Sei sulla pagina 1di 5

Otorhinolaryngologica Indonesiana

65
ORLI Vol. 41 No. 1 Tahun 2011
Laporan Penelitian
Kadar imunoglobulin A sekretori pada penderita tonsilitis kronik
ABSTRAK
Latar belakang: Infeksi pada tonsil merupakan masalah yang cukup sering dijumpai. Keluhan
yang ditimbulkan berupa nyeri menelan, demam, otitis media, sampai obstructive sleep apnea. Sampai
saat ini tonsilektomi masih menimbulkan kontroversi. Bagi yang kontra, tonsilektomi dianggap dapat
menurunkan sistem pertahanan tubuh. Tujuan: Mengetahui kadar Imunoglobulin A sekretori (s-IgA)
pada penderita tonsilitis kronik sebelum dan setelah tonsilektomi. Metode: Analitik komparatif yang
dilakukan pada penderita tonsillitis kronik sebelum dan setelah tonsilektomi. Hasil: Kadar s-IgA individu
sehat adalah 5358.2200 + 1071.23 ng/ml, s-IgA penderita tonsilitis kronik sebelum tonsilektomi adalah
7539.6563 + 2293.07 ng/ml, sedangkan s-IgA penderita tonsilitis kronik setelah tonsilektomi adalah
5946.4375 + 2133.13 ng/ml. Kesimpulan: s-IgA penderita tonsilitis kronik sebelum tonsilektomi
kadarnya tinggi. Empat minggu setelah operasi, kadar s-IgA turun mendekati kadar s-IgA individu
normal.
Kata kunci: imunoglobulin A sekretori, tonsillitis kronik, tonsilektomi
ABSTRACT
Background: Infection of the tonsils is a fairly common problem in the population. The complaints
among others are pain while swallowing, fever, otitis media, until obstructive sleep apnea. Until
now tonsillectomy procedure is still a controversy. For those against it, tonsillectomy is considered
decreasing the bodys defense mechanism. Purpose: The goal of the research is to analyze the secretory
immunoglobulin A level on the chronic tonsillitis patients before and after tonsillectomy. Method: The
research was conducted as a comparative analytic study among the chronic tonsillitis patients before
and after tonsillectomy. Result: The result of this study reveals that the level of secretory Ig A in healthy
subjects were 5358.2200 + 1071.23 ng/ml, in chronic tonsillitis patients before tonsillectomy were
7539.6563 + 2293.07 ng/ml, and after tonsillectomy were 5946.4375 + 2133.13 ng/ml. Conclusion:
The level of s-IgA in chronic tonsillitis prior to tonsillectomy was high and 4 weeks post operation the
level of s-IgA decreased, close to the level of normal subjects.
Keywords: secretory immunoglobulin A, chronic tonsillitis, tonsillectomy
Alamat Korespondensi: Indo Sakka, Bagian Ilmu Kesehatan THT FK-UNHAS, Makassar. E-mail:
indosakka20@yahoo.co.id
Kadar imunoglobulin A sekretori pada penderita tonsilitis kronik
sebelum dan setelah tonsilektomi
Indo Sakka, Raden Sedjawidada, Linda Kodrat, Sutji Pratiwi Rahardjo
Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
Makassar - Indonesia
66
Otorhinolaryngologica Indonesiana ORLI Vol. 41 No. 1 Tahun 2011
PENDAHULUAN
Infeksi pada tonsil merupakan masalah
yang cukup sering dalam populasi penduduk.
Keluhan yang ditimbulkan berupa nyeri menelan,
demam, obstruksi jalan napas dan otitis media
merupakan alasan penderita berobat. Berdasarkan
data epidemiologi penyakit THT pada 7 provinsi
(Indonesia) pada tahun 1994-1996, prevalensi
tonsillitis kronik sebesar 3,8% tertinggi kedua
setelah nasofaringitis akut (4,6%). Di RSUP
Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, jumlah
kunjungan baru dengan tonsillitis kronik mulai
Juni 2008Mei 2009 sebanyak 63 orang. Apabila
dibandingkan dengan jumlah kunjungan baru pada
periode yang sama, maka angka ini merupakan
4,7% dari seluruh jumlah kunjungan baru.
1,2

Tonsil adalah jaringan limfoid ini mengandung
limfosit B, limfosit T dan sel plasma. Sentrum
germinativum tonsil menghasilkan berbagai
macam imunoglobulin meliputi IgG, IgM, IgA,
IgD dan IgE.
1
IgA sekretori (s-IgA merupakan
imunoglobulin terbanyak dalam saliva, yang
dapat mencegah penetrasi antigen melalui mukosa
rongga mulut.
3-6
Tonsilektomi sudah sejak lama merupakan
kontroversi di berbagai kalangan, baik awam
maupun profesi. Bagi yang kontra, tonsilektomi
dianggap dapat menurunkan sistem pertahanan
tubuh.
Beberapa penelitian mengenai s-IgA pada
saliva telah dilakukan oleh Thaweboon et al.
3

yang meneliti s-IgA pada saliva, pH dan laju
saliva pada anak dengan infeksi streptokokus
dan kandida serta karies dentis memiliki kadar
yang lebih tinggi dibanding kontrol. Begitu
juga yang didapatkan oleh Thornber et al.
7
yang
melakukan penelitian mengenai s-IgA pada anak
dengan limfadenitis mikobakterial atipik lebih
tinggi dibanding kontrol. DAmelio et al.
8
yang
meneliti kadar IgA serum dan saliva pada subjek
normal dibandingkan dengan penderita tonsilitis
kronik sebelum dan setelah tonsilektomi
mendapatkan hasil 1,6% menunjukkan penu-
runan baik IgA serum maupun IgA saliva,
27,4% menunjukkan penurunan parsial IgA
serum sedangkan IgA saliva tetap normal dan
71,4% tidak menunjukkan penurunan IgA serum
maupun saliva.
7
Penelitian mengenai kadar imuno globulin
A sekretori pada penderita tonsilitis kronik
sebelum dan setelah tonsilektomi belum pernah
dilakukan di Indonesia khususnya Makassar. Hal
ini yang mendorong penulis untuk melakukan
penelitian yang bertujuan mambandingkan kadar
imunoglobulin A sekretori sebelum dan setelah
tonsilektomi.
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian analitik
komparatif yang membandingkan kadar s-IgA
penderita tonsilitis kronik sebelum dan setelah
tonsilektomi, dengan kadar s-IgA pada individu
sehat (tidak menderita tonsillitis) dengan
pemeriksaan Elisa.
Sampel penelitian yaitu penderita tonsillitis
kronik yang memenuhi kriteria inklusi meliputi:
usia 14-45 tahun dan tidak terdapat peradangan
akut dalam waktu sekurang-kurangnya dua
minggu. Kriteria eksklusi meliputi: penderita
tonsillitis kronik yang disertai stomatitis, karies
dentis, kandidiasis oral, faringitis, infeksi saluran
pernapasan akut, penderita tonsillitis kronik yang
setelah tonsilektomi mengalami tanda-tanda
infeksi akut sebelum waktu pengambilan sampel
berikutnya (drop out).
Penderita yang memenuhi kriteria dilakukan
anamnesis, faringoskopi dan pemeriksaan
fisik rutin lainnya, laboratorium darah dan
foto toraks. Kemudian dilakukan pengambilan
saliva sebanyak 1,5 cc pada sampel sebelum
tonsilektomi dan setelah berpuasa minimal 2
jam. Hal yang sama dilakukan 4 minggu pasca-
tonsilektomi.
Dilakukan pemeriksaan ELISA pada sampel
saliva yang diambil dari penderita. Sampel
diencerkan 250 kali kemudian dicentrifuge.
Dibuat wash buffer dengan pengenceran 25
kali, dibuat standard untuk membuat kurva
konsentrasi. Dibuat biotin-antibody solution
1:100, dibuat HRP-avidin solution 1:100 l,
Kadar imunoglobulin A sekretori pada penderita tonsilitis kronik
Otorhinolaryngologica Indonesiana
67
ORLI Vol. 41 No. 1 Tahun 2011
sampel dimasukkan ke dalam well kemudian
diinkubasi pada 37
o
C selama 2 jam. Setelah itu,
dibuang. Sampel yang terbuang adalah yang
tidak melekat pada well. Dimasukkan 100 l
biotin-antibody solution ke dalam well kemudian
diinkubasi pada 37
o
C selama 1 jam. Setelah
itu, dibuang. Cuci 3 kali dengan wash buffer
200 l. Masukkan 100 l HRP-avidin solution
ke dalam well kemudian diinkubasi pada 37
o
C
selama 1 jam. Setelah itu, dibuang. Cuci 3
kali dengan wash buffer 200 l. Dimasukkan
TMB substrat 90 l ke dalam well, warna akan
berubah menjadi biru. Diinkubasi selama 1030
menit pada tempat gelap. Dimasukkan 50 l
stop solution ke dalam well, warna akan berubah
menjadi kuning. Dalam waktu tidak lebih dari
30 menit, well dimasukkan dalam Elisa Reader,
hasilnya akan terbaca.
9-10
HASIL
Selama penelitian yang berlangsung dari
bulan September 2009Juni 2010 diperoleh
hasil sebagai berikut:
a. Karakteristik sampel
Laki-laki sebanyak 9 orang (28,13%),
sedangkan perempuan sebanyak 23 orang
(71,86 %). Kami juga mengambil individu
sehat sebanyak 10 orang yang diikutkan
dalam penelitian ini, yaitu 5 orang laki-
laki dan 5 orang perempuan. Kelompok
umur yang terbanyak adalah 1420 tahun
yaitu sebanyak 27 orang (87,10%), disusul
kelompok umur 2130 tahun dan 3140
tahun masing-masing sebanyak 2 orang
(6,45%), serta kelompok 4145 sebanyak 1
orang (3,23%). Sampel orang normal yang
kami ikutkan dalam penelitian ini semuanya
berusia antara 21-30 tahun.
Lama perlangsungan penyakit terbanyak
adalah 510 tahun sebanyak 19 penderita
(59,38%), disusul <5 tahun sebanyak 10
penderita (31,25%) dan >10 tahun sebanyak
3 penderita (9,38%). Hampir semua penderita
pernah mengalami odinofagia, yaitu 29
sampel (90,63%) serta demam sebanyak 28
sampel (87,50%), disusul disfagia, mialgia,
sefalgia dan batuk.
b. Kadar imunoglobulin A sekretori (s-IgA)
Tabel 1. Kadar s-IgA penderita tonsilitis kronik sebelum tonsilektomi (s-IgA pre op) dan s-IgA
setelah tonsilektomi (s-IgA post op)
s-IgA Mean n Std deviasi Kadar (ng/ml) p
s-IgA pre op
s-IgA post op
7539.6563
5946.4375
32
32
2293.07
2133.13
7539.6563 + 2293.07
5946.4375 + 2133.13
0,017
(independent samples T-test)
Tabel 2. Kadar s-IgA penderita tonsilitis kronik sebelum tonsilektomi (pre op) dan s-IgA setelah
tonsilektomi (post op) dibandingkan s-IgA individu sehat
s-IgA Mean n Std deviasi Kadar (ng/ml) p
pre op penderita
individu sehat
7539.6563
5358.2200
32
10
2293.07
1071.23
7539.6563 + 2293.07
5358.2200 + 1071.23
0,001
post op penderita
individu sehat
5946.4375
5358.2200
32
10
2133.13
1071.23
5946.4375 + 2133.13
5358.2200 + 1071.23
0,506
(Mann Whitney U test)
Kadar imunoglobulin A sekretori pada penderita tonsilitis kronik
68
Otorhinolaryngologica Indonesiana ORLI Vol. 41 No. 1 Tahun 2011
DISKUSI
Data penelitian menunjukkan kadar s-IgA
penderita tonsilitis kronik sebelum tonsilektomi
rata-rata 7539.6563+2293.07 ng/ml, sedangkan
kadar s-IgA penderita tonsilitis kronik setelah
tonsilektomi rata-rata 5946.4375 + 2133.13 ng/
ml.
Analisis statistik menunjukkan penurunan
yang bermakna kadar s-IgA penderita tonsilitis
kronik setelah tonsilektomi dibandingkan sebelum
tonsilektomi, yaitu dari 7539.6563 + 2293.07 ng/
ml menjadi 5946.4375 + 2133.13 ng/ml, terdapat
penurunan sebesar 1593.2188 ng/ml, p = 0,017.
Terdapat perbedaan yang signifkan kadar
s-IgA penderita tonsilitis kronik sebelum
tonsilektomi dengan kadar s-IgA individu sehat,
p = 0,001 dan kadar s-IgA penderita setelah
tonsilektomi mendekati kadar s-IgA individu
sehat, p = 0.506.
Makna klinis yang diperoleh adalah penurunan
s-IgA setelah tonsilektomi menandakan bahwa
jumlah antigen atau jumlah populasi kuman
penyebab infeksi juga menurun setelah tonsil
yang menjadi fokus infeksi dihilangkan dan
kadarnya ini mendekati kadar s-IgA individu sehat
yang tidak menderita tonsilitis.
Penelitian yang dilakukan oleh Thaweboon
et al.
3
mendapatkan kadar s-IgA yang lebih tinggi
pada anak dengan rampant caries yaitu 111.964
+ 34.24 g/ml dibandingkan dengan anak tanpa
karies yaitu 86.473 + 23 g/ml. Begitu juga yang
didapatkan oleh Thornber et al.
7
yang melakukan
penelitian mengenai s-IgA pada anak dengan
limfadenitis mikobakterial atipik lebih tinggi
dibanding kontrol.
DAmelio et al.
8
meneliti kadar IgA serum
dan saliva pada subjek normal dibandingkan
dengan penderita tonsilitis kronik sebelum dan
setelah tonsilektomi mendapatkan hasil 1,6%
menunjukkan penurunan baik IgA serum maupun
IgA saliva, 27,4% menunjukkan penurunan parsial
IgA serum sedangkan IgA saliva tetap normal dan
71,4 % tidak menunjukkan penurunan IgA serum
maupun saliva.
Banyaknya antigen akan menginduksi
peningkatan kadar s-IgA melaui dua mekanisme.
Pertama, antigen menstimulasi proliferasi dan
diferensiasi sel limfoid secara lokal; kedua
melibatkan migrasi antigen-sensitized IgA
prekursor sel B dari GALT (gut-associated
limphoid tissue) ke kelenjar saliva. GALT
termasuk beberapa nodul limfoid soliter dan
Peyers patches. IgA sekretori merupakan
biomarker local defence pada rongga mulut.
Sekresi s-IgA tergantung pada keadaan umum
berupa banyaknya mikro-organisme dan sistem
imunitas seseorang. Banyaknya antigen yang
terdapat pada fokus infeksi di tonsil akan
menstimulasi sekresi s-IgA dan setelah fokus
infeksi ini diangkat/dikeluarkan, kadarnya
mendekati kadar pada individu sehat.
Adapun perbedaan kadar s-IgA pada penelitian
ini dibandingkan penelitian-penelitian lain
kemungkinan disebabkan oleh faktor-faktor
seperti perbedaan teknik pengambilan saliva,
variasi waktu saat pengambilan saliva dan laju
aliran saliva.
Penelitian ini masih mempunyai beberapa
keterbatasan antara lain: 1) Reagen yang digunakan
adalah reagen untuk IgA serum, sehingga sampel
harus diencerkan sebanyak 250 kali karena kadar
s-IgA saliva jauh lebih tinggi dibandingkan
kadar IgA serum; 2) Kami tidak mengkonsul
sampel ke dokter gigi untuk menentukan ada
tidaknya karies. Penentuan ada tidaknya karies
hanya kami lakukan dengan pengamatan pada
saat faringoskopi dilakukan; 3) Standar deviasi
pada penelitian ini cukup besar, menandakan
variabilitas sangat besar. Tidak semua penderita
tonsilitis kronik sebelum tonsilektomi mengalami
peninggian s-IgA, sebagian tidak mengalami
peningkatan. Demikian juga setelah tonsilektomi,
tidak semua penderita pasca-tonsilektomi s-IgA
nya menurun, sebagian masih tetap tinggi.
Penelitian ini menyimpulkan sebelum
tonsilektomi, kadar s-IgA penderita tonsilitis
kronik umumnya tinggi. Empat minggu setelah
operasi, kadarnya menurun mendekati kadar s-IgA
pada individu normal.
Kadar imunoglobulin A sekretori pada penderita tonsilitis kronik
Otorhinolaryngologica Indonesiana
69
ORLI Vol. 41 No. 1 Tahun 2011
DAFTAR PUSTAKA
1. Bailey BJ, Johnson JT. Tonsillitis, tonsillectomy
and adenoidectomy in head and neck surgery-
otolaryngology. Vol.1 4
th
ed. Philadelphia: Lippincott
Williams dan Wilkins; 2006. p. 1183-7.
2. Rekam Medik RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo tahun
2008-2009.
3. Thaweboon S, Thaweboon B, Nakornchai S, Jitmaitree
S. Salivary secretory IgA, pH, flow rates, mutans
Streptococci and Candida in children with rampant
caries. Southeast Asian J Trop Med Public Health
2008; 39(5):893-9.
4. Rashkova M, Baleva M, Peneva M, Toneva N, Jegova
G. Secretory immunoglobulin A (s-IgA) and dental
caries of children with different diseases and condition
influencing oral Medium. JIMAB Proceeding Scientific
Papers 2009; 15(2):6-9.
5. Jafarzadeh A, Hassanshahi GH, Kazemi M, Mostafaee
A, Sadeghi M, Nematollahi MA.. The comparison of
salivary IgA and IgE levels in children with breast-and
formula-feeding during infancy period. Dental Res J
2009; 4(1):11-7.
6. Barathawidjaja KG. Antigen dan antibodi. Dalam:
Imunologi dasar. Edisi ke-7. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. h. 76-81
7. Thornber E, Turner KJ, Masters PL. Salivary
immunoglobulin A and albumin: values in children
presenting with atypical mycobacterial lymphadenitis
compared with normal controls. Int Med J 2008; 4(2):
159-66.
8. DAmelio R, Palmisano L, Le Moli S, Semirana
R, Aiuti F. Serum and salivary IgA level in normal
subjects: comparison between tonsillectomy and non
tonsillectomy subjects. In Arch Allergy Immunol
1982; 68(3):256-9.
9. Kresno SB. Unsur-unsur yang berperanan dalam
sistem imunologik. Dalam: Diagnosis dan prosedur
laboratorium. Edisi ke-4, Jakarta: FKUI; 2006. h. 76-
81.
10. Cusabio Biotech Co., Ltd. Porcine secretory
immunoglobulin A (S-IgA) ELISA Kit. (http://www.
cusabio.com, diakses 24 April 2010). p. 1-6.
Kadar imunoglobulin A sekretori pada penderita tonsilitis kronik

Potrebbero piacerti anche