Sei sulla pagina 1di 13

Saidah Syamsuddin, Nur Aeni M.A. Fattah, A.

Jayalangkara Tanra, Faisal Idrus Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Unhas SUMMARY Minnesota Multiphasic Personality Inventory (MMPI) was the common test which used clinically for personality assessment and associated with his/her work performance. Indonesian government decided to use this MMPI test for election of the legislative candidate boards in general election at year 2004. The aim of this study was to find out the MMPI profiles of legislative candidate boards from South Sulawesi in 2004. 452 legislative candidates involved in this descriptive study and MMPI test (Indonesian Version Rudi Salan, Mental Health Directorate Republic Indonesian 1982) was performed in Wahidin Sudirohusoso Central Hospital Makassar. In this study, we only used the validation and clinical scales. We found that the usual personality profile (without specific characteristic) was 93% of the samples and the specific characteristic personality profile (neuroticism and psychoticism) was 7%. Neuroticism was 4% of the samples and psychoticism was 3%. The L scale (T score T>70) was 32% in the samples. We concluded that 4% legislatives candidate had indication for had neuroticism personality (somatization, somatoform, depression, and conversion hysteria) and 3% had indication for psychoticism personality (paranoid, skizoid, skizofrenik). 32% samples also had indication trying to create a favorable impression by not being honest in responding to the items of the test.(J Med Nus. 2004; 25:67-70)

RINGKASAN Tes MMPI merupakan salah satu tes yang digunakan untuk menilai dimensi-dimensi kepribadian seseorang yang berpengaruh pada performance kerjanya kelak. Pemerintah Republik Indonesia menganggap penting untuk menilai dimensi kepribadian calon legislatif (caleg) yang nantinya akan menjadi wakil rakyat. Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan profil kepribadian menurut MMPI calon legislatif Sulawesi Selatan pada tahun 2004. 452 calon legislatif Sulsel yang melakukan tes MMPI di RSUP Wahidin Sudirohusodo tahun 2004 dimasukkan dalam penelitian deskriptif ini. Tes MMPI yang digunakan adalah tes MMPI (Versi Indonesia Rudi Salan, Direktorat Kesehatan Jiwa RI 1982). Pada penelitian ini yang digunakan adalah skala validasi dan skala klinis. Didapatkan profil kepribadian biasa (tak berciri) 93% dan profil berciri (neurotisism dan psikotisism) 7% dari calon legislatif yang terlibat dalam penelitian ini. Profil kepribadian berciri terdiri atas neurotisism 4% dan psikotisism 3%. Juga ditemukan skala L (T skor > 70) sebanyak 32% Kami menyimpulkan bahwa 4 % Caleg Sulsel terindikasi memiliki profil kepribadian berciri neurotisism (somatisasi, somatoform, depresi dan hysteria konversi), dan sekitar 3% terindikasi mempunyai ciri psikotisism (paranoid, skizoid,skizofrenik). Juga ditemukan 32% Caleg terindikasi untuk berusaha menutupi kekurangannya dengan menampilkan keadaan yang lebih baik dari yang sebenarnya, dengan mengisi MMPI secara tidak jujur atau banyak berbohong.(J Med Nus. 2004; 25:67-70) {mospagebreak} Latar belakang Minnesota Multiphasic Personality Inventory (MMPI) adalah salah satu bentuk tes psikologik yang disusun sedemikian rupa sehingga merupakan instrumen yang secara akurat dapat memberikan gambaran dari dimensi-dimensi kepribadian tertentu. Tes ini disusun dengan 566 pernyataan (-

tems), 4 skala validitas dan 10 skala klinik. Skoring digambarkan dalam bentuk grafik dengan nilai normal adalah skor 30-70 dan psikopatologis jika skor diatas 70.1,2 Tes ini berguna untuk menilai kepribadian seseorang yang berpotensi melakukan tindakan-tindakan yang tidak normal meskipun mereka nampak sebagai orang-orang baik/normal.3,4 Beberapa studi melaporkan signifikansi penggunaan tes MMPI untuk memprediksi performance/penyakit individu beberapa tahun mendatang. Applegate KL dkk 2005, misalnya mengunakan test MMPI untuk memprediksi terjadinya nyeri kronis pada alumni Universitas North Carolina. Test MMPI dilakukan saat mereka baru diterima menjadi mahasiswa dan diikuti selama 30 tahun, dan disimpulkan bahwa test MMPI ini dapat memprediksi terjadinya nyeri kronis setelah kurun waktu 30 tahun.5 MMPI tergolong pada tes obyektif (objective test) untuk menilai berbagai aspek kepribadian. Dirintis pada tahun 1937 oleh Hathaway (Starke Hathaway, PhD. Seorang psikolog) dan McKinley (J. Charnley McKinley, MD, seorang Psikiater), dan pertama kali diperkenalkan pada tahun 1943. Seperti juga inventory yang lain, MMPI memiliki berbagai kekurangan dan telah mengalami berbagai penyempurnaan. Semula diharapkan dapat digunakan sebagai perangkat diagnostik, akan tetapi untuk maksud tersebut masih terlalu banyak kelemahannya. Dalam perkembangan lanjut ternyata MMPI merupakan tes yang cukup handal untuk menilai kepribadian, baik untuk keperluan klinis maupun riset. Khususnya di Amerika Serikat (dan yang berorientasi sama), MMPI masih merupakan tes kepribadian yang paling banyak digunakan.3,6 Masing-masing skor dari skala MMPI merupakan proyeksi dari kecenderungan individu dalam menghadapi aspek-aspek tertentu dalam kehidupan pribadi. Secara tidak langsung akan tetapi obyektif, hal tersebut memberi arti akan adanya kecenderungan tertentu dari aspek kepribadian seseorang. Untuk mendapatkan gambaran klinis mengenai profil kepribadian, skor pada berbagai skala tersebut harus ditafsirkan secara keseluruhan dan tidak dapat didasarkan atas skor pada masing-masing skala secara tersendiri.6 Calon legislatif (Caleg) adalah individu yang diharapkan menjadi representasi rakyat pada pengambilan keputusan-keputusan penting, sehingga kesehatan fisik dan mental, termasuk kepribadian yang baik amat dibutuhkan. Tentunya tidak diharapkan mereka yang kelak terpilih sebagai wakil rakyat menderita gangguan kepribadian yang pada gilirannya akan merugikan rakyat Indonesia pada setiap pengambilan keputusan. Hal inilah yang mungkin menjadi pertimbangan Komisi Pemilihan Umum (KPU) / Pemerintah, sehingga melaksanakan tes MMPI untuk para calon legislatif. Seperti yang dilansir harian Kompas 3 Januari 2004 bahwa di Jawa Tengah dijumpai 24 caleg yang terindikasi menderita gangguan jiwa, setelah dilakukan tes MMPI di RSU Boyolali. Hasil ini ternyata menjadi perhatian umum sekaligus mengundang rasa prihatin dari masyarakat akan kualitas para calon legislatif kita kelak. {mospagebreak} Tujuan penulisan ini adalah mendapatkan gambaran profil kepribadian menurut MMPI calon legislatif Sulawesi Selatan yang dilaksanakan pada proses pemilu tahun 2004. Metode Penelitian ini merupakan studi deskriptif yang menggambarkan hasil MMPI 452 Caleg Sulsel yang diperiksa di Rumah Sakit Umum Pusat Wahidin Sudirohusodo Makassar. Tes MMPI yang digunakan adalah tes MMPI Versi Indonesia Rudi Salan, Direktorat Kesehatan Jiwa RI 1982. Pada penelitian ini, kami melakukan pengelompokan skala berdasarkan metode yang digunakan Prof. Sasanto Wibisono. Skala yang menunjukkan pola hubungan yang agak khas, misalnya skala 1-2-

3 dikelompokkan sebagai indikator untuk kecenderungan ciri neurotisism (somatisasi, somatoform, depresi, hysteria konversi), skala 6-7-8 untuk ciri psikotisism (paranoid, skizoid ,skizofrenik), skala 82-7 untuk ciri patologik (skizofrenik) dan kelompok yang tidak menunjukkan ciri khas disebut sebagai profil biasa / tidak berciri.6,7 Perlu diketahui bahwa penggunaan istilah neurotisism, psikotisism, patologik dan biasa di sini bukan merupakan label diagnostik secara klinik, tapi hanya untuk memudahkan pengelompokan deskriptif ciri kepribadian menurut profil MMPI sebagaimana pola yang digunakan Prof. Sasanto Wibisono.6 Hasil dan Pembahasan Tabel 1. Karakteristik calon legislatif Sulsel 2004

Data pada tabel 1 menunjukkan bahwa sampel penelitian kami terdiri atas 352 orang caleg laki-laki dan 100 orang perempuan. Caleg terbanyak berumur sekitar 31 40 tahun. Tingkat pendidikan dan pekerjaan terbanyak adalah Sarjana (S1) dan wiraswasta. Data kami menunjukkan bahwa profil kepribadian berciri (neurotisism dan psikotisism) terdapat pada 32 orang caleg (7%) dan profil kepribadian biasa (tidak berciri) ditemukan pada 420 caleg (93%). Profil kepribadian berciri yaitu neurotisism didapatkan pada 19 orang caleg (4%) dan psikotisism pada 13 orang caleg (3%), sementara profil kepribadian patologik tidak ditemukan (Gambar 1). Juga ditemukan bahwa profil neurotisism lebih banyak pada caleg laki-laki sementara profil psikotisism lebih banyak pada perempuan (Gambar 2).

{mospagebreak} Neurotisism (somatisasi,somatoform,depresi,hysteria konversi) yang ditemukan 4% pada caleg mengindikasikan adanya kecenderungan subyek terlalu memperhatikan kesehatan tubuhnya dan merasakan keluhan-keluhan somatik lebih dari biasa. Apabila memang ada gangguan fisik, maka keluhan-keluhannya melebihi apa yang sebenarnya diderita. Subyek yang demikian ini adalah seorang yang suka merengek, mengeluh, egosentrik dan mudah marah. Hal ini dapat disertai dengan rasa cemas dan rasa pesimistik serta kurang kepercayaan terhadap masa depannya. Imaturitas, represi yang bersifat histeria, mudah terpengaruh oleh sugesti-sugesti dan mudah bereaksi emosional ,dan bila subyek berada dalam situasi stres, maka mekanisme defensif somatisasi dapat dipakai untuk menghindari tanggung jawab atau untuk menyelesaikan konfliknya.2,8 Tentu saja calon legislatif yang demikian ini bila kelak menjadi wakil rakyat akan kurang efektif dan kurang bertanggung jawab dalam menyelesaikan tugas-tugasnya. Psikotisism (paranoid,skizoid,skizofrenik) yang ditemukan pada 3% caleg mengindikasikan dimensidimensi kepribadian curiga, neurotik,dan psikopatologi pikiran yang bizar dan aneh. Subyek yang demikian ini biasanya mempunyai sifat sangat curiga, sensitif terhadap pendapat orang lain tentang dirinya, egosentrik dan merasa bahwa masyarakat kurang memperhatikannya dan bertindak kurang menguntungkan baginya. Proyeksi adalah mekanisme defensif yang sering digunakan dalam

menyelesaikan konfliknya. Subyek juga agak kaku dalam pendirian, sangat ragu-ragu dan mempunyai kepercayaan diri yang kurang. Kurang suka bergaul, suka menarik diri dari lingkungannya, melakukan hal-hal di luar norma-norma masyarakat atau yang aneh, tetapi belum tentu bersifat skizofrenik.2,8 Profil kepribadian neurotisism pada data kami lebih banyak dijumpai pada laki-laki dibanding wanita (Gambar 2). Hasil yang sama juga terlihat dari data penelitian S. Wibisono pada sampel mahasiswa kedokteran UI. Meskipun di kepustakaan disebutkan bahwa kelompok profil neurotisism lebih banyak dijumpai pada perempuan dibanding laki-laki3, kami mendapatkan hal yang sebaliknya. Kurangnya sampel kami, mungkin dapat menjadi penyebab hal ini, atau mungkin pula disebabkan oleh beberapa faktor antara lain : etnis, agama dan kultural yang berbeda pada setiap negara.3 Demikian pula halnya dengan profil psikotisism (Gambar 2), data kami menunjukkan lebih banyak pada perempuan dibanding laki-laki (hasil yang sama juga dilaporkan oleh S. Wibisono pada sampel mahasiswa kedokteran UI). Namun beberapa kepustakaan menuliskan bahwa kelompok profil psikotisism dijumpai lebih banyak pada laki-laki dibanding perempuan3. Kemungkinan perbedaan ini dapat disebabkan oleh faktor-faktor sosial, budaya dan agama yang dilaporkan dapat mempengaruhi hasil tes MMPI.3

Profil kepribadian juga kelihatannya berhubungan dengan tingkat pendidikan (Gambar 3). Profil neurotisism umumnya lebih banyak dijumpai pada caleg dengan tingkat pendidikan SMA sementara psikotisism lebih banyak dijumpai pada caleg dengan tingkat pendidikan S1. Hal ini sesuai kepustakaan yang menjelaskan bahwa umumnya profil kepribadian yang termasuk kelompok neurotisism lebih banyak dijumpai pada tingkat pendidikan yang rendah, sedang kelompok psikotisism lebih banyak dijumpai pada orang-orang berpendidikan tinggi.3 Hasil penelitian yang dilakukan oleh S Wibisono juga melaporkan bahwa mahasiswa yang mempunyai profil psikotisism cenderung lebih pandai dan tidak banyak kesulitan dalam proses pendidikannya.6 {mospagebreak} Pada skala validasi, skala L (T skor > 70) ditemukan sekitar 32% pada calon legislatif ini. Tingginya skala L menandakan bahwa caleg tidak dengan sukarela mengakui kekurangan-kekurangan kecil yang terdapat pada dirinya yang umumnya setiap orang dengan rela mengakuinya. Hal ini mengindikasikan bahwa subyek berusaha untuk menampakkan diri sebaik mungkin dihadapan orang lain dan menyembunyikan hal-hal yang kurang baik tentang dirinya dalam tes, sehingga dapat dikatakan bahwa subyek mengisi MMPI secara tidak jujur atau banyak berbohong. Individu yang demikian ini mempunyai daya tahan terhadap stres rendah, kaku, moralistik, sedikit atau tidak ada pengalaman tentang dirinya, menggunakan mekanisme represi dan denial secara berlebihan, namun subyek ini dapat menyesuaikan diri secara sosial.2,8 Demikian pula pada skala klinik, hanya skala 9 ditemukan 5% pada calon legislatif yang mengikuti tes MMPI ini, sementara skala klinik yang lain (diluar skala pengelompokan) tidak ada yang meningkat secara berarti . T skor > 70 pada skala 9 mengindikasikan dimensi kepribadian hipomania, emosionalitas, impulsivitas, pikiran-pikiran dan aktifitas yang berlebihan. Subyek mempunyai tingkat energi yang tinggi, kurang tenang, gelisah, tidak sabar dan hiperaktif.2,8 Ini dapat dipahami bahwa

calon legislatif adalah individu-individu yang sangat energik dan umumnya mereka adalah aktifisaktifis organisasi yang senantiasa bekerja keras, aktif, energik walaupun kadang-kadang mereka juga termasuk orang yang kurang tenang dan tidak sabaran. Kesimpulan dan saran Kami temukan sekitar 4% Caleg Sulsel terindikasi memiliki ciri neurotisism (somatisasi, somatoform, depresi dan hysteria konversi), dan sekitar 3% terindikasi mempunyai ciri psikotisism (paranoid, skizoid,skizofrenik). Juga ditemukan 32% Caleg Sulsel terindikasi untuk berusaha menutupi kekurangannya dengan menampilkan keadaan yang lebih baik dari yang sebenarnya, dengan mengisi MMPI secara tidak jujur atau banyak berbohong. Dan dengan melihat skor skala L yang tinggi (32%) maka disarankan pada pelaksanaan tes MMPI periode berikutnya untuk melakukan tes ulang dan wawancara psikiatrik bagi peserta dengan skor skala validasi yang tinggi. Hal ini dimungkinkan bila waktu pelaksanaan tes MMPI cukup banyak dan tidak terburu-buru, seperti yang terjadi pada periode ini. DAFTAR RUJUKAN 1. Hawari D : Manfaat Pemeriksaan MMPI sebagai Penunjang/Pelengkap Diagnosis Klinik Ciri/Gangguan Kepribadian (Aksis 2, PPDGJ-II) Jiwa, XXI, 1 (1989): 65-79 2. Salan R : Aplikasi MMPI dalam Klinik Psikiatri. Jakarta, 1989 3. Sadock BJ and Sadock VA : Clinical Neuropsychological Testing, Kaplan & Sadocks Synopsis of Psychiatry, Volume I, 9th edition, Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, 2003, pp: 180-181 4. Puri BK, Laking PJ, Treasaden IH : Personality Disorders, Textbook of Psychiatry, Churchill Livingstone. 1996. pp : 282-283 5. Applegate KL et al. Does Personality at College Entry Predict Number of Reported Pain Conditions at Mild-Life ? A Longitudinal Study. The Journal of Pain, Vol 6, No 2 (February), 2005: pp 92-97 6. Wibisono S : Profil Kepribadian (menurut profil MMPI) Mahasiswa Fakultas Kedokteran dalam Hubungan dengan Kesulitan Studi, Jiwa, XXVI, 4 (1993) : 55-76 7. Noviastuti A dan Lestari N : Aspek Kepribadian pada Mahasiswa Sub Program Pendidikan Dasar Fakultas Kedokteran UNDIP yang Masa Tempuh Studinya Lebih dari 10 Semester, Jiwa, XXIX, 3 (1996) : 27-41 8. Graham JR : The Practical MMPI A Practical Guide, 2nd edition, Oxford University Press, 1987 Last Updated (Thursday, 08 June 2006 02:27)

TES MMPI Tes MMPI merupakan salah satu tes yang digunakan untuk menilai dimensi-dimensi kepribadian seseorang yang berpengaruh pada performance kerjanya kelak. Pemerintah Republik Indonesia menganggap penting untuk menilai dimensi kepribadian calon legislatif (caleg) yang nantinya akan menjadi wakil rakyat. Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan profil kepribadian menurut MMPI calon legislatif Sulawesi Selatan pada tahun 2004. 452 calon legislatif Sulsel yang melakukan tes MMPI di RSUP Wahidin Sudirohusodo tahun 2004 dimasukkan dalam penelitian deskriptif ini. Tes

MMPI yang digunakan adalah tes MMPI (Versi Indonesia Rudi Salan, Direktorat Kesehatan Jiwa RI 1982). Pada penelitian ini yang digunakan adalah skala validasi dan skala klinis. Didapatkan profil kepribadian biasa (tak berciri) 93% dan profil berciri (neurotisism dan psikotisism) 7% dari calon legislatif yang terlibat dalam penelitian ini. Profil kepribadian berciri terdiri atas neurotisism 4% dan psikotisism 3%. Juga ditemukan skala L (T skor > 70) sebanyak 32% Kami menyimpulkan bahwa 4 % Caleg Sulsel terindikasi memiliki profil kepribadian berciri neurotisism (somatisasi, somatoform, depresi dan hysteria konversi), dan sekitar 3% terindikasi mempunyai ciri psikotisism (paranoid, skizoid,skizofrenik). Juga ditemukan 32% Caleg terindikasi untuk berusaha menutupi kekurangannya dengan menampilkan keadaan yang lebih baik dari yang sebenarnya, dengan mengisi MMPI secara tidak jujur atau banyak berbohong.(J Med Nus. 2004; 25:67-70) Minnesota Multiphasic Personality Inventory (MMPI) adalah salah satu bentuk tes psikologik yang disusun sedemikian rupa sehingga merupakan instrumen yang secara akurat dapat memberikan gambaran dari dimensi-dimensi kepribadian tertentu. Tes ini disusun dengan 566 pernyataan (tems), 4 skala validitas dan 10 skala klinik. Skoring digambarkan dalam bentuk grafik dengan nilai normal adalah skor 30-70 dan psikopatologis jika skor diatas 70.1,2 Tes ini berguna untuk menilai kepribadian seseorang yang berpotensi melakukan tindakan-tindakan yang tidak normal meskipun mereka nampak sebagai orang-orang baik/normal.3,4 Beberapa studi melaporkan signifikansi penggunaan tes MMPI untuk memprediksi performance/penyakit individu beberapa tahun mendatang. Applegate KL dkk 2005, misalnya mengunakan test MMPI untuk memprediksi terjadinya nyeri kronis pada alumni Universitas North Carolina. Test MMPI dilakukan saat mereka baru diterima menjadi mahasiswa dan diikuti selama 30 tahun, dan disimpulkan bahwa test MMPI ini dapat memprediksi terjadinya nyeri kronis setelah kurun waktu 30 tahun.5 MMPI tergolong pada tes obyektif (objective test) untuk menilai berbagai aspek kepribadian. Dirintis pada tahun 1937 oleh Hathaway (Starke Hathaway, PhD. Seorang psikolog) dan McKinley (J. Charnley McKinley, MD, seorang Psikiater), dan pertama kali diperkenalkan pada tahun 1943. Seperti juga inventory yang lain, MMPI memiliki berbagai kekurangan dan telah mengalami berbagai penyempurnaan. Semula diharapkan dapat digunakan sebagai perangkat diagnostik, akan tetapi untuk maksud tersebut masih terlalu banyak kelemahannya. Dalam perkembangan lanjut ternyata MMPI merupakan tes yang cukup handal untuk menilai kepribadian, baik untuk keperluan klinis maupun riset. Khususnya di Amerika Serikat (dan yang berorientasi sama), MMPI masih merupakan tes kepribadian yang paling banyak digunakan.3,6 Masing-masing skor dari skala MMPI merupakan proyeksi dari kecenderungan individu dalam menghadapi aspek-aspek tertentu dalam kehidupan pribadi. Secara tidak langsung akan tetapi obyektif, hal tersebut memberi arti akan adanya kecenderungan tertentu dari aspek kepribadian seseorang. Untuk mendapatkan gambaran klinis mengenai profil kepribadian, skor pada berbagai skala tersebut harus ditafsirkan secara keseluruhan dan tidak dapat didasarkan atas skor pada masing-masing skala secara tersendiri. Kegunaan MMPI2 Bagaimana penggunaan MMPI2 di dunia psikologi saat ini? Awal mula MMPI dibuat adalah sebagai alat untuk menyaring orang-orang yang terkena gangguan mental yang didasarkan pada gangguan medis secara umum. Selama proses bertahun-tahun pengembangan melalui penelitian dengan data-data yang didapat

dari orang-orang yang mengalami gangguan klinis ataupun normal. Sampai saat ini penggunaan MMPI sangat bervariasi dan berikut ini adalah sebagian kecil berdasarkan dari penelitian-penelitian yang ada: Alat untuk evaluasi gangguan jiwa sebagai klarifikasi status /bentuk gangguan jiwa. Uji simptom apakah perlu untuk dirawat inap. Alat assessment sebelum pasien diberikan treatmen tertentu Alat uji hasil dari suatu treatmen Sebagai alat penelitian epidemis berbasis kriteria kepribadian Alat uji kepribadian untuk posisi-posisi publik, seperti calon lurah, calon PNS, polisi dll. Alat uji psikologi untuk menentukan kriteria eksternal mengenai perbedaan kelompok sosial. Alat penelitian psikologi genetis. Studi longintudinal mengenai perkembangan kepribadian Alat uji kepribadian lintas budaya, perbedaan dan kesamaan dengan perbedaan budaya. Alat evaluasi pasangan yang konflik, atau bermasalah Alat uji hukum menentukan orang terkena gangguan jiwa atau tidak Skor Tes Ada 2 jenis skala skor MMPI/2, raw score dan t-score, dan 2 tipe skor ini dipakai baik sebagai skala validitas atau skala intepretasi. Skala di MMPI2 Skala Validitas Tidak dapat dikatakan :Variable response inconsistency scale (VRIN), True respon inconsistency scale (TRIN), Skala Lie (L),Skala Defensif (K), Skala Superlative-Self Perception (S) Infrequency Scale (F), Psychiatric Infrequency Scale (Fp) Skala Stadard Hs- Hipokondria D-Depresi Hy-Histeria Psychopatic Deviate (Pd) Masculine-Feminine (Mf) Paranoia (Pa) Psychestenia (Pt) Schizophrenia (Sc) Mania (Ma) Social Int-Extroversion (Si) Skala Content Anxiety Fears Obessessiveness Depression Health concern Bizzare Mentation Anger

Cynicism Antisocial Type A Low Self-esteem Social discomfort Family problem Work intellligence Negative treatment Laporan MMPI Dalam suatu situasi, memungkinkan seseorang untuk memberikan pernyataan yang baik-baik saja, dan cenderung menolak pernyataan yang sebenarnya. Adanya dorongan seseorang untuk "terlihat baik", atau sebaliknya, MMPI sebagai alat untuk mengevaluasi kondisi psikologis, akan berusaha terlihat "gila" sehingga lolos dari hukuman. Respon yang "tidak biasa" Bukan hanya tes MMPI, berbagai tes inventory mungkin akan memunculkan jawaban yang "aneh" yang bisa disebabkan banyak hal mungkin dari pemberi tes, atau testee-nya yang memang tidak serius merespon suatu pernyataan. Biasanya dengan kondisi testee yang tidak memiliki cukup dorongan untuk menyelesaikan tes, maka kewajiban tester-lah dalam memfasilitasi testee tersebut sehingga dapat menjawab dengan benar sesuai kondisi yang ada. Selain itu beberapa catatan atau respon penting yang sebenarnya bukan suatu jawaban bisa menjadikan sesuatu yang perlu dianalisa lebih lanjut. Misalkan seorang pasien selain menjawab respon MMPI juga membuat corat-coret entah itu bermakna atau tidak, atau membuat suatu pusi atau catatan-catatan tertentu. Dalam hal ini kemungkinan besar respon-respon tersebut dapat digunakan sebagai data tambahan dalam menganalisa kondisi dari pasien. Seluruh jawaban BENAR atau seluruh jawaban SALAH Apabila jawaban keseluruhan benar atau keseluruhan salah, maka kemungkinan terjadi mis-persepsi oleh pasien dalam mengisi tes. Ada kalanya respon dijawab berulang-ulang dengan frekuensi yang sama, misalkan dari benar kemudian salah, benar dan salah lagi. respon jawaban seperti ini tidak bisa dianalisa dan dapat dikatakan tidak ada validitas dari jawaban MMPI oleh testee. Respon item inkonsisten Jalan terbaik untuk menilai ketidakkonsistenan respon adalah dengan memperbandingkan responrespon yang dijawab secara tidak konsisten. MMPI2 menyediakan 2 jalan untuk melihat ketidakkonsistenan itu, yaitu: Variable Response Inconsistenct Scale, atau VRIN adalah distribusi item secara random terdiri dari 67 pasang item dimana kombinasi jawaban bisa saja benar-salah, salah-benar, benar-benar atau salahsalah. Seperti contoh jawaban benar dengan pernyataan "saya bangun pagi merasa segar bugar" dan jawaban benar pada pernyataan "saya memiliki sulit tidur dan bermimpi buruk" maka dua respont tersebut tidak konsisten meski jawabannya sama-sama benar. True Response Inconsistency Scale, atau TRIN digunakan untuk melihat kecenderungan ketidakkonsistenan dengan kombinaasi respon benar. Kombinasi terdiri dari 23 pasang pernyataan dimana secara semantik memiliki pernyataan yang bermakna sama. Misal jika pernyataan "hampir tiap waktu saya merasa sedih" dan pernyataan lain "setiap waktu saya merasa bahagia" apabila dua respon tersebut sama-sama benar atau sama-sama salah, maka terjadi ketidakkonsistenan jawaban. Skor tinggi untuk TRIN harus dievaluasi dengan seksama dan harus dilihat ke-arah mana

kecenderungan ketidakkonsistenannya itu. Jika dilihat ketidakkonsistenan pada skor benar umumnya skor standar >80 menunjukkan testee cenderung menjawab benar, demikian sebaliknya jika tidak konsistennya pada skor salah, maka testee cenderung akan menjawab salah. Skor Defensif atau Skor Denial Skala K Skala ini digunakan untuk menyajikan informasi akurat mengenai skor defensif. Skala ini menggunakan 30 item dan diuji secara statistik parametrik mengenai kecenderungan respon defensif. Superlatif-Self Presentation (skala S) Skala S dikembangkan lebih baru pada tahu 95 oleh Butcher & Han. Skala ini untuk memperkuat respon defensif yang dilakukan testee/pasien dengan mengembangkan 50 item. Skala ini melihat atribut positif mengenai nilai moral, tanggung jawab dan ingkar terhadap adanya masalah. Dengan nilai S tinggi maka mendorong pasien memiliki masalah yang sedikit, yang mana dengan skor tinggi S ini juga berarti pasien mengasumsikan dirinya memilii kontrol diri yang tinggi. Pasien secara emosi mampu mengontrol bahwa dirinya bebas dari masalah klinis atau perilaku-perilaku menyimpang. Dengan item yang homogen, seharusnya tester mampu mengintepretasikan skala S dengan baik dan memperhatikan kecenderungan defensif pasien atau mengingkari adanya gangguan moral. Berikut beberapa aspek yang tercermin dari skala S: Percaya dengan kebaikan orang lain. Ketangguhan diri Optimisme diri Ingkar terhadap kesabaran atau kemarahan Ingkar terhadap nilai-nilai abnormal sosial. Non-frekuentif respon (skala F) Skala ini disusun digunakan untuk menyajikan respon jawaban yang tidak normal atau respon yang jarang dijawab. Semakin tinggi nilai F menunjukkan kemungkinan gejala patologis yang tinggi atau ketidakmampuan melakukan adaptasi perilaku normal. Dalam perkembangannya muncul skala Fp yang lebih didasarkan pada data-data psikiatris dibandingkan data normatif. Skala ini akan lebih menunjukkan gejala-gejala psikiatris yang memungkinkan tampak terhadap tingginya skala Fp. Mengapa menggunakan kategori F yang berbeda? Jawabannya adalah bahwa skala-skala tersebut menunjukkan perbedaan penggunaan. Skala F menunjukkan indikasi yang lebih baik mengenai gejala-gejala klinis secara umum seperti pada MMPI1, dan skala Fp lebih memotret keadaan pasien dengan gejala psikiatris atau gangguan mental yang lebih berat. Untuk skala Stadard (Hs- Hipokondria,D-Depresi,Hy-Histeria,Psychopatic Deviate (Pd),MasculineFeminine (Mf),Paranoia (Pa),Psychestenia (Pt),Schizophrenia (Sc),Mania (Ma),Social Int-Extroversion (Si)) Daftar pustaka : http://bayex.wordpress.com/2009/01/22/tips-menghadapi-psikotest-disertai-contoh-soal/

Apa itu tes MMPI ? MMPI (Minnesota Multiphasic Personality Inventor) adalah suatu tes kepribadian yang paling banyak digunakan di belahan dunia. Tes ini merupakan hasil kolaborasi dari seorang psikolog dan psikiater bernama Starke R Hathaway PhD dan Dr JC McKinley yang keduanya berasal dari Universitas Minnesota. Secara umum tes ini berguna untuk mengidentifikasikan kepribadian dan gejala psikopatologi (gangguan kesehatan jiwa) yang ada pada orang yang dites. Tes ini merupakan alat bantu dokter ahli psikiatri yang paling banyak digunakan, terutama di Indonesia. Meski begitu tes ini tidak sama dengan tes IQ ataupun tes bakat dan kemampuan yang biasa digunakan rekan psikolog. Dengan begitu, apa yang dinilai dan hasil yang keluar bukan seperti tes psikologi. Tes MMPI memprediksikan kepribadian dan gejala psikopatologi yang mungkin terdapat pada seseorang yang merupakan interpretasi peningkatan relatif nilai faktor-faktor di dalam skala terhadap berbagai populasi normal yang telah diteliti. Kegunaan Tes MMPI Tes MMPI merupakan suatu alat bantu yang dapat melihat berbagai macam faktor dalam kepribadian seseorang, karena kemampuan tes ini untuk memprediksi kepribadian seseorang. Misalnya apakah seseorang mempunyai kematangan ego yang baik, kemampuan untuk menahan emosi dan dominansinya di dalam kehidupan sosial. Hasilnya memperlihatkan kecenderungan adanya gejala-gejala psikopatologi yang dapat muncul bila seseorang mengalami tekanan dalam pekerjaannya. Hal-hal yang dinilai antara lain gejala depresi, kepercayaan terhadap orang lain, kecurigaan dan sensitivitas, skizofrenia, hypochondriacs, kecemasan, keragu-raguan dan pikiran obsesif. Untuk penggunaan di kalangan pelajar, tes ini dapat memprediksikan kecenderungan adanya perilaku berbahaya, seperti penggunaan zat seperti alkohol dan kecenderungan kebergantungan terhadap sesuatu zat. Selain itu masih banyak lagi kegunaan tes MMPI ini sehingga penggunaannya sangat diperlukan pada kondisi-kondisi yang memerlukan objektivitas yang tinggi. Penilaiannya dilakukan secara

komputerisasi sehingga mengurangi subjektivitas dari pemeriksa. Keuntungan lain bisa mengetahui apakah orang yang menjalani tes ini berbohong atau tidak, berpura-pura baik, buruk atau berlebihan menanggapi pertanyaan-pertanyaan di dalam tes.

Adalah Starke Hathaway seorang psikolog dan McKinley psikiater yang pertama kali berupaya mengembangkan inventori dengan perspektif berbeda mengenai asesmen kepribadian menggunakan metode empiris untuk mengembangkan pengukuran permasalahan klinis secara objektif. Pada tahun 1940-1943 MMPI disusun menggunakan sampel yang meluas baik jumlah item dan pengetesan kepada sejumlah orang normal. Jawaban dari pertanyaan tes MMPI sangat mudah dengan pilihan YA, dan TIDAK dalam berbagai bentuk soal mudah sekitar 566 soal.

Popularitas MMPI sampai saat ini masih sangat dipercaya, terutama di Indonesia sebagai alat resmi diagnosa gangguan jiwa oleh psikiater, walaupun sebenarnya bisa dilakukan untuk test orang "normal", dengan tujuan menyaring sekelompok orang yang memiliki standar kepribadian tertentu yang diperlukan dalam sebuah pekerjaan atau hanya untuk diagnosis pribadi saja, yang berdasarkan hasil cek dapat dilakukan treatment kepribadian yang tepat dan dini. Kemungkinan besar karena alat ini dianggap hanya untuk mengukur gangguan jiwa dan jumlah item yang dirasa cukup banyak sehingga para psikolog cenderung mengabaikan. Padahal selain penggunaan secara klinis, alat ini dari dulu sudah diakui untuk mengukur fit and proper test oleh psikiater terhadap klien yang akan menduduki jabatan termasuk calon presiden RI yang dilakukan oleh psikiater dari RSPAD, bisa juga dilakukan untuk assesment kepribadian, untuk mutasi dan promosi, untuk memeilih partner kerja/bisnis atau untuk tujuan dan kebutuhan pribadi lainnya. Jadi alat ini tidak selamanya digunakan untuk mendiagnosa gangguan klinis saja namun dapat melihat gambaran untuk kepribadian terutama dinamika psikologis yang terkait dengan aspek kesehatan jiwa secara umum. Keperluan yang terakhir ini akan menjadi trend kedepan yang semakin diminati... tentunya prima kesehatan tubuh dan prima kejiwaan dan kepribadian ditunjang dengan ketajaman intelijensi kita adalah 3 faktor sukses dalam berbagai bidang kehidupan.

Awal terciptanya MMPI banyak digunakan sebagai alat kontemporer di bidang psikologi untuk mengukur kesehatan mental dengan didasarkan pada praktek kesehatan secara umum. Selama beberapa dekade dengan beragam penelitian sampai pada MMPI-2 (termasuk MMPI-2 RF atau diistilahkan MMPI-3) penggunaan MMPI bervariasi dalam mendiagnosa kesehatan mental dengan beragam setting termasuk konteks di luar kesehatan mental secara umum misal alat seleksi karyawan, program mendeteksi penggunaan alkohol atau obat terlarang. Secara umum MMPI/MMPI-2 dapat digunakan untuk: Untuk rekrutmen pegawai, mutasi, promosi dan kesesuaian karir lainnya Alat untuk pengembangan diri dan kesuksesan hidup

Alat untuk mengukur kesesuaian kerja dan potensi sukses di bidang tertentu/bisnis dan lainnya. Evaluasi pasien gangguan jiwa untuk membantu status kesehatan mentalnya. Alat menilai simptom untuk menentukan perawatan yang sesuai. Alat menilai pasien untuk melakukan perencanaan perawatan. Evaluasi efek dari perawatan atau terapi. Alat penelitian epidemilogi menggunakan kriteria kepribadian. Alat penilai kepribadian untuk posisi publik seperti polisi, tentara, pilot, pemadam kebakaran, calon bupati-gubernur-presiden, pejabat lain dan jabatan-jabatan lain yang penting untuk dilihat kesehatan jiwanya. Alat penelitian psikologi terutama menentukan perbedaan kriteria kepribadian. Alat penelitian genetika kepribadian. Alat penelitian dengan konteks budaya yang berbeda. Evaluasi kesehatan mental orang tua. Evaluasi kesehatan mental tersangka (alat forensik kesehatan mental). Kelebihan dan Kekurangan MMPI/MMPI-2 Kelebihan Item yang banyak, lengkap, akurat dan dipercaya selama lebih dari 70 tahun Interview klinis terstruktur Psikolog/Psikiater tidak perlu mengadministrasikan tes Inventori Laporan Diri Pilihan hanya ya/tidak, cepat, mudah, Sejarah panjang dengan literatur penelitian yang sedemikian banyak Inventori kepribadian yang paling banyak digunakan di dunia Diterjemahkan (dan dibuat norma ulang) ke berbagai bahasa. Lebih dari 250 skala atau sistem yang saat ini dikembangkan dengan variasi setting klinis yang berbeda-beda. Terdapat skala yang secara eksplisit mengevaluasi validitas pelaksanaan tes Dapat diadministrasikan dalam bentuk short form (370 Item awal) ketika waktu terbatas atau kerjasama dengan testee tidak memungkinkan lagi

Versi tes yang secara khusus didesain untuk remaja dan dan dewasa. Trend saat ini dengan analisis lebih lengkap dan spesifik menjadi lebih populer untuk keperluan pengembangan diri; mutual business partnership, leadership, dan untuk upaya kesuksesan dalam berbagai bidang kehidupan. Kekurangan Item yang cukup banyak Klien/testee harus menjalankan tes atau dibantu (kami menyediakan supporter) Pilihan hanya ya/tidak Lembar jawab memusingkan dan cenderung susah digunakan. Kreativitas membaca, menganalisis dan memanfaatkannya untuk keperluan pengembangan diri dapat dikonsultasikan secara pribadi dengan Konsultan Kami secara terpisah, "terjaga kerahasiaan anda", dan dijamin memuaskan. Hubungi Kami Segera............... layanan permasalahan pribadi, keluarga, bisnis, kemitraan, spiritual, dam berbagai keperluan hidup lainnya silahkan dikonsultasikan dengan Konsultan kami yang berpengalaman, ramah, muda energik, mampu berempati, kaya pengalaman dan pengetahuan serta banyak makan asam garam kehidupan...KAMI TUNGGU....dan kontak kami segera untuk membuat PERJANJIAN pertemuan khusus bila dikehendaki.

Potrebbero piacerti anche