
Pertanian, 2005). M Jafar Hafsah Dirjen Bina Produksi Tanaman Pangan Departemen
Pertanian juga menyatakan bahwa setiap tahun Indonesia menghabiskan devisa 239.332
dolar AS atau sekitar Rp 2 triliun untuk mengimpor kedelai (Suara Merdeka, 2005).
Produksi kedelai tahun 2004 sebesar 723 ribu ton biji kering atau naik sebesar 7,73
persen dibandingkan dengan produksi tahun 2003. Kenaikan produksi terjadi karena adanya
pemulihan (recovery) dari tahun 2003, saat terjadi bencana alam kekeringan. Produksi
kedelai tahun 2005

diperkirakan sebesar 792 ribu ton biji kering atau naik sebesar 9,41

persen. Hal ini disebabkan adanya peralihan dari komoditas padi ke palawija akibat beberapa
daerah mengalami musim kering. Produksi kedelai tahun 2003 turun 0,09 persen
dibandingkan dengan produksi tahun 2002. Produksi kedelai tahun 2002 (angka tetap)
sebesar 0,67 juta ton biji kering atau turun 18,61 persen dibandingkan dengan produksi
tahun 2001. Penurunan produksi kedelai disebabkan oleh turunnya luas panen (Badan Pusat
Statistik, 2005).

Kesadaran masyarakat terhadap menu makanan yang bergizi dibarengi dengan


peningkatan jumlah penduduk dan pendapatan per kapita menyebabkan kebutuhan kedelai
makin meningkat. Menurut perkiraan kebutuhan kacang-kacangan termasuk kebutuhan akan
kedelai, meningkat sebesar + 7,6% per tahun. Untuk memenuhi kebutuhan konsumsi di atas
terpaksa harus mengimpor. Sebenarnya hal itu tidak perlu dilakukan manakala produksi di
dalam negeri dapat dikembangkan sejalan dengan meningkatnya tuntutan kebutuhan,
mengingat potensi yang ada sangat besar (Suprapto, 2001).
Rendahnya produksi kedelai disebabkan oleh faktor-faktor mutu kedelai yang rendah
(penggunaan varietas unggul yang masih kurang), cara bercocok tanam yang kurang baik,
kekeringan, banjir, hujan terlalu besar pada saat panen, serangan hama, dan persaingan
dengan rerumputan (gulma). Di samping itu tanaman kedelai peka terhadap kemasaman
tanah, panjang hari dan suhu. Pandangan petani bahwa kedelai hanya tanaman sampingan
juga mengakibatkan rendahnya tingkat budidaya tanaman kedelai (AAK., 2000).
Selain alasan di atas, rendahnya produksi kedelai di Indonesia, karena kedelai
diusahakan dalam lingkungan tumbuh yang sangat beragam. Berdasarkan kriteria kesesuaian
agroklimat untuk tanaman kedelai, sebagian besar areal produksi kedelai yang ada
sebetulnya merupakan lahan yang kurang sesuai untuk usaha tani kedelai secara optimal
(Saleh dkk., 2000), misalnya lahan kering. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian kedelai
yang tahan kekeringan untuk memperoleh varietas kedelai yang tahan di lahan kering,
sehingga produksi kedelai di Indonesia bisa meningkat dan mengurangi impor kedelai.
Sebelumnya telah dilakukan penelitian yang sama pada fase perkecambahan.
Penelitian sebelumnya menghasilkan varietas Galunggung sebagai varietas tahan, varietas
Leuser sebagai varietas sedang, varietas Wilis sebagai varietas agak rentan dan varietas
Lokon sebagai varietas rentan terhadap kekeringan. Pada penelitian ini diharapkan diperoleh
varietas yang tahan kekeringan pada fase vegetatif dan generatif sehingga dapat diterapkan
di lapang serta untuk mengetahui apakah hasil pada fase perkecambahan sama dengan hasil
pada fase vegetatif dan generatif.
METODE PENELITAN
Penelitian ini dilaksanakan di Green house Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas
Pertanian Universitas Jember. Pelaksanaan penelitian dilaksanakan mulai bulan Agustus
Nopember

2012. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: Benih kedelai,

Larutan PEG, fungisida Dithane M-45 dan Benlate, aquadest, pupuk cair bayfolan dan pasir
steril. Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: polybag (25x35 cm), baskom plastik,
gelas piala 1000 ml, gelas ukur, pipet ukur, sprayer dan timbangan analitis. Penelitian tahap
II ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial dua faktor dengan 3
ulangan. Faktor pertama yaitu varietas kedelai yang terdiri dari 4 varietas yaitu Galunggung, ,

Leuser, Wilis dan Lokon. Faktor kedua yaitu potensial osmotik yang terdiri dari empat taraf:
0,0 Mpa; -0,25 Mpa; -0,50 Mpa dan 0,75 Mpa.
Penelitian ini dilakukan di polybag dalam green house yaitu dengan menumbuhkan
benih dari kelima varietas terpilih pada penelititan tahap I (sebelumnya) untuk ditanam pada
polybag yang telah diisi media pasir. Pasir yang digunakan sebagai media tanam sebelumnya
dicuci dengan air mengalir sampai bersih, kemudian dimasukkan ke dalam polybag yang telah
diberi lubang pada bagian bawahnya. Polybag yang telah berisi pasir dimasukkan ke dalam
baskom yang berisi larutan hara Bayfolan dengan konsentrasi 2 ml/liter yang diperlakukan
dengan berbagai konsentrasi larutan osmotikum yaitu larutan PEG.
Larutan PEG dibuat berdasarkan rumus Vant Hoff dalam Salisbury dan Ross (1992)
dengan suhu ruangan 25oC, yaitu = -miRT. Pada setiap polybag ditanam 3 biji kedelai,
setelah 10 hari dilakukan penjarangan. Larutan hara dalam baskom setiap hari dipertahankan
3 l/baskom. Penambahan campuran larutan hara dan perlakuan osmotikum dilakukan setiap
saat apabila larutan yang ada di dalam baskom dirasa kurang.
Parameter tanaman yang diamati dalam penelitian ini meliputi:
1. Laju pertumbuhan relatif, dihitung pada saat tanaman berumur fisiologi maksimum
dengan rumus (Guritno, 1995):
LPR = ln Wn ln Wn-1
tn tn-1
tn-1
= waktu pengamatan awal (hst)
tn = waktu pengamatan akhir
Wn-1
= berat kering tanaman saat t1
Wn
= berat kering tanaman saat t2

2. Indeks cekaman (fase vegetatif), dihitung dengan rumus:


IC =
LPRn
LPRs

( LPRn LPRs )
x100%
LPRn
= laju pertumbuhan relatif tanpa cekaman
= laju pertumbuhan relatif dengan cekaman

3. Harvest Index (HI), dihitung setelah tanaman dipanen dengan rumus:


HI =

Berat hasil tan aman


x100%
Berat ker ingtotal tan aman

4. Indeks cekaman (fase generatif), dihitung dengan rumus:


IC =

( HIn HIs)
x100%
HIn

HIn = Harvest index tanpa cekaman


HIs = Harvest index dengan cekaman

5. Umur berbunga (hst), dihitung pada saat bunga pertama muncul


6 Jumlah bunga/tanaman, dihitung saat jumlah bunga pertanaman mencapai 50%
7. Jumlah polong isi/tanaman, menghitung jumlah polong yang berisi pada setiap tanaman
setelah panen
8. Jumlah cabang produktif/tanaman, menghitung jumlah cabang yang menghasilkan polong
setiap tanaman
7. Berat 100 biji/tanaman (g), menimbang berat 100 biji kedelai yang bernas setiap tanaman
8. Hasil biji/tanaman (g) menimbang berat seluruh biji setiap tanaman

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pada penelitian ini, hasil pengamatan dianalisis uji F pada taraf 5% untuk
mengetahui pengaruh masing-masing factor perlakuan dan interaksinya pada beberapa
parameter. Apabila terdapat pengaruh yang nyata dilanjutkan dengan uji Duncan pada taraf
nyata 5%. Rangkuman F hitung untuk seluruh parameter disajikan dalam Tabel 1 dan 2.

Tabel 1. Rangkuman F Hitung untuk seluruh Parameter Pengamatan.


No

Parameter Pengamatan

F Hitung
Faktor V
Faktor C
Faktor VC
1. Tinggi Tanaman
5.037**
14.171**
1.075 ns
ns
2. Berat Kering Tanaman
4.035
46.897**
1.190 ns
ns
3. Laju Pertumbuhan Relatif
1.731
10.240**
1.342 ns
ns
4. Indeks Cekaman
1.938
14.300**
1.679 ns
ns
5. Rasio Berat Kering akar dan Tajuk
0.257
3.953**
1.014 ns
ns
6. Jumlah Bintil Akar
2.947
7.478**
1.650 ns
ns
ns
7. Jumlah Bintil Akar efektif
1.914
1.594
1.516 ns
Keterangan : ** Berbeda sangat nyata, * berbeda nyata, ns tidak berbeda nyata
Tabel 2. Nilai F-Hitung berbagai parameter pengamatan
No
.

Parameter pengamatan

Faktor V

Nilai F-Hitung
Faktor C

Faktor VC

1
Jumlah cabang produktif
5.039**
4.904**
2.930**
2
Jumlah polong
5.106**
1.82*
1.054ns
3
Jumlah polong isi
4.059*
2.726*
0.505ns
4
Jumlah biji pertanaman
7.309**
4.908**
0.656ns
ns
5
Berat 100 biji (g)
6.304**
0.654
1.825ns
6
Berat Seluruh biji (g)
4.515*
4.590**
0.551ns
7
Berat kering total (g)
5.187**
3.904*
1.105ns
8
Panjang akar (cm)
1.206ns
0.467ns
0.412ns
9
Volume akar (ml)
2.166ns
1.742ns
1.390ns
10 Jumlah bintil
2.242ns
1.546ns
1.338ns
11 Indeks panen (%)
4.662**
33.509**
1.887ns
12 Indeks cekaman (%)
2.435**
29.796**
1.597ns
Keterangan : ** berbeda sangat nyata, * berbeda nyata, ns berbeda tidak nyata
V(varietas), C(cekaman kekeringan), VC(interaksi varietas dengan cekaman)

Interaksi antara V (varietas) dan C (cekaman) tidak berpengaruh nyata terhadap


semua parameter yang diuji. Faktor V (varietas) tidak berpengaruh pada semua parameter
kecuali pada parameter tinggi tanaman. Faktor C (cekaman) berpengaruh nyata pada semua
parameter kecuali pada jumlah bintil akar efektif (Tabel 1.)
Berdasarkan hasil uji Duncan pada taraf nyata 5% diketahui bahwa perlakuan tanpa
cekaman C0 menghasilkan berat kering tanaman, tinggi tanaman, laju pertumbuhan relative,
rasio berat kering akar tajuk dan jumlah bintil akar terbesar. Semakin tanaman tercekam
maka pertumbuhan vegetatifnya juga semakin menurun. Sedangkan pada indeks cekaman
berlaku sebaliknya, perlakuan tanpa cekaman C0 menghasilkan indeks cekaman terkecil
(Tabel 3).
Hasil uji Duncan juga menunjukkan bahwa perlakuan tanpa cekaman C0 memiliki
tinggi tanaman terbesar yaitu 31,25 cm.
perlakuan tanpa cekaman C0.

Perlakuan C1, dan C3 berbeda nyata dengan

Pada parameter berat kering tanaman, perlakuan tanpa

cekaman C0 juga memiliki berat kering terbesar yaitu 3,18 gram. Perlakuan C1, C2 dan C3
berbeda nyata dengan perlakuan tanpa cekaman C0 memiliki laku pertumbuhan relatif
tercepat yaitu 0,118 dan perlakuan C1, KL C2 dan C3 berbeda nyata dengan perlakuan tanpa
cekaman C0.
Pada parameter indeks cekaman, perlakuan C3 memiliki indeks cekaman terbesar
yaitu 36,53 dan perlakuan C1, C2 dan C3 berbeda nyata dengan perlakuan tanpa cekaman
C0.

Perlakuan C3 memiliki rasio berat kering akar tajuk paling besar yaitu 0,35 dan

perlakuan C1, C2 dan perlakuan tanpa cekaman C0 tidak berpengaruh nyata.

Perlakuan

cekaman baru berpengaruh pada perlakuan C3. Perlakuan C0 memiliki jumlah bintil akar
paling banyak yaitu 22,75 dan perlakuan C1, C2 dan perlakuan tanpa cekaman C0 tidak
berpengaruh nyata. Perlakuan cekaman baru berpengaruh pada perlakuan C3.
Interaksi antara faktor V (varietas) dan faktor C (cekaman) ternyata tidak
memberikan pengaruh yang nyata pada semua parameter pengamatan kecuali pada
parameter jumlah cabang produktif ( Tabel 2).
Faktor V (varietas) memberikan pengaruh berbeda sangat nyata pada 7 parameter
yaitu jumlah cabang produktif, jumlah polong, jumlah biji pertanaman, berat 100 biji, berat
kering total, indeks panen dan indeks cekaman. Pada parameter jumlah polong isi dan berat
seluruh biji memberikan pengaruh berbeda nyata, dan

pada parameter panjang akar,

volume akar dan jumlah bintil akar faktor varietas tidak memberikan pengaruh yang nyata.
Faktor C (cekaman) memberikan pengaruh berbeda sangat nyata pada parameter
jumlah cabang produktif, berat seluruh biji, jumlah biji pertanaman,

indeks panen, dan

indeks cekaman. Pengaruh yang beda nyata tampak pada parameter jumlah polong, jumlah
polong isi dan berat kering total tanaman. Untuk parameter berat 100 biji, panjang akar,
volume akar dan jumlah bintil, cekaman tidak memberikan pengaruh yang nyata.

Tabel 3. Rangkuman Uji Duncan Pengaruh Cekaman terhadap beberapa


Parameter
Perlakuan
Parameter
1
2
3
4
5
6
C0
31.25a
3.18a
0.11a
0.00c
0.21b
22.75a
C1
25.87b
2.45b
0.09b
22.08b
0.26b
18.41a
C2
24.91b
2.06c
0.10b
15.53b
0.28ab
17.58a
C3
21.66c
1.13d
0.07c
36.53a
0.35a
5.08b
Keterangan : huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata
pada uji Duncan dengan taraf 5%
1. = Tinggi Tanaman
2. = Berat kering tanaman
3. = laju pertumbuhan relative
4. = Indeks tanaman
5. = rasio berat kering akar-tajuk dan 6. Jumlah bintil akar
Tabel 4. Hasil Uji Duncan pengaruh Interaksi terhadap Parameter Jumlah Cabang
Produktif
Interaksi

C0

C1

C2

C3

V1= Galunggung

8.6667a
6.6667a
8.0000a
7.0000a
A
B
A
AB
V2 = Leuser
9.6667a
12.0000a
11.0000a
10.0000a
A
AB
A
A
V3 = Wilis
10.6667a
8.3333ab
9.6667a
4.6667b
A
AB
A
B
V4 = lokon
7.6667b
13.3333a
7.3333b
6.3333b
A
A
A
AB
Keterangan : huruf yang sama pada baris/kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak
nyata pada uji Duncan dengan taraf 5%
Tabel 5. Pengaruh Varietas terhadap tinggi tanaman
Varietas

Tinggi Tanaman

V1 = Galunggung
23.483 b
V2 = Leuser
29.1667a
V3 = Wilis
25.5417b
V4 = Lokon
25.5417b
Keterangan : huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata
pada uji Duncan dengan taraf 5%
Berdasarkan hasil uji F-hitung diketahui bahwa varietas berpengaruh sangat nyata.
Berdasarkan hasil uji Duncan pada taraf nyata 5% diketahui bahwa varietas Leuser
menghasilkan tinggi tanaman tertinggi dibandingkan varietas Galunggung, Wilis dan Lokon.
Varietas hanya memberikan pengaruh yang nyata pada tinggi tanaman. Hal itu menunjukkan
bahwa varietas yang berbeda tidak mempengaruhi parameter berat kering tanaman, rasio

berat kering akar tajuk, laju pertumbuhan relative, indeks cekaman, jumlah bintil akar dan
jumlah bintil akar efektif. (Tabel 5).
Hasil uji Duncan (Tabel 3) menunjukkan bahwa pada parameter tinggi tanaman
antara varietas Galunggung (V1), Wilis (V3) dan Lokon (V4) tidak berpengaruh nyata tetapi
ketiganya berpengaruh nyata terhadap varietas Leuser (V2) yang memiliki tinggi tanaman
tertinggi yaitu 29,1667 cm.
Hasil interaksi menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan V4C1 memberikan hasil
terbaik pada parameter jumlah cabang produktif dan memberikan hasil yang berbeda nyata
pada semua perlakuan (Tabel 4).
Berdasarkan uji Duncan pada taraf nyata 5% (Tabel 6), diketahui bahwa varietas
Leuser (V2) memberikan hasil terbaik pada parameter jumlah polong, jumlah polong isi,
jumlah biji pertanaman, berat seluruh biji, berat kering total dan indeks panen terbesar. Pada
parameter berat 100 biji varietas Leuser memberikan hasil yang paling rendah karena
varietas Leuser mempunyai ukuran biji yang paling kecil di antara varietas yang diuji, dengan
rata-rata berat 100 biji adalah 10 g sedangkan pada Galunggung 12,5 g, Lokon 10,76 g dan
Wilis10,6 g (Badan Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, 2005).
Tabel 6. Hasil uji Duncan pengaruh Varietas terhadap berbagai parameter
pengamatan
Parameter

V1

V2

V3

V4

Jumlah polong

24.2500b

42.3333a

32.8333ab

27.0000b

Jumlah polong isi

16.4167b

29.3333a

21.6667ab

19.9167b

Jumlah biji pertanaman

33.0833b

57.9167a

37.3333b

28.0000b

Berat 100 biji

8.4792bc

7.8267c

10.3225a

9.7750ab

Berat Seluruh biji

2.7892b

4.6642a

3.5975ab

2.6983b

9.5067b

12.5117a

13.4717a

8.5900b

30.5650b

37.3133a

26.7150b

32.0433ab

41.8075a

25.7800b

32.7992ab

36.7842ab

Berat kering total


Indeks panen
Indeks cekaman
Keterangan : huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada
uji Duncan dengan taraf 5%
V1 = Galunggung, V2 = Leuser, V3 = Wilis, V4 = Lokon
Berdasarkan hasil uji Duncan pada taraf 5% diketahui bahwa perlakuan tanpa
cekaman C0 menghasilkan jumlah polong isi, jumlah biji pertanaman, berat seluruh biji, berat
kering total dan indeks panen terbesar. Semakin besar cekaman yang dialami oleh tanaman
maka produksi tanaman juga akan semakin menurun, sedangkan untuk parameter indeks
cekaman (IC) perlakuan tanpa cekaman C0 memberikan hasil yang paling kecil (Tabel 7).

Tabel 7. Hasil uji Duncan pengaruh Cekaman terhadap berbagai parameter


pengamatan
Parameter

C0

C1

C2

C3

33.4167a

36.6667

31.0000a

25.3333b

Jumlah polong isi

25.5000a

25.2500a

20.5000ab

16.0833b

Jumlah biji pertanaman

51.6667a

41.7500a

37.1667ab

25.7500b

4.4067a

3.8233a

3.2750ab

2.2442b

13.3992a

11.9875ab

9.6383b

9.0550b

48.7508a

28.2450b

27.8075b

21.8333c

0.0000c

40.2508b

42.6325ab

54.2875a

Jumlah polong

Berat Seluruh biji


Berat kering total
Indeks panen
Indeks cekaman

Keterangan : huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada
uji Duncan dengan taraf 5%
Pada parameter indeks cekaman, perlakuan C3 memiliki indeks cekaman terbesar
yaitu 54,2875 dan perlakuan C1, C2 dan C3 berbeda nyata dengan perlakuan tanpa cekaman
C0. Untuk parameter indeks panen perlakuan tanpa cekaman C0 memberikan hasil terbaik
yaitu 48,7508 dan perlakuan ini memberikan hasil yang berbeda nyata dengan perlakuan
yang lainnya, sedangkan untuk parameter lain semua perlakuan memberikan hasil yang
berbeda tidak nyata dengan perlakuan tanpa cekaman C0.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Tidak

terjadi

interaksi

antara

varietas

dan

cekaman

kekeringan

terhadap

pertumbuhan vegetatif tanaman kedelai.


2. Pada parameter rasio berat kering akar tajuk dan jumlah bintil akar, perlakuan
cekaman baru berpengaruh nyata pada perlakuan cekaman C3.
3. Pada parameter tinggi tanaman, berat kering tanaman, laju pertumbuhan relatif dan
indeks cekaman, perlakuan cekaman berpengaruh nyata pada perlakuan cekaman C1
4. Leuser merupakan varietas yang memiliki pertumbuhan vegetatif (tinggi tanaman)
paling baik dari empat varietas kedelai yang diuji.
5. Interaksi faktor V dengan faktor C memberikan pengaruh nyata pada parameter
jumlah cabang produktif, hasil terbaik diperoleh kombinasi perlakuan V4C1.

6. Varietas memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan generatif, varietas Leuser


(V2) memberikan hasil terbaik pada parameter jumlah cabang produktif, jumlah
polong, jumlah polong isi, berat seluruh biji, jumlah biji pertanaman, berat kering
total dan indeks panen.
7. Perlakuan cekaman memberikan hasil yang berbeda nyata pada tingkat cekaman C2.
DAFTAR PUSTAKA

Adisarwanto, T., Wudianto, R. 1999. Meningkatkan Hasil Kedelai di Lahan Sawah-KeringPasang Surut, Swadaya. Jakarta.
Badan Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. 2005. Varietas Kedelai.
http://puslitan.bogor.net. Diakses 2 Oktober 2005.
Bisnis Indonesia. 2001. Produksi Kedelai Nasional belum mencukupi (Nasional Soya Bean
Production) Jumat 21 Agustus 2001. http://www.Agribisnis-online.com diakses
pada tanggal 26 September 2004.
Desclaux, D. 2000. Identification of Soybean Plant Characteristics That Indicate the Timing of
Drought Stress. Crop Science Vol 40: 716-722 p.
Ermawati., Kartika. 1996. Pengaruh Tekanan Kekeringan saat Fase Generatif dan Dosis Urea
terhadap Proses Tanaman Kedelai. Jurnal Tropika No 2: 41-43 hal.
Fachruddin, L. 2000. Budidaya Kacang-kacangan. Kanisius. Yogyakarta.
Fitter, A.H.1994. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Gardner, F. P. R., Brent Pearce, Roger L, Mitchell. 1985. Physiology of Crop Plants.
Diterjemahkan oleh Herawan Susilo. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. UI Press,
Jakarta.
Herlina, N. 1996. Respon Tanaman Kedelai Varietas Malabar dan Galur S-887/96 terhadap
Cekaman Kekeringan dan Pemupukan Kalium. Jurnal Agrivita No 19:63-68 hal.
Islami, T., Utomo, W.H. 1995. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman. IKIP Semarang Press.
Semarang.
Mubyanto, B.O. 1997. Tanggapan Tanaman Kopi terhadap Cekaman Air. Warta Pusat
Penelitian Kopi dan Kakao No 13(2): 83-95 hal.
Pitojo, S. 2003. Benih Kedelai. Kanisius, Yogyakarta
Pramono, E.1998. Hasil dan Viabilitas Benih 15 Genotipe Kedelai (Glycine max L. Merrill) pada
Dua tingkat Kekurangan Air. Jurnal Agrotropika No 3: 10-14 hal.
Pringgohandoko, B. 2000. Pengaruh Waktu terjadinya Cekaman Air pada Hasil dan
Persentase Protein Biji Kedelai. Jurnal Agrivet Vol 4 No1:37-44 hal.
Raharjo, M. 1999. Pengaruh Cekaman Air terhadap Mutu Simplisia Pegagan (Centella asiatica
L.). Jurnal Penelitian Tanaman Industri No 2:7-11 hal.
Rahmad, B. 1999. Pengaruh Dosis Pupuk Kandang Sapi dan Interval Pemberian Air terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Tembakau Besuki VO (Nicotiana tabacum L). Jurnal Tropika
No 3:1-5 hal.

Rosadi, R.A.B. 1997. Pengaruh Irigasi Pemulihan pada Fase generatif awal pada berbagai
tingkat Cekaman Air terhadap Pertumbuhan, Produksi dan Kebutuhan Air pada
Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merrill). Jurnal Tropika No 4:1-3 hal.
Salisbury, F.B & C.W. Ross. 1992. Fisiologi Tumbuhan. ITB. Bandung.
Sirajuddin, M. 1996. Respon Pertumbuhan dan Hasil beberapa Varietas Kedelai (Glycine max
L. Merrill) terhadap Pemberian Air dan Kedalaman Tanah. Jurnal Agroland No 16:3233 hal.
Sitompul, S.M. 1996. Rekayasa Paket Teknologi Kacang-kacangan pada Lahan Kering. Jurnal
Agrivita No 20: 89-95 hal.
Souza, P., Egli D. B. & Brwening W. P. 1997. Water Stress during Filling and Leaf Senesence
in Soybean (Glycine max L. Merrill) Agronomy Journal. 89: 807 812 p.
Suara Merdeka. 2004. Impor Kedelai Habiskan Devisa Rp 2 triliun. Sabtu 31 Juli 2004.
http://www.suaramerdeka-online.com. diakses pada tanggal 26 September
2004.
Suprapto, S.H. 2001. Bertanam Kedelai. Penebar Swadaya. Jakarta.
Suryaman, M. 2002. Peningakatan Resistensi Kekeringan pada Kedelai (Glycine max L.
Merrill) dengan Rekayasa Lingkungan Tumbuh secara Biologis. Jurnal Habitat. Vol XII
No 2:23-30 hal.
Suyamto dan Slamet, S. 2001. Perbaikan Toleransi Genotipe Kedelai terhadap Cekaman
Kekeringan. Buletin Palawija No 1:4-13 hal.
Walangi, D.I. 1996. Pengaruh Stress Air dan Pemupukan Nitrogen terhadap Pertumbuhan dan
Hasil Tanaman Jagung (Zea mays). Jurnal Eugenia No 3: 1-7 hal.
Yusmairidal, Evita dan Kartika, E. 1997. Pengaruh Pembarian Pupuk K dan Cekaman Air pada
berbagai Fase Pertumbuhan terhadap Hasil Tanaman Kedelai. Buletin Agronomi Vol 1
No 2:11-19 hal.

Potrebbero piacerti anche