Sei sulla pagina 1di 27

Ajeng Savitri (H1A009021)

OSTEOPOROSIS
DEFINISI Osteoporosis merupakan penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh penurunan densitas massa tulang dan perburukan mikro arsitektur tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah. FAKTOR RESIKO Risk Factors for Osteoporosis Fracture Nonmodifiable Riwayat fraktur saat dewasa Riwayat fraktur derajat relative Jenis kelamin perempuan Pertambahan usia Ras kaukasia Demensia satu Potentially modifiable Merokok Berat badan rendah [<58 kg (127 lb)] Defisiensi Estrogen Menopause dini(<45 tahun) atau bilateral ovariectomy Pemanjangan masa premenstrual amenorrhea (>1 tahun) Intake calcium yang rendah Alcoholism Penglihatan yang kabur walaupun telah melakukan koreksi yang adekuat Jatuh yang berulang Activitas pisik Inadequate Kesehatan yang kurang

KLASIFIKASI Osteoporosis dibagi 2 kelompok, yaitu; 1. Osteoporosis primer(involusional)

26

Ajeng Savitri (H1A009021)

Merupakan osteoporosis yang tidak diketahui penyebabnya Osteoporosis primer dibagi lagi menjadi osteoporosis type I dan II. Osteoporosis tipe I disebut juga osteoporosis pasca menopause, disebabkan oleh defisiensi estrogen akibat menopause

Osteoporosis tipe II disebut juga osteoporosis senilis, disebabkan oleh gangguan absorbs Ca di usus sehingga menyebabkan hiperparatiroidisme sekunder yang mengakibatkan timbulnya osteoporosis. Selain itu, pada Osteoporosis tipe II ini dapat juga disebabkan oleh defisiensi estrogen.

2. Osteroporosis skunder Penyebabnya diketahui. Karakteristik Osteoporosis tipe I dan II Indikator Tipe I 1. Umur 50-75 2. Perempuan : Laki-laki 3. Tipe kerusakan tulang 4. Perbaikan tulang 5. Lokasi fraktur terbanyak 6. Fungsi paratiroid 7. Efek estrogen 8. Etiologi utama 6:1 Terutama trabekular Tinggi Vertebra, radius distal Menurun Terutama skeletal Defisiensi estrogen

Tipe II >70 tahun 2:1 Trabekular dan kortikal Rendah Vertebra, Kolum femoris Meningkat Terutama ekstraskeletal Penuaan, defisien estrogen

26

Ajeng Savitri (H1A009021)

PATOGNESIS Patognesis Osteoporosis tipe I


Menopause

Estrogen menurun

Bone marrow stromal sCell + sel monoclonal

Osteoblast

Sel endotel

Osteoklast

Penurunan Absorpsi Ca

Penruna n reabsorp si ca di

HIL-1, TNF-, IL-6, M-CSF

TGF-

NO

Hipokalsemia

Diferensiasi dan maturasi osteoklast

Peningkatan PTH

resorpsi tulang

Osteoporosis

26

Ajeng Savitri (H1A009021)

Patognesis Osteoporosis tipe II

Defisiensi Vit.D, aktifitas 1, hidroksilaseresistensi trhdp vit D

Penrunan absorpsi Ca di usus

Penrunan absorpsi Ca di ginjal

Penrunan sekresi GH dan IGF-1

Penurunan aktivitas fisik

Penurunan sekresi estrogen

Hiperparatiroidisme sekunder

Gangguan fungsi osteoblast

Peningkatan turnover tulang

Osteoporosis

Fraktur

Peninhkatan resiko terjatuh(penrunan kekuatan otot, pernrunan aktivitas otot, medikasi gangguan keseimbangan, gangguan penglihatan, dll)

26

Ajeng Savitri (H1A009021)

DIAGNOSIS Untuk menegakan diagnosis osteoporosis, diperlukan pendekatan yang sistematis, terutama untuk menyingkirkan osteoporosis sekunder. Sebagaimana penyakit lain, diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium, pemeriksaan radiologi dan kalaau perlu biopsy tulang. Anamnesis Anamnesis memegang peranan yang penting pada evaluasi pasien osteoporosis. Kadang-kadang, keluhan utama dapat langsung mengarah kepada diagnosis. Faktor lain yang harus ditanyakan juga adalah fraktur pada trauma minimal, imobilisasi lama, penurunan inggi badan pada orang tua, kurangnya paparan sinar matahari, asupan ca, fosfor dan vitamin D, latihan teratur yang bersifat weight-bearing. Obat-obatan yang diminum dalam jangka waktu yang lama juga harus diperhatikan. Merokok dan alcohol juga merupakan faktor resiko osteoporosis. Penyakit-penyakit lain yang harus ditanyakan yang juga berhubungan dengan osteoporosis adalah penyakit ginjal,, saluran cerna, hati, endokrin dan insufisisensi pancreas.Riwayat haid, umur menarke dan menopause, penggunaan obat-obat kontrasepsi juga harus diperhatikan. Riwayat keluarga dengan osteoporosis juga harus diperhatikan, karena ada beberapa penyakit tulang metabolic yang bersifat herediter. Pemeriksaan Fisik Tinggi badan dan berat badan harus diukur pada setiap pasien osteoporosis. Demikian juga dengan gaya berjalan pasien, deformitas tulang, nyeri spinal dan apakah terdapat jaringan parut pada leher(bekas oprasi tiroid?). Hipokalsemia ditandai oleh iritasi muskuloskletal, yang berupa tetani. Biasanya akan didapat adduksi jempol tangan, fleksi sendi MCP dan ekstensi sendi-sendi IP. Pada pasien hipoparatiroidisme idiopatik, pemeriksaan harus mencari tanda-tanda sindrom kegagalan poliglandular. Pada pasien hiperparatiroidisme primer, dapat ditemukan band keratoplasty akibat deposisi Ca fosfat pada tepi limbic kornea. Pasien dengan osteoporosis sering menunjukan kifosis dorsal atau gibbus dan penurunan tinggi badan. Selain itu juga didapatkan protuberansi abdomen, spasme otot paravertebral dan kulit yg tipis. Pemeriksaan Biokimia Tulang Pemeriksaan ini terdiri dari Ca total dalam serum, ion ca, kadar fosfor serum, ca urin, fosfat urin, osteokalsin serum, piridinolin urin dan bila perlu hormone paratiroid dan vitamin D.

26

Ajeng Savitri (H1A009021)

Untuk menentukan turnover tulang, dapat diperiksa petanda biokimia tulang. petanda biokimia tulang terdiri dari petanda formasi dan resorpsi tulang. Manfaat pemeriksaan petanda biokimiawi tulang; Prediksi kehilangan massa tulang Prediksi resiko fraktur Seleksi pasien yang membutuhkan antiresorptif Evaluasi evektivitas terapi Pemeriksaan Radiologis Pemeriksaan radiologis ini untuk menilai densitas massa tulang sangat tidak sensitive. Seringkali penurunan densitas massa tulang spinal lebih dari 50% belum memberikan gambaran radiologic yang spesifik. Gambaran radiologic yang khas pada osteoporosis adalah penipisan korteks dan daerah trabekular yang lebih lusen. Hal ini akan tampak pada tulang-tulang vertebra yang memberikan gambaran picture-frame vertebra. Pada tulang-tulang vertebra, pemeriksaan radiologic sangat baik untuk mencari adanya fraktur kompresi, fraktur baji atau fraktur bikonkaf. Pemeriksaan Densitas Massa Tulang(Densitometer) Densitas massa tulang berhubungan dengan kekuatan tulang dan resiko fraktur. Berbagai penelitian menunjukan peningkatan resiko fraktur pada densitas massa tulang yang menurun secara progresif dan terus menerus. Densitometri tulang merupakan pemeriksaan yang akurat dan presis untuk menilai densitas massa tulang, sehingga dapat digunakan untuk menilai factor prognosis, prediksi fraktur dan bahkan diagnosis osteoporosis. Magnetic Resonance Imaging MRI mempunyai kemampuan yang cukup menjanjikan dalam menganalisa struktur trabekular dan sekitarnya. Metode ini mempunyai kelebihan berupa tidak adanya radiasi. Biopsi Tulang dan Histomorfometri

26

Ajeng Savitri (H1A009021)

Merupakan pemeriksaan yang sangat penting untuk menilai kelainan metabolism tulang. Biopsi biasanya dilakukan didaerah transiliakal, yaitu 2cm posterior SIAS dan sedikit inferior Krista iliaka. Alata yang digunakan adalah jarum Bordier-Meunier. TATALAKSANA Secara teoritis, osteoporosis dapat diobati dengan menghambat keja osteoklast (antiresorptif) dan/atau meningkatkan kerja osteoblast(stimulator tulang). Walaupun demikian, saat ini obat yang beredar pada umumnya bersifat antiresorptif. Yang termasuk golongan iobat ini adalah estrogen, antiestrogen, bifosfonat dan kalsitonin.Sedangkan yang termasuk stimulator tulang adalah Na-fluorida, PTH, dan lain dsebagainya. Ca dan Vitamin D tidak mempunyai efek antoresorptif ataupun stimulator tulang, tetapi diperlukan untuk mineralisasi osteoid setelah proses formasi oleh osteoblast. Kekurangan Ca akan menyebabkan peningkatan produksi PTH (hiperparatiroidisme sekunder) yang dapat menyebabkan pengobatan osteoporosis menjadi tidak efektif,. EDUKASI DAN PENCEGAHAN Anjurkan pasien untuk melakukan aktivitas fisik yang teratur untuk memelihara kekuatan, kelenturan dan koordinasi system neuromuscular serta kebugaran, sehingga dapat mencegah resiko terjatuh. Jaga asupan Ca 1000-1500 mg/hari, baik melalui makanan sehari-hari maupun suplementasi. Hindari merokok dan minum alcohol Diagnosis dini dan terapi yang tepat terhadap defisiensi testosterone pada laki-laki dan menopause awal pada wanita. Kenali berbagai penyakit dan obat-obatan yang dapat menimbulkan osteoporosis Hindari mengangkat barang-barang yang berat pada pasien yang sudah pasti osteoporosis. Hindari berbagai hal yang dapat menyebabkan pasien jatuh Hindari defisiensi Vit D

26

Ajeng Savitri (H1A009021)

Hindari peningkatan ekskresi Ca lewat ginjal dengan membatasi asupan Na sampai 3 gram/hari untuk meningkatkan reabsorbsi ca di tubulus ginjal

Pada pasien yang memerlukan glukokortikoid dosis tinggi dan jangka panjang , usahakan pemberian glukokortikoid pada dosis serensah mungkin dan sesingkat mungkin.

Latihan dan Program rehabilitasi Latihan dan Program rehabilitasi sangat penting bagi pasien osteoporosis karena dengan latihan yang teratur, pasien akan menjadi lebih lincah, tangkas dan kuat otot-ototnya sehingga tidak mudah terjatuh. Pada pasien yang belum mengalami osteoporosis, maka sifat latihan adalah pembebanan terhadap tulang, sedangkan pada penderita osteoporosis sendiri latihannya dimulai dengan latihan tanpa beban, kemudian ditingkatkan secara bertahap sehingga mencapai latihan beban yang adekuat. Estrogen Estrogen merupakan obat glongan antiresorptif. Akan tetapi mekanismenya secara pasti belum diketahui, walaupun demikian diduga ada 2 mekanisme yang mendasari yaitu mekanisme langsung dan tidak langsung. Efek Estrogen terhadap berbagai sel tulang Osteoblast prliferasi osteoblast Sintesis DNA Alkali Fosfatase Kolagen type I Mineralisasi tulang Sintesis IGF-1 sintesis TGF-beta Sintesis BMP-6 Sintesis TNF-alfa Osteosit Apoptosis Osteosit Ekspresi ERalfa Osteoklast c-fos, c-jun, TGF- TRAP,cathepsin B,D Apoptosis osteoklast formasi osteoklast Kondosit Pertumbuhan endokondral pubertas, Mempercepat penutupan efipisis lempeng selama

26

Ajeng Savitri (H1A009021)

Sintesis OPG Aksi PTH Ekspresi ERalfa Apoptosis osteoblast

Kontraindikasi absolute penggunaan estrogen adalah kanker payudara, kanker endometrium, hyperplasia endometrium, kehamilan, perdarahan uterus disfungsional, hipertensi yang sulit dikontrol, penyakit tromboembolik, karsinoma ovarium dan penyakit hati yang berat. SEdangkan kontraindikasi relative adalah infark miokard, stroke, hiperlipidemia familial, riwayat kanker payudara dalam keluarga, , obesitas, perokok, endometriosis, migraine berat, DM tak terkontrol dan penyakit ginjal. Kombinasi estrogen dengan progesterone akan menurunkan resiko kanker endometrium dan harus diberikan pada setiap wanita yang mendapatkan HRT, kecuali yang telah menjalani histrektomi. Reloksifen atau Selective Estrogen Receptor Modulators (SERM) Merupakan anti estrogen yang mempunyai efek seperti estrogen di tulang dan lipid, tetapi tidak menyebabkan perangsangan endometrium dan payudara. Pemberian reloksifen peroral akan diabsorbsi dengan baik dan mengalami metabolism di hati. Kontraindikasi pada ibu hamil atau yang berencana hamil karena dapat menyebabkan kecacatan pada janin. Bisfosfonat Bisfosfonat merupakan obat yang digunakan untuk pengobatan osteoporosis, baik sebagai pengobatan alternative setelah terapi pengganti hormonal pada osteoporosis pada wanita, maupun untuk pengobatan osteoporosis oada laki-laki dan osteoporosis akibat steroid. Bifosfonat dapat mengurangi resorpsi tulang oleh osteoklast dengan cara berikatan pada permukaan tulang dan menghambat kerja osteoklast dengan cara mengurangi produksi proton dan enzim lisosomal dibawah osteoklast. Bifosfonat juga memiliki efek tak langsung terhadap osteoklast dengan cara merangsang osteoblast menghasilkan substansi yang dapat menghambat osteoklas dan menurunkan kadar

26

Ajeng Savitri (H1A009021)

stimulator osteoklast. Dengan mengurangi aktivitas osteoklast, maka pemberian bisfosfonat akan memberikan keseimbangan yang positif terhadap unit remodeling tulang. Kalsitonin (CT) Kalsitonin adalah suatu peptide yang terdiri daruu32 asam amino, yang dihasilkan oleh sel C kelenjar tiroid dan berfungsi menghambat resorpsi tulang oleh osteoklast. Sekresi CT secara akut diatur oleh kadar Ca didalam darah dan secara kronik diatur oleh umur dan jenis kelamin. Kadar CT pada bayi, akan tinggi, sedangkan pada orang tua kadarnya rendah. Pada wanita kadar CT lebih rendah dibandingkan pada laki-laki. Konsentrasi Ca plasma merupakan regulator sekresi CT yang penting. Bila kadar Ca plasma meningkatsekresi CT juga meningkat, begitu juga sebaliknya jjika kadar Ca plasma turun sekresi Ct juga turun. Walaupun demikian, bila hiper dan hipokalsemia berlangsung lama, maka efeknya terhadap sekresi CT nampaknya tidak adekuat, mungkin terjadi kelelahan pada sel C tiroid untuk merespon rangsangan tersebut. Hormon Paratiroid (PTH) PTH berfungsi untuk mempertahankan kadar Ca di dalam cairan ekstraselular dengan cara merangsang sintesa 1,25(OH)2 D di ginjal, sehingga absorbs Ca dio usus meningkat. Selainitu juga PTH berfungsi untuk pembentukan tulang. Vitamin D Pada penelitian didapatkan suplementasi 500 IU kalsiferol dan 500 mg Ca peroral selama 18 bulan ternyata mampu menurunkn fraktur nonspinal sampai 50 % . Vitamin D diindikasikan pada orang-orang tua yang tinggal dipantai yangkurang terpapar sinar matahari, dan tidak diindikasikan pada populasi ASIA yang banyak terpapar sinar matahari. Kalsium Asupan Ca pada penduduk asia pada umumnya lebih rendah dari kebutuhan Ca yang direkomendasikan, yaitu sebesar 1200 mg. Ca sebagai monoterapi ternyata tidak mencukupi untuk mencegah fraktur pada pasien osteoporosis. Preparat Ca yang terbaika adalah Ca karbonat, kemudia Ca fosfat, kalsium sitrat, kalsium laktat dan Ca gukonat. Pembedahan Pembedahan pada pasien osteoporosis dilakukan bila terjadi fraktur, terutama fraktur panggul. Tujuan terapi bedah adalah untuk mendapatkan fiksasi yang stabil, sehingga mobilisasi pasien dapat dilakukan

26

Ajeng Savitri (H1A009021)

sedini mungkin. Asupan Ca tetap harus diperhatikan dal tindakan bedah agar mineralisasi kalus menjadi sempurna. Walaupun telah melakukan interpensi bedah, terapi medikamentosa dengan bisfosfonat, raloksifen atau terapi pengganti hormonal , maupun kalsitonin tetap harus diberikan. Evaluasi Pengobatan Evaluasi hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menglang pemeriksaan densitometry setelah 1-2 tahun pengobatan dan dinilai peningkatan densitasnya. Bila dalam waktu 1 tahun tidak terjadi peningkatan maupun penurunan densitas tulang maka pengobatan dianggap berhasil., karena resopsi tulang sudah dapat ditekan.

OSTEOARTRITIS
Osteoartritis
(OA) merupakan penyakit sendi degeneratif yang berkaitan dengan kerusakan

kartilago sendi. Vertebra, panggul, lutut dan pergelangan kaki paling sering terkena OA. Prevalensi OA lutut radiologis di Indonesia cukup tinggi, yaitu mencapai 15.5% pada pria dan 12.7% pada wanita.

ETIOPATOGENESIS OSTEOARTRITIS Berdasarkan patogenesisnya OA dibedakan menjadi dua yaitu OA primer


dan OA sekunder. Osteoartritis primer disebut juga OA idiopatik yaitu OA yang kausanya tidak diketahui dan tidak ada hubungannya dengan penyakit sistemik maupun proses perubahan lokal pada sendi. OA sekunder adalah OA yang didasari oleh adanya kelainan endokrin, inflamasi, metabolik, pertumbuhan, herediter, jejas mikro dan makro serta imobilisasi yang terlalu lama. Osteoartritis primer lebih sering ditemukan dibanding OA sekunder

Para pakar yang meneliti penyakit

ini sekarang berpendapat bahwa OA ternyata

merupakan penyakit gangguan homeostasis dari metabolisme kartilago dengan kerusakan struktur proteoglikan kartilago yang penyebabnya belum jelas diketahui. Jejas mekanis dan kimiawi pada sinovia sendi yang terjadi multifaktorial antara lain karena faktor umur, stres mekanis atau penggunaan sendi yang berlebihan, defek anatomik, obesitas, genetik, Immoral dan faktor kebudayaan. Jejas mekanis dan kimiawi ini diduga merupakan faktor penting yang merangsang terbentuknya molekul abnormal dan produk degradasi kartilago didalam cairan sinovial sendi yang mengakibatkan ter adi inflamasi sendi, kerusakan khondrosit dan nyeri. Osteoartritis ditandai dengan fase hipertrofi kartilago yang berhubungan dengan suatu peningkatan terbatas dari sintesis matriks makromolekul oleh khondrosit sebagai kompensasi

26

Ajeng Savitri (H1A009021)

perbaikan (repair) . Osteoartritis tadi sebagai basil kombinasi antara degradasi rawan sendi, remodelling tulang dan inflamasi cairan sendi.

Peningkatan degradasi kolagen akan mengubah keseimbangan

metabolisme rawan sendi.

Kelebihan produk basil degradasi matriks rawan sendi ini cenderung berakumulasi di sendi dan menghambat fungsi rawan sendi serta mengawali suatu respons imun yang menyebabkan inflamasi sendi.

Pada rawan sendi pasien OA juga terjadi proses peningkaian aktivitas

fibrinogenik dan

penurunan aktivitas fibrinolitik. Proses ini menyebabkan terjadinya penumpukan trombus dan komplek lipid pada pembuluh darah subkondral yang menyebabkan tejadinya iskemia dan nekrosis jaringan subkhondral tersebut. Ini mengakibatkan dilepaskannya mediator kimiawi seperti prostaglandin dan interleukin yang selanjutnya subkhondral yang diketahui mengandung menimbulkan bone angina lewat

ujung saraf sensibel yang dapat menghantarkan rasa sakit.

Penyebab rasa sakit itu dapat juga berupa akibat dari dilepasnya mediator kimiawi seperti kinin dan prostaglandin yang menyebabkan radang sendi, peregangan tendo atau ligamentum serta spasmus otot-otot ekstra artikuler akibat kerja yang berlebihan. Sakit pada sendi juga diakibatkan oleh adanya osteofit yang menekan periosteum dan radiks saraf yang berasal dari medulla spinalis serta kenaikan tekanan vena intrameduler akibat stasis vena intrameduler karena proses remodelling pada trabekula dan subkondrial. FAKTOR RESIKO OSTEOARTRITIS Secara garis besar faktor risiko untuk timbulnya OA (primer) adalah seperti di bawah ini.
Faktor yang mempengaruhi predisposisi generalisata.

Faktor-faktor yang menyebabkan beban biomekanis tak normal pada sendi-sendi tertentu.

Kegemukan, faktor genetik dan jenis kelamin adalah faktor risiko umum yang penting. Umur Prevalensi dan beratnya OA semakin meningkat dengan
bertambahnya umur. OA hampir tak pernah pada anak-anak, jarang pada umur di bawah 40 tahun dan sering pada umur di atas 60 tahun. Akan tetapi harus diingat bahwa OA bukan akibat ketuaan saja. Perubahan tulang rawan sendi pada ketuaan berbeda dengan perubahan pada OA.

Jenis Kelamin Wanita lebih sering terkena OA lutut dan OA banyak sendi, dan lelaki
lebih sering terkena OA paha, pergelangan tangan dan leher. Secara keseluruhan, di bawah 45 tahun frekuensi OA kurang lebih sama pada laki-laki dan wanita, tetapi di atas 50 tahun (setelah menopause) frekuensi OA lebih banyak pada wanita daripada pria. Hal ini menunjukkan adanya peran hormonal pada patogenesis OA.

Suku Bangsa OA paha


lebih jarang di antara orang-orang kulit hitam dan Asia daripada Kaukasia. OA lebih sering

26

Ajeng Savitri (H1A009021)

dijumpai pada orang-orang Amerika ash (Indian) daripada orang-orang kulit putih. Hal ini mungkin berkaitan dg penrbedaan cara hidup maupun perbedaan pd frek. kelainan kongenital & pertumbuhan

Genetik Faktor herediter juga berperan pada timbulnya OA misalnya, pada ibu
dari seorang wanita dengan OA pada sendi-sendi interfalang distal (nodus Heberden) terdapat 2 kali lebih sering OA pada sendi-sendi tersebut, dan anak-anaknya perempuan cenderung mempunyai 3 kali lebih sering, daripada ibu dan anak perempuan-perempuan dari wanita tanpa OA tersebut.

Kegemukan dan Penyakit Metabolik Berat badan yang berlebih nyata berkaitan dengan meningkatnya risiko untuk timbulnya OA baik pada wanita maupun pada pria.
timbulnya kaitan tersebut. Oleh karena itu di samping faktor mekanis yang berperan (karena meningkatnya beban mekanis), diduga terdapat faktor lain (metabolik) yang berperan pada

Cedera Sendi, Pekerjaan dan 0lahraga Pekerjaan berat maupun dengan pemakaian satu sendi yang terus menerus
(misalnya tukang pahat, pemetik kapas) berkaitan dengan peningkatan risiko OA tertentu. Demikian juga cedera sendi dan olah raga yang terus menimbulkan cedera sendi berkaitan dengan risiko OA yang lebih tinggi. Aktivitas-aktivitas tertentu dapat menjadi predisposisi OA cedera traumatik (misalnya robeknya meniscus, ketidak stabilan ligamen) yang dapat mengenai sendi.

Kelainan Pertumbuhan Kelainan kongenital dan pertumbuhan paha


muda. tlah dikaitkan dgn timbulnya OA paha pada usia

Faktor-faktor Lain Tingginya kepadatan tulang dikatakan dapat meningkatkan risiko


timbulnya OA. Hal ini mungkin timbul karena tulang yang lebih padat (keras) tak membantu mengurangi benturan beban yang diterima oleh tulang rawan sendi. Akibatnya tulang rawan sendi menjadi lebih mudah robek.

SENDI-SENDI YANG TERKENA Adanya predileksi OA pada sendi-sendi tertentu (carpometacarpal I, metatarsophalangeal I, sendi apofiseal tulang belakang, lutut dan paha) adalah nyata sekali. Sebagai perbandingan, OA siku, pergelangan tangan, glenohumeral atau pergelangan kaki jarang sekali dan terutama terbatas pada orang tua. RIWAYAT PENYAKIT Pada umumnya pasien OA mengatakan bahwa keluhan-keluhannya sudah
berlangsung lama, tetapi

26

Ajeng Savitri (H1A009021)

berkembang secara perlahan-lahan.

GEJALA KLINIS Nyeri Sendi Keluhan ini merupakan keluhan utama yang seringkali membawa pasien ke dokter. Nyeri biasanya bertambah dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa gerakan tertentu kadang-kadang menimbulkan rasa nyeri yang lebih disbanding gerakan yang lain. Nyeri pada OA juga dapat berupa penjalaran atau akibat radikulopati, misalnya pada OA servikal dan lumbal. OA lumbal yang menimbulkan stenosis spinal mungkin menimbulkan keluhan nyeri di betis, yang biasa disebut dengan claudicatio intermitten. Hambatan Gerakan Sendi Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat dengan pelan-pelan
bertambahnya rasa nyeri. sejalan dengan

Kaku Pagi Pada beberapa pasien, nyeri atau kaku sendi dapat timbul setelah imobilitas, seperti duduk di kursi atau mobil dalam waktu yang cukup lama atau bahkan setelah bangun tidur. Krepitasi Rasa gemeretak (kadang-kadang dapat terdengar) pada sendi yang sakit. Pembesaran Sendi (deformitas) Pasien mungkin menunjukkan bahwa salah satu sendinya (seringkali
secara pelan-pelan membesar. terlihat di lutut atau tangan)

Perubahan Gaya Berjalan Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan paasien. Hampir semua pasien OA pergelangan kaki, tumit, lutut atau panggul berkembang menjadi pincang. Gangguan berjalan dan gangguan fungsi sendi yang lain merupakan ancaman yang besar untuk kemandirian pasien OA yang umumnya tua. PEMERIKSAAN FISIK Hambatan Gerak Perubahan ini seringkali sudah ada mekipun pada OA yang masih dini (secara radiologis). Biasanya bertambah berat dengan semakin beratnya penyakit, sampai sendi hanya bisa digoyangkan dan menjadi kontraktur. Hambatan gerak dapat konsentris (seluruh arah gerakan) maupun eksentris (salah satu arah gerakan saja). Krepitasi

26

Ajeng Savitri (H1A009021)

Gejala ini lebih berarti untuk pemeriksaan klini OA lutut. Pada awalnya hanya berupa perasaan akan adanya sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien atau dokter yang memeriksa. Dengan bertambah beratnya penyakit, krepitasi dapat terdengar sampai jarak tertentu. Gejala ini mungkin timbul karena gesekan kedua permukaan tulang sendi pada saat sendi digerakkan atau secara pasif di manipulasi. Pembengkakan Sendi yang Seringkali Asimetris Pembengkakan sendi pada OA dapat timbul karena efusi pada sendi yang biasanya tak banyak (< 100 cc). Sebab lain ialah karena adanya osteofit, yang dapat mengubah permukaan sendi. Tanda-tanda Peradangan Tanda-tanda adanya peradangan pada sendi (nyeri tekan, gangguan gerak, rasa hangat yang merata dan warns kemerahan) mungkin dijumpai pada OA karena adanya sinovitis. Biasanya tanda-tanda ini tak menonjol dan timbul belakangan, seringkali dijumpai di lutut, pergelangan kaki dan sendi-sendi kecil tangan dan kaki. Perubahan Bentuk (deformitas) Sendi yang Permanen Perubahan ini dapat timbul karena kontraktur sendi yang lama, perubahan permukaan sendi, berbagai kecacatan dan gaya berdiri dan perubahan pada tulang dan permukaan sendi. Perubahan Gaya Berjalan Keadaan ini hampir selalu berhubungan dengan nyeri karena menjadi tumpuan berat badan. Terutama dijumpai pada OA lutut, sendi paha dan OA tulang belakang dengan stenosis spinal. Pada sendi-sendi lain, seperti tangan bahu, siku dan pergelangan tangan, osteoartritis juga menimbulkan gg. fungsi. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Diagnosis OA biasanya didasarkan pada gambaran klinis dan radiografis. Radiografis Sendi yang Terkena Pada sebagian besar kasus, radiografi pada sendi yang terkena osteoartritis
gambaran diagnostik yang lebih canggih. Gambaran radiografi sendi yang menyokong diagnosis OA ialah : sudah cukup memberikan

Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris (lebih berat pada bagian yang menanggung beban). Peningkatan densitas (sclerosis) tulang subkondral. Kista tulang Osteofit pada pinggir sendi Perubahan struktur anatomi sendi.

Pemeriksaan laboratorium

26

Ajeng Savitri (H1A009021)

Hasil pemeriksaan laboratorium pada OA biasanya tak banyak berguna. Darah tepi (hemoglobin, leukosit, laju endap darah) dalam batas-batas normal, kecuali OA generalisata yang harus dibedakan dengan arthritis peradangan TATALAKSANA Terapi non-farmakologis: Edukasi atau penerangan; Terapi fisik dan rehabilitasi; Penurunan berat badan. Terapi farmakologis: -

Analgesik oral non-opiat; - Analgesik topikal; OAINS (obat anti inflamasi non steroid); Chondroprotective; Steroid intra-artikuler Malaligment, deformitas lutut Valgus-Varus Arthroscopic debridement dan joint lavage Osteotomi Artroplasti sendi total.

Terapi Bedah: -

26

Ajeng Savitri (H1A009021)

OSTEOMALASIA

DEFINISI Osteomalasia merupakan penyakit yang berkaitan dengan gangguan deposisi kalsium dan matriks tulang dan biasanya terjadi pada orang dewasa. Osteomalasia dapat juga disebut sebagai adult rickets. Jadi yang membedakannya adalah pada osteomalacia tidak adanya keterlibatan dari lempeng epifisis.

Gambar: ricketsia pada anak

Gambar: osteomalacia pada dewasa

Kalsium Fungsi dan metabolisme zat kapur (Ca) dan phosphor (P) sangat erat saling berhubungan, sehingga akan dibicaraka bersama sekaligus. Sebagian besar kedua unsur ini terdapat sebagai garam CalsiumPhosphat di dalam jaringan keras tubuh, ialah tulang dan gigi, memberikan sifat keras kepada kedua jenis jaringan tersebut. Dari 1200 gram Ca yang terdapat dalam tubuh, sekitar 90% terdapat di dalam jaringan keras (tulang dan gigi), sedangakan jaringan lunak hanya mengandung sebanyak 10%. Dalam hati mineral phosphor, 80% terdapat dalam jaringan keras, dan 20% di dalam jaringan lunak, terutama sebagai gugus asam phosphat. Kadar P dalam tubuh sekitar 8% berat badan.

26

Ajeng Savitri (H1A009021)

Ikatan Ca dan P di dalam tulang dan gigi terdapat sebagai kristal anorganik dengan rumus CO 3 2Ca3 (PO4)2. Plasma darah mengandung 10mg/dl di plasma (9-11 mg/dl) unsur Ca 40% terikat pada protein, 60% sebagai Ca bebas dan unsur P terdapat dalam konsentrasi 4mg setiap 100ml darah lengkap;sebagian besar terdapat di bagian selular darah tersebut. Ca dalam tulang mudah dimobilisasi ke dalam cairan tubuh dan darah, bila diperlukan untuk diteruskan kepada sel-sel jaringan yang lebih memerlukannya. Terutama trabeculae dari struktur tulang merupakan tempat penimbunan Ca yang mudah sekali melepaskan Ca untuk dipergunakan untuk keperluan lain. Metabolisme Ca dan P Dalam proses absorbsi, Ca dan P seling berpengaruh erat sekali. Untuk absorsi Ca yang baik, diperlukan perbandingan Ca : P di dalam rongga usus (di dalam hidangan) 1 : 1 sampai 1 : 3. Perbandingan Ca : P lebih besar dari 1 : 3 akan menghambat kan menghambat penyarapan Ca, sehingga hidangan yang demikan akan menimbulkan penyakit defisiensi Ca, ialah rhakhitis. Hidangan yang mudah menimbulkan penyakit rhakhitis ini disebut hidangan rhakhitigonik. Di dalam hidangan pada umunya kadar P tidak pernah defisiensi, tetapi sebaliknya kadar Ca sering defisiensi. Hidangan dengan dasar bahan makanan pokok beras.sering terdapat defisiensi dalam kadar Ca. Terdapat pula di dalam makanan beras zat organik yang menghambat absorbsi Ca di dalam rongga usus, ialah asan phytat yang berikatan dengan Ca dan membentuk garam calsium phytat yang tidak larut di dalam air, sehigga mengendap dalam rongga usus dan tidak dapat diserap ke dalam mukosa. Dalam berbagai bahan makanan sayuran dan buah terdapat asam oksalat yang juga mengikat Ca dan membentuk garam Calsium oksalat yang tidak dpat larut dalam air sehingga tidak dapat diserap ke dalam mukosa usus. Absorbsi Ca di dalam rongga usus maupun reabsorbsinya di dalam tubuli ginjal dipengaruhi oleh vitamin D, sedangkan absorbsi Caa mempengaruhi pula absorbsi P. Hormon parathyroid berfungsi pula mengatur kadar Ca ++ di dalam cairan, yang diperlukan untuk kontraksi otot dan pembekuan darah. Bila kadar Ca ++ bila kadar Ca dalam plasma menurun, Ca dimobilisasikan dari trabecula dalam struktur tulang. Defisiensi Ca ++ di dalam darah memberikan gejalagejala tetani. Ca maupun P diekskresikan di dalam urine dan sedikit di dalam tinja. Di dalam urine 24 jm sebanyak 1.500 terdapat 0,30 gram calsium dan 2,5 gram asam phosphat. Kebutuhan akan Ca adalah 400 mg seorang perhari seumur hidup.

26

Ajeng Savitri (H1A009021)

Gambar: regulasi homeostasis kalsium

Vitamin D Absorpsi, transportasi & penyimpanan o Diabsorpsi bersama lipid. o Diangkut oleh D-plasma binding protein (DBP) ke tempat penyimpanan di hati, kulit, otak, tulang, dan jaringan lainnya.

26

Ajeng Savitri (H1A009021)

Prekursor vit. D* UV Vitamin D** HATI 25-hidroksi-vitamin D GINJAL, Tulang, atau Plasenta 1, 25-dihidroksi-vitamin D (aktif)***

Saluran Cerna

Tulang

PO4

3-

& Ca

2+

PO4

3-

& Ca

2+

PTH

Paratiroid

DARAH

Kadar serum turun

* Prekursor vit.D: ergosterol, 22-dehidrokalsiferol, 7-dehidrokolesterol. ** Vitamin D: ergosterol, kolekalsiferol. *** Vitamin D (aktif): erkalsitriol, kalsitriol.

26

Ajeng Savitri (H1A009021)

Ekskresi : Mekanisme ekskresinya belum diketahui dengan pasti.

Fungsi: o Fungsi utamanya adalah mengatur kadar kalsium dan fosfat dalam darah untuk diendapkan pada proses pengerasan tulang. Dalam saluran cerna, kalsitriol merupakan hormone yang mengatur sintesis Calcium Binding Protein (CABP) dan fosfor binding protein pada mukosa usus halus, sehingga meningkatkan absorpsi aktif vit. D. Dalam tulang, kalsitriol dan hormone paratiroid merangsang pelepasan kalsium dan fosfat dai permukaan tulang ke darah. Dalam ginjal, kalsitriol merangsang reabsorpsi kalsium dan fosfat dan hormone paratiroid merangsang sintesis vitamin D aktif. ETIOLOGI Penyakit osteomalasia disebabkan oleh defisiensi dalam makanan, tetapi yang lebih penting adalah terbatasnya pajanan ke matahari (perempuan yang berbusana terlalu tertutup, anak yang lahir dari ibu dengan defisiensi vitamin D). Penyebab: 1. Penurunan sintesis endogen vitamin D o Kurang terpajan ke sinar matahari. o Pigmentasi melanin kulit yang padat( kulit hitam). 2. Penurunan penyerapan vitamin D larut-lemak dalam usus. o Defisiensi makanan o Disfungsi saluran empedu, pankreas, atau usus.

26

Ajeng Savitri (H1A009021)

3. Peningkatan penguraian vitamin D dan 25-OH-D o Induksi enzim sitokrom p-450 oleh fenitoin, fenobarbital, rifampisin. 4. Gangguan sintesis 25-OH-D o Penyakit hati difus 5. Penurunan sintesis 1,25(OH)2 D o Penyakit ginjal tahap lanjut disertai gagal ginjal. o Rakitis dependen-vitamin D tipe 1 ( defisiensi herediter alfa 1- hidroksilase ginjal)

Gambar: calsifikasi arterial yang ditemukan pada pasien dengan gagal ginjal kronis.

6. Resistensi organ sasaran terhadap 1,25(OH) 2-D o Rakitis dependen-vitamin D tipe 2 ( ketiadaan atau gangguan kengenital reseptor untuk metabolit aktif)

26

Ajeng Savitri (H1A009021)

7. Deflesi fosfat o Gangguan penyerapan-pemakaian kronis antasid, yang mengikat fosfat sehingga zat ini tidak larut. o Gangguan tubulus ginjal, didapatkan atau genetik, yang menyebabkan peningkatan ekskresi. PATOFISIOLOGI Perubahan patologi yang terjadi pada ricektsia dan osteomalacia adalah penurunan kalsifikasi tulang dan peningkatan matriks yang tidak terkalsifikasi. Perluasan zona kartilago perosseous yang tidak terkalsifikasi membentuk titik calsifikasi kartilago di lempeng epifisis. Fungsi kalsium adalah membentuk tulang yang keras, sehingga jika tidak terkalsifikasi akan terbentuk tulang yang lembek (soft) dan kensekuensinya, deformitas muncul tidak hanya pada substansi pada tulang nya tetapi juga melewati lempeng epifisialnya. Defisiensi vitamin d akan menyebabkan terjadinya hipokalsemia, bila keadaan tersebut terjadi maka produksi PTHT meningkat dan akan menyebabkan terjadinya: Pengaktifan alfa-1 hidroksilase ginjal sehingga penyerapan kalsium dan vitamin D aktif meningkat Terjadi mobilisasi kalsium dari tulang Terjadi penurunan ekskresi kalsium oleh ginjal Terjadi peningkatan ekskresi fosfat oleh ginjal. Keadaan tersebut menyebabkan kadar kalsium tetap diperathankan mendekati normal, tetapi hipofosfatemia menetap sehingga mineralisasi tulang terganggu. DIAGNOSIS Pada infant, kemungkinan terjadinya rickets harus dikenali dengan adanya kejang, tetani, iritabilitas, pertumbuhan yang terhambat (termasuk petumbuhan tulang), kelamahan, dan gangguan tumbuh kembang. pada anak yang sedangn belajar berjalan, kemungkinan ricketsia harus dikenali dengan adanya deformitas dari tungkai bawah (genu valgum yang berat, genu varum, dan deformitas torsional) dan postur tubuh yang pendek.

26

Ajeng Savitri (H1A009021)

Diagnosis ricketsia, apapun penyakitnya yang mendasarinya, kelainannya klinisnya terletak di lempeng epifisis, lebih tepatnya di ujung distal setiap radius dan costochondral junction, atau biasa disebut rachitic rosary. Bagaimanapun diagnosis dikenali dengan perubahan radiografi yang tipikal pada ujung pertumbuhan tulang panjang, dengan adanya pelebaean tampakan radiolucent (akibat kartilago preosseous yang tidak mengalami kalsifikasi) dan juga oleh tampakan yang secara umum terlihat kasar akibat mineralisasi yang kurang pada semua area tulang. Ada tiga bentuk ricketsia berdasarkan aspek klinisnya yaitu: a. Ricketsia akibat defisiensi vitamin D (Nutritional rickets) Terjadi pada anak yang memiliki riwayat ketika bayi tidak mendapat ASI, tidak mendapatkan suplemen vitamin, dan kurang pajanan matahari. Defisiensi juga dapat terjadi karena gg. absorpsi di taraktus intestinal akibat steatore oelh gangguan kronik pada intestinal atau hepatic b. Renal osteodystrphy (azotemic osteodystrophy) Jarang terjadi. Tidak hanya menyebabkan terjadinya teappi juga dapat menyebabkan hyperparatiroidisme sekunder yang sehingga dapat terjadi superimpose hyperparatirodisme bone lesion. c. Ricketsia yang disebabkan oleh defek pada tubulus renalis. Mekanisme dari dysfungsi tubula yang dapat menyebabkan ricketsia adalah defek pada reabsorpsi phosphate di tubular dan akibatnya phosphate banyak dikeluarkan lewat urin Kemungkinan terjadinya Osteomalacia harus dikenali dengan adanya anorexia, penurunan berat badan, kelmahan otot, dan nyeri yang meluas sepserti pada tulangnya yang empuk dan deformitas yang progresif. Diagnosis osteomalacia dapat ditegakkan berdasarkan: Gambaran klinis Penderita dengan penyakit osteomalasia dapat ditemukan anoreksia, penurunan berat badan, kelemahan otot, nyeri tulang dan deformitas yang progresif pada tulang belakang dan anggota gerak bawah. Pemeriksaan radiologis Pada pemeriksaan ini terlihat deformitas yang luas pada rangka tulang( penekanan vertebra, distorsi pelvis, pembengkokan tulang panjang). Terjadi juga penipisan seluruh tulang 2.

26

Ajeng Savitri (H1A009021)

Gambar: VitaminD-deficient rickets

Gambar: Renal osteodystrophy.

Gambar: VitaminD-resistant rickets.

Gambar: Rickets dengan neurofibromatosis

26

Ajeng Savitri (H1A009021)

Gambar: VitaminD-resistant rickets dengan Gambar: ProximalFanconisyndrome. glycosuria

Gambar: gangguan penyimpanan Cystin

Gambar:

typical

Looserslines

(Milkmans

pseudo fractures) in the ribcage of apatient with Debr-DcToni-Fanconirickets.

PENGOBATAN

26

Ajeng Savitri (H1A009021)

Kita harus mengenali dahulu penyebab ricketsianya, karena jika kita melakukan koreksi terhadap deformitasnya tanpa mengontrol penyebab ricketsianya, maka kelainannya akan dapat muncul kembali. Ketika ricketsia sudah tangani, maka deformitasnya akan mengalami proses menuju perbaikan. Perbaikan ini dapat ditambah dengan penggunaan yang tepat dari night splint. Osteotomy dapat dilakukan jika terapi medis dan nonoperative yang adekuat tidak berpengaruh, dan deformitas rakitis yang berat tetap ada. Pada osteomalacia, penyebab utama harus diektahui dan harus diobati sebaik mungkin. Pengobatan dapat dilakukan dengan memberikaan vitamin D dan kalsium dosis tinggi untuk meningkatkan kalsifikasi pada matriks pada osteomalacia akibat defisiensi vitamin D.. Dilakukan osteotomi juga bila terjadi deformitas yang menetap.

26

Potrebbero piacerti anche