Sei sulla pagina 1di 12

Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 4 No.

3 Januari 2009: 104 -115

MEKANISME PENEKANAN EKSPRESI N-RAS EKSTRAK KULIT JERUK KEPROK (Citrus reticulata) SEBAGAI AGEN KEMOPREVENTIF
Perdana Adhi N., Andita Pra D., Diah Ayu P.K.W., Sugeng Riyanto, Edy Meiyanto Cancer Chemoprevention Research Center, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta e-mail edy_meiyanto@gmail.com

ABSTRACT
One targeting point of cancer treatment, especially liver cancer is the suppression of NRas expression, inhibition of c-Src activity and CYP1A2 in the liver cells. The aim of the research in to explore the anticarcinogenesis effect of the ethanolic extract of C. reticulata peel through suppression of N-ras expression and the binding afinity and interaction of polimetoksiflavon compound found in the peel of Citrus Reticulata, namely tangeretin and nobiletin to the target protein using molecular docking. Geometry structure optimization tangeretin and nobiletin were done with the software Molecular Operating Environment (MOE) for Windows. The optimum structure conformation of tangeretin and nobiletin were approached using semiempirik AMBER99 method. The process of docking of the test compound to the bindingsite c-Src (PDB ID: 1FMK) and CYP1A2 (PDB ID: 1AE4) were done using the software Molecular Operating Environment (MOE) for Windows in the conditions without water. From the docking process found that the lowest scoring value is tangeretin in conditions without water. Docking Results of tangeretin compared with the experimental ligan in the target CYP1A2, shows the interaction of tangeretin stronger than the interaction of ligan an -naphtoflavon. Meanwhile, the target protein, c-Src, interaction endogenous ligan (ATP) is much stronger than the interaction with the test compound and ligan comparison Imatinib. Therefore, it is estimated that the mechanism of liver cancer hepar inhibition in molecular docking is through CYP1A2 inhibition. Keywords : tangeretin, nobiletin, docking, c-Src (1FMK), CYP1A2 (1AE4)

ABSTRAK
Salah satu titik tangkap pengobatan kanker khususnya kanker hepar adalah penekanan ekspresi N-Ras, penghambatan protein c-Src dan aktivitas CYP1A2 di hepar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui afinitas dan interaksi senyawa berkerangka polimetoksiflavon pada kulit jeruk keprok (Citrus reticulata) yaitu tangeretin dan nobiletin terhadap protein target tersebut menggunakan molecular docking. Optimasi geometri struktur tangeretin dan nobiletin dilakukan dengan piranti lunak Molecular Operating Environment for Windows. Konformasi optimum tangeretin dan nobiletin dihasilkan menggunakan metode semiempirik AMBER99. Kemudian dilakukan proses docking senyawa uji dengan bindingsite c-Src (PDB ID : 1FMK) dan CYP1A2 (PDB ID : 1AE4) menggunakan piranti lunak Molecular Operating Environment for Windows dalam kondisi tanpa air. Dari hasil yang diperoleh dapat diperkirakan bahwa mekanisme penghambatan kanker hepar secara docking molekuler adalah melalui penghambatan CYP1A2 Kata kunci: tangeretin, nobiletin, docking, c-Src (1FMK), CYP1A2 (1AE4)

104

Mekanisme Penekanan Ekspresi N-Ras Ekstrak Kulit Jeruk Keprok Sebagai Agen Kemopreventif (Perdana Adhi N, Andita Pra D, Diah Ayu P.K.W, Sugeng Riyanto, dan Edy Meiyanto)

PENDAHULUAN Proses karsinogenesis hepar dipengaruhi oleh banyak protein onkogen. Overekspresi onkogen oleh senyawa karsinogen merupakan abnormalitas genetik yang sering terjadi pada kanker (1). CYP1A2 di hepar telah diketahui dapat mengaktivasi senyawa prokarsinogen (benzo(a)pyrene) menjadi intermediet reaktif yang berinteraksi dengan nukleofil selular dan akhirnya memicu karsinogenesis dengan ditandai terjadinya overekspresi N-Ras (2). Aktivasi melalui enzim tersebut dapat dihambat oleh senyawasenyawa flavonoid seperti flavones, hidroxyflavone dan galangin (3). Oleh karena itu, senyawa flavonoid diperkirakan dapat menghambat overekspresi pada N-Ras. Kulit C. reticulata mempunyai berbagai macam senyawa flavonoid yang berpotensi sebagai agen kemopreventif. Salah satu flavonoid dominan yang terdapat pada ekstrak kulit jeruk adalah tangeretin yang merupakan suatu senyawa metoksi flavon (4). Tangeretin yang terdapat pada kulit buah jeruk dapat meningkatkan ikatan antar sel dan menghambat proliferasi pada sel kanker payudara MCF-7/6 secara in vitro. Jenis flavonoid seperti hidroksi flavon dan metoksi flavon memiliki potensi dan selektifitas yang tinggi dalam menghambat kerja dari protein CYP1A2 (3). Berdasarkan data-data tersebut, dapat diperkirakan bahwa ekstrak kulit jeruk C. reticulata berfungsi sebagai antiproliferatif melalui mekanisme inhibisi CYP1A2. Senyawa flavonoid terutama metoksi flavon yang terkandung dalam ekstrak etanolik kulit C. reticulata sangat potensial sebagai agen kemopreventif dan alternatif pengobatan kanker hepar.

Flavonoid mempunyai kemampuan untuk memodulasi metabolisme xenobiotic (3). Penelitian lain menyebutkan pada tahap promosi kanker, metoksi flavon memiliki potensi jauh lebih besar dalam menghambat proliferasi sel kanker dibandingkan flavon yang tidak termetilasi (5). Tangeretin dan nobiletin terbukti menginduksi G1 cell cycle arrest pada kanker kolon dan payudara dengan cara inhibisi pada target cdk4 dan cdk2 (6). Berdasarkan data-data tersebut, terlihat bahwa senyawa metoksi flavon (tangeretin dan nobiletin) memiliki kemampuan dalam menginhibisi protein kinase yaitu cdk2. Oleh karena itu senyawaan metoksi flavon yang terkandung dalam ekstrak etanolik kulit C. reticulata diperkirakan dapat menghambat protein kinase lainnya yang berperan penting dalam signal transduksi sel seperti c-Src yang berfungsi dalam aktivasi expresi NRas. Potensi tangeretin dan nobiletin sebagai inhibitor c-Src dan CYP1A2 dapat ditelusuri menggunakan metode komputasi Arguslab melalui proses docking. Data-data yang diperoleh dari hasil docking akan memberikan informasi ilmiah mengenai senyawa metoksi flavon (tangeretin dan nobiletin) yang terkandung dalam ekstrak etanolik kulit C. reticulata yang dapat berfungsi optimum sebagai inhibitor c-Src dan CYP1A2 sehingga dapat mengurangi terbentuknya intermediet reaktif pemicu karsinogenesis dengan indikator penurunan ekspresi dan N-Ras. Hasil dari pendockingan dapat dijadikan acuan untuk memperkirakan mekanisme aksi molekuler dari Tangeretin dan Nobiletin.
105

Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 4 No. 3 Januari 2009: 104 -115

Penelitian ini bertujuan untuk menelusuri mekanisme dari ekstrak etanolik kulit jeruk keprok (C. reticulata) secara in vivo sebagai agen kemopreventif melalui penekanan ekspresi protein N-Ras yang mengatur transduksi sinyal proliferasi dan protein-protein yang berkaitan dengan karsinogenesis kanker hepar METODOLOGI PENELITIAN Bahan Kulit Jeruk Keprok yang didapatkan dari daerah Kali Soro Tawangmangu, Jawa Tengah dan telah dideterminasi di Laboratorium Farmakognosi Bagian Biologi Farmasi Fakultas Farmasi UGM. Kulit Jeruk Keprok dikeringkan dibawah Sinar Matahari dengan ditutupi kain hitam, diserbuk dengan blender hingga didapat serbuk kering. Dari 1 kg serbuk kulit jeruk keprok dimaserasi dengan etanol 70% selama 5 hari. Fraksi etanol yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan rotary vaccum evaporator untuk mendapatkan ekstrak kental. Tikus (Rattus norvegicus) betina galur Sprague-Dawley yang berumur 35 hari dengan berat badan 80-90 gram yang diperoleh dari Unit Pengembangan Hewan Percobaan, Universitas Gadjah Mada dan diadaptasikan di kandang percobaan selama 3 hari sebelum diberikan perlakuan. Cara kerja Molecular Docking: Simulasi docking dilakukan pada dua protein target yakni CYPA2 dan c-Src terhadap 2 senyawa uji dalam ekstrak kulit jeruk keprok, tangeretin dan nobiletin, menggunakan software Molecular Operating Environment (MOE). Senyawa uji dibuat struktur 3 dimensi (3D) menggunakan software
106

MOE. Sudut torsi dioptimasi menggunakan metode mekanika kuantum dan dioptimasi geometri menggunakan metode semiempirik AMBER99. Struktur dengan nilai Hf dan energi terendah digunakan untuk didockingkan pada protenprotein target c-Src dan CYP1A2 yang diperoleh dari database PDB di download dari situs http/www/pdbbeta.rscb.org/pdb. Program yang digunakan untuk docking senyawa flavonoid pada protein kinase c-Src dan CYP1A2 serta mengkalkulasi energi bebasnya adalah Molecular Operating Environment. Standard ligan dan ligan copy yang akan digunakan dalam validasi pada protein-protein kinase adalah CYP1A2 dan c-Src. Docking dilakukan dengan menggunakan area binding site minimum (calculating site). Selanjutnya dilakukan scoring dengan memilih score current config pada calculation type. Scoring function yang digunakan adalah Score. Ligan eksperimental adalah ligan yang digunakan untuk membandingkan kekuatan ikatan ligan senyawa uji. Ligan eksperimental yang digunakan adalah Imatinib dan Alfanaftaflavon yang merupakan inhibitor proteintarget c-Src dan CYP1A2. Ligan binding site yang digunakan merupakan binding site ligan eksperimental. Setelah menentukan boks ligan binding site, ligan senyawa uji di-docking-kan pada ligan binding site. Lakukan scoring terhadap hasil docking tersebut. Output yang diperoleh menyatakan kekuatan interaksi ligan-reseptor berupa G (energi Gibs). Uji Karsinogenesis Penekanan Ekspresi N-Ras: Hewan uji dibagi menjadi 5 kelompok, masing-masing

Mekanisme Penekanan Ekspresi N-Ras Ekstrak Kulit Jeruk Keprok Sebagai Agen Kemopreventif (Perdana Adhi N, Andita Pra D, Diah Ayu P.K.W, Sugeng Riyanto, dan Edy Meiyanto)

terdiri dari 6 ekor tikus. Kelompok I yaitu kelompok perlakuan DMBA, diinduksi DMBA dosis 20 mg/kgBB dalam corn oil peroral 2 kali tiap minggu selama 5 minggu.. Kelompok II-III adalah kelompok DMBA+ekstrak kulit jeruk keprok dengan dosis berturut-turut 750 dan 1500 mg/kgBB, diberi ekstrak etanolik kulit buah C. reticulata setiap hari selama 10 hari selama inisiasi (minggu ke 3 setelah perlakuan DMBA). Dosis, cara dan frekuensi pemberian DMBA sama dengan kelompok perlakuan DMBA. Kelompok IV yaitu kelompok kontrol pelarut (tidak diberi perlakuan) yaitu kelompok tikus yang diberikan pelarut ekstrak berupa CMC-Na 0,5%. Kelompok V adalah kelompok perlakuan ekstrak (1500 mg/kgBB). Kelompok V tidak diberi DMBA dan diberi perlakuan ekstrak dengan cara dan frekuensi yang sama dengan kelompok DMBA+ekstrak. Setelah pemberian DMBA yang terakhir (minggu ke-11), semua tikus dikorbankan dan dilakukan pemeriksaan makroskopis dengan melihat adanya nodul tumor pada organ hepar. Preparasi organ dilakukan dengan memfiksasi organ hepar dengan buffer formalin 4%. Selanjutnya dibuat preparat organ dalam slide kaca untuk diamati secara mikroskopis kajian histopatologisnya menggunakan metode Imunohistokimia untuk mengamati ekspresi gen N-Ras pada hepar tikus. Pemeriksaan ini dibawah mikroskop binokuler (Nikon, Microscope Digital Camera System) di Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta. Analisis Data Evaluasi hasil uji meliputi pengamatan ekspresi protein N-Ras dari hasil pengecatan

imunohistokimia (IHC). Preparat IHC digunakan untuk mengamati jumlah sel hepar yang mengekspresikan protein N-Ras pada semua kelompok perlakuan hewan uji. Preparat IHC juga diamati secara deskriptif kualitatif dengan cara melihat sel yang mengekspresikan protein N-Ras akan berwarna coklat. HASIL DAN PEMBAHASAN Molecular Docking Senyawa uji yaitu senyawaan polimetoksiflavon yang banyak terdapat dalam kulit C.reticulata dianalisis dengan metode docking untuk menggambarkan interaksi antara senyawa uji dengan protein target yaitu c-Src dan CYP1A2. Dengan docking ini akan didapatkan score yang menggambarkan ikatan yang terjadi antara ligan dengan protein target. Kuat lemahnya ikatan ini akan menentukan besarnya aktivitas biologis Software yang digunakan adalah MOE. Program ini dapat menggambarkan semua interaksi yang terjadi antara gugus-gugus dalam senyawa uji dengan residuresidu asam amino yang terdapat pada protein target serta dapat menggambarkan interaksinya baik secara 3 dimensi ataupun secara 2 dimensi. Hasil docking antara Nobiletin dengan CYP1A2 (Tabel 1) menghasilkan skor - 8,1788 kkal/mol yang nilainya lebih besar daripada Alfanaphtoflavon-CYP1A2 -11.6794 kkal/mol. Sementara itu skor docking untuk Tangeretin dengan CYP1A2 yaitu -12,9962 kkal/mol lebih rendah daripada ikatan tangeretin dan ligan asli alfanaphtoflavon. Hal ini menunjukkan bahwa ikatan antara tangeretin dengan CYP1A2 lebih stabil sehingga diprediksikan
107

Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 4 No. 3 Januari 2009: 104 -115

menyebabkan aktivitas inhibitor terhadap CYP1A2 lebih tinggi. Data yang diperoleh pada protein target CYP1A2, yang merupakan suatu isoenzim Cytochrom P450, memberikan gambaran bahwa tangeretin mempunyai nilai scoring yang lebih rendah (-12.9962 kkal/mol) dibandingkan dengan nobiletin dan bahkan dengan ligan aslinya -naphtoflavon (-11.6794 kkal/mol). Hal ini dibuktikan dengan jumlah ikatan hidrogen pada tangeretin yang lebih banyak

dibanding alfanaphtoflavon dan nobiletin. Tangeretin berikatan hidrogen sebagai akseptor hidrogen pada residu asam amino 321 Threonin dan 386 Isoleusin yang berada pada pocket reseptor CYP1A2. Atom yang berikatan hidrogen dengan residu asam amino tersebut adalah atom O dari substituen gugus metoksi (OCH3) pada posisi 5 dan 4 dari kerangka dasar flavonoid.

Tabel 1 Skor hasil docking ligan uji, ligan pembanding, dan ligan endogen dengan CYP1A2 Ligan uji Tangeretin Nobiletin Score -12.9962 -8.1788 Ligan Pembanding Alfanaphtoflavon Score -11.6794

Gambar 1. Pemodelan 2 dimensi hasil docking pada pocket protein target CYP1A2 dengan nobiletin (a), Tangeretin (b), dan ligan pembanding naphtoflavon (c). Nobiletin dengan gugus metoksi yang lebih banyak dibandingkan dengan Tangeretin memberikan surface area yang lebih besar untuk berikatan dengan residu asam amino yang berada di pocket reseptor CYP1A2. Sementara pada -naphtoflavon yang memiliki struktur cincin yang rigid hanya dapat memberikan surface area yang planar pada pocket reseptor CYP1A2

Nobiletin pada atom O dari gugus metoksi 8 berinteraksi hidrogen pada pocket reseptor CYP1A2 pada residu asam amino 321 Threonin sebagai akseptor transfer hidrogen. Nobiletin
108

hanya berinteraksi 1 ikatan hidrogen dengan pocket reseptor CYP1A2. Interaksi yang terjadi lebih sedikit dibandingkan interaksi antara tangeretin ini memungkinkan aktivitas

Mekanisme Penekanan Ekspresi N-Ras Ekstrak Kulit Jeruk Keprok Sebagai Agen Kemopreventif (Perdana Adhi N, Andita Pra D, Diah Ayu P.K.W, Sugeng Riyanto, dan Edy Meiyanto)

penghambatan CYP1A2 oleh Tangeretin lebih besar daripada nobiletin. Hal ini ditunjukan dengan nilai skor docking yang lebih rendah dibanding tangeretin yaitu -8,1788 kkal/mol. -naphtoflavon, ligan eksperimental asli yang ada pada protein CYP1A2 memberikan nilai skor yang lebih besar dibandingkan Tangeretin yaitu -11,6794 kkal/mol. Hal ini dibuktikan dengan ikatan hidrogen yang terjadi pada Alfanaphtoflavon hanyalah berupa ikatan hidrogen tidak langsung antara gugus keton pada posisi 4 dengan molekul air yang berinteraksi dengan residu asam amino Glysin 316. Selain itu, gugus naftalen alfanaphtoflavon ini berinteraksi hidrofobik dengan pocket reseptor CYP1A2. Interaksi kimia ini secara

empiris bersifat lemah, namun dikarenakan struktur rigid dan planar dari -naphtoflavon, flavon ini mampu membentuk konformasi inhibitor CYP1A2 yang khas dan cukup kuat ikatannya. Alfanaphtoflavon merupakan ligan asli yang telah dikenal luas sebagai inhibitor CYP1A2 dan CYP1A1 dengan mekanisme inhibisi nonkompetitif (3). Oleh karenanya diprediksikan skor docking senyawa tersebut dengan CYP1A2 memiliki energi yang rendah. Namun dari penelitian ini didapat bahwa nilai score Tangeretin lebih rendah dibandingkan ligan pembanding alfanaphtoflavon yang berarti ikatan tangeretin dengan CYP1A2 lebih stabil dan cocok dibandingkan dengan ligan pembanding Alfanaphtoflavon.

Tabel 2 Score hasil docking ligan uji, ligan pembanding, dan ligan endogen dengan c-Src

Hasil docking antara c-Src dengan tangeretin menghasilkan score 11,6616 yang nilainya lebih besar daripada imatinib-c-Src -16,6733. Begitu pula score docking nobiletin dengan c-Src yaitu -10,4267 lebih besar daripada imatinib-c-Src. Ini menunjukkan bahwa ikatan antara imatinib dengan c-Src lebih stabil sehingga menyebabkan aktivitas inhibitor terhadap c-Src lebih tinggi. Hal ini semakin didukung dengan tingginya afinitas ikatan antara imatinib dengan c-Src. Terdapat ikatan hidrogen antara gugus N-H dari imatinib sebagai donor Hidrogen

dengan residu Gln 253, sedangkan ikatan hidrogen lainnya terjadi antara residu Asp 117 dengan gugus NH+. Ikatan hidrogen ini lebih kuat karena adanya muatan positif yang meningkatkan keasaman sehingga lebih mudah terjadinya donor proton, ikatan ini dapat dikatakan sebagai ikatan hidrogen yang diperkuat, karena muatan positif dari NH+ dapat berinteraksi dengan gugus karboksilat dari residu Asam Aspartat 117. Interaksi yang lain adalah interaksi transfer muatan antara cincin benzen dari benzamin dengan residu asam amino Lys 315 yang merupakan
109

Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 4 No. 3 Januari 2009: 104 -115

residu asam amino polar bermuatan positif. Total ikatan kimia yang terjadi pada kompleks Imatinib c-Src inilah yang membuat skor dari imatinib menjadi sangat rendah yang berarti afinitas ikatan terhadap protein target c-Src menjadi sangat besar. Sedangkan interaksi antara tangeretin dengan c-Src yaitu ikatan hidrogen antara atom O dari gugus metoksi O-CH3 dari tangeretin pada posisi 8 dan 4 dengan residu Gln 253 dan Lys 401 yang kontak dengan solven. Gugus ini berikatan pula dengan solven yang ada di sekitar pocket protein target c-Src. Ikatan pada tangeretin ini jauh lebih banyak dibandingkan dengan nobiletin yang hanya membentuk ikatan hidrogen dengan solven di sekeliling pocket

reseptor dan tidak berikatan secara langsung dengan residu asam amino pada pocket reseptor c-Src. Pada nobiletin interaksi yang terjadi hanyalah berupa ikatan hidrogen dari solven dengan seluruh substituen gugus metoksi dari kerangka flavonoid Nobiletin. Ikatan ini bersifat lemah karena senyawa uji tidak berinteraksi langsung dengan residu asam amino dari pocket reseptor. Akibatnya skor yang didapatkan lebih besar dibandingkan Tangeretin karena Interaksi yang terjadi ini adalah lemah dan lebih sedikit dibandingkan interaksi antara tangeretin dan c-Src. Oleh karenanya dimungkinkan aktivitas penghambatan c-Src oleh tangeretin lebih besar daripada nobiletin.

Gambar 2. Pemodelan 3 dimensi hasil docking pada pocket protein target cSrc dengan nobiletin (a), Tangeretin (b), ligan endogen ATP (c) dan ligan pembanding Imatinib (d). Imatinib dengan konformasi 3 dimensi yang meruah memanjang dan khas memberikan surface area yang memanjang dan memberikan kemungkinan lebih besar dalam berinteraksi dengan pocket protein target c-Src Skor yang diperoleh antara ATP-cSrc didapat nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan tangeretin dan nobiletin yaitu -15,3059 kkal/mol. Ini berarti bahwa ikatan antara ATP dan c-Src lebih stabil dibandingkan dengan ikatan c-Src tangeretin ataupun c-Src Nobiletin. Afinitas ATP terhadap c-Src lebih besar ikatan hal ini dikarenakan karena ATP merupakan senyawa endogen yang memang mempunyai binding site dengan protein kinase. Gugus fosfat pada ATP merupakan gugus utama yang berinteraksi dengan c-Src. Adanya muatan negatif pada gugus fosfat dapat membentuk ikatan elektrostatik dengan residu asam amino Arg 160 dan Lys 321. Ikatan elektrostatik mempunyai afinitas yang

110

Mekanisme Penekanan Ekspresi N-Ras Ekstrak Kulit Jeruk Keprok Sebagai Agen Kemopreventif (Perdana Adhi N, Andita Pra D, Diah Ayu P.K.W, Sugeng Riyanto, dan Edy Meiyanto)

tinggi dibandingkan ikatan hidrogen dan ikatan hidrofobik. Selain itu juga terbentuk ikatan hidrogen antara OH dan fosfat dari gugus adenin pada ATP dengan Ser 248 dan Lys 401 yang kontak dengan gugus O pada adenin. Nilai score ATP-c-Src masih lebih tinggi dibandingkan dengan interaksi Imatinib c-Src. Ini berarti bahwa Imatinib yang dikenal sebagai obat kanker memiliki potensi tertinggi untuk menghambat ATP binding site dari protein kinase C-SRC yang dapat ditunjukkan dengan jumlah dan jenis interaksi dari keduanya. Sedangkan senyawa polimetoksiflavon ternyata memiliki score yang lebih tinggi dibandingkan ligan endogen ATP maupun ligan pembanding Imatinib. Oleh karenanya diprediksikan mekanisme yang memungkinkan dari aktivitas polimetoksiflavon dalam menghambat karsinogenesis adalah melalui penghambatan aktivitas enzim CYP1A2 dan bukan melalui penghambatan ATP binding site pada c-Src yang merupakan upstream dari ekspresi gen N-Ras. Nilai score pada c-Src yang rendah ini tidak menutup kemungkinan mekanisme inhibisi dari senyawaan polimetoksiflavon adalah melalui penghambatan fosforilasi peotein kinase c-Src. Hal ini dikarenakan belum semua proses docking dilakukan pada berbagai protein kinase yang berperan dalam karsinogenesis kanker hepar. Oleh karenanya perlu penelitian lebih lanjut mengenai aktivitas inhibisi protein kinase dari senyawaan polimetoksiflavon. Pengaruh pemberian DMBA dan Ekstrak Etanolik Jeruk Keprok terhadap gambaran mikroskopik hepar hewan uji Pada minggu ke 11 setelah pemberian ekstrak etanolik C. reticulata, dilakukan nekropsi hewan

uji. Analisis mikroskopis dilakukan dengan pengamatan hasil pengecatan hematoxylin-eosin dan pengecatan immunohistokimia pada organ hepar hewan uji. Analisis histopatologi yang dilakukan terhadap hepar tikus yang telah diinduksi DMBA (Gambar 3a) menunjukkan terjadinya perubahan pada sel-sel hepar akibat induksi DMBA yang bertendensi ke arah terjadinya kanker, terlihat susunan sel-sel hepar tidak lagi radier dan normokromatis yang menunjukan terjadinya hiperproliferasi. Sementara pada preparat perlakuan pelarut CMC-Na (Gambar 3b)terlihat susunan hepatosit yang masih teratur. Inti selsel hepar kelompok perlakuan pelarut tampak normokromatis tercat ungu dengan hematoksilin dan eosin (H&E), bentuk sel tampak sama (isositosis) dan tidak terdapat kelainan pada sitoplasma. Begitu pula pada gambaran histologis kelompok perlakuan ekstrak (Gambar 3c). Tidak tampak adanya infiltrasi sel radang maupun kongesti pada semua preparat yang diamati. Gambaran histologis yang tampak normal juga terlihat pada kelompok perlakuan DMBA-ekstrak dosis 750 mg/kgBB serta DMBA-ekstrak 1500 mg/kgBB pada tikus betina (Gambar 3d dan 3e). Tidak tampak adanya perubahan berupa kongesti maupun infiltrasi sel radang. Apalagi perubahan spesifik pada sel hepar yang mengarah pada pembentukan tumor. Susunan hepatosit teratur, inti sel normokromatis, isositosis dan tidak terdapat kelainan pada sitoplasma. Walaupun tidak tampak adanya perubahan signifikan (hanya terjadi hiperproliferasi) secara mikroskopis pada sel hepar pada kelompok hewan uji terinduksi DMBA yang mengarah pada pembentukan tumor, tidak dapat dipastikan tidak terjadi perubahan pada ekspresi gen111

Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 4 No. 3 Januari 2009: 104 -115

gen regulator bertanggung

pertumbuhan yang jawab terhadap

pembentukan tumor.

Gambar 3. Gambaran histologi pengecatan Hematoxylin-Eosin organ hepar hewan uji, kelompok perlakuan: DMBA (a), kontrol pelarut CMC-Na (b), dan kontrol ekstrak dosis 1500 mg/kgBB (c). DMBA-ekstrak dosis 750 mg/kgBB (d) , DMBA-ekstrak dosis 1500 mg/kgBB (e). Pada semua preparat tampak susunan hepatosit yang masih teratur dan tampak sama dengan inti sel tercat ungu biru. Tidak tampak perbedaan gambaran histologi antar kelompok. Gambar dilihat dengan perbesaran 400x Pengecatan dengan HE tidak mampu memberikan informasi perubahan ekspresi protein onkogen secara eksplisit, sehingga diperlukan suatu metode Imunohistokimia yang dapat memberikan informasi ekspresi protein N-Ras secara spesifik berdasarkan reaksi antigen-antibodi. Hasil reaksi antigen-antibodi ini akan divisualisasi dengan kromogen DAB (3,3-Diaminobenzidin) yang akan berwarna coklat dibawah mikroskop. Sel yang mengekspresikan N-Ras akan tampak paling coklat pada daerah membran sel di dekat inti karena yang aktif terlokalisasi pada daerah tersebut (tanda panah putih) sedangkan sel yang normal (tidak mengekspresian N-Ras akan berwarna biru pada membran disekitar inti selnya (tanda panah hitam). Dengan metode secara Imunohistokimia, tingkat ekspresi NRas dinyatakan dengan jumlah sel yang mengekspresikan N-Ras. Pengamatan preparat imunohistokimia pada kelompok perlakuan DMBA menunjukkan jumlah sel hepar yang mengekspresikan lebih banyak dibandingkan kelompok lainnya (Gambar 4a). Secara deskriptif terlihat bahwa perlakuan ekstrak memiliki gambaran yang mirip dengan kelompok perlakuan pelarut sedangkan kelompok perlakuan DMBA-ekstrak dosis 1500 mg/kg BB menunjukkan kecenderungan lebih menurunkan jumlah sel hepar yang mengekspresikan dibandingkan perlakuan DMBA-ekstrak dosis 750 mg/kgBB (Gambar 4c).

112

Mekanisme Penekanan Ekspresi N-Ras Ekstrak Kulit Jeruk Keprok Sebagai Agen Kemopreventif (Perdana Adhi N, Andita Pra D, Diah Ayu P.K.W, Sugeng Riyanto, dan Edy Meiyanto)

Gambar 4. Gambar di atas menunjukkan ekspresi N-Ras (panah merah) pada hepatosit tikus betina kelompok perlakuan: DMBA dosis 20 mg/kgBB (a), kontrol pelarut CMC-Na 0,5% (b), kontrol ekstrak dosis 1500 mg/kgBB (c) DMBA+ekstrak dosis 750 (d), DMBA+ekstrak dosis 1500 mg/kgBB (e), dengan perbesaran 1000x lensa objektif. Dari data tersebut dapat dipastikan bahwa pemaparan DMBA mampu menyebabkan perubahan yang nyata pada ekspresi sel hepar tikus. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ember et al. (7) menunjukkan bahwa ekspresi H-ras pada ginjal tikus dapat meningkat dua kali lipat akibat aplikasi dosis tunggal DMBA. Berdasarkan data diatas pula, dapat diketahui dosis ekstrak yang mampu menurunkan ekspresi pada kelompok hewan uji tercapai pada dosis 500 mg/kgBB. Dosis ekstrak tersebut dapat menekan jumlah sel hepar yang mengekspresikan sehingga dapat menghambat inisiasi karsinogenesis pada hepar. Walaupun demikian dosis tersebut belum merupakan dosis efektif ekstrak yang dapat menurunkan ekspresi , sebab penurunan yang terjadi belum mencapai level yang mendekati level ekspresi normal seperti level ekspresi pada perlakuan pelarut. Oleh karenanya pada penelitian selanjutnya perlu dilakukan optimalisasi dosis efektif ekstrak dengan cara peningkatan dan penyempitan kisaran dosis yang dapat berefek optimal terhadap penurunan ekspresi. Berdasar pengamatan kualitatif secara mikroskopik maupun makroskopik dan didukung data komputasi in silico, pemodelan kanker dengan pemberian perlakuan ekstrak secara post-inisiasi secara empiris mampu menggambarkan efektifitas pemberian ekstrak etanolik C. reticulata dalam menurunkan insidensi nodul dan tumor pada tikus galur Sprague Dawley. Dari data yang ada dapat dipastikan bahwa pemaparan DMBA tidak menyebabkan perubahan yang nyata secara makroskopik pada hepar. Namun pada pengamatan hepar secara mikroskopik terlihat hepatosit pada perlakuan kontrol DMBA mengalami hiperproliferasi. Proses ini belum mengarah pada terbentuknya kanker hepar, karena proses karsinogenesisnya masih dalam tahap promosi. Pemaparan DMBA mampu menyebabkan munculnya nodul pada jaringan tikus namun hanya memberikan profil hiperproliferasi di hepar. Hal ini dikarenakan, pemberian DMBA lebih dominan sebagai penginduksi kanker pada jaringan mamae tikus dibandingkan pada sel hepar. Berdasarkan data diatas pula, dapat diketahui semakin tinggi dosis ekstrak yang digunakan semakin kuat efektifitasnya dalam menurunkan insidensi nodul dan tumor pada tikus. Hal ini diperkuat oleh pengamatan mikroskopik pada kelompok dosis perlakuan bahwa tidak ada yang mengalami perubahan
113

Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 4 No. 3 Januari 2009: 104 -115

signifikan pada susunan hepatosit tikus. Dosis ekstrak tersebut dapat menekan aktivitas isoenzim Cytochrom P-450 di hepar yaitu CYP1A2 yang mampu mengaktivasi senyawaan prokarsinogen benzo(a)pyrene yang dimodelkan dengan pemberian DMBA. Inhibisi ini dapat menghambat terbentuknya radikal bebas yang dapat memicu inisiasi karsinogenesis pada hepar. Oleh karenanya pada penelitian selanjutnya perlu dilakukan optimalisasi dosis efektif ekstrak dengan cara peningkatan dan penyempitan kisaran dosis yang dapat berefek optimal terhadap penurunan insidensi kanker pada sel hepar. Mekanisme penurunan insidensi nodul pada sel hepar akibat akibat pemberian ekstrak kemungkinan disebabkan oleh suatu senyawa aktif yang terkandung di dalam ekstrak. Senyawa di dalam ekstrak etanolik kulit jeruk C. reticulata yang diduga mempunyai efek tersebut adalah senyawa golongan flavonoid terutama golongan polimetoksiflavon (5). Target aksi yang efektif pada penghambatan tersebut adalah enzim-enzim pemetabolisme baik fase I dan II. Pada enzim pemetabolisme fase I, kemampuan ekstrak dalam mengurangi insidensi nodul dan kanker sel hepar dapat dimungkinkan melalui penghambatan aktivasi DMBA dalam bentuk ultimate carcinogen tersebut. Enzim sitokrom P450 (CYP) dikenal sebagai enzim pemacu aktivasi senyawa prokarsinogen menjadi karsinogen. Keluarga enzim sitokrom P450 yang terlibat dalam aktivasi DMBA adalah CYP1A1 dan CYP1B1 (8). Sehingga penghambatan ekspresi dan aktivitas sitokrom P450 dapat menghambat aktivasi DMBA. Hal ini diperkuat dengan data komputasi kimia bahwa

Tangeretin (5,6,7,8, 4pentamethoxyflavone) dapat berinteraksi lebih kuat dibandingkan -naphtoflavon yang merupakan inhibitor pembanding pada CYP1A2 Aktivitas isoenzim P450 tertentu seperti CYP1A1 dan CYP1A2 dapat dihambat oleh flavonoid. Flavonol kaempferol dan kuersetin secara signifikan dapat menghambat CYP1A1 secara in vitro pada kultur hepatosit tikus (9). Apigenin telah diketahui dapat menurunkan ekspresi sitokrom P450 pada hepar tikus terinduksi Benzo(a)piren, dengan berikatan pada AhR (Arylhydrocarbon Receptor) yang merupakan faktor transkripsi (10). Oleh karena itu senyawaan polimetoksiflavon dalam ekstrak kulit jeruk keprok melalui penelitian ini disimpulkan dapat mengurangi insidensi kanker pada sel hepar. KESIMPULAN Berdasar pengamatan kualitatif secara mikroskopik dan didukung data komputasi in silico, mekanisme kemopreventif ekstrak kulit jeruk keprok melalui penghambatan ekspresi onkogen N-Ras adalah melalui inhibisi CYP1A2. Hal ini dibuktikan dengan afinitas dan kekuatan ikatan yang cukup stabil pada Tangeretin terhadap residu asam amino pada protein target CYP1A2. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kami ucapkan kepada DP2M DIKTI yang telah membiayai penelitian ini.

114

Mekanisme Penekanan Ekspresi N-Ras Ekstrak Kulit Jeruk Keprok Sebagai Agen Kemopreventif (Perdana Adhi N, Andita Pra D, Diah Ayu P.K.W, Sugeng Riyanto, dan Edy Meiyanto)

DAFTAR PUSTAKA
1. King RJB. Cancer Biology, 2 ed., London: Pearson Eduation Limited; 2000. 2. Kawajiri K, Nakachi K, Imai K, Watanabe J, and Hayashi S. The CYP1A1 gene and cancer susceptibility. Crit Rev Oncol Hematol 1993; 14:7787. 3. Zhai S, Dai R, Friedman FK, and Vestal RE. Comparative inhibition of human Cytochromes P4501A1 and 1A2 by flavonoids. The American Society for Pharmacology and Experimental Therapeutics 1998; 10; 989-992. 4. Mitchell W. Plant Medicine. Seattle: Private publication; 1998, 5. Walle T. Methoxylated flavones, a superior cancer chemopreventive flavonoid subclass. Seminars in Cancer Biology 2007; 17; 354362. 6. Pan MH, Chen WJ, Lin-Shiau S, Ho CH, and Lin JK. Tangeretin Induces Cell-Cycle Through Inhibiting CyclinDependent Kinase 2 & 4 Activities As Well As Elevating Cdk Inhibitor p21 in Human Colorectal Carcinoma Cells. Carcin 2002; 23: 1677-1684.
nd

7. Ember I, Kiss I, and Pusztai Z. Effect of DMBA on Oncogene Action in vivo: a short term experiment. Anticanc Res 1998; 18 (1A): 445-447. 8. Smart RC & Akunda JK. Carcinogenesis. In: Hodgson E and Smart R (eds). Introductions to rd Biochemical Toxicology 3 ed. New York, John Wiley & Sons In; 2001. 9. Zhang FF, Zheng YF, Zhu HJ ,Shen XY, and Zhu XQ. Effects of Kaempferol and Quercetin on Cytochrome 450 Activities in Primarily Cultured Rat Hepatocytes. Zhejiang Da Xue Xue Bao Yi Xue Ban 2006; 35(1): 18-22. 10. Khan TH, Jahangir T, Prasad L, and Sultana S. Inhibitory Effect of Apigenin on Benzo(a)pyrenemediated Genotoxicity in Swiss Albino Mice. J Pharm Pharmacol 2006; 58(12): 16551660s.

115

Potrebbero piacerti anche