Sei sulla pagina 1di 8

Chvez dan Revolusinya

Catatan: Tulisan lama ini saya sampaikan pertama kali pada 2006 dalam diskusi pendamping
pemutaran film dokumenter The Revolution Will Not Be Televised (2003) karya Kim Bartley
dan Donnacha Briain di kantor Perhimpunan Pendidikan Demokrasi (P2D), Jakarta. Di sini
saya menggambarkan bahwa dalam konteks Amerika Latin dan Venezuela khususnya, militer
bisa menjadi kekuatan progresif dan revolusioner. Tapi dan ini harus digarisbawahiTIDAK
dalam konteks Indonesia! Hal ini perlu saya tekankan karena sebagian pendukung Prabowo
dalam bursa calon presiden 2014 membuat persamaan bahwa Prabowo adalah militer progresif
yang bisa membuat perubahan mendasar seperti Chvez (beberapa tulisan internet telah
memajang judul Prabowo, Hugo Chavez-nya Indonesia?) Baca baik-baik sejarah Hugo Chvez
untuk tahu betapa ia tidak bisa disamakan dengan Prabowo. Saat menjadi tentara, Chvez
memberontak melawan rezim oligarki Venezuela, ia membangun jaringan perlawanan dengan
aktivis-aktivis kiri dan progresif lainnya dan memberi dukungan militer pada mereka.
Sebaliknya, Prabowo murni alat kekuasaan rezim diktator Orde Baru, yang menumpas gerakan
perlawanan dan prodemokrasi dengan cara menculik dan menghilangkan paksa aktivis-
aktivisnya. Tidak dengan cara apapun keduanya bisa disamakan.


Hari itu [4 Februari 2004], akhirnya saya bertemu Chvez untuk sekian menit. Seorang ajudan
memperkenalkan kami: Ini Aleida Guevara, Pak Presiden. Beliau bertanya kapan saya tiba;
Sabtu kemarin jawab saya. Ia buru-buru membalas, Ah tidak, kau sudah ada di sini sejak
lama. Tidak, Pak Presiden, jawab saya, baru Sabtu kemarin. Chvez menatap saya dan
berkata, Kau senantiasa ada di sini. Momen ini sungguh istimewa; bukan hanya karena orang
sebesar dia yang mengucapkannya, tapi karena saya sadar bahwa maksud Chvez, yang selalu
ada di sini adalah ayah saya, Che Guevara.
Aleida Guevara, dari buku wawancara panjangnya dengan Hugo Chvez, Chvez: Un hombre
que anda por hi (Ocean Press, 2005)


Che Guevara, Simn Bolvar, Jos Marti, Emiliano Zapata: ya, Chvez adalah pewaris seluruh
tokoh militer revolusioner Amerika Latin. Di satu sisi, rezim-rezim terburuk di Amerika Latin
memang rezim diktator militer (Pinochet atau Trujillo misalnya), namun di sisi lain, gerakan-
gerakan revolusioner di sana juga bersifat militer. Bisa dibilang sejarah revolusi Amerika Latin
adalah sejarah pemberontakan militer, bahkan gerakan masyarakat sipil yang berkembang
hebat dari Chiapas tidak akan terjadi tanpa didahului oleh pemberontakan bersenjata Tentara
Pembebasan Nasional Zapatista. Maka untuk melihat Chvez kita perlu melihat terlebih dahulu
ideologi tentara Venezuela, yang merupakan turunan langsung dari Tentara Persatuan
Pembebasan Amerika Selatan bentukan Simn Bolvar.

Bolvar dan Cita-Cita Pembebasan Amerika Latin
Simn Bolvar alias El Libertador adalah pejuang Venezuela yang pertama kali mencita-
citakan lepasnya Amerika Latin dari penjajahan Spanyol. Lahir di Caracas 24 Juli 1783, Bolvar
yatim piatu sejak berusia 9 tahun. Pada usia 15 tahun Bolvar dikirim ke Spanyol oleh pamannya
untuk belajar. Ia mendapat pendidikan yang istimewa, terutama dari guru dan teman sepanjang
hayatnya Simn Rodrguez, yang memperkenalkannya pada ide-ide Pencerahan serta karya-
karya klasik Yunani dan Romawi.

Awal abad ke-19 saat berada di Eropa, Bolvar menyaksikan proklamasi Napoleon sebagai
Kaisar Perancis, sekaligus pengangkatannya sebagai Raja Italia di Milan. Bolvar muak melihat
Napoleon yang dianggapnya telah mengkhianati cita-cita Revolusi Perancis. Ketika berada di
Italia itulah Bolvar menyatakan sumpahnya yang termasyhur di pucuk Gunung Aventin, Roma,
untuk tidak pernah beristirahat sampai seluruh Amerika terbebaskan dari penjajahan.

Detil perjuangan Bolvar tidak perlu diulas panjang lebar di sini. Yang jelas pada akhirnya
Bolvar berhasil membebaskan Venezuela, Granada Baru (kini Kolombia), Quito (kini Ekuador),
Peru, dan sebuah negara baru yang diberi nama Bolivia untuk menghormati dirinya. Meski
demikian, ada satu hal yang tidak bisa ditaklukkan oleh Bolvar, yakni kaum oligarki nasional.

Sesudah Spanyol terusir, kaum oligarki inilah yang naik menduduki kekuasaan di tiap-tiap
negara. Persaingan perebutan kekuasaan antar mereka sendiri memecah-memecah kembali
persatuan Amerika Selatan yang sudah diperjuangkan oleh Bolvar. Lebih parah dan ironis dari
itu, para pejuang Bolvarian justru tersingkir dari sistem politik pasca pembebasan ini. Simn
Bolvar takkan pernah bisa kembali ke kampung halamannya di Venezuela. Jenderal Sucre,
tokoh seperjuangan Bolvar dan orang terakhir yang mengusir Spanyol dalam pertempuran di
Ayachuco, dibunuh oleh rekayasa kaum oligarki tersebut. Apa bagusnya kemerdekaan ini?
tanya Simn Bolvar sekembalinya ke Cartagena, Kolombia, setelah 20 tahun di medan perang,
ketika ia mendapati kota itu masih penuh anak-anak pengemiskemiskinan yang tak kunjung
selesai gara-gara oligarki nasional tak peduli dengan cita-cita kesejahteraan sosial yang
terkandung dalam perjuangan kemerdekaan Bolvar.

Bangkitnya Kembali Ide Bolvarian dalam Tentara Venezuela
Chvez dan beberapa rekan tentara seangkatannya tahu bahwa tentara Venezuela mengemban
kebanggaan sebagai turunan langsung Tentara Persatuan Pembebasan Amerika Selatan
bentukan Bolvar. Seiring kebanggaan ini mereka juga sadar bahwa oligarki telah
memanfaatkan mereka sebagai alat kekuasaan belaka.

Pada Oktober 1977, Hugo Chvez yang berusia 23 tahun ditempatkan di wilayah pegunungan
timur yang masih banyak dihuni gerilyawan pemberontak (menurut Chvez, apa yang
dimaksud sebagai gerilyawan ini sesungguhnya cuma petani miskin). Hal ini kian
memperkuat keyakinannya bahwa Tentara Venezuela sudah melenceng dari cita-citanya.
Bersama keempat rekannya ia pun membentuk Tentara Bolvarian Pembebasan Rakyat
Venezuela. Tentu saja dengan anggota cuma 5 tak banyak yang bisa mereka lakukan, namun
inilah cikal bakal kembalinya ideologi Bolivarian dalam tentara Venezuela. Mereka tahu bahwa
meninggalkan ketentaraan justru tidak efektif bagi perjuangan. Kelima orang ini bekerja keras
mempengaruhi rekan-rekannya yang lain. Tahun 1982 Chvez menjadi kapten pasukan regu
payung. Sebagai kapten ia bisa mempengaruhi anak buahnya lebih banyak. Mereka bersumpah
di bawah pohon samn, yang menurut catatan sejarah pernah dipakai sebagai tempat berkemah
Simn Bolvar. Mereka berikrar untuk membentuk gerakan Bolivarian di dalam tentara. (Inilah
yang sesungguhnya membuat mayoritas pucuk pimpinan militer bisa begitu setia kepada
Chvez dalam menghadapi kudeta oligarki sebagaimana kita lihat di film yang tadi diputar.
Sebagian besar perwira tinggi sekarang adalah rekan seangkatan Chvez yang turut
mengucapkan ikrar di bawah pohon samn itu, misalnya Pangkostrad Jenderal Baduel dan
Jenderal Cordero, begitu pula kepala pasukan pengawal kepresidenan).

Hubungan Sipil-Militer

Menciptakan prajurit-prajurit yang berwawasan sipil dan warga sipil yang sadar militer, inilah
yang selalu menjadi tujuan kami.
Hugo Chvez

Chvez tahu bahwa pergulatan mereka dalam tentara harus didukung dengan gerakan oposisi
dari luar. Meski ide-ide kiri bukan barang baru bagi Chvez (ia mengaku masa mudanya sangat
dipengaruhi oleh buku Plekhanov, Peran Individu dalam Sejarah, bahkan pernah di hadapan
tamtaman-tamtama sekolah militer ia memberi ceramah soal Che Guevara, yang membuatnya
dikenai sanksi disipliner), baru pada saat ia mulai menjalankan Tentara Bolvarian-nya ia
berkenalan konkret dengan gerakan kiri.

Kakak sulungnya, Adn, adalah seorang komunis, bagian dari kelompok klandestin mahasiswa
Universitas Andes bersama Rafael Ramrez (kini Menteri Perminyakan). Keduanya adalah
binaan gerilyawan legendaris Douglas Bravo, pendiri Partai Revolusi Venezuela. Sejak 1977
sampai 1982, Chvez banyak melakukan kontak dengan Bravo yang sangat dihormatinya.
Namun bagi Chvez, Bravo sama saja dengan penguasa oligarki yang memperlakukan militer
hanya sebagai alat. Seakan-akan militer cuma sayap bersenjata dari revolusi. Bila di sini kita
ogah dengan dwifungsi, yang diinginkan Chvez justru dwifungsi militer ini. Aku tidak ingin
menghadiri pertemuan yang temanya cuma berapa jumlah personil yang ada di pihak kita dan
apa rencana militernya. Aku tertarik dengan rencana politik. Chvez ingin angkatan bersenjata
dilibatkan aktif dalam menyusun manifesto politik.

Chvez juga berhubungan dengan tokoh-tokoh buruh dari partai radikal Causa R (Radical
Cause) seperti Ramn Machuca dan Alfredo Maneiro. Dari pertemuan-pertemuan mereka
Chvez membayangkan keterlibatan seluruh komponen masyarakat dalam pemberontakan dan
mengangankan terbentuknya semacam batalion buruh.

Pembantaian Caracazo dan Pemberontakan Pertama Chvez
Cendekiawan Perancis Ignacio Ramonet berpendapat bahwa Venezuela adalah kasus unik yang
perlu dipelajari mendalam dalam menghadapi globalisasi neoliberal. Ramonet membagi
globalisasi menjadi 3 fase. Pertama, ketika ambruknya Uni Soviet membawa perubahan-
perubahan besar dan dunia sibuk bertanya-tanya seperti apa kondisi nanti setelah konsensus-
konsensus neoliberal digencarkan. Kedua, saat proses globalisasi neoliberal ini sudah bisa
dicerna dan dipahami, lalu dunia mulai melancarkan protes atas model tersebut (fase Zapatista,
Seattle, Genoa). Ketiga, ketika proposal alternatif mulai ditawarkan dan diimplementasikan.

Menurut Ramonet, Venezuela berada di luar pola ini, karena sejak awal, yakni pada 1989
(bahkan sebelum Uni Soviet benar-benar runtuh), rakyat Venezuela sudah turun ke jalan
memprotes neoliberalisme. Mereka menuntut agar Presiden Carlos Andrs Prez batal
melaksanakan paket kebijakan pasar bebas yang dipaksakan oleh IMF (dalam bentuknya yang
sudah kita kenal: pencabutan subsidi, PHK massal, privatisasi BUMN, dan secara umum
mereduksi peran negara dalam perekonomian). Protes ini direspons secara militer oleh
pemerintah, dan terjadilah apa yang disebut sebagai pembantaian Caracazo. Angka resmi
menyebutkan korban sipil yang tewas 276 jiwa, namun berdasarkan temuan lanjutan atas
kuburan-kuburan massal bikinan tentara, Mahkamah HAM Inter-Amerika memperkirakan
jumlah korban sesungguhnya bisa melebihi 3.000 jiwa. Bila pembantaian Tiennamen protes
terhadap pemerintahan komunisbegitu meluas pemberitaannya di seluruh dunia,
pembantaian Caracazo protes terhadap pemerintahan neoliberalnyaris tak terdengar di
mana pun.

Peristiwa ini benar-benar mengusik Chvez. Ia berkata kepada rekan-rekan Tentara Bolvar-
nya: Bolvar pernah berkata, Terkutuklah tentara yang memakai senjatanya untuk melawan
rakyatnya sendiri. Sebagai tentara kita sudah terkutuk sekarang, dan kita harus mengusir kutuk
ini agar tidak merongrong kesadaran kita. Tiga tahun kemudian, 4 Februari 1992, Chvez
bangkit melancarkan pemberontakannya.

Tentu saja syarat-syarat revolusi belum cukup matang dalam masyarakat Venezuela. Kekuasaan
masih bercokol terlalu kuat dan rakyat belum terorganisir dengan baik. Pemberontakan Chvez
bisa dipatahkan dengan mudah. Semua perwira dan prajurit yang terlibat dijebloskan ke
penjara militer Caracas. Mereka diminta mencopot seragam tentaranya tetapi menolak. Justru
2 tahun di penjara militer semakin menempa Tentara Bolvarian ini untuk jadi semakin solid.

Sementara di luar penjara proses politik bergulir. Carlos Andrs Prez dilengserkan dari kursi
kepresidenan atas tuduhan korupsi. Penggantinya, Ramon Caldera, memberi pengampunan
bagi Chvez dkk. Saat dibebaskan dari penjara pada 26 Maret 1994, sekelompok jurnalis
bertanya pada Chvez, Anda hendak ke mana sekarang, comandante? Jawabnya: Ke
kekuasaan.

Revolusi Takkan Disiarkan di Televisi
Tahun 1994 saat Chvez dkk dibebaskan adalah tahun pilkadal di Venezuela. Kelompok
Chvez memutuskan meninggalkan jalan pemberontakan bersenjata dan memilih perjuangan
elektoral. Mereka rancang cara-cara untuk mematahkan basis kekuatan kaum neoliberal.
Mereka ajukan tokoh-tokoh Bolvarian untuk kandidat gubernur dan walikota, dan sepanjang
1995 berkeliling pelosok Venezuela untuk menjelaskan ide-idenya. Persatuan militer-sipil yang
dicita-cita Chvez mulai terjalin.

Meski awalnya gerakan ini (yang dinamai Gerakan Republik Kelima) diremehkan oleh
penguasa, pada 1997 kaum oligarki nasional mulai cemas melihat basis gerakan ini yang kian
meluas. Kampanye negatif pun digencarkan di media cetak dan siar. Televisi memang sudah
sejak lama menjadi musuh Chvez. Dalam proses menuju pemilu 1998 ini Chvez nyaris tak
pernah diwawancarai. Beberapa jurnalis diringkus karena telah mewawancarai Chvez, dan
stasiun teve yang menyiarkan berita kampanye Chvez diancam ditutup.

Pesaing utama Chvez, mantan Miss Universe Irene Senz, mendapat dukungan kuat kaum
oligarki. Sebuah acara teve pernah menyiarkan jajak pendapat: Irene Senz 77% dan Claudio
Fermn 10%. Seorang hadirin di studio bertanya: Bagaimana dengan Chvez? Jajak pendapat
ini tidak menyebut-nyebutcomandante Chvez. Si pembawa acara menjawab, Tidak, ia cuma
mitos yang sudah menguap.

Stasiun teve lain bahkan pernah menyewa aktor sulih suara profesional untuk memfitnah
Chvez. Chvez dibikin seolah-olah menyatakan dalam sebuah pidatonya, Akan kugoreng
para adecos dan copeyanos [orang-orang partai berkuasa] itu dengan minyak. Namun sang
aktor akhirnya angkat bicara dan mengatakan bahwa ia telah ditipu. Ia diberitahu oleh stasiun
teve bahwa ini hanya untuk komedi. Pengakuannya menjadi pukulan telak bagi kredibilitas
kubu oligarki.

Terlepas dari semua itu dan terlepas dari dugaan semua orang, Chvez menang telak dalam
pemilu 6 Desember 1998.


Chvez gemar menunjukkan buku-buku yang dibacanya saat berpidato. Pada 2006,
dalam pidato di Gedung PBB ia menunjukkan buku "Hegemony and Survival"
karya Noam Chomsky untuk mengkritik AS (foto: Julie Jacobson/AP).
Pada 1 Oktober 2011, dalam sebuah upacara di istana kenegaraan ia membacakan
kutipan-kutipan dari buku "Socialismo" karya Irving Fetscher (foto: Leo Ramirez/AFP)


Referendum Bersejarah
Hal pertama yang dilakukan Chvez setelah dilantik adalah menggelar referendum. Ia sadar
betul bahwa Republik Kelima takkan bisa berdiri bila Republik Keempat yang selama
puluhan tahun menjadi mesin kaum oligarki itu tidak dikubur terlebih dahulu, baik institusi-
institusinya maupun perangkat hukumnya (Sama seperti reformasi kita di sini terseok-seok
karena tidak ada perubahan mendasar diterapkan).

Sejak saat dilantik pun Chvez sudah membuat ulah. Ketika ketua Kongres meletakkan UUD
[lama] ke tangan Chvez dan bertanya, Apakah Saudara bersumpah di atas konstitusi ini?,
Chvez menjawab, Saya bersumpah di atas konstitusi yang sudah lapuk ini bahwa saya akan
berbuat sekuat tenaga dalam lingkup kekuasaan saya untuk memberi rakyat kita Magna Charta
sejati yang sejalan dengan impian mereka.

Referendum yang diserukan Chvez inilah yang bikin geger dan akhirnya memunculkan kudeta
oligarki seperti kita lihat di film. Pihak penentang melancarkan 25 gugatan ke Mahkamah
Agung untuk menganulir dekrit referendum tersebut, meski MA akhirnya menolaknya.
Referendum digelar dan para anggota Majelis Perwakilan dipilih. Majelis ini sendiri menjadi
perdebatan besar bahkan di kalangan progresif, karena keberadaannya di beberapa negara
Amerika Latin lainnya (Kolombia, Ekuador, dan Argentina) tidak punya banyak pengaruh.
Bahkan Carlos Menem di Argentina memakainya sebagai alat legitimasi kebijakan neolibnya.
Namun di Venezuela Majelis ini berjalan dan perubahan besar dalam sistem pemerintahan
mulai dilakukan. Konstitusi baru pro-rakyat dirancang dan disahkan.

Venezuela dan Persatuan (Kembali) Amerika Latin

Bolvar bangkit 100 tahun sekali manakala rakyat bangkit.
Pablo Neruda

Chvez penting bukan hanya karena retorika-retorika kerasnya dalam mengkritik kebijakan
Bush di forum-forum internasional. Chvez penting karena inilah pertama kalinya upaya
persatuan Amerika Latin mulai digalang kembali secara seriusdari segi politik, bukan sebagai
zona-zona perdagangan bebas.

Cita-cita Simn Bolvar mempersatukan Amerika Selatan dan Tengah sebenarnya punya tujuan
praktis, agar negara-negara kawasan ini bisa berdiri sama tinggi dengan Amerika Serikat dan
Eropa (Gagasan Bolvar sebenarnya mirip dengan gagasan Tan Malaka tentang Federasi Aslia,
yang menyatakan bahwa dunia sebenarnya hanya perlu empat atau lima pemain besar yang
terdiri dari federasi negara kecil-kecil. Dalam kata-kata Tan Malaka, kurang lebih: Anjing yang
sama besar akan selalu menjaga diri untuk tidak saling menerkam.) Cita-cita inilah yang
digaungkan kembali oleh Chvez.

Kesadaran bahwa Zona Perdagangan Bebas Benua Amerika (Acuerdo Libre de Comercio para
las Americas atau ALCA) bisa membahayakan pembangunan kawasan, mulai dirasakan oleh
Argentina, Brasil, negara-negara Karibia, dan terakhir oleh Bolivia. Chvez mengusulkan
pembentukan Alternatif Bolvarian untuk Amerika (ALBA, yang kebetulan dalam bahasa
Spanyol juga berarti fajar) sebagai penanding ALCA. Bila ALCA menitikberatkan pada
perdagangan bebas, ALBA meningkatkan kerjasama ekonomi antar negara berdaulat yang
mengontrol penuh SDA-nya sendiri demi memprioritaskan keadilan sosial rakyat di kawasan
tersebut.

Chvez juga mengusulkan pembentukan PetroAmerica, semacam OPEC untuk kawasan
Amerika Latin, gabungan dari BUMN-BUMN minyak yang belum diprivatisasi: PDVSA di
Venezuela, PETROBRAS di Brasil, COPETROL di Kolombia, PETROTRIN di Trinidad, PETRO-
ECUADOR di Ekuador, dan PETROPERU di Peru, ditambah dengan Bolivia yang cadangan
minyaknya besar namun selama ini belum dikelola dengan benar

Potrebbero piacerti anche